cecep supriadi relasi islam dan negara wacana keislaman dan keindonesiaan

Upload: abu-hafshoh

Post on 17-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    1/22

    Relasi Islam dan Negara | 1

    RELASI ISLAM DAN NEGARA

    (Wacana Keislaman dan Keindonesiaan)

    Oleh: Cecep Supriadi

    Hubungan Islam dan Negara selalu menjadi wacana menarik untukdiperbincangkan. Di Indonesia, perdebatan tentang perlu atau tidak peran Islam

    dalam negara sudah dimulai sejak negara belum merdeka. Dalam proses awal

    pembentukan negara Indonesia, persoalan paling krusial adalah menyepakati dasar

    Negara. Hampir seluruh anggota dari BPUPKI1 (Badan Penyelidik Usaha-usaha

    Persiapan Kemerdekaan), memilih bentuk republik. Namun, setelah melalui

    diskusi panjang tentang di mana posisi Islam di dalam kehidupan bernegara, para

    pendiri bangsa (the founding father) itu berhasil mencapai kesepakatan bahwa

    Negara Republik Indonesia bukanlah sebuah Negara Teokrasi, melainkan Negara

    yang di dalamnya Islam dan kehidupan berislam mendapat tempat yang sangat

    terhormat dan dilindungi sebagaimana tercantum di dalam pasal 29 UUD 1945.2

    Namun, kesepakatan ini tidak serta merta membuat umat Islam di Indonesiamendapatkan haknya untuk menjalankan syariat Islam secara sempurna. Wacana

    menjadikan Indonesia negara sekuler masih kental terasa. Sepanjang abad ke-20,

    umat Islam Indonesia telah berhadapan dengan tantangan serius dari begitu

    cepatnya arus modernisasi dan sekularisasi yang telah mengubah beberapa aspek

    fundamental dari sistem religio-politik mereka. Di sisi lain, menguatnya pengaruh

    Islam dalam medan pendidikan dan wacana publik dan terus munculnya partai-

    partai politik dan gerakan-gerakan Muslim juga merupakan sebuah fakta.

    Dialektika antara sekularisasi dan Islamisasi terus berlanjut menjadi isu utama

    dari politik dan masyarakat Indonesia, dan kedua proses itu berlangsung secara

    simultan.3

    Dalam hal ini, salah satu aktivis liberal Indonesia, Munawar Rahmanmenjelaskan bahwa negara harus netral agama maka dari itu perlu ide

    sekularisme, liberalisme dan pluralisme mesti berkembang di Indonesia. 4 Dia

    mengatakan:

    Demokrasi tidak akan mampu berdiri tegak tanpa disangga dengan sekularisme...

    Demokasi hanya bisa dikembangkan kalau masyarakatnya liberal,.... liberalismeadalah strategi paling jitu untuk menghadapi absolutisme dan totalitarianisme

    agama. Liberalismelah yang dapat menjaga dan mempertahankan kesehatan dan

    keseimbangan agama.5

    Di sisi yang lain, upaya penerapan syariah terus berlangsung. Partai politik

    yang berideologi Islam mulai banyak memainkan peran dalam pemerintahan.Menambah keunikan problematika kehidupan berislam dan bernegara di

    Peserta Program Kaderisasi Ulama Gontor Angkatan VIII1Anggota BPUPKI itu adalah Dr. Radjiman, Soekarno, Mohammad Hatta, Prof Supomo,

    Moh. Amin, Wongsonegoro, Sartono, R.P Suronao, Dr. Buntaran Martoatmodjo, Ki BagusHadikusumo, H. Ahmad Sanusi, Kahar Muzakkar, dan KH. Wahid Hasyim.

    2Ahmad Syafii Maarif, Polemik Negara Islam: Soekarno Versus Natsir(Jakarta: Teraju,

    2002) h.vii-viii3Yudi Latif, Intelegensia Muslim dan Kuasa (Jakarta: Democracy Project, 2012, Edisi

    Digital) h.7284

    Budhy Munawar Rahman, Membela Kebebasan Beragama: Perakapan Tentang

    Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme(Jakarta: Democracy Project, 2011, Edisi Digital) h.iii5Ibid., h.viii

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    2/22

    Relasi Islam dan Negara | 2

    Indonesia. Umat Islam dihadapkan pada sebuah dilema. Berislam dengan

    menjalankan Islam secara kffah, meskipun sering kali berseberangan dengan

    pemerintah. Atau, bernegara yang baik dengan mentaati setiap peraturan

    pemerintah, meskipun sering kali bersebrangan dengan ajaran Islam.

    Berangkat dari dilema tersebut, penulis berupaya untuk memaparkan konsepIslam dan negara, relasi Islam dan negara dalam wacana keindonesiaan, dan

    problematika berislam dan bernegara di Indonesia.

    Wacana Pemikiran Negara Sekuler

    Upaya sekularisasi sebuah negara diawali dengan desakralisasi politik

    (desacralization of politics)6, yang bermakna bahwa politik tidaklah sakral. Dalam

    artian, unsur-unsur ruhani dan agama harus disingkirkan dari politik. Oleh karena

    itu, peran agama terhadap institusi politik harus disingkirkan, karena menurut

    mereka ini menjadi syarat untuk melakukan perubahan politik dan sosial.7Dengan

    demikian, maka segala macam kaitan antara politik dengan agama dalammasyarakat tidak boleh berlaku, karena dalam masyarakat sekuler tidak seorang

    pun memerintah atas otoritas kuasa suci. Dari gagasan ini bisa dipahami, bahwa

    kaum sekuler menolak mati-matian penerapan syariat Islam dalam kehidupan

    politik8 , dengan beralasan pemerintahan agama hanya akan menghalangi

    perubahan dan kemajuan.

    Smith dalam bukunya Religion and Political Development, membagi

    pemikiran tentang hubungan agama dan negara ke dalam tipologi perspektif

    organik dan perspektif sekuler. Para pendukung perspektif organik, mengkalim

    perlunya kesatuan agama dan negara. Mereka memahami bahwa agama meliputi

    seluruh aspek kehidupan. Sedangkan para pendukung sekuler, mengklaim

    perlunya pemisahan, dengan tujuan menjaga kemurnian agama.9

    Gagasan sekularisasi ini ditolak oleh seluruh ulama Islam, salah satunya

    Yusuf Qardhawi. Beliau menegaskan bahwa pengikisan agama dari politik berarti

    terkikisnya dari nilai-nilai murni, penolakan terhadap kejahatan, membuang

    unsur-unsur kebaikan dan ketakwaan, dan membiarkan masyarakat dikontrol oleh

    unsur-unsur kejahatan. 10 Dengan demikian, maka dengan berhasilnya proyek

    sekularisasi yang terjadi nantinya adalah terkikisnya moralitas manusia. Karena

    pada umumnya, esensi agama adalah meningkatkan moralitas manusia. Maka

    dengan kemenangan sekularisme, moralitas yang menjadi esensi agama ikut

    terkikis. Oleh karena itu, dewasa ini kita banyak melihat manusia yang tidak

    bermoral walaupun mereka berpendidikan tinggi, golongan ini disebut schooled

    and yet uneducated. Dengan demikian, maka penolakan dan pemisahan politikdari agama menurut beliau merupakan suatu kejahilan.11

    6Khalif Muammar, Dewesternisasi dan Desekularisasi Politik Kontemporer, Majalah

    Islamia, 2009, Volume V, Nomor 2, h.1007Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam and Secularism(Kuala Lumpur: ISTAC, 1993)

    h.188Adnin Armas, Pengaruh Kristen-Orientalis Terhadap Islam Liberal: Dialog Interaktif

    dengan Aktifis Jaringan Islam Liberal (Jakarta: GIP, 2003) h.139Donal Eugene Smith, Religion and Political Development (Boston: Little, Brown and

    Company, 1978) h.8510

    Yusuf Al-Qardhawi, al-Dn wa al-Siyasah(Kairo: Dar al-Syuruq, 2007) h.8211

    Khalif Muammar, Politik Islam: Antara Demokrasi dan Teokrasi, Majalah Islami, 2005,Tahun II. Nomor 6, h.99-102

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    3/22

    Relasi Islam dan Negara | 3

    Pendapat yang sama juga disampaikan Al-Attas yang menyatakan bahwa

    agama tidak dapat dipisahkan dari ranah politik (desacralization of politics),

    karena agama sangat berperan dalam soal pemerintahan dan kepemimpinan.

    Desakralisasi juga dengan jelas menafikan peranan ulama yang berwibawa dalam

    sistem pemerintahan. Padahal, Rasulullah saw sendiri sudah mencontohkandirinya sebagai pemimpin agama sekaligus pemimpin negara. 12 Hal ini juga

    diikuti oleh para penggantinya, khulafa al-Rasyidin yang semuanya arif dalam

    masalah agama. 13 Memisahkan Islam dari politik hanya akan menghalangi

    peranan pandangan hidup Islam tersebar di dalam masyarakat. Karena dengan

    begitu, maka Agama menjadi urusan pribadi dan bukan publik. 14 Dengan

    demikian, maka sekularisme dalam bentuk apapun bertentangan dengan Islam,

    baik dari segi akidah maupun syariah.15

    Demokrasi tidak dapat dipisahkan dari sekularisme dan liberalisme, karena

    eksistensinya sangat bergantung pada kedua filsafat tersebut. Namun, demokrasi

    seringkali gagal menciptakan pemerintahan yang adil. Karena tujuan utama

    demokrasi bukan menciptakan pemerintahan yang adil, tetapi mewujudkanpemerintahan yang dipilih oleh rakyat. Setelah dipilih, pemerintah tidak lagi

    terikat dengan janji-janji politiknya. Tidak lagi menjadikan keadilan sebagai

    prinsip utama pemerintahannya, bahkan tidak ada satu mekanisme yang dapat

    memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil adalah untuk kepentingan

    rakyat. Malah seringkali kebijakan yang diambil hanya menguntungkan partai

    sendiri dan kaum kapitalis yang banyak berjasa terhadap kemenangan partai

    tersebut.16

    Dalam hal ini, Barat lebih memilih demokrasi ketimbang teokrasi, karena

    menurut pandangan mereka teokrasi merupakan sistem yang berdiri di atas

    legitimasi yang palsu. Hal ini dikarenakan klaim kesucian dan kebenaran oleh

    para pendeta gereja hanya berdasarkan dogma, dan sangat bertentangan dengan

    logika dan rasio. Karena pada kenyataannya, tidak ada hubungan dan komunikasi

    antara golongan ini dengan Tuhan. Oleh karena itu, klaim bahwa golongan clergy

    ini mempunyai kedua kuasa temporal (politik) dan ecclesiastical (kuasa

    kerohanian) adalah tidak berasas sama sekali.

    Lain halnya dengan Islam, dalam politik Islam tidak mengenal teokrasi

    maupun demokrasi, sebagaimana Sayyid Qutub menjelaskan bahwa Islam

    menolak sistem teokrasi yang pernah berlaku di Barat pada zaman kegelapan. Hal

    ini dikarenakan kuasa Tuhan dalam Islam tidak boleh diwakili oleh satu golongan

    yang mengklaim adanya hubungan komunikasi dengan Tuhan. Al-Maududi

    mengatakan bahwa Islam berada di tengah-tengah antara keduanya. Maka, akibatdari pengaruh dan dominasi terminologi Barat, beliau menciptakan nama baru

    bagi sistem politik Islam yaitu theodemocracy yaitu campuran dan jalan tengah

    antara theocracydan democracy.17

    12Sir Thomas Arnold, The Caliphate(London: Oxford University Press, 1924) h. 30

    13Syed Muhammad Naquib Al-Attas,Islam and Secularism ...,h.32

    14Adnin Armas,Pengaruh Kristen-Orientalis Terhadap Islam Liberal..., h.20-21

    15Ugi Suharto,Islam dan Sekularisme:Pandangan Al-Attas dan Yusuf Qardhawi,Majalah

    Islamia, 2005, Tahun II, Nomor IV, h.2516

    Khalif Muammar, Politik Islam ..., h. 97. Lihat juga: Khalif Muammar, Dewesternisasi

    dan Desekularisasi..., h.10317Khalif Muammar,Politik Islam. ....., h.101-103

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    4/22

    Relasi Islam dan Negara | 4

    Dalam Islam negara memiliki peran memelihara agama, mengurus negara

    dan rakyat, menjaga keamanan dan keselamatan negara. Menjaga keharmonisan

    agama-agama lain.18Negara juga berperan dalam merealisasikan akidah dan nilai-

    nilai ajaran Islam. Serta menjalankan peran kekhalifahan. 19Yang mewujudkan

    kesejahteraan dan keamanan. Berbeda dengan sekularisme yang mengabaikanagama dan memisahkan negara dari aturan agama. Negara hanya ikut mencampuri

    urusan agama, jika terdapat hal yang dapat merugikan negara.20

    Menurut Ibn Khaldun, agama harus tetap menduduki posisi penting sebagai

    kebenaran yang harus diwujudkan pada realitas. Agama merupakan landasan

    pembangunan suatu negara sebagai pemersatu dan sumber legitimasi kekuatan

    politik yang membuat negara tak terkalahkan. Tanpa agama kesatuan kelompok

    hanya akan didasarkan atas rasa kesatuan alamiah yang terbentuk karena

    kesamaan suku atau hubungan kekeluargaan.21

    Muhammad Imarah menegaskan bahwa Islam adalah agama dan sekaligus

    sistem pemerintahan. Selanjutnya, menjelaskan bahwa dalam aliran sekular

    (Barat), terdapat pemisah antara agama dan negara. Sementara Islam,berpandangan adanya hubungan akidah, syariah, agama dan pemerintahan

    (dawlah). Islam bukan risalah spiritual semata-mata. Pemerintahan dalam Islam

    berlainan sekali dengan pemahaman dalam pemikiran Barat.22

    Definisi Islam dan Negara

    Secara etimologi, Islam berasal dari kata salima-yaslamu-salman yang

    memiliki arti selamat, sejahtera, tidak cacat, tidak tercela.23Berkembang menjadi

    aslama-yuslimu-islmanartinya tunduk, patuh, menyerahkan diri.24Dari akar kata

    itu terbentuk kata salmun, silmun artinya damai patuh dan menyerahkan diri.

    Oleh karena itu, Islam sering diidentikan dengan ketundukan dan menyerahkandiri seutuhnya terhadap ajaran-ajarannya.25

    18Wan Zahidi Wan Teh, Pelaksanaan Siyasah Syariyyah dalam Pentadbiran Kerajaan.

    (Malaysia: Hazrah Enterprize, 2002, cet. I) h.919

    Hamid Abdul-Majid Quwaysi, Al-Wazfah al-aqdiyah lil-Dawlah al-Islmiyah, Dirasah

    Minhajiyah fil-Nazriyah al-Siyasiyah al-Islamiyah(Kairo: Dr al-Tawzi, 1993) h.13320

    Abdul Wahab al-Masiry, Dirst Marifiyah fil-Haarah al-Gharbiyah (Maktabah al-

    Syuruq al-Dawliyah, 2006) h.5221

    Abdurahman Ibn Khaldun, Muqoddimah Ibn Khaldun (Beirut: Dr al-Kutub al-

    Ilmiyyah, 2003, cet. VIII) h.18822

    Muhammad Imarah, al-Islm wa arurat al-Taghyr(Kuwait: Majalah Arob, 15 Juli1997, cet. I) h.3423

    Deeb Al-Khudrawi, Qams al-Alf al-Islmiyah (Beirut: Al-Yamma, 2009, cet. III)

    h.249. Lihat juga... Ibn Mandzur Al-Ifriqi,Lisan al-Arab Juz 15(Kuwait: Dr al-Nawdir, 2010)

    h.18824

    James Robson, Islam as a Term Journal : The Muslim World Vol. 44. April 1954

    (Hartford: Hartford Seminary Foundation, 1954) h.10125

    Majma al-Lughah al-Arobiyah, Al-Mujam al-Wasi (Kairo: Maktabah al-Syurq al-

    Dawliyah, 2008, cet. IV) h. 463 :

    Seorang pakar tafsir, Muhammad At Thahir bin Asyur (1879-1973 M) telah dengan tegas

    menetapkan jenis al defintif pada kata Al Islam itu adalah Alam bil-ghalabah ala majmui al-

    dn al -ladhi ja bihi Muhammad saw(nama sesuatu yang sudah terang menjadi identitas agama

    yang dibawa oleh Muhammad saw).

    Lihat... Muhammad At Thahir bin Asyur, Tafsir al-Tahrr wa al-Tanwr Juz. III (Tunisia: Al-DrAt-Tnisiyah, 2008) h.189

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    5/22

    Relasi Islam dan Negara | 5

    Secara terminologi, Islam adalah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang

    berhak disembah selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah,

    mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika

    mampu.26Islam merupakan agama yang diturunkan kepada umat manusia, sejak

    manusia digelar ke atas buana ini, dan terbina dalam bentuknya yang terakhir dansempurna dalam al-Quran yang suci yang diwahyukan Allah kepada Nabi-Nya

    yang terakhir yakni Muhammad bin Abdullah sebagai Rasulullah saw. Yang di

    dalamnya memuat tuntunan yang jelas dan lengkap mengenai aspek hidup

    manusia baik spiritual maupun material.27

    Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, Manna al-Qathan dalam

    bukunya al-Hadts wa al-Tsaqfah al-Islmiyah menyebutkan Islam adalah

    agama yang dibawa oleh seluruh Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah swt yang

    bersifat symil yang menyangkup seluruh tatanan akidah, akhlak, syariah dan

    sebagainya. 28 Mengatur urusan setiap individu, keluarga, masyarakat, bahkan

    mengatur pula urusan negara dan mengatur urusan duniawi dan ukhrawi.

    Adapun negara dalam bahasa asing staat (bahasa Belanda), state (bahasaInggris) danEtat (bahasa Prancis) berasal dari bahasa latin yang berarti menaruh

    dalam keadaan berdiri; membuat berdiri; menempatkan.29Negara dalam bahasa

    Arab ditulis Dawlahadalah kelompok sosial yg menduduki wilayah atau daerah

    tertentu yg diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yg efektif,

    mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan

    nasionalnya.30Menurut Plato yang dikutip oleh Soehino, negara adalah suatu tubuh yang

    senantiasa maju, berevolusi dan terdiri dari orang-orang (individu-individu) yang

    timbul atau ada karena masing-masing dari orang itu secara sendiri-sendiri tidak

    mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang beraneka ragam, yang

    menyebabkan mereka harus bekerja sama untuk memenuhi kepentingan mereka

    bersama. 31 Kesatuan inilah yang kemudian disebut masyarakat atau negara.

    Sedangkan Menurut Thomas Hobbes negara adalah suatu tubuh yang dibuat oleh

    orang banyak beramai-ramai, yang masing-masing berjanji akan memakainya

    menjadi alat untuk keamanan dan pelindungan mereka.32Tanpa negara manusia

    akan hidup secara primitif, saling bersaing dan saling mengalahkan.33

    Terbentuknya sebuah negara pada esensinya adalah untuk mencapai tujuan

    bersama.34 Indonesia misalnya, didirikan dengan tujuan mencapai kesejahteraan

    umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan perdamaian

    dunia. 35 Tujuan tersebut termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

    26Muslim bin al-Hajjaj an-Naisaburi, ahh Muslim Juz I(Beirut: Dr al-Afq al-Jaddah,

    tt) h.2827

    Abdul Karim Zaidan, Ull al-Dawah(Bairut: Muassasah ar-Rislah, 2002) h.1028

    Manna Khalil al-Qathan, al-Hadst wa al-Tsaqfah al-Islmiyah (Riyadh: Kementrian

    Pendidikan Kerajaan Arab Saudi, 1401 H/1981M) h.12729

    Samidjo,Ilmu Negara(Bandung: Armico, 1986) h.3130

    Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008) h.99931

    Soehino,Ilmu Negara(Yogyakarta: Liberty, 1980) h.1732

    Samidjo,Ilmu Negara..., h.2933

    Franz Oppenheimer, The State: its history and developmnet viewed sosiological. (USA:

    Indianapolis, 1998) h.2734

    C.S.T Kansil,Ilmu Negara Umum dan Indonesia(Jakarta: Pradya Paramita, 2001) h.13335Pembukaan UUD 1945.

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    6/22

    Relasi Islam dan Negara | 6

    1945. Yang implikasinya tertuang dalam setiap kebijakan pemerintah yang

    diarahkan kepada ketercapaian kesejahteraan masyarakat. Senada dengan

    pendapat Jacques Maritian yang menyatakan bahwa:

    The state is not the supreme incarnation of idea, not a kind of collective superman

    ... but, The state is an agency entitled to use power and coercion, and made up ofexperts or specialists in public order and welfare, an instrument in the service of

    man...36

    Kesejahteraan, rasa aman dan damai merupakan tujuan utama pendirian

    semua negara. Demi tujuan ini maka negara berhak menggunakan kekuasaan

    bahkan paksaan. 37 Dengan demikian cita-cita bersama dapat tercapai. Semua

    kesepakatan bersama berbagai macam kelompok terangkum dalam sebuah

    konstitusi. Konstitusi terbentuk atas dasar kesepemahaman ideologi politik38yang

    dianut.

    Negara mempunyai tujuan untuk menyelenggarakan perlindungan serta

    penertiban dan untuk itu diberi hak memonopoli dalam penggunaan kekerasan

    fisik secara sah. Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik, sehingga

    dapat memaksakan kekuasannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan

    lainnya yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama.39

    Konsep Relasi Islam dan Negara

    Bagi umat Islam kepatuhan terhadap ajaran Tuhan merupakan suatu

    keniscayaan. Tetapi pada waktu yang sama, mereka dihadapkan pada satu

    persoalan, yaitu upaya memahami ajaran agama yang sesuai dengan kehendak

    Tuhan sekaligus bisa menjawab realita umat. Sebagai konsekuensinya umat Islam

    selalu dihadapkan pada tarik menarik antara dua kutub ekstrem berupa wahyu

    yang tidak pernah berubah dan realitas sosial yang cenderung berubah.40Salah satu ajaran Islam adalah kewajiban berislam secara kffah.41Berislam

    secara kffahmemiliki makna mengamalkan syariat Islam dengan baik dan benar

    36Jacques Maritain,Man and The State(Chicago: University of Chicago, 1998) h.13

    37All states involve the reflexive monitoring of aspects of the reproduction of the social

    systems subject to their rule...... The state is the final development in the emergence of a series of

    ethical communities in the course of social evolution, the others being the family and civil society

    Anthony Giddens. The Nation-State and Violence (California: University of Californoa Press.

    2008) h.17-2038

    Ideologi politik adalah himpunan nilai-nilai, ide, norma-norma, kepercayaann dan

    keyakinan yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang atas dasar mana dia menentukan

    sikapnya terhadap kejadian dan problematika politik yang dihadapinya dan menentukan tingkahlaku politiknya. Lihat ... Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik(Jakarta: Gramedia PustakaUtama, 2008) h.34

    39Ibid., h.34-36

    40Kamaruzzaman, Relasi Islam dan Negara: Perspektif Modernis dan Fundamentalis

    (Magelang: Indonesiatera, 2001, cet. I) h.xi41

    QS. Al-Baqarah: 208

    Al-Baidhowi di dalam tafsir beliau mengatakan: bahwa masuk kedalam Islam secara

    keseluruhan adalah menaati Allah taala dzohir dan batin. Kebalikan dari apa yang dilakukan olehorang-orang munafiq yang dzohirnya beriman tetapi hatinya tidak. Masuk kedalam Islam secara

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    7/22

    Relasi Islam dan Negara | 7

    sesuai dengan tuntunan yang diajarkan. Baik syariat yang mengatur hubungan

    manusia sebagai makhluk dengan Allah sebagai Maha Pencipta. Yang mengatur

    hubungan manusia utuk kebutuhan dirinya sendiri seperti masalah akhlak,

    makanan dan minuman, serta cara berpakaian. Termasuk juga syariat yang

    mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya (mumalah) sepertimasalah sosial kemasyarakatan, perekonomian, pendidikan, politik, pemerintahan,

    dan tata cara bernegara.42

    Sebagai konsekuensi dari kewajiban berislam adalah diberi ganjaran

    kebaikan dunia dan akhirat bagi yang melaksanakan dengan penuh ketaatan.43

    Dan diberi balasan keburukan dunia maupun akhirat bagi mereka yang tidak

    secara totalitas dalam menjalankan syariat Islam. Berlandaskan hal ini, tidak ada

    kata lain bagi seorang muslim untuk meninggalkan setiap ajaran Islam. Dan tidak

    dibenarkan mencari alasan untuk mengambil pilihan tidak melaksanakan

    kewajiban tersebut. Karena tidak ada kewajiban yang melebihi batas kemampuan

    seorang muslim. Namun, selain kewajiban berislam sebagai seorang warga negara

    umat Islam juga diharuskan bernegara dengan baik. Bernegara dalam artimenjalankan negara dan roda pemerintahan untuk menjaga dan mempertahankan

    eksitensinya.

    Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, Islam bukanlah semata

    sebagai agama melainkan sebagai sistem kehidupan.44 Islam meliputi pesoalan-

    persoalan keseluruhan bidang dari kehidupan manusia. Islam adalah orde sosial

    yang memuat pokok-pokok dari kehidupan manusia. Namun demikian, saat ini,

    Islam dihadapkan pada kenyataan sosial yang terjadi di lingkungan negara-negara

    Islam sendiri berkaitan relasi antara agama dan negara.

    Nabi saw telah membangun sebuah konsep negara ideal pertama di dunia,

    yaitu negara Madinah. 45 Fakta sejarah mencatat tiga momentum penting

    pembentukan sebuah negara yang dilakukan oleh Nabi saw. Pertama,

    membangun masjid sebagai pusat aktivitas dan pembentukan masyarakat Islam,

    keseluruhan juga berarti tidak setengah-setengah dan tidak mencampur adukkan dengan sesuatu

    apapun,sedikit ataupun banyak. Beriman kepada Allah,para nabinya dan kitab-kitabnya. Siapmenjadikan Islam standar dari cabang-cabang atas segala sesuatu secara hukum keseluruhan.

    Lihat... Nashiruddin Abi Said Abdullah bin Umar al-Baidhowi, Anwr al-Tanzl wa Asrr al-

    Tawl: Tafsir al-Baiwi(Beirut: Dr Kutub al-ilmiyyah, 2011) h.11442

    Muhammad Imarah, al-Islam waarurah al-Taghyr..., h.3243

    QS. An-Nahl 97

    Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam

    Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan

    Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa

    yang telah mereka kerjakan.44

    Islam was not simply a body of private religious beliefs, but involved the setting up of an

    independent community, with its own system of government, laws, and institutions Lihat... H.A.R

    Gibb,Mohammedanism: An Historical Survey(New York: Oxford University Press, 1962, cet.II)

    h.345

    Dalam rumusan Konvensi Montevideo tahun 1993 disebutkan bahwa dikatakan suatu

    Negara bila memiliki tiga unsur yaitu: Rakyat, Wilayah dan Pemerintahan. Lihat... Dede Rosyada

    et. All, Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani (Jakarta: Prenada Media, 2000)h.45

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    8/22

    Relasi Islam dan Negara | 8

    sekaligus sebagai gedung parlemen untuk bermusyawarah dan menjalankan roda

    pemerintahan.46

    Kedua, menyatukan dan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan

    Anshar47dengan ideologi yang sama yaitu akidah Islam dan menjadi asas utama

    kekuatan umat Islam. Yang tidak membeda-bedakan suku, ras, dan status sosial.48

    Ketiga, membentuk perjanjian damai dengan kelompok non muslim dalam satu

    kesepakatan yang disebut Piagam Madinah (Mitsq al-Madnah). 49 Yang

    memiliki empat prinsip, yaitu: Islam sebagai faktor pemersatu kaum muslimin,

    menumbuhkan nilai solidaritas, jiwa senasib dan sepenanggungan antara kaum

    Muslimin, asas persamaan hak dan kewajiban sesama kaum muslimin, dan

    menjadikan syariat Islam sebagai dasar hukum negara.50

    Piagam ini kemudian dijadikan undang-undang dasar yang disepakati kaum

    muslimin dan non muslim, yaitu Yahudi dan Arab Badui yang belum masuk

    Islam. Hal ini merupakan sebuah bukti bahwa Islam telah membentuk sebuah

    negara yang memiliki undang-undang yang sempurna. Piagam ini juga menjadi

    bukti yang menolak tuduhan orang-orang yang mengatakan bahwa Islam hanyamengatur hubungan manusia dengan Rabbnya saja.51

    Madinah sebagai sebuah negara Islam membuktikan bahwa tidak ada

    pemisahan antara urusan negara dan urusan agama. Sebagaimana yang

    disampaikan Duncan B. Macdonald: The mother city of Islam was little town of

    Yathrib, called Madinat an-Nabi, the City of the Prophet... Here the first Muslim

    State was founded, and the germinal principles of Muslim jurispridence fixed.52

    Al-Ghazali mengumpamakan agama dan negara seperti saudara kembar,

    serta saling membutuhkan satu sama lain. Sebab itu, keduanya tidak dapat

    dipisahkan. Agama adalah pondasi, negara adalah penjaganya. Sesuatu yang tanpa

    pondasi akan mudah runtuh, dan sesuatu tanpa penjaga akan hilang. Keberadaan

    negara merupakan keharusan bagi ketertiban dunia, ketertiban dunia merupakan

    keharusan bagi ketertiban agama, dan ketertiban agama merupakan keharusan

    bagi tercapainya kesejahteraan dunia dan akhirat.53

    Dalam hubungan agama dan negara, agama menduduki posisi penting

    sebagai kebenaran yang harus diwujudkan pada realitas dan menjadi landasan

    46Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy, Sirh Nabawiyah (Jakarta: Rabbani Press, 2001)

    h. 171 Lihat Juga: Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury,Ar-Rahq al-Makhtm (Jakarta: Rabbani

    Press, 2010) h.18547

    Ibnu Ishak berkata: di antara yang dipersaudarakan adalah Abu Bakar ash-Shiddiq

    dengan Kharijah bin Zuhair, Umar bin Khattab dengan Utbah bin Malik, Abdurrahman bin Aufdengan Sa'ad bin Rabi, Ammar bin Yasir denganhudzaifah bin Yaman, Abu Dzar dengan al-Munzir bin Amr, Hamzah bin Abdul Muthalib dengan Zaid bin Haritsah, Bilal bin Raba dengan

    Abu Ruwaihah Abdullah bin Abdurrahman al-Khats'ami dan sahabat-sahabat lainnya yang

    mencapai 90 orang. Lihat Ahzami Samiun Jazuli, Hijrah dalam Pandangan Al-Qur'an (Jakarta:

    Gema Insani Press, 2006) h.26248

    Said Ramadhan Al-Buthy, irh Nabawiyah ..., h.176-177. Lihat Juga: Ahzami SamiunJazuli.Hijrah dalam Pandangan Al-Qur'an..., h.261-262

    49Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury,Ar-Rahq al Maktum ...,h.192

    50Said Ramadhan Al-Buthy, Sirah Nabawiyah ..., h.182-184

    51Ibid.,h.181

    52Duncan B. Macdonald, Developmet of Muslim Theology: Jurisprudence and

    Constitutional Theory(New York: Charles Scribners Sons, 1903) h. 67 53

    Abu Hamid Muhammad Al Ghazali,Al Iqtishad fil I'tiqad(Beirut: Darul-Kutaiba, 2003)h.199

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    9/22

    Relasi Islam dan Negara | 9

    pembangunan suatu negara.54Agama memiliki empat peran dalam sebuah negara,

    yaitu: agama sebagai faktor pemersatu, agama sebagai pendorong keberhasilan

    proses politik dan kekuasaan, agama sebagai legitimasi sistem politik, dan agama

    sebagai sumber moralitas. 55 Sebagaimana yang diungkapkan Al-Maududi,

    syariah tidak mengenal pemisahan antara agama dan negara. Syariah adalahskema kehidupan yang sempurna dan meliputi seluruh tatanan kemasyarakatan.56

    Al-Maududi mengkonsepkan dua tujuan negara dalam Islam. Pertama,

    menegakkan keadilan dalam kehidupan manusia dan menghentikan kedzaliman

    serta menghancurkan kesewenang-wenangan. Kedua, menegakkan sistem

    berkenaan dengan mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat melalui segala daya

    dan cara yang dimiliki oleh pemerintah, yakni sistem yang membetuk sudut

    terpenting dalam kehidupan Islam, agar negara menyebarkan kebaikan dan

    kebajikan serta memerintahkan yang maruf, sebagai tujuan utama kedatangan

    Islam ke dunia, dan agar negara memotong akar-akar kejahatan, mencegah

    kemungkaran yang merupakan sesuatu yang paling dibenci oleh Allah.57

    Dalam kitab Al-Ahkm al-sulniyyah wa al-wilyah al-dniyyah, Al-Mawardi menegaskan bahwa negara merupakan instrumen untuk meneruskan

    misi kenabian guna memelihara agama dan pengaturan dunia. 58 Pemeliharaan

    agama dan pengaturan dunia merupakan dua jenis aktivitas yang berbeda, namun

    berhubungan secara simbiosistik (saling membutuhkan). Keduanya merupakan

    dua dimensi dari misi kenabian. Ia memposisikan negara sebagai lembaga politik

    dengan sanksi-sanksi kegamaan. Dalam negara tersebut harus ada satu pemimpin

    tunggal sebagai penganti Nabi untuk menjaga terselenggaranya ajaran agama dan

    memegang kendali politik, serta membuat kebijakan yang berdasarkan syariat

    agama.59

    Akhirnya, sebagaimana yang disimpulkan oleh Schacht dalam

    Encyclopaedia of the Social Science bahwa Islam tidak hanya sebuah agama,

    namun juga merupakan ideologi politik dan hukum yang telah direalisasikan

    dalam sebuah kekuasaan terbesar dan meluas di berbagai negara sampai pada hari

    ini. Islam menunjukan seluruh kebudayaan yang meliputi agama dan negara yang

    bersumber pada konsep negara dan ajaran Islam yang murni.60

    54Abdurrahman Ibn Khaldun,Muqoddimah ...,h.188

    55Ibid,. Hal 124-127

    56Ahmad Suaedy (ed.),Pergulatan Pesantren Demokrasi(Yogyakarta: LKiS, 2000, cet. I)

    h.9157Abul Ala al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan. Terj. Muhammad Al-Baqir (Bandung :

    Mizan, 1996) h.75-7658

    Imam al-Mawardi,Al-Ahkm al-Sulniyyah wa al-wilyah al-dniyyah, Terj. Abdul

    Hayyie dan Kamaluddin Nurdin Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran

    Islam,

    Jakarta: GIP, 2000, cet. I) h.1559

    Ibid., h.14.60Islam however more than a religion, its represents also a political and juristic theory

    which has been at least partially realized in one of the greatest oriental world empires and in

    numerous separate states extending down to the Moslem states of the present day. Finally, Islam

    signifies a cultural whole, encompassing religion and states since the concept of islamic state and

    the tenets of islamic civilization derive their authority solely from their foundation in religion.

    Joseph Schacht dalam Edwin R.A Seligman et.all, Encyclopaedia of the Social Sciences Vol.VIII(London: Macmillan Co) h.333

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    10/22

    Relasi Islam dan Negara | 10

    Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Islam telah

    mencontohkan negara Madinah sebagai negara yang membuktikan bahwa relasi

    antara Islam dan Negara tidak terpisahkan, serta saling mendukung satu sama

    lainnya. Saat ini, Islam membutuhkan negara agar syariah dapat diterapkan secara

    sempurna. Sedangkan negara membutuhkan agama, karena agama dapat menjagaakhlak dan moral. Oleh sebab itu, agama harus menjadi pijakan dalam bernegara.

    Relasi Islam dan Negara dalam Pancasila dan UUD 1945

    Indonesia sebagai negara yang majemuk dapat menyelesaikan problem yang

    amat serius menyangkut hubungan agama dan negara. Banyak negara mencoba

    menyelesaikan problem tersebut dengan mengorbankan agama ketika mereka

    memilih sekulerisme. Yang berdampak pada merosotnya moral dan akhlak negara

    tersebut. Amerika misalnya, meskipun dianggap paling sukses dan sejahtera,

    namun tingkat kejahatan dan pemerkosaan, serta tingkat aborsi di sana cukup

    tinggi.

    61

    Atau kasus Turki, alih-alih meniru Barat, rakyat Turki justrumenginginkan kembali Islam sebagai dasar negara.62Tentunya kasus-kasus yang

    terjadi di negara-negara sekular tersebut sangat tidak dikehendaki rakyat

    Indonesia.

    Indonesia yang menganut falsafah Pancasila, memberikan posisi yang amat

    penting bagi semua agama yang dianut masyarakatnya, dan menuntut dari agama

    dan agamawan peranan yang besar dalam membangun bangsa dan negara, sesuai

    dengan fungsi agama, yaitu menata urusan manusia guna mencapai kesejahteraan

    hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

    Indonesia bukanlah negara sekuler yang memisahkan antara negara dan

    agama. Namun demikian, bukan pula yang berdasarkan pada suatu agama

    tertentu, akan tetapi Indonesia merupakan negara kesatuan yang memberikankebebasan kepada warga negaranya untuk memiliki suatu keyakinan dan

    menganut agama tertentu.63Pasal 28 E Undang-undang Dasar 1945 menegaskan

    bahwa:

    1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih

    pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilihtempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.

    2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan menyatakan pikiran dansikap sesuai dnegan hati nuraninya

    Di samping dicantumkan secara tegas dalam konstitusi, agama juga

    mempunyai peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di

    Indonesia. Hal ini terlihat jelas bagaimana perhatian negara terhadap pelaksanaan

    kehidupan beragama, sebagaimana yang termuat dalam visi Indonesia 2020 yang

    tertera pada TAP MPR Nomor VII/ MPR 2001 tentang Visi Indonesia Masa

    61http://www.wonderslist.com/10-countries-highest-rape-crime/ diunggah tgl 10/01/2015

    pkl. 08.02 wib dan http://www.nationmaster.com/country-info/stats/Health/Abortions62

    http://www.pewforum.org/2013/04/30/the-worlds-muslims-religion-politics-society-

    beliefs-about-sharia/ diunggah tgl. 10/10/2015 pkl. 08.25 wib63

    Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 8 Agustus 2008 No.19/PUUVI/2008 tentang

    Tafsir Resmi UUD 1945 soal hubungan antara Negara dan agama dalam kerangka NegaraKesatuan Republik Indonesia) h.24

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    11/22

    Relasi Islam dan Negara | 11

    Depan.64 Pasal 2 Bab IV point 1 TAP MPR tersebut dikemukakan bahwa visi

    Indonesia 2020 adalah:

    a. Terwujudnya masyarakat yang beriman, yang bertakwa, berakhlak mulia

    sehingga ajaran agama, khususnya yang bersifat universal dan nilai-nilai

    luhur budaya terutama kejujuran, dihayati dan diamalkan dalam perilakukesehariannya.

    b. Terwujudnya toleransi intern dan antar umat beragama.

    c.

    Terwujudnya penghormatan terhadap martabat kemanusiaan.

    Selain menjamin kebebasan setiap warga negara untuk memeluk suatu

    agama tertentu, negara juga mengupayakan agar tidak terjadi adanya penistaan

    terhadap agama tertentu. Hal ini diwujudkan dengan adanya Undang-undang

    Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan

    Peraturan Presiden sebagai Undang-undang. Undang-undang ini diawali dengan

    adanya Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS Tahun 1965

    Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.65

    Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara harus menjadi jiwa yang

    menginspirasi seluruh pengaturan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

    bernegara. Nilai-nilai Pancasila baik sebagai ideologi dan dasar negara sampai

    hari ini tetap kokoh menjadi landasan dalam bernegara. Pancasila juga tetap

    tercantum dalam konstitusi negara kita meskipun beberapa kali mengalami

    pergantian dan perubahan konstitusi. Ini menunjukkan bahwa Pancasila

    merupakan konsensus nasional dan dapat diterima oleh semua kelompok

    masyarakat Indonesia. Pancasila terbukti mampu memberi kekuatan kepada

    bangsa Indonesia, sehingga perlu dimaknai, direnungkan, dan diingat oleh seluruh

    komponen bangsa.66

    Adapun kerangka berpikir dari keempat alinea Pembukaan UUD 1945berisikan tentang: Pertama,perihal mutlaknya kemerdekaan dan kebebasan bagi

    manusia sebagai pemikul tanggung jawab kekhalifan Allah di muka bumi.Kedua,

    perihal tujuan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka,

    berdaulat, adil, dan makmur. Ketiga, perihal semangat keimanan kepada Tuhan

    Yang Maha Esa sebagai landasan spiritual-moral seluruh gerak dan perjuangan

    bangsa dalam membangun Negara. Keempat, perihal lima prinsip dasar bagi

    kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia yang hendak

    dibangun.67

    Dalam Syarah UUD 1945 Perpektif Islam, dijelaskan bahwa kelima

    komponen pancasila sudah sesuai dengan Islam. Pertama, Ketuhanan Yang Maha

    Esa sebagai landasan spiritual yang direflesikan dalam UUD 1945 yang sejalan

    dengan nilai keislaman. Kedua, Kemanusiaan sebagai landasan moral dan etika

    bangsa yang direfleksikan dalam Hak Asasi Manusia, yang memandang manusia

    sebagai makhluk yang dimuliakan oleh Allah swt. Ketiga, Persatuan sebagai

    64https://pdf.mpr.go.id/data/17%20TAP%20MPR%20No%20VII-MPR-2001_205-

    232_2012.pdf. Diunduh pada 08/12/2014. Pkl. 11.26 wib65

    http://kemenag.go.id/file/dokumen/UU1PNPS65.pdf Diunduh pada 08/12/2014. Pkl.

    11.30 wib66

    MPR-RI,Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara(Jakarta: Sekretariat Jendral

    MPR RI- 6 Agustus 2012) h.667

    Masdar Farid Masudi, Syarah UUD 1945 Perspektif Islam (Jakarta: PT PustakaAlvabert, 2013, cet. III) h.5

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    12/22

    Relasi Islam dan Negara | 12

    landasan sosial bangsa dengan semangat kekeluargaan untuk saling berbagi,

    saling bekerjasama dalam kebaikan dan ketakwaan demi mencapai tujuan mulia.

    Keempat, Kerakyatan sebagai acuan politik bangsa dan musyawarah untuk

    mencapai mufakat sebagai prinsip dasar dalam proses pengambilan keputusan di

    antara pihak yang berkepentingan. Dengan musyawarah dapat dipelihara sikapsaling pengertian, saling menghargai, dan menumbuhkan tanggungjawab bersama,

    sehingga demokrasi yang sejati dapat terwujud dengan baik dan nyata. Di

    samping itu, keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara

    moral kepada Allah swt. Kelima, Keadilan sebagai tujuan bersama dalam

    bernegara yang meliputi semua aspek, seperti keadilan hukum, keadilan ekonomi,

    dan sebagainya, yang diikuti dengan tujuan untuk kesejahteraan rakyat.68

    Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat relasi yang kuat

    dan saling mempengaruhi antara Islam dan Indonesia. Pengamalan ajaran Islam

    secara konsekuen berislam- dapat memperkokoh implementasi Ideologi

    Pancasila dalam konteks kebangsaan. UUD 1945 dan Pancasila meskipun tidak

    mewakili agama tertentu, tetapi meniscayakan agar seluruh rakyat Indonesiasebagai manusia bertuhan dan beragama, dan wajib mentaati ajaran agamanya.

    Hal ini bermakna pula bahwa negara menjamin kemerdekaan rakyatnya untuk

    memilih agama sesuai dengan keyakinannya dan mendorong rakyat untuk taat

    menjalankan ajaran agamanya, sehingga pengamalan Pancasila menjadi lebih

    konkret.

    Wacana Keislaman dan Keindonesiaan

    Dari beberapa literatur, terdapat tiga paradigma yang cukup populer dalam

    wacana relasi agama dan negara, meski dengan berbagai istilah yang beragam.69

    Pertama, Perspektif Integralistik. Paradigma integralistik merupakan paham dankonsep hubungan agama dan negara yang menganggap keduanya merupakan satu

    kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan dua lembaga yang menyatu.

    Ini juga memberikan pengertian bahwa negara merupakan suatu lembaga politik

    dan sekaligus lembaga agama. Paradigma ini melahirkan konsep tentang agama-

    negara, yang berarti bahwa kehidupan kenegaraan diatur dengan menggunakan

    hukum dan prinsip keagamaan.70 Dari sinilah kemudian paradigma integralistik

    dikenal juga dengan paham Islam: dn wa dawlah, dengan hukum Islam sebagai

    sumber landasan mengatur negara.

    Oleh karena itu, dalam bernegara umat Islam hendaknya kembali pada

    sistem ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu sistem ketatanegaraan Barat. Sistem

    ketatanegaraan atau politik Islam yang harus diteladani adalah sistem yang telahdilaksanakan Nabi Muhammad saw dan oleh empat khalifah. Para tokoh yang

    68Ibid., h. 143-183

    69Munawir Sjadzali dan Masykuri Abdillah membagi kategorisasi pemikiran itu menjadi

    tiga; Konservatif, Modernis dan Sekuler. Adapun M Din Syamsudin membaginya dalam ke dalam

    tiga paradigma, masing-masing adalah. integralistik, simbiotik, dan sekularistik. Baca Munawir

    Sjadzali, Islam dan Tata Negara (Jakarta: UI Press, 1990) h.1-3; begitu pula Masykuri Abdillah,

    Demokrasi di Persimpangan Makna: Respon Intelektual Muslim Indonesia Terhadap Demokrasi

    (1966-1993)(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999) h.5770Husein Muhammad dalam Ahmad Suaedy (ed.),Pergulatan Pesantren ...,h.89

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    13/22

    Relasi Islam dan Negara | 13

    mengusung paradigma ini antara lain Sayyid Quthb, Muhammad Rasyid Ridha,

    Hasan al-Bana, Hasan al-Turabi, dan Abu al-A'la al-Mawdudi.71

    Kedua, Perspektif Sekuleristik. Kata sekuler diambil dari Bahasa Latin

    Saeculum yang memiliki dua konotasi yaitu masa (time) dan tempat (location).

    Waktu menunjukkan now atau present (sekarang), sedangkan tempat (location)dinisbatkan kepada dunia (world). Istilah Latin lainnya yang mengandung arti

    mirip dengan saeculum adalah mundus. Akan tetapi, kata saeculum biasanya

    digunakan untuk menerjemahkan kata Yunani kuno aeon, yang bermakna zaman,

    sedangkan mundus digunakan untuk menerjemahkan kata Yunani kuno cosmos,

    yang bermakna ruang (space). Disebabkan Bahasa Latin memiliki dua istilah yang

    berbeda, yaitu saeculum dan mundus, namun keduanya memiliki makna yang

    serupa yaitu dunia, maka menurut Harvey Cox, kata dunia dalam Bahasa Latin

    adalah kata yang ambigu.72Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara

    negara dan agama secara diametral.

    Dalam negara sekuler, sistem dan norma hukum positif dipisahkan dengan

    nilai dan norma agama. Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dantidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan, meskipun mungkin norma-

    norma tersebut bertentangan dengan norma-norma Agama. Sekalipun ini

    memisahkan antara agama dan negara, akan tetapi pada lazimnya negara sekuler

    membebaskan warga negaranya untuk memeluk agama apa saja yang mereka

    yakini dan negara tidak intervensi dalam urusan agama. Argumentasi pendukung

    paradigma ini adalah tidak ada ayat yang secara tegas mewajibkan pembentukan

    pemerintahan dan negara, sekaligus menekankan bahwa pembentukan

    pemerintahan tidaklah masuk dalam tugas yang diwahyukan Allah kepada Nabi

    Muhammad. 73 Beliau hanya Rasul yang membawa risalah agama saja, tidak

    termasuk perintah membentuk negara.74

    Para tokoh yang mengusung paradigma ini antara lain 'Ali Abdul-Raziq,

    Thaha Husein, Muhammad Sa`id Al-Ashmawi, Ziya Gokalp, Sayyid Ahmad

    Khan, Ameer Ali, Khuda Bakhsh, Khalifah Abdul Halim, Ghulam Ahmad Parvez,

    serta Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid (Indonesia).75

    Ketiga, Perspektif Simbiotik. Konsep ini menolak pendapat bahwa Islam

    adalah suatu agama yang memiliki sistem ketatanegaraan. Namun menolak juga

    pengertian Barat bahwa Islam hanya mengatur hubungan manusia dengan Maha

    Pencipta. Pendukung konsep ini berpendirian bahwa dalam Islam tidak terdapat

    sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan

    bernegara.76 Menurut konsep ini, hubungan negara dan agama dipahami saling

    membutuhkan dan bersifat timbal balik. Negara memerlukan agama, karenaagama juga membantu negara dalam pembinaan moral, etika, dan spiritualitas.

    71Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna ..., h.57. Lihat ... Munawir

    Sjadzali,Islam..., h.172

    Syed M. Naquib Al-Attas,Islam and Secularism..., h.1673

    Ali Abd al-Raziq, al-Islm wa Ul al-Hukmi (Dr al-Hill, 1925, cet. I) h.64-6574

    Abd. Salam Arief,Relasi Agama dan Negara Dalam Perpektif Islam, (Jurnal Hermeneia,

    Vol II, No. II Juli-Desember,2003) h.28175

    Tim Kajian Ilmiah Abituren 2007, Simbiosis Negara dan Agama: Reaktualisasi Syariat

    dalam Tatanan Kenegaraan(Kediri, Lirboyo, 2007) h.28-3576Munawir Sadzali,Islam, h.1-2

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    14/22

    Relasi Islam dan Negara | 14

    Begitu juga sebaliknya, agama juga membutuhkan negara sebagai instrumen

    dalam melestarikan dan mengembangkan agama.77

    Teori simbiosis membiarkan tuntutan-tuntutan realitas sosial politik yang

    berkembang, lalu agama memberikan justifikasinya. Agama tak harus menjadi

    dasar negara. Negara hanya menjadi wilayah yang mandiri. Intervensi agamaadalah dalam wilayah ketika negara dianggap telah menyimpang dari norma-

    norma agama. Husein Muhammad menyebut paradigma simbiotik ini, di satu

    pihak bersifat teologis, tetapi pada sisi lain bersifat pragmatik.78

    Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa adanya kekuasaan yang mengatur

    kehidupan manusia merupakan kewajiban agama yang paling besar, karena tanpa

    kekuasaan negara, maka agama tidak bisa berdiri tegak. Pendapat Ibnu Taimiyah

    tersebut melegitimasi bahwa antara negara dan agama merupakan dua entitas yang

    berbeda, tetapi saling membutuhkan. Oleh karenanya, konstitusi yang berlaku

    dalam paradigma ini tidak saja berasal dari adanyasocial contract, tetapi bisa saja

    diwarnai oleh hukum agama (syarah).79Para tokoh yang mengusung paradigma

    ini di antaranya Ibn Taimiyah, Ibn Khaldun, serta Muhammad Natsir dan HasbiAsh-Shiddieqy (Indonesia).

    Berdasarkan tiga paradigma ini, Indonesia berada pada paradigma yang

    ketiga, yaitu simbiotik. Faktanya, Indonesia tidak menjadikan Islam sebagai

    agama negara dan tidak menjadikan syariah Islam sebagai sumber utama

    pembuatan hukum. Juga, tidak menjadikan Islam sebagai ideologi politik dan

    sistem pemerintahan.

    Sebuah negara memiliki ideologi politik yang dianut. Indonesia

    menggunakan sistem demokrasi. 80 Demokrasi sebagaimana yang didefinisikan

    oleh John Locke, seluruh kekuasaan yang secara alami terdapat dalam

    masyarakat digunakan untuk membuat hukum dari waktu ke waktu, kemudian

    memilih petugas untuk menjalankan hukum-hukum tersebut. 81 Para warga

    negara memilih warga yang lain untuk mewakili mereka dalam mengikuti

    pertimbangan-pertimbangan dan pemilihan dalam segala urusan pemerintahan.82

    Dengan kata lain adalah menyerahkan kedaulatan dan hak membuat hukum

    kepada rakyat yang memberikan perwakilan pada anggota parlemen (DPR).

    Dalam sistem demokrasi, yang menjadi tolak ukur disahkannya sebuah hukum

    adalah suara mayoritas.83Dan yang jadi kelemahan dari sistem ini adalah adanya

    pertentangan dan pertemuan pendapat dalam masyarakat yang didasarkan pada

    77

    Din Syamsuddin, Usaha Pencarian Konsep Negara dalam Sejarah Pemikiran PolitikIslamdalam Ulumul Quran Vol IV. Nomor 2 th 1993 h.678

    Lihat Husein Muhammad dalam Ahmad Suaedy (ed.),Pergulatan Pesantren ..., h.9479

    Muhammad al-Mubarak, Ara Ibn Taimiyah f al-Dawlah wa Mdza Tadkhuliha f

    Majl al-Iqtidi (Bairut:Dr al-Fikr, tt) h.2980

    Demokrasi terdiri dari dua kata bahasa Yunani, yaitu demos dan kratos/kratein. Demos

    berarti rakyat, sedangkan kratos/kraten berarti kekuasaan atau berkuasa. Dapat diartikan bahwademokrasi adalah kekuasaan rakyat, goverment by people. Lihat... Miriam Budiarjo,Ilmu Politik

    ... h.10581

    John Locke, Second Treatise of Government(Cambridge: Hackett Publishing Company,

    1980) h.5282

    Miriam Budiarjo,Ilmu Politik. ..., h.10983

    David Held, Demokrasi dan Tatanan Global dari Modern hingga Pemerintahan

    Kosmopolitan. Pent. Damanhuri (Democracy and The Global Oerder From The Moderd State toCosmopolitan Govermance)(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, cet. I) h.10-11

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    15/22

    Relasi Islam dan Negara | 15

    kebenaran relatif bukan kebenaran mutlak, sehingga tidak memiliki pegangan dan

    pedoman yang tegas.84

    Indonesia memiliki tiga model demokrasi. 85 Pertama, Demokrasi Islam

    yang didukung oleh Muhammad Natsir. Model ini berupaya menerima nilai-nilai

    politik modern tanpa mengabaikan doktrin-doktrin Islam klasik. Islam sebagaidasar negara yang sifatnya komprehensif dalam mengatur kehidupan manusia,

    membumi, dan cocok untuk segala zaman dan tempat. Dengan karakter seperti ini,

    Islam tidak dapat ditundukan di bawah sistem manapun. Karena itu, semua

    ideologi yang datang dari luar Islam harus ditolak jika bertentangan dengan ajaran

    Islam. Untuk menjaga agar aturan-aturan dan patokan-patokan itu dapat berlaku

    dan berjalan semestinya, perlu dan tidak boleh tidak, harus ada kekuatan dalam

    pergaulan hidup berupa kekuasaan dalam negara.86

    Dalam pandangan Natsir, Islam harus menjadi dasar negara karena dua

    alasan, yaitu: Islam adalah agama lengkap dan sempurna yang memberikan

    doktrin bersifat global tentang sosial politik dan secara sosiologis, Islam dianut

    oleh mayoritas penduduk Indonesia, namun tetap menjunjung tinggi toleransiserta menghargai ajaran agama lain.87Umat Islam yang mayoritas itu memerlukan

    suatu landasan yang kokoh bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan

    dijadikannya Islam sebagai dasar negara, diharapkan terciptanya cita-cita bersama

    baldatun ayyibatun wa robbun ghafr.88

    Gagasan Natsir ini masih terus diupayakan sampai hari ini. Meski tidak

    disebutkan secara formal dalam undang-undang dasar, secara eksplisit terdapat

    pasal-pasal yang mendukung legalisasi hukum Islam, diantaranya pasal 28 E ayat

    1 dan Pasal 29. Namun melihat fakta di Indonesia saat ini, umat Islam masih

    terkotak-kotakan secara ideologi meskipun menjadi mayoritas. Tidak semua umat

    Islam Indonesia memiliki visi dan misi keislamanan yang sama. Sehingga, hal ini

    semakin menyulitkan penerapan hukum Islam sebagai dasar negara.

    Kedua, Demokrasi Agama yang didukung di antaranya oleh Soeharto89dan

    Amin Rais 90 . Eksponen model ini percaya bahwa Islam tidak secara khusus

    menyuruh kaum Muslim untuk mendirikan tipe institusi politik tertentu. Yang

    ditekankan Islam adalah mendirikan masyarakat yang sepenuhnya berkomitmen

    pada prinsip-prinsip dasar agama seperti keadilan, kesetaraan, dan kebebasan.

    Semua prinsip itu bisa saja terkandung di dalam sistem politik yang tidak secara

    khusus dan formal menentukan Islam sebagai dasarnya.

    Pondasi dasar model kedua adalah bahwa masyarakat politik haruslah

    religius. Agama adalah unsur vital kehidupan komunal. Tanpa agama, negara

    84Hendra Nurtjahjo,Filsafat Demokrasi(Jakarta: Bumi Aksara, 2006, cet. I) h.49-50

    85Luthfi Assyaukanie, Ideologi Islam dan Utopia: Tiga Model Negara Demokrasi di

    Indonesia. (Jakarta: Freedom Institute, 2011) h.2186

    Moch. Natsir, Capita Selecta(Jakarta: Bulan Bintang, 1973) h.436-43787

    Mohammad Natsir,Islam Sebagai Ideologi(Jakarta: Pustaka Aida, 1959) h.16688

    Ibid., h.3689

    Model 2 muncul di era Soeharto ketika ideologi-ideologi politik pelan-pelan kehilangan

    peran dalam konteks politik nasional. Kemunculannya sangat ditentukan oleh iklim politik

    menjelang akhir 1960-an dan 20 tahun pertama kepemimpinan Soeharto. Lihat....Ibid.,h.1890

    Amien Rais (lahir 1944), salah satu pendukung Model Kedua. Baginya Pancasila itu

    seperti karcis yang dipakai kaum Muslim untuk naik bus Indonesia. Tanpa karcis, Muslim

    tidak bisa naik bus dan tertinggal. Pendukung Model kedua membenarkan Pancasila tidak berartimereka terpaksa menerima represi politik rezim Orde Baru. Lihat....Ibid., h.21

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    16/22

    Relasi Islam dan Negara | 16

    akan dihancurkan oleh murka Tuhan. Model ini menerima Pancasila dan UUD

    1945 dengan alasan bahwa negara harus secara eksplisit mendukung keberadaan

    komunitas agama dan menolak ireligiositas (atau ateisme). Dengan komitmen

    kuat pada nilai agama-agama, namun menyingkirkan jenis komunitas politik yang

    didasarkan pada relativitas moral yang tercermin dalam model sekularisasiBarat.91

    Indonesia lebih mendekati model demokrasi ini. Dalam pasal 29 ayat 1

    UUD 1945 Indonesia berdasarkan pada ketuhanan Yang Maha Esa, menandakan

    Indonesia adalah negara beragama. Bukan negara tanpa agama. Indonesia pun

    memiliki beberapa lembaga keagamaan, seperti MUI (Majelis Ulama Indonesia),

    DGI (Dewan Gereja Indonesia), MAWI (Majelis Agung Wali Gereja Indonesia),

    PHDP (Parisada Hindu Dharma Pusat), dan WALUBI (Perwakilan Umat Budha

    Indonesia) yang berfungsi sebagai pedoman manusia untuk berhubungan dengan

    Tuhannya, memberikan dasar berperilaku dalam masyarakatnya, sebagai tempat

    memberikan bantuan terhadap pencarian identitas moral, memberikan dan

    menjelaskan mengenai tafsir yang terjadi di lingkungan alam maupun keadaansosial, dan meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak bergaul dengan baik.

    Namun, yang menjadi permasalahan adalah lembaga-lembaga itu tidak

    memiliki kekuatan untuk ikut mengatur negara dan pemerintahan. Pemerintah

    seringkali mengabaikan anjuran dan saran dari lembaga-lembaga tersebut. Hal ini

    mengindikasikan Indonesia belum sepenuhnya menjadi negara beragama.

    Ketiga, Demokrasi Liberal yang menegaskan bahwa urusan politik harus

    dibahas dan dilaksanakan di luar wilayah agama. Di antara pendukung model ini

    adalah Nurcholis Madjid92dan Abdurahman Wahid93. Argumennya adalah bahwa

    Islam pertama-tama adalah agama moral. Eksponen model ini menganggap

    ucapan Nabi kalian lebih tahu mengenai urusan dunia (antum alamu bi umri

    dunykum) sebagai rujukan yang kokoh bagi proyek sekularisasi Islam. Mereka

    meyakini bahwa Hadits itu secara eksplisit memberikan nasehat kepada umat

    Islam untuk membedakan urusan dunia dengan urusan akhirat. Para pendukung

    pada umumnya adalah tokoh Islam yang sangat percaya bahwa agama adalah

    sumber nilai-nilai etis transendental bagi kehidupan manusia.

    Nurcholis Madjid menjelaskan bahwa Islam pada hakikatnya sejalan dengan

    semangat kemanusiaan universal. Namun, pada pelaksanaan ajaran tersebut harus

    disesuaikan dengan pengetahuan dan pemahaman tentang lingkungan sosio

    kultural masyarakat yang bersangkutan. Konseptualisasi ajaran ini terkait dengan

    ruang dan waktu.94 Baginya negara adalah salah satu segi kehidupan duniawi,

    yang dimensinya adalah rasional dan kolektif. Sedangkan Islam adalah aspek

    91Luthfi Assyaukanie,Ideologi Islam dan Utopia.... Hal 21

    92Sejak 1970- an, Nurcholish menyerukan pentingnya sekularisasi bagi kehidupan politik

    Muslim di Indonesia. Dia berargumen bahwa sekularisasi politik tidak mengancam Islam,

    melainkan menyelamatkan agama dari kepentingan politik sementara dan duniawi. Lihat.... Ibid.,h.22

    93Abdurahman Wahid bependapat bahwa Negara harus dikelola secara rasional dan

    sekular. Fungsi utama agama adalah untuk mencerahkan kehidupan rakyat dengan menyediakan

    etika sosial. Dia mengajak kaum Muslim agar mengadopsi pengalaman demokrasi Barat, karena

    dengan menerima dan belajar dari Barat, Indonesia bisa membangun sistem pemerintahan yang

    lebih solid yang memungkinkan proses politik negeri itu berjalan baik. Lihat....Ibid.,h.2394

    Ahmad A. Sofyan, Gagasan Cak Nur Tentang Negara dan Islam (Yogyakarta: TitianIlahi Press, 2003, cet. I) h.84-88

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    17/22

    Relasi Islam dan Negara | 17

    kehidupan lain yang dimensinya adalah spiritual dan pribadi. Antara Islam dan

    negara memang tidak bisa dipisahkan, namun antara keduanya itu tetap harus

    dibedakan dalam dimensi dan cara pendekatannya.95

    Nurcholish sangat terobsesi untuk menjelaskan bahwa Islam yang hakiki

    bukan semata merupakan struktur atau susunan dan kumpulan hukum, yang tegakberdiri di atas formalisme negara dan pemerintahan, tetapi Islam sebagai

    pengejawantahan tauhid, yang merupakan kekuatan spiritual yang mampu

    melahirkan jiwa yang hanf, inklusif, demokratis serta menghargai pluralisme

    masyarakat. Yang pada akhirnya, negara tidak memberlakukan sistem teokrasi

    dan juga tidak negara sekular.96

    Demokrasi liberal merupakan ideologi politik negara sekuler. artinya para

    pendukung demokrasi ini, berupaya menjadikan Indonesia negara sekuler.

    Padahal berdasarkan fakta, negara sekuler memiliki banyak problem terutama

    masalah kehidupan masyarakatnya. Alih-alih menjadi negara maju dengan

    teknologi dan pembangunan besar-besar di bidang industri, negara sekuler

    semakin merosot moral dan mental masyarakatnya. Maka tidak heran, jikaditemukan sebuha negara yang tinggi perekonomiannya, tinggi pula tingkat

    kriminal dan pelecehan seksualnya.

    Hubungan antara negara dengan agama di Indonesia mencerminkan upaya

    untuk terus mencari kompromi atau jalan tengah di antara berbagai kepentingan

    ideologis.97Pancasila akhirnya diterima sebagai jalan kompromi antara kalangan

    nasionalis-agamis, yang menginginkan Islam sebagai dasar negara, dengan

    kalangan nasionalis-sekular. Di situ negara Indonesia dibayangkan sebagai, dalam

    istilah Mukti Ali yang terkenal, bukanlah negara teokratis, dan juga bukan

    negara sekular.98 Faktanya di Indonesia, umat Islam masih dapat menjalankan

    kebebasan menjalankan syariat Islam, bahkan masih dibebaskan untuk memilih

    dan menyatakan sikap sesuai hati nuraninya.99

    Umat Islam bebas memilih pendidikan, perekonomian, kesehatan maupun

    mode pakaian yang sesuai dengan ajaran Islam. Dalam bidang pendidikan, umat

    Islam Indonesia dapat memilih pendidikan Islam ataupun pendidikan umum.

    Dalam bidang ekonomi, dapat memilih praktek perekonomian Islam atau

    konvensional ribawi. Namun, lain hal dalam bidang hukum pidana, umat Islam

    tidak dapat memilih antara hukum Konstitusi atau hukum Islam. Ketiadaan

    pilihan hukum Islam dalam perundang-undangan pidana menjadikan umat Islam

    tidak dapat menyempurnakan syariat.100Kesempurnaan pelaksanaan syariat Islam

    tidak mungkin terealisasi kecuali dengan adanya sokongan negara.101

    95Budhy Munawwar Rahman, Reorientasi Pembaruan Islam(Jakarta: Democracy Project,

    2011, Edisi Digital) h.35796

    Ibid., h.358-36797

    Budhy Munawar Rahman,Membela Kebebasan Beragama. ....., h.xii98

    Ibid., h.xiii99

    Dilindungi UUD 1945 Bab XA Tentang Hak Asasi Manusia Pasal28E Ayat 1: Setiap

    orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan

    pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah

    negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.100

    Sesuai pasal 29 ayat 2 seharusnya negara pemerintah- memberi ruang pilihan hukum

    Islam bagi umat Islam dalam menyelesaikan tindakan pidana. Misalnya: dalam kasus

    pembunuhan, dalam Islam terdapat Qishash yang lebih adil dan ahsan. Dalam kasus pernikahan,salah satu syarat menikah adalah baligh. Namun negara membatasi usia minimal menikah bagi

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    18/22

    Relasi Islam dan Negara | 18

    Dalam Islam tidak relevan adanya pemisahan agama dari negara. Nilai-nilai

    universal Islam tidak dapat dipisahkan dari ide pembentukan sebuah negara.102

    Negara hanya merupakan instrumen, bukan tujuan. Oleh sebab itu, diperlukan

    pedoman untuk mengatur negara supaya negara menjadi kuat dan subur serta

    menjadi media yang baik untuk mencapai tujuan hidup keselamatan dankesejahteraan- manusia yang terhimpun dalam negara tersebut.103

    Banyak persoalan yang harus diurai lebih jauh mengenai kompatibilitas dan

    tidak kompatibelnya Islam dengan demokrasi. Tetapi, penjajaran Islam dengan

    demokrasi secara serta merta adalah merupakan cara pandang yang tidak tepat dan

    keliru. Karena Islam merupakan seperangkat ketentuan dan aturan yang terkait

    dengan otoritas Allah Swt secara mutlak.104

    Melihat fakta saat ini, Indonesia belum menyelesaikan problem kenegaraan

    yang cukup mendasar yaitu menyatukan pemikiran masyarakatnya dalam satu visi

    dan misi membangun sebuah bangsa. Meskipun, dalam UUD 1945 disebutkan

    bahwa Indonesa adalah negara kesatuan, namun nampaknya Indonesia masih

    menjadi negara rebutan. Satu kubu ingin menjadikan negara Indonesia menjadinegara sekuler dengan menjauhkan urusan publik dan politik dari agama. Di lain

    kubu, menginginkan Indonesia menjadi bagian dari khilfah islmiyah, serta

    mengharamkan demokrasi yang merupakan sistem Barat.

    Meski demikan, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Indonesia memiliki

    ikatan yang sangat kuat dengan Islam. Dengan fakta bahwa mayoritas penduduk

    Indonesia saat ini adalah muslim, kata-kata kunci dalam undang-undang banyak

    menggunakan istilah Islam, dan kerinduaan masyarakat Indonesia akan

    kesejahteraan dan kebahagiaan, maka penerapan syariat Islam harus terus

    disempurnakan dengan diberlakukannya hukum Islam sebagai hukum positif di

    Indonesia.

    Kesimpulan

    Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 menjadi dasar hukum di

    Indonesia. Menjadi justifikasi kuatnya relasi antara Islam dan Indonesia.

    Berdasarkan hal ini, sudah sepatunya umat Islam yang menjadi warga negara

    Indonesia berislam dengan kffah, dan bernegara dengan baik. Mengamalkan

    setiap aturan dalam Islam (syariat), dan mengikuti setiap peraturan negara

    selama tidak bertentangan dengan syariat-. Meski begitu, dalam berislam dan

    bernegara, umat Islam selalu dihadapkan dengan tantangan pemikiran yang

    berusaha memisahkan Islam dan Negara (sekularisasi). Hal ini perlu dicounter

    oleh umat Islam dengan memiliki pandangan alam Islam yang benar (IslamicWorldview). Pandangan alam ini tidak boleh berubah mengikut zaman dan

    kondisi.

    perempuan adalah 18 tahun. Sehingga negara bisa mempidanakan seorang muslim yang menikahigadis berusia di bawah 18 tahun meskipun telah sah menurut Islam.

    101Ibn Taimiyyah, Al-Siysah al-Syariyyah f Ilh al-Rayi waal- Riyyah(Beirut: Dr

    al- Aflaq al-Jaddah, 1988) h.138102

    Yusril Ihza Mahendra, Modernisasi Islam dan Demokrasi: Padangan Politik

    Mohammad Natsir. Islamika No. 3. Januari-Maret 1994.103

    Moch. Natsir, Capita Selecta. ....., h.433104

    Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu Kenegaraan dalam Fiqh Islam(Jakarta: Bulan Bintang,1991) h.126

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    19/22

    Relasi Islam dan Negara | 19

    Bagi orang Islam yang taat menjalankan ajaran agamanya dan yang sadar

    akan tugas dan kewajiban keagamaannya, maka bisa dipastikan menjadikan

    syariat atau ajaran Islam sebagai sumber utama dan satu-satunya kebenaran serta

    tata nilai hidupnya, baik secara pribadi, keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan

    bernegara. Dilandasi keyakinan bahwa tata nilai yang berasal dari Tuhan mutlakkebenarannya untuk mahluk-Nya, maka mereka akan berusaha sekuat tenaga agar

    tata nilai kehidupan dari Allah ini menjadi tata nilai kehidupan manusia, termasuk

    dalam tataran hidup berbangsa dan bernegara.

    Dalam hal loyalitas, seorang muslim harus meletakkan kecintaan dan

    loyalitasnya pada Allah swt. Dalam kondisi apapun, meskipun bertentangan

    dengan aturan negara. Artinya, kepentingan (urusan) Islam harus didahulukan dari

    kepentingan negara. Karena seorang muslim terikat dengan tanggungjawabnya di

    akhirat kelak. Meski begitu, sebagai warga negara mestilah menciptakan

    keteraturan negara. Bersama warga lainnya bergotong royong membangun negara,

    Sehingga Indonesia menjadi negara yang baldatun thoyyibatun wa robbun ghafur.

    Wallhu alam bil-owb.

    Daftar Pustaka

    Abdillah, Masykuri. Demokrasi di Persimpangan Makna: Respon Intelektual

    Muslim Indonesia Terhadap Demokrasi (1966-1993) (Yogyakarta: Tiara

    Wacana 1999)

    Abd al-Raziq, Ali.Al-Islm wa Ul al-Hukmi (Dr al-Hill, 1925, cet. I)

    A. Sofyan, Ahmad. Gagasan Cak Nur Tentang Negara dan Islam (Yogyakarta:

    Titian Ilahi Press, 2003, cet. I)

    Abdullah, Fatimah.Issues in Usul Al Din (Malaysia: IIUM Press 2009)

    Alatas, Hussein. The Democracy of Islam (Bandung: W. Van Hoeve Ltd.-TheHague And Bandung, 1956)

    Al-Ifriqi, Ibn Mandzur.Lisn al-Arab Juz 15(Kuwait: Dr al-Nawadir, 2010)

    Al-Khudrawi, Deeb. Qams al-Alfaal-Islmiyah(Beirut: Al-Yamma, 2009)

    Al-Masiry, Abdul Wahab. Dirst Marifiyah f al-Harah al-Gharbiyah.

    (Maktabah al-Syurq al-Dawliyah, 2006)

    Al-Maududi, Abul Ala. Khilfah dan Kerajaan. Terj. Muhammad Al-Baqir

    (Bandung : Mizan, 1996)

    Al-Mawardi, Imam. Al-Ahkm al-Sulniyyah wa al-Wilyah al-Dniyyah, Terj.

    Abdul Hayyie dan Kamaluddin Nurdin Hukum Tata Negara dan

    Kepemimpinan dalam Takaran Islam(Jakarta: GIP, 2000, I)

    Al-Mubarak, Muhammad.Ara Ibn Taimiyah f al-Dawlah wa Mdza Tadakhulihaf Majl al-Iqtid (Bairut:Darul-Fikr)

    Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyyur Rahman.Ar-Rahq al-Maktum (Jakarta:

    Rabbani Press, 2010)

    Al-Rassi, Majeed S.. Who Deverse To Be Worshipped (Saudi Arabia: Darussalam

    Publishers, 2014)

    Arief, Abd. Salam. Relasi Agama dan Negara Dalam Perpektif Islam, Jurnal

    Hermeneia. Vol II. No II Juli-Desember 2003

    Armas, Adnin. Pengaruh Kristen-Orientalis Terhadap Islam Liberal: Dialog

    Interaktif dengan Aktifis Jaringan Islam Liberal. (Jakarta: GIP, 2003)

    Arnold, Sir Thomas. The Caliphate(London: Oxford University Press, 1924)

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    20/22

    Relasi Islam dan Negara | 20

    Ash-Shiddieqy, Hasbi. Ilmu Kenegaraan dalam Fiqh Islam (Jakarta: Bulan

    Bintang, 1991)

    Assyaukanie, Luthfi. Ideologi Islam dan Utopia: Tiga Model Negara Demokrasi

    di Indonesia. (Jakarta: Freedom Institute, 2011)

    At-Thahir bin Asyur, Muhammad. Tafsr al-Tahrr wa al-Tanwr Juz 3 (Tunisia:Al-Dr Al-Tunisiyah Lin-Nasyr, 2008)

    Budiardjo, Miriam.Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Jakarta: Gramedia, 2008)

    Gibb, H.A.R. Mohammedanism: An Historical Survey (New York: Oxford

    University Press, 1962, cet.II)Giddens, Anthony. The Nation-State and Violence. (California: University of

    Californoa Press, 2008)

    Held, David. Demokrasi dan Tatanan Global dari Modern hingga Pemerintahan

    Kosmopolitan. Pent. Damanhuri (Democracy and The Global Oerder From

    The Moderd State to Cosmopolitan Govermance). (Yogyakarta: Pustaka

    Pelajar, 2004, cet. I)

    Ibn Khaldun, Abdurrahman.Muqoddimah Ibn Khaldn. (Beirut: Dr al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003, cet. I)

    Imarah, Muhammad.Al-Islm waarurat al-Taghyr(Kuwait: Majalah Arabi. 15

    Juli 1997, cet. I)

    Ihza Mahendra, Yusril. Modernisasi Islam dan Demokrasi: Padangan Politik

    Mohammad Natsir. (Islamika No. 3. Januari-Maret 1994)

    Jazuli, Ahzami Samiun,Hijrah dalam Pandangan Al-Qur'an. (Jakarta: GIP, 2006)

    Kamaruzzaman. Relasi Islam dan Negara: Perspektif Modernis dan

    Fundamentalis.(Magelang: Indonesiatera, 2001, cet. I)

    Kansil, C.S.T. Ilmu Negara Umum dan Indonesia. (Jakarta: Pradya Paramita,

    2001)

    Khalil al-Qathan, Manna. al-Hadts wa al-Tsaqfah al-Islmiyah (Riyadh:

    Kementrian Pendidikan Kerajaan Arab Saudi, 1401/1981)

    Latif, Yudi. Intelegensia Muslim dan Kuasa (Jakarta: Democracy Project, 2012,

    Edisi Digital)

    Locke, John. Second Treatise of Government. (Cambridge: Hackett Publishing

    Company, 1980)

    Macdonald, Duncan B. Developmet of Muslim Theology, Jurisprudence and

    Constitutional Theory(New York: Charles Scribners Sons, 1903)Majma al-Lughah al-Arobiyah.Al-Mujam al-Was(Kairo: Maktabah al-Syurq

    al-Dawliyah, 2008, cet. IV)

    Maritain, Jacques.Man and The State(Chicago: University of Chicago, 1998)Masdar, Umar. Membaca Pikiran Gus Dur dan Amien Rais tentang Demokrasi

    Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999)

    Masudi, Masdar Farid. Syarah UUD 1945 Perspektif Islam (Jakarta: Pustaka

    Alvabert, 2013, cet. III)

    MPR-RI.Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara(Jakarta: Sekretariat

    Jendral MPR RI- 6 Agustus 2012)

    Muammar, Khalif. Dewesternisasi dan Desekularisasi Politik Kontemporer.

    Majalah Islamia. 2009. Volume V. Nomor 2.

    . Politik Islam: Antara Demokrasi dan Teokrasi. Majalah

    Islamia. 2005. Tahun II. Nomor 6.

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    21/22

    Relasi Islam dan Negara | 21

    Muhammad Al Ghazali, Abu Hamid.Al-Iqtid f al-I'tiqd (Beirut: Dr al-

    Kutaiba, 2003)

    Munawar Rahman, Budhy. Membela Kebebasan Beragama: Perakapan Tentang

    Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme. (Jakarta: Democracy Project.

    2011, Edisi Digital).Reorientasi Pembaruan Islam: Sekularisme, Liberalisme, dan

    Pluralisme. Paradigma Baru Islam di Indonesia. (Jakarta: Democracy

    Project, 2011, Edisi Digital)

    Naquib Al-Attas, Syed Muhammad. Islam and Secularism. (Kuala Lumpur:

    ISTAC, 1993)

    . Prolegomena To The Metaphysics Of Islam (Kuala Lumpur:

    ISTAC 1995)

    Natsir, Mohammad. Capita Selecta. (Jakarta: Bulan Bintang, 1973)

    .Islam Sebagai Ideologi. (Jakarta: Pustaka Aida, 1959)

    Nurtjahjo, Hendra.Filsafat Demokrasi(Jakarta: Bumi Aksara, 2006, cet. I)

    Oppenheimer, Franz. The State: its history and developmnet viewed sosiological.(USA: Indianapolis, 1998)

    Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 8 Agustus 2008 No.19/PUUVI/2008

    tentang Tafsir Resmi UUD 1945 soal hubungan antara Negara dan agama

    dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia)

    Qardhawi, Yusuf.Al-Dn wa al-Siysah(Kairo: Dr al-Syurq, 2007)

    Quwaysi, Hamid Abdul-Majid. Al-Wazfah al-Aqdiyah lil-Dawlah al-Islmiyah

    (Kairo: Dr al-Tawz wan-Nasr al-Islmiyah, 1993)

    Ramadhan Al-Buthy, Said.Sirah Nabawiyah. (Jakarta: Rabbani Press, 2001)

    Robson, James. Islam as a Term Journal : The Muslim World Vol. 44. April

    1954. (Hartford: Hartford Seminary Foundation, 1954)

    Rosyada, Dede et. All, Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani.

    (Jakarta: Prenada Media, 2000)

    Said Abdullah bin Umar al-Baidhowi, Nashiruddin Abi. Anwr al-Tanzl wa

    Asrr al-Tawl: Tafsr al-Baiwi(Dr Kutub al-Ilmiyyah, 2011)

    Samidjo.Ilmu Negara(Bandung: Armico, 1986)

    Seligman, Edwin R.A. et.all. Encyclopaedia of the Social Sciences Vol.VIII

    (London: Macmillan Co)Smith, Donal Eugene.Religion and Political Development(Boston: Little, Brown

    and Company, 1978)

    Soehino.Ilmu Negara. (Yogyakarta: Liberty, 1980)

    Suaedy, Ahmad (ed.). Pergulatan Pesantren dan Demokratisasi, (Yogyakarta:LKiS dan P3M, 2000)

    Syafii Maarif, Ahmad.Polemik Negara Islam: Soekarno Versus Natsir. (Jakarta:

    Teraju, 2002)

    Syamsuddin, Din. Usaha Pencarian Konsep Negara dalam Sejarah Pemikiran

    Politik Islamdalam Ulumul Quran Vol IV. Nomor 2 th 1993

    Suharto, Ugi. Islam dan Sekularisme: Pandangan Al-Attas dan Yusuf Qardhawi.

    Majalah Islamia. 2005. Tahun II. Nomor IV

    Taimiyyah, Ibn. Al-Siysah al-Syariyyah f Ilh al-Rayi wa al-Raiyyah.

    (Beirut: Dr al-Aflq al-Jaddah, 1988)

    Tim Kajian Ilmiah Abituren 2007. Simbiosis Negara dan Agama: Reaktualisasi

    Syariat dalam Tatanan Kenegaraan(Kediri, Lirboyo, 2007)

  • 7/23/2019 Cecep Supriadi RELASI ISLAM DAN NEGARA Wacana Keislaman Dan Keindonesiaan

    22/22

    Wan Teh, Wan Zahidi. Pelaksanaan Siyasah Syariyyah dalam Pentadbiran

    Kerajaan(Malaysia: Hazrah Enterprize, 2002, cet. I)

    Zaidan, Abdul Karim. Ul al-Dawah(Beirut: Muassasah ar-Rislah, 2002)

    https://pdf.mpr.go.id/data/17%20TAP%20MPR%20No%20VII-MPR-2001_205-232_2012.pdf. Diunduh pada 08/12/2014. Pkl. 11.26

    http://www.wonderslist.com/10-countries-highest-rape-crime/ diunggah tgl

    10/01/2015 pkl. 08.02

    http://www.nationmaster.com/country-info/stats/Health/Abortions diunggah tgl

    10/01/2015 pkl. 08.02

    http://www.pewforum.org/2013/04/30/the-worlds-muslims-religion-politics-

    society-beliefs-about-sharia/ diunggah tgl. 10/10/2015 pkl. 08.25