cedera kepala

46
PENANGANAN PASIEN DEWASA DENGAN CEDERA KEPALA BERAT DI UNIT GAWAT DARURAT Pembimbing : DR. dr. Yuda Turana, Sp.S Disusun oleh Faldi Yaputra 2012-061-097

Upload: cavin-handoko

Post on 20-Oct-2015

127 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

refrat

TRANSCRIPT

PENANGANAN PASIEN DEWASA DENGAN CEDERA KEPALA BERAT DI UNIT GAWAT DARURAT

Pembimbing : DR. dr. Yuda Turana, Sp.S

Disusun olehFaldi Yaputra 2012-061-097

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAFFAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYAPeriode 8 juli 2013 18 Agustus 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyusun referat ini yang berjudul Penanganan Pasien Dewasa dengan Cedera Kepala Berat di Unit Gawat DaruratAdapun referat ini berjudul Penanganan Pasien Dewasa dengan Cedera Kepala Berat di Unit Gawat Darurat yang disusun untuk menyelesaikan salah satu tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Saraf. Penulis berharap agar referat ini dapat berguna sebagai bahan untuk pembelajaran bersama baik bagi mahasiswa tingkat preklinik maupun tingkat klinik mengenai semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini.Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Yuda Turana, Sp.S. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan arahan dalam pembuatan referat ini, serta kepada semua pihak yang terlibat.Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Penulis mohon maaf apabila terdapat beberapa kesalahan didalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan ide, saran dan kritik demi kelengkapan referat ini.

Jakarta, 1 Agustus 2013

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiDAFTAR GAMBARivDAFTAR TABELivBAB I. PENDAHULUAN11.1. Latar Belakang11.2. Perumusan Masalah21.3 Tujuan Penulisan21.3.1. Tujuan umum21.3.2. Tujuan khusus21.4 Manfaat penulisan2BAB II. PEMBAHASAN42.1. Definisi Trauma Kepala42.2. Klasifikasi Cedera Kepala122.3. Fisiologi Serebrovaskular72.3.1 Monroe Kellie Doctrine72.3.2 Penyesuaian Otak82.4. Patofisiologi Cedera Kepala Berat102.4.1 Cedera Primer102.4.2 Cedera Sekunder102.5. Evaluasi dan Diagnosis122.6. Penanganan Pasien142.6.1. Penanganan Sebelum Tiba di Rumah Sakit142.6.2. Penanganan di Unit Gawat Darurat152.6.3. Observasi selama perawatan di Rumah Sakit222.6.4. Kriteria Pemulangan Pasien24BAB III. KESIMPULAN25DAFTAR PUSTAKA26

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kurva penyesuaian otak8Gambar 2. Tekanan Perfusi Otak9

DAFTAR TABELTabel.1 Klasifikasi Tingkat Keparahan Cedera Otak7Tabel 2. Glasgow Coma Scale12Tabel 3. Penanganan pembedahan pada pasien dewasa dengan hematoma epidural akut17Tabel 4. Penanganan pembedahan pada pasien dewasa dengan hematoma subdural akut17Tabel 5. Penanganan pembedahan pada pasien dengan lesi intraparenkimal18

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cedera telah lama didefinisikan sebagai kontak fisik terhadap seseorang yang diakibatkan olah transfer energi yang tiba-tiba (energi mekanis, thernal, elektrikal, kimia, atau radiasi) atau hilangnya panas atau oksigen secara tiba-tiba.1 Cedera dapat terjadi pada berbagai organ tubuh, dan 30% diantaranya adalah cedera kepala. Cedera kepala perlu mendapat perhatian lebih karena adanya kemungkinan cedera otak yang mengganggu struktur dan fungsi otak. Jika seseorang mengalami cedera kepala yang membutuhkan perawatan di rumah sakit, maka Unit Gawat Darurat (UGD) menjadi lini pertama dalam penilaian cedera untuk menentukan tindakan lanjutan.2Fokus utama dari UGD adalah mengidentifikasi pasien cedera kepala, apakah terjadi cedera pada otak, cedera vertebra servikalis atau pun kebutuhan dilakukannya pemeriksaan pencitraan. Di UGD juga dilakukkan pemeriksaan terhadap adanya cedera yang terjadi secara bersaamaan saat cedera kepala misalnya fraktur atau laserasi pada ekstremitas atau organ tubuh lain. Penilaian di UGD sangat penting, kadang pencitraan perlu didahulukan daripada pendaftaran pasien ataupun observasi status neurologis, karena dapat menurunkan waktu untuk mendeteksi komplikasi yang dapat berakibat fatal dan juga dapat mempengaruhi hasil akhir menjadi lebih baik.2Setiap tahun 1.365.000 warga Amerika mengunjungi Unit Gawat Darurat (UGD), 275.000 diantaranya dirawat di Rumah Sakit dan 52.000 diantaranya meninggal dunia. Hampir 90% pengunjung UGD adalah pasien dengan cedera kepala dan 511.000 pasien cedera kepala tersebut adalah anak-anak berusia 0-14 tahun. Laki-laki dianggap lebih berisiko daripada wanita dan laki-laki berisiko meninggal dunia 3 kali lebih besar daripada wanita. Statistik juga menunjukkan setiap menit ada 3 orang yang mengalami cedera kepala. Sekitar 5.3 juta orang hidup dengan kecacatan setelah cedera otak. Cedera kepala paling sering karena jatuh (35.2%), kecelakaan (17,3%), ditabrak (16,5%), perkelahian (10%), dan lain-lain (21%). Resiko jatuh lebih besar terjadi pada anak-anak berusia 0-4 tahun dan lansia berusia 65 tahun atau lebih. Kecelakaan adalah penyebab kematian yang paling tinggi pada pasien cedera kepala, dan sering terjadi pada kelompok usia 20-24 tahun. Cedera kepala menempati urutan ketiga (30%) yang mengakibatkan kematian dari semua cedera karena trauma.3,4,5

1.2. Perumusan MasalahSesuai dengan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka penulis ingin mengangkat suatu masalah, yaitu:- Pentingnya penangan pasein dewasa dengan cedera kepala berat di Unit Gawat Darurat dalam hal waktu dan tindakan yang tepat

1.3. Tujuan Penulisan1.3.1. Tujuan umumMengetahui penanganan pasien dewasa dengan cedera kepala berat di Unit Gawat Darurat1.3.2. Tujuan khusus1. Mengetahui kapan pasien dengan cedera kepala berat membutuhkan tindakan operatif2. Mengetahui indikasi indikasi penggunaan CT-scan kepala pada pasien dengan cedera kepala 1.4. Manfaat PenulisanAdapun manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut:1. Bidang akademik atau ilmiahMenambah pengetahuan akademis mengenai penanganan pasien dengan cedera kepala2. Bagi masyarakata. Mengetahui tindakan-tindakan yang perlu dilakukan pada pasien dengan cedera kepala sebelum dibawa ke rumah sakitb. Memberi informasi kepada masyarakat mengenai kapan pasien dengan cedera kepala harus dibawa ke rumah sakit3. Bagi penulisSebagai sarana pengembangan minat dan bakat serta meningkatkan kemampuan dalam membuat tulisan.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Definisi Trauma KepalaTrauma kepala didefinisikan sebagai trauma yang mengakibatkan kelainan struktural atau fisiologis pada fungsi otak oleh faktor eksternal yang diindikasikan sebagai onset baru atau perburukan dari satu atau lebih gejala klinis berikut :a. Kehilangan kesadaranb. Kehilangan memori tepat setelah terjadinya traumac. Kelainan status mental setelah terjadinya trauma (kebingungan, disorientasi, pemikiran yang lambat dan lain-lain)d. Defisit neurologis ( kelemahan, kehilangan keseimbangan, perubahan penglihatan, praxis, paresis atau plegia, kelainan sensoris, afasia dan lain-lain) yang dapat terjadi sementara atau presisten.e. Lesi intrakranial.Faktor eksternal yang dimaksud misalnya : pukulan ada kepala, kepala menabrak objek, percepatan atau perlambatan pada otak tanpa trauma eksternal pada kepala, penetrasi benda asing, atau faktor eksternal lainnya.6Semua kriteria diatas dianggap sebagai trauma otak. Tidak semua individu yang terpapar faktor eksternal mengalami cedera pada otak, tapi semua individu yang memiliki riwayat seperti manifestasi klinis diatas dapat dikatakan mengalami cedera otak.Cedera kepala berat didefinisikan berbeda-beda dalam beberapa studi. Berbagai cedera kepala yang dapat berakibat fatal dianggap sebagai cedera kepala berat, walaupun pasien tidak dirawat di rumah sakit. Dalam kebanyakan penelitian, berat ditentukan oleh skor GCS yang 30 menit dan 24jam

Gangguan kesadaran / perubahan status mental*

Sesaat-24 jam

>24 jam

Amnesia pasca trauma0-1 hari>1 dan 7 hari

Glascow Coma Scale (paling baik dinilai 110 mmHg)f. Anemia (Hb < 10 mg/dL atau Ht < 30%)g. Hiponatremia (serum natrium 10 mmol/L)i. Hipoglikemia (glukosa serum 7,45)l. Febril (suhu >36,5 C)m. Hipotermia (suhu < 35,5 CHipoksia-iskemia adalah salah satu faktor sekunder yang dapat mempengaruhi hasil akhir dari cedera kepala. Waktu kritis adalah selama resusitasi dan sesaat setelah cedera, ketika hipoksia dan hipotensi akan muncul karena ketidakmampuan mempertahankan jalan napas atau volume darah yang hilang akibat perdarahan.Hipoksia-iskemia juga bisa karena cedera vaskuler, penyebab sistemik, edema serebri (yang mengakibatkan difusi gradien oksigen), hipertensi intrakranial, dan hiperventilasi yang berlebihan.Gangguan metabolisme serebral dapat terjadi pada cedera tingkat seluler misalnya cedera mitokondria. Kerusakan membran mitokondria dan metabolik oksidatif, akan mengakibatkan keracunan influks kalsium dan kematian sel. Pada perdarahan subdural, pencitraan Positron Emission Tomography (PET) memperlihatkan gangguan metabolik jauh melebihi luasnya cedera yang terlihat pada pencitraan CT.Gangguan perfusi otak juga terjadi akibat gangguan autoregulasi dan biasanya hasilnya tidak baik. Gangguan perfusi otak dapat fokal atau difus, dan terjadi bersamaan dengan hipoperfusi dan edema vasogenik. Kestabilan autoregulasi dapat ditentukan dengan beberapa observasi sederhada pada tekanan intrakranial dengan perubahan spontan pada tekanan arteri rata-rata. Hilangnya autoregulasi, TIK akan meningkat, begitu juga dengan tekanan arteri rata-rata, walaupun masih dalam batas autoregulasi. Pressure Reactivity Index (PRx) adalah index yang mengkorelasikan antara TIK dan tekanan arteri rata-rata, dan digunakan sebagai index autoregulasi. Pressure Reactivity berkisar antara -1 hingga +1. Nilai negatif (termasuk 0) mengindikasikan autoregulasi yang baik, dan nilai positif mengindikasikan autoregulasi yang menurun.Fenomena elektrofisiologis seperti bangkitan dan gelombang epileptiform yang muncul pasca cedera akang mengakibatakan gangguan metabolik. Memantau fenomena ini sangat penting karena dapat terjadi subklinis. Cortical Spreading Depression (CDS) adalah fenomena elektrofisiologis yang muncul setelah cedera kepala dan biasanya prognosisnya tidak terlalu baik. CDS muncul pada korteks yang cedera, mengganggu gelombang depolarisasi yang menyebar dengan kecepatan 2 mm/menit menjadi 5 mm/menit dan mengakibatkan aliran ionik, kekacauan metabolik dan abnormalitas aliran darah.Cedera sekunder yang berakibat dari gabungan cedera di diatas akan mengarah pada proses cedera, kematian dan apoptosis seluler. Hasil dari edema dan inflamasi, bersama dengan evolusi dari lesi primer seperti kontusio serebri, mengakibatkan hipertensi intrakranial. Sangat penting untuk menghentikan seluruh proses ini yang secara klinis kemuculan satu proses saja tidak dapat dinilai melalui monitor. Oleh karena itu, terapi yang menjadi target adalah tekanan intrakranial, hipotensi serebri, hipoksia serebri.2.5 Evaluasi dan DiagnosisEvaluasi awal sangat penting untuk intervensi awal dan dimulai pada saat terjadinya cedera. Jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi harus dinilai. Pemeriksaan neurologis awal harus terfokus pada GCS dan penilaian pupil. Ukuran, reaktifitas, dan kesimetrisan pupil harus diperhatikan. Asimetri pupil didefinisikan sebagai perbedaan ukuran yang lebih dari 1 mm. Pupil yang terfiksasi didefinisikan sebagai reaksi pupil terhadap cahaya yang kurang dari 1mm.6 Trauma orbita harus diiperhatikan. Tabel 2. Glasgow Coma Scale 6,9Jenis ResponResponSkor

Buka MataSpontan4

Perintah 3

Nyeri2

Tidak ada respon1

VerbalOriantasi baik5

Disorientasi4

Kata-kata tidak tepat3

Suara tanpa arti2

Tidak ada respon1

MotorikMenuruti perintah6

Melokalisasi nyeri5

Fleksi terhadap nyeri4

Dekortikasi3

Deserebrasi2

Tidak ada respon1

Total 15

Sumber : Mangat HS. Severe Traumatic Brain Injury. American Academy of Neurology. 20126Kematian akan meningkat hingga 50% jika pasien tidak dirujuk ke rumah sakit yang tepat, walaupun itu bukan rumah sakit yang terdekat. Survei primer oleh traumatologist sangat penting untuk menghindari cedera yang berpotensi mengancam nyawa. Pemeriksaan neurologis harus dilakukan secara rutin untuk mengevaluasi tanda-tanda herniasi serebri. Tanda-tanda herniasi berupa pupil anisokor, dilatasi pupil, pupil nonreaktif, posisi motorik eksensi, hilangnya respon motorik, atau menurunnya GCS 2 poin.Ketika stabilisasi hemodinamik tercapai, pemeriksaan darurat CT-scan kepala harus dilakukan. Walaupun pasien dalam keadaan koma atau terdapat defisit neurologis, pencitraan neurologi harus dipercepat. Jika diperkirakan tedapat cedera vaskuler, maka pencitraan CT angiografi harus dilaksanakan. Jika kecurigaan sangat tinggi terhadap adanya cedera vaskuler maka pasien harus dipertahankan sesuai jenis cederanya (fraktur kanalis karotikus, terikatnya tali helem pada leher, dan dislokasi vertebra servikalis bagian atas). Pencitraan tulang belakang harus dilakukan jika ada pemeriksaan motorik dan otonom yang menunjukkan tanda-tanda cedera medula spinalis. Mengalirnya cairan serebrospinal melalui hidung atau telinga menandakan adanya fraktur basis kranii. Pengiriman cepat keunit perawatan intensif atau ruang operasi harus dilakukan apabila pemeriksaan fisik mendukung atau pencitraan mendapat hasil yang mengindikasikan untuk pengiriman pasien.2.6 Penanganan PasienPenanganan Sebelum Tiba di Rumah SakitTerdapat banyak pedoman penganganan cedera kepala sebelum tiba di rumah sakit. Beberapa penelitian menunjukkan hipotensi dan hipoxemia adalah indikator untuk menilai prognosis buruk setelah cedera kepala berat. Jalan napas harus dipertahankan, saturasi oksigen arteri 10 mm atau midline shift > 5 mm pada CT, harus dievaskuasi melalui pembedahan Semua pasien hematoma subdural dalam kondisi koma (GCS < 9) harus dilakukan pemantauan TIK Pasien koma (GCS < 9) dengan ketebalan hematoma subdural < 10 mm dan midline shift < 5 mm harus dilakukan evakuasi jika GCS menurun 2 poin antara saat kejadian trauma dan saat masuk rumah sakit dan/atau pupil asimetris terfiksasi dan dilatasi dan/atau TIK 20 mmHg

Waktu Jika indikasi operatif terpenuhi, lakukan pembedahan secepatnya

Metode Metode kraniotomi dan duraplasty

Penanganan pembedahan pada pasien dengan lesi intraparenkimal13 :Indikasi pembedahan Pasien dengan masa intraparenkimal dan tanda perburukan neurologis akbiat lesi, tanda peningkatan TIK, dan terlihatnya massa pada pencitraan CT hatus ditangani dengan pembedahan Pasien dengan GCS 6-8 dengan kontusio frontal atau temporal dengan volume > 20 cm3 dengan midline shift 5 mm3 dan/atau tanda kompresi sisterna pada CT, dan pada pasien dengan lesi 50 cm3 harus ditangani dengan pembedahan Pasien dengan massa intraparenimal yang tidak menunjukkan tanda neurologis yang berarti, dengan TIK terkontrol, dan tidak ada efek dari massa yang terlihat pada CT, dapat ditangani secra nonoperatif dengan pemantauan ketat dan pencitraan serial.

Waktu dan Metode Kraniotomi dengna mengevakuasi massa lesi dianjurkan untuk pasien dengan lesi fokal dan indikasi pembedahan terpenuhi Kraniotomi dekompresif bifrontal dalam 48 jam sejak trauma adalah pilihan bagi pasien dengan edema serebri difus paskatrauma dan hipertensi intrakranial Prosedur dekompresif mencakup dekompresif subtemporal, temporal lobektomi, dan kraniektomi hemisfer dekompresif, adalah pilihan bagi pasien dengan hipertensi intrakranial dan cedera intraparenkimal yang difus dengan tanda klinis dan radiologis dari impending herniasi transtentorial.

Pencitraan darurat2,14 :a. Pencitraan CT kepala yang harus dilakukan segera dengan kriteria : Usia 65 tahun Koagulopati (riwayat gangguan pembekuan dan riwayat perdarahan, atau sedang dalam pengobatan dengan warfarin) Mekanisme cedera yang berbahaya (ditabrak oleh kendaraan bermotor, terlempar dari kendaraan atau jatuh dari ketinggian lebih dari 1 m)b. Pencitraan CT kepala harus dilakukan dalam 1 jam setelah permintaaan pencitraan diterima oleh departemen radiologi, dengan kriteria : GCS 60 mmHg. Tekanan darah sistolik harus dipertahankan >90 mmHg. Cairan hipotonik dan dextrose tidak boleh digunakan.b. Tekanan intrakranialTekanan intrakranial (TIK) dapat diukur dengan alat intraventrikular (salurn eksternal ventrikular dihubungkan dengan transduser pengukur eksternal) atau dengan satelit intraparenkimal. TIK yang terus-menerus >20 mmHg dianggap berbahaya dan hasil akhirnya buruk. Semakin tinggi TIK dapat mengakibatkan iskemi otak sekunder, untuk itu TIK harus diterapi dan dipertahankan dibawah 20 mmHg. Pedoman cedera kepala merekomendasikan agar TIK dimonitor untuk semua pasien cedera kepala berat (GCS