cdk_160_obsgin

57
JTTO; 1236.:24 Y iuuq;00xxx/lbmcf/dp/je0del 271 0 wpm/ 46 op/ 2 Kbo . Gfc 3119 Bsujlfm Vubnb ; RISIKO ANOVULASI PADA PENDERITA INFERTIL DENGAN HIPERPROLAKTINEMI IB Putra Adnyana, Haya Harareth/ hal. 5 AKURASI GINESKOPI DENGAN BANTUAN OLESAN ASAM ASETAT 5 % UNTUK DE- TEKSI DISPLASIA PADA LESI SERVIKS Ketut Suwiyoga/ hal. 9 TERAPI PRE-EKLAMPSIA Caroline Hutomo/ hal. 12 ------------------------------------------------------------------------------------ Cfsjub Ufsljoj ; REVIEW COCHRANE MEMBERIKAN LAMPU HIJAU UNTUK PEMBERIAN TAXANE PADA KANKER PAYUDARA hal. 36 ANALGESIA EPIDURAL MENURUNKAN TEKANAN INTRAABDOMINAL hal. 37 MIDAZOLAM EFEKTIF MENCEGAH PONV hal. 38 Cermin Dunia Kedokteran

Upload: lukman

Post on 02-Aug-2015

169 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: cdk_160_Obsgin

JTTO;!1236.:24!Y

iuuq;00xxx/lbmcf/dp/je0del

271!0!wpm/!46!op/!2

Kbo!.!Gfc!3119

Bsujlfm!Vubnb!;

RISIKO ANOVULASI PADA PENDERITA INFERTIL DENGAN HIPERPROLAKTINEMIIB Putra Adnyana, Haya Harareth/ hal. 5

AKURASI GINESKOPI DENGAN BANTUAN OLESAN ASAM ASETAT 5 % UNTUK DE-TEKSI DISPLASIA PADA LESI SERVIKSKetut Suwiyoga/ hal. 9

TERAPI PRE-EKLAMPSIACaroline Hutomo/ hal. 12

------------------------------------------------------------------------------------Cfsjub!Ufsljoj!;

REVIEW COCHRANE MEMBERIKAN LAMPU HIJAU UNTUKPEMBERIAN TAXANE PADA KANKER PAYUDARAhal. 36

ANALGESIA EPIDURAL MENURUNKAN TEKANAN INTRAABDOMINALhal. 37

MIDAZOLAM EFEKTIF MENCEGAH PONVhal. 38

Cermin Dunia Kedokteran

Page 2: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 1

P E T U N J U K U N T U K P E N U L I S

Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang memba-has berbagai aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang-bidang tersebut. Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus un-tuk diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila pernah dibahas atau dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hen-daknya diberi keterangan mengenai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut.

Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kai-dah-kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus disertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia.

Untuk memudahkan para pembaca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak berbahasa Inggris untuk karangan terse-but. Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ folio, satu muka, dengan menyisakan cu-kup ruangan di kanan kirinya, lebih disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto disertai/atau dalam bentuk disket program MS Word.

Nama (para) pengarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/ grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelas-nya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas.

Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk menghindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi no-mor urut sesuai dengan pemunculannya dalam naskah; di-susun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/ atau Uniform Requirement for Manuscripts Submitted to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh :1. Basmajian JV, Kirby RL.Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, London: William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.2. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mechanism of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974;457-72.3. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasa filariasis di Indonesia. Cermin Dunia Kedokt. 1990; 64: 7-10.

Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih, sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.

Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia KedokteranGedung KALBE, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4Cempaka Putih, Jakarta 10510 PO. Box 3117 JKT.Tlp. (021) 4208171. E-mail : [email protected]

Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu secara tertulis.Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap de-ngan perangko yang cukup.

Daftar Isicontent

2. Editorial4. English Summary

A R T I K E L

5. Risiko Anovulasi pada Pen-

derita Infertil dengan Hiperpro-

laktinemi

IB Putra Adnyana, Haya Harareth

9. Akurasi Gineskopi dengan

Bantuan Olesan Asam Asetat

5% untuk Deteksi Displasia

pada Lesi Serviks

Ketut Suwiyoga

12. Terapi Pre-eklampsia

Caroline Hutomo

17. Hubungan Jumlah Folikel

Antral dengan Respons Ovari-

um terhadap Stimulasi Ovulasi

IB Putra Adnyana

23. Pertumbuhan Janin Ter-

hambat

Jefferson Rompas

28. Gambaran Histopatologi

Kulit pada Pengobatan Tradisio-

nal Kerokan

Didik Gunawan Tamtomo

32. Metode Isolasi Inner Cell Mass sebagai Sumber Embryo-nic Stem Cell

Dwi Agustina, Caroline T. Sardjono, Ferry Sandra

BERITA TERKINI

36. Review Cochrane memberikan lampu hijau untuk pemberian Taxane pada kanker payudara

37. Analgesia epidural menurunkan tekanan intraabdominal

38. Midazolam efektif mencegah PONV

39. Asam folat tingkatkan performa fungsi kognitif lansia

40. Jogging tidak sebaik sepak bola untuk membakar lemak

41. Kadar HDL tinggi melindungi jan-tung Anda

42. Kafein plus asetaminofen beracun untuk beberapa orang

43. Melawan kuman dengan sabun dan air hangat

44. Seksio saesar meningkatkan risiko ibu dan bayi

45. Informatika Kedokteran48. Profil50. Korespondensi51. Laporan Kegiatan Ilmiah54. Kalender Kegiatan Ilmiah56. RPPIK

Page 3: cdk_160_Obsgin

� cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb �008

Editorial

Berbagai masalah ginekologi akan mengisi CDK edisi ini; beberapa di antaranya mengenai fertilitas.

Selain itu juga ada artikel mengenai kanker serviks, kanker utama di kalangan wanita.

Artikel mengenai farmakoterapi eklampsi semoga dapat menyegarkan kembali pengetahuan yang sudah ada.

Seperti biasa, sejawat akan menjumpai artikel mengenai stem cell, topik yang akan makin mengemuka di saat-saat mendatang

Selamat membaca,

Redaksi

Redaksi CDK Mengucapkan

Selamat Hari Raya Natal 2007

&

Tahun Baru 2008

Page 4: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 3

CDKCermin Dun ia Kedokteran

ISSN: 0125-913 Xhttp://www.kalbe.co.id/cdk

ALAMAT REDAKSI

Gedung KALBEJl. Letjen. Suprapto Kav. 4 Cempaka Putih, Jakarta 10510PO Box 3117 JKTTlp. 021-4208171Fax.: 021-4287 3685E-mail : [email protected]://www.kalbe.co.id/cdk

NOMOR IJIN

151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Tanggal 3 Juli 1976

PENERBIT Grup PT. Kalbe Farma Tbk.PENCETAK PT. Temprint

susunan redaksiKETUA PENGARAHDr. Boenjamin Setiawan, PhD

PEMIMPIN UMUMDr. Erik Tapan

KETUA PENYUNTINGDr. Budi Riyanto W.

MANAJER BISNISNofa, S.Si, Apt.

DEWAN REDAKSIProf. Dr. Sjahbanar Soebianto Zahir, MSc.Dr. Michael Buyung NugrohoDr. Karta SadanaDr. Sujitno FadliDrs. Sie Johan, Apt.Ferry Sandra, Ph.D.Budhi H. Simon, Ph.D.

TATA USAHADodi Sumarna

REDAKSI KEHORMATAN

Prof. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM, MScD, PhD

Bagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta

Prof. Dr. Abdul Muthalib, SpPD KHOMDivisi Hematologi Onkologi MedikDepartemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Prof. Dr. Djoko Widodo, SpPD-KPTIDepartemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonsia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Prof. DR. Dr. Charles Surjadi, MPHPusat Penelitian Kesehatan Unika Atma Jaya Jakarta

Prof. DR. Dr. H. Azis Rani, SpPD, KGEHDepartemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Prof. DR. Dr. Sidartawan Soegondo, SpPD, KEMD, FACEDepartemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

DR. Dr. Abidin Widjanarko, SpPD-KHOMFakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Kanker Dharmais, Jakarta

DR. Dr. med. Abraham Simatupang, MKesBagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen IndonesiaJakarta

Prof. Dr. Sarah S. Waraouw, SpA(K)

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado

Prof. DR. Dr. Rully M.A. Roesli, SpPD-KGHBagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Dr. Aucky Hinting, PhD, SpAnd

Bagian Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya

Prof. DR. drg. Hendro Kusnoto, SpOrt.

Laboratorium Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Jakarta

DR. Dr. Yoga Yuniadi, SpJPSub Dept. Kardiologi, Dept. Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSP Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta

Prof. DR. Dra. Arini Setiawati

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Prof. Dr. Faisal Yunus, PhD, SpP(K)Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran RespirasiFakultas Kedokteran Universitas Indonesia/SMF Paru RS Persahabatan, Jakarta

Prof. DR. Dr. Rianto Setiabudy, SpFK

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Dr. R.M. Nugroho Abikusno, MSc., DrPH

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jakarta

Prof. DR. Dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS

Fakultas KedokteranUniversitas Udayana Denpasar, Bali

Prof. DR. Dr. Ignatius Riwanto, SpB(K)Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RS Dr. Kariadi, Semarang

Dr. Tony Setiabudhi, SpKJ, , PhDUniversitas Trisakti/ Pusat Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia, Jakarta

Prof. DR. Samsuridjal Djauzi, SpPD, KAISub Dept. Alergi-Imunologi, Dept. Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Dr. Prijo Sidipratomo, SpRad(K)

Departemen Radiologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Prof. DR. Dr. Johan S. Masjhur, SpPD-KEMD, SpKNDepartemen Kedokteran Nuklir Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Dr. Hendro Susilo, SpS(K)Dept. Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RS Dr. Soetomo, Surabaya

Prof. DR. Dr. Darwin Karyadi, SpGKInstitut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat

Dr. Ike Sri Redjeki, SpAn KIC, M.KesBagian Anestesiologi & Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Page 5: cdk_160_Obsgin

� cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

English Summarydamages.

Keywords: Kerokan, skin biopsy, inflammatory reaction.

Cermin Dunia Kedokt. 2008; 35(1) : 28-31dgt

INNER CELL MASS ISOLA-

TION METHOD AS EMBRYONIC

STEM CELL RESOURCES

Dwi Agustina, Caroline T. Sardjono,

Ferry Sandra

Stem Cell and Cancer Institute, Kalbe Pharmaceutical Company, Jakarta, In-donesia

Embryonic stem cells are self-renew-ing, pluripotent cells derived from the inner cell mass of blastocyst stage embryo.

Recently, there are several pub-lished methods to isolate Inner Cell Mass (ICM) from animals and hu-mans. Methods for the ICM isolation includes the immunosurgery, micro-surgery, enzymatic, and laser meth-ods. The crucial component in the isolation methods is the technique to remove zona pellucida prior to the ICM isolation. Within each method, there are several advantages and disadvantages in regard to the re-moval techniques to eliminate zona pellucida. At the end, the decision to select a particular method is based on the purpose of the experiment.

Keywords: Inner cell mass, isolation, embryonic stem cell

Cermin Dunia Kedokt. 2008; 35(1) : 32-5hm, ab, bs, fs

RISK OF ANOVULATION

AMONG INFERTILE WOMEN

WITH HYPERPROLACTINEMIA

IB Putra Adnyana, Haya Harareth

Dept. Of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine, Udayana University/ Sanglah Hospital, Denpasar, Bali, Indonesia

Background : Anovulation is disturbance of follicle development, rupture and dysfunction of follicle that could be one factor for infertility. Generally, anovulation was caused by hormonal imbalance due to pituitary gland and hypothalamus disorder, including hyperprolactinemia. Hyperprolactinemia was a condition of increased prolactin serum level >25 ng/ml in basal condition.

Objective : To measure risk of anovulation among infertile women with hyperprolactinemia.

Method : A case control study was conducted in Sanglah Hospital during July 1st 2002 until July 31th 2004. Cases of 114 infertile women were allocated into two groups: anovulatory and ovulatory. Prolactin serum level were checked in this two group respectively.

Result : There were 19 hyper-prolactinemia cases (33,3%) found from 57 anovulatory cases. While from 57 ovulatory cases as a control, 10 cases (17,5%) were hyperprolactinemic. This result was not statistically significant (p=0,085) with OR = 2,35. However, hyperprolactinemia in infertile cases was risk factor for anovulation.Conclusion : There was 2,35 times increased risk of anovulation among infertile women with hyper-prolactinemia compared with infertile women without hyperprolactinemia. Key words : Hyperprolactinemia, anovulation, infertile women

Cermin Dunia Kedokt. 2008; 35(1) : 5-8ibpa, hhh

H I S T O P A T H O L O G I C A L

FEATURES OF SKIN AFTER

TRADITIONAL KEROKAN

Didik Gunawan Tamtomo

Dept. of Anatomy, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Solo, Indonesia

Background: Kerokan is a Javanese traditional medication by slightly pressing and rubbing blunt object usually coin with oily liquid on the skin repeatedly until the skin turns red. This medication is believed by layman to be useful for a condition, which is referred to as masuk angin – common cold. This condition is indicated by intestinal gas (flatulence), watery nose, stiffness, headache, etc. This method, in fact, has been practiced not only by the Javanese but also by a large number of people in South East Asia. Due to its broad use, it is necessary to conduct a research on its reaction. The present research tries to find out what happens in the Kerokan medication, and whether or not there are damages to the skin resulting from the repeated pressing and rubbing of blunt object or coin with oily liquid on it.

Methodology: The present research is a descriptive and explorative one. Sample of the research was the researcher himself. The material of the research was the skin biopsy tissue following the exposure to kerokan. The material was stained by SL and examined under the microscope with 400 x magnification.

Result: The analysis shows: (1) stratum corneum erosion; (2) subepithelial tissue edema; (3) capillaries expansion; (4) inflammatory cells; and (5) extravascular erythrocytes.Conclusion: in kerokan, (1) there is inflammatory reactions, (2) no skin

Page 6: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 5

Hasil Penelitian

Risiko Anovulasi pada Penderita Infertildengan Hiperprolaktinemi

IB Putra Adnyana, Haya Harareth

Sub Divisi FER Bagian Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Sanglah Denpasar, Bali, Indonesia

ABSTRAK

Latar Belakang : Anovulasi adalah gangguan perkembangan sel telur, pecahnya sel telur atau fungsi sel telur yang merupakan salah satu faktor penyebab infertilitas. Anovulasi biasanya disebabkan oleh ketidakseimbangan hormo-nal akibat gangguan kelenjar hipofisis atau hipotalamus, termasuk keadaan hiperprolaktinemi. Hiperprolaktinemi adalah suatu keadaan peningkatan kadar prolaktin serum melebihi 25 ng/ml pada kondisi basal. Meningkatnya kadar prolaktin ini sering menimbulkan berbagai gangguan sistem reproduksi, termasuk risiko anovulasi.Tujuan : Untuk mengetahui risiko terjadinya anovulasi pada penderita infertil dengan hiperprolaktinemi.Bahan dan cara : Penelitian kasus-kontrol dilaksanakan di RS Sanglah Denpasar mulai 1 Juli 2002 hingga 31 Juli 2004. Berdasarkan kriteria inklusi/eksklusi, 114 kasus infertil yang memenuhi kriteria pada penelitian ini dialo-kasikan menjadi dua kelompok yaitu kelompok anovulasi dan ovulasi. Masing-masing kelompok tersebut diperiksa kadar prolaktinnya.Hasil : Dari 57 kasus anovulasi, 19 kasus (33,3%) di antaranya hiperprolaktinemi. Sementara dari 57 kasus ovu-lasi kontrol, 10 kasus (17,5%) hiperprolaktinemi (tidak berbeda bermakna - p = 0,085; OR = 2,35). Kesimpulan : Pasien infertil dengan hiperprolaktinemi berisiko mengalami anovulasi 2,35 kali lebih besar daripada pasien tanpa hiperprolaktinemi.

Kata kunci : Hiperprolaktinemi, anovulasi, perempuan infertil

PENDAHULUAN

Fertilitas adalah kemampuan seorang perempuan un-tuk hamil dan melahirkan anak hidup. Riwayat fertilitas sebelumnya sama sekali tidak menjamin fertilitas di ke-mudian hari, baik pada pasangan itu sendiri, maupun berlainan pasangan. Pasangan infertil adalah suatu kesatuan hasil interaksi biologik yang tidak menghasil-kan kehamilan dan kelahiran bayi hidup. Disebut infer-tilitas primer jika perempuan belum berhasil hamil wa-laupun bersenggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-tu-rut. Disebut infertilitas sekunder jika perempuan pe-nah hamil, akan tetapi kemudian tidak berhasil hamil lagi walaupun bersenggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamil-an selama 12 bulan berturut-turut.(1)

Anovulasi adalah gangguan perkembangan sel telur, pecahnya sel telur atau fung-si sel telur yang merupakan salah satu faktor penyebab

infertil. Anovulasi dapat juga dilihat dari siklus haid yang terlalu pendek atau terlalu panjang atau tidak teratur bahkan tidak haid sama sekali.(2,3)

Anovulasi dapat juga disebabkan oleh gangguan kerja ovarium misalnya pada sindrom Stein Leventhal atau penyakit ovarium polikistik. Sindrom ini umumnya ter-dapat pada usia muda, disertai tanda-tanda haid ti-dak teratur dan anovulasi. Selain itu, gangguan kerja ovarium juga sangat dipengaruhi oleh peningkatan atau penurunan berat badan berlebihan, ketegangan (stres) emosional dan aktivitas fisik berlebihan. Na-mun adakalanya gangguan kerja ovarium tidak dapat diterangkan penyebabnya. (2,3,4)

Hiperprolaktinemi adalah suatu keadaan peningkat-an kadar prolaktin serum melebihi 25 ng/ml pada kondisi basal(5,6). Nilai normal serum prolaktin adalah 5-25 ng/ml; lebih rendah pada laki-laki dan anak-anak serta meng-

Anovulasi biasanya disebabkan olah

ketidakseimbangan hormonal akibat

gangguan kelenjar hipofisis atau hipo-

talamus, termasuk keadaan hiperpro-

laktinemi.

Page 7: cdk_160_Obsgin

6 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

fertil RS Sanglah Denpasar dalam periode 1 Juli 2002 sd. 31 Juni 2003. Kriteria inklusi adalah penderita in-fertil, anovulasi, bersedia ikut dalam penelitian. Kriteria eksklusi adalah tumor ovarium dan kelainan bawaan ovarium.

Penghitungan jumlah sampel didasarkan atas asumsi :1. Kejadian hiperprolaktinemi pada penderita infertil

dengan anovulasi (Pc) = 0,33.2. Dengan Odd Ratio = 3 sebagai batas tingkat aku-

rasi sampel, berdasarkan asumsi Pc = 0,33, maka asumsi kejadian hiperprolaktinemi pada kasus in-fertil dengan anovulasi (Pt) = 0,59. Penghitungan asumsi Pt didasarkan pada rumus :

OR x Pc Pt = OR x Pc + (1-Pc)3. Tingkat kemaknaan = 0,005 (Z = 1,96) dan =

0,2 uji satu sisi (Z = 0,84).4. Penghitungan besar sampel dengan rumus : 2(Z + Z )

2 P(1-P)

n = (Pt – Pc)

2

dengan : Pt + Pc P = 2

Jumlah sampel minimal berdasarkan penghitungan dengan rumus di atas adalah 57, sehingga total sam-pel penelitian menjadi = 114 kasus.

DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

1. Ovulasi adalah apabila ditemukannya kriteria se-bagai berikut dengan pemeriksaan USG transvagi-nal merk Kontron Instrumen V 3,00, type Sigma 110I ENG, Perancis pada hari ke-10, ke-12 dan ke-14 setelah hari pertama haid :

- Endometrial line grade A dengan penampakan en-dometrium yang berlapis-lapis.

- Ditemukan folikel matur atau dominan dengan dia-meter 19-24 mm.

- Adanya cairan di kavum Douglas 4-5 mm, setelah terjadi ovulasi.

2. Anovulasi adalah jika tidak memenuhi kriteria ovulasi.3. Hiperprolaktinemi adalah suatu keadaan peningkat-

an kadar prolaktin serum basal melebihi 25 mg/ml diukur menggunakan alat IMx, Abbott Diagnostics, USA.

4. Tumor ovarium pada penelitian ini adalah ovarium polikistik dengan gejala infertilitas, umumnya pada penderita terdapat gangguan ovulasi. Ovarium po-likistik adalah jika pada USG transvagina didapat peningkatan jumlah folikel ovarium, pola seperti

alami variasi harian yaitu meningkat pada malam hari, maksimal pada pukul 01.00-06.00 dini hari(3,5-9). Me-ningkatnya kadar prolaktin sering me-nimbulkan berb-agai gangguan sistem reproduksi. Terdapat 10-25 % perempuan dengan galaktorea tanpa gangguan siklus haid, disertai hiperprolaktinemi ; dan 75% mengalami galaktorea dan amenorea disebabkan oleh hiperpro-laktinemi. Berbagai gangguan haid timbul karena hip-erprolaktinemi memblok poros hipotalamus-hipofise-ovarium di hipotalamus, sehingga terjadi penurunan sekresi FSH dan LH. Penurunan sekresi FSH dan LH mengganggu proses folikuloge-nesis, sehingga sekresi estrogen menurun. Estrogen yang rendah menyebab-kan LH surge tidak terjadi, sehingga ovulasi tidak ter-jadi(10). Sekitar 54 % kasus anovulasi disebabkan oleh hiperprolaktinemi(11). Sedangkan hampir 20 % kega-galan ovulasi disebabkan hiperprolaktinemi(12).

Dengan demikian USG cukup berpe-ran dalam me-mantau saat terjadinya ovulasi. Meskipun teknik peme-riksaan tersebut belum dapat dipastikan le-bih akurat daripada pemeriksaan hormonal, tetapi lebih cepat dan murah. Hockeloer berpendapat bahwa USG jauh lebih baik daripada pengukuran estrogen plasma karena den-gan USG dapat dilihat ukuran folikel secara pasti serta dapat membedakan folikel dalam berbagai bentuk dan ukuran (besar, menengah, atau kecil). Di samping itu dengan USG dapat dilihat pula folikel yang segera akan pecah, sehingga penentuan adanya ovulasi dapat den-gan lebih tepat dan sempurna. (13)

Hiperprolaktinemi pada penderita infertil dengan anovu-lasi di Indonesia termasuk di RSUP Sanglah Denpasar belum pernah diteliti, padahal kasus anovulasi banyak ditemukan pada penderita infertil. Oleh karena itu akan diteliti risiko anovulasi pada penderita infertil dengan hi-perprolaktinemi di RS Sanglah Denpasar tahun 2002

BAHAN DAN CARA

Rancangan penelitian menggunakan rancangan ka-sus-kontrol atas populasi penelitian berupa penderita infertil dengan anovulasi yang mengunjungi poliklinik in-

+-

Risiko Anovulasi

Kemajuan teknologi di bidang

sonografi telah mampu mendeteksi

pertumbuhan folikel dan menentukan

saat terjadinya ovulasi

Page 8: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 �

untaian kalung mutiara dan peningkatan volume ovarium yang berhubungan dengan peningkatan stroma.

5. Kelainanan bawaan ovarium adalah tidak adanya kedua atau satu ovarium; biasanya tuba yang ber-sangkutan tidak ada pula, atau terdapat ovarium tambahan yang kecil dan letaknya jauh dari ovarium normal.

Tabel 1. Karakteristik Sampel

Anovu- Ovu- SE t plasi lasi Mean

Umur Ibu< 20 tahun 1 - 20-30 tahun 26 3131-40 tahun 30 23 .629 > 40 tahun - 3 .698 .859 .932*

AlamatKodya Denpasar 45 53 Kab Gianyar 7 2Kab.Buleleng - 2Kab.Klungkung 2 -Kab.Tabanan 1 -Luar Bali 2 - .108*

PendidikanSarjana 18 20 SLTA 35 33SLTP 4 4 .981*

PekerjaanBekerja 34 29Tidak Bekerja 23 28 607*

Lama Kawin1 tahun 13 6 .3514> 1 tahun 44 51 .3911 -.234 816*

Paritas0 44 491 1 52 9 2 .117>2 2 1 .078 1.617 .109*

Umur anak terkecil Belum punya anak 44 49 1 thun 1 1 .1870>1 tahun 12 7 .3206 -402 .689*

Lama tanpa kontrasepsi1 tahun 45 50 .3125>1 tahun 12 7 .3611 -1.047 .297*

Menarche12 tahun 10 1713 tahun 36 2914 tahun 10 11 .086615 tahun 1 - .0926 1.107 .271*

Tinggi Badan<145 cm - - .5631≥145 cm 57 57 .5133 -.345 .730*

Berat Badan<45 k - - .5 929 ≥45 kg 57 57 .4880 -.137 .891*

Luas Permukaan tubuh 57 57 .00987 -.241 .810* Keterangan : * = tidak ada perbedaan bermakna p > 0,05

HASIL DAN PEMBAHASAN

Telah dilakukan penelitian menggunakan rancangan kasus-kontrol untuk mengetahui risiko anovulasi de-

ngan hiperprolaktinemia pada penderita infertil. Pene-litian dilaksanakan di RS Sanglah Denpasar, mulai 1 Juli 2002 sampai jumlah sampel cukup.

Tabel 2. Hiperprolaktinemi sebagai risiko anovulasi pada penderita

infertil

19 x 47 893OR = = = 2,35 38 x 10 380

Dari 114 kasus yang memenuhi kriteria sebagai sub-yek penelitian, 57 kasus infertil dengan anovulasi dan 57 kasus infertil dengan ovulasi sebagai kontrol. Berikut akan diuraikan hasil penelitian sesuai dengan tujuan penelitian.

Karakteristik sampel dapat dilihat di tabel 1.

Pada 57 kasus infertil dengan anovulasi, 19 (33,3%) kasus hiperprolaktinemi, sedangkan pada kasus infer-til dengan ovulasi sebagai kontrol, 10 (17,5 %) kasus hiperprolaktinemi. Odd ratio = 2,35 berarti pasien in-fertil dengan hiperprolaktinemi akan berisiko anovulasi 2,35 kali lebih besar daripada tanpa hiperprolaktine-mi, walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna (p=0,085). (Tabel 2).

Hiperprolaktinemi dapat menyebabkan gangguan fungsi reproduksi, karena hiperprolaktinemi dapat mengakibatkan keadaan anovulasi. Dilaporkan 54% kasus anovulasi disebabkan karena hiperprolaktine-mi(11). Sedangkan anovulasi ini bertanggungjawab terhadap 33,5% kasus-kasus infertilitas(14). Salah satu penyebab gangguan ovulasi adalah hiperprolaktinemi (Lisa A). Selain kadar prolaktin perlu juga diperiksa kadar estrogen, LH dan FSH. Kadar prolaktin bersifat dinamis. Jika kadar prolaktin >50 ng/ml maka 20% terdapat pada tumor hipofise, bila kadar prolaktin 100 ng/ml maka 50% terdapat pada tumor hipofise dan kadar prolaktin > 100 ng/ml maka 100 % terdapat pada tumor hipofise.

Samal S dkk (2002) dengan studi prospektif pada 200 sampel penelitian wanita infertil bulan Juni 1997 sam-pai dengan Juli 1999 di India, menggunakan kadar prolaktin serum >25 ng/ml sebagai batasan hiperpro-laktinemi, diperoleh 22 kasus (11%) hiperprolaktinemi

Prolaktin

Hiperprolaktinemi

Normoprolaktinemi

Jumlah

Anovulasi Ovulasi Jumlah

f

19

38

57

%

33,3

66,7

100

f

10

47

57

%

17,5

82,5

100

f

29

85

114

%

25,4

74,6

100

Risiko Anovulasi

Page 9: cdk_160_Obsgin

8 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

(p < 0,05). Pada penelitian tersebut didapatkan nilai hiperprolaktinemi antara 26-75 ng/ml dan hanya 1 kasus lebih dari 76 ng/ml; pada penelitian ini didapat-kan 3 kasus kadar prolaktin serum > 50 ng/ml.

Hiperprolaktinemi merupakan salah satu faktor penye-bab anovulasi pada wanita infertil. Pada 35 sampel pene-litian wanita infertil di India didapatkan hasil dengan hiper-prolaktinemi 7 kasus (20%). (Mishra R dkk, 2002).

Pada 100 wanita infertil Pakistan didapatkan 82 kasus (82%) hiperprolaktinemi dan 18 kasus (18%) normo-prolaktinemi sebagai kontrol; analisis mendapatkan ha-sil bermakna (p<0,05) bahwa hiperprolaktinemi berpe-ran sebagai penyebab infertil. Selain memeriksa kadar serum prolaktin juga diperiksa serum LH, serum FSH, estrogen dan progesteron. (Kalsum A., Jalali S., 2002).

SIMPULAN

Pasien-pasien infertil dengan hiperprolaktinemi ber risiko anovulasi 2,35 kali lebih besar daripada tanpa hiperprolaktinemi.

SARAN

Pada pasangan infertil yang dicurigai anovulasi, sebaik-nya menjalani pemeriksaan kadar prolaktin darah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jacoeb TZ. Teknik penanganan pasangan infertil sampai fertilisasi in vitro. Dalam: Baziad A, Jacoeb TZ, Surjana HEJ, Alkaff HZ, eds. Endokri-nologi Ginekologi. Edisi ke-1. Jakarta: Kelompok Studi Endokrinologi Re-produksi Indonesia, 1993: 174.

2. Ikawati Y, Kasdu D. Bayi tabung sebuah harapan baru. Rumahsakit Bunda. Cetakan pertama. Jakarta: Masyarakat Penulis Ilmu Pengeta-huan dan Teknologi (MAPIPTEK). 2000;22-4.

3. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. 6th ed. Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins, 1999: 421-4.

4. Moeloek FA. Laparoskopi pada pemeriksaan klinik infertilitas wanita. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia, 1983.h.7-11

5. Hershlag A, Peterson CM. Endocrine disorders. In: Berek JS, Aashi EY, Hielard PA, eds. Novak’s Gynecology. 12 th ed. Baltimore : Williams and Wilkins, 1996;854-6.

6. Vermesh M. Galactorrhea and hyperprolactinemia. In: Mishell DR, Brenner PP eds. Management of common problems in obstetrics and gynecology. 3 rd ed. Boston: Blackwell Scient. Publ. 1994; 612-8

7. Lorrea F, Escarza A, Valero A. Heterogenicity of serum prolactin thro-ughout the menstrual cycle and pregnancy in hyperprolactinemic women with normal ovarian function. J Clin Endocrinol Metab. 1989; 37.

8. Molitch ME. Disorder of prolactin secretion. Endocrinol Metab Clin. 2001;30;1-3.

9. Sassin JF, Frautz AG, Weitzman ED. Human prolactin: 24-hour pattern with increased release during sleep. Science 1972; 177: 1205-7.

10. Soebijanto S. Prolaktin sebagai penyebab infertilitas. Disampaikan pada Kongres Obstetri dan Ginekologi Indonesia VIII, Jakarta:1990.h.1-21.

11. Wallach J. Endocrine disorders.Dalam: Wallach J, Ed. Interpretation of Diagnostic Test. 5th. Ed. Boston: Little Brown Co., 1992;543-4.

12. Sjogren A, Hillensjo T, Hainberger L: Prolactin and gonadotropin inter-actions on progesterone formation in cultured human granulose cells. Human Reprod 1988; 3: 601-2.

13. Baziad A, Jacoeb TZ, Surjana HEJ. Alkaff HZ, eds. Endokrinologi Ginekologi. Edisi ke-1. Jakarta: Kelompok Studi Endokrinologi Re-produksi Indonesia, 1993;17-8.

14. Bohnet HB, Hanker JP, Harowski R, Wiching E, Schder HPG. Suppres-sion of prolactin secretion by lisuride throughout the menstrual cycle and in hyperprolactinemia menstrual disorder. 1979; 92: 18-9.

Risiko Anovulasi

Page 10: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 �

ABSTRAK

Tujuan: Mengetahui akurasi diagnostik gineskopi untuk mendeteksi lesi pra kanker serviks dalam rangka mencari alternatif metoda skrining.Bahan dan Cara: Penelitian uji diagnostik di poliklinik Ginekologi RS Sanglah Denpasar selama dua tahun 1999-2000. Sampel adalah pasien dengan lesi serviks dan bersedia sebagai subjek penelitian. Pada sampel dilakukan apusan asam asetat 5% kemudian divisualisasi dengan gineskopi. Juga dilakukan biopsi untuk pemeriksaan his-topatologi sebagai baku emas di Bagian Patologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar.Hasil: Sejumlah 114 kasus lesi serviks menjalani pemeriksaan gineskopi dan histopatologi. Akurasi gineskopi adalah: sensitifitas 98,1%, spesifisitas 81,9%, nilai prediksi positif 50,9% dan nilai prediksi negatif 91,7%.Kesimpulan dan Saran: Gineskopi memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang memadai; oleh karena itu dapat di-pertimbangkan sebagai skrining kanker serviks pada kasus lesi serviks. Mengingat nilai prediksi negatif mencapai 91,7% sebaiknya gineskopi dilakukan bersama dengan teknik skrining lain.

Kata kunci : gineskopi, lesi serviks, skrining.

Akurasi Gineskopidengan Bantuan Olesan Asam Asetat 5% untuk Deteksi Displasia pada Lesi Serviks

Ketut Suwiyoga

Sub-divisi Ginekologi Onkologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi

Fakulutas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali

PENDAHULUAN

Dalam tiga dekade terakhir, kanker serviks masih menduduki peringkat teratas di antara penyakit kan-ker perempuan di Indonesia. Fakta di atas diperburuk lagi karena lebih dari 70% kasus ditemukan pada sta-dium invasif-lanjut yang memerlukan penanganan ma-hal dengan hasil yang tidak memuaskan. Status sosial ekonomi rendah, pendidikan relatif rendah, hambatan budaya, faktor demografi, sarana, dan sumber daya manusia terbatas serta faktor manajemen mengaki-batkan kematian perempuan akibat kanker didominasi oleh kanker serviks.1,2

Masalah kanker serviks di Indonesia khas yaitu usia relatif muda, stadium invasif-lanjut, dan skrining Pap smear mempunyai banyak kendala. Kendala terse-but meliputi luas wilayah/demografi, cakupan, ke-sinambungan, kekurangan sumber daya manusia sebagai pelaku skrining baik itu tenaga ahli patologi maupun tenaga skriner sehingga harapan untuk me-nemukan kanker serviks stadium dini masih jauh.1,3

Gineskopi merupakan metode skrining non invasif yang lebih sederhana, mudah, praktis dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan seperti bidan terlatih di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu; sehingga layak di-

pertimbangkan sebagai metode skrining alternatif un-tuk lesi pra kanker di Indonesia.4,5,6 Pengolesan serviks dengan asam asetat 3-5% akan menyebabkan seluruh lesi epitelial menjadi lebih jelas, perubahan-perubahan warna menjadi menonjol, dan berbagai struktur menjadi lebih mudah dibedakan satu dengan yang lain. Perubah-an tersebut terlihat pada zona transformasi atipikal sebagai cikal bakal displasia. Asam asetat mengubah epitel atipik menjadi putih dan menonjolkan kontur per-mukaannya disebut sebagai white epithelium (WE).5,7,8 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi negatif serta akurasi gineskopi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam upa-ya down staging kanker serviks.

BAHAN DAN CARA

Penelitian uji diagnostik pada kasus lesi serviks di po-liklinik Obstetri dan Ginekologi RS Sanglah Denpasar selama satu tahun dari bulan April 2000 hingga Ma-ret 2001. Sebagai prediktor adalah gineskopi dan se-bagai baku emas adalah histopatologi. Pemilihan kasus dengan consecutive sampling dan persetujuan dengan informed concent. Dilakukan pemeriksaan gineskopi yang telah dioles dengan asam asetat 3-5% pada lesi serviks. Kemudian dilakukan biopsi pada porsio uterus

Hasil Penelitian

Page 11: cdk_160_Obsgin

10 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

yang dicurigai untuk bahan pemeriksaan histopatologi. Perhitungan besar sampel berdasarkan pada prakiraan sensitifitas dan spesifisitas uji diagnostik yaitu 85,0% untuk sensitifitas dan 80,0% untuk spesifisitas dengan penyimpangan masing-masing 10% dan tingkat keper-cayaan 95% (= 0,05). Besar sampel dihitung dengan rumus Pocock dan didapatkan 114 kasus.

Definisi operasional variabel

1. Gineskopi adalah pemeriksaan serviks dengan gine-skop yang telah diolesi asam asetat 5% dan penilaian dilakukan setelah 60 detik; negatif jika epitel serviks menunjukkan gambaran epitel kolumner dikelilingi oleh epitel skuamosa metaplastik yang memberikan gambaran seperti buah anggur dan positif apabila menunjukkan gambaran white epithelium (terdapat bercak putih halus berbatas tegas).

2. Lesi serviks adalah kelainan serviks uterus berupa servisitis, erosio porsonis uterus, dan papiloma pada serviks baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

3. Akurasi gineskopi adalah nilai sensitifitas, spesifisi-tas, nilai prediksi positif dan nilai prediksi negatif gineskopi terhadap baku emas histopatologik

Data dicatat pada formulir khusus dan disajikan dalam tabel 2x 2. Kemudian dihitung sensitifitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi negatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Akurasi gineskopi terhadap baku emas histopatologik

Sejumlah 114 kasus lesi serviks menjalani pemeriksaan gineskopi dan biopsi ; hasilnya tertera pada tabel 1.

Pada penelitian ini didapatkan, untuk gineskopi sensi-tifitas 98,1%, spesifisitas 81,9%, nilai prediksi negatif 91,7% dan nilai prediksi positif 50,9%. Tingkat akurasi ini menunjukkan bahwa gineskopi dapat digunakan se-bagai alat skrining alternatif lesi prakanker. Nilai pre-diksi negatif gineskopi juga memadai; apabila gineskopi menyatakan negatif maka 91,7 % tidak terdapat kelai-nan/normal. Sedangkan, nilai prediksi positif sebesar 50,9% artinya apabila gineskopi menyatakan positif maka 50,9% adalah benar displasi. Efisiensi gineskopi pada penelitian ini sebesar 55,2%.

Gineskopi Positif

Negatif

Jumlah

Histopatologik Displasia

(+)

52

1

53

(-)

50

11

61

Jumlah

102

12

114

Tingkat akurasi pemeriksaan gineskopi untuk mende-teksi displasi serviks dilaporkan oleh Octtaviano dan La Torre (1992) pada 2400 pasien dan didapatkan sensitifitas 98,4% untuk mendiagnosis zona trans-formasi atipikal yang merupakan tahap awal displasi.4 Wilkinson (1990), dengan menggunakan asam asetat 5% dapat menemukan 15% kasus displasi yang tidak ditemukan pada pemeriksaan Pap smear.9 Penelitian 1992 mendapatkan sensitifitas gineskopi sebesar 95,8%, spesifisitas sebesar 99,7%, nilai prediksi posi-tif 88,5% dan nilai prediksi negatif 99,9%.2

Perkembangan lesi prakanker menjadi kanker serviks adalah antara 5-15 tahun. Selain itu, hanya 2-5% dis-plasi berkembang menjadi kanker serviks; 70-75% displasi ringan berkembang menjadi displasi sedang; 25-35% displasi sedang berkembang menjadi displasi berat, dan 15% displasi berat menjadi kanker serviks in situ.10,11,12 Hal ini dihubungkan dengan teori karsi-nogenesis kanker yang multifactors, multihits, dan multistages. Artinya kelangsungan karsinogenesis memerlukan berbagai karsinogen yang secara ber-sama-sama dan terus menerus mendera sel sasaran sehingga secara bertahap mengakibatkan lesi pada berbagai tahap yaitu mulai tingkat subsel, seluler, ja-ringan, dan organ.13,14 Karsinogen dapat dalam ben-tuk biologi, bahan kimia, dan radiasi baik secara ber-sama maupun sendiri-sendiri yang mengakibatkan lesi/mutasi gen pengendali siklus sel. Gen pengendali tersebut adalah onkogen dan gen supresor tumor; kedua gen tersebut mempunyai efek yang berlawanan. Onkogen memperantarai timbulnya transformasi ma-ligna, sedangkan gen supresor tumor menghambat perkembangan tumor yang diatur oleh gen yang ter-libat dalam pertumbuhan sel. Virus mungkin menye-babkan terjadinya multi alterasi gen yang terdiri atas tahap inisiasi reversibel yang memerlukan karsinogen, promosi ireversibel, selanjutnya progresi, dan berak-hir dengan metastasis.11,14,15

Di tingkat seluler, infeksi HPV episomal pada infeksi fase laten mengekspresi-kan protein kapsid L1 selain L2 yang berperan pada replikasi dan perakitan virus baru. Virus baru terse-but menginfeksi kembali sel epitel serviks. Selain itu, terjadi ekspresi protein E1 dan E2 pada infeksi fase laten yang kemudian mengakibatkan reaksi imun tipe lambat dengan membentuk antibodi anti E1 dan anti menonjol. Selama mutasi genetik berulang dan berta-hap ini E2. Penurunan ekspresi E1 dan E2 serta infeksi dengan jumlah virion HPV lebih dari ± 50 000 per sel mendorong integrasi antara DNA virus dengan DNA sel pejamu dan infeksi memasuki fase aktif. Ekspresi E1 dan E2 rendah/hilang pada pasca integrasi ini

Akurasi Gineskopi

Page 12: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 11

menstimulus ekspresi onkoprotein E6 dan E7 berlebi-han. Protein E6 yang berfungsi sebagai transformasi akan mengakibatkan degradasi fungsi p53 dan men-gaktivasi telomerase. Onkoprotein E7 membentuk kompleks E7-pRB/pRB mutan yang mengakibatkan penurunan/hilang fungsi pRB. Selain itu, ekspresi E1 dan E2 juga diikuti oleh ekspresi E4 dan E5; E5 ber-peran sebagai faktor transkripsi membran sel yang berinteraksi dengan growth factor receptor (BPV-1). Selanjutnya, apakah karsinogenesis memasuki fase berikutnya tergantung dari kerja gen supresor tumor; pada kanker serviks, protein 53 (p53) dan protein reti-noblastoma (pRB) dinyatakan berperanan E2. Antibodi ini mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan dalam batas normal atau metaplasia. Gen supresor tumor p53 yang menyandi protein 53 wild type berbentuk tetramer, terekspresi pada seluruh sel somatik, dan memiliki zink finger, dalam bentuk labil, dan berperan sebagai kontrol negatif genom. Protein 53 sebagai guardian of genome berperan sebagai kontrol siklus sel pada fase S dan fase G2/M melalui kemampuan-nya untuk mengenal gen yang rusak, perbaikan gen, dan apoptosis. Protein E6 produk HPV berkolaborasi dengan p53 dan membentuk komplek E7-p53 dan p53 mutan yang lebih stabil dan menyebabkan peran-an p53 wild type menurun-menghilang. p53 juga dapat mengaktivasi ekspresi onkogen c-myc bekerjasama dengan pRB melalui p21. Protein RB adalah salah satu jenis gen supresor tumor dengan sifat alel negatif, ter-ekspresi pada seluruh sel somatik dan hilang peranan-nya melalui dua kali mutasi (two hit hypothesis theory). Sifat pRB sangat labil aktivitasnya dipengaruhi oleh fosforilasi-defosoforilasi oleh siklin kinase saja.

Kompleks E7-pRB dan afinitas antara pRB dengan E7 yang lebih besar dibandingkan dengan afinitas antara pRB dengan E2F mengakibatkan faktor transkripsi E2F bebas dan kemudian bekerja tanpa kontrol oleh pRB. Sel yang telah mengalami beberapa kali mutasi gen dan tidak dapat dikontrol oleh p53 wild type akan memasuki fase S siklus mitosis sel. Secara klinis, ter-jadi perubahan jenis sel serviks dari sel normal/mata-plasia menjadi lesi prakanker berupa displasi derajat ringan, sedang, dan berat.15,16

Berdasarkan hasil penelitian ini maka gineskopi dapat dipakai untuk skrining alternatif pada displasi sebagai lesi prekanker. Hasil skrining lesi prekanker dengan gineskopi harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan kol-poskopi dan histopatologis untuk dapat menentukan terapi yang tepat.17 Waktu yang dibutuhkan lesi pra kanker berkembang menjadi kanker serviks cukup

lama yaitu 3-12 tahun17 sehingga masih terdapat cukup kesempatan melakukan pemeriksaan untuk mengatasi baik negatif palsu (8,3%) maupun positif palsu (49,0%) gineskopi.

SIMPULAN

Gineskopi menunjukkan sensitifitas 98,15%, spesifisi-tas 81,9%, nilai prediksi positif 50,9%, dan nilai pre-diksi negatif 91,7%.

Gineskopi dapat dipertimbangkan sebagai metoda skrining alternatif pada lesi serviks dalam upaya down staging kanker serviks karena memiliki berbagai keunggulan seperti sensitifitas dan spesifisitas yang memadai, tidak traumatis, sederhana/praktis dan cepat, dan dapat dikerjakan oleh bidan terlatih.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nuranna L. Skrining kanker serviks upaya down staging dan metode skrining alternatif. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UI/RSUPN Cipto Manginkusumo, Jakarta 1999: 1-5.

2. Sjamsudin S, Prihartono J, Nuranna L. et al. Aided visual inspection: preliminary results of the Indonesian gynescopy assessment. Cervical Cancer Meeting, Montreal, Canada 1994: 3-4

3. Prijatmo H, Warsito B, Prognosis kanker serviks. Maj.Obstetr. Ginekol. Indon. 1996.Edisi supp: 45-49.

4. Ottaviano M, La Torre P. Examination of cervix with the naked eye using acetic acid test. Am J Obstet Gynecol 1982; 143: 139-42.

5. Ficsor G, Fuller SK. Jeromin JL. Enhancing cervical-cancer detection using nucleic acid hybridization and acetic acid test. Nurse Practitio-ner 1998; 15: 26-30.

6. Bishop A, Sherris J, Tsu VD. Cervical dysplasia treatment in developing countries : a situation analysis. J Pathol 1995: 1-3.

7. Barron BA, Richart RM. Screening protocols for cervical neoplastic disease. J Gynecol Oncol 1991;12: 5156-60.

8. Singer A. Cervical cancer screening : state of the art. Clin Obstet Gy-necol 1999: 39-50.

9. Boronow RC, Mississippi J. Death of papanicolaou smear ? a tale of three reasons. Am J Obstet Gynecol 1998; 179: 391-2.

10. Parkin DM, Pisani P, Ferlay J. Estimates of worldwide incidence of eigh-teen major cancers in 1990. Int J Cancer 1993; 54: 594-606.

11. Bakta M. Onkogen: peranannya dalam karsinogenesis. Divisi Hematolo-gi dan Onkologi Medik Laboratorium/SMF Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar. Dalam: Kum-pulan Naskah Pertemuan Ilmiah Nasional Reguler IV Patobiologi: Pato-biologi Kanker dan Patobiologi Thrombosis, Denpasar 2002: 1-24.

12. Murphy M, Levine AJ. Tumor Suppressor Genes. In: Mendelsohn J, Howley PM, Israel MA et al. The Molecular Basis of Cancer 2nd ed. WB Saunders Co.2001:95-114.

13. Barrasso R. Human papillomavirus infection in the male. In: Cancer and precancer of the cervix, Luesley MD, Barrasso R, Lippincott-Raven Publishers 1998: 265-274.

14. Murakami MS, Woude GFV. Regulation of The Cell Cycle. In: The Mo-lecular Basis of Cancer 2nd ed.. Mendelsohn J, Howley PM, Israel MA, et al. WB Saunders Co 2001:10-18.

15. Black DM. Tumor suppressor genes and inheritance of cancer. In: On-cogenes and Tumor Suppressors, Peters G, Vousden KH.eds. Oxford University Press, New York 1997: 293-307.

16. Bandara LR, Lam EWF, Sorensen TS et al. DP-1: a cell cycle-regulated and phosphorylated component of transcription factor DRTF1/E2F which is functionally important for recognition by pRB and the adenovi-rus E4 orf 6/7 protein. EMBO J 1994; 13: 3104-6.

17. Wilkinson EJ. Pap smear and sceening for cervical neoplasia. Clin Obs-tet Gynecol 1990; 33: 817-25.

Akurasi Gineskopi

Page 13: cdk_160_Obsgin

12 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

Terapi Pre-eklampsia

Caroline Hutomo

Observer Bagian Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya/ RS Atmajaya, Jakarta

PENDAHULUAN Pre-eklampsia adalah kerusakan multisistem yang di-hubungkan dengan hipertensi dan proteinuria; meru-pakan komplikasi yang umum terjadi dalam kehamilan. Sedangkan eklampsia, didefinisikan sebagai timbulnya satu atau lebih kejang yang berhubungan dengan sindrom pre-eklampsia; jarang terjadi namun meru-pakan komplikasi yang serius. Di UK eklampsia ter-jadi pada satu dari 2000 kelahiran (Douglas 1994), di negara miskin dan menengah terjadi pada 1 dari 100 dan 1 dari 1700 kelahiran (WHO 1988). Eklamp-sia menyebabkan 50.000 kematian/tahun di seluruh dunia, 10% dari total kematian maternal. Mengingat banyaknya kejadian eklampsia serta efeknya yang serius maka terapi pre-eklampsia menjadi penting. Selanjutnya akan dibahas berbagai terapi yang telah umum digunakan para praktisi klinik untuk pasien pre- eklampsia/eklampsia.

Tujuan farmakoterapi adalah untuk menurunkan angka kematian, mencegah komplikasi dan memper-baiki kondisi eklampsia. Antikonvulsan diberikan pada eklampsia untuk mencegah kejang lebih lanjut dan juga diberikan pada pre-eklampsia dengan harapan mence-gah kejang pertama dan dengan demikian diharapkan memperbaiki keadaan ibu dan anak

Di United Kingdom, diazepam popular digunakan se-jak 1970 dan fenitoin sejak 1990 namun penggunaan magnesium sulfat masih jarang. Magnesium sulfat telah digunakan secara luas selama puluhan tahun di Amerika Serikat dan akhir-akhir ini dikenal sebagai antikonvulsan terpilih pada eklampsia. Beberapa pene-litian telah mengungkapkan bahwa magnesium sul-fat merupakan obat pilihan untuk mengobati kejang eklamptik. Ditambah lagi dengan harganya yang mu-rah maka dapat dikatakan magnesium sulfat meru-pakan drug of choice untuk terapi eklampsia. Selain itu masih ada obat pilihan lain seperti fenitoin, diazepam, hidralazin, labetalol dan nifedipin.

KATEGORI OBAT-OBATAN

ANTIKONVULSAN Mencegah kambuhnya kejang dan mengakhiri aktivi-

tas klinik dan elektrik kejang.1. Magnesium sulfat.Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa magnesium sulfat merupakan drug of choice untuk mengobati kejang eklamptik (dibandingkan dengan diazepam dan fenitoin). Merupakan antikonvulsan yang efektif dan membantu mencegah kejang kambuh an dan mempertahankan aliran darah ke uterus dan aliran darah ke fetus. Magnesium sulfat berhasil me-ngontrol kejang eklamptik pada >95% kasus. Selain itu zat ini memberikan keuntungan fisiologis untuk fetus dengan meningkatkan aliran darah ke uterus.

Mekanisme kerja magnesium sulfat adalah menekan pengeluaran asetilkolin pada motor endplate. Magne-sium sebagai kompetisi antagonis kalsium juga mem-berikan efek yang baik untuk otot skelet.

Magnesium sulfat dikeluarkan secara eksklusif oleh ginjal dan mempunyai efek antihipertensi.

Dapat diberikan dengan dua cara, yaitu IV dan IM. Rute intravena lebih disukai karena dapat dikontrol lebih mudah dan waktu yang dibutuhkan untuk menca-pai tingkat terapetik lebih singkat. Rute intramuskular cenderung lebih nyeri dan kurang nyaman, diguna-kan jika akses IV atau pengawasan ketat pasien tidak mungkin. Pemberian magnesium sulfat harus diikuti dengan pengawasan ketat atas pasien dan fetus.

Tujuan terapi magnesium adalah mengakhiri kejang yang sedang berlangsung dan mencegah kejang berkelanjutan. Pasien harus dievaluasi bahwa refleks tendon dalam masih ada, pernafasan sekurangnya 12 kali per menit dan urine output sedikitnya 100 ml dalam 4 jam.

Terapi magnesium biasanya dilanjutkan 12-24 jam setelah bayi lahir ; dapat dihentikan jika tekanan darah membaik serta diuresis yang adekuat.

Kadar magnesium harus diawasi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, pada level 6-8 mg/dl. Pasien dengan urine output yang meningkat memerlukan

Hasil Penelitian

Page 14: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 13

dosis rumatan untuk mempertahankan magnesium pada level terapetiknya. Pasien diawasi apakah ada tanda-tanda perburukan atau adanya keracunan mag-nesium.

Protokol pemberian magnesium menurut The Park-land Memorial Hospital, Baltimore, adalah sebagai berikut:4 g. magnesium sulfat IV dalam 5 menit, dilanjutkan dengan 10 g. magnesium sulfat dicampur dengan 1 ml lidokain 2% IM dibagi pada kedua bokong. Bila kejang masih menetap setelah 15 menit lanjutkan dengan pemberian 2 g. magnesium sulfat IV dalam 3-5 menit.

Sebagai dosis rumatan, 4 jam kemudian berikan 5 g. magnesium sulfat IM, kecuali jika refleks patella tidak ada, terdapat depresi pernafasan, atau urine output <100 ml dalam 4 jam tersebut. Atau dapat diberikan magnesium sulfat 2-4 g/jam IV. Bila kadar magne-sium >10 mg/dl dalam waktu 4 jam setelah pemberi-an bolus maka dosis rumatan dapat diturunkan. Level terapetik adalah 4,8-8,4 mg/dl.

Dengan protokol di atas, biasanya serum magnesium akan mencapai 4-7 mg/dl pada pasien dengan distri-busi volume normal dan fungsi ginjal yang normal.

Pengawasan aktual serum magnesium hanya dilakukan pada pasien dengan gejala keracunan magnesium atau pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

Pasien dapat mengalami kejang ketika mendapat mag-nesium sulfat. Bila kejang timbul dalam 20 menit per-tama setelah menerima loading dose, kejang biasanya pendek dan tidak memerlukan pengobatan tambahan. Bila kejang timbul >20 menit setelah pemberian load-ing dose, berikan tambahan 2-4 gram magnesium.

Dosis:

Inisial: 4-6 g. IV bolus dalam 15-20 menit; bila kejang timbul setelah pemberian bolus, dapat ditambahkan 2 g. IV dalam 3-5 menit. Kurang lebih 10-15% pasien mengalami kejang lagi setelah pemberian loading dosis. Dosis rumatan: 2-4 g./jam IV per drip. Bila kadar mag-nesium > 10 mg/dl dalam waktu 4 jam setelah pembe-rian per bolus maka dosis rumatan dapat diturunkan.

Pada Magpie Study, untuk keamanan, dosis magne-sium dibatasi. Dosis awal terbatas pada 4 g. bolus IV, dilanjutkan dengan dosis rumatan 1 g./jam. Jika diberikan IM, dosisnya 10 g. dilanjutkan 5 g. setiap 4 jam. Terapi diteruskan hingga 24 jam

Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap magnesium, adanya blok pada jantung, penyakit Addison, kerusakan otot jantung, hepatitis berat, atau myasthenia gravis.

Interaksi : Penggunaan bersamaan dengan nifedipin dapat menyebabkan hipotensi dan blokade neuro-muskular. Dapat meningkatkan terjadinya blokade neuromuskular bila digunakan dengan aminoglikosida, potensial terjadi blokade neuromuskular bila digunak-an bersamaan dengan tubokurarin, venkuronium dan suksinilkolin. Dapat meningkatkan efek SSP dan toksis-itas dari depresan SSP, betametason dan kardiotok-sisitas dari ritodrine.

Kategori keamanan pada kehamilan : A - aman pada kehamilan.(Fugate SR dkk)

Peringatan : Selalu monitor adanya refleks yang hi-lang, depresi nafas dan penurunan urine output: Pem-berian harus dihentikan bila terdapat hipermagnesia dan pasien mungkin membutuhkan bantuan ventilasi. Depresi SSP dapat terjadi pada kadar serum 6-8 mg/dl, hilangnya refleks tendon pada kadar 8-10 mg/dl, depresi pernafasan pada kadar 12-17 mg/dl, koma pada kadar 13-17 mg/dl dan henti jantung pada kadar 19-20 mg/dl. Bila terdapat tanda keracunan magnesium, dapat diberikan kalsium glukonat 1 g. IV secara perlahan.

Magnesium sulfat harus dipikirkan untuk wanita hamil dengan eklampsia karena harganya murah, cocok digunakan di negara yang pendapatannya rendah. Pemberian intravena lebih disukai karena efek sam-pingnya lebih rendah dan masalah yang disebabkan oleh tempat penyuntikan lebih sedikit. Lamanya peng-obatan umumnya tidak lebih dari 24 jam, dan bila rute intravena digunakan untuk terapi rumatan maka do-sisnya jangan melebihi 1 g/jam.Pemberian dan peng-awasan klinik selama pemberian magnesium sulfat dapat dilakukan oleh staf medik, bidan dan perawat yang sudah terlatih.

2. Fenitoin Fenitoin telah berhasil digunakan untuk mengatasi kejang eklamptik, namun diduga menyebabkan bradi-kardi dan hipotensi.Fenitoin bekerja menstabilkan aktivitas neuron dengan menurunkan flux ion di seberang membran depolarisasi.

Keuntungan fenitoin adalah dapat dilanjutkan secara oral untuk beberapa hari sampai risiko kejang eklam-tik berkurang. Fenitoin juga memiliki kadar terapetik

Terapi Pre eklampsi

Page 15: cdk_160_Obsgin

14 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

yang mudah diukur dan penggunaannya dalam jang-ka pendek sampai sejauh ini tidak memberikan efek samping yang buruk pada neonatus.Dosis awal: 10 mg/kgbb. IV per drip dengan kecepat-an < 50 mg/min, diikuti dengan dosis rumatan 5 mg/kgbb. 2 jam kemudian

Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap fenitoin, blok sinoatrial, AV blok tingkat kedua dan ketiga, sinus bra-dikardi, sindrom Adams-Stokes

Interaksi: Amiodaron, benzodiazepin, kloramfenikol, simetidin, flukonazol, isoniazid, metronidazol, mico-nazol, fenilbutazon, suksinimid, sulfonamid, omeprazol, fenasemid, disulfiram, etanol (tertelan secara akut), trimethoprim dan asam valproat dapat meningkatkan toksisitas fenitoin. Efektivitas fenitoin dapat berkurang bila digunakan bersamaan dengan obat golongan bar-biturat, diazoksid, etanol, rifampisin, antasid, charcoal, karbamazepin, teofilin, dan sukralfat. Fenitoin dapat menurunkan efektifitas asetaminofen, kortikosteroid, dikumarol,disopiramid, doksisiklin, estrogen, haloperi-dol, amiodaron, karbamazepin, glikosida jantung, kuini-din, teofilin, methadon, metirapon, mexiletin, kontra-sepsi oral, dan asam valproat.

Kategori keamanan pada kehamilan: D-Tidak aman untuk kehamilan.

Peringatan: Diperlukan pemeriksaan hitung jenis dan analisis urin saat terapi dimulai untuk mengetahui adanya diskrasia darah. Hentikan penggunaan bila ter-dapat skin rash, kulit mengelupas, bulla dan purpura pada kulit. Infus yang cepat dapat menyebabkan ke-matian karena henti jantung, ditandai oleh melebarnya QRS. Hati-hati pada porfiria intermiten akut dan diabe-tes (karena meningkatkan kadar gula darah). Hentikan penggunaan bila terdapat disfungsi hati. 3. DiazepamTelah lama digunakan untuk menanggulangi kegawat-daruratan pada kejang eklamptik. Mempunyai waktu pa-ruh yang pendek dan efek depresi SSP yang signifikan.Dosis : 5 mg IV Kontraindikasi: Hipersensitif pada diazepam, narrow-angle glaucoma Interaksi: Pemberian bersama fenotiazin, barbiturat, alkohol dan MAOI meningkatkan toksisitas benzodia-zepin pada SSP.

Kategori keamanan pada kehamilan: D-tidak aman digunakan pada wanita hamil.

Peringatan : Dapat menyebabkan flebitis dan trom-bosis vena, jangan diberikan bila IV line tidak aman; Dapat menyebabkan apnea pada ibu dan henti jantung bila diberikan terlalu cepat. Pada neonatus dapat me-nyebabkan depresi nafas, hipotonia dan nafsu makan yang buruk.

Sodium benzoat berkompetisi dengan bilirubin untuk pengikatan albumin, sehingga merupakan faktor pre-disposisi kernikterus pada bayi.

ANTIHIPERTENSI

Hipertensi yang berasosiasi dengan eklampsia dapat dikontrol dengan adekuat dengan menghentikan ke-jang.

Antihipertensi digunakan bila tekanan diastolik >110 mmHg. untuk mempertahankan tekanan diastolik pada kisaran 90-100 mmHg.

Antihipertensi mempunyai 2 tujuan utama: (1) menu-runkan angka kematian maternal dan kematian yang berhubungan dengan kejang, stroke dan emboli paru dan (2) menurunkan angka kematian fetus dan kema-tian yang disebabkan oleh IUGR, placental abruption dan infark.

Bila tekanan darah diturunkan terlalu cepat akan me-nyebabkan hipoperfusi uterus. Pembuluh darah uterus biasanya mengalami vasodilatasi maksimal dan penu-runan tekanan darah ibu akan menyebabkan penu-runan perfusi uteroplasenta.

Walaupun cairan tubuh total pada pasien eklampsia berlebihan, volume intravaskular mengalami penyu-sutan dan wanita dengan eklampsia sangat sensitif pada perubahan volume cairan tubuh. Hipovolemia menyebabkan penurunan perfusi uterus sehingga penggunaan diuretik dan zat-zat hiperosmotik harus dihindari.

Obat-obatan yang biasa digunakan untuk wanita hamil dengan hipertensi adalah hidralazin dan labetalol. Nife-dipin telah lama digunakan tetapi masih kurang dapat diterima.1. Hidralazin

Merupakan vasodilator arteriolar langsung yang me-nyebabkan takikardi dan peningkatan cardiac output. Hidralazin membantu meningkatkan aliran darah ke uterus dan mencegah hipotensi. Hidralazin dimetabo-lisir di hati. Dapat mengontrol hipertensi pada 95% pasien dengan eklampsia.

Terapi Pre eklampsi

Page 16: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 15

Dosis: 5 mg IV ulangi 15-20 menit kemudian sampai tekanan darah <110 mmHg. Aksi obat mulai dalam 15 menit, puncaknya 30-60 menit, durasi kerja 4-6 jam.

Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap hidralazin, pe-nyakit rematik katup mitral jantung.

Interaksi: MAOI dan beta-bloker dapat meningkatkan toksisitas hidralazin dan efek farmakologi hidralazin dapat berkurang bila berinteraksi dengan indometasin.

Kategori keamanan pada kehamilan: C - keama-nan penggunaanya pada wanita hamil belum pernah ditetapkan.

Peringatan: Pasien dengan infark miokard, memiliki penyakit jantung koroner; Efek sampingnya kemera-han, sakit kepala, pusing-pusing, palpitasi, angina dan sindrom seperti idiosinkratik lupus.(biasanya pada penggunaan kronik)

2. Labetalol

Merupakan beta-bloker non selektif. Tersedia dalam preparat IV dan per oral. Digunakan sebagai pe-ngobatan alternatif dari hidralazin pada penderita eklampsia. Aliran darah ke uteroplasenta tidak dipe-ngaruhi oleh pemberian labetalol IV.

Dosis: Dosis awal 20 mg, dosis kedua ditingkatkan hingga 40 mg, dosis berikutnya hingga 80 mg sampai dosis kumulatif maksimal 300 mg; Dapat diberikan se-cara konstan melalui infus; Aksi obat dimulai setelah 5 menit, efek puncak pada 10-20 menit, durasi kerja obat 45 menit sampai 6 jam.

Kontraindikasi: Hipersensitif pada labetalol, shock kar-diogenik, edema paru, bradikardi, blok atrioventrikular, gagal jantung kongestif yang tidak terkompensasi; pe-nyakit saluran nafas reaktif, bradikardi berat.Interaksi: Menurunkan efek diuretik dan meningkat-kan toksisitas dari metotreksat, litium, dan salisilat. Menghilangkan refleks takikardi yang disebabkan oleh penggunaan nitrogliserin tanpa efek hipotensi. Simeti-din dapat meningkatkan kadar labetalol dalam gula darah. Glutetimid dapat menurunkan efek labetalol de-ngan cara menginduksi enzim mikrosomal.

Kategori keamanan pada kehamilan : C-keamanan penggunaanya pada wanita hamil belum ditetapkan.

Peringatan: Hati-hati bila digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Hentikan penggunaan bila terdapat

tanda disfungsi hati. Pada pasien yang berumur dapat terjadi keracunan ataupun respons yang rendah.

3. Nifedipin:

Merupakan Calcium Channel Blocker yang mempunyai efek vasodilatasi kuat arteriolar. Hanya tersedia dalam bentuk preparat oral.

Dosis: 10 mg per oral, dapat ditingkatkan sampai do-sis maksimal 120 mg/ hari

Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap nifedipin.

Interaksi: Hati-hati pada penggunaan bersamaan dengan obat lain yang berefek menurunkan tekanan darah, termasuk beta blocker dan opiat; H2 bloker (si-metidin) dapat meningkatkan toksisitas.

Kategori keamanan pada kehamilan: C - Keamanan penggunaannya pada wanita hamil belum ditetapkan.

Peringatan: Dapat menyebabkan edema ekstremitas bawah, jarang namun dapat terjadi hepatitis karena alergi. Masalah utama penggunaan nifedipin adalah hipotensi. Hipotensi biasanya terjadi bila mengkon-sumsi kalsium. Sebaiknya dihindari pada kehamilan dengan IUGR dan pada pasien dengan fetus yang ter-lacak memiliki detak jantung abnormal.

4. Klonidin

Merupakan agonis selektif reseptor 2 ( 2-agonis). Obat ini merangsang adrenoreseptor 2 di SSP dan perifer, tetapi efek antihipertensinya terutama akibat perangsangan reseptor 2 di SSP.

Dosis: dimulai dengan 0.1 mg dua kali sehari; dapat ditingkatkan 0.1-0.2 mg/hari sampai 2.4 mg/hari. Penggunaan klonidin menurunkan tekanan darah sebesar 30-60 mmHg, dengan efek puncak 2-4 jam dan durasi kerja 6-8 jam. Efek samping yang sering terjadi adalah mulut kering dan sedasi, gejala ortosta-tik kadang terjadi. Penghentian mendadak dapat me-nimbulkan reaksi putus obat.Kontraindikasi: Sick-sinus syndrome, blok artrioventri-kular derajat dua atau tiga.Interaksi: Diuretik, vasodilator, -bloker dapat mening-katkan efek antihipertensi. Pemberian bersamaan dengan -bloker dan atau glikosida jantung dapat menurunkan denyut jantung dan disritmia. Pembe-rian bersamaan dengan antidepresan trisiklik dapat menurunkan kemampuan klonidin dalam menurunkan tekanan darah.

Terapi Pre eklampsi

Page 17: cdk_160_Obsgin

16 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

Kategori keamanan pada kehamilan: C - keamanan penggunaannya pada wanita hamil belum ditetapkan.Peringatan: Hati-hati pada pasien dengan kelainan ritme jantung, kelainan sistem konduksi AV jantung, gagal ginjal, gangguan perfusi SSP ataupun perifer, depresi, polineuropati, konstipasi. Dapat menurunkan kemampuan mengendarai mobil ataupun mengopera-sikan mesin.

KESIMPULAN

Mengingat angka kejadian eklampsia dan komplikasi-nya yang serius hingga menyebabkan kematian, far-makoterapi adalah mutlak untuk menurunkan angka kematian, mencegah komplikasi dan memperbaiki eklampsia. Obat-obatan yang dipakai mulai dari an-tikonvulsan dan beberapa anti hipertensi. Akhir-akhir ini magnesium sulfat disebut sebagai drug of choice. Didukung oleh keamanan penggunaannya dalam ke-hamilan dan harganya yang murah, penggunaan mag-nesium sulfat memang harus dipikirkan untuk terapi eklampsia.

KEPUSTAKAAN

1. Belfort MA, Saade GR et al. Change in estimated cerebral perfusion pressure after treatment with nimodipine or magnesium sulfate in pa-tients with preeclampsia, Am J Obstet Gynecol 1999;181(2):402-07

2. Belfort MA, Anthony J et al. A comparison of magnesium sulfate and ni-modipine for the prevention of eclampsia. N Engl J Med 2003; 348(4): 304-11

3. Bolte AC, Eyck JV et al. Ketanserin versus dihydralazine in the manage-ment of severe early-onset preeclampsia: maternal outcome. Am J Obstet Gynecol, 1999 (Feb):371-77

4. Preventing and treating eclamptic seizures. BMJ 2003; 326(7379): 50.

5. Duley L, Henderson-Smart D. Magnesium Sulphate versus Diazepam for Eclampsia (review). Cochrane Library 2006, issue 4: CD000127, 2006

6. Duley L, Henderson-Smart D. Magnesium Sulphate versus Phenytoin for Eclampsia (review). Cochrane Library 2006, issue 4: CD000128, 2006

7. Duley L. Magnesium Sulphate should be used for eclamptic fits. BMJ 1996; 312: 639.

8. Eaton Lynn. Magnesium could save hundreds of women’s lives world-wide. BMJ 2002;324 : 1351.

9. Fugate SR, Chow GE .Eclampsia. emedicine.com/med/topic 633.htm, 2005.

10. Graham KM. Magnesium Sulfate in eclampsia. Lancet 1998; 351: 1062-63.

11. Greene MF : Magnesium Sulfate for preeclampsia. N Engl J Med 2003;348(4): 275-76.

12. Gulmezoglu AM, Duley L et al. Magnesium Sulphate and other anti-convulsants for women with pre-eclampsia (review). Cochrane Library 2006, issue 4: CD000025, 2006

13. Gulmezoglu AM, Duley L. Use of anticonvulsants in eclampsia and pre-eclampsia: Survey of Obstetricians in the United Kingdom & Republic of Ireland. BMJ 1998; 316: 975-976

14. Hardman JG. Goodman & Gilman’s, 10th ed. New York, McGraw-Hill,

200115. Mabie WC, Sibai BM, Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis &

Treatment, 8th ed. USA, Appleton & Lange, 1994, 39316. Magee LA, Cham C et al. Hydralazine for treatment of severe hyperten-

sion in pregnancy: meta-analysis, BMJ 2003; 327: 955-6017. MIMS, 104th ed. 2nd issue, 200618. Sibai BM. Treatment of hypertension in pregnant women. Br J Obstet.

Gynecol. 1996;335 (4): 257-65

Tabel 1. Kategori keamanan obat-obatan untuk

wanita hamil (US FDA)

Kategori A: Studi kontrol pada wanita hamil gagal memperlihatkan adanya risiko pada fetus di trimester pertama (dan tidak terdapat bukti adanya risiko pada penggunaan trimester berikutnya) dan adanya ke-mungkinan dapat memberikan efek buruk pada fetus amat sangat kecil

Kategori B: Penelitian-penelitian pada reproduksi binatang gagal memperlihatkan adanya risiko pada fetus tetapi tidak terdapat studi kontrol pada wanita hamil atau penelitian pada reproduksi binatang mem-perlihatkan adanya efek samping yang tidak dikuatkan pada studi kontrol pada wanita hamil trimester perta-ma (dan tidak terdapat bukti adanya risiko pada peng-gunaan trimester berikutnya).

Kategori C: Studi pada binatang mengungkapkan adanya efek samping pada fetus (teratogenik, embrio-sidal, atau lainnya) dan tidak terdapat studi kontrol pada wanita hamil. Atau penelitian baik pada binatang maupun wanita hamil tidak ada. Obat diberikan hanya bila terdapat keuntungan potensial yang sebanding dengan risiko buruk pada fetus.

Kategori D: Adanya bukti berisiko pada fetus manusia, namun karena keuntungan dalam penggunaan pada wanita hamil maka penggunaanya masih dapat diteri-ma. (misalnya penggunaannya pada situasi yang me-ngancam nyawa, sedangkan obat lain yang lebih aman tidak dapat digunakan atau tidak efektif)

Kategori X: Penelitian pada binatang maupun manusia memperlihatkan adanya abnormalitas fetus atau ter-bukti adanya risiko berdasarkan pengalaman manusia atau keduanya. Penggunaannya pada wanita hamil jauh lebih merugikan dibandingkan keuntungannya. Peng-gunaan obat ini merupakan kontraindikasi pada wanita hamil atau pada mereka yang mungkin akan hamil.

Terapi Pre eklampsi

Page 18: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 1�

Hubungan Jumlah Folikel Antraldengan Respons Ovariumterhadap Stimulasi Ovulasi

IB Putra Adnyana

Sub Divisi FER Bagian Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Sanglah Denpasar, Bali, Indonesia

ABSTRAK

Latar Belakang: Penelitian-penelitian menunjukkan adanya kemungkinan untuk memprediksi respons ovarium terhadap stimulasi ovulasi. Faktor-faktor yang mungkin dijadikan prediktor mencakup umur, volume ovarium, jum-lah folikel antral, aliran darah stromal ovarium, dan petanda hormonal seperti Follicle Stimulating Hormone (FSH), estradiol (E2) dan Inhibin B. Hitung folikel antral adalah salah satu cara pemeriksaan kapasitas ovarium yang sederhana. Dibandingkan pemeriksaan petanda hormonal, pemeriksaan folikel antral lebih sederhana, relatif lebih murah, dan hanya memerlukan sarana berupa alat ultrasonografi yang saat ini sudah tersedia secara luas dan penilaian hasilnya dapat dilakukan secara cepat.Tujuan: Mengetahui hubungan antara jumlah folikel antral dengan respons stimulasi ovulasiBahan dan Cara: Seluruh perempuan yang menjalani program FIV dengan stimulasi short protocol antara bulan Januari 2005 – Mei 2006 disertakan dalam penelitian. Dilakukan pengumpulan data hitung folikel antral hari kedua, jumlah folikel matur, jumlah total oosit, jumlah oosit matur, dan total dosis gonadotropin. Dilakukan analisis Kendall’s correlation test untuk menunjukkan hubungan.Hasil: Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna antara hitung folikel antral dengan hitung folikel matur (r=0,329; p=0,037), jumlah total oosit (r=0,506; p=0,001), jumlah oosit matur (r=0,492; p=0,002), dan total dosis gonadotropin (r=-0,477; p=0,002). Simpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara hitung folikel antral dengan respons ovarium terhadap stimulasi ovulasi dan didapatkan nilai titik potong hitung folikel antral sebesar 4,5.

Kata kunci: hitung folikel antral, respons ovarium, stimulasi ovulasi, short protocol

PENDAHULUAN

Untuk meningkatkan keberhasilan prosedur Fertilisasi In Vitro (FIV), diharapkan diperoleh lebih dari satu oosit dalam satu siklus. Makin banyak jumlah oosit akan ma-kin banyak jumlah embrio yang diperoleh dari keber-hasilan fertilisasi, dan sebagai hasil akhirnya angka ke-hamilan klinispun akan makin tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu prosedur stimulasi yang berhasil (ovulasi). Pada banyak kasus respons ovarium terhadap stimulasi ovulasi tidak seperti yang diharapkan.

Data menunjukkan adanya kemungkinan untuk mem-prediksi respons ovarium terhadap stimulasi ovulasi. Faktor-faktor yang mungkin dapat dijadikan prediktor mencakup umur, volume ovarium, jumlah folikel antral, aliran darah stromal ovarium, dan petanda hormonal seperti Follicle Stimulating Hormone (FSH), estradiol

(E2) dan Inhibin B(1). Faktor-faktor tersebut dapat juga disebut sebagai prediktor kapasitas ovarium (ovarian reserve). Kapasitas tersebut mencakup kuantitas dan kualitas oosit.

Hitung folikel antral adalah salah satu cara pemerik-saan kapasitas ovarium yang sederhana. Folikel antral adalah folikel-folikel kecil berdiameter sekitar 2 – 10 mm yang dapat dihitung dan diukur dengan peme-riksaan ultrasonografi. Ultrasonografi transvaginal adalah cara terbaik untuk mengukur dan menghitung folikel-folikel ini(2,3).

Dibandingkan pemeriksaan petanda hormonal, peme-riksaan folikel antral lebih sederhana, relatif lebih murah, dan hanya memerlukan sarana berupa alat ultrasonografi yang saat ini sudah tersedia luas dan penilaian hasilnya dapat dilakukan secara cepat.

Hasil Penelitian

Page 19: cdk_160_Obsgin

18 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

Untuk pemeriksaan kapasitas ovarium sebenarnya ada pemeriksaan yang lebih akurat, yaitu biopsi ovari-um. Akan tetapi pemeriksaan ini sangat invasif dan me-merlukan sarana alat laparoskopi yang sangat mahal.

Secara asumsi, jumlah folikel antral yang tampak se-cara ultrasonografi adalah indikatif untuk jumlah rela-tif folikel primordial yang tersisa dalam ovarium. Tiap folikel primordial mengandung satu oosit imatur yang potensial untuk berkembang kemudian. Dengan kata lain apabila hanya terdapat sedikit folikel antral yang terlihat maka terdapat lebih sedikit oosit yang tersisa dibandingkan apabila terlihat lebih banyak folikel antral saat pemeriksaan ultrasonografi (2,4).

Berapakah jumlah folikel antral yang baik? Tidak ada jawaban yang sempurna untuk pertanyaan ini. Hitung folikel antral belum dilakukan secara rutin sehingga belum cukup data untuk menjawab pertanyaan ini(2).

Untuk mendefinisikan respon ovarium terhadap sti-mulasi ovulasi pun belum terdapat titik potong abso-lut yang dapat diterima. Akan tetapi Advanced Fertility Center of Chicago mengklasifikasikan respons terha-dap stimulasi dengan (2):1. Low responder : diperoleh kurang dari 5 folikel ma-

tur2. Normal responder: diperoleh 5-8 folikel matur3. High responder:diperoleh lebih dari 8 folikel matur.Respon terhadap stimulasi sebagian besar dipe-ngaruhi oleh kapasitas ovarium. Perempuan dengan penurunan kapasitas ovarium memiliki angka kega-galan stimulasi dan angka kegagalan kehamilan yang tinggi. Hubungan antara uji hormonal dengan kapasi-tas ovarium telah ditetapkan, namun belum terdapat kesepakatan mengenai hubungan antara hitung folikel antral dan kapasitas ovarium(5).

Mengingat belum adanya titik potong jumlah folikel an-tral sebagai prediktor respons stimulasi ovulasi maka penelitian ini ditujukan untuk melihat adanya hubungan antara jumlah folikel antral dengan respon stimulasi ovulasi; dan berusaha untuk menentukan besar titik potong tersebut.

BAHAN DAN CARA

Rancangan penelitian adalah historical cohort dengan populasi seluruh perempuan yang sudah menjalani program Fertilisasi In Vitro (FIV) di klinik bayi tabung Graha Tunjung RSUP Sanglah Denpasar antara Ja-nuari 2005 sampai Mei 2006. Kriteria inklusi adalah perempuan yang menjalani program FIV dengan short

protocol dengan GnRH antagonis. Kriteria eksklusi adalah riwayat galaktore, hiperprolaktinemi, hirsutism, riwayat operasi ovarium, sindrom ovarium polikistik, endometriosis grade III-IV. Sampel penelitian adalah seluruh perempuan yang sudah menjalani program FIV di Klinik Bayi Tabung Graha Tunjung RSUP Sanglah Denpasar. Besar sampel penelitian dihitung dengan rumus :

n = jumlah sampel, Z = 1,96 (nilai Z untuk tingkat kemaknaan = 0,05), Z = 1,282 (Nilai Z untuk power penelitian sebesar 90%), ln = logaritma normal, r = perkiraan besar koefisien korelasi (dari kepustakan di-peroleh koefisien korelasi antara jumlah folikel antral dan jumlah oosit matur sebesar 0,65).

Jadi sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini se-dikitnya 20 sampel. Untuk menilai hubungan antara jumlah folikel antral dan respon stimulasi ovulasi di-lakukan analisis dengan metode regresi linear untuk mengestimasi koefisien korelasi (analisis dikerjakan dengan SPSS v 13.0)

Definisi Operasional Variabel

1. Jumlah folikel antral adalah jumlah folikel pada ke-dua ovarium dengan diameter 2 sampai 10 mm yang terlihat saat pemeriksaan ultrasonografi transvaginal (Kontron V3.00) pada siklus hari kedua dengan mengukur rata-rata diameter foli-kel dari 2 pengukuran tegak lurus dalam mm.

2. Respon ovarium terhadap stimulasi ovulasi dinilai dengan:

a. Jumlah total folikel matur (folikel matur adalah fo-likel berdiameter 16-24 mm dengan kadar E2 : 200 pg/ml per folikel saat penentuan pemberian HCG)

i. Respon baik adalah jika didapatkan folikel matur lima atau lebih.

ii. Respon buruk adalah jika didapatkan folikel matur kurang dari lima.

b. Jumlah total oosit yang diperoleh dalam prosedur petik ovum

c. Jumlah oosit matur yang diperoleh dalam prosedur petik ovum. Oosit matur adalah oosit dengan ku-mulus yang lebar dengan korona radiata tersebar merata mengelilingi oosit dan zona pelusida serta ooplasma tampak jelas.

d. Jumlah total dosis gonadotropin yang diperlukan dalam siklus stimulasi ovulasi.

Respon terhadap Stimulasi Ovulasi

Page 20: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 1�

3. Galaktore : sekresi persisten kelenjar mamma berupa cairan seperti susu yang tidak fisiologis (terjadi tidak segera setelah kehamilan).

4. Hiperprolaktinemi adalah kadar prolaktin serum lebih dari 18 pg/ml.

5. Hirsutisme : pertumbuhan rambut perempuan di tempat yang normalnya tidak ditemukan, rambut yang ditemukan kaku, dan terlihat di wajah, dada, perut, dan punggung (normal pada pria akan teta-pi tidak normal pada wanita).

6. Riwayat operasi ovarium : semua jenis operasi yang dapat mengurangi volume ovarium, di an-taranya ooforektomi, ooforektomi parsial, wedge resection, dan kistektomi.

7. Sindrom ovarium polikistik didiagnosis secara ul-trasonografi jika ditemukan 10 atau lebih folikel kecil (diameter <.10 mm) tersebar di bagian peri-fer ovarium

8. Endometriosis adalah jaringan endometrium yang berada di luar uterus dan ditegakkan berdasar-kan laparoskopi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Antara bulan Januari 2005 sampai bulan Mei 2006 didapatkan 26 pasien yang menjalani program IVF di klinik bayi tabung Graha Tunjung Rumah Sakit Sanglah Denpasar. Hanya 25 pasien yang memenuhi kriteria (1 pasien dieksklusi oleh karena Sindrom Ovarium Polikistik). Jumlah sampel ini sudah melebihi batas minimum sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data secara re- trospektif, kemudian dianalisis.

Karakteristik sampel

Tabel 1. Karakteristik Sampel

Tabel 2. Logistic Regression test

Dari karakteristik sampel tidak didapatkan perbedaan bermakna dalam hal umur, jenis infertilitas, dan lama infertilitas antara kelompok dengan folikel antral lima

Karakteristik

Umur

Jenis infertil - Primer - Sekunder

Lama infertil

Jumlah folikel antral ≥ 5

Mean: 32,75 tahunSD: 4,203

8 (53,3%)8 (80%)

Mean: 5,125 ta-hunSD: 3,1011

Jumlah folikelantral < 5

Mean: 36,56 tahunSD: 5,503

7 (46,7%)2 (20%)

Mean: 8,000 ta-hunSD: 5,4829

p

0,064

0,174

0,105

Karakteristik

Umur istriLama infertilJenis infertil

B

0,1570,005-1,008

P

0,2240,9760,395

atau lebih dan kurang dari lima. Berdasarkan uji re-gresi logistik, ketiga variabel tersebut tidak mempe-ngaruhi jumlah folikel antral.

Setelah diuji dengan Kendall’s correlation test didapat-kan hubungan bermakna antara jumlah folikel antral dengan jumlah folikel matur dengan r = 0,329 dan p = 0,037. (Gb.1)

Gambar 1. Grafik hubungan jumlah folikel antral dengan jumlah

folikel matur

Gambar 2. Grafik hubungan jumlah folikel antral dengan jumlah total

oosit

Setelah diuji dengan Kendall’s correlation test didapat-kan hubungan bermakna antara jumlah folikel antral dengan jumlah total oosit dengan r=0,506 dan p = 0,001. (Gb.2)

Gambar 3. Grafik hubungan jumlah folikel antral dengan jumlah oosit

matur

Setelah diuji dengan Kendall’s correlation test didapat-kan hubungan bermakna antara jumlah folikel antral dengan jumlah oosit matur dengan r= 0,490 dan p = 0,002. (Gb.3)Setelah diuji dengan Kendall’s correlation test didapat-kan hubungan bermakna antara jumlah folikel antral dengan jumlah total dosis gonadotropin dengan r= -0,477 dan p = 0,002. (Gb.4)

Respon terhadap Stimulasi Ovulasi

Page 21: cdk_160_Obsgin

20 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

Gambar 5. Kurva ROC hubungan hitung folikel antral dengan respons

stimulasi ovulasi

Dengan kurva ROC (Receiver Operator Curve) didapat-kan titik potong hitung folikel antral adalah 4,5 dengan sensitivitas 77,8% dan spesifisitas 71,4%. Dapat dihi-tung pula Nilai Prediksi Positif sebesar 87,5% dan Nilai Prediksi Negatif sebesar 55,6% dengan Tingkat Aku- rasi sebesar 76,0%. (Gb.5) Ini berarti apabila pada saat pemeriksaan sonografi transvaginal basal didapatkan jumlah folikel antral 5 atau lebih, maka dapat diprediksi akan terjadi respons stimulasi ovulasi yang baik sebe-sar 87,5 % sedangkan bila jumlah folikel antral basal kurang dari 5 maka dapat diprediksi akan terjadi res-pons stimulasi ovulasi yang buruk sebesar 55,6 % de-ngan tingkat akurasi pemeriksaan sebesar 76,0 %..

Jenis infertilitas menunjukkan perbedaan bermakna dalam respon ovarium terhadap stimulasi ovulasi. Pada jenis infertil sekunder, 100% menunjukkan respons baik. Hal ini karena pada infertil sekunder sebagian besar masalah bukan disebabkan oleh kapasitas ovarium.

Didapatkan hubungan bermakna antara jumlah folikel antral dengan respon ovarium terhadap stimulasi ovu-lasi. Respons ovarium dinilai dengan 4 parameter:1. Jumlah folikel matur

Makin banyak jumlah folikel antral akan mendapat-kan jumlah folikel matur yang makin banyak. De-ngan Kendall’s correlation test didapatkan r = 0,329 dan p = 0,037.

2. Jumlah total oositMakin banyak jumlah folikel antral akan mendapat-kan jumlah total oosit yang makin banyak. Dengan Kendall’s correlation test didapatkan r = 0,506 dan p = 0,001.

3. Jumlah oosit maturMakin banyak jumlah folikel antral akan mendapat-kan jumlah oosit matur yang makin banyak. Dengan Kendall’s correlation test didapatkan r = 0,490 dan p = 0,002.

4. Total dosis gonadotropinJumlah folikel antral yang makin banyak akan me-merlukan total dosis gonadotropin yang makin se-dikit. Dengan Kendall’s correlation test didapatkan r = -0,477 dan p = 0,002.

Nilai r pada correlation test menunjukkan kekuatan hubungan, makin mendekati 1 atau -1 berarti hubu-ngannya makin kuat, sedangkan bila r mendekati 0 berarti hubungannya makin lemah. Pada penelitian ini didapatkan jumlah total oosit menunjukkan hubungan yang paling kuat dengan hitung folikel antral.

Hasil ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelum-nya. Chiang MY melakukan penelitian prospektif pada 149 siklus FIV dari 130 pasangan. Disimpulkan bah-wa hitung folikel antral berkorelasi bermakna dengan jumlah oosit yang diperoleh dan jumlah embrio yang ditransfer(6).Hung YN(7) mengemukakan jumlah folikel antral mempunyai nilai prediktif yang lebih baik diban- dingkan FSH basal, dan umur. Pada perempuan de-ngan jumlah folikel antral yang lebih sedikit diperlukan dosis hMG yang lebih tinggi dan pemberian dalam jangka waktu yang lebih lama dan pada perempuan tersebut juga diperoleh lebih sedikit oosit.

Pada penelitian Dumesic(8), 25 perempuan yang ovu-lasinya normal menjalani pemeriksaan ultrasonografi transvaginal tiga dimensi, didapatkan hitung folikel an-tral berkorelasi positif dengan jumlah total oosit dan jumlah oosit matur setelah stimulasi dengan gonado-tropin untuk fertilisasi invitro.

Bancsi(4) mendapatkan hitung folikel antral merupakan prediktor tunggal terbaik untuk respon ovarium dalam program FIV.

Kupesic(9) mengemukakan bahwa pemeriksaan hitung folikel antral merupakan prediktor terbaik untuk ke-berhasilan FIV dibandingkan dengan kadar E2, volume ovarium, pengukuran stroma ovarium, dan rata-rata flow index stroma ovarium.

diagonal segments are produced by ties

Gambar 4. Grafik hubungan jumlah folikel antral dengan jumlah go-

nadotropin

Respon terhadap Stimulasi Ovulasi

Page 22: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 21

Scheffer(10) membandingkan kapasitas prediktif be-berapa marker. Pada perempuan dengan fertilitas normal dilakukan pemeriksaan hitung folikel antral, volume ovarium, FSH, E2, dan inhibin B, dan dilaku-kan pemeriksaan GAST. Hasilnya hitung folikel antral mempunyai asosiasi terbaik dengan umur kronologis wanita dengan fertilitas baik.

Popov ic -Todorov ic (1) mengemukakan bahwa jumlah folikel antral merupakan prediktor tunggal terkuat dari jum-lah folikel yang diaspirasi dan jumlah oosit yang dipetik.

Vladimirof(11) meneliti 29 pasien yang menjalani FIV. Sampel darah diambil dan dilakukan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal pada fase folikular dini, kemudian dilakukan stimulasi long protocol. Kesim-pulannya hitung folikel antral dan diameter rata-rata ovarium mempunyai nilai prognostik yang baik terha-dap keberhasilan FIV.

Penelitian retrospektif terhadap beberapa prediktor keberhasilan stimulasi ovulasi dalam teknologi re-produksi bantuan mendapatkan bahwa hitung folikel antral memiliki hubungan bermakna dengan jumlah oosit yang berhasil dipetik dan merupakan prediktor yang baik terhadap terjadinya kehamilan secara kli-nis(12).

Tabel 3. Penelitian-penelitian hitung folikel antral

Penelitian-penelitian tersebut (tabel 3) tidak menge-mukakan adanya suatu nilai titik potong jumlah folikel antral yang menghasilkan respon stimulasi ovulasi baik. Dengan kurva ROC kami berusaha menentukan

Penelitian

Penelitian Ini

Popovic Todorovic B(2003)(1)

Muttukrishna (2005) (12)

Pohl M (2000) (13)

Kupesic (9)

Hung YN (7)

Parameter

Folikel maturTotal oositOosit MaturDosis GonadotropinFolikel maturTotal oosit

Total oosit

Total oosit

Total oosit

Total oosit

r

0,3290,5060,490-0,4770,3270,249

0,505

0,146

p

0,0370,0010,0020,002<0,001<0,001

<0,001

<0,001

0,0778

0,003

nilai titik potong hitung folikel antral tersebut, dan di-dapatkan nilai 4,5 dengan sensitivitas 77,8% dan spesifisitas 71,4%. Ini berarti respon ovarium baik sebesar 77,8 % jika pada pemeriksaan sonografi transvaginal basal ditemukan jumlah folikel antral 5 atau lebih dan respon ovarium buruk sebesar 71,4 % bila pada pemeriksaan sonografi transvaginal basal ditemukan folikel antral kurang dari 5.

Dapat dihitung pula Ni-lai Prediksi Positif sebe-sar 87,5% dan Nilai Prediksi Negatif sebe-sar 55,6% dan Tingkat Akurasi sebesar 76,0%. Ini berarti apabila dalam pemeriksaan sonografi transvaginal basal dite-

mukan jumlah folikel antral lima atau lebih dapat di-prediksi kemungkinan respons baik sebesar 87,5%, sebaliknya bila ditemukan jumlah folikel antral kurang dari lima, dapat diprediksi kemungkinan respons buruk sebesar 55,6% dengan tingkat akurasi pemeriksaan sebesar 76,0%.

Lunenfeld(15) menyatakan bahwa untuk memprediksi respon ovarium terhadap stimulasi ovulasi dapat di-pergunakan hitung folikel antral. Hitung folikel antral kurang dari 6 dapat memprediksi respon buruk. Hi-tung folikel antral dengan jumlah 6-12 akan memberi-kan respon normal, dan hitung folikel antral 13 atau lebih akan mengakibatkan hiperrespons.

Kekurangan penelitian ini adalah jumlah sampel yang sedikit sehingga titik potong kurva ROC mungkin kurang akurat. Di samping itu disain penelitian ini adalah his-torical cohort sehingga tidak mungkin melakukan kon-trol yang baik terhadap semua variabel lain.

SIMPULAN DAN SARAN

1. Didapatkan hubungan bermakna antara jumlah fo-likel antral dengan respon ovarium terhadap stimu-lasi ovulasi, yang dapat dilihat dari:

a. Adanya hubungan positif bermakna antara jumlah folikel antral dengan jumlah folikel matur.

b. Adanya hubungan positif bermakna antara jumlah folikel antral dengan jumlah total oosit.

c. Adanya hubungan positif bermakna antara jumlah folikel antral dengan jumlah oosit matur.

d. Adanya hubungan negatif bermakna antara jumlah folikel antral dengan total dosis gonadotropin.

2. Dengan titik potong 4,5 didapatkan sensitivitas

Respon terhadap Stimulasi Ovulasi

Pasien-pasien yang memiliki kurang dari 5

folikel pada status basal memerlukan peng-

obatan tambahan dan menghasilkan jumlah

oosit lebih sedikit tetapi memiliki angka

kejadian kehamilan sampai 35% (14).

Page 23: cdk_160_Obsgin

22 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

77,8% dan spesifisitas 71,4% untuk jumlah folikel antral sebagai prediktor respon ovarium terha-dap stimulasi ovulasi dengan Nilai Prediksi Positif sebesar 87,5% dan Nilai Prediksi Negatif sebesar 55,6%.

3. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel lebih besar sehingga dapat ditentukan titik potong yang lebih tepat agar hitung folikel antral dapat dipergunakan sebagai prediktor yang lebih akurat dalam memprediksi respons ovarium terha-dap stimulasi ovulasi.

4. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk penentuan dosis dan protokol stimulasi sesuai dengan jumlah folikel antral.

KEPUSTAKAAN

1. Popovic-Todorovic B, Loft A, Lindhard A et al. A prospective study of predictive factors of ovarian response in ’standard’ IVF/ICSI patients treated with recombinant FSH. A Suggestion for a recombinant FSH dosage normogram. Human Reproduction 2003;18(4):781-787

2. Anonim. Methods to help predict female fertility, IVF cancellation risk, response to ovarian stimulation drugs, and number of eggs retrieved for IVF. Advanced Fertility Center of Chicago. http://www.advancefer-tility.com/antralfolliclecounts.html. 2005.

3. Speroff L,Glass RH, Kase NG. Induction of Ovulation. In: Clinical Gyne-cology, Endocrinology and Infertility, 6th ed.,1999.hal.1097-132

4. Bancsi LF, Broekmans FJ, Eijkemans MJ et al. Predictors of poor ova-rian response in in vitro fertilization : a prospective study comparing basal markers of ovarian reserve. Fertil Steril 2002;77(2):328-36

5. Elter K, Kavak ZN, Gokasian H et al. Antral follicle assessment after down-regulation may be a useful tool for predicting pregnancy loss in in vitro fertilization pregnancies. Gynecol. Endocrinol.2005; 21(1):33-37

6. Chang MY, Chiang CH, Hsieh TT et al. Use of antral follicle count to predict the outcome of assisted reproductive technologies. Fertil Ste-ril.1998; 69(3):505-510

7. Hung YN, Oi ST, Pak CH. The significance of the number of antral fol-licles prior to stimulation in predicting ovarian responses in an IVF pro-gramme. Human Reprod. 2000;15(9):1937-1942

8. Dumesic DA, Damario MA, Session DR et al. Ovarian morphology and serum hormone markers as predictors of ovarian follicle recruitment by gonadotropins for in vitro fertilization. J Clin Endocrinol & Metabo-lism 2001;86:2538-2543

9. Kupesic S, Kurjak A. Predictors of IVF outcome by three-dimensional ultrasound. Human Reproduction 2002;17(4):950-955.

10. Scheffer GJ, Broekmans FJM, Looman CWN, et al.The number of an-tral follicles in normal women with proven fertility is the best reflection of reproductive age. Human Reprod. 2003;18(4):700-706

11. Vladimirof I, Tacheva D, Blagoeva V. Prognostic value of some hor-monal and ultrasound ovarian reserve test. Akush Ginekol. 2003; 42(5):14-20

12. Muttukrishna S, McGarrigle H, Wakim R, et al. Antral follicle count, anti-mullerian hormone and inhibin B: predictors of ovarian res-ponse in assisted reproductive technology ? Br.J.Obstetr.Gynecol. 2005;112(10):1384

13. Pohl M, Hohlagschwandtner M, Obruca A et al. Number and size of antral follicles as predictive factors in invitro fertilization and embryo transver. J. Assisted Reprod. Genetics 2000;17:315-318

14. Scott RT Jr. Evaluation and treatment of the low responder patient. Textbook of Assisted Reproductive Techniques Laboratory and Clinical Perspectives 2001. hal. 527-42

15. Lunenfeld B. What’s new in ovarian stimulation? Life (Learning Initia-tives for Fertility Experts. 2006;14(2): 25

Respon terhadap Stimulasi Ovulasi

Page 24: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 23

PENDAHULUAN

Bayi berat lahir rendah (< 2500 g) sampai saat ini ma-sih merupakan penyebab utama mortalitas dan mor-biditas. Bayi berat lahir rendah dapat dibedakan atas bayi yang dilahirkan prematur dan bayi yang mengala-mi pertumbuhan janin terhambat (intrauterine growth retardation/IUGR). Di negara maju, sekitar 2/3 bayi berat lahir rendah (BBLR) disebabkan oleh prematuri-tas, sedangkan di negara sedang berkembang seba-gian besar BBLR disebabkan oleh pertumbuhan janin terhambat.1

Setiap tahun di Amerika Serikat terdapat sekitar 250.000 bayi dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 g. The National Institutes of Health mem-perkirakan bahwa kurang lebih 40.000 kasus meru-pakan bayi aterm dan selebihnya bayi preterm yang mengalami retardasi pertumbuhan (Frigoletto, 1986). Bayi-bayi lainnya mencakup bayi preterm dan bayi pre-term yang juga mengalami retardasi pertumbuhan sehingga risiko menjadi lebih besar.1,2

Kejadian pertumbuhan janin terhambat (PJT) bervaria- si antara 3-10%, tergantung pada populasi, geografi dan definisi yang digunakan. Sekitar 2/3 pertumbu-han janin terhambat berasal dari kelompok kehamilan risiko tinggi (hipertensi, perdarahan anterpartum, ibu menderita penyakit jantung atau ginjal, uterus multi-pel, dsb) sedangkan 1/3 lainnya berasal dari kelom-pok yang diketahui tidak mempunyai faktor risiko.3,4

Pertumbuhan janin terhambat adalah suatu keadaan yang dialami oleh bayi-bayi yang mempunyai berat badan di bawah batasan tertentu dari umur kehami-lannya.4,5

Definisi yang paling sering digunakan adalah bayi-bayi yang mempunyai berat badan di bawah 10 persentil dari kurva berat badan normal. Penulis lainnya meng-gunakan titik potong (cut-off point) 5 persentil, ada juga yang memakai 2 SD (kira-kira 3 persentil).3,5

Selain itu ada yang menyatakan bahwa pertumbuhan

janin terhambat merupakan definisi postnatal karena baru diketahui pasti setelah bayi dilahirkan. Memang sampai saat ini belum dikenal cara yang dapat me-nentukan berat bayi intra-uterin secara akurat; namun banyak penelitian telah membuktikan bahwa dengan mengenali secara dini adanya gangguan pertumbu-han janin (apapun batasan yang digunakan), mortali-tas dan morbiditas perinatal akibat pertumbuhan janin terhambat akan dapat dikurangi.

Sekitar 70% kematian akibat pertumbuhan janin ter-hambat dapat dicegah jika kelainan tersebut dapat dikenali sebelum kehamilan 34 minggu. Cara-cara pemeriksaan klinis untuk mendeteksi pertumbuhan janin terhambat seperti pengukuran tinggi fundus, prakiraan berat janin dsb. hasilnya sering kurang aku-rat, terutama pada penderita gemuk, kelainan letak jantung dan pada kehamilan dengan oligo atau polihi-dramnion.

Ultrasonografi (USG) saat ini dipandang sebagai suatu metode pemeriksaan yang paling akurat untuk men-deteksi pertumbuhan janin terhambat. Pemeriksaan USG bermanfaat dalam menentukan jenis, progresi-vitas (derajat) dan prognosis pertumbuhan janin ter-hambat serta berguna dalam menentukan cara pe-nanganan yang paling tepat. Dengan demikian USG sangat berperan di dalam upaya penurunan angka mortalitas dan morbiditas akibat pertumbuhan janin terhambat.6,7,8

KRITERIA DIAGNOSIS

Diagnosis baru dapat ditegakkan bila usia kehamilan telah mencapai 28 minggu ke atas.

Pertumbuhan janin dinyatakan terhambat bila secara klinis dan USG didapatkan taksiran berat badan janin di bawah 10 persentil dari kurva berat badan normal. Ada yang menggunakan titik potong (cut off point) 5 persentil, ada pula yang menggunakan 2 SD (kira-kira 3 persentil).3,5

Meskipun sekitar 50% pertumbuhan janin terham-

Pertumbuhan Janin TerhambatJefferson Rompas

Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/

Rumah Sakit Umum Pusat Manado

Hasil Penelitian

Page 25: cdk_160_Obsgin

24 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

bat belum diketahui penyebabnya, ada beberapa fak-tor yang diketahui dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat.1) Faktor ibu

a. Penyakit paru kronikb. Penyakit jantung sianotikc. Hipertensid. Anemi berate. Malnutrisif. Konsumsi rendah kalorig. Merokok & adiksi obath. Gangguan absorpsi makanan (operasi resek-

si usus)i. Riwayat PJT sebelumnyaj. Penambahan berat badan ibu selama ke-

hamilan < 7 kg pada saat aterm atau berat badan ibu kurang dari 45 kg

k. Penambahan tinggi fundus uteri < 10 persen-til menurut kurva normal

2) Faktor plasenta

a. Plasenta kecil dan penderita hipertensib. Plasenta sirkumvalatac. Implantasi plasenta abnormald. Solusio plasenta

3) Faktor janin

a. Kelainan kongenitalb. Trisomi(18,21)c. Infeksi intrauterin (TORCH, AIDS)d. Radiasi

Diagnosis Banding : Preterm

KLASIFIKASI

Berdasarkan proses terjadinya, pertumbuhan janin terhambat dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kelom-pok, yaitu:1) Pertumbuhan janin terhambat tipe I (simetrik, pro-

porsional) yang terjadi akibat berkurangnya potensi pertumbuhan janin.

2) Pertumbuhan janin terhambat tipe II (asimetrik, disproporsional) yang terjadi akibat pembatasan pertumbuhan janin.

Jenis yang paling banyak dijumpai adalah tipe II yaitu sekitar 80%, sisanya tipe I.6,8,9

Bentuk pertumbuhan janin terhambat ditentukan oleh saat gangguan timbul dan lamanya stimuli penyebab gangguan, berat dan asal gangguan.

Proses pertumbuhan sel-sel pada organ janin dan plasenta dapat dibagi ke dalam 3 fase, yaitu:

1) Fase hiperplasi atau proliferasi (penambahan jum-lah sel)

2) Fase hiperplasi terjadi bersamaan dengan fase hi-pertrofi

3) Fase hipertrofi (penambahan ukuran sel)Fase hiperplasi dimulai di awal perkembangan janin, ke-mudian sesuai dengan perkembangan kehamilan secara bertahap terjadi pergeseran ke fase hipertrofi.10,11

Gangguan pertumbuhan (malnutrisi) yang terjadi pada fase hiperplasi akan menyebabkan pengurangan jum-lah sel yang sifatnya permanen (pertumbuhan janin terhambat tipe I) sedangkan malnutrisi pada fase hi-pertrofi akan menyebabkan pengurangan ukuran sel yang sifatnya reversibel (pertumbuhan janin terhambat tipe II). Malnutrisi pada fase hiperplasi dan hipertrofi akan menyebabkan pengurangan jumlah dan ukuran sel (pertumbuhan janin terhambat tipe campuran).

Pada pertumbuhan janin terhambat tipe I gangguan pertumbuhan telah dimulai sejak awal kehamilan. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kelainan gene-tik pada kromosom, kelainan kongenital, infeksi virus, obat-obatan teratogenik, dsb. Gambaran pertumbuh-an janin terhambat tipe I adalah berupa pengurangan ukuran organ-organ janin yang sifatnya menyeluruh (proporsional) baik ukuran kepala, ukuran tubuh, mau-pun panjang janin.12,13

Pada pertumbuhan janin terhambat tipe II, gangguan biasanya dimulai pada kehamilan trimester III. Pada awalnya pertumbuhan janin berlangsung normal, ke-mudian laju pertumbuhan berkurang, akhirnya ber-henti. Organ yang paling rawan terkena adalah or-gan-organ internal (ginjal, paru, hepar, usus, timus, adrenal, limpa). Lemak subkutis akan berkurang. Pertumbuhan otak (kepala) biasanya tidak terganggu, sehingga terjadi disproporsi antara ukuran kepala dengan ukuran tubuh. Kelainan ini sering terjadi aki-bat gangguan fungsi plasenta (insufisiensi plasenta) yang menyebabkan suplai oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin menjadi berkurang. Secara umum berat janin sedikit berkurang. Oleh karena itu pertumbuhan otak jarang terganggu, atau terjadi pada keadaan yang pa-ling akhir. Mekanisme ini dikenal sebagai brain-sparing phenomenon.13

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1) Pemantauan klinis dengan Gravidogram menu-

rut JICA sebagai prakiraan adanya PJT ber-dasarkan pengamatan faktor-faktor risiko dan ketidaksesuaian tinggi fundus uteri dengan umur

Pertumbuhan Janin Terhambat

Page 26: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 25

kehamilannya dapat digunakan di daerah yang be-lum mempunyai peralatan USG.

2) USG Ultrasonografi (USG) saat ini dipandang sebagai metode pemeriksaan yang paling akurat untuk mendeteksi adanya pertumbuhan janin terhambat. Pemeriksaan USG bermanfaat dalam menentukan jenis, progresivitas (derajat) pertumbuhan janin ter-hambat, prognosis dan cara penanganan pertumbu-han janin terhambat. Syarat utama untuk mengeta-hui apakah pertumbuhan janin berjalan normal atau tidak adalah usia kehamilan yang tepat. Usia kehami-lan secara tradisional dihitung dari tanggal hari per-tama haid terakhir (HPHT). Namun sekitar 20-40% ibu hamil HPHT-nya tidak dapat dipercaya, misalnya karena: 1) lupa; 2) riwayat oligomenore atau me-troragi; 3) perdarahan akibat AKDR; 4) perdarahan nidasi dan 5) riwayat penggunaan kontrasepsi 12,13

Pada pemeriksaan USG dapat dicari tanda-tanda fung-sional janin yang dapat dibedakan atas “tanda-tanda keras” (hard signs) dan “tanda-tanda lunak” (soft signs).

Tanda-tanda keras bermanfaat untuk menentukan etiologi dan prognosis janin; merupakan tanda-tanda yang dapat diukur dan mempunyai pengaruh besar pada kejadian kematian perinatal.

Tanda-tanda keras tersebut adalah:a. Penilaian volume cairan amnion

Ultrasonografi dapat digunakan untuk menilai vo-lume cairan amnion secara semikuantitatif, yang sangat berguna di dalam evaluasi pertumbuhan janin terhambat. Beberapa cara penilaian volume cairan amnion, misalnya mengukur diameter ver-tikal kantung amnion yang terbesar, atau meng-hitung skor 4 kuadran kantong amnion. Manning (1981) mengemukakan bahwa perkiraan kualita-tif volume cairan amnion dapat digunakan untuk mengenali retardasi pertumbuhan janin. Hasil abnormal jika ditemukan kantong cairan beruku-ran <1 cm. Diagnosis oligohidramnion ditegakkan bila diameter vertikal amnion <1 cm (penulis lain memakai batasan 2 cm), atau bila skor 4 kuadran kantung amnion <5. Bila terdapat oligohidramnion maka risiko kematian perinatal akibat komplikasi asfiksi akan meningkat lebih dari 50 kali lipat. Oleh karena itu adanya oligohidramnion pada pertum-buhan janin terhambat dianggap sebagai keadaan emergensi dan merupakan indikasi terminasi pada janin yang sudah mampu hidup (viable). Kemung-

kinan adanya kelainan bawaan yang dapat menye-babkan oligohidramnion (seperti agenesis atau dis-genesis ginjal yang sering menyertai pertumbuhan janin terhambat) juga perlu diwaspadai.12,13

b. Penilaian kesejahteraan janinPenilaian kesejahteraan janin terutama berguna untuk mendeteksi adanya asfiksi intrauterin. Bebe-rapa cara pemeriksaan antara lain penilaian profil biofisik janin, kardiotokografi (KTG) dan analisis gas darah janin. Penilaian profil biofisik janin terdiri atas penilaian gerakan tubuh janin, gerak pernapasan janin, tonus janin dan volume cairan amnion ber-dasarkan pemeriksaan USG disertai dengan pe-nilaian reaktivitas denyut jantung janin berdasarkan atas sistem skoring janin berdasarkan tes tanpa kontraksi (non-stress test) dengan KTG. Penilaian didasarkan atas sistem skoring (skor total antara 1-10). Angka kematian perinatal akibat asfiksi akan jelas meningkat bila nilai skor < 4.12,13

c. Penilaian sistem organ janinPenilaian ini bermanfaat untuk menentukan etiologi dan derajat pertumbuhan janin terhambat. Misal-nya, rasio lingkar kepala terhadap lingkar abdomen (rasio HC/AC) akan meningkat pada pertumbuhan janin terhambat tipe II; sedangkan pada pertumbuh-an janin terhambat tipe I, rasio HC/ACnya normal. Makin berat derajat pertumbuhan janin terhambat tipe II, rasio HC/AC akan makin besar meskipun pada pertumbuhan janin terhambat tipe II yang ter-jadi pada kehamilan yang lebih muda, rasio HC/AC-nya normal.12,13

d. Pemeriksaan DopplerDitujukan untuk menilai perubahan resistensi vaskuler melalui pengukuran kecepatan arus darah dengan gelombang ultrasonik.

Pertumbuhan janin terhambat tipe II yang terutama akibat insufisiensi plasenta akan terdiagnosis dengan baik secara Ultrasonik Doppler. Didapatkan pening-katan resistensi perifer kapiler-kapiler dalam rahim (terutama pada Hipertensi Dalam Kehamilan ditandai dengan penurunan tekanan diastolik sehingga akan terjadi peninggian rasio sistolik/diastolik), indeks pul-satilitas dan indeks resistensi. Akhir-akhir ini Ultra-sonik Doppler dianggap sebagai metoda yang dapat paling dini mendiagnosis gangguan pertumbuhan se-belum terlihat tanda-tanda lain. Kelainan aliran darah pada pemeriksaan Doppler baru akan terdeteksi oleh Kardiotokografi 1 minggu kemudian, hilangnya ge-lombang diastolik (lost of end diastolic velocity wave-form) akan diikuti oleh kelainan kardiotokogram 3-4 hari kemudian. Gelombang diastolik terbalik (reversed

Pertumbuhan Janin Terhambat

Page 27: cdk_160_Obsgin

26 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

diastolic flow) akan disertai dengan peningkatan kema-tian perinatal dalam waktu 48-72 jam. Dengan demiki-an, pemeriksaan Ultrasonik Doppler bisa mengetahui kemungkinan etiologi, derajat penyakit dan prognosis janin dengan pertumbuhan terhambat.

Identifikasi bentuk gelombang abnormal di arteri um-bilikalis perlu dicurigai sebagai tanda adanya retar-dasi pertumbuhan janin. Kelainan bentuk gelombang tersebut adalah jika tidak ditemukan aliran diastolik akhir pada gelombang aliran arteri umbilikalis. Kelain-an bentuk gelombang aorta janin yang abnormal dan berkurangnva aliran darah aorta juga dapat meru-pakan tanda yang perlu dicurigai. Peningkatan pulsa-tilitas arteri umbilikalis dan penurunan pulsatilitas ar-teri karotis yang terjadi bersamaan juga dapat terjadi pada retardasi pertumbuhan janin.

Pada keadaan resistensi vaskuler yang meningkat, maka kecepatan arus darah selama sistolik akan me-ningkat, sedangkan kecepatan arus darah selama diastolik akan berkurang. Makin besar peningkatan re-sistensi vaskuler, kecepatan arus darah diastolik akan makin berkurang. Perubahan-perubahan ini digunakan sebagai cara penentuan resistensi vaskuler, misalnya dengan penghitungan rasio sistolik/diastolik (rasio S/D), indeks pulsatilitas, dan indeks resistensi.

Keadaan ini akan menyebabkan perubahan gambaran velosimetri arus darah di dalam arteri umbilikal yang berbanding lurus dengan derajat peningkatan resis-tensi mikrovaskuler plasenta. Penilaian velosimetri darah arteri umbilikal berguna untuk mengenali per-tumbuhan janin terhambat akibat insufisiensi plasenta dan juga untuk menentukan beratnya penyakit. Pada pertumbuhan janin terhambat, biasanya janin me-ngalami asfiksi kronik dan terjadi redistribusi aliran darah. Pemeriksaan velosimetri pembuluh darah janin tertentu (arteri karotis, aorta abdominalis) dapat me-

nentukan adanya risiko asfiksi, dan derajat beratnya asfiksi janin pada pertumbuhan janin terhambat yang disebabkan insufisiensi plasenta. Selain itu pemerik-saan ini juga dapat membedakan pertumbuhan janin terhambat akibat insufisiensi plasenta dari pertumbu-han janin terhambat akibat kelainan kongenital.

Terdapat bukti kuat bahwa velosimetri Doppler um-bilikal berhubungan dengan hasil perinatal pada ke-lompok risiko tinggi. Lebih jauh lagi pengetahuan akan data Doppler berhubungan dengan penurunan angka kematian perinatal, yang juga menurunkan frekuensi intervensi medis seperti pengawasan antenatal, induk-si persalinan, dan SC karena gawat janin. Velosimetri doppler arteri umbilikal terutama untuk pemeriksaan fungsi plasenta. Gabungan data doppler kedua velo-simetri umbilikal dan velosimetri serebral memberikan informasi tambahan pada janin dengan abnormalitas plasenta. 12,13

Tanda-tanda lunak

Merupakan tanda-tanda pada janin dengan pertumbu-han terhambat yang kurang objektif dan belum jelas hubungannya dengan etiologi, derajat dan prognosis janin. Tanda-tanda tersebut antara lain:a. Penilaian maturasi plasenta

Walaupun derajat maturasi plasenta me-ningkat sesuai dengan pertumbuhan umur kehamilan(Grannum dkk, 1979), akan tetapi tidak berhubungan dengan berat badan anak. Kazzi dkk (1983) melaporkan bahwa plasenta derajat III pada janin preterm atau kecil menurut usia gestasional, yang didefinisikan melalui diameter biparietal ≤ 87 mm, memiliki kaitan tinggi dengan retardasi per-tumbuhan janin. Sampai saat ini keadaan tersebut belum dikonfirmasikan pada kehamilan tunggal, na-mun proses penuaan plasenta yang makin cepat pernah dilaporkan jika kehamilan kembar tersebut dibandingkan dengan kehamilan tungal (Trudinaer dan Cook, 1985).

b. Penilaian ketebalan lemak subkutanBayi normal akan memperlihatkan penimbunan le-mak subkutan yang cukup tebal, terutama di dae-rah pipi, perut dan tengkuk (Dragon sign).

c. Penilaian ketebalan lemak dan otot janinKeadaan dan status gizi janin dihubungkan dengan besarnya lingkaran pertengahan paha janin.

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan terutama berdasarkan kausanya :- Bila dicurigai, rujuk ke pusat pelayanan kesehatan

Pertumbuhan Janin Terhambat

Pada keadaan insufisiensi plasen-

ta terjadi perubahan abnormal

mikrosirkulasi plasenta yang

akan menyebabkan peningkatan

resistensi vaskuler plasenta.

Page 28: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 2�

/rumah sakit terdekat.- Pada kasus preterm dengan pertumbuhan janin

terhambat dapat dilakukan pematangan paru –paru dan asupan nutrisi tinggi kalori mudah cerna, banyak minum > 2000 ml/hari dan banyak istira-hat. (tidur miring)

1) Terminasi kehamilanBila pertumbuhan janin tidak ada dan maturitas paru cukup (biasanya pada kehamilan 35 minggu) dilakukan terminasi dengan cara :

a. Janin reaktif : Induksi persalinan didahului de-ngan pematangan serviks

b. Janin non reaktif atau terdapat gejala gawat janin : seksio sesarea

c. Jika terdapat oligohidramnion berat disarankan untuk perabdominan.

Bayi membutuhkan penanganan khusus (khususnya bayi dengan asfiksi). Sambil menunggu jumlah ASI op-timal, dapat diberikan pengganti ASI.2) Penyulit :Tergantung keadaan janin :

- PJT simetrik : akibat kelainan genetik- PJT asimetrik : hipoksi akibat insufisiensi plasen-

ta, infeksi, dll- Kematian janin dalam kandungan/di luar kan-

dungan- Cacat bawaan

PROGNOSIS

Ibu umumnya baik, janin bergantung keadaannya.

KEPUSTAKAAN

1. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Preterm and Postterm Preg-nancy and Inappropriate Fetal Growth. Dalam: Williams Obstetrics ed.19. East Norwalk. Connecticut. Appleton & Lange. 1993. 853-83

2. Moeloek FA, Nuranna L, Wibowo N, Purbadi S. Pertumbuhan Janin Terhambat. Dalam : Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Jakarta. 2003. 49-51

3. Manning FA, Huhler C. Intrauterine Growth Retardation. Diagnosis, Prognostication, and Management Based on Ultrasound Methods. Dalam: Fleischer AC, Romero R, Manning FA, Jeanty P. James AE, eds. The Principle and Practice of Ultrasonography in Obstetric and Gynecology. Ed. 4. London. Prentice-Hall Internat Inc. 1991. 331-47.

4. Tabussum G, Karim SA, Khan S, Naru TY. Preterm Birth - Its Etiology and Outcome. JPMA 1994. 44: 68-9.

5. Mose JC. Pertumbuhan Janin Terhambat. Dalam: Wijayanegara H, Wirakusumah FF, Mose JC. eds: Ultrasonografi Kedokteran jilid I. Per-himpunan Ultrasonografr Kedokteran Indonesia Cabang Jawa Barat. Cetakan II. Bandung. 1996. 53-60.

6. Lin CC, Evans MI. Introduction. Dalam: Lin CC, Evans MI eds. Intraute-rine Growth Retardation: Pathophysiology and Clinical Management. USA. Mc Graw - Hill Book Co. 1984. 3-16.

7. Arias F. Practical Guide to High Risk Pregnancy and Delivery. ed.2. St Louis, Missouri. Mosby Year Book. 1993. 301-18.

8. Budjang RF. Pertumbuhan Janin Terhambat. Dalam : Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI / RSCM. Jakarta. 1999. 771-90.

9. Wiknjosastro GH. Penanganan Pertumbuhan Janin Terhambat:. Da-lam: Pusponegoro TS, Abdulatif, Monintja HE. Perinatologi tahun 2000. Forum Ilmiah Perinatologi FKUI - RSAB Harapan Kita. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 1993. 25-7.

10. Thompson HE, Bernstine RC. Complications of Pregnancy. Dalam: Diag-nostic Ultrasound in Clinical Obstetrics and Gynecology. John Wiley & Sons. Toronto. 1978. 110-210.

11. Queenan JT. Intrauterine Growth Retardation. Dalam: Management of High Risk Pregnancy. USA. Blackell Scientific Publ. 1994. 413-8.

12. Varner MW. Disproportionate Fetal Growth. Dalam Obstetrics and Gynecology Diagnostic and Treatment. ed 8. Connecticut. Appleton & Co. 1994. 344-56.

13. Bahado-Singh RO et.al. The Doppler Cerebroplacental Ratio and Peri-natal Outcome in Intrauterine Growth Restriction. Dalam: Am J. Obs-tet Gvnecol. 1999; 180 part I: 750-6.

Pertumbuhan Janin Terhambat

Page 29: cdk_160_Obsgin

28 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

Gambaran Histopatologi Kulitpada Pengobatan Tradisional Kerokan

Didik Gunawan Tamtomo

Lab Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta

ABSTRAK

Latar belakang. Kerokan adalah suatu pengobatan tradisional Jawa dengan cara menekan dan menggeserkan mata uang logam pada tubuh berulang-ulang dengan cairan yang licin sehingga terjadi warna merah. Pengobatan ini dipercaya bermanfaat untuk keadaan yang oleh masyarakat awam disebut “masuk angin”yang ditandai dengan perut kembung,hidung berair, pegal linu, nyeri kepala dan sebagainya. Pengobatan ini ternyata tidak hanya diman-faatkan di Jawa saja melainkan oleh sebagian besar masyarakat Asia Tenggara. Mengingat luasnya pemanfaatan cara ini di masyarakat maka perlu penelitian reaksi dan adakah kerusakan pada kulit akibat tekanan dan geseran yang berulang-ulang pada kerokan.Metode: penelitian deskriptif eksploratif dengan sampel peneliti sendiri, bahan penelitian adalah jaringan biopsi kulit sesudah kerokan. Bahan diwarnai dengan pengecatan SL kemudian diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400XHasil: 1. erosi pada stratum corneum, 2. udem jaringan subepitel 3. kapiler melebar, 4. sebukan ringan sel in-flamasi, 5. eritrosit ekstravaskuler. Simpulan: 1. pada kerokan terjadi reaksi inflamasi, 2. tidak terdapat kerusakan kulit pada kerokan.

Kata kunci: Kerokan, biopsi kulit, reaksi inflamasi

Hasil Penelitian

PENDAHULUAN Sejak ribuan tahun yang lalu telah dikenal cara pengo-batan menggunakan sentuhan, tekanan dan tusukan di permukaan tubuh yang dapat memberi kesembu-han berbagai macam penyakit.1 Bangsa Indonesia mempunyai beragam pengobatan tradisional; salah satunya adalah kerokan, khususnya di kalangan mas-yarakat di Jawa. Kerokan adalah suatu metoda pe-ngobatan dengan cara menekan dan menggeserkan benda tumpul (biasanya uang logam) secara berulang-ulang di permukaan kulit sampai terjadi bilur-bilur ber-warna merah.1 Dalam melakukan kerokan tersebut diperlukan cairan yang berfungsi sebagai pelicin misal-nya minyak herbal, skin lotion, balsem.2

Pengobatan ini ternyata tidak hanya dikenal di lingku-ngan masyarakat Jawa tetapi menyebar ke daerah-daerah lain di Indonesia; bahkan sebagian besar bu-daya Asia Tenggara mempercayai efek penyembuhan pengobatan ini.3,4 Di Vietnam pengobatan ini disebut Cao Gio,5,6,7 di Kamboja disebut Goh Kyol (rubbing the wind). Kyol sendiri diartikan sebagai wind illnes atau masuk angin.2,8 Di Cina disebut Gua Sha, Gua berarti menggosok (scraping) sedangkan Sha berarti racun

(toksin).9 Di Cina kerokan tidak menggunakan uang logam tetapi batu Jade sehingga disebut Jade stone therapy yang diindikasikan untuk pengobatan osteopo-rosis, nyeri bahu, nyeri punggung, nyeri sendi, lumba-go, skiatika, fibromialgi, migren, cedera olahraga dan lain-lain.1 Di Cina terdapat ribuan pengobat jade stone karena merupakan pengobatan rakyat, dan dapat menurunkan health care cost.10

Di Barat kerokan disebut coining atau coin rubbing.5,11 karena pada awalnya yang mereka ketahui pengo-batan ini menggunakan mata uang logam yang dice-lupkan kedalam air atau anggur.1

Di Jawa kerokan merupakan suatu pengobatan yang dilakukan pada kondisi khusus yang disebut masuk angin. Masyarakat awam menggunakan istilah masuk angin untuk menggambarkan berbagai keadan yang berhubungan dengan rasa tidak enak badan seperti perut kembung, pegal linu, batuk pilek, sakit kepala dan lain-lain.12,13 Bagian tubuh yang dikerok biasanya adalah punggung, leher belakang, dada, lengan dan kadang tungkai atas. Di punggung dilakukan di sisi kanan dan kiri tulang belakang dari atas ke bawah, ke-

Page 30: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 2�

mudian menyamping dari tengah ke tepi, di bagian le-her belakang dilakukan dari atas ke bawah dan di dae-rah dada dilakukan dari tengah ke tepi. Kerokan tidak menyebabkan rasa sakit jika dilakukan dengan benar, warna merah yang terjadi dapat dipakai sebagai pe-ngukur berat ringannya masuk angin, makin merah warnanya makin berat derajat sakitnya.6 Pengobatan ini memberi hasil yang sangat mengagumkan karena bekerja melalui bermacam-macam sistem antara lain kulit, otot, pembuluh darah, saraf, limfa, sistem imun dan meridian.6

Hasil survei pada 390 responden di kota Solo menun-jukkan bahwa masih banyak masyarakat (87%) dari golongan bawah sampai bangsawan yang meman-faatkan dan merasakan kegunaan pengobatan ini dan penggunanya biasanya akan ketagihan.14

Mengingat luasnya pemanfaatan pengobatan ini di masyarakat maka perlu penelitian reaksi apa yang ter-jadi dan adakah kerusakan pada kulit akibat tekanan dan geseran yang berulang pada kerokan. .

METODOLOGI

Tempat penelitan di Klinik Padma dan laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UNS pada Sep-tember 2004 atas peneliti sendiri.

Dilakukan kerokan di lengan atas peneliti menggunakan mata uang logam (benggol) dengan pelicin mi-nyak ke-lapa. Satu jam kemudian dilakukan biopsi oleh seorang dokter spesialis kulit dengan cara Punch Biopsy deng-an diameter 8 mm sedalam 5 mm. Spesimen berupa jaringan biopsi kulit sesudah dilakukan kerokan dikirim ke Laboratorium Patologi UNS Cara membuat sediaan :1. Spesimen difiksasi dengan phosphate buffer saline

dengan pH 72. Diproses secara paraffin embedded tissue 3. Dipotong dengan mikrotom 3 mikron4. Dicat dengan pewarna rapid ST (PT ST Reagensia

Jakarta) yang terdiri dari: a. larutan fiksatif selama 20 menitb. larutan eosin selama 2 menitc. larutan metilen blue selama 2 menit

5. Dicuci dengan air mengalir untuk meringankan war-na

6. Dicelup ke dalam alkohol 70% selama 5 menit7. Dicelup ke dalam alkohol 90% selama 5 menit8. Dicelup ke dalam alkohol 96% selama 5 menit9. Dicelupkan dalam xylen selama 5 menit

10.Dilakukan penutupan (mounting)11.Diamati di bawah mikroskop Olympus dengan ka-

mera dp 70 dengan pembesaran 400x

HASIL PENELITIAN

Gambar 1: Hasil pemeriksaan histopatologi pada biopsi kulitsesudah kerokan

Gambar 2 : Makrofag yang sedang fagositosis

Gambar 3 : Sel inflamasi dan sel yang mati

Hasil pemeriksaan dapat dirangkum sebagai berikut :1. Terdapat erosi pada stratum corneum dari epider-

mis 2. Jaringan sub epitel sembab (udem).3. Kapiler melebar (vasodilatasi).4. Sebukan ringan sel inflamasi. 5. Sel eritrosit extravaskuler.6. Debris dari sel mati.

PEMBAHASAN

Kerokan adalah suatu cara pengobatan tradisional In-donesia khususnya di Jawa, yanv juga dikenal di Asia Tenggara antara lain di Vietnam, Thailand, Kamboja dan Cina; bahkan warga Asia di Amerika dilaporkan masih melakukan pengobatan ini. Banyak kasus anak-anak di Amerika yang dilaporkan oleh guru, pelatih re-

Gambaran Histopatologi Kulit

Page 31: cdk_160_Obsgin

30 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

nang, instruktur olah raga, pekerja kesehatan sebagai penganiayaan(abuse ).15

Praktek Cao Gio (kerokan) di kalangan populasi Asia Tenggara (Vietnam, Cambodia, Laos) di Amerika mengundang perdebatan dan oleh tenaga keseha-tan Amerika dikatakan bahwa tindakan ini adalah abuse.16

Pada kerokan memang terjadi warna merah pada kulit, tetapi jangan dikacaukan dengan kelainan perda-rahan.17 dan jangan dituduh sebagai abuse tanpa penelitian kultural yang mendalam.18 Banyak orang dewasa dan anak-anak menyukai pengobatan ini; kero-kan yang benar tidak menyebabkan rasa sakit bahkan nyaman.8

Hasil penelitian jaringan biopsi kulit sesudah kerokan mendapatkan ekskoriasi stratum korneum epidermis, sembab jaringan sub epitel, kapiler melebar, sebukan ringan sel limfosit dan monosit, sel eritrosit perivasku-lar, tampak pula sel-sel mati (debris). Tanda-tanda tersebut di atas merupakan suatu reaksi inflamasi.19

Inflamasi adalah reaksi jaringan yang mempunyai vaskularisasi terhadap jejas, merupakan suatu pro-ses kompleks meliputi perubahan pembuluh darah, perubahan jaringan ikat dan interaksi berbagai jenis sel.19-,22 Inflamasi bertujuan untuk menetralisir agen penyebab jejas dan membersihkan jaringan yang mati; jadi inflamasi merupakan salah satu komponen pe-nyembuhan sebab ia menyiapkan jaringan terjejas untuk proses penyembuhan.23,24,25

Inflamasi akut merupakan jawaban atau respon lang-sung dan dini terhadap agen jejas. Respon ini relatif singkat, hanya berlangsung beberapa jam atau hari. Karena kedua komponen utama pertahanan tubuh yai-tu antibodi dan leukosit terdapat dalam aliran darah, maka tidak mengherankan bahwa fenomena vaskular berperan penting pada proses inflamasi.21,23

Inflamasi memiliki 3 komponen penting:1. Perubahan diameter pembuluh darah yang beraki-

bat meningkatnya aliran darah2. Perubahan struktural pada pembuluh darah mikro

yang memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah

3. Agregasi leukosit di lokasi jejas

Pada proses inflamasi akut akan diproduksi berbagai macam mediator kimia, meskipun jenis jejas berbeda

dan jaringan yang terkena berbeda, mediator yang dilepaskan sama, sehingga respon terhadap inflamasi tampaknya stereotip. Jadi infeksi yang disebabkan oleh kuman; jejas panas, dingin, radiasi, listrik , bahan kimia dan trauma mekanik, akan memberi reaksi inflamasi segera yang sama. Meskipun pada dasarnya proses inflamasi itu stereotip, intensitas dan luasnya tergan-tung pada derajat parahnya jejas dan kemampuan bereaksi tuan rumah. Inflamasi akut dapat terbatas pada tempat jejas dan menimbulkan tanda dan gejala lokal atau dapat ekstensif dan menyebabkan tanda dan gejala sistemik.23

1. Erosi stratum korneum epidermisErosi disebabkan jejas mekanik uang logam yang di-gunakan pada kerokan. Keadaan ini terbatas hanya di stratum korneum saja, karena pada proses pengo-batan ini dipergunakan cairan pelicin.

2. Udem jaringan sub epitelSegera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang didahului oleh vasokonstriksi singkat. Sfingter praka-piler membuka menyebabkan peningkatan aliran da-rah kapiler. Akibatnya anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi darah yang mengalir deras. Dengan demikian jaringan mikrovaskular di lokasi jejas mele-bar berisi darah yang terbendung.26 Bertambahnya aliran darah pada tahap awal akan disusul dengan perlambatan aliran darah, perubahan tekanan darah intravaskular dan perubahan dinding pembuluh darah. Venula dan kapiler bertambah permeabel menyebab-kan keluarnya cairan plasma ke jaringan. Hal ini akan meningkatkan viskositas darah sehingga sel darah menggumpal dan tahanan terhadap aliran darah naik, oleh sebab itu aliran darah yang keluar dari tempat je-jas akan terhalang dan menambah stasis. Berkurang-nya aliran darah keluar bersamaan dengan mening-katnya aliran darah masuk dari arteriol meningkatkan tekanan hidrostatik kapiler dan venula. Tekanan yang tinggi ini akan mendesak cairan ke luar ke jaringan in-tertisial sehingga terjadi udem.22,23

3. Kapiler melebarRespon vaskular di tempat jejas merupakan dasar untuk reaksi inflamasi akut. Tanpa pasokan darah yang memadai, jaringan tidak dapat memberi reaksi inflamasi. Vasodilatasi kapiler dipengaruhi terutama oleh mediator kimia antara lain aminvasoaktif, protea-se plasma, sistem komplemen metabolik asam araki-donat.22,23

Perubahan pembuluh darah tergantung pada derajat

Gambaran Histopatologi Kulit

Page 32: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 31

keparahan jejas. Dilatasi arteriol timbul dalam bebe-rapa menit setelah jejas. Perlambatan dan bendungan tampak setelah 10-30 menit.23,25

4. Sebukan sel inflamasiPenimbunan leukosit terutama neutrofil dan monosit di lokasi jejas merupakan aspek terpenting reaksi in-flamasi. Leukosit mampu melahap bahan bersifat asing termasuk bakteri dan sel debris.20

Dalam fokus radang awal bendungan sirkulasi mi-kro menyebabkan sel darah merah menggumpal dan membentuk agregat yang lebih besar daripada leuko-sit sehingga massa sel darah merah ini akan terdapat di bagian tengah aliran aksial dan sel-sel darah putih pindah ke marginal, kemudian sel darah putih akan menjulurkan pseudopod di antara sel-sel endotelial dan bermigrasi keluar dari dinding sel.21,23

Neutrofil merupakan sel pertama yang tampak di ru-ang perivaskular, disusul oleh monosit (setelah keluar dari lumen pembuluh darah, monosit disebut mak-rofag atau histiosit).22,23

5. Eritrosit ekstravaskularProses perpindahan leukosit keluar dari pembuluh darah melalui pertemuan (junction) antar sel endotel, walaupun pelebaran pertemuan antar sel (di bawah pengaruh aminvasoaktif) memudahkan emigrasi leu-kosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar sel endotel yang tertutup tanpa pe-rubahan nyata psedopodnya. Selama migrasi melalui dinding pembuluh darah leukosit sementara berhenti di bawah membrana basalis, kemudian segera melin-tas masuk ke dalam ruangan intersisial.21,22,23,25

Kadang eritrosit ikut menerobos dinding pembuluh darah mengikuti leukosit. Gerakan eritrosit ini disebut diapedesis(berjalan di antaranya), bersifat pasif akibat tekanan hidrostatik. Jadi diapedesis eritrosit meru-pakan fenomena pasif sedangkan emigrasi leukosit merupakan proses aktif yang memerlukan energi.23

SIMPULAN

1. Pada pengobatan kerokan terjadi reaksi inflamasi2. Tidak terdapat kerusakan pada kulit

KEPUSTAKAAN

1. Tierra L. Barefoot Doctor Healing Techniques. The Herbs of Life. Croosing Press. 1992

2. Graham EA, Chitnarong J. Wind Illnnes. Ethnographic study among Se-attle Cambodians. Harborview Medical Center. http://www.etnomed. org/CoinRubbing.htm 1997

3. Hulewicz BS Coin-rubbing injuries.Am J Forensic Med Pathol. 1994; 15:257-60

4. Kemp C. Asian Cultures. Available from: http://www3.baylor.edu/~Charles Kemp 2000.

5. Yeatman GW, Dang VV. Cao Gio (coin rubbing). Vietnamese attitudes health care. JAMA 1980; 244:2748-9

6. Stiekema HM, Yu MM. Stone age therapy for modern man (Chinese Guasha) http://www.guasha.8m.com 2000

7. Shipe SS. Traditional Chinese Healing, Acupunture and Oriental Medi-cine. http://www.doctorsspeakersbureau.com/locate.htm 2004.

8. Aidrige V. How money can heal. The Dominion.Willington.2002.9. Castaneda KK.Gua Sha. Ancient chinese secret no longer a secret.

http://www.discoveringwellness.hdmenterprises.com/GuaSha.htm.2002.

10. Robich CM. What do I do. http://www.stopthepain.net/what do I do.htm.2004

11. Chan S,Lor K.Second family cleared in coining case. The Assosiated Press. 2002

12. Bustami ZS. Angin duduk jangan dipijat. Kompas Cyber Media 2003.13. Maya. Serangan common cold (Republika online): http://www.Repub-

lika.co.id.2004.14. Didik T. Budaya kerokan sebagai upaya pengobatan tradisional. Bul.

UNS 2004; 9:14.15. McFedries P. The World Spy-coining. http://www.The World Spy-coin-

ing2.htm.2002. 16. Davis RE. Cultural Health Care or Child Abuse. J Am Acad Nurse

Pract.2000;12:89-95.17. Zuijlmans CW, Winterberg DH. Rubbing with a coin is not abuse. J

Forensic Sci. 1997;42:103-518. MSH Electronic Center. Common Beliefs & Cultural Practices. http://

www.med.umich.edu/multicultural/ccp/topic.htm.2000.19. Terr AI. Inflammation in: Parslow TG, Stites DP, eds. Lange Medical Im-

munology 10th ed. New York : McGraw-Hill; 2003.p.189-95.20. Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. Cells and Tissues of the Immune

System in: Cellular and Molecular Immunology, 2nd ed. Philadelphia: W.B.Saunders Co.1994.p 15-30

21. Leischner RP. Inflammation and Healing. Http://www.meddean.luc.edu/lumen/meded/mech/lectures/lee2.pdf.2000.

22. Clancy J. Inflammation. In: Bacic Concepts in Immunology. New York: The McGraw-Hill Co. 1998: 101-109

23. Robbins, Kumar. Radang dan Pemulihan. Dalam Buku Ajar Patologi 1 Edisi 4

24. Alih Bahasa Staf Pengajar Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya: Penerbit Buku Kedok-teran; 1995: Hal 28-65

25. Constantinides P. Inflammation Response. In: General Pathobiology. Norwalk, Connecticutt: Appleton & Lange; 1994:p 133-1156

26. Karnen GB. Inflamasi. Dalam: Imunologi Dasar Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI ; 2002: 315-330

27. Garcia B. Inflammation. Biotech- Pathology Course. Lecture 2 Oct 7. http://www.lib.uwo.ca/business/iveyBiotechcourseReadings-pathol-ogy.html.2003

Gambaran Histopatologi Kulit

Page 33: cdk_160_Obsgin

32 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

Metode Isolasi Inner Cell Masssebagai Sumber Embryonic Stem Cell

Dwi Agustina, Caroline T. Sardjono, Ferry Sandra

Stem Cell and Cancer Institute, Kalbe Pharmaceutical CompanyJakarta, Indonesia

ABSTRAK

Embryonic stem cell (ESC) merupakan sumber stem cell yang berasal dari embrio stadium blastosis; bagian yang diisolasi adalah inner cell mass (ICM) yang bersifat pluripoten. Sampai saat ini terdapat beberapa metode untuk mengisolasi ICM, baik dari hewan maupun manusia. Metode isolasi ICM tersebut adalah metode immunosurgery, microsurgery, enzimatik, dan laser. Perlu juga diperhatikan metode penghilangan zona pellucida dari blastosis sebelum isolasi ICM dilakukan. Setiap metode penghilangan zona pellucida dan isolasi ICM tersebut memiliki kele-bihan dan kelemahan tersendiri. Penentuan penggunaan metode-metode tersebut tergantung pada tujuan pene-litian yang akan dilakukan.

Kata Kunci: Inner cell mass, isolasi, embryonic stem cell

Pendahuluan

Stem cell adalah sel pembangun setiap organ dan jaringan tubuh kita; merupakan sel yang belum ber-diferensiasi dan dengan kondisi tertentu dapat ber-proliferasi serta berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel dengan fungsi khusus. Sumber stem cell yang saat ini sering digunakan untuk penelitian biomedis adalah stem cell yang berasal dari embrio atau embryonic stem cell (ESC).11

Karakteristik unik yang dimiliki oleh ESC dibandingkan jenis stem cell lainnya adalah kemampuannya untuk berproliferasi selama periode yang panjang. Selain itu, pada kondisi kultur tertentu, jenis stem cell ini dapat di-induksi untuk berdiferensiasi menjadi semua jenis sel tubuh yang merupakan turunan dari tiga lapis kecam-bah, yaitu ektoderm, mesoderm, dan endoderm. Ke-mampuan tersebut disebabkan sifat pluripoten atau daya plastisitas yang dimilikinya.2, 19

Gambar 1. Hirarki embryonic stem cell.19

ESC dapat diperoleh dengan mengisolasi inner cell

mass (ICM) dari embrio stadium blastosis, yaitu pada hari ke empat perkembangan embrio mencit dan hari ke lima pada perkembangan embrio manusia. Sel-sel ICM tersebut jika dikultur dan dikembangkan dengan kondisi tertentu akan menghasilkan stem cell yang belum berdiferensiasi dan bersifat pluripoten. Stem cell inilah yang memiliki kemampuan untuk memper-banyak dirinya sendiri, berproliferasi, dan dapat ber-diferensiasi menjadi berbagai macam jenis sel yang terdapat dalam tubuh.4,19, 20

Pada perkembangan embrionik, stadium blastosis ter-bentuk saat terdapat rongga di antara sel-sel morula yang berisi cairan yang disebut blastosol. Blastosis ter-susun oleh dua jenis sel, yaitu trofektoderm yang ter-dapat di bagian luar dan ICM di bagian dalam. Sel-sel ICM akan berkembang menjadi semua jaringan tubuh embrio, dan juga jaringan nontrofoblas yang menun-jang perkembangan embrio (jaringan ekstraembrionik, termasuk kantung kuning telur, allantois, dan amnion). Trofektoderm akan menghasilkan sel-sel trofoblas korion, yang selanjutnya akan berkembang menjadi plasenta.11, 20

Isolasi Inner Cell Mass (ICM)

Isolasi dimaksudkan untuk memisahkan sel-sel ICM dari sel-sel trofektoderm. ICM merupakan sel-sel yang belum berdiferensiasi dan memiliki potensi un-tuk membentuk semua jenis sel tubuh, sedangkan sel-sel trofektoderm sudah berdifernsiasi dan hanya

Tinjauan Pustaka

Page 34: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 33

berpotensi untuk mem-bentuk plasenta. Karak-teristik inilah yang menjadi alasan untuk memisahkan kedua jenis sel tersebut. ICM digambarkan sebagai suatu koloni dengan ukuran

sel yang kecil, memiliki nukleus berukuran besar, dan sitoplasma yang se-dikit. ICM yang diperoleh kemudian dapat dikultur dengan tetap memper-tahankan sifat undifferen-

tiated yang dimilikinya.7

Terdapat beberapa metode isolasi ICM yang telah dikenal dan dilakukan oleh para peneliti hingga saat ini, yaitu metode immunosurgery, pembedahan mikro atau microsurgery, enzimatik, dan dengan menggu-nakan sinar laser. Perbedaan dari tiap-tiap metode tersebut adalah alat dan bahan yang digunakan, per-lakuan serta waktu yang dibutuhkan untuk mendapat-kan ICM.5, 8, 13, 14, 17

Pemilihan penggunaan metode isolasi ICM dapat di-lakukan dengan melihat kualitas dari blastosis yang akan diisolasi ICM-nya. Kualitas blastosis yang mem-bentuk ICM merupakan faktor penting yang mempe-ngaruhi keberhasilan dalam perkembangan kultur ESC. Blastosis dengan ICM yang terlihat jelas dan ukurannya cukup besar dapat menggunakan metode immunosurgery untuk mengisolasi ICM. Blastosit de-ngan ICM yang terlihat jelas namun ukurannya lebih kecil bila dibandingkan dengan yang pertama dapat menggunakan metode microsurgery. Selain dari kuali-tas blastosis, penggunaan metode pengisolasian ICM dipilih berdasarkan asal blastosis serta tujuan dari masing-masing penelitian. Penelitian ESC saat ini yang menggunakan blastosis manusia telah mengurangi adanya kontak dengan bahan-bahan yang berasal dari hewan, seperti antibodi dan serum. Oleh karena itu pe-milihan metoda pengisolasian ICM perlu diperhatikan dengan baik.1, 7, 8, 12, 14-16, 21

Beberapa metode di atas memerlukan proses peng-hilangan zona pellucida terlebih dahulu untuk memper-mudah dalam proses pengisolasian ICM. Bahan yang biasanya digunakan untuk menghilangkan zona pellu-cida blastosis adalah enzim pronase 0.25% - 0.5%. Pada penelitian yang menggunakan blastosis manu-sia, penggunaan pronase digantikan dengan Tyrode’s

acid. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kontak blas-tosis dengan bahan-bahan yang berasal dari hewan. Namun penggunaan Tyrode memerlukan penanganan yang cepat agar blastosis tidak terlalu lama terpapar dengan larutan asam tersebut. Setelah zona pellucida lisis akibat kontak dengan Tryode’ acid, blastosis dicu-ci beberapa kali untuk menghilangkan sisa-sisa asam yang tertinggal. Isolasi ICM siap dilakukan.1, 3, 9, 14, 20

Metode immunosurgery merupakan metode isolasi ICM dengan menggunakan antibodi yang mengenali trofektoderm. Metode ini sudah dilakukan sejak tahun 1975 oleh Solter dan Knowles. Immunosurgery dapat melisiskan sel-sel trofektoderm sehingga sel-sel ICM yang terdapat di dalamnya dapat dengan mudah di-isolasi untuk kemudian dikultur dalam medium yang mengandung LIF atau MEF untuk membentuk koloni ESC. Isolasi ICM dengan metode immunosurgery di-lakukan dengan menginkubasi blastosis tanpa zona dalam rabbit anti-mouse antibody (untuk ESC dari em-brio mencit) atau rabbit anti-human antibody (untuk ESC dari embrio manusia) dan complement sera from guinea pig, masing-masing 30 menit pada 370C, 5% CO2. Penggunaan antibodi dalam metode ini disesuai-kan dengan blastosis yang digunakan, dimana antibodi yang mengenali trofektoderm akan melisiskan sel-sel tersebut.

Gambar 3. Metode immunosuregery untuk mengisolasi ICM dari blas-

tosis mencit. Mula-mula blastosis diinkubasi dalam rabbit anti-mouse serum, dicuci, kemudian diinkubasi dengan guinea pig complement.

Sel-sel trofoblas akan lisis dan ICM dapat diisolasi.6

Berdasarkan kualitas blastosit, immunosurgery hanya dapat dilakukan pada blastosis yang memiliki ICM yang terlihat jelas dan berukuran cukup. Untuk blastosit yang memiliki ICM dalam jumlah sedikit, penggunaan metode immunosurgery untuk mengisolasi ICM menjadi tidak optimal karena ditakutkan ICM akan hilang selama pro-ses immunosurgery berlangsung. Penggunaan metode immunosurgery sudah jarang dilakukan pada penelitian akhir-akhir ini, terutama penelitian ESC yang menggu-nakan blastosis manusia. Hal ini dilakukan untuk me-ngurangi kontak kultur sel dengan bahan-bahan yang berasal dari hewan, yaitu antibodi dan serum. Selain itu, medium yang digunakan juga bebas dari bahan-bahan yang berasal dari hewan, seperti serum. Perlakuan ini

Gambar 2. Bagian-bagian embrio

stadium blastosis: ICM (Inner Cell Mass), T (Trofoblas), dan C

(Blastosol).2

Isolasi Inner Cell Mass

Page 35: cdk_160_Obsgin

34 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

bertujuan untuk mengurangi adanya kontaminasi dari bahan-bahan yang berasal dari hewan dan pengaruh-nya terhadap tubuh yang menerima transplantasi sel-sel hasil diferensiasi dari ESC.1, 6-8, 12, 14-16, 21

Metode microsurgery dapat dilakukan pada blastosis yang memiliki ICM yang terlihat jelas namun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan blastosis yang berkualitas baik pada umumnya. Blastosis tersebut memiliki re-siko yang tinggi untuk kehilangan ICM selama proses isolasi apabila dilakukan dengan metode immunosur-gery. Metode microsurgery untuk mengisolasi ICM dilakukan dengan bantuan mikromanipulator, dimana dibuat beberapa sayatan pada zona pellucida mem-bentuk bukaan berbentuk segitiga atau persegi. Sela-ma proses ini berlangsung, blastosis ditahan dengan menggunakan holding pipette pada sisi yang lainnya. Finely-drawn glass pipette kemudian digunakan untuk mengisolasi ICM melalui sayatan tersebut. Dapat pula dilakukan pemotongan terhadap blastosis tanpa zona untuk memisahkan bagian yang berisi ICM dengan ba-gian lainnya. Setelah pemotongan, ICM diisolasi den-gan finely-drawn glass pipette. ICM yang telah diisolasi dapat dikultur lebih lanjut.6, 7

Gambar 4. Metode microsurgery untuk mengisolasi ICM dengan meng-

gunakan teknik pemotongan blastosis. (a) Blastosis tanpa zona, (b)

Pemotongan pada bagian yang ditandai untuk memisahkan daerah yang

mengandung ICM, (c) ICM yang telah diisolasi, (d) Perkembangan hari ke-

7 dari ICM dengan trofektoderm yang mengelilinginya. Garis panah: ICM,

Bintang: trofektoderm. Skala = 100 m.7

Penggunaan metode microsurgery dianggap lebih menguntungkan untuk isolasi ESC dari manusia kare-na tidak menimbulkan kontak antara blastosis dengan antibodi yang berasal dari hewan yang umumnya digu-nakan pada proses immunosurgery. Namun, kelema-han dari metode ini adalah terbawanya sel-sel trofek-toderm yang dapat mempengaruhi dan menghambat pertumbuhan kultur ICM itu sendiri. Selain itu teknik mekanik ini agak rumit dan memerlukan keterampilan dan pengalaman dalam menggunakan mikromanipula-tor.5, 6, 7

Untuk mengisolasi ICM secara enzimatik, mula-mula blastosis tanpa zona dikultur dalam medium kultur

ESC dengan menggunakan feeder layer dan dibiarkan terjadi perlekatan pada monolayer. Medium kultur diganti setiap harinya. Pemisahan ICM dari trofekto-derm baru dilakukan secara enzimatik setelah sel-sel trofektoderm menyebar membentuk monolayer dan bentuk ICM sudah dapat diidentifikasi. Setelah 5-7 hari, ICM akan membentuk koloni besar yang dikelilingi oleh sel-sel trofektoderm. Isolasi ICM dengan metode enzi-matik dilakukan dengan memaparkan blastosis tanpa zona tersebut dalam larutan 0.25% trypsin – 1nM EDTA selama 10 menit. Setelah terpisah dari trofek-toderm, ICM dapat dikultur lebih lanjut. Dalam proses enzimatik ini perlu dilakukan pengamatan embrio-em-brio tersebut dibawah mikroskop selama perlakuan. Pada saat trofektoderm mulai terpisah, perlakuan sebaiknya dihentikan dan ICM diisolasi. Hal ini dikare-nakan adanya pengaruh negatif pada kultur sel ICM apabila terlalu lama terpapar dengan enzim trypsin.13

Pemakaian bahan-bahan yang berasal dari hewan pada kultur sel manusia memiiki resiko yang besar terjadinya kontaminasi xenogenic atau allogenic. Pengisolasian dengan metode immunosurgery yang menggunakan komplemen dan antibodi yang berasal dari hewan dapat memunculkan epitop yang tidak diinginkan pada kultur ESC dan mempengaruhi aplikasinya ke depan. Isolasi ICM dengan menggunakan sinar laser merupakan al-ternatif untuk menghindari terjadinya kontaminasi pada kultur ESC. Namun penggunaan teknik ini memerlukan peralatan laser yang cukup mahal. Mula-mula blastosis ditahan dengan 2 holding pipette pada kedua sisinya. ICM diposisikan pada arah jam 9. Sinar laser ditembak-kan pada kedua sisi blastosis untuk memisahkan blas-tosis dari zona pellucida. Kemudian blastosis kembali ditahan dengan 2 holding pipette dan ICM diposisikan pada arah jam 9. Sinar laser kembali ditembakkan pada kedua sisi blastosis untuk memisahkan blastosis men-jadi dua bagian, yaitu bagian kecil yang mengandung ICM serta bagian yang besar dimana sebagian besar mengandung trofoblas.10, 17

Pada penelitian untuk mendapatkan sel lestari dari ESC manusia,pronase digunakan untuk menghilangkan zona pellucida dan pengisolasian ICM dari blastosis di-lakukan dengan metode immunosurgery. Bagaimana-pun juga, immunosurgery bukanlah metode yang optimal apabila blastosis yang akan diisolasi ICM-nya memiliki kualitas yang tidak baik. Selain itu, penggu-naan metode immunosurgery yang melibatkan bahan-bahan yang berasal dari hewan, seperti mouse anti-bodies dan guinea pig complement, perlu dipikirkan resiko terjadinya kontaminasi xenogenic atau allogenic

Isolasi Inner Cell Mass

Page 36: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 35

serta pengaruhnya saat dilakukan transplantasi sel. Oleh karena itu, para peneliti melakukan modifikasi untuk mengisolasi ICM dari blastosis. Antara lain de-ngan penggunaan asam tyrode untuk menghilangkan zona pellucida serta mengisolasi ICM secara mekanik. Modifikasi tersebut merupakan salah satu cara untuk mengurangi kontak blastosis dengan bahan-bahan yang berasal dari hewan, seperti pronase, antibodi dan faktor komplemen.10,14,1

Gambar 5. Pemotongan dengan laser. Blastosis ditahan dengan 2

holding pipette pada kedua sisinya, dimana ICM diposisikan pada

arah jam 9 sebelum (a) dan sesudah (b) dipotong dengan sinar laser.

Blastosis kembali ditembak dengan sinar laser (c) untuk memisahkan

blastosis menjadi 2 bagian, bagian kecil yang mengandung ICM (panah

putih) dan bagian besar yang mengandung trofoblas (panah kuning).

Skala = 30 μm.17

KESIMPULAN

Embryonic stem cell (ESC) merupakan salah satu sumber stem cell yang berasal dari embrio stadium blastosis. ESC dapat diperoleh dengan mengisolasi inner cell mass (ICM), dimana isolasi dimaksudkan un-tuk memisahkan sel-sel ICM dari sel-sel trofektoderm. Terdapat beberapa metode pengisolasian ICM yang telah dikenal dan dilakukan oleh para peneliti hingga saat ini, yaitu metode immunosurgery, pembedah-an mikro atau microsurgery, enzimatik, dan dengan menggunakan sinar laser. Beberapa metode di atas memerlukan proses penghilangan zona pellucida ter-lebih dahulu untuk mempermudah dalam proses pe-ngisolasian ICM. Bahan-bahan yang biasanya diguna-kan untuk menghilakan zona pellucida blastosis adalah enzim pronase serta Tyrode’s acid. Setiap metode penghilangan zona pellucida dan isolasi ICM memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri. Misalnya penggu-naan metode yang melibatkan bahan-bahan yang ber-asal dari hewan, seperti mouse antibodies dan guinea pig complement, perlu dipikirkan resiko terjadinya kon-taminasi xenogenic atau allogenic serta pengaruhnya saat dilakukan transplantasi sel. Pada akhirnya penen-

tuan penggunaan metode-metode tersebut tergan-tung pada tujuan dari penelitian yang akan dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adjaye J, Huntriss J, Herwig R, et al. Primary Differentiation in the Hu-man Blastocyst: Comparative Molecular Portraits of Inner Cell Mass and Trophectoderm Cells. Stem Cells. 2005; 23: 1514–1525.

2. Anonim. C. Introduction. 2004; http://www.unige.ch/cyberdocu-ments/these2004/HeQ/these_body.html. (18 Oktober 2006).

3. Cowan CA, Klimanskaya I, McMahon J, et al. Derivation of Embryonic Stem-Cell Lines from Human Blastocysts. N Engl J Med. 2004; 350: 13.

4. Doss MX, Koehler CI, Gissel C, Hescheler J, Sachinidis A. Embryonic Stem Cells: A Promising Tool for Cell Replacement Therapy. J. Cell. Mol. Med. 2004; 8 (4): 465-473.

5. Georgiades P, Rossant J. Ets2 is necessary in trophoblast for normal embryonic anteroposterior axis development. Development. 2006; 133: 1059-1068.

6. Hogan B, Constantini F, Lacy E. Manipulating the Mouse Embryo: A Laboratory Manual. 1986. New York: Cold Spring Harbor Laboratory.

7. Kim HS, Oh SK, Park YB, et al. Methods for Derivation of Human Embry-onic Stem Cells. Stem Cells Express, published online July 28, 2005; doi:10.1634/stemcells.2004-0296.

8. Lee JB, Lee JE, Park JH, et al. Establishment and Maintenance of Hu-man Embryonic Stem Cell Lines on Human Feeder Cells Derived from Uterine Endometrium under Serum-Free Condition. Biology of Repro-duction. 2005; 72: 42-49.

9. Mansour RT, Rhodes CA, Aboulghar MA, Serour GI, Kamal A. Transfer of zona-free embryos improves outcome in poor prognosis patients: a prospective randomized controlled study. Human Reproduction. 2000; 15 (5): 1061-1064.

10. Moon SY, Park YB, Kim D-S, Oh SK, Kim D-W. Generation, Culture, and Differentiation of Human Embryonic Stem Cells for Therapeutic Ap-plications. Molecular Therapy. 2006; 13 (1): 5-14.

11. National Institutes of Health. Stem cells: Scientific progress and future research directions. 2001; http://www.nih.gov/news/stemcell/sci-report.htm. (1 Maret 2003).

12. Park S-P, Lee YJ, Lee KS, et al. Establishment of human embryonic stem cell lines from frozen±thawed blastocysts using STO cell feeder layers. Human Reproduction. 2004; 19 (3): 676-684.

13. Schoonjans L, Kreemers V, Danloy S, et al. Improved Generation of Germline-Competent Embryonic Stem Cell Lines from Inbred Mouse Strains. Stem Cells. 2003; 21: 90-97.

14. Skottman H, Hovatta O. Culture conditions for human embryonic stem cells. Reproduction. 2006; 132: 691–698.

15. Solter D and Knowles BB. Immunosurgery of Mouse Blastocyst. 1975. Proc. Nat. Acad. Sci. USA; 72 (12): 5099-5102.

16. Stojkovic M, Lako M, Strachan T, Murdoch A. Derivation, growth and applications of human embryonic stem cells. Reproduction. 2004; 128: 259–267.

17. Tanaka N, Takeuchi T, Neri QV, Sills ES, Palermo GD. Laser-assisted blastocyst dissection and subsequent cultivation of embryonic stem cells in a serum/cell free culture system: applications and preliminary results in a murine model. Journal of Translational Medicine. 2006; 4: 20.

18. Thomson JA, Itskovitz-Eldor J, Shapir SS. Embryonic Stem Cell Lines Derived From Human Blastocysts. 1998. Science; 282: 1145-1147.

19. Wobus AM and Boheler KR. Embryonic stem cells: Prospects for deve-lopmental biology and cell therapy. Physiol Rev. 2005; 85: 635-678.

20. Yu J, Thomson JA. Regenerative Medicine 2006: 1. Embryonic stem cells. 2006; http://www.nih.gov. (14 Januari 2007).

21. Zhang X, Stojkovic P, Przyborski S, et al. Derivation of Human Embryo-nic Stem Cells from Developing and Arrested Embryos. Stem Cells. 2006; 24: 2669–2676.

Isolasi Inner Cell Mass

Page 37: cdk_160_Obsgin

36 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

Berita Terkini

Taxane yaitu paclitaxel dan docetaxel, telah ter-bukti efektif sebagai terapi kanker payudara metasta-sis dan penelitian semakin luas menilai potensinya pada kanker payudara sta-dium dini.

Cochrane review (review berdasar-kan informasi mengenai kesehatan, melakukan penyelidikan mengenai efektivitas dari terapi obat obatan, operasi, edukasi dll. pada kondisi khusus). memberi peluang lebih men-genai pemberian taxane pada kanker payudara, regimen taxane pada kanker payudara terbukti mengun-tungkan baik bagi pasien dan dokter dengan variasi pilihan regimen.

“Kini dokter diijinkan untuk menye-suaikan regimen setiap individu ber-dasarkan efek samping, lamanya terapi dan kenyamanan” demikian diungkapkan oleh Dr. Nowak dari Sir Charles Gardiner Hospital and University of Western Australia pada Mescape Oncology.

Review Cochrane memberikan lampu hijauuntuk pemberian Taxane pada kanker payudara

Berdasarkan review ini juga diketahui lekemia sekunder ti-dak meningkat pada yang menerima ta-xane setidaknya se-lama waktu follow up uji klinik. Peneliti juga melaporkan peng-gantian antrasiklin dengan taxane dapat menurunkan toksisi-tas kardiovaskuler.

Hal penting dari re-view adalah sbb:

· Cochrane Breast Cancer Group Specialised Register mengacak uji klinik regimen yang mengan-dung taxane dengan regimen non taxane pada penderita kanker payudara (stadium I – IIIA), yang mendapatkan kemoterapi neoaju-van masuk dalam kriteria eksklu-si.

· Penilaian utama review ini adalah keseluruhan harapan hidup dan juga menilai disease free survivial rata rata dan toksisitas; perban-dingan harga tidak diteliti.

· Review awal 76 literatur dari 12 penelitian untuk metaanalisis, melibatkan 21.191 wanita, 11.069 kelompok taxane dan 10.122 mendapatkan terapi non taxane.

· Umumnya penelitian memban-dingkan penambahan taxane pada kemoterapi standar dengan kemoterapi standar tanpa taxane tunggal, atau regimen dengan satu obat digantikan dengan ta-xane dibandingkan kemoterapi standar. Semua penelitian kecua-li satu menggunakan antrasiklin baik pada kelompok taxane atau pada kelompok non taxane, 5 penelitian menggunakan paclita-xel dan 7 penelitian mengguna-

kan docetaxel, secara keseluruh-an kualitas metodologi sangat tinggi.

· Rata-rata median follow up 60,4 bulan, dilaporkan 2.483 kematian dan hazard ratio untuk taxane dibandingkan non taxane adalah 0,81 ( nilai p < 0,00001).

· Disease free survival juga lebih tinggi pada wanita yang menerima taxane dibandingkan pasien yang tidak menerima taxane ( hazard ration = 0,81; nilai p < 0,00001).

· Analisis sub kelompok berdasar-kan jenis kemoterapi hampir sama baik pada paclitaxel maupun pada docetaxel. Tidak ada perbedaan bermakna antara pemberian terapi sekuensial dibandingkan concur-rent antara taxane dan antrasiklin, dan dengan ada atau tidak adanya metastasis pada KGB, atau pada regimen yang dikombinasikan dengan taxane atau dimana ta-xane menggantikan kemoterapi regular lainnya.

· Sepuluh penelitian melaporkan toksisitas; taxane yang meng-gantikan antrasiklin umumnya menurunkan kardiotoksisitas te-tapi taxane meningkatkan risiko demam netropenia dengan odds ratio 2,51. Taxane berkaitan den-gan rendahnya efek samping mual dibandingkan kemoterapi standar dan tidak meningkatkan risiko leukemia sekunder maupun mielodisplasia.

Sumber : Allison G. Cochrane Review Gives Green Light to Tailoring Taxanes to Individu-als. www.medscape.com diakses 22 oktober 2007.

Page 38: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 37

Berita Terkini

penurunan tekanan intraabdominal setelah pemberian analgesia epidu-ral tanpa penurunan MAP. Tekanan intraabdominal rata-rata sebelum analgesia epidural 16,826 mmHg menjadi 11,565 mmHg 1 jam setelah analgesia epidural dan terus menu-run pada 1 hari (9,065 mmHg), 2 hari (7,019 mmHg), 3 hari (6,565 mmHg), dan 4 hari (6,304 mmHg) setelah an-algesia epidural.

Dari studi tersebut disimpulkan bah-wa analgesia epidural dapat menu-runkan tekanan intra abdominal pada pasien dengan hipertensi intra ab-dominal.

Sumber : Hakobyan RV, Mchoyan GG. Epi-dural Analgesia Decreases Elevated Intraab-dominal Pressure. Anesthesiology 2007; 107: A633. (Esther)

Analgesia epidural menurunkan tekanan intraabdominal

Hipertensi intraabdominal dan sindrom komparte-men abdominal dapat me-nyebabkan morbiditas dan mortalitas pada pasien bedah dan trauma kritis. Sindrom kompartemen abdominal adalah pening-katan mendadak tekanan intraabdominal yang men-gakibatkan perubahan mekanisme pernapasan, parameter hemodinamik, dan perfusi ginjal maupun otak.Bedah dekompresi dapat menyela-matkan jiwa, namun karena kesulitan dalam penata-laksanaan abdomen yang terbuka, pembedahan hanya terbatas untuk sindrom komparte-men abdominal. Sehingga diperlu-kan metode alternatif dengan indeks terapi yang lebih luas.

Analgesia epidural merupakan metode mengatasi nyeri pascaoper-asi yang juga memberikan relaksasi otot segmental. Hilangnya nyeri dan spasme otot diduga dapat menurunk-an tekanan intraabdominal.

Suatu studi telah dilakukan untuk menilai efek relaksasi otot abdomen selektif dari analgesia epidural seb-agai metode dekompresi abdominal nonbedah untuk pasien pasca opera-si dengan hipertensi intra abdominal.

Studi prospektif tersebut dilakukan secara buta ganda pada 58 pasien bedah dan trauma abdominal kritis dengan hipertensi intraabdominal primer (tekanan intra abdominal > 12 mmHg). Semua pasien mendapat analgesia epidural dengan anestetik lokal di ICU. Tekanan intraabdominal diukur transvesikal setelah instilasi 50 mL salin pada posisi telentang se-tiap 6 jam dan segera sebelum dan 1 jam setelah dimulainya analgesia epidural. Tinggi kateterisasi epidural di T8-T10.Hasilnya menunjukkan terdapat

Page 39: cdk_160_Obsgin

38 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

Berita Terkini

Midazolam efektif mencegah PONV

Kejadian mual dan muntah pasca operasi (PONV = postoperative nausea and vomiting) pada aneste-sia inhalasi cukup tinggi. Saat ini beberapa peneliti telah menunjukkan sifat antiemetik midazolam. Bauer dkk mencatat bah-wa premedikasi midazo-lam efektif mengurangi

frekuensi PONV pada pasien be-dah rawat jalan. Unlugenc dkk juga melaporkan bahwa midazol-am dengan dosis subhipnotik efek-tif dalam terapi PONV.

Sanjay dan Tauro menunjukkan bahwa midazolam merupakan antiemetik yang efektif setelah bedah jantung.

Seperti diketahui bedah jantung telah dikaitkan dengan kejadian PONV yang bermakna. Suatu studi acak dan buta ganda pada 200 pasien bedah bypass jantung menunjukkan bahwa infus midazolam 0,02 mg/kg/jam efektif dalam mencegah PONV setelah bedah jantung.

Selanjutnya suatu studi juga telah dilakukan untuk menguji efikasi an-tiemetik profilaksis dari midazolam dosis tunggal dibandingkan dengan ondansetron (antagonis 5-HT30), suatu obat antiemetik yang poten, pada 90 pasien histeroskopi atau ureteroskopi yang diperkirakan ber-langsung 1-2 jam dengan induksi dan pemeliharaan anestesia sevoflurane melalui LMA (laryngeal mask airway). Midazolam 2 mg atau ondansetron 4 mg diberikan IV 30 menit sebelum akhir pembedahan.

Hasilnya menunjukkan bahwa pasien yang mengalami mual dan muntah pascaoperasi (PONV) pada 24 jam pertama tidak berbeda bermakna

antara kelompok midazolam dan on-dansetron. Kejadian PONV secara bermakna lebih rendah pada kedua kelompok dibanding dengan yang di-prediksikan berdasarkan risiko pada pasien (55% vs 30% untuk kelompok midazolam dan 53% vs 27% untuk kelompok ondansetron). Tidak ter-dapat perbedaan bermakna pada skor sedasi atau skor nyeri.

Sebagai kesimpulan, hasil studi tersebut menunjukkan bahwa untuk pasien dengan induksi dan peme-liharaan anestesia menggunakan sevoflurane, pemberian midazolam 2 mg IV sebelum akhir pembedahan efektif dalam mengurangi kejadian PONV tanpa memperpanjang waktu pulih sadar dan tanpa meningkatkan tingkat sedasi. (Esther K).

Sumber : 1. Lee Y, Wang JJ, Yang YL et al. Midazolam

vs ondansetron for preventing postopera-tive nausea and vomiting: a randomised controlled trial. Anaesthesia 2007;62(1):18-22.

2. Sanjoy OP, Tauro DI. Midazolam: an effec-tive antiemetic for cardiac surgery – a clini-cal trial. Anesthesia and Analgesia 2004; 99: 339–43.

Page 40: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 39

Berita Terkini

Asam folat tingkatkan performafungsi kognitif lansia

Dari hasil penelitian ter-baru disimpulkan bahwa tingginya kadar asam fo-lat berhubungan dengan perbaikan performa fungsi kognitif. Hasil penelitian

ini dimuat dalam jurnal The Ameri-can Journal of Clinical Nu-trition edisi Sep tember . Dr. Monique MB. Breteler dari RS. Eras-mus di Rotter-dam Belanda meneliti 1.033

orang yang usianya seki-tar 60 hingga 90 tahun yang juga ikut dalam rang-kaian. Tes untuk mengeta-hui fungsi kognitif secara cepat, serta juga menjalani peme-riksaan MRI di Pu-sat Scan Rotterdam.

Kadar asam folat berkisar antara 0,9 nmol/L hingga 55 nmol/L. Hasil penilaian telah menyatakan bahwa penambahan kadar asam folat seki-tar 0,05 mmol/L saja berhasil dikore-lasikan dengan perbaikan hasil per-hitungan untuk fungsi kognitif secara global. Nilai rata-rata perubahan kecepatan psikomotor dan fungsi memori yang dapat diukur dalam penelitian tersebut adalah 0,08 dan 0,02. Hubungan ini hanya sedikit terlihat melemah setelah memperhi-tungkan konsentrasi homosistein. Peneliti juga melakukan penilaian ter-hadap hubungan konsentrasi asam folat dengan adanya lesi substansia

alba otak, karena dianggap hilang-nya atau penurunan area substan-sia alba otak merupakan indikator presimptomatik penyakit Alzheimer, begitu juga penurunan volume area hipokampus dan amigdala. Semua-nya tampak bermakna mengalami peningkatan seiring dengan pening-katan kadar asam folat, tetapi tidak ada hubungan untuk perubahan vo-lume otak.

Kesimpulan penelitian ini ialah pe-ningkatan status asam folat ada hubungannya dengan perbaikan fungsi kognitif melalui perbaikan me-kanisme vaskuler jika dibandingkan dengan proses neurodegeneratifnya sendiri.

Sumber : Plasma folate concentration and cognitive performance: Rotterdam Scan Study, Am. JClin. Nutri 2007; 86 3: 728-734 (ids)

Page 41: cdk_160_Obsgin

40 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

Berita Terkini

Jogging tidak sebaik sepak bola untukmembakar lemak

Ilmuwan olahraga eksperi-men Peter Krustrup dan koleganya dari Universi-tas Copenhagen, RS Uni-versitas Copenhagen dan Rumah Sakit Bispebjerg meneliti satu tim sepak-bola yang terdiri dari pria tak terlatih berumur 20-40 tahun. Selama periode 3 bulan, pemain diberi be-berapa tes seperti fitness, masa total otot, persen-tase lemak, tekanan da-rah, sensitivitas insulin dan keseimbangan.

Hasilnya cukup mengejutkan. Dua-tiga pertemuan mingguan latihan bola, durasi 1 jam, menghasilkan manfaat latihan dan kesehatan yang besar. Persentase lemak turun, mas-sa total otot meningkat, tekanan da-rah menurun dan tingkat kebugaran meningkat bermakna. Semua yang diuji meningkat, kata Peter Krustrup.

Dalam percobaan se-cara paralel dengan pemain bola, kelom-pok peneliti melaku-kan hal yang sama pada kelompok jog-ging sebagai kelom-pok kontrol pasif. Para pelari dilatih 2-3 kali seminggu, tapi hasil-nya menunjukkan efek yang lebih kecil dibandingkan pemain bola. Lari jarak jauh dengan kecepatan se-

dang adalah menyehatkan, tapi hasil menunjukkan bahwa bermain bola merupakan cara yang lebih baik. Per-baikan dalam tingkat kebugaran dan peningkatan massa total otot lebih banyak terjadi pada pemain bola dan selama 8 minggu percobaan terakhir; hanya pemain bola yang menunjuk-kan perbaikan.

Setelah 12 minggu, para pemain bola kehilangan lemak sebanyak 3,5 kg dan memperoleh lebih dari 2 kg mas-sa otot tambahan, sedangkan para pelari kehilangan 2 kg lemak dan tidak ada perubahan dalam massa total otot. Kedua kelompok menunjukkan perbaikan bermakna dalam tekanan darah, sensitivitas insulin dan ke-seimbangan. Ilmuwan olahraga per-caya bahwa perubahan dari berjalan, berlari dan lari sprint menyebabkan pemain bola mengalami perbaikan kesehatan yang lebih baik.

Peter Krustrup mengatakan bahwa rahasianya adalah bahwa bermain bola adalah salah satu bentuk lati-han lengkap karena banyak kegiatan intensitas tinggi. Ketika anda berlari sprint, melompat dan menahan la-wan, anda menggunakan semua serabut dalam otot. Ketika anda lari

dengan kekuatan sedang, anda ha-nya menggunakan sebagian otot yang bekerja, lanjut Peter.

Para pemain bola menyatakan bah-wa mereka tidak mengalami latihan yang berat, sedangkan para pelari menyatakan hal sebaliknya. Para pelari selalu mengatakan berat, wa-laupun mereka bergerak dengan laju rata-rata yang sama seperti para pemain bola. Diduga karena ketika anda lari, anda fokus pada diri sen-diri. Anda memperhatikan hasil dan napas sehingga anda mulai merasa kasihan kepada diri sendiri. Pada pe-main bola, para pemain menikmati permainan dan tidak memperhatikan jantungnya berdetak kencang. Hal yang menggembirakan dan tim perlu kerjasama seluruh pemain sehingga mereka lupa beratnya latihan. Kerjasama internsional akan melan-jutkan penelitian di bidang sepakbola pada kadar latihan berbagai kelom-pok umur. Para peneliti juga mem-pertimbangkan pengujian olahraga lain seperti : bola tangan, volley dan basket.

Sumber : www.medicalnewstoday.com/articles/80477.php

Page 42: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 41

Berita Terkini

Kadar HDL tinggi melindungi jantung Anda

Sebuah studi baru menun-jukkan bahwa kadar tinggi ‘kolesterol baik’ HDL me-lindungi terhadap penyakit jantung dan stroke, tidak tergantung pada kadar ‘kolesterol jahat’ LDL.

Insiden serangan jantung, stroke, dan masalah kardiovaskular lain 40% lebih rendah dalam 1/5 partisipan se-buah studi besar yang mempunyai kadar kolesterol HDL tertinggi, tidak tergantung kadar kolesterol LDL me-reka. Efek perlindungan dari tinggi-nya angka HDL terbukti pada pasien dengan angka LDL 70, yang meru-pakan kadar rekomendasi untuk ke-sehatan jantung.

Dr. Philip Barter, direktur the Heart Research Institute di Sydney, Aus-tralia mengatakan bahwa pesan pen-tingnya adalah bila kadar HDL anda cukup tinggi, LDL tidak menjadi ma-salah. Kolesterol LDL terlibat dalam pembentukan plak lemak yang se-lanjutnya menutupi arteri, sebaliknya kolesterol HDL mencegah pemben-tukan plak ini.

Apa yang kita perlukan adalah obat

baru yang meningkatkan kadar HDL. Namun demikian, belum ada obat seperti itu. Tahun lalu, Pfizer menghentikan trial obat peningkat HDL torcetrapib pada 15.000 par-tisipan karena laju kematian lebih tinggi pada yang meminum obat dibandingkan plasebo. Obat terse-but sebelumnya direncanakan dipasarkan dalam kombinasi den-gan statin penurun LDL, Lipitor®.

Obat peningkat HDL yang terse-dia saat ini adalah niasin dosis tinggi yang dapat meningkatkan kadar HDL sekitar 20%. Tetapi memiliki efek samping mengganggu, seperti kulit kemerahan dan gatal-gatal serius. Formulasi baru dapat mengurangi tapi tidak menghilangkan efek sam-pingnya, lanjut Barter.

Saat ini Barter mempelajari untuk membedakan apakah kematian aki-bat torcetrapib, berkaitan erat de-ngan efek meningkatkan HDL obat tersebut. Bila efeknya tidak berkai-tan dengan HDL, obat golongan ini masih mempunyai harapan di masa depan karena anggota lain golongan obat ini mungkin tidak ada masalah. Hal ini masih harus diuji. Anggota lain golongan obat ini mungkin akan diuji klinik tahun depan.

Kita melihat adanya risiko kardio-vaskular pada beberapa orang de-ngan LDL rendah; saat ini tampak-nya penyebab utama risiko tersebut adalah kadar HDL yang rendah. Im-plikasinya adalah kita harus mena-ngani HDL seperti penanganan LDL, lanjut Barter.

Dr Vera Bittner, profesor kedokteran di Universitas Alabama, Birmingham dan salah satu pemimpin trial me-ngatakan kita perlu obat yang dapat

meningkatkan HDL, sehingga kita dapat menguji hipotesis bahwa me-ningkatkan HDL dapat menurunkan risiko.

Sumber : MedlinePlus : www.nlm.nih.gov/med-lineplus/news/fullstory_55372.html

Page 43: cdk_160_Obsgin

42 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

Berita Terkini

Kafein plus asetaminofen beracununtuk beberapa orang

Para peneliti memperi-ngatkan bahwa dosis sa-ngat tinggi kafein dan ase-taminofen (parasetamol), jika digunakan bersama dapat menyebabkan keru-sakan hati. Studi pada ti-kus menunjukkan bahaya pada hati, tapi dosisnya mesti sangat tinggi. Ke-duanya dapat menghasil-kan produk antara yang bersifat racun pada organ tubuh, demikian laporan para peneliti dari Univer-sity of Washington. Para peneliti melaporkan hal ini dalam jurnal Chemical Re-search in Toxicology edisi 15 Oktober 2007.

Kombinasi beracun ini hanya de-ngan meminum kafein bersamaan dengan asetaminofen, tapi dalam do-sis besar. Peneliti utama Sid Nelson,

seorang profesor kimia medisinal mengatakan bahwa kafein yang ber-interaksi dengan enzim dapat mem-bentuk metabolit asetaminofen toksik yang akan meningkatkan pemben-tukan metabolit toksik dan merusak hati.

Dalam studi ini, Tim Nelson menguji efek asetaminofen dan kafein pada bakteri E. coli. Bakteri ini telah diubah secara genetik menyerupai enzim manusia di hati yang menguraikan obat-obat resep maupun non resep. Nelson menjelaskan bahwa diperlu-kan jumlah kafein yang sangat besar untuk menghasilkan reaksi ini. Se-cara normal, orang tidak akan meng-konsumsi jumlah kafein sebanyak ini, yang kira-kira sebanyak 10 kali lipat kadar kafein dalam 2 cangkir kopi. Tim Nelson menemukan bahwa kafein meningkatkan 3 kali lipat ra-cun N-Acetyl-p-benzoquinone imine (NAPQI) yang diproduksi oleh enzim yang mengurai asetaminofen. Ra-cun yang sama yang juga diketahui merusak hati, juga diproduksi selama interaksi antara alkohol dan aset-aminofen. Dalam studi sebelumnya, tim Nel-son menemukan bahwa dosis tinggi kafein meningkatkan kerusakan hati

pada tikus yang telah menderita keru-sakan hati akibat asetaminofen.Tidak diketahui jelas apa yang menyebab-kan campuran ini menjadi beracun.

Beberapa orang lebih rentan terha-dap interaksi racun ini dibandingkan yang lain. Mereka mungkin termasuk orang yang sedang menjalani pe-ngobatan anti epilepsi, seperti karba-mazepin dan fenobarbital, dan orang yang menggunakan pengobatan al-ternatif St. John’s Wort. Obat-obat ini meningkatkan kadar enzim yang memproduksi NAPQI dan mem-produksi lebih banyak daripada cam-puran asetaminofen dan kafein.

Sebagai tambahan, orang yang ba-nyak minum alkohol akan meningkat risiko interaksi toksik ini karena alko-hol dapat memicu produksi NAPQI. Risiko ini juga meningkat pada peng-guna obat kombinasi asetaminofen dan kafein untuk menangani migrain, arthritis dan kondisi lain. Namun demikian, untuk kebanyakan orang, tidak ada alasan untuk panik kare-na kemungkinan kafein dan aset-aminofen menjadi campuran beracun sangat kecil.

Nelson menambahkan bahwa ke-banyakan orang tidak perlu khawatir menggunakan kafein dengan aset-aminofen, kecuali bagi orang-orang yang menggunakan dosis tinggi ka-fein, dosis tinggi asetaminofen, yang kemungkinan alkoholik dan atau epi-lepsi serta menggunakan obat-obat anti konvulsi.

Sumber : MedlinePlus/HealthDay

Page 44: cdk_160_Obsgin

cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 43

Berita Terkini

Melawan kuman dengan sabun dan air hangat

Rumah sakit di seluruh dunia berperang melawan infeksi nosokomial (infeksi di rumah sakit) setiap saat. Salah satu dari keban-yakan bakteri bandel yang diperangi adalah Clostridi-um difficile. Untuk memas-tikan metode pengenda-lian terbaik yang mungkin, Dr. Michael Libman, Direk-tur Divisi Penyakit Infeksi di McGill University Health Centre (MUHC), mempela-jari cara yang paling efek-

tif untuk menghilang-kan bakteri C. difficile dari tangan para pe-kerja kesehatan. Pe-menang terbaiknya jatuh pada sabun dan air hangat

Hasil studi ini dipresentasi-kan oleh Dr. Matthew Ough-

ton, salah seorang peneliti dari tim Dr. Libman pada kongres 47th Inter-science on Antimicrobial Agents and Chemotherapy (ICCAC 2007), Sep-tember 2007 di Chicago.

Tim Dr. Libman, termasuk Dr. Ougton, Dr. Vivian Loo, Direktur Departemen Mikrobiologi MUHC dan Susan Fenn, Asisten Kepala Teknologi MUHC, se-cara terpisah menguji 5 protokol cuci tangan yang sedekat mungkin menye-rupai kondisi di rumah sakit. Setelah tangan-tangan dari 10 relawan dikon-taminasi dengan C. difficile, mereka mencuci bersih dengan : sabun biasa dan air dingin atau hangat, sabun an-tiseptik dan air hangat, larutan alko-hol dan dengan handuk desinfektan. Hasilnya sangat menyolok : protokol

pencucian dengan air menghilang-kan lebih dari 98% bakteri, pencu-cian dengan larutan alkohol hampir tidak menghilangkan sedikitpun, dan protokol dengan handuk desinfektan menghilangkan sekitar 95% bakteri, kata Dr. Oughton.

Karakteristik keluarga bakteri Clos-tridium difficile adalah mampu meng-hasilkan spora di bawah kondisi stres (tidak menguntungkan). Spora ini, yang sangat resisten, kemudian memproduksi bakteri baru ketika kon-disi kembali normal. Menghilangkan Clostridium difficile adalah tantangan dalam mengontrol bakteri.

Dr. Oughton menjelaskan bahwa mereka mengira alkohol dapat meng-hilangkan bakteri ‘hidup’ tapi tidak sporanya, sedangkan tindakan pem-bersihan dikombinasi dengan bahan kimia sabun dapat menghilangkan keduanya. Cairan pencuci tangan mengandung alkohol masih tetap efektif dan nyaman untuk higiene tangan secara rutin dan menghilang-kan bakteri yang tidak menghasilkan spora. Namun demikian, para pene-liti merekomendasikan penggunaan sabun dan air jika kontaminasi oleh C. difficile dicurigai. Pencucian de-ngan sabun dan air hangat juga tetap merupakan metode terbaik untuk mengendalikan infeksi nosokomial secara umum.

Sumber : www.muhc.ca dan www.medical-news today.com/articles/83234.php

Page 45: cdk_160_Obsgin

44 cdk 160/ vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

Berita Terkini

Seksio saesar meningkatkan risiko ibu dan bayi

Menurut temuan sebuah studi di Amerika Latin, dibandingkan dengan per-salinan normal, persalinan seksio caesar memiliki 2 kali lipat risiko komplikasi dan kematian baik pada bayi dan ibu, jika janin normal, posisi kepala di bawah. Namun demikian, jika janin posisi terbalik, posisi melintang, manfaat persalinan normal me-lebihi risikonya. Dr. Jose Villar dan koleganya dari University of Oxford di In-ggris melaporkan dalam jurnal BMJ Online First, 31 Oktober 2007.

Peningkatan angka persalinan cae-sar beberapa tahun belakangan ti-dak jelas bermanfaat untuk bayi dan ibu. Oleh karena itu, ibu dan pela-yan kesehatan perlu diberi informasi

mengenai risiko potensi individu dan manfaat yang berkaitan dengan per-salinan normal.

Studi ini diikuti oleh 94.307 perem-puan yang melahirkan di 120 fasili-tas kesehatan di 8 negara Amerika Latin. Para peneliti membandingkan hasil dari 31.821 perempuan yang menjalani persalinan caesar, yang dilakukan selama melahirkan atau berencana, dengan 62.486 perem-puan yang menjalani persalinan nor-mal.

Perempuan di kelompok caesar mempunyai 2 kali risiko histerektomi, transfusi darah, pelayanan intensif, rawat inap lebih lama dan kematian, dibandingkan dengan mereka yang melahirkan normal. Mereka juga 5 kali lipat lebih sering memerlukan penanganan antibiotik pasca mela-hirkan.

Risiko tinggal di dalam ruangan ICU neonatus selama 7 hari mencapai 45% lebih tinggi untuk bayi yang di-lahirkan melalui persalinan caesar terpaksa dan lebih dari dua kali lipat untuk yang menjalani persalinan cae-sar elektif, dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan normal. Pola yang sama juga diamati pada kematian bayi, yang meningkat pada persali-nan caesar masing-masing sebesar 41% dan 82%.

Pola kebalikan diamati jika janin dalam posisi melintang saat persali-nan. Dibandingkan persalinan nor-mal, risiko kematian bayi dikurangi 45% pada persalinan caesar yang direncanakan dan 31% pada persali-nan caesar saat persalinan.

Villar dan koleganya menyimpulkan bahwa jika janin dalam posisi normal,

kepala di bawah, yang merupakan mayoritas persalinan, seksio caesar berkaitan dengan risiko kematian dan komplikasi ibu dan bayi yang lebih tinggi. Sumber : BMJ Online First, 31 Oktober 2007

Page 46: cdk_160_Obsgin

CDK 160 / vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 45

Informatika

Kedokteran

Salah satu media Internet yang kini makin populer adalah blog. Sekitar 120.000 blog baru bermunculan tiap hari atau 1,4 blog baru tiap de-tiknya.1 Di Indonesia, media ini cukup populer sebagai media alternatif sehingga muncul inisiatif penetapan tanggal 27 Oktober sebagai Hari Blog Nasional oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indo-nesia, Bapak Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh, D.E.A. pada Pesta Blogger 2007 yang lalu di Jakarta. Bagaimana dengan dunia blog kedokteran (medical blogosphere)?

Saat ini penulis mencatat setidaknya terdapat 80-an buah blog kedok-teran Indonesia yang terkumpul di Bloglines Kesehatan dan separuhnya masih aktif dalam 6 bulan terakhir.

2 Blog kedokteran Indonesia yang

dimaksud adalah blog yang menyatakan dikelola oleh dokter (umum, spesialis, gigi, hewan) atau mahasiswa kedokteran baik pribadi maupun komunitas warga negara Indonesia. Sebagian besar blog kedokteran memuat informasi kesehatan dan kedokteran. Daftar blog (personal) kedokteran Indonesia yang masih aktif dalam 6 bulan terakhir akan di-lampirkan pada akhir tulisan.

Tulisan ini akan menyajikan pengertian blog secara umum, beberapa karakteristik blog kedokteran, kelebihan dan kekurangan blog serta po-tensinya sebagai media komunikasi pasien-dokter.

Pengertian blogBlog berasal dari kata web log, kini sering disebut weblog-dipopuler-kan oleh Jorn Barger (1997) atau blog-dipopulerkan oleh Peter Merholz (1999), diartikan sebagai sesuatu yang termuat di situs web berdasar-kan urutan waktu tertentu. Sebagai kata kerja, ‘blog’ merupakan suatu kegiatan mengelola blog. Sejarah selengkapnya dapat dilihat pada ha-laman Wikipedia tentang blog.

Pernyataan ‘sesuatu yang termuat’ di atas bermaksud bahwa suatu blog dapat memuat teks (seperti pada umumnya), foto (photoblog), video (vlog), audio (podcasting) maupun berita singkat (micro-blogging). Blog yang berbasis web ini; ada juga yang menyebutnya sebagai catatan harian terkoneksi/terhubung (online), biasanya juga memiliki sistem ko-mentar, umpanan (feed), menyajikan berkas (file) media lain (misalnya gambar, animasi, presentasi, permainan) serta taut (link) topik terkait.3 Tersedia beberapa layanan mesin blog yang dapat dimanfaatkan gratis, diantaranya Blogger (http://www.blogger.com/) dan WordPress (http://www.wordpress.com/).

Sebagai sebuah media sosial, blog menawarkan interaktivitas (walau-pun blog dapat pula digunakan sebagai jurnal harian pribadi yang hanya boleh diakses pribadi, kelompok atau orang-orang tertentu seperti blog keluarga, organisasi, perusahaan). Pengunjung atau pembaca dapat memberikan komentar pada tiap tulisan, kecuali pengelola membatasi fitur ini. Komentar yang masuk dapat diatur agar melalui proses mo-derasi dahulu atau seijin pengelola. Sehingga tercipta komunikasi dua arah, sahut menyahut komentar, berkunjung ke blog lain (blogwalking) dan berbagai kemudahan pengelolaan lainnya. Agak berbeda dengan situs web biasa yang cenderung satu arah dan pengelolaannya relatif lebih sulit. Kita pun dapat mengikuti tulisan dan komentar terbaru tanpa harus berkunjung langsung ke blog bersangkutan, dengan memanfaat-kan umpanan (feed) serta surat elektronik (email). Penulis blog dapat mengelola komentar blog yang masuk via surat elektroniknya. Saling

bertukar taut tentang topik dan blog terkait, memperluas jejaring per-temanan, berbalas komentar hingga pertemuan dan kegiatan di dunia nyata dapat terwujud berkat blog. Interaksi terjadi bukan hanya di dunia maya (virtual) tapi juga di dunia nyata.

Pengelola blog dapat langsung berlaku sebagai administrator (‘admin’), penulis maupun editor. Selanjutnya, pengelola blog akan kita sebut se-bagai ‘blogger’. Jadi penulis blog kedokteran dapat dikatakan sebagai ‘med blogger’.

Konsep berbagi dan interaktivitas melalui Internet membuka cakrawala baru bagi hubungan pasien dan dokter. Selama ini mungkin kita telah mengenal adanya kelompok diskusi via surat elektronik (mailing list), forum dan situs-situs kesehatan-kedokteran. Blog memiliki nuansa per-sonalisasi bagi perorangan maupun kelompok. Masing-masing blog bebas memilih topik sesuai minatnya. Pada tulisan berikutnya akan kita lihat karakter blog kedokteran dari sudut pandang pengunjung atau pembaca.

Karakteristik blog kedokteranMengacu pada pentingnya validasi informasi kesehatan di Internet dari The Health on the Net Foundation (HON), ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan saat membaca suatu blog kedokteran.

Seperti blog umumnya, pengunjung dapat mengetahui identitas penu-lis blog, alamat surat elektronik atau formulir kontak di menu ‘Tentang’ (‘About’) dan ‘Kontak’ (‘Contact’). Jati diri pengelola mungkin jarang ditelusuri pengguna, seperti pada suatu penelitian yang menyatakan bahwa pengguna lebih mementingkan sumber tulisan dan desain yang profesional.4 Walaupun demikian, informasi pengelola sebaiknya tetap dicantumkan untuk menjaga kredibilitas blog. Kadang disertai pula per-nyataan bahwa tulisan di blog kedokteran tersebut tidak berhubungan dengan institusi atau organisasinya. Tidak pula bermaksud untuk meng-gantikan nasihat dokter saat konsultasi di ruang praktik. Anonimitas pun turut dihargai, terutama yang berhubungan dengan identitas pasien maupun organisasi.

Pada tiap tulisan, pembaca mungkin menemukan bahwa tulisan terse-but adalah pendapat pribadi, pengalaman atau review tulisan/penelitian lain. Tulisan yang mengandung pernyataan ilmiah akan menyertakan kuotasi atau taut sumber sehingga pembaca dapat menelusuri lebih lan-jut. Hal ini sesuai dengan kaedah kedokteran berbasis bukti (evidence-based medicine).

Topik yang disajikan pun beragam, tidak ada pembatasan. Hal ini pun disarankan bagi blogger pemula agar tidak bingung memilih topik blog. Tidak selalu membahas kesehatan-kedokteran. Beberapa teman se-jawat dokter bahkan memiliki lebih dari 2 blog dengan topik yang ter-segmentasi. Ada yang sesuai dengan minat, spesialisasi atau bidang yang tengah digeluti. Bahkan pengalaman sehari-hari di kala praktik. Pembaca akan menemukan lingkungan orang-orang kedokteran dari sudut pandang pengelolanya. Tidak jarang isinya memuat bermacam kritik serta saran terhadap situasi dan kebijakan kesehatan negara kita.

Bahasa yang digunakan tidak harus formal. Bahasa dan istilah sehari-hari pasien tentu akan lebih dapat diterima bagi pembaca, terutama un-

Blog Kedokteransebagai Media Komunikasi Pasien dan Dokter

Dani Iswara*, Anis Fuad**

Page 47: cdk_160_Obsgin

46 CDK 160 / vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

tuk tulisan tentang penyakit tertentu. Istilah medis, kodifikasi penyakit atau International Classification of Diseases (ICD) tetap dapat diser-takan untuk memperjelas informasi.

Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran sangat berkembang pesat. Suatu informasi bisa saja menjadi ketinggalan jaman dengan cepat. Beberapa pengelola blog kedokteran juga turut memperbaharui tulisan-nya. Jika terdapat perubahan atau pembaharuan pada tulisan, biasanya disertai informasi bahwa tulisan diperbaharui terakhir pada tanggal atau waktu tertentu.

Kelebihan dan kekurangan blogDari sudut pengelolaan, blog menawarkan kemudahan dibandingkan si-tus web biasa. Beragamnya informasi dan kejadian yang tersebar di du-nia tertuang dalam Internet. Mereka yang mengalami atau menemukan informasi kemudian memuatnya dalam blog. Internet dapat dikatakan sebagai sarana mencuri informasi/pengetahuan dari mereka yang mau berbagi informasi via blog. Untuk mengikuti topik-topik yang sesuai mi-nat kita, cukup memanfaatkan teknologi web 2.0 yang dalam bidang medis diaplikasikan menjadi medicine 2.0.5 Dengan berlangganan via surat elektronik dan umpanan, informasi kesehatan-kedokteran terba-ru dapat terintegrasi via perambah (browser) dan memudahkan untuk diakses di komputer pengguna.

Pemasaran via Internet juga otomatis terjadi. Nama atau situs siapa yang muncul pada halaman awal hasil pencarian saat pengguna me-ngetikkan nama penyakit, nama sendiri, nama sejawat atau nama produk obat di kolom alamat mesin pencari Google? Apakah ini berarti para sejawat telah berpromosi (melakukan pemasaran) di Internet?

Blog sebagai media berbasis web (Internet) memiliki jangkauan yang relatif lebih luas, tidak terbatas ruang, tempat dan waktu, dibanding me-dia cetak konvensional (terutama yang tidak memiliki situs web). Dalam hal ini Internet sebagai jaringan yang dapat menjangkau seluruh dunia. Penerima informasinya pun memiliki cakupan yang lebih luas. Disebut relatif karena jangkauan akses Internet di negara kita masih terbatas. Arsip tulisan dan topik tertentu di dunia maya pun akan tetap dapat di-baca kembali selama isi situs tersebut tidak dihapus. Blog, terutama milik pribadi, lebih memiliki kebebasan menyuarakan pendapatnya, karena penulis sendiri langsung bertindak sebagai editornya. Berbeda dengan media konvensional. Hal-hal yang kemungkinan tidak lulus sen-sor pada media konvensional seakan menemukan pelampiasannya. Pembaca akan disuguhi tentang kisah kontroversi kebijakan kesehatan, kelalaian pelayanan kesehatan, korupsi dunia kesehatan, kebobrokan PTT (Pegawai Tidak Tetap) dokter, kerja sama dokter-farmasi, suka duka dokter dan keluhan lainnya. Figur anonim biasanya lebih merasa nyaman berada dalam topik demikian. Walaupun anonimitas di dunia Internet bisa saja tidak berlaku absolut, seperti kejadian pada salah satu med blogger luar negeri yang melibatkan pengadilan.

Bagi pasien, konsultasi via blog menjadi relatif hemat tempat, waktu dan biaya. Tidak perlu memenuhi tempat antrian dokter atau rumah sakit (RS) dan menunggu antrian untuk dipanggil. Juga relatif hemat biaya perjalanan, parkir (kecuali ke warnet) dan biaya konsultasi/peme-riksaan. Lebih tepat diaplikasikan untuk konsultasi kasus yang bukan gawat darurat.

Seperti halnya informasi yang tersedia di Internet pada umumnya, dapat ditemui berbagai sampah informasi (informasi yang tidak jelas sumber dan kebenarannya; hoax) hingga informasi yang benar-benar berman-faat. Belum tentu semua informasi tersebut benar sesuai kaedah ilmiah yang ada. Begitu juga dengan blog. Dalam beberapa hal, anonimitas pengelola blog dapat dipertanyakan. Terutama jika isi tulisan memuat informasi kedokteran tanpa sumber yang jelas.

Ada kalanya tidak semua komentar pengunjung langsung dibalas oleh pengelola. Beberapa sebab yang harus dimaklumi diantaranya: kesibu-kan pengelola, keterbatasan pemahaman pengelolaan dan hambatan akses Internet. Hal-hal teknis pengelolaan blog seperti desain, ak-sesibilitas, promosi, penambahan aksesoris dan fitur tambahan lainnya bisa saja diserahkan kepada rekanan administrator. Jadi dokter hanya fokus pada menulis isi blog.

Potensi Blog bagi Komunikasi Pasien-DokterSebagian besar (80%) pengguna Internet berusia dewasa di Amerika

Serikat adalah pencari informasi kesehatan.6 Dengan masih minimnya informasi kesehatan di Internet yang ditulis oleh lembaga yang ter-percaya, ketersediaan blog kedokteran seakan merupakan oasis bagi para pencari informasi kesehatan berbahasa Indonesia. Media ini juga semakin membawa perubahan paradigma komunikasi pasien-dokter yang tidak lagi doctor-oriented (dokter adalah manusia sebagai sum-ber informasi utama, yang paling benar) tetapi sudah patient-oriented (mengutamakan penyediaan informasi kepada pasien). Hal ini juga akan berpotensi mengikis asimetri informasi kesehatan yang selama ini menyebabkan pasien sebagai pihak subordinat terhadap profesi dokter. Semakin tersedianya informasi kesehatan di blog menyebabkan peran mesin pencari (misalnya Google) menjadi sangat dominan bagi para pencari informasi kesehatan. Bahkan suatu penelitian memprediksi suatu saat Google akan mengalahkan Pubmed sebagai referensi utama mencari informasi mengenai diagnosis penyakit.7,8 Dari sinilah kemung-kinan berikutnya akan muncul: perubahan paradigma evidence-based medicine yang tidak lagi meremehkan penelitian atau publikasi yang bersifat case studies.

Di satu sisi, blog kedokteran awalnya bisa saja menjadi suatu pemaparan monolog, satu arah, yang akhirnya diikuti dengan diskusi atau tanya jawab via kolom komentar atau surat elektronik. Bagi dokter, media blog menyediakan sarana penyampaian informasi yang mungkin tidak sem-pat tersampaikan di ruang praktik. Sekaligus pembelajaran bagi dokter untuk mengelola sebuah media elektronis interaktif dan terangsang un-tuk selalu memperbaharui diri.

Melalui blog, pembaca sebagai pencari informasi kesehatan (health seekers) mungkin dapat memahami bahwa dokter juga ingin dianggap sebagai manusia biasa. Beberapa blog kedokteran telah mengungkap-kan bagaimana susahnya menempuh pendidikan kedokteran, tugas di daerah terpencil, gaji terlambat, masa depan karir dokter dan sebagai-nya. Tidak semua pandangan masyarakat tentang kemewahan dokter benar adanya. Setelah membacanya, mungkin para orang tua akan ber-pikir seribu kali untuk menyekolahkan anaknya di fakultas kedokteran? Sedikit banyak, kondisi internal dalam dunia kedokteran yang terungkap via blog akan mengurangi jenjang psikologis komunikasi pasien-dokter.

Bahasa blog yang mudah dimengerti juga turut menjembatani kelan-caran komunikasi. Bagi pencari informasi kesehatan di Internet, salah satu tulisan blog kedokteran mungkin akan anda temui dari mesin pen-cari dengan menggunakan kata kunci sederhana (istilah sakit menurut pasien) yang pembaca pahami. Banyak istilah awam kesehatan yang kurang tepat tetapi masih digunakan untuk menyatakan keluhan sakit. Selain memberikan pemaparan istilah medis, pengelola blog kedokter-an juga seringkali memberikan padanannya dalam bahasa pasien, agar tidak terjadi kerancuan dalam komunikasi berikutnya.

Terbukanya jalur komunikasi pasien-dokter melalui blog ini berpeluang mengurangi kejadian medical error. Ini terkait dengan salah persepsi dan komunikasi dalam penanganan pasien yang sering memicu mal-praktik. Pasien dan keluarganya yang mampu melakukan pencarian informasi kedokteran melalui Internet diharapkan menjadi pasien/ ke-luarga yang cerdas. Setidaknya ingin mengetahui dan mampu bertanya mengenai penyakit dan penanganannya. Bukan lantas mengobati de-ngan sembarang obat yang dibeli sendiri. Tidak lagi sungkan bertanya karena dokternya telah meluangkan waktu walaupun dalam hal ini lewat media blog. Lebih baik lagi jika memang diwujudkan di dunia nyata. Pasien pun harus menyadari bahwa pemeriksaan langsung oleh dokter tetap dibutuhkan untuk penanganan menyeluruh.

Simpulan dan saranTerbukanya peluang komunikasi pasien-dokter via blog, menuai kon-sekuensi bagi pasien dan dokter. Bagi pasien, segala informasi yang tersedia di blog kedokteran (Internet) tetap harus disaring kembali kebenarannya. Dalam beberapa hal, komunikasi via blog tentu dapat memudahkan, tetapi tetap tidak dapat menggantikan sentuhan/kontak langsung pasien-dokter. Informasi yang diperoleh melalui blog umum-nya belumlah berupa identifikasi pasti penyakit yang diderita (diagnosis), tetapi tetap dapat dimanfaatkan sebagai sebuah opini yang membantu. Bagi dokter, pembelajaran melalui blog layak ditelusuri lebih lanjut se-bagai media penyampaian informasi kesehatan dan kedokteran. Blog berpotensi menjembatani jenjang komunikasi pasien dan dokter.

Dengan ketersediaan akses Internet yang makin mudah dan murah, kita

Page 48: cdk_160_Obsgin

CDK 160 / vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 47

harapkan orientasi dan kebutuhan informasi kesehatan masyarakat me-ningkat sehingga dapat memperbaiki derajat kesehatan masyarakat.

Kepustakaan1. Sifry, D. The state of the live web, April 2007. [Internet]. Tersedia

dalam: < http://technorati.com/weblog/2007/04/328.html > [Diakses 2 Desember 2007].

2. Bloglines Kesehatan. Blog kedokteran [Internet]. Tersedia dalam: < http://bloglines.com/public/bloglineskesehatan > [Diakses 1 De-sember 2007].

3. Boulos, M.N.K., Maramba I. & Wheeler S. Debate - Wikis, blogs and podcasts: a new generation of web-based tools for virtual col-laborative clinical practice and education. BMC Medical Education. 2006; 6;41.

4. Eysenbach, G. & Kohler, C. How do consumers search for and ap-praise health information on the world wide web? Qualitative study using focus groups, usability, and in-depth interviews. BMJ. 2002; 324; 573-577.

5. McLean, R., Richards, B.H. & Wardman, J.I. The effect of web 2.0 on the future of medical practice and education: Darwikinian evolution or folksonomic revolution? MJA. 2007; 187; 174-177.

6. Fox, S. & Fallows, D. Internet health resources - Health searches and email have become more commonplace, but there is a room for improvement in searches and overall. Pew Internet & American Life Project. 2003.

7. Tang, H. & Ng, J.H.K. Googling for a diagnosis – use of Google as a diagnostic aid: internet based study. BMJ. 2006; 333; 1143-1145.

8. Giustini, D. How google is changing medicine. BMJ. 2005; 331; 1487-1488.

LampiranTabel 1. Daftar blog kedokteran Indonesia yang masih aktif dalam 6 bulan terakhir

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

http://agnes.ismailfahmi.org/

http://adywirawan.com/

http://rosyidi.com/

http://mave.wordpress.com/

http://penjelajahwaktu.blogspot.com/

http://arifindj.blogspot.com/

http://astaqauliyah.blogspot.com/

http://as3pram.wordpress.com/

http://basukipramana.blogspot.com/

http://blogdokter.net/

http://daniweblog.blogspot.com/

http://andaka.com/

http://dwisusanti.blogspot.com/

http://ilmukedokteran.net/

http://eriktapan.blogspot.com/

http://senyumsehat.wordpress.com/

http://kodoklapar.blogspot.com/

http://drhandri.wordpress.com/

Agnes Tri H., dr.

Ady Wirawan, dr.

Agam Rosyidi

Alfi Yasmina, dr.

Amrizal Muchtar, dr.

Arifianto, dr.

Asri Tadda

Astri Pramarini, dr.

Basuki Pramana, dr.

Cock Wirawan, dr.

Dani Iswara, dr

Deddy Andaka, dr.

Dwi Susanti

Elias H.S., dr.

Erik Tapan, dr., MHA

Evy Indriyati, drg., Sp.BM

GrapZ (alias; dokter)

Handri Irawan, dr.

No Alamat blog Pengelola

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

27.

28.

29.

30.

31.

32.

33.

34.

35.

36.

37.

38.

39.

40.

41.

42.

43.

44.

45.

46.

47.

48.

http://klikharry.wordpress.com/

http://cakmoki86.wordpress.com/

http://hudatoriq.web.id/

http://dokterearekcilik.wordpress.com/

http://imrannito.wordpress.com/

http://www.i-rara.com/

http://dokteriwan.blogspot.com/

http://manusia-kamil.blogspot.com/

http://kadar100.blogspot.com/

http://kobalsangaji.blogspot.com/

http://lakshminawasasi.blogspot.com/

http://drlizahidup.blogspot.com/

http://drluna.blogspot.com/

http://mashuri.blogspot.com/

http://pitutur.web.id/

http://pebipurwosuseno.wordpress.com/

http://sibermedik.wordpress.com/

http://hidupku.info/

http://drvinatips.org/

http://martariwansyah.blogspot.com/

http://mabanget.wordpress.com/

http://keluargazulkarnain.blogspot.com/

http://catatandoktermuslim.blogspot.com/

http://gitaewi.blogspot.com/

http://medlinux.blogspot.com/

http://komik.blogdrive.com/

http://subhanallahu.multiply.com/

http://dokteryhosse.blogspot.com/

http://dokterpenulis.wordpress.com/

http://zulharman79.wordpress.com/

Harry Wahyudhy

Hatmoko, dr.

Huda Toriq

Ilyas, dr., Sp.A

Imran Nito, dr., Sp.PD

Irayani Queencyputri

Iwan Setyawan, dr.

Kamil Muhammad

Kadarsyah, dr.

Kobal Sangaji, dr., Sp.M

Lakshmi Nawasasi, dr., Sp.B

Liza Sofyan, dr.

Luna Fitria Kusuma

Mashuri, dr.

Mbah Dipo (alias; dokter)

Pebi Purwo Suseno, drh.

Penggalih

Pinto Sjafri, dr.

Revina Octavianita, dr.

Riwan

Rizma Adlia S.

Rosalina L.Z., dr., Sp.M

Rully Rudianto

Sagita Dewi, dr.

Salim Mulyana

Tito, drh.

Widodo Wirawan, dr.

Yhosse, dr.

Yusuf Suseno, dr.

Zulharman, dr.

Catatan: Pengelola: identitas sesuai yang tercantum dalam blog (profil, tentang) atau

direkomendasikan rekan sejawat lainnya Sebagian besar merupakan hasil pencarian 10 halaman pertama di mesin pencari

Google dengan kata kunci “blog dokter”, tercatat di Bloglines Kesehatan dan per-nah penulis kunjungi (diakses Desember 2007)

Maaf bila terdapat kekurangan dalam penulisan nama blog, pengelola dan gelar

Penulis tidak menjamin kebenaran seluruh identitas pengelola yang tercan-tum.

*) Mahasiswa S2 Konsentrasi Sistem Informasi Manajemen Kesehatan Minat FETP Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UGM

**) Staf pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UGM, sedang mengikuti program doctor di Department

Page 49: cdk_160_Obsgin

48 CDK 160 / vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

Mengenal Secara UtuhSosok Prof. Dr. Sarwono Prawirohardjo

Prof. Dr. dr. R. Sarwono Prawirohardjo, DSOG adalah sosok dokter yang memi-liki segudang prestasi. Ialah pribumi asli Indonesia pertama yang mendalami bidang ke-dokteran kebidanan dan kan-dungan (1939), Profesor dan Dekan pertama FKUI (1945), Ketua IDI yang pertama (1952-1953), Penggagas dan Ketua POGI yang pertama (1954), Ketua MIPI (1956-1967) dan Ketua LIPI yang pertama (1967-1973), Pemrakasa Ger-

akan Keluarga Berencana Nasional sekaligus Ketua Perkumpu-lan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) periode 1967-1970, Perintis Klinik Raden Saleh bagi pasangan penderita infertilitas (1972) serta pendiri Yayasan Bina Pustaka (YBP) yang mener-bitkan buku-buku Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan (1974). Nama YBP kini telah berubah menjadi YBP Sarwono Prawirohardjo. Cuplikan riwayat hidup dokter ini disajikan dalam tulisan sebagai berikut :

R. Sarwono Prawirohardjo dilahirkan di Solo, 13 Maret 1906. Setelah menempuh kuliah di STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Artsen ) Batavia pada tahun 1929 ia lulus dengan predikat “Cum Laude”. Selama Sarwono belajar di STOVIA, ia menjadi Pengurus Besar Jong Java dan selama setahun pernah menjabat sebagai ketuanya.

Sarwono menikah dengan Rr. Sumilir Martowibowo dan dika-runiai satu anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Pada ta-hun 1929-1931 ia diangkat sebagai dokter di Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum yang dulu dinamakan CBZ (Centrale Burgelijke Ziekeninrichting) di Batavia sambil dipekerjakan pula di Pandeglang.

Pada tahun 1931 sampai 1934 dr. Sarwono ditugaskan di Tan-jung Pinang. Kemudian antara tahun 1934 dan 1937, ia diang-kat sebagai Direktur Rumah Sakit Bersalin di Cirebon. Rupanya dari sini ia tertarik menekuni Ilmu Kebidanan dan Kandungan. Ia diangkat pada tahun 1937 sebagai dokter di Bagian Kebi-danan dan Penyakit Kandungan CBZ Batavia dan pada tahun 1939 menempuh ujian ”Arts” di Geneeskundige Hoogeschool (GH) di Batavia dan lulus dengan predikat Cum Laude. Surat keterangan lulus pada waktu itu selalu ditulis oleh Kepala Per-pustakaan GH, Nona Tjan, dengan tulisannya yang khas.Pada tahun 1940 dr. Sarwono diangkat sebagai Staf Bagian Ke-bidanan dan Penyakit Kandungan GH di bawah asuhan Profe-sor R. Remmelts, salah satu Profesor Belanda yang merangkul

pribumi. Dengan menyerahnya pemerintah kolonial Belanda pada tentara Jepang Maret 1942, semua Guru Besar dan dok-ter Belanda dimasukkan ke kamp interniran milik Jepang. Maka yang menjadi Ketua Bagian di RSUP Batavia adalah dokter senior berkebangsaan Indonesia. Di bagian kebidanan adalah dr.Sarwono Prawirohardjo, dr. Darma Setiawan, mantan men-teri luar negeri dan dr. Subyakto, pendiri bagian Orthopedi se-bagai asisten di bagian Kebidanan.

Berhubung dr. Darma Setiawan berselisih paham dengan pihak Jepang maka ia dan dr. Subyakto akhirnya dikeluarkan dari Ba-gian Penyakit Dalam RSUP. Apalagi pihak Jepang kemudian mengetahui bahwa keduanya sebelumnya bekerja sebagai op-sir kesehatan tentara Hindia Belanda.

Setelah Jepang masuk Geneeskundige Hoogeschool Batavia ditutup pihak penjajah. Demikian pula Sekolah Kedokteran NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School) di Surabaya. Para calon dokter tingkat terakhir GH dan NIAS digabung di Jakarta untuk menyelesaikan studinya sebagai dokter umum. Pemerintah Jepang menempatkan pada tiap bagian RSUP seorang dokter atau Profesor Jepang. Yang menjadi Ketua Ba-gian Kebidanan dan Kandungan adalah Profesor Kimura yang fasih berbahasa Jerman dan memberikan kuliah dalam bahasa Jerman pula. Baru setelah beliau dapat berbahasa Indonesia, kuliahnya diberikan dalam bahasa Indonesia. Dokter Sarwono Prawirohardjo diangkat sebagai asisten profesor yang praktis menjalankan pekerjaan di bagian, dibantu oleh dr. SA Goelam, dr. Iman Sujudi dan dr. Hanifa Wiknjosastro.

Pendidikan di klinik berlangsung seperti di zaman Belanda; setelah Sekolah Tinggi Kedokteran “IKADAGAIKU” Jakarta dibuka pada tahun 1943 diadakan pula “co-assistenschap” di bagian-bagain. Operasi-operasi besar dan sulit dikerjakan dr. Sarwono Prawirohardjo. Demikian pula konsul yang sulit diker-jakannya dan harus ditampungnya. Tidak mengherankan bila kondisi itu membuat kondisi fisiknya menjadi susut.

Kehebatan dr. Sarwono adalah ia tidak segan-segan mendo-norkan darahnya sebelum mengadakan operasi. Tak dapat di-lupakan bagaimana ia dengan tegas menugaskan orang untuk mengambil darahnya 300 ml dalam cairan sitrat, disaring kemu-dian diberikan pada penderita yang akan dioperasinya sendiri. Saat itu belum ada dinas transfusi darah seperti yang dilakukan PMI (Palang Merah Indonesia) sekarang.

Permintaan seorang dokter untuk dijadikan dokter Peta dise-lesaikan melalui undian. Dr. Sarwono yang paling akhir masuk di bagian, menarik undian tersebut, sehingga akhirnya ia yang harus menjadi dokter Peta. Posisi itu kemudian membuat dr. Sarwono harus mendampingi almarhum Jenderal Sudirman.

Pada akhir pendudukan Jepang bagian tidak mempunyai ko-asisten lagi dengan alasan dalam peperangan hanya dibutuhkan dokter yang tidak menolong persalinan. Di samping melakukan pekerjaan biasa seperti operasi ginekologi, seksio sesarea dan pertolongan persalinan patologis rujukan dari luar, dr. Sarwono juga harus menangani poliklinik, menangani ruangan C IV (Ba-gian Kebidanan tanpa infeksi), C III (Bagian Kebidanan dengan infeksi), Paviliun B (Bagian Neonatus), Paviliun 9 (Bagian Ob-stetri Ginekologi Operatif) dan Paviliun E (Bagian Onkologi).

Ronde besar selalu dilakukan 2 kali seminggu secara teratur dan tepat pada waktunya. Pasien dan statusnya harus rapi. Pasien-pasien yang diperiksa dr. Sarwono Prawirohardjo diten-tukan dan kita dibimbing dalam pemeriksaan dan pengobatan. Kata-kata yang disampaikan kepada penderita selalu penuh harapan. Ia tidak segan-segan menegur bila status dan lapo-ran operasi kurang baik.

Profil

Page 50: cdk_160_Obsgin

CDK 160 / vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 49

Bagian Kebidanan dan Kandungan juga mempunyai biro kon-sultasi bagi ibu hamil :

1. Di Gang Adjudan, Kramat Bidan Sinah2. Di Kepu Dalam Bidan Wasini3. Di Utan Kayu Bidan Sukaesih4. Di Daerah Rawa Bangke Jatinegara Bidan Onah

Biro konsultasi di Kebon Terong di daerah Kota ditutup saat pendudukan Jepang karena kesulitan transportasi. Tempat-tempat pemeriksaan ibu hamil tersebut memberi kesempatan pada mahasiswa tingkat akhir untuk menolong ibu bersalin di rumah mereka sendiri. Status diteliti dr. Sarwono sendiri dengan memberikan saran dan pengertian.

Satu tahun setelah ditutup, Fakultas Kedokteran dibuka kem-bali oleh pihak Jepang bersama-sama dengan dibukanya pula Fakultas Kedokteran Gigi dan Fakultas Farmasi. Ketiganya berada di bawah Bagian Kesehatan Pemerintah Pendudukan Jepang. Setelah Jepang menyerah, fakultas-fakultas tersebut diambil alih oleh Pemerintah RI dan sebagai Balai Pelajaran Tinggi ditempatkan di bawah Departemen Kesehatan.

Sesudah proklamasi Kemerdekaan hari Jumat, 17 Agustus 1945, dr. Sarwono Prawirohardjo diangkat sebagai profesor dan dekan pertama dari Fakultas Kedokteran disamping Kepala bagian gabungan Perguruan Tinggi dalam lingkungan Departe-men Kesehatan (1945-1947).

Sejak menjadi dekan, dr. Sarwono diminta pendapatnya di Ke-mentrian PP dan K, dan dijadikan pula Ketua Panitia Penasihat Perguruan Tinggi (1946-1949). Memikul tanggung jawab yang besar tidaklah mudah, khususnya saat Fakultas Kedokteran ha-rus dipindahkan ke pedalaman (di Klaten, Jawa Tengah). Ia pun harus ke pedalaman untuk menyelesaikan hal-hal yang tidak atau kurang beres.

Pada tanggal 23 Agustus 1948 RSUP diduduki tentara Belanda. Profesor Sarwono menyerahkan semua inventaris antara lain kunci untuk Radium di Paviliun E kepada dr. Sindram dari pi-hak Belanda. Semua staf bagian kebidanan, para dokter, para-medis dan tenaga administrasi keluar dari RSUP. Suatu hal yang mengesankan adalah Dinas Luar Kebidanan masih jalan terus. dr. Sarwono Prawirohardjo dan dr. Hanifa Wiknjosastro masih diminta dr. Marzuki, Kepala Dinas Kesehatan Kota untuk menangani ujian bidan di Rumah Sakit Budi Kemuliaan yang dipimpin dr. Sarlono.

Pada Februari 1950, Fakultas Kedokteran UI dan RSUP dikem-balikan ke Pemerintah Republik Indonesia setelah seluruh dunia mengakui kedaulatan RI. Prof. Sarwono memanggil dr. Hanifa untuk ikut membangun bagian kebidanan. Pertanyaan pertama yang diajukan Prof. Sarwono adalah, ” Apakah Sauda-ra memiliki ambisi menjadi Kepala Rumah Sakit Budi Kemuliaan menggantikan dr. Sarlono yang akan dijadikan Direktur Rumah Sakit St. Carolus ?” Mendapat pertanyaan seperti itu dr. Hanifa menjawab dengan tegas, ” Tidak Prof, sebetulnya saya tidak suka praktik partikulir. Masih ada yang lebih tua dari saya sep-erti dr. Goelam dan dr. Iman Sujudi.”Kemudian Prof. Sarwono berkata sambil tersenyum kepada dr. Hanifa. ”Praktik yang sudah berjalan jangan dihentikan sebab pemerintah belum dapat memberikan imbalan yang pantas.”

Ketika kemudian dr. Hanifa mulai membantu membangun ba-gian kebidanan di Fakultas Kedokteran dan RSUP di Jakarta sering sekali dr. Hanifa menerima surat atau telegram dari Uni-versitas Gajah Mada untuk pindah ke Jogjakarta. Ketika surat dan telegram itu diperlihatkan kepada Prof. Sarwono tampak sekali bahwa ia sangat tersinggung dan meminta dr. Hanifa un-

tuk membalasnya dengan kalimat ” Pekerjaan di sini tidak dapat ditinggalkan.” Kedua pasangan dokter kebidanan itu di samping mendidik para ko-asisten para dokter dari pedalaman seperti dr. Sardjono Danudibroto yang kemudian menjadi profesor di Undip Semarang, juga masih harus menyelesaikan pendidikan para dokter asisten dari bekas Nood Universiteit van Indonesia (cikal bakal FK UI).

Pada waktu itu dr. Soerodjo dari Malang, dr. Diapari Siregar dari Medan dan Prof. Tan Oen Siang dari Medan memperoleh pen-didikan tambahan di bawah asuhan Prof. Dr. Sarwono Prawiro-hardjo. Konferensi klinik 2 kali seminggu, ronde besar 2 kali seminggu, malam klinik tiap bulan dilangsungkan secara teratur dengan mutu ilmiah yang cukup tinggi didukung dengan hasil-hasil : PA radiologi dan laboratorium atau konsul dari bagian lain yang mantap. Cara pengujian dokter terakhir secara lisan dan pada fantom dikenal secara sistematik dan terarah hingga yang diuji tahu gagal atau lulus. Kadang-kadang ada peserta yang jatuh pingsan.

Setelah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) didirikan, Prof. Dr. Sarwo-no didaulat menjadi Ketua pertama dengan masa jabatan 1952-1953. Pada tanggal 5 Juli 1954 atas gagasannya pula didirikan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). Se-bagai Ketua Pertama POGI Prof. Sarwono mengikuti kongres pertama dari International Federation of Gynecology and Ob-stetrics di Geneva, Swiss pada September 1954.

Pada tahun 1952, Prof. Sarwono ditunjuk untuk menjadi Ketua Panitia Persiapan Pembentukan Majelis Ilmu Pengetahuan In-donesia dan pada tahun 1956 ia ditunjuk menjadi Ketua MIPI (1956-1967). Prof. Sarwono juga pernah dijadikan Ketua Per-kumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) periode 1967-1970 setelah diadakan Kongres Nasional pada tahun 1967.

Ketika terpilih sebagai Ketua MIPI tahun 1956, Prof. Sarwono memanggil dr. Hanifa Wiknjosastro ke ruang kerjanya di Bagian Kebidanan FKUI/RSUP sambil berkata,”Saya sudah 25 tahun berkecimpung dan membangun bagian Kebidanan dan sekarang saya diberi tugas membangun MIPI.” dr. Hanifa berkomentar,” Sebaiknya profesor memakai kesempatan itu untuk memberi arah kepada perahu yang profesor naiki. ” Wajah Prof. Sarwono tampak cerah yang menandakan bahwa ia akan menerima tan-tangan tersebut. Sambil tersenyum ia mengangkat kakinya dan menginjak ubin sambil berkata,” Ya sudah. Terima kasih.”

Pada akhirnya sejarah membuktikan bahwa MIPI diasuhnya dari 1956-1967. Kemudian pada 1967 diubahnya menjadi LIPI yang dibangunnya secara sistematik dan terarah dan ia tetap diper-caya untuk memimpinnya selama kurun waktu 1967-1973.

MIPI dan LIPI merupakan badan yang memainkan peranan penting dalam menentukan arah dan jalannya perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Prof. Sarwono mempunyai nama terhormat dalam masyarakat ilmu pengetahuan interna-sional. Ia antara lain menjadi anggota Advisory Panel on Mater-nal and Child Health of the WHO (1951-1955). Dari 1958-1962 ia menjadi Wakil Ketua International Advisory Committee on Research in the Natural Science Program of Unesco. Pernah pula dari tahun 1963 sampai 1968 menjadi anggota Executive Committee “International Council of Scientific Unions.” Sejak 1965 hingga meninggalnya pada 1983 menjadi anggota World Academy of Arts and Sciences. Pada tahun 1967-1970 pernah menjadi anggota ICSU. “Committee on Science and Technol-ogy in Developing Countries”. Kemudian pada tahun 1970-1972 menjadi anggota United Nations Advisory Committee on the Applications of Science and Technology to Development. Se-menjak 1971 ia diangkat menjadi anggota kehormatan seumur hidup oleh Pacific Science Association. Pada tahun 1972, Prof.

Page 51: cdk_160_Obsgin

50 CDK 160 / vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

Sarwono memperoleh Doktor Honoris Causa dari Universitas Indonesia atas pemikirannya mengenai Keluarga Berencana sebagai suatu program nasional. Setelah pensiun dari LIPI Prof. Sarwono kembali ke bagian Kebidanan FKUI-RSCM dan ikut bergabung kembali ke Klinik Raden Saleh untuk menangani pasangan infertilitas.

Departemen Kesehatan setelah menyaksikan integritas Prof. Sarwono yang tinggi mempercayakan jabatan Ketua PPPEK Pusat (Panitia Pembinaan dan Pembangunan Etika Kedokte-ran) kepadanya. Sewaktu Yayasan Bina Pustaka didirikan pada tahun 1974, Prof. Sarwono menjadi ketua pertama. YBP adalah yayasan nirlaba yang bertujuan menerbitkan buku pelajaran khususnya dalam ilmu kebidanan dan penyakit kandungan. Dalam usia 70 tahun sebagai ketua editor buku ilmu kebidanan dan penyakit kandungan edisi pertama dapat diterbitkan (1976) menyusul buku-buku lainnya yang berlangsung terus hingga saat ini. Untuk menghormati dan melestarikan cita-citanya nama yayasan telah diganti namanya menjadi Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Prof.Sarwono menerima tanda-tanda kehormatan antara lain pada 20 Agustus 1971 berupa Groot Officer in de Orde Van Oranje Nassau (Belanda) disusul pemberian Commandeur in de Kroon Orde (Belgia) pada tanggal 24 April 1973 dan pada tanggal 19 Mei 1973 berupa Bintang Mahaputra III.

Almarhum Prof. Sarwono meninggal pada 10 Oktober 1983 pada pukul 14.30 WIB di Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Jenazahnya dikebumikan keesokan harinya di pemakaman keluarga di Desa Kempul, Kelurahan Taji, Klaten, 17 kilometer timur laut Yogyakarta secara seder-hana sesuai pribadinya sehari-hari yang sarat dengan keseder-hanaan.

Referensi :1. Kompas, 11 Oktober 1983 , Prof. Dr. Sarwono Prawiro-

hardjo Tutup Usia (Julius Pour)2. Catatan pribadi Prof. dr. Hanifa Wiknjosastro tentang Ri-

wayat Prof. Dr. dr. Sarwono Prawirohardjo

(Ari Satriyo Wibowo)

korespondensiRedaksi Yth,Meningat masalah insomnia relatif sering ditemukan pada lanjut usia, dan obat yang sering digunakan dapat mempunyai efek samping yang membahayakan, mohon dapat diberikan informasi mengenai penanganan insom-nia pada lanjut usia

Ikhlas HasahtanJember, Jawa Timur

Jawaban:

Memang saat ini berbagai masalah lanjut usia sudah harus mulai diperhatikan mengingat rata-rata usia harapan hidup yang meningkat sesuai dengan pening-katan kesejahteraan masyarakat.Pembahasan insomnia dapat dibaca di Cermin Dunia Ke-dokteran edisi 53 tahun 1988 yang dapat saudara akses melalui website www.kalbe.co.id/cdkArtikel lain yang berkaitan dengan lanjut usia dapat saudara peroleh dari antara lain website www.alzforum.org

Semoga bermanfaat

Redaksi

Kegiatan

Ilmiah

Page 52: cdk_160_Obsgin

CDK 160 / vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 51

Kegiatan

Ilmiah

AOCOG 2007Golden Jubilee of Federation

The XXth Asia and Oceanic Congressof Obstetrics and Gynecology

(21-25 September 2007)Sebanyak lebih dari tiga ribu peserta yang berasal dari beberapa negara di du-nia terutama di Asia Ocea-nia menghadiri kongres AOCOG XX 2007. Kongres ini adalah even yang pen-ting untuk kalangan praktisi kedokteran di bidang obs-tetri dan ginekologi di Asia Oceania. Kongres diadakan selama 5 hari sejak tanggal 21 hingga 25 September 2007 bertempat di Keio Ho-tel Plaza, Tokyo, Jepang.

Kongres yang dilaksanakan oleh Japan Society of Obstetrics and Gynecology secara resmi dibuka oleh Yuji Taketani, MD., PhD. selaku pesiden komite The XXth Asia and Oceanic Cong-ress of Obstetrics and Gynecol-ogy. Kongres ini juga diadakan untuk memperingati perayaan ke-50 Asia and Oceania Federation of Obstetrics and Gynecol-ogy (AOFOG).

Jepang mengadakan AOCOG pertama kali pada tahun 1957. Panitia merasa senang mendapat kehormatan untuk mengada-kan AOCOG kembali yang merupakan kongres yang penting dan terhormat. Kongres ini memberikan kesempatan bagi para pesertanya untuk melihat kembali aktivitas yang telah dilakukan

selama kurang lebih 50 tahun ke belakang. Beranjak dari ak-tivitas yang telah dilakukan tersebut, diharapkan para praktisi kesehatan dapat melihat jauh ke depan untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan agar setiap wanita dapat mem-peroleh pelayanan kesehatan yang terbaik.

Tema yang diangkat pada kongres AOCOG XX 2007 kali ini yaitu New Tide in Obstetrics and Gynecology. Melalui tema ini para ahli di bidang obstetri dan ginekologi saling berdiskusi, bertukar pikiran, pendapat, dan pengalaman klinis yang berlatar belakang ilmiah untuk membangun dunia kesehatan yang lebih baik. Beberapa negara di Asia Oceania memiliki latar belakang sejarah, budaya, bahasa, agama, dan etos kerja yang berbeda satu dengan yang lainnya. Pada kesempatan kali ini masing-masing negara memaparkan berbagai macam penelitian dan pengalaman klinis untuk didiskusikan pada forum yang penting ini. Diskusi ilmiah ini sangat penting untuk bertukar pengalaman ilmiah dan kemudian diimplementasikan pada negaranya ma-sing-masing.

Presentasi ilmiah dilakukan oleh berbagai nara sumber dari berbagai negara di Asia Oceania. Berbagai acara ilmiah yang dilakukan memiliki dampak yang positif terhadap kesehatan wanita. Beberapa kegiatan dilaksanakan untuk meningkatkan profesionalisme dan wawasan para dokter peserta. Hal ini dapat tercipta melalui kegiatan kongres, pemaparan hasil penelitian, penyampaian pengalaman di lapangan oleh para pembicara.

Beberapa topik yang hangat dibicarakan dalam kongres yaitu mengenai perkembangan terapi terbaru pada kanker ovarium. Pada kesempatan ini, Prof. Dr. Mohamad Farid Azis, SpOG dari Indonesia memberikan kuliah yang berjudul Novel Therapy in Advanced or Recurrent Ovarian Cancer. Pembicara lain dari Indonesia yaitu dr. Wachyu Hadisaputra SpOG yang memberi-kan presentasi ilmiah mengenai peranan laparoskopi pada nyeri pelvis kronis. Selain itu, beberapa materi lain yang menarik dibicarakan di antaranya yaitu mengenai Assisted reproductive technology, tatalaksana persalinan prematur, pre eklampsia, sindroma metabolik yang terjadi pada wanita dengan sindrom ovarium polikistik. dan masih banyak materi-materi lain yang menarik dan hangat didiskusikan.

Kongress yang diselenggarakan selama kurang lebih 5 hari ini berlangsung sukses. Berbagai acara baik ilmiah maupun pro-gram sosial berlangsung dengan baik. Kongres yang diadakan diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan para peserta di bidang obstetri dan kandungan, sekaligus sebagai wa-hana berbagi pengalaman berbagai dokter obstetri dan ginekolo-gi di seluruh dunia terutama di Asia Oceania.

(WDA)

Page 53: cdk_160_Obsgin

52 CDK 160 / vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

Dimoderatori oleh Dr.Edy Herman Tanggo, Sp.B(K).Onk, pem-bicara Dr. Dradjat Suardi, Sp.B(K).Onk menyampaikan presen-tasi “The Role of Docetaxel in Breast Cancer” dan Prof.Arini Setiawati Ph.D yang karena berhalangan diganti oleh penulis sendiri dengan judul “Pharmacology of Taxoid Especially with Docetaxel”.

Dalam presentasinya Dr. Dradjat menyampaikan pendahuluan sejarah pemberian kemoterapi ajuvan modern pada kanker payudara mulai tahun 1970 dengan kemoterapi berbasis non antrasiklin, dilanjutkan tahun 1980 dengan kemoterapi ber-basis antrasiklin (doxorubicin/epirubicin), mulai tahun 1990 berkembang kemoterapi berbasis taxoid baik dengan paclitaxel maupun docetaxel dengan pemberian sekuensial A-T-C (An-trasiklin, Taxoid, Cyclophosphamide) atau A-C-T (Antrasiklin, Cyclophosphamide, Taxoid) maupun kombinasi AT/TAC yang menunjukkan efektivitas kombinasi Taxoid Antrasiklin jauh lebih baik dibandingkan antrasiklin non taxoid sehingga di tahun 2000 mulai pula berkembang target terapi dalam kombinasi dengan kemoterapi.

Peran Docetaxel pada kanker payudara stadium diniDocetaxel sebagai kemoterapi ajuvan pada kanker payudara stadium dini, dalam uji klinik BCIRG 001 N+ polikemoterapi TAC dibandingkan dengan FAC melibatkan 1.500 pasien dan North American Intergroup N+ 1-3/N0 membandingkan AT dengan AC pada 3.200 pasien; didapatkan Disease Free Survival mau-pun Overall survival pada kelompok berbasis taxoid secara ber-makna lebih tinggi, bahkan dengan penilaian faktor HER2 positif Disease Free Survival 2 dan 4 tahun pada kelompok Docetaxel lebih tinggi dibandingkan kelompok non docetaxel.

Dalam Aberdeen TAX 301 Study yang melibatkan 162 pasien kanker payudara stadium dini diperlihatkan peran Docetaxel se-bagai neoajuvan pada kanker payudara dengan disain peneli-tian: pasien mendapatkan pertama kali CVAP 4 siklus, kemu-dian dibagi dalam kelompok respon (+) dan (-), di kelompok respon (-) dilanjutkan dengan pemberian docetaxel tunggal 4 siklus dan di kelompok dengan respon (+) terbagi dalam 2 ke-lompok yaitu kelompok docetaxel 4 siklus dibandingkan dengan lanjutan pemberian CVAP 4 siklus, diperoleh hasil sbb:

ORR : Overall Response Rate, CR : Complete Response Dalam penelitian ini 43 pasien respon (-), dilanjutkan dengan pemberian docetaxel tunggal, dicapai ORR hingga 55 % de-

ngan CR 13 % dan PR (partial response) sebesar 42 %, de-ngan kesempatan operasi baik mastektomi maupun breast con-serving surgery secara bermakna lebih tinggi pada kelompok docetaxel.

Dalam kumpulan penelitian docetaxel sebagai kemoterapi neo-ajuvan, juga dilaporkan pemberian kemoterapi docetaxel tung-gal maupun kombinasi dengan pemberian sequential maupun concurrent didapatkan ORR yang hampir sama hingga di atas 79% .

Terakhir disampaikan laporan meta-analisis terbaru pemberian kemoterapi taxoid dibandingkan kemoterapi non taxoid pada kanker payudara stadium dini maupun lanjut : sebagai terapi lini pertama pada kanker payudara stadium lanjut, overall survival, disease free survival maupun overall response secara ber-makna lebih tinggi pada kelompok taxoid. Demikian pula pada meta-analisis dari 12 uji klinik yang melibatkan 21.191 pasien (kelompok taxoid 11.069 dan kelompok non taxoid 10.122) di-dapat kelompok taxoid secara bermakna meningkatkan over-all survival dan disease free survival, dan pemberian taxoid menggantikan antrasiklin tidak meningkatkan risiko kardiotoksik dengan laporan mual, muntah, lekemia sekunder serta sindrom mielodisplatik lebih rendah.

Dalam Pharmacology of Taxoid Especially with Docetaxel, dijelaskan sejarah zat aktif taxoid yang pertama kali ditemukan adalah paclitaxel dari spesies Taxus brevifolia di Eropa tahun 1970 an dan kemudian berkembang ditemukan docetaxel dari spesies Taxus baccata di Amerika tahun 1980 yang mulai diteli-ti secara preklinik dan akhirnya di tahun 1996 untuk pertama kalinya Docetaxel diakui sebagai terapi lini kedua pada kanker payudara; hingga tahun 2007 ini docetaxel telah diakui untuk 5 indikasi sebagai terapi utama pada kanker payudara kombinasi antrasiklin, kanker paru, kanker ovarium masing masing dalam kombinasi dengan kemoterapi platinum, kanker prostat kom-binasi docetaxel dengan prednison dan terbaru docetaxel se-bagai terapi induksi kombinasi cisplatin dan 5-FU pada kanker kepala dan leher.

Dalam penelitian preklinik diketahui secara farmakologi perbe-daan struktur molekul docetaxel dengan paclitaxel adalah pada posisi 10 cincin baccatin gugus hydroxyl docetaxel menggan-tikan gugus asetat pada paclitaxel dan posisi 3’ pada rantai samping gugus O-tertiary butyl docetaxel menggantikan gugus phenylpropionate pada paclitaxel, potensi yang lebih besar pada kelompok docetaxel baik dari kekuatan ikatan dengan b tubulin, retensi yang juga lebih lama dalam intraseluler kanker serta kekuatan mencetuskan apoptosis dengan menghambat fosforisasi dari overekspresi onkoprotein bcl-2 yang ditemukan tinggi pada beberapa jenis sel kanker di antaranya pada kanker prostat, paru dan payudara menjadikan kekuatan apoptosis docetaxel 100 kali lebih besar.

Pada docetaxel terdapat korelasi antara dosis dengan efektivi-tas dan keamanan obat; respon didapatkan pada rentang do-sis 60-100 mg/m2, lama remisi maupun harapan hidup paling tinggi didapat pada dosis 100 mg/m2 tetapi dibatasi terutama dengan kejadian efek samping netropenia sehingga dosis yang direkomendasikan terutama adalah dosis 75 mg/m2 baik dalam pemberian tunggal maupun kombinasi, pemberian dapat sing-kat yaitu secara infus IV 1 jam; beberapa hal yang perlu diper-hatikan adalah pemberian premedikasi golongan steroid yaitu deksametason 16 mg dalam dosis terbagi 2 dimulai sehari se-belum pemberian kemoterapi, pada hari pemberian kemoterapi dan setelah pemberian kemoterapi, dengan tujuan mengurangi risiko hipersensitivitas, mencegah retensi cairan dan infus set khusus non PVC untuk mengurangi luruhnya DEHP dalam infus set PVC. (ARI)

ORRCR

CVAP

66 %34 %

Docetaxel

94 %62 %

Nilai p

0,001

Dinner Symposia Brexel di PERABOI(Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi)

Malang, 1 November 2007

Page 54: cdk_160_Obsgin

CDK 160 / vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 53

15th ASEAN Congressof Anesthesiologists 2007

Pada tanggal 10-13 No-vember 2007 di Pattaya Exhibition and Conven-tional Hall (PEACH) Royal Cliff Beach Resort, Thailand berlangsung 15th ASEAN Congress of Anesthesiologists 2007.

Acara 15th ACA 2007 yang didahului dengan acara Pra-konggres (10 November 2007) tersebut mengambil tema “Glo-balization and Coopera-tion in Anesthesia, Pain Management and Cri-ti-cal Care Medicine” untuk meningkatkan pengeta-

huan dokter di bidang anestesia, penatalaksanaan nyeri pasca operasi, dan perawatan intensif dengan topik yang beraneka ragam. Acara ini diikuti sekitar 1.200 dokter spesialis dan res-iden anestesi dari seluruh negara anggota ASEAN dengan pembicara dari berbagai negara. Acara yang diselenggarakan di Thailand ini juga dalam rangka memperingati hari ulang tahun ke-80 raja Thailand, Bhumibol Adulyadey.Salah satu topik dalam simposium ini adalah mengenai “Anes-thesia Best Practices : An interactive symposium” yang dispon-sori oleh Baxter Healthcare Co, Ltd dengan beberapa pembi-cara yaitu Prof. Raafat Hanallah, MD dari Washington, Florian Nuevo, MD, DPBA dari Filipina, dan Ruenreong Leelanukrom, MD dari Thailand.

Dalam presentasinya, Prof. Raafat mengatakan bahwa aneste-tik ideal untuk tonsilektomi anak adalah anestetik yang memberi-kan onset cepat, mudah dalam mengatur kedalaman anestesia selama operasi, pulih sadar yang cepat dan bebas dari rasa nyeri, muntah, dan efek samping yang tidak menyenangkan. In-duksi inhalasi merupakan teknik yang populer pada anestesia pediatrik. Untuk induksi inhalasi biasanya digunakan sevoflu-rane yang baunya tidak tajam sehingga kurang mengiritasi jalan napas dan mempunyai onset cepat.

Sedangkan untuk pemeliharaan anestesia, desflurane meru-pakan anestetik yang sangat sesuai karena desflurane mem-punyai kelarutan dalam darah yang sangat rendah (koefisien partisi 0,42) sehingga pulih sadar setelah penggunaan desflu-rane sangat cepat. Pemberian desflurane untuk pemeliharaan anestesia setelah pemberian sevoflurane untuk induksi sangat bermanfaat pada pasien tonsilektomi jika waktu operasi tidak dapat diperkirakan secara pasti, dan jika diperlukan pulih sa-dar dan kembalinya refleks jalan napas yang cepat. Pulih sadar yang cepat sering dikaitkan dengan agitasi pasca operasi, na-mun analgesia yang adekuat dapat meminimalisasi terjadinya agitasi tersebut. Pengalaman saat ini menunjukkan bahwa fen-tanyl 2-3 mcg/kg efektif mengurangi agitasi pasca operasi tanpa memperlambat pulih sadar pada penggunaan desflurane atau sevoflurane untuk anak-anak dengan prosedur THT.

Adapun Florian Nuevo, MD mengemukakan bahwa risiko iskemi jantung dapat dikurangi dengan anestetik yang tidak menyebab-kan depresi jantung, mempertahankan fungsi hemodinamik dan jantung yang baik, meminimalkan peningkatan kebutuhan oksi-

gen, dan menjamin hantaran dan utilisasi oksigen. Berbagai uji klinik dan laboratorium menunjukkan bahwa paparan anestetik inhalasi dapat memberikan proteksi miokardium terhadap injuri iskemia-reperfusi. Dari hasil meta-analisis 22 uji klinik secara acak dengan total subyek 1922 pasien bedah jantung disimpul-kan bahwa desflurane dan sevoflurane mengurangi infark mio-kardium dan mortalitas secara bermakna dibandingkan dengan anestesia intravena total.

Sedangkan Ruenreon MD dalam presentasinya mengemukakan bahwa desflurane 45% mempunyai efek neuroprotektif dengan menyebabkan vasodilatasi serebral dan menurun-kan resistensi serebrovaskuler, dengan peningkatan aliran darah serebral dan penurunan kecepatan metabolisme serebral untuk oksigen. Desflurane juga dapat memperbaiki status metabolisme jarin-gan otak (meningkatkan pO2 dan pH serta menurunkan pCO2 jaringan otak) jika tekanan perfusi otak dapat dipertahankan. Selain itu, desflurane juga dapat menurunkan kadar endotelin selama operasi sehingga berperan dalam pencegahan vaso-spasme serebral akut. (EKM)

Kongres ECCO ke-14, Barcelona, Spanyol23-27 September 2007

Acara kongres ECCO (The European Can-cer Conference) ke-14 yang berlangsung dari tanggal 23-27 September 20007 di Barcelona dihadiri oleh lebih dari 12.000 peserta dari beberapa negara. Kongres terbesar di Eropa ini melibatkan forum multidisiplin onkologi,

mendiskusikan penelitian dan manajemen kanker, dengan fokus untuk mentranlasikan pengetahuan kedokteran onkologi dan hasil penelitian pada praktik klinis.

7th Scientific Meeting on Medical Informaticsin Gunadarma, Depok - Malang, 3 November 2007

Bertempat di Kampus Depok Universitas Gu-nadarma, Sabtu 3 November 2007 telah dia-dakan Seminar Internasional Informatika Ke-dokteran. Acara yang dihadiri oleh sekitar 300 peserta kali ini cukup istimewa dibandingkan pertemuan-pertemuan ilmiah sebelumnya yang diadakan oleh Pusat Studi Informatika

Kedokteran Universitas Gunadarma. Selain karena seminar ini bisa diikuti oleh peserta dari Universitas Brawijaya Malang dengan video conference, hadir 2 pembicara dari luar negeri, pakar Informatika Kedokteran dunia yaitu: Prof KC Lun dari Singapura dan Prof M Paindavoine dari Perancis. Acara ini terselenggara berkat kerjasa-ma dengan Perhimpunan Informatika Kedokteran Indonesia (PIKIN) serta mendapat dukungan penuh dari Departemen Kesehatan dan Departemen Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia.

International Symposium and Exhibitionin Aesthetic Medicine, Jakarta, 23 - 25 November 2007

Bertempat di Hotel Ritz Carlton Pacific Place Jakarta, berkumpul sekitar 600 dok-ter yang berminat terhadap Kedokteran Estetika. Sebagian besar peserta yang datang dari seluruh Indonesia adalah ang-gota perhimpunan seminat Dokter Este-

tika Indonesia (PERDESTI). Dalam sambutannya, Ketua Panitia dr Theyroto menjelaskan mengenai tema yang diusung acara yang juga diikuti dengan Rakernas pertama dari organisasi ini yaitu, “the latest breakthrough in aesthetic medicine”.

>

Page 55: cdk_160_Obsgin

54 CDK 160 / vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

@ [email protected]& 021-30041026:021-30041027; 453 5833

The International Conference on Fixed Combination in the Treatment of Hypertension and Dyslipidemia 20082 07 – 10 Februari 2008 8InterContinental, Budapest, Hungary- Internal medicine, cardiology, nephrology, family medicine

and primary care physicians!Conference Secretariat Fixed ‘08 Secretariat c/o Paragon

Conventions 18 Avenue Louis-Casai 5th floor 1209 Gene-va, Switzerland

@ [email protected]; [email protected]& +41 (0)22 747 7930:+41 (0)22 747 7999

Symposium on Diabetic Limb 20082 08 – 09 Februari 2008 8Hyatt Regency Hotel, Bandung!Pharma-Pro Taman Palem Lestari, Perkantoran Fantasi

Blok W/29 Jl. Kamal Raya Outer Ring Road, Cengkareng, JAKARTA, 11830

@ [email protected]& 62-21-55960180:62-21-55960179: Paulina

Symposium on Resuscitation 2008 : New Guidelines2 09 – 10 Februari 20088Novotel Mangga Dua Hotel, Jakarta!Geoconvex Office: Jl. Kebon Sirih Timur 4 Jakarta Pusat

(10340) Indonesia@ [email protected] & +62-21 3149318 / 3149319 / 2305835:+62-21 3153392: Jery Londa

EASL-AASLD-APASL-ALEH-IASL Conference : Hepatitis B & C Virus Resistance to Antiviral Therapies2 14 – 16 Februari 20088Paris, Perancis!Kenes International 1-3, rue de Chantepoulet P.O. Box

1726 CH-1211 Geneva 1 Switzerland @ [email protected]& +41 22 908 0488:+41 22 732 2850

The 6th World Congress on the Aging Male 20082 21 – 24 Februari 2008 8Tampa Convention Center, Tampa, USA- ISSAM member !ISSAM Administrative Office c/o Kenes International, 17

Rue du Cendrier, CH-1211 Geneva 1, Switzerland@ [email protected] & +41 22 908 0488 :+41 22 732 2850

Basic Management of Trauma Emergency in Primary Care 20082 23 Februari 2008 8Ruang Seminar Gd. AR Fachruddin Kampus Terpadu

UGM, Yogyakarta- Bedah ortopedi, bedah saraf, perawat!Gd. FK UMY Komp. Eksakta, Kasihan, Bantul, Yogyakarta

calendarJAN-MAR ’07

Calendar Jan ‘08

The 1st International Symposium on Molecular Pathogene-sis 2008 & Workshop: “Synthetic Genes and Their Uses for Various Applications”2 15 – 17 Januari 2008 8Aula Barat ITB, Bandung- Pharmacist, scientist, lecturer, student!Secretariat, School of Pharmacy, ITB Bandung @ [email protected]& +62-22-250-4852 or + 62 813 218 41661:+62-22-250-4852

PIN Dental Terapan Klinik ke-22 25 – 26 Januari 20088Hotel Millennium, Jakarta- Dokter gigi!Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Anak Fakultas Kedokteran

Gigi UI@ [email protected] & (021) 584-6203: Drg. Rianto 0812-919 0077 ; Drg. Hetty Widyawati 0888-

8387 4

4th Asian Pacific Congress of Heart Failure 20082 31 Januari – 03 Februari 20088the Melbourne Exhibition Centre, Melbourne, Australia- dokter perusahaan!4th Asian Pacific Congress of Heart Failure Congress Man-

agersGPO Box 128, Sydney Australia 2001

@ [email protected]& +61 2 9265 0700:+61 2 9265 5443 : Congress Managers

Calendar Feb ‘08

1st International Conference on Drug Design and Disco-very (ICDDD 2008)2 04 – 07 Februari 2008 8Dubai World Trade Centre, United Arab Emirates, Dubai- Chemists, pharmacologists, biotechnologists, and other al-

lied professionals!1st International Conference on Drug Design & Discovery

Executive Suite Y - 26 P.O. Box 7917, Saif Zone Sharjah, U.A.E.

@ [email protected]& +971-6-5571132:+971-6-5571134

World Cancer Day 20082 04 Februari 20088Jakarta- Dokter dan awam!Yayasan Kanker Indonesia bekerja sama dengan Global

Medica

Page 56: cdk_160_Obsgin

CDK 160 / vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008 55

@ [email protected]& 0274-690 0561 : Gatot 0813 284 34034, Nareswari 0812 271 9778

Calendar Mar ‘08

STROMA (Symposium of Technological Revolution in Medi-cal Application2 01 – 05 Maret 2008 8Kampus Atma Jaya Semanggi!Kampus Atma Jaya Semanggi, Jl. Jend. Sudirman Jakarta& 08196052437 / 08158813900: Alexander A.S./Sarindra W.S.

Annual Scientific Meeting dan Temu Alumni 20082 06 – 07 Maret 2008 8Kampus FK UGM, Yogyakarta!Gedung KPTU Lantai II FK UGM Jl. Farmako, Sekip, Yog-

yakarta 55281@ [email protected]; [email protected] & 0274-560300 ext 206:0274-581876: Febi

2nd International Conference on Hypertension, Lipids, Dia-betes and Stroke Prevention2 06 – 08 Maret 20088Prague, Czech Republic- Dokter dan Tenaga Kesehatan!Global Congress Organizers and Association Management

Services 17 Rue du Cendrier PO Box 1726 CH-1211 Ge-neva 1, Switzerland

@ [email protected]& +41 22 908 0488:+41 22 732 2850

European Congress of Radiology 20082 07 – 11 Maret 2008 8Vienna, Austria- Radiolog@ [email protected]& +43 1 533 40 64 - 0

World Kidney Day 2008 - Seminar Nasional Ginjal & Hiper-tensi2 08 Maret 2008 8Hotel Borobudur, Jakarta- Dokter!Global Medica@ [email protected]& 021-30041026 :021-30041027; 453 5833

MedChem India 20082 18 – 19 Maret 2008 8Chancery Pavillion, Bangalore, India- pharmacist, chemist @ [email protected]& +44 (0) 1787 315117: Paul Raggett, Exhibition Manager

Kongres PDGI XXIII 20082 19 – 22 Maret 2008 8Hotel Shangri-La, Surabaya- dokter gigi!Sekretariat Persatuan Dokter Gigi Indonesia cabang

Surabaya Klampis Aji 1 No. 9 Blok P , Surabaya @ [email protected]; [email protected]; rachmadipri@

yahoo.com; [email protected] & (031) 5036864:(031) 5036864: drg. Bambang Agustono, Mkes, drg. Priyawan Rachmadi,

PhD

2nd International Meeting on Congenital Anomaly 20082 21 – 22 Maret 2008 8Jakarta, Indonesia- Paediatric surgeon, Paediatric, General surgeon, Ob/Gyn,

and Internal Medicine!Pharma-Pro Taman Palem Lestari, Perkantoran Fantasi

Blok W/29 Jl. Kamal Raya Outer Ring Road, Cengkareng, JAKARTA 11830

@ [email protected]& 021-31909382:021-31909382: Tiolan 081317857586

APASL 2008 - 18th Conference of the Asian Pacific Asso-ciation for the Study of the Liver2 23- 26 Maret 2008 8COEX Convention Center, Seoul, Korea- Gastroenterologist, Hepatologist, Digestive Surgeon, inter-

nist!INSESSION International Convention Services, Inc. 3rd Fl.

672-35 Yeoksam-dong, Gangnam-gu Seoul 135-915, Ko-rea

@ [email protected] & +82-2-538-5868, 82-2-3471-8555:+82-2-521-8683

2 : Tanggal8 : Tempat- : Kalangan! : Sekretariat@ : Email& : Telephone: : Fax: : Contact Person

Page 57: cdk_160_Obsgin

56 CDK 160 / vol. 35 no. 1 Jan - Feb 2008

? Ruang Penyegar dan Penambah

Ilmu KedokteranDapatkah sejawat menjawabpertanyaan-pertanyaan di bawah ini?

Jawablah B jika benar, S jika salah

Jawaban dari pertanyaan berikut dapat ditemukan di

artikel :

Terapi Pre eklampsia

Oleh : Caroline Hutomo

1. Pre eklampsia dicirikan dengan hipertensi dan pro-teinuria

2. MgSO4 merupakan antikonvulsan terpilih pada eklampsia

3. MgSO4 hanya bisa diberikan secara intravena

4. Diazepam aman digunakan oleh perempuan hamil

5. Klonidin bersifat beta-bloker

6. Nifedipin hanya tersedia dalam bentuk preparat oral

7. Anti hipertensi digunakan pada eklampsia jika tekan-an diastolik > 120 mmHg

8. Efektivitas fenitoin berkurang jika digunakan bersama karbamazepin

9. Bahaya penurunan tekanan darah ialah hipoperfusi uterus

10. Labetalol tersedia dalam bentuk preparat intravena

JAWABAN:

1.B 2.B 3.S 4.S 5.S 6.B 7.S 8.B 9.B 10.B

Jawaban dari pertanyaan berikut dapat ditemukan di

artikel :

Risiko Anovulasi pada Penderita Infertil dengan

Hiperprolaktinemia

Oleh : IB Putra Adnyana, Haya Harareth

1. Infertilitas primer ialah jika perempuan belum ber-hasil hamil walaupun bersanggama teratur dan di-hadapkan pada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut.

2. Gangguan kerja ovarium dapat disebabkan oleh per-ubahan berat badan berlebihan

3. Nilai normal prolaktin serum lebih tinggi di kalangan anak-anak

4. Hiperprolaktinemi menyebabkan peningkatan sekresi FSH dan LH

5. USG dapat membedakan tingkat maturitas folikel.

6. Sindrom Stein Leventhal biasa diderita perempuan menjelang menopause

7. Ovarium polikistik antara lain ditandai dengan pengu-rangan jumlah folikel yang terlihat melalui USG

8. Kadar prolaktin > 50 ug/ml memastikan diagnosis tumor hipofisis

9. Ketidakseimbangan hormonal juga bisa dipengaruhi oleh hipotalamus

10.Hiperprolaktinemi mengurangi risiko anovulasi

JAWABAN:1.B 2.B 3.S 4.S 5.B 6.S 7.S 8.S 9.B 10.S