cedera kepala

49
Cedera Kepala TK adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis cranii serta organ-organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat non-degeneratif/non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar kemudian menimbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran. 1. Anatomi Sistem persyarafan terdiri dari : a. Susunan saraf sentral terbagi atas medulla spinalis dan otak. Dalam medulla spinalis keluar 31 pasang saraf yang terdiri dari : saraf servikalis 8 pasang, toraka 12 pasang, tumbal 5 pasang, sacral 5 pasang dan koksigeal 1 pasang. Otak terbagi atas : 1. Otak besar (serebrum) a) Serebrum (otak besar) merupakan bagian terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak, pada serebrum ditemukan beberapa lobus yaitu : lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis dan lobus oksipitalis.

Upload: yurimedix

Post on 27-Jun-2015

1.535 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cedera Kepala

Cedera Kepala

TK adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis cranii serta organ-organ di

dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat non-degeneratif/non-kongenital,

yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar kemudian menimbul gangguan fisik,

kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat

kesadaran.

1. Anatomi

Sistem persyarafan terdiri dari :

a. Susunan saraf sentral terbagi atas medulla spinalis dan otak. Dalam medulla

spinalis keluar 31 pasang saraf yang terdiri dari : saraf servikalis 8 pasang,

toraka 12 pasang, tumbal 5 pasang, sacral 5 pasang dan koksigeal 1 pasang.

Otak terbagi atas :

1. Otak besar (serebrum)

a) Serebrum (otak besar) merupakan bagian terluas dan terbesar dari otak,

berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak, pada

serebrum ditemukan beberapa lobus yaitu : lobus frontalis, lobus

parietalis, lobus temporalis dan lobus oksipitalis.

b) Fungsi serebrum adalah :

(1) Mengingat pengalaman-pengalaman yang lalu.

(2) Pusat persyarafan yang menangani aktivitas mental, akal, intelegensi,

keinginan dan memori.

(3) Pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil.

2. Otak kecil (serebelum)

Page 2: Cedera Kepala

Serebelum (otak kecil) terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak,

dipisahkan dengan serebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh

ponsvaroli dan di atas medulla oblongata.

Serebelum merupakan pusat koordinasi dan integritasi, bentuk oval bagian

yang mengecil pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar pada

laferal disebut hemisfer.

a) Fungsi serebelum adalah :

(1) Arkhio serebelum (vestibula serebelum) untuk keseimbangan dan

ransangan pendengaran otak.

(2) Plea serebelum (spino serebelum) sebagai pusat penerima impuls.

(3) Neo serebelum (ponto serebelum) menerima informasi tentang gerakan

yang sedang dilakukan dan yang akan dikerjakan dan mengatur gerakan sisi

badan.

b. Susunan syaraf perifer, terdiri dari :

1) Susunan syaraf somatik.

Susunan syaraf somatik yang mempunyai peranan spesifik untuk mengatur

aktivitas otot sadar atau serat lintang.

2) Susunan syaraf otonom .

Terdiri dari : susunan syaraf simpatis dan susunan syaraf parasimpatis.

Susunan syaraf otonom mempunyai peranan penting mempengaruhi

pekerjaan otot tidak sadar (otot polos) seperti jantung, hati, pankreas, jalan

pencernaan, kalenjar dan lain-lain. (Drs. Syaifuddin, B.Ac, 1997 : 139-144).

Syaraf kepala ada 12 pasang (susunan syaraf tepi).

Tabel 1. Fungsi syaraf kranial

Syaraf Karnial

Fungsi

II. (Olfaktorius)

Page 3: Cedera Kepala

III. (Optikus)

IV. (Okulomotorius)

V. (Troklear)

VI. (Trigeminus)

VII. (Abdusen)

VIII. (Fasial)

IX. (Vestibulkokhlearlis)

X. (Glasofaringeal)

XI. (Vagus)

XII. (Asesoris)

XIII. (Hipoglosus)

3) Batang otak (trunkus serebri) terdiri atas :

a. Diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat di antara serebelum

dengan mesensepalon.

Fungsi diensefalon adalah :

(1) Vasokonstruktur, mengecilkan pembuluh darah.

(2) Respirasi membantu proses persyarafan.

(3) Mengontrol kegiatan reflek.

(4) Membantu pekerjaan jantung.

b. Mesensepalon, atap dari mesensepalon terdiri dari 4 bagian yang

menonjol ke atas, 2 sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan

2 sebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior.

Fungsi dari mesensepalon adalah :

(1) Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.

(2) Memutar mata dan pusat pergerakan mata.

Page 4: Cedera Kepala

c. Pons varoli adalah pita melingkar yang luas, yang menghubungkan kedua

sisi serebelum, di sini terdapat prematoksoid yang mengatur gerakan

pernafasan dan reflek.

Fungsi pons varoli adalah :

(1) Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medulla

oblongata dan serebrum.

(2) Pusat syaraf trigeminus.

d. Medulla oblongata, merupakan bagian dari batang otak yang paling basah

yang menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis. Bagian bawah

medulla oblongata merupakan persambungan medulla spinalis ke atas dan

bagian atas medulla oblongata melebar disebut kanalis sentralis di daerah

tengah bagian ventral medulla oblongata.

Fungsi oblongata adalah :

(1) Mengontrol pekerjaan jantung.

(2) Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstruktur)

(3) Pusat pernafasan (respiratory center)

(4) Mengontrol kegiatan reflek.

Calvaria (os frontalis, parietalis, occipitalis, dan temporalis).

Basis cranii (os petrosus, ethmoidalis, sphenoidalis, mastoideus, dan atap

orbita) fossa crania anterior, media dan posterior.

Struktur pelindung otak : Rambut, kulit, tulang, meninges dan cairan

serebrospinal (LCS)

Struktur otak:

o Otak → 100 milyar neuron & 1 trilyun neuroglia.

Page 5: Cedera Kepala

o Berat ± 1400 gram atau 2% BB manusia, dikelilingi LCS → mengisi

ruang Subaraknoid.

o Komponen otak : cerebrum, cerebellum dan batang otak.

o Pasokan darah otak dari : a. carotis interna dan a. vertebralis.

2. Epidemiologi

Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi di bawah 45

tahun, dan merupakan penyebab kematian nomor 4 pada seluruh populasi.

Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan

kendaraan bermotor. Setiap tahun yang mengalami cedera kepala lebih dari 2

juta orang, 75.000 orang di antaranya meninggal dunia. Lebih dari 100.000 orang

yang selamat akan mengalami disabilitas permanen.

Sebab-sebab cedera kepala diantaranya:

- Kecelakaan lalu lintas 50%

- Terjatuh 21%

- Kekerasan 12%

- Rekreasi dan olahraga 10%

- Lain-lain 7%

3. Klasifikasi

Klasifikasi Berdasarkan Patofisiologis

a. TK Primer

TK primer merupakan efek langsung trauma pada fungsi otak, dimana

kerusakan neurologis langsung disebabkan oleh suatu benda/serpihan tulang

Page 6: Cedera Kepala

yang menembus/merobek jaringan otak karena efek percepatan-

perlambatan (Lombardo, 1995). Jaringan yang mungkin terkena pada TK

adalah:

1. Kulit (hematom kulit kepala; luka kulit kepala luka lecet dan luka

robek).

2. Tulang (fraktur calvaria linear, impresi, depresi, ekspresi; fraktur basis

cranii).

3. Lesi intrakranial :

Lesi fokal (Kontusio cerebri, PIS, PED, PSD, PSA).

Lesi difus (Konkusio/comutio cerebri, Cedera Axonal Difus, Laserasi

cerebri).

b. TK Sekunder

Menurut Listiono (1998) dan Fauzi (2002), penyebab TK sekunder adalah:

Penyebab sistemik (hipotensi, hipoksia, hipertermi, hiponatremia).

Penyebab intrakranial (TIK meningkat, hematom, edema, kejang,

vasospasme dan infeksi).

Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan

Mengingat fasilitas pemeriksaan neuroradiologis berupa CT-scan masih

jarang, maka agar dapat mengelola dengan baik, pasien-pasien cedera otak,

khususnya jenis tertutup, berdasarkan gangguan kesadarannya (berdasarkan

Glasgow Coma Scale + GCS) dikelompokkkan menjadi :

Page 7: Cedera Kepala

1. Cedera kepala ringan

GCS : 14-15 bisa disertai disorientasi, amnesia, sakit kepala, mual, muntah.

2. Cedera kepala sedang

GCS : 9-13 atau lebih dari 12 tetapi disertai kelainan neurologis fokal.

Disini pasien masih bisa mengikuti/menuruti perintah sederhana.

3. Cedera kepala berat

GCS : 8 atau kurang (penderita koma), dengan atau tanpa disertai gangguan

fungsi batang otak. Perlu ditekankan di sini bahwa penilaian derajat

gangguan kesadaran ini dilakukan sesudah stabilisasi sirkulasi dan pernafasan

guna memastikan bahwa defisit tersebut diakibatkan oleh cedera otak dan

bukan oleh sebab yang lain. Skala ini yang digunakan untuk menilai derajat

gangguan kesadaran, dikemukakan pertama kali oleh Jennet dan Teasdale

pada tahun 1974. Penilaiannya adalah berdasarkan respons membuka mata

(= E), respon motorik (= M) dan respon verbal (= V). Pemeriksaan GCS tidak

memerlukan alat bantu, mudah dikerjakan sehingga dapat dilakukan dimana

saja oleh siapa saja.

Daftar penilaian GCS selengkapnya adalah seperti terlihat pada tabel di

bawah ini.

1. Kemampuan membuka kelopak mata (E)

Secara spontan 4

Atas perintah 3

Rangsangan nyeri 2

Page 8: Cedera Kepala

Tidak bereaksi 1

2. Kemampuan komunikasi (V)

Orientasi baik 5

Jawaban kacau 4

Kata-kata tidak berarti 3

Mengerang 2

Tidak bersuara 1

3. Kemampuan motorik (M)

Kemampuan menurut perintah 6

Reaksi setempat 5

Menghindar 4

Fleksi abnormal 3

Ekstensi 2

Tidak bereaksi 1

* GCS sum score = (E + M + V); best possible score = 15; worst possible score = 3

Menilai tingkat keparahan cedera kepala :

a. Cedera kepala ringan (kelompok resiko rendah)

1) Skor skala koma glasglow 14-15 (sadar penuh atentif dan orientif).

2) Tidak ada hilang kesadaran (misal konkusio).

3) Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang.

4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing.

Page 9: Cedera Kepala

5) Tidak adanya kriteria cedera (sedang-berat).

b. Cedera kepala sedang (kelompok resiko sedang).

1) Skor skala koma glasglow 9-12 (konfusi, latergi atau tupar)

2) Konkusi.

3) Amnesia pasca trauma dan disorientasi ringan (bingung).

4) Muntah.

5) Tanda kemungkinan fraktur kranium.

6) Kejang.

c. Cedera kepala berat (kelompok resiko berat)

1) Skor skala koma glasglow 3-8 (coma)

2) Penurunan derajat kesehatan secara progresif.

3) Tanda neorologi lokal.

4) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium.

Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme

Luka tumpul

High velocity

Page 10: Cedera Kepala

Low velocity

Luka tembus

Gun shoot wound

dsb

Klasifikasi Berdasarkan morfologi

Fraktur tengkorak

Kranium

- Linear , stellate

- Depressed / non depressed

- Open

Basis

- Dengan atau tanpa kebocoran CSF

- Dengan atau tanpa kelumpuhan saraf cranial

Lesi intracranial

Fokal

- Epidural

- Subdural

- Intracerebral

Page 11: Cedera Kepala

- Subarachnoid

- Intraventricular

Difus

- Mild concussion

- Classic concussion

- Diffuse axonal injury

4. Patofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat

terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya

melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi

kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan

gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan

bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan

menimbulkan koma, kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh

kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai

70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan

oksigen melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi

pembuluh darah.

a. Faktor Kardiovaskuler

Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas

atipikal myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru.

Page 12: Cedera Kepala

Akibat adanya pendarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,

dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol

akan berkontraksi.

Aktivitas miokard berubah termasuk peningkatan frekuensi jantung dan

menurunnya stroke work dimana pembacaan CVP abnormal, tidak adanya

stimulus endogen syaraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas

ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan

tekanan atrium kiri, akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan

tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri

adalah terjadinya edema paru.

b. Faktor Respiratori

Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokontriksi paru atau

hipertensi paru menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi

Edema otot karena trauma adalah bentuk vasogenik, edema otak terjadi

karena penekanan terhadap pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Edema

otak ini dapat menyebabkan kematian otak (iskemia) dan tingginya tik yang

dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau medulla

oblongata.

Akibat penekanan darah medulla oblongata dapat menyebabkan pernafasan

ataksia dimana ditandai dengan irama nafas tidak teratur atau pola nafas

tidak efektif.

c. Faktor Respiratori

Trauma kepala yang mempengaruhi sistem gastrointestinal, setelah trauma

kepala (3 hari) terdapat respon tubuh dengan merangsang aktivitas

hipotalamus dan stimulus vagal. Dan hal ini akan merangsang lambung

menjadi hiperasiditas. Hiperasiditas yang tidak ditangani akan menyebabkan

pendarahan lambung.

Page 13: Cedera Kepala

d. Faktor Psikososial

Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, trauma kepala pada

pasien adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang timbul

pascatrauma akan mempengaruhi psikis pasien. Demikian pula pada trauma

berat yang menyebabkan penurunan kesadaran dan penurunan fungsi

neorologis akan mempengaruhi psikososial pasien dan keluarga. (Elyna. S

Laura Siahaan, Skp, 1996 : 54).

Patofisiologi Peningkatan TIK

Tekanan intra krania Compartment rongga kepala orang dewasa rigid tidak

dapat berkembang yang terisi 3 komponen yaitu Jaringan otak seberat 1200

gram, Cairan liquor serebrospinalis seberat 150 gram, Darah dan pembuluh

darah seberat 150 gram. Menurut doktrin Monroe – kellie, jumlah massa

yang ada dalam rongga kepala adalah konstan jika terdapat penambahan

massa (misal hematom, edema, tumor, abses) maka sebagian dari komponen

tersebut mengalami kompensasi/bergeser, yang mula – mula ataupun canalis

centralis yang ada di medulla spinalis yang tampak pada klinis penderita

mengalami kaku kuduk serta pinggang terasa sakit dan berat. Jika

kompensasi dari cairan serebrospinalis sudah terlampaui sedangkan

penambahan massa masih terus berlangsung maka terjadi kompensasi kedua

yaitu kompensasi dari pembuluh darah dan isinya yang bertujuan untuk

mengurangi isi rongga intrakranial dengan cara Vaso konstriksi yang

berakibat tekanan darah meningkat, Denyut nadi menurun (bradikardia),

yang merupakan tanda awal dari peningkatan tekanan intrakranial, kedua

tanda ini jika disertai dengan ganguan pola napas disebut “trias cushing”. Jika

kompensasi kedua komponen isi rongga intrakranial sudah terlampaui

sedangkan penambahan massa masih terus berlangsung maka jaringan otak

Page 14: Cedera Kepala

akan melakukan kompensasi yaitu berpindah ketempat yang kosong (“locus

minoris”) perpindahan jaringan otak tersebut disebut herniasi cerebri. Tanda

- tanda klinis herniasi cerebri tergantung dari macamnya, pada umumnya

klinis dari peningkatan tekanan intrakranial adalah Nyeri kepala, Mual,

Muntah, Pupil bendung (Sumarmo Markam et.al ,1999)

Herniasi otak

Herniasi otak adalah berpindahnya jaringan otak dari satu kompartimen otak

kelainnya.

Perdarahan yang makin lama makin besar pada suatu saat akan mengadakan

herniasi. Untuk perdarahan infratentorial proses terjadinya herniasi bahkan

lebih cepat.

Secara singkat : tergantung letaknya bisa terjadi hernia lewat hiatus tentorii

yang dikenal juga sebagai uncal herniation atau hernia lewat foramen

magnum untuk tumor di fossa posterior.

a) Uncal atau tentorial herniation.

Yang mengadakan herniasi adalah sebagian dari lobus temporalis ( uncus )

yang terdorong lewat lobang atau hiatus pada tentorium. Dengan demikian

terjadi pendesakan pada struktur otak yang telah lebih dulu ada disitu yaitu

mesensefalon dengan jaras piramidal serta nervus III.

Gejala yang nampak pada pasien adalah gejala terganggunya nervus III +

gejala piramidal. Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran dan tanda

kenaikan tekanan intrakranial yang lain.

Tindakan :

Page 15: Cedera Kepala

- Berikan larutan hiperosmolar seperti mannitol, 20%,dosis untuk

dewasa biasanya 200 ml, diberi secara cepat dalam tempo 20-30

menit.

- Berikan dexamethason, 5 mg intravena, 4x sehari.

- Konsulkan ke ahli Bedah Saraf bila mungkin.

b) Herniasi lewat foramen magnum.

Biasanya terjadi karena tumor di fossa posterior. Tonsilla cerebelli merosot

kebawah lewat foramen magnum hingga terjadi penekanan pada medulla

oblongata. Gejala yang timbul adalah terjadinya decerebrate rigidity

ditambah dengan gangguan pernafasan. Prognosa biasanya buruk walaupun

diberi terapi untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat.

Secara teoretis masih ada beberapa jenis herniasi otak yang lain namun

relatif lebih jarang dan kiranya tidak penting untuk seorang dokter umum.

5. Gejala Klinis

- confusion, agitation, drowsiness

- changes in pupillary response

- weakness on one side of the body

- Headache, seizures

- Nausea & Vomiting

- Blurred Vision

- Papilloedema

- In Paediatrics – Persistent Crying & Refusal to eat

- Cushing responses :

Hipertensi

Bradikardi

Change of respiratory pattern

Page 16: Cedera Kepala

Kehilangan fungsi neorologis sementara tanpa penampilan kerusakan

struktural.

1. Umumnya terjadi periode ketidaksadaran yang berlangsung selama

beberapa detik sampai beberapa menit.

2. Getaran pada otak mungkin sangat ringan sehingga hanya menyebabkan

pusing dan mata berkunang-kunang.

3. Jika mengenai lobus frontalis, pasien mungkin menunjukkan perilaku

kacau (bizare) irasional.

4. Jika yang terkena lobus temporal, pasien akan menunjukkan amnesia

temporer atau disorientasi.

2. Mekanisme Cedera Kepala

1. Direct Impact → lesi berada satu sisi dengan trauma

2. Akselerasi-Deselerasi

* Dasar : massa jenis kranium > massa jenis otak.

* Terjadi percepatan kranium searah dengan trauma padahal cerebrum

sedang dalam perjalanan searah trauma→ terjadi benturan antara kranium

dengan cerebrum.

3. Shock wave injury

- Dasar : trauma merupakan gelombang yang dijalarkan melalui kranium dan

cerebrum.

- Terjadi pada trauma beberapa kali sekaligus:

Page 17: Cedera Kepala

* trauma I → terjadi perambatan gelombang.

* trauma II → gelombang dialirkan kembali kearah semula sehingga terjadi

benturan 2 gelombang yang mengakibatkan kerusakan berupa

kontusio/comutio.

4. Rotational injury

Trauma dengan membentuk sudut akibat putaran kepala (pemuntiran).

Empat mekanisme utama pada cedera kepala yaitu:

a. kontusi otak

b. kenaikan tekanan intra cranial

c. ”diffuse axonal injury”

d. iskemik dan perdarahan

6. Pemeriksaan

Anamnesis

Informasi yang diperlukan:

Identitas pasien: Nama, Usia, Sex, Suku, Agama, Pekerjaan, Alamat

Mekanisme trauma

Pernah pingsan atau sadar setelah trauma

Amnesia retrograde atau antegrade

Keluhan: Nyeri kepala seberapa berat, kejang, vertigo

Riwayat mabuk, alkohol, narkotika

Penyakit penyerta : Epilepsi, jantung, asma, riwayat operasi kepala,

hipertensi, DM, gangguan faal pembekuan darah

Page 18: Cedera Kepala

Pemeriksaan fisik umum

Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi unutk

menentukan kelainan : Dari ujung rambut sampai ujung kaki

Per sistem B1-B6 (Breath, Blood, Brain, Bowel,

Bladder, Bone)

- Pemeriksaan kepala :

Jejas di kepala : hematome sub kutan, sub galeal, luka terbuka, luka

tembus dan benda asing

Tanda fraktur basis kranii

Fraktur tulang wajah

Trauma mata

Auskultasi a.carotis

- Pemeriksaan leher dan tulang belakang :

Jejas, deformitas, status motorik, sensorik, autonomik.

- Pemeriksaan neurologis :

Tingkat kesadaran : GCS

Lesi Saraf kranial

Funduskopi : edema pupil

Motoris, sensoris, autonomis

7. Pemeriksaan Tambahan

1. C.T. Scan (tanpa / dengan kontras)

Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,

pergeseran jaringan otak.

2. M.R.I. (tanpa / dengan kontras)

Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti

pergeseran jaringan otak akibatnya oedema, pendarahan trauma.

Page 19: Cedera Kepala

3. EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang

patologis.

Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur),

pergeseran struktur dari garis tengah (karena pendarahan edema), adanya

fragmen tulang.

4. BAER (Brain Auditory Evoked Respons)

Menentukan fungsi korteks dan batang otak.

5. PET (Positron Emission Tomography)

Menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak.

6. Fungsi lumbal; CSS : dapat menduga adanya kemungkinan pendarahan

subaraknoid.

7. GDA (Gas Darah Arteri ) : dapat mengetahui adanya masalah ventilasi atau

oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.

8. Kimia/ elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan

dalam meningkatkan TIK/ perubahan mental.

9. Pemeriksaan toksiologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung

jawab terhadap penurunan kesadaran.

10. Kadar antikonsulvan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat

terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.

Indikasi foto polos:

Kehilangan kesadaran, amnesia

Nyeri kepala menetap

Gejala neorologis fokal

Jejas pada kulit kepala

Kecurigaan luka tembus

Keluar cairan cerebrospinal atau darah dari hidung atau telinga

Page 20: Cedera Kepala

Deformitas tulang kepala, terlihat atau teraba

Kesulitan dalam penilaian klinis : mabuk, intoksikasi, epilepsi, pasien

anak

Pasien dengan GCS 15, tanpa keluhan dan gejala, tetapi mempunyai

resiko benturan langsung atau jatuh pada permukaan yang keras,

pasien usia >50 tahun

Indikasi CT Scan

GCS <13 setelah resusitasi

Deteriorisasi neurologis : penurunan GCS 2 poin atau lebih,

hemiparesis, kejang

Nyeri kepala, muntah yang menetap

Terdapat tanda fokal neurologis

Terdapat tanda fraktur atau kecurigaan fraktur

Trauma tembus, atau kecurigaan trauma tembus

Evaluasi pasca operasi

Pasien multitrauma (trauma signifikan lebih dari 1 organ)

Indikasi sosial

Kriteria masuk rumah sakit

Kebingungan atau riwayat pingsan/penurunan kesadaran

Keluhan dan gejala neurologis, termasuk nyeri kepala menetap dan

muntah

Kesulitan dalam penilaian klinis : alkohol, apilepsi

Kondisi medik lain : gangguan koagulasi, diabates mellitus

Fraktur cranii

CT Scan kepala abnormal

Tak ada yang dapat bertanggung jawab untuk observasi di luar rumah

sakit

Page 21: Cedera Kepala

Umur pasien > 50 tahun

Anak-anak (<18 tahun)

Indiksi sosial

Kriteria pulang dari RS:

Sadar orientasi baik, tidak pernah pingsan

Tidak ada gejala neurologis

Keluhan berkurang, muntah atau nyri kepala hilang

Tak ada fraktur kepala atau basis kranii

Ada yang mengawasi di rumah

Tempat tinggal dalam kota

8. Diagnosa

Jenis-jenis Lesi :

Fraktur kranium

o Fraktur kalvaria

- Fraktur linier

- Fraktur stelate

- Fraktur depressed/impresi (Tertutup/Terbuka)

o Fraktur basis kranii

Ditandai adanya memar biru hitam pada kelopak mata (Racoon eyes)

atau memar diatas prosesus mastoid (Battle’s sign) dan atau

kebocoran cairan serebrospinalis yang menetes dari telinga atau

hidung.

- LOKASI

Fossa anterior

Fossa media

Fossa posterior

Page 22: Cedera Kepala

- STRUKTUR BASIS KRANII Kasar

- Duramater :

- Melekat erat

- Sinus venosus duralis

- Foramina

- Vessels

- Nervi cranialis

- Brain stem

- Parenkim otak

Epidural hematoma

Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang

paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulang

tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna

sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak,

menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna.. Ketika

seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk

suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau

robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh

darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura

dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural

hematom.

Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan

biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih

besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan

dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom

Page 23: Cedera Kepala

terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal.

Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka

hematom akan cepat terjadi.

Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura

meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang

arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang

tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal

atau oksipital.

Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen

spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.

Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma

akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom

bertambah besar.

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada

lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian

medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini

menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.

Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation

retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini

terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini

mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan

kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons

motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski

positif.

Page 24: Cedera Kepala

Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong

kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul

tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan

deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.

Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus

keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur

mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu

beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat,

kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini

selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena

lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom.

Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural

hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien

langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.

Sumber perdarahan :

Artery meningea ( lucid interval : 2 – 3 jam )

Sinus duramatis

Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena

diploica

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf

karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura

sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans

dan infra tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh

Page 25: Cedera Kepala

nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di

rawat dan diperiksa dengan teliti.

Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih

mudah dikenali.

Foto Polos Kepala

Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural

hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang

mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong

sulcus arteria meningea media. Fraktur impresi dan linier pada tulang parietal,

frontal dan temporal.

Computed Tomography (CT-Scan)

Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi

cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single)

tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling

sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens),

berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur

pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 – 90

HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi

duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat

Page 26: Cedera Kepala

menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis

pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.

Subdural hematoma

Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura mater

dan arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan

hematoma epidural yang berkembang lambat. Bisa di sebabkan oleh trauma hebat

pada kepala yang menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak mengenai

tulang sehingga merusak a. kortikalis. Biasanya di sertai dengan perdarahan

jaringan otak. Hematom subdural atau perdarahan subdural adalah salah satu

bentuk cedera otak dimana darah berkumpul antara duramater (lapisan pelindung

terluar dari otak) dan arachnoid (lapisan tengah menings), ruang subdural.

Hematom subdural dibagi menjadi hematom subdural akut, subakut, dan kronik.

Waktu antara timbulnya gejala bervariasi antara kurang dari 48 jam sampai

beberapa minggu atau lebih. Hematom subdural akut bila gejala pada hari pertama

sampai dengan hari ke tiga, subakut bila timbul antara hari ketiga hingga minggu

ketiga, dan kronik bila timbul sesudah minggu ketiga. Gambaran CT-Scan hematoma

subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens berbentuk bulan

sabit.

Subarachnoid hemorrhage

Subarachnoid hemorrhage adalah pendarahan ke dalam ruang (ruang

subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid

mater) para jaringan yang melindungan otak (meninges).

- Penyebab yang paling umum adalah pecahnya tonjolan pada pembuluh

(aneurysm).

- Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala

berat, seringkali diikuti kehilangan singkat pada kesadaran.

Page 27: Cedera Kepala

- Computed tomography, kadangkala spinal tap belakang, dan angiography

dilakukan untuk memastikan diagnosa.

- Obat-obatan digunakan untuk menghilangkan sakit kepala dan untuk

mengendalikan tekanan darah, dan operasi dilakukan untuk

menghentikan pendarahan.

Subarachnoid hemorrhage adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa

cepat menghasilkan cacat permanen yang serius.

Intracerebral hematoma / contusio cerebri

- Perdarahan parenkim otak

- Terbanyak frontal dan temporal

- CT :

o Densitas heterogen

o Salt and pepper

Intraventrikel hemorrhagic

- Perdarahan dalam rongga ventrikel

- Tidak menyebabkan efek massa

- Hidrosefalus

- External Ventrikular Drainage

9. Diagnosa Banding

Jika riwayat trauma kurang jelas dan pasien tidak sadar, kita hrs

membedakan cedera kepala tertutup dengan penyebab lainnya, seperti: koma

diabetik, koma alkoholik, CVD atau epilepsy (jika pasien kejang).

10. Terapi

ABCDE DALAM TRAUMA

Page 28: Cedera Kepala

Pengelolaan trauma ganda yang berat memerlukan kejelasan dalam menetapkan

prioritas. Tujuannya adalah segera mengenali cedera yang mengancam jiwa dengan

Survey Primer, seperti :

• Obstruksi jalan nafas

• Cedera dada dengan kesukaran bernafas

• Perdarahan berat eksternal dan internal

• Cedera abdomen

Jika ditemukan lebih dari satu orang korban maka pengelolaan dilakukan berdasar

prioritas (triage) Hal ini tergantung pada pengalaman penolong dan fasilitas yang

ada.

Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) ini disebut

survei primer yang harus selesai dilakukan dalam 2 - 5 menit. Terapi dikerjakan

serentak jika korban mengalami ancaman jiwa akibat banyak sistim yang cedera :

Airway

Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan bebas ?

Jika ada obstruksi maka lakukan :

• Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)

• Suction / hisap (jika alat tersedia)

• Guedel airway / nasopharyngeal airway

• Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral

Breathing

Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas.

Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan :

• Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)

• Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada

• Pernafasan buatan

Berikan oksigen jika ada.

Page 29: Cedera Kepala

Penilaian ulang ABC harus dilakukan lagi jika kondisi pasien tidak stabil

Sirkulasi

Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas

bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan :

• Hentikan perdarahan eksternal

• Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)

• Berikan infus cairan

Disability

Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons terhadap

nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur Glasgow Coma Scale

AWAKE = A

RESPONS BICARA (verbal) = V

RESPONS NYERI = P

TAK ADA RESPONS = U

Cara ini cukup jelas dan cepat.

Eksposure

Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera yang

mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka

imobilisasi in-line harus dikerjakan.

Penanganan darurat :

Dekompresi dengan trepanasi sederhana

Kraniotomi untuk mengevakuasi hematome

Terapi medikamentosa

Page 30: Cedera Kepala

Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal

atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial

dan meningkakan drainase vena.

Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan

dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam),

mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema

cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana yang

terbaik. Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini

mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic dan

untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin. Tri-

hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat masuk ke

susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat,

dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat dipakai unuk

mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi dan mempunyai efek protektif

terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa diterapkan adalah diawali

dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/ kgBB

setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum 3-4mg%.

Terapi Operatif

Operasi di lakukan bila terdapat : (15)

Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)

Keadaan pasien memburuk

Pendorongan garis tengah > 3 mm

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk

fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi

Page 31: Cedera Kepala

operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak

ruang.

Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :

> 25 cc desak ruang supra tentorial

> 10 cc desak ruang infratentorial

> 5 cc desak ruang thalamus

Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :

Penurunan klinis

Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan

penurunan klinis yang progresif.

Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan

penurunan klinis yang progresif

11. Komplikasi

a. Kejang pasca trauma:

Merupakan salah satu komplikasi serius. Insidensinya 10 %, terjadi di awal

cedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42% (setelah 7 hari

trauma). Faktor risikonya adalah trauma penetrasi, hematom (subdural,

epidural, parenkim), fraktur depresi kranium, kontusio serebri, GCS <10.

b. Demam dan mengigil :

Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan metabolism dan

memperburuk “outcome”. Sering terjadi akibat kekurangan cairan, infeksi,

efek sentral. Penatalaksanaan dengan asetaminofen, neuro muscular

Page 32: Cedera Kepala

paralisis. Penanganan lain dengan cairan hipertonik, koma barbiturat,

asetazolamid.

c. Hidrosefalus:

Berdasar lokasi penyebab obstruksi dibagi menjadi komunikan dan non

komunikan. Hidrosefalus komunikan lebih sering terjadi pada cedera kepala

dengan obstruksi, Hidrosefalus non komunikan terjadi sekunder akibat

penyumbatan di sistem ventrikel. Gejala klinis hidrosefalus ditandai dengan

muntah, nyeri kepala, papil udema, dimensia, ataksia, gangguan miksi.

d. Spastisitas :

Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada kecepatan

gerakan. Merupakan gambaran lesi pada UMN. Membentuk ekstrimitas pada

posisi ekstensi. Beberapa penanganan ditujukan pada : Pembatasan fungsi

gerak, Nyeri, Pencegahan kontraktur, Bantuan dalam posisioning.

Terapi primer dengan koreksi posisi dan latihan ROM, terapi sekunder

dengan splinting, casting, farmakologi: dantrolen, baklofen, tizanidin,

botulinum, benzodiasepin.

e. Agitasi :

Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal dalam

bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil. Agitasi juga

sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi

sentral. Penanganan farmakologi antara lain dengan menggunakan

antikonvulsan, antihipertensi, antipsikotik, buspiron, stimulant, benzodisepin

dan terapi modifikasi lingkungan.

f. Mood, tingkah laku dan kognitif :

Gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol dibanding gangguan fisik

setelah cedera kepala dalam jangka lama. Penelitian Pons Ford,menunjukkan

2 tahun setelah cedera kepala masih terdapat gangguan kognitif, tingkah

Page 33: Cedera Kepala

laku atau emosi termasuk problem daya ingat pada 74 %, gangguan mudah

lelah (fatigue) 72%, gangguan kecepatan berpikir 67%. Sensitif dan Iritabel

64%, gangguan konsentrasi 62%.

Cicerone (2002) meneliti rehabilitasi kognitif berperan penting untuk

perbaikan gangguan kognitif. Methyl phenidate sering digunakan pada

pasien dengan problem gangguan perhatian, inisiasi dan hipoarousal

(Whyte). Dopamine, amantadinae dilaporkan dapat memperbaiki fungsi

perhatian dan fungsi luhur. Donepezil dapat memperbaiki daya ingat dan

tingkah laku dalam 12 minggu. Depresi mayor dan minor ditemukan 40-50%.

Faktor resiko depresi pasca cedera kepala adalah wanita, beratnya cedera

kepala, pre morbid dan gangguan tingkah laku dapat membaik dengan

antidepresan.

g. Sindroma post kontusio :

Merupakan komplek gejala yang berhubungan dengan cedera kepala 80%

pada 1 bulan pertama, 30% pada 3 bulan pertama dan 15% pada tahun

pertama:

Somatik : nyeri kepala, gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual, mudah lelah,

sensitif terhadap suara dan cahaya, kognitif: perhatian, konsentrasi, memori,

Afektif: iritabel, cemas, depresi, emosi labil

12. Prognosa

Penanganan pada cedera kepala harus dilakukan sedini mungkin untuk

mencegah cedera otak sekunder dan akibat lainnya yang dapat

meningkatkan angka mortalitas. Penderita cedera kepala yang dalam

keadaan hipotensi mempunyai angka mortalitas dua kali lebih besar

dibandingkan dengan yang tidak. Oleh sebab itu pada penderita cedera

kepala stabilisasi kardiopulmuner juga sangat penting.

Page 34: Cedera Kepala

Hampir 20% penderita cedera kepala meninggal akibat penanganan atau

perawatan yang salah sebelum sampai di rumah sakit. Penyebab tersering

adalah syok, hipoksemia dan hiperkarbia. Dengan demikian prinsip

penanganan ABC (airway, breathing dan circulation) harus dilaksanakan

dengan tidak melakukan manipulasi yang berlebihan yang dapat

memperberat cedera pada anggota tubuh yang lain seperti leher, tulang

belakang, dada & pelvis.

Faktor-faktor yang memperburuk prognosis adalah :

-Terlambatnya penanganan awal dan resusitasi.

-Pengangkutan/transport yang tidak adekuat.

-Dikirim ke RS yang tidak adekuat.

-Tindakan bedah yang terlambat.

-Disertai dengan cedera multipel yang lain.

-Besar lesi dan lokasinya ( infratentorial lebih jelek)

Mortalitas pasien dengan peningkatan tekanan Intrakranial > 20 mmHg

selama perawatan mencapai 47%, sedangkan TIK di bawah 20 mmhg

kematiannya 39%. Tujuh belas persen pasien sakit cedera kepala berat

mengalami gangguan kejang-kejang dalam dua tahun pertama post trauma.

Lamanya koma berhubungan signifikan dengan pemulihan amnesia.

Pemeriksaan penunjang preditor prognosis cedera kepala:

Skor GCS (Penurunan kesadaran pada saat kejadian, penurunan kesadaran <

30 menit, penurunan kesadaran setelah 30 menit, amnesia < 24 jam)

William, 2001 meneliti 215 cedera kepala : pasien-pasien cedera kepala

sedang dengan komplikasi (CT Scan +) terdapat gangguan fungsi

neuropsikiatri setelah 6 bulan. Rontgen tulang tidak direkomendasikan untuk

evaluasi cedera kepala ringan dan sedang dan sensitifitasnya rendah

terhadap adanya lesi intrakranial.

Page 35: Cedera Kepala

Faktor-faktor yang dapat menjadikan ”Predictor outcome” cedera

kepala adalah: lamanya koma, durasi amnesia post trauma, area kerusakan

cedera pada otak mekanisme cedera dan umur.

Pengukuran outcome:

Beberapa pengukuran outcome setelah cedera kepala yang sering digunakan

antara lain:

Glasgow Outcome Scale (GOS) :

Terdiri 5 kategori, meninggal, status vegetative, kecacatan yang berat,

kecacaatan sedang (dapat hidup mandiri tetapi tidak dapat kembali

ke sekolah dan pekerjaannya), kembali pulih sempurna (dapat

kembali bekerja/sekolah).

Dissabily Rating Scale (DRS)

Merupakan skala tunggal untuk melihat progress perbaikan dari koma

sampai ke kembali ke lingkungannya. Terdiri dari 8 kategori termasuk

komponen kesadaran (GCS), kecacatan (activity of daily living,

handicap dalam bekerja).

Fungsional Independent Measure (FIM)

Banyak digunakan untuk rehabilitasi terdiri dari 18 items skala yang

digunakan untuk mengevalusi tingkat kemandirian mobilitas,

perawatan diri, kognitif.

Beberapa pendekatan farmakologi yang digunakan banyak yang tidak efektif.

Strategi terapi masa yang akan datang lebih ditujukan pada fase hipoperfusi

Page 36: Cedera Kepala

awal antara lain: induksi hipertensi arterial, terapi farmakologi yang dapat

memperbaiki peningkatan resistensi mikrosirkulasi dan terapi hipotermi yang

dapat memproteksi neuron akibat iskemik.

13. Kesimpulan

Penanganan awal cedera kepala sangat penting karena dapat

mencegah terjadinya cedera otak sekunder sehingga dapat menekan

morbiditas dan mortalitasnya. Cedera kepala merupakan masalah kesehatan

yang akan makin bertambah besar. Penanganan fase akut yang tepat dapat

memperbesar kemungkinan hidup pasien dan mencegah kecacadan di

kemudian hari. Di samping penanganan dan pengawasan fungsi vital,

pemantauan tingkat kesadaran dan kemungkinan komplikasi lainnya amat

penting. Pengobatan terutama ditujukan untuk mengurangi edema otak dan

mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Tujuan dari penanganan cedera

kepala bukan lagi sekadar menolong jiwa tetapi menyembuhkan penderita

dengan sequele yang seminimal mungkin.