casechflilnggau

67
BAB I PENDAHULUAN Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Artinya, jantung tidak memompa darah sebagaimana mestinya. Ketika ini terjadi, darah tidak bergerak efisien melalui sistem peredaran darah dan mulai membuat cadangan, meningkatkan tekanan di dalam pembuluh darah dan memaksa cairan dari pembuluh darah ke jaringan tubuh. 1 Pada gagal jantung terjadi ketidakmampuan jantung untuk bekerja sebagai pompa. Respon tubuh berupa respon adaptif sekunder tetap mempertahankan fungsi sirkulasi jangka pendek, tetapi lama kelamaan akan menjadi maladaptive dan terjadi gagal jantung kronis. Respon adaptasi pada gagal jantung ini terjadi pada sirkulasi perifer, ginjal ataupun otot jantung. Perubahan ini menyebabkan timbulnya sindrom klinis gagal jantung. 2 Sekitar 3 – 20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung, dan prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia di atas 65 tahun). Prevalensi faktor etiologi tergantung dari populasi yang diteliti, penyakit jantung koroner dan hipertensi merupakan penyebab tersering pada masyarakat barat (>90% kasus), sementara 1

Upload: fulvianbudi

Post on 03-Dec-2015

216 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

congestive heart failure

TRANSCRIPT

Page 1: casechflilnggau

BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologik dimana jantung

sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme

jaringan. Artinya, jantung tidak memompa darah sebagaimana mestinya. Ketika

ini terjadi, darah tidak bergerak efisien melalui sistem peredaran darah dan mulai

membuat cadangan, meningkatkan tekanan di dalam pembuluh darah dan

memaksa cairan dari pembuluh darah ke jaringan tubuh.1

Pada gagal jantung terjadi ketidakmampuan jantung untuk bekerja sebagai

pompa. Respon tubuh berupa respon adaptif sekunder tetap mempertahankan

fungsi sirkulasi jangka pendek, tetapi lama kelamaan akan menjadi maladaptive

dan terjadi gagal jantung kronis. Respon adaptasi pada gagal jantung ini terjadi

pada sirkulasi perifer, ginjal ataupun otot jantung. Perubahan ini menyebabkan

timbulnya sindrom klinis gagal jantung.2

Sekitar 3 – 20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung, dan

prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia

di atas 65 tahun). Prevalensi faktor etiologi tergantung dari populasi yang diteliti,

penyakit jantung koroner dan hipertensi merupakan penyebab tersering pada

masyarakat barat (>90% kasus), sementara penyakit katup jantung dan defisiensi

nutrisi mungkin lebih penting di Negara berkembang. Pada pasien hipertensi

resiko terjadinya gagal jantung dan stroke meningkat tiga kali. Pada pasien

hipertensi dapat terjadi perubahan-perubahan struktrur dan fungsi jantung yaitu

hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi sistolik, disfungsi diastolic dan gagal jantung.

Data kohort dari studi Framingham mengidentifikasi riwayat penyakit hipertensi

pada >75% pasien degan gagal jantung.3

Gagal jantung yang disebabkan oleh hipertensi dikenal pula sebagai

penyakit jantung hipertensi (Hypertension Heart Disease). Penyakit jantung

hipertensi ditandai dengan adanya hipertrofi ventrikel kiri jantung sebagai akibat

langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh perifer dan beban akhir

ventrikel kiri. Faktor yang mempengaruhi proses terjadinya hipertrofi ventrikel

kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan tekanan diastolik.2

1

Page 2: casechflilnggau

Pada akhir abad 20, penyakit jantung dan pembuluh darah menjadi

penyebab utama kematian di negara maju dan negara berkembang. Berdasarkan

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, kematian akibat penyakit

jantung dan pembuluh darah di Indonesia sebesar 26,3%. Sedangkan data

kematian di rumah sakit akibat penyakit jantung hipertensi pada tahun 2005

adalah sebesar 16,7%.1

Dengan masih banyaknya prevalensi gagal jantung kongestif, maka perlu

diberikan perhatian khusus baik secara farmakologi maupun non farmakologi

(gizi) dan para klinisi khususnya dokter umum sehingga harus dapat mendiagnosis

dan melakukan tatalaksana awal masalah ini pada lini pertama (primer).

2

Page 3: casechflilnggau

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

Nama : Tn. Zainal

Usia : 59 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Alamat : Lubuk Linggau

MedRec : 0111642

Ruang : Anggrek Kamar 3.9

Tanggal MRS : 18 September 2015

Tanggal Pemeriksaan : 19 September 2015

II. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS): 19 September 2015

Keluhan Utama

Sesak nafas semakin berat sejak 1 hari SMRS

Keluhan Tambahan

Batuk-batuk sejak 2 minggu SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit.

Sejak ±3 bulan SMRS, OS mengeluh sesak nafas, sesak tidak

dipengaruhi cuaca dan emosi. Sesak dirasakan semakin bertambah saat

posisi berbaring dan berkurang bila dalam posisi duduk. OS nyaman tidur

dengan 2 bantal. Sesak juga muncul setelah OS beraktivitas berat (saat

OS bertani). OS juga sering terbangun saat tidur malam hari karena sesak

yang muncul tiba-tiba. OS mengeluh kedua kaki membengkak, hilang

timbul (+). Nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-),

keringat malam hari (-), os belum berobat.

3

Page 4: casechflilnggau

Sejak ±2 minggu SMRS, OS mengeluh batuk yang menyertai

sesak dan tidak pernah sembuh-sembuh (+), batuk berdahak berwarna

putih berbusa dan darah (-).

Sejak ± 1 hari SMRS. OS mengeluh sesak nafas yang semakin

berat. Batuk (+), berdahak berwarna putih berbusa dan darah (-). OS

nyaman tidur dengan 3 bantal. Sesak juga muncul setelah pasien

beraktivitas ringan (saat berjalan ke kemar mandi dengan jarak ±15

meter). Os juga sering terbangun tidur malam hari karena sesak yang

muncul tiba-tiba. OS mengeluh kedua kaki membengkak. Nyeri dada (-),

mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), keringat malam hari (-), BAB dan

BAK tidak ada keluhan. OS berobat ke IGD RS Sobirin Linggau.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit darah tinggi sejak 4 tahun yang lalu, tidak rutin minum

obat

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat alergi disangkal

Riwayat minum alkohol disangkal

Riwayat merokok 20 tahun.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

Os bekerja sebagai petani

Kesan: sosial ekonomi menengah ke bawah.

4

Page 5: casechflilnggau

III. PEMERIKSAAN FISIK (19 September 2015)

Keadaan Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Nadi : 82 kali per menit, regular, isi dan tekanan cukup

Pernapasan : 26 kali per menit, abdominotorakal

Suhu : 36,5

Berat Badan : 54 kg

Tinggi Badan : 161 cm

IMT : 20,84 (berat badan normal)

Pemeriksaan Organ

Kepala

Normocepali, ekspresi biasa, rambut tidak mudah dicabut, alopesia (-),

deformitas (-), wajah sembab (-)

Mata

Eksoftalmus (-/-), konjunctiva palpebral pucat (-/-), sclera ikterik (-/-),

pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), diameter 3mm/3mm

Hidung

Deviasi septum nasal (-), secret (-), epistaksis (-)

Telinga

CAE lapang, selaput pendengaran tidak ada kelainan, pendengaran baik

Mulut

Faring hiperemis (-), lidah kering (-), atropi papil lidah (-), sianosis (-)

5

Page 6: casechflilnggau

Leher

Perbesaran KGB submandibular, leher, axilla, dan inguinal tidak ada

pada inspeksi dan palpasi, JVP (5+2) cmH2O. Kelenjar thyroid tidak

teraba

Dada

bentuk dada simetris, sela iga tidak melebar, retraksi dinding dada (-),

spider naevi (-), barrel chest (+), venektasi (-), angulus costae < 90, nyeri

tekan (-).

Pulmo

Inspeksi : Statis simetris, dinamis tidak ada yang tertinggal

Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru, batas paru hepar ICS V,

peranjakan hepar 1 sela iga

Auskultasi : Vesikuler (+) normal, rhonki basah kasar (+/+) di kedua

basal paru, wheezing (-/-), amforik sound (- /-)

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat, voussure cardiaque (-)

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS VI linea aksilaris anterior

sinistra, thrill (-)

Perkusi : Batas jantung atas ICS II, Batas jantung kiri ICS VI linea

aksilaris anterior sinistra, batas jantung kanan linea

parasternalis dekstra

Auskultasi : HR 82 x/menit, regular, HR=PR, murmur (-), gallop (-),

Abdomen

Inspeksi : Cembung, derm countour (-), derm steifung (-), venektasi

(-)

Palpasi : Lemas, hepar teraba 2 jari di bawah processus xhypoideus,

tepi tumpul, permukaan rata, konsistensi kenyal nyeri tekan

6

Page 7: casechflilnggau

(+) di quadran kanan atas, lien tidak teraba, CVA (-/-)

ballotement (-/-)

Perkusi : Tympani, shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Kulit

Warna coklat, kuling kering (-), pucat (-), turgor < 2 detik

Anogenitalia

Tidak dilakukan pemeriksaan.

Ekstremitas

Superior: palmar pucat (-), palmar eritem (-), clubbing fingers (-),

koilonikia (-), akral dingin (-) sianosis (-).

Inferior: edema pretibial (+/+), akral dingin (-), clubbing fingers (-),

koilinikia (-), sianosis (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah Rutin (18 September 2015)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hematologi

Hemoglobin 13,9 gr/dL 11 – 16 g/dL

Eritrosit 4.4.1012/L 3,5-5,5.1012/L

Leukosit 11,6.109/L 4.000 – 10.000/L

Trombosit 152.109/L 150 – 450.109/L

Hematokrit 40,8% 40–50 %

LYM% 8,1 % 22 – 44 %

NEU% 86,5 % 45 – 77 %

MXD% 5,4 % 3 – 10 %

MCV 92,1 fl 86 – 100 fl

7

Page 8: casechflilnggau

MCH 31,4 pg 26 – 31 pg

MCHC 34,1 g/dl 31 – 37 g/dl

Kimia Darah

BSS 122,8 mg/dl 0 – 180 mg/dl

Ureum 146,4 mg/dl 20 – 40 mg/dl

Kreatinin 2,44 mg/dl 0,8 – 1,5 mg/dl

Uric Acid 10,5 mg/dl 3,3-7 mg/dl

Kolesterol 94,2 mg/dl 80-250 mg/dl

Trigliserid 76,7 mg/dl 72-172 mg/dl

LDL 48,5 mg/dl 0-55 mg/dl

HDL 76,2 mg/dl 108-188 mg/dl

2. Gambaran elektrokardiografi (18 September 2015)

HR 95x/menit

Aksis normal

Kesan

8

Page 9: casechflilnggau

3. Pemeriksaan Rontgen Toraks (18 September 2015)

9

Page 10: casechflilnggau

10

Page 11: casechflilnggau

Kesan : Kardiomegali

Elongatio Aorta

Hipertrofi ventrikel kanan

Hipertrofi ventrikel kiri

V. DIAGNOSIS SEMENTARA

CHF NYHA III ec HHD

VI. DIAGNOSIS BANDING

CHF NYHA III ec susp. ASHD

CHF NYHA III ec susp. Congestive Cardiomyopathy

VII. PENATALAKSANAAN

Non farmakologis:

- Istirahat

- Diet jantung III

- Edukasi (diagnosis, penatalaksanaan, pemeriksaan yang akan

dilakukan, diet yang harus dijalankan dan bentuk pencegahan)

Farmakologis

- IVFD RL gtt x/menit (makro)

- Inj. Furosemid 1x40 mg

- Candesartan 1x8mg tab PO

- Captopril 2x12,5 mg PO

- Spironolakton 1x25 mg PO

- Ambroxol 2x1 cth

VIII.RENCANA PEMERIKSAAN

- Pemeriksaan darah rutin

- Pemeriksaan urin rutin

- Pemeriksaan kolesterol total, HDL, LDL, asam urat, SGOT, SGPT

- Pemeriksaan enzim jantung kreatinin fosfokinase (CK/CPK) dan CK-

MB

11

Page 12: casechflilnggau

- Pemeriksaan echocardiography

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

X. FOLLOW UP (19 September – 23 September 2015)

Tanggal 19 September 2015S :Sesak nafas (+),O : KU :tampak sakit beratSens : CM TD : 140/90 mmHg Nadi : 95 x/menit RR : 24 x/menit T : 36,2oCKeadaan SpesifikKepala : konjungtiva anemis (-/-), edema

palpebral (-/-)Leher: JVP (5+2) cmH2O, pembesaran

KGB (-)Thorax : I: Barrel chest (+) retraksi dinding dada (-)Cor : I: Ictus cordis tidak terlihat P: Ictus cordis teraba di ICS VI LAA

Sinistra P: Batas jantung atas ICS II, Batas

jantung kanan linea parasternalis dx. Batas jantung kiri ICS VI linea aksilaris anterior sinistra

HR: 95 x/m,murmur (-), gallop (-)Pulmo : ronkhi basah kasar (+/+) di kedua

basal paru, wheezing (-/-)Abdomen : cembung, hepar teraba 2 jari di

bawah processus xiphoideus, /lien ttb, NT(+) quadran kanan atas, BU(+)N

Ekstremitas: Edema pretibial (+/+)A: CHF NYHA III ec Susp HHD

P : Non Farmakologis :- Istirahat- Diet jantung III- EdukasiFarmakologis- IVFD D5:RL gtt XV/menit

(makro)- Inj. Furosemid 2x20 mg- Inj ceftriaxon 2x1gr- Spironolakton 1x25 mg- Ambroxol 2x1 cth- Candesartan 1x1 tab- Captopril 2x12,5 mg

Saran: Echocardiography

Tanggal 21 September 2015

12

Page 13: casechflilnggau

S :Sesak nafas (+),O : KU :tampak sakit beratSens : CM TD : 140/90 mmHg Nadi : 95 x/menit RR : 24 x/menit T : 36,2oCKeadaan SpesifikKepala : konjungtiva anemis (-/-), edema

palpebral (-/-)Leher: JVP (5+2) cmH2O, pembesaran

KGB (-)Thorax : I: Barrel chest (+) retraksi dinding dada (-)Cor : I: Ictus cordis tidak terlihat P: Ictus cordis teraba di ICS VI LAA

Sinistra P: Batas jantung atas ICS II, Batas

jantung kanan linea parasternalis dx. Batas jantung kiri ICS VI linea aksilaris anterior sinistra

HR: 95 x/m,murmur (-), gallop (-)Pulmo : ronkhi basah kasar (+/+) di kedua

basal paru, wheezing (-/-)Abdomen : cembung, hepar teraba 2 jari di

bawah processus xiphoideus, /lien ttb, NT(+) quadran kanan atas, BU(+)N, shifting dullness (+)

Ekstremitas: Edema pretibial (+/+)

A: CHF NYHA III ec Susp HHD

P : Non Farmakologis :- Istirahat- Diet jantung III- EdukasiFarmakologis :- IVFD D5:RL gtt XV/menit

(makro)- Inj. Furosemid 2x20 mg- Inj ceftriaxon 2x1gr- Spironolakton 1x25 mg- Ambroxol 2x1 cth- Candesartan 1x1 tab- Captopril 2x12,5 mg

Saran: Echocardiography

Tanggal 22 September 2015S :Sesak nafas (+),O : KU :tampak sakit beratSens : CM TD : 140/90 mmHg Nadi : 95 x/menit RR : 24 x/menit T : 36,2oCKeadaan SpesifikKepala : konjungtiva anemis (-/-), edema

palpebral (-/-)

P : Non Farmakologis :- Istirahat- Diet jantung III- EdukasiFarmakologis :- IVFD RL gtt XV/menit

(makro)- Inj. Furosemid 2x20 mg- Inj ceftriaxon 2x1gr- Spironolakton 1x25 mg

13

Page 14: casechflilnggau

Leher: JVP (5+2) cmH2O, pembesaran KGB (-)

Thorax : I: Barrel chest (+) retraksi dinding dada (-)Cor : I: Ictus cordis tidak terlihat P: Ictus cordis teraba di ICS VI LAA

Sinistra P: Batas jantung atas ICS II, Batas

jantung kanan linea parasternalis dx. Batas jantung kiri ICS VI linea aksilaris anterior sinistra

HR: 95 x/m,murmur (-), gallop (-)Pulmo : ronkhi basah kasar (+/+) di kedua

basal paru, wheezing (-/-)Abdomen : cembung, hepar teraba 2 jari di

bawah processus xiphoideus, /lien ttb, NT(+) quadran kanan atas, BU(+)N, shifting dullness (+)

Ekstremitas: Edema pretibial (+/+)

A: CHF NYHA III ec Susp HHD

- Ambroxol 2x1 cth- Candesartan 1x1 tab- Captopril 2x12,5 mg

Saran: Echocardiography

Tanggal 23 September 2015S :Sesak nafas berkurangO : KU :tampak sakit beratSens : CMTD : 120/80 mmHg Nadi : 85 x/menit RR : 22 x/menit T : 36,2oCKeadaan SpesifikKepala : konjungtiva anemis (-/-), edema

palpebral (-/-)Leher: JVP (5+2) cmH2O, pembesaran

KGB (-)Thorax : I: Barrel chest (+) retraksi dinding dada (-)Cor : I: Ictus cordis tidak terlihat P: Ictus cordis teraba di ICS VI LAA

Sinistra P: Batas jantung atas ICS II, Batas

jantung kanan linea parasternalis dx. Batas jantung kiri ICS VI linea

: Non Farmakologis :- Istirahat- Diet jantung III- EdukasiFarmakologis :- IVFD RL gtt XV/menit

(makro)- Inj. Furosemid 2x20 mg- Inj ceftriaxon 2x1gr- Spironolakton 1x25 mg- Ambroxol 2x1 cth- Candesartan 1x1 tab- Captopril 2x12,5 mg

14

Page 15: casechflilnggau

aksilaris anterior sinistraHR: 85 x/m,murmur (-), gallop (-)Pulmo : ronkhi basah kasar (+/+) di kedua

basal paru, wheezing (-/-)Abdomen : cembung, hepar teraba 2 jari di

bawah processus xiphoideus, /lien ttb, NT(+) quadran kanan atas, BU(+)N, shifting dullness (+)

Ekstremitas: Edema pretibial (-/-)

A: CHF NYHA III ec HHD

Pemeriksaan Echokardiografi ( 22 September 2015)

- LVH

-Global wall motion abnormality

-SEC (-) ventrikel

-Thrombus di Left ventrikel

Kesan: HHD oleh thrombus di Left Ventrikel

15

Page 16: casechflilnggau

16

Page 17: casechflilnggau

17

Page 18: casechflilnggau

18

Page 19: casechflilnggau

BAB III

ANALISIS KASUS

Pada anamnesis didapatkan sejak ±3 bulan SMRS, OS mengeluh sesak

nafas, sesak tidak dipengaruhi cuaca dan emosi. Sesak dirasakan semakin

bertambah saat posisi berbaring dan berkurang bila dalam posisi duduk. OS

nyaman tidur dengan 2 bantal. Sesak juga muncul setelah pasien beraktivitas berat

(saat OS bertani). OS juga sering terbangun saat tidur malam hari karena sesak

yang muncul tiba-tiba. OS mengeluh kedua kaki membengkak, hilang timbul (+).

Sejak ±2 minggu SMRS, OS mengeluh batuk yang menyertai sesak dan tidak

pernah sembuh-sembuh (+). Sejak ± 1 hari SMRS. OS mengeluh sesak nafas

yang semakin berat. Batuk (+). OS nyaman tidur dengan 3 bantal. Sesak juga

muncul setelah OS beraktivitas ringan (saat berjalan ke kemar mandi dengan jarak

±15 meter). OS juga sering terbangun tidur malam hari karena sesak yang muncul

tiba-tiba. OS mengeluh kedua kaki membengkak. OS berobat ke IGD RS Sobirin

Linggau.

Pada pemeriksaan fisik dari tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah

140/90 mmHg HR, 82x/menit, dan respiratory rate 26x/ menit. Dari pemeriksaan

organ, pada auskultasi paru didapatkan rhonki basah kasar di basal kedua paru,

pada cor didapatkan batas jantung atas ICS II dan batas jantung kiri ICS VI linea

aksilaris anterior sinistra dan batas jantung kanan linea parasternalis dextra.

19

Page 20: casechflilnggau

Pemerisaan abdomen hepar teraba 2 jari di bawah processus xiphoideus tepi

tumpul permukaan rata dan pada ekstremitas inferior terdapat edema pretibia.

Berdasarkan kriteria Framingham dengan mendapatkan dua kriteria mayor

atau satu kriteria mayor dan satu kriteria minor yaitu: Kriteria mayor berupa

paroksisimal nocturnal dispneu, distensi vena leher, ronki basah paru,

kardiomegali, edema paru akut, Gallop S3, peninggian tekanan vena jugularis,

refluks hepatojugular. Dan kriteria minor berupa edema ekstremitas, batuk malam

hari, dispnea d’effort, hepatomegali, efusi pleura, penurunan kapasitas vital,

takikardi (>120 x/menit) maka congestive heart failure dapat ditegakkan.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang

didapatkan paroxysmal nocturnal dyspneu, peningkatan tekanan vena jugularis,

dan didapatkan kardiomegali serta hepatomegali dan edema tungkai, sehingga

memenuhi 2 kriteria mayor dan 2 kriteria minor untuk congestive heart failure.

Berdasarkan klasisfikasi New York Heart Asscociation sebagai 4 kelas

(NYHA1-4) dimana dyspnea dan fatigue sebagai penilaian. Pada kelas 1 tidak

ada keluhan, kelas 2 gejala muncul pada pekerjaan biasa, kelas 3 gejala muncul

pada pekerjaan ringan serta kelas 4 gejala muncul pada saat istirahat .Pasien sudah

merasa sesak dan kelelahan saat berjalan kurang lebih 15 meter, sehingga

memenuhi kriteria kelas 3

Etiologi dari penyakit gagal jantung dapat berupa penyakit jantung

bawaan, penyakit jantung rematik, penyakit jantung hipertensi, penyakit jantung

koroner, penyakit jantung anemik, penyakit jantung tiroid, cardiomiopati, cor

pulmonale serta kehamilan.

Hipertensi merupakan beban pressure overload bagi miokard yang dapat

mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri dan gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri

dan akan menyebabkan terjadinya gangguan fungsi diastolik. Hipertrofi ventrikel

kiri merupakan respon terhadap kenaikan wall stress ventrikel kiri akibat

hipertensi dan suatu upaya untuk mengembalikan wall stress ventrikel kiri kepada

nilai normal, mempertahankan fungsi sistolik ventrikel kiri dan mengurangi

kemungkinan terjadinya gangguan perfusi miokard. Respon adaptasi tersebut

terbatas. Seperti pada pasien ini, bila tekanan darah tetap tinggi dimana pasien

20

Page 21: casechflilnggau

sudah mengalami hipertensi selama 4 tahun dan tidak rutin minum obat akan

terjadi remodeling, perubahan struktur miokard dan gangguan fungsi jantung

Patofisiologi munculnya gagal jantung berupa beban pengisian (preload)

dan beban tahanan (afterload) pada ventricle yang mengalami dilatasi dan

hipertropi memungkinkan daya kontraksi jantung yang lebih kuat sehingga terjadi

kenaikan curah jantung. Disamping itu karena pembebanan jantung yang lebih

besar akan membangkitkan reaksi hemostasis melalui peningkatan rangsangan

simpatik. Perangsangan ini menyebabkan kadar katekolamin sehingga memacu

terjadinya takikardia dengan tujuan meningkatnya curah jantung. Bila curah

jantung menurun maka akan terjadi redistribusi cairan badan dan elektrolit (Na)

melalui pengaturan cairan oleh ginjal vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk

memperbesar venous return. Dilatasi, hipertropi, takikardia, redistribusi cairan

adalah mekanisme kompensasi jantung.Bila semua mekanisme ini telah digunakan

namun kebutuhan belum terpenuhi, maka terjadi gagal jantung.

Pada kasus ini tidak didiagnosis dengan ASHD, karena . Penyakit ini juga

ditandai dengan keluhan nyeri dada khas untuk penyakit jantung. Dari

pemeriksaan EKG tidak didapatkan gelombang Q, dan abnormalitas dari segmen

ST.

Pada kasus ini tidak didiagnosis dengan congestive cardiomyopathy karena

pada ekg tidak didapatkan left bundle branch block dan disertai right axis

deviation. Pada echocardiography juga tidak didapatkan pelebaran dari ventrikel

kiri yang tidak disertai penebalan dinding ventrikel. Penyakit berdasarkan

epidemiologi terjadi 5-8 kasus per 100.000 populasi.

21

Page 22: casechflilnggau

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Gagal Jantung Kongestif

3.1.1 Definisi

Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan

gejala) ditandai dengan sesak nafas dan fatique (saat istirahat atau aktifitas) yang

disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Ada juga sumber yang

mengatakan bahwa gagal jantung adalah penyakit di mana aksi pemompaan

jantung menjadi kurang kuat, seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Artinya,

jantung tidak memompa darah sebagaimana mestinya. Ketika ini terjadi, darah

tidak bergerak efisien melalui sistem peredaran darah dan mulai membuat

cadangan, meningkatkan tekanan di dalam pembuluh darah dan memaksa cairan

dari pembuluh darah ke jaringan tubuh.3

3.1.2 Epidemiologi

Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Di negara berkembang

yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit

jantung akibat malnutrisi. Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung

rematik, yaitu penyakit katup regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi

mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan

22

Page 23: casechflilnggau

preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan

afterload). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan

dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada

penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul

bersamaan.4

Gagal jantung kongestif lebih banyak terjadi pada usia lanjut. Salah satu

penelitian menunjukkan bahwa gagal jantung terjadi pada 1% dari penduduk usia

50 tahun, sekitar 5% dari mereka berusia 75 tahun atau lebih, dan 25% dari

mereka yang berusia 85 tahun atau lebih. Karena jumlah orang tua terus

meningkat, jumlah orang yang didiagnosis dengan kondisi ini akan terus

meningkat. Di Amerika Serikat, hampir 5 juta orang telah didiagnosis gagal

jantung dan ada sekitar 550.000 kasus baru setiap tahunnya. Kondisi ini lebih

umum di antara Amerika Afrika dari kulit putih. Hal ini menunjukkan adanya

keterkaitan antara usia dan gagal jantung kongestif.5

Selain usia, insidensi gagal jantung kongestif juga dipengaruhi oleh faktor

lain. Salah satunya, insidensi gagal jantung kongestif digolongkan berdasarkan

jenis kelamin. Dari survei registrasi rumah sakit didapatkan angka perawatan di

rumah sakit, dengan angka kejadian 4.7% pada perempuan dan 5.1% pada laki-

laki.3

Kualitas dan kelangsungan hidup penderita gagal jantung kongestif sangat

dipengaruhi oleh diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat. Oleh karena itu,

prognosis pada penderita gagal jantung kongestif bervariasi pada tiap penderita.

Berdasarkan salah satu penelitian, angka kematian akibat gagal jantung adalah

sekitar 10% setelah 1 tahun. Sekitar setengah dari mereka dengan gagal jantung

kongestif mati dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis mereka.5 Sumber lain

mengatakan bahwa seperdua dari pasien gagal jantung kongestif meninggal dalam

waktu 4 tahun setelah didiagnosis, dan terdapat lebih dari 50% penderita gagal

jantung kongestif berat meninggal dalam tahun pertama.3

3.1.3 Patofisiologi

Sindrom gagal jantung kongestif timbul sebagai konsekuensi dari adanya

abnormalitas struktur, fungsi, irama, ataupun konduksi jantung. Di negara-negara

23

Page 24: casechflilnggau

maju, disfungsi ventrikel merupakan penyebab mayor dari kasus ini. Penyakit

katup degeneratif, kardiomiopati idiopatik, dan kardiomiopati alkoholik juga

merupakan penyebab terjadinya gagal jantung kongestif. Seperti yang telah

diuraikan sebelumnya, gagal jantung lebih sering terjadi pada usia tua yang

memiliki kondisi komorbid, misalnya angina, hipertensi, diabetes, dan penyakit

paru kronis.6

Faktor-faktor komorbid tersebut menyebabkan mekanisme kompensasi

sehingga terjadi gagal jantung. Mekanisme kompensasi yang dapat terjadi antara

lain adalah mekanisme kompensasi pada jantung, syaraf otonom, dan hormon.

Pada jantung, dapat terjadi mekanisme Frank Starling, hipertrofi dan dilatasi

ventrikel, dan takikardi. Pada syaraf otonom, terjadi peningkatan aktifitas syaraf

simpatis. Sedangkan pada mekanisme kompensasi yang terjadi pada hormon

adalah berupa sistem renin-angiotensi-aldosteron, vasopressin, dan natriuretik

peptida.7

Mekanisme Kompensasi pada Jantung

Secara keseluruhan, perubahan yang terjadi pada fungsi jantung yang

berhubungan dengan gagal jantung dapat menurunkan daya kontraktilitas. Ketika

terjadi penurunan daya kontraktilitas, jantung berkompensasi dengan adanya

kontraksi paksaan yang kemudian dapat meningkatkan cardiac output. Pada gagal

jantung kongestif, kompensasi ini gagal terjadi sehingga kontraksi jantung

menjadi kurang efisien. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan stroke volume

yang kemudian menyebabkan peningkatan denyut jantung untuk dapat

mempertahankan cardiac output. Peningkatan denyut jantung ini lama-kelamaan

berkompensasi dengan terjadinya hipertrofi miokardium, yang disebabkan

peningkatan diferensiasi serat otot jantung untuk mempertahankan kontaktilitas

jantung. Jika dengan hipertrofi miokardium, jantung masih belum dapat mencapai

stroke volume yang cukup bagi tubuh, terjadi suatu kompensasi terminal berupa

peningkatan volume ventrikel.8

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, penurunan cardiac output dapat

menyebabkan penurunan stroke volume yang menunjukkan adanya disfungsi

sistolik, disfungsi diastolic, atau kombinasi dari keduanya. Disfungsi sistolik

24

Page 25: casechflilnggau

disebabkan oleh hilangnya kontraktilitas intrinsik, atau adanya suatu infark

miokard akut yang menyebabkan hilangnya viabilitas otot jantung untuk

berkontraksi. Hal ini tergantung pada dua faktor, yaitu elastisitas dan

distensibilitas ventrikel kiri, yang merupakan fenomena pasif dan suatu proses

relaksasi miokardium yang terjadi pada saat awal diastolik. Hilangnya

distensibilitas atau relaksasi ventrikel kiri karena adanya perubahan struktur

(contohnya hipertrofi ventrikel kiri) atau perubahan fungsi (contohnya iskemia)

dapat mengganggu pengisian ventrikel (preload).8

Preload seringkali menunjukkan adanya suatu tekanan diastolic akhir atau

volume pada ventrikel kiri dan secara klinis dinilai dengan mengukur tekanan

atrium kanan. Walaupun demikian, preload tidak hanya tergantung pada volume

intravascular, tetapi juga dipengaruhi oleh keterbatasan pengisian ventrikel.

Pompa otot jantung akan memberikan respon pada volume output. Jika volume

meningkat, maka jumlah darah yang mampu dipompa oleh otot jantung secara

fisiologis juga akan meningkat, hubungan ini sesuai dengan hukum Frank-

Starling.8

Variabilitas kedua pada stroke volume adalah kontraktilitas otot jantung

yang menunjukkan pompa otot jantung dan biasanya dapat dilihat sebagai ejeksi

fraksi. Sesuai dengan input otonom, jantung akan merespon preload yang sama

dengan stroke volume yang berbeda. Jantung dengan fungsi sistolik normal akan

mempertahankan ejeksi fraksi sekitar 50-55%. Infark miokard dapat menyebabkan

adanya miokardium yang nonfungsional yang akan merusak kontraktilitas. Tolak

ukur akhir pada stroke volume adalah afterload. Afterload adalah volume darah

yang dipompa oleh otot jantung, yang biasanya dapat dilihat dari tekanan arteri

rata-rata. Afterload tidak hanya menunjukkan resistensi vascular tetapi juga

menunjukkan tekanan dinding thoraks dan intrathoraks yang harus dilawan oleh

miokardium. Ketiga variabel ini terganggu pada pasien gagal jantung kongestif.

Gagalnya jantung pada gagal jantung kongestif dapat dievaluasi dengan menilai

ketiga variabel tersebut. Jika cardiac output turun, maka denyut jantung dan

stroke volume akan berubah untuk mempertahankan perfusi jaringan. Jika stroke

volume tidak dapat dipertahankan, denyut jantung ditingkatkan untuk

mempertahankan cardiac output.8

25

Page 26: casechflilnggau

Seperti disfungsi sistolik, disfungsi diastolik juga menghasilkan

peningkatan tekanan diastolik ventrikel, yang merupakan suatu mekanisme

kompensasi untuk mempertahankan stroke volume. Disfungsi diastolic

menunjukkan berkurangnya kemampuan ventrikel untuk mengisi ruangnya pada

saat diastolik.11Selain itu, adanya intoleransi aktifitas menunjukkan adanya

disfungsi diastolik yang disebabkan oleh adanya gangguan pada pengisian

ventrikel yang meningkatkan tekanan atrium kiri dan vena pulmonal sehingga

menyebabkan bendungan pulmonal. Selain itu, cardiac output yang tidak adekuat

selama aktifitas dapat menyebabkan berkurangnya perfusi otot skeletal, khususnya

pada otot kaki dan otot pernafasan aksesorius.8

Walaupun demikian, patofisiologi pada gagal jantung kongestif bukan

hanya meliputi abnormalitas struktural, tetapi juga meliputi respon kardiovaskular

pada perfusi jaringan yang buruk dengan aktivasi sistem neurohormonal. Aktivasi

sistem rennin-angiotensin ditujukan untuk meningkatkan preload dengan

meningkatkan retensi air dan garam, meningkatkan vasokonstriksi, dan

mempertahankan kontraktilitas otot jantung. Awalnya, respon ini mampu

mempertahankan preload, namun aktivasi yang memanjang mampu menurunkan

miosit dan mengubah matriks maladaptive. Miokardium akan mengalami

remodeling dan dilatasi. Proses ini akan mengganggu fungsi paru-paru, ginjal,

otot, pembuluh darah, dan mungkin juga organ lain. Remodeling ini juga dapat

menyebabkan dekompensasi jantung, meliputi regurgitasi mitral karena adanya

peregangan annulus katup mitral, dan aritmia jantung karena adanya remodelling

otot atrium.7Sehingga, dapat terjadi mekanisme kompensasi lain yang terjadi pada

gagal jantung seperti pada syaraf otonom dan hormon.8

Mekanisme Kompensasi pada Syaraf Otonom dan Hormon

Respon neurohormonal meliputi aktivasi syaraf simpatis dan sistem renin-

angiotensin, dan peningkatan pelepasan hormon antidiuretik (vasopressin) dan

peptida natriuretik atrium.7 Sistem syaraf simpatis dan renin-angiotensin adalah

respon mayor yang dapat terjadi. Secara bersamaan, kedua sistem ini

menyebabkan vasokonstriksi sistemik, takikardi, meningkatkan kontraktilitas

miokardium, dan retensi air dan garam untuk mempertahankan tekanan darah

26

Page 27: casechflilnggau

sehingga perfusi jaringan menjadi lebih adekuat. Namun jika berlangsung lama,

hal ini dapat menurunkan cardiac output dengan meningkatkan resistensi vaskular

sistemik. Peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas miokardium dapat

meningkatkan konsumsi oksigen. Retensi air dan garam dapat menyebabkan

kongesti vena.9

Selain itu, faktor neurohormonal lain yang berperan dalam gagal jantung

kongestif adalah sistem renin-angiotensin. Penurunan tekanan perfusi ginjal

dideteksi oleh reseptor sensorik pada arteriol ginjal sehingga terjadi pelepasan

renin dari ginjal. Hal ini dapat meningkatkan tekanan filtrasi hidraulik glomerulus

yang disebabkan oleh penurunan tekanan perfusi pada ginjal. Angiotensin II akan

menstimulasi sintesis aldosteron, yang akan menyebabkan retensi air dan garam

pada ginjal. Awalnya, kompensasi ini merupakan usaha tubuh untuk

mempertahankan perfusi sistemik dan ginjal. Namun, aktivasi yang lama pada

sistem ini dapat menyebabkan edema, peningkatan tekanan vena pulmonal, dan

peningkatan afterload. Hal ini dapat memperberat kondisi gagal jantung.10

Selama gagal jantung, mekanisme neurohormonal lain yang dapat terjadi

adalah aktifitas simpatis yang dapat meningkatkan pelepasan vasopressin dan

renin. Untungnya, digitalis dapat menurunkan aktifitas simpatis dengan aktivasi

tekanan baroreseptor yang rendah maupun yang tinggi. Aktivasi neuroendokrin

dapat meningkatkan pelepasan neurohormonal sistemik, seperti norepinephrin,

vasopressin, dan peptida natriuretik atrium. Norepinephrin dapat meningkatkan

afterload dengan vasokonstriksi sistemik dan peningkatan kronotropik dan

inotropik dengan stimulasi langsung pada miosit kardiak. Stimulasi ini

menyebabkan progresifitas kerusakan miosit. Selain itu, peningkatan aktifitas

norepinephrin dapat meningkatkan resiko terhadap aritmia ventrikel dan kematian

mendadak. Level norepinephrin plasma dalam sirkulasi dapat berkorelasi negatif

terhadap prognosis dan gejala gagal jantung kongestif.10

Mediator sistemik lainnya yang dapat dikenali adalah peningkatan

konsentrasi endothelin sistemik yang dapat menyebabkan vasokonstriksi perifer

dan kemudian menyebabkan hipertrofi miosit dan terjadilah remodelling. Peptida

natriuretik pada atrium dan otak yang dilepaskan dari atrium dapat menyebabkan

peningkatan tekanan atrium. Peningkatan ini berkorelasi positif dengan tingginya

27

Page 28: casechflilnggau

angka mortalitas dan aritmia ventrikel, walaupun korelasi ini tidak sekuat korelasi

yang ditimbulkan oleh peningkatan level norepinephrin plasma.10

Efek respon neurohormonal ini menyebabkan adanya vasokonstriksi

(untuk mempertahankan tekanan arteri), kontraksi vena (untuk meningkatkan

tekanan vena), dan meningkatkan volume darah. Umumnya, respon

neurohormonal ini dapat dilihat dari mekanisme kompensasi, tetapi dapat juga

meningkatkan afterload pada ventrikel (yang menurunkan stroke volume) dan

meningkatkan preload sehingga menyebabkan edema dan kongesti pulmonal

ataupun sistemik. Ada juga teori yang menyatakan bahwa faktor lain yang dapat

terjadi pada gagal jantung kongestif ini adalah nitrit oksida dan endotelin

(keduanya dapat meningkat pada kondisi gagal jantung) yang juga berperan dalam

patogenesis gagal jantung.7

Penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan fungsi

pembuluh darah pulmonal dan sistemik, juga fungsi ginjal. Perubahan ini terjadi

sebagai hasil dari penurunan perfusi organ dan aktivasi mekanisme kompensasi

neurohormonal. Aktivasi neurohormonal ini sangat penting dalam mekanisme

kompensasi gagal jantung kongestif karena hal ini dapat mempertahankan tekanan

arteri.7

3.1.4 Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung kongestif dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa

faktor. Berdasarkan tipe gangguannya, gagal jantung diklasifikasikan menjadi

gagal jantung sistolik dan diastolik. Berdasarkan letak jantung yang mengalami

gagal, gagal jantung kongestif diklasifikasikan sebagai gagal jantung kanan dan

kiri. Sedangkan berdasarkan gejalanya, gagal jantung dibagi menjadi NYHA I,

NYHA II, NYHA III, dan NYHA IV.8

Lebih jauh lagi, jika ditinjau dari gejalanya, gagal jantung kongestif dapat

dibagi menjadi gagal jantung kongestif NYHA I sampai dengan NYHA IV.

Pasien tanpa gejala digolongkan sebagai NYHA I. Sedangkan NYHA II meliputi

pasien dengan gejala pada saat berakfitas berat. Jika dengan beraktifitas ringan

pasien sudah menunjukkan gejala, pasien digolongka sebagai NYHA III. NYHA

28

Page 29: casechflilnggau

IV merupakan klasifikasi gagal jantung kongestif yang berhubungan dengan

gejala yang timbul pada saat istirahat.8

3.1.5 Kriteria Diagnosis Gagal Jantung Kongestif

Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung

kongestif. Kriteria diagnosis ini meliputi kriteria mayor dan minor.11

Kriteria mayor

Kriteria mayor terdiri dari beberapa tanda klinis, antara lain:

1. Paroksismal nokturnal dispnea

2. Distensi vena leher

3. Ronki paru

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Gallop S3

7. Peningkatan tekanan vena jugularis

8. Refluks hepatojugular

Kriteria minor

Kriteria minor terdiri dari beberapa gejala, antara lain:

1. Edema ekstremitas

2. Batuk malam hari

3. Dispnea d’effort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

7. Takikardia (lebih dari 120 kali per menit)

Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat minimal 1

kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

3.1.6 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Nonfarmakologis

Jika tidak terdapat faktor penyebab yang dapat diobati, penatalaksanaan

medis adalah dengan mengubah gaya hidup dan pengobatan medis. Perubahan

29

Page 30: casechflilnggau

gaya hidup ditujukan untuk kesehatan penderita dan untuk mengurangi gejalanya,

memperlambat progresifitas gagal jantung kongestif, dan memperbaiki kualitas

hidup penderita. Hal ini berdasarkan rekomendasi American Heart Association

dan organisasi jantung lainnya.11

1. Konsumsi alkohol

Alkohol merupakan miokardial depresan pada penderita gagal jantung

kongestif. Angka rawat inap pada penderita gagal jantung kongestif berulang

lebih sedikit pada penderita yang tidak mengkonsumsi alkohol. Satu unit alkohol

mengandung 8 gram atau 10 mililiter etanol. Jumlah alcohol per unitnya dapat

dihitung dengan mengalikan volume alcohol yang dikonsumsi dan persentase

alcohol.

Konsumsi alkohol dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan

kardiomiopati khususnya pada laki-laki dan usia 40 ke atas. Walaupun jumlah

alkohol yang dapat menyebabkan kardiomiopati tidak dapat ditegaskan, namun

konsumsi alcohol lebih dari 11 unit per hari lebih dari 5 tahun dapat menjadi

faktor resiko terjadinya kardiomiopati.

Semua penderita gagal jantung kongestif harus diberikan masukan untuk

menghindari konsumsi alkohol.11

2. Merokok

Tidak ada penelitian prospektif yang menunjukkan adanya efek merokok

terhadap gagal jantung kongestif. Namun, merokok dapat memperburuk keadaan

gagal jantung kongestif pada beberapa kasus. Dengan demikian, penderita dengan

gagal jantung kongestif harus menghindari rokok.

3. Aktifitas fisik

Rekomendasi terhadap aktifitas fisik pada penderita gagal jantung

kongestif masih kontroversi. Namun, berjalan selama 6 menit dapat memperbaiki

kondisi klinis penderita gagal jantung kongestif. Aktifitas berjalan dapat

ditoleransi dengan baik oleh penderita gagal jantung kongestif yang stabil. Pada

salah satu penelitian, dibuktikan bahwa penderita gagal jantung kongestif yang

melakukan aktifitas fisik memberikan outcome yang lebih baik daripada penderita

gagal jantung kongestif yang hanya ditatalaksana seperti biasa. Penderita gagal

30

Page 31: casechflilnggau

jantung kongestif yang sudah stabil perlu dilakukan motivasi untuk dapat

melakukan aktifitas fisik dengan intensitas yang rendah secara teratur.11

4. Pengaturan diet

a. Membatasi konsumsi garam dan cairan

Salah satu penelitian random dengan pemberian diet rendah garam pada

penderita gagal jantung kongestif, menunjukkan adanya penurunan yang

signifikan terhadap berat badan, namun tidak merubah klasifikasi NYHA. Namun

percobaan klinis lainnya menyatakan bahwa pembatasan terhadap garam dan air

pada penderita gagal jantung kongestif menunjukkan adanya perbaikan klinis

yang signifikan dan tidak adanya edema dan fatique pada penderita gagal jantung

kongestif sehingga dapat mengubah klasifikasi NYHA. Pembatasan konsumsi

garam pada penderita gagal jantung kongestif memiliki efek baik terhadap

tekanan darah. Penderita gagal jantung kongestif harus membatasi garam yang

dikonsumsi tidak boleh lebih dari 6 gram per hari.

b. Monitor berat badan per hari

Belum ada percobaan klinis yang membuktikan adanya keterkaitan antara

monitor berat badan per hari dan penatalaksanaan gagal jantung kongestif.

Namun, monitor terhadap berat badan ini perlu dilakukan untuk mengidentifikasi

perolehan berat badan atau kehilangan berat badan per hari pada penderita gagal

jantung kongestif.11

b. Penatalaksanaan Farmakologis

1. Diuretik

Diuretik digunakan untuk mengobati kelebihan cairan yang biasanya

terjadi pada gagal jantung kongestif. Diuretic menyebabkan ginjal mengeluarkan

kelebihan garam dan air dari aliran darah sehingga mengurangi jumlah volume

darah dalam sirkulasi. Dengan volume darah yang rendah, jantung tidak akan

bekerja keras. Dalam hal ini, jumlah sel darah merah dan sel darah putih tidak

berubah.

Diuretik bekerja dengan menghambat reabsorbsi natrium dan klorida

dalam tubulus tertentu di dalam ginjal. Bumetamide, furosemide, dan torsemide

bekerja di dalam loop of henle sehingga disebut sebagai loop diuretik. Sementara

tiazid, metalosone, dan agen hemat kalium bekerja di tubulus distal. Kedua

31

Page 32: casechflilnggau

diuretik ini memiliki aksi farmakologis yang berbeda. Loop diuretik dapat

mengeluarkan lebih banyak natrium, sekitar 20% hingga 25%, meningkatkan

pengeluaran air, dan mampu mempertahankan efektifitasnya walaupun terdapat

gangguan ginjal. Sementara itu, tiazid lebih sedikit mengeluarkan natrium dan air,

juga dapat kehilangan efektifitasnya pada kondisi gagal ginjal.11

Penggunaan diuretik ini dapat mengurangi gejala klinis berupa retensi

cairan pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Selain itu, diuretik dapat

menurunkan tekanan vena jugular, kongesti pulmonal, dan edema perifer.

Pengukuran berat badan diperlukan untuk mengevaluasi respon tubuh terhadap

pemberian diuretik. Pemberian diuretik ini mampu mengurangi gejala dan

memperbaiki fungsi jantung maupun toleransi aktifitas terhadap penderita gagal

jantung. Namun demikian, peran diuretik dalam menurunkan angka morbiditas

dan mortalitas penderita gagal jantung kongestif belum diketahui.11

Diuretik dimulai dengan dosis awal yang rendah, kemudian dosis

perlahan-lahan ditingkatkan sampai output urine meningkat dan berat badan

menurun, biasanya 0.5 hingga 1 kg per hari. Dosis pemeliharaan diuretik

digunakan untuk mempertahankan diuresis dan penurunan berat badan.

Penggunaan diuretik ini perlu dikombinasikan dengan pembatasan konsumsi

natrium.

Hasil akhir dari pengobatan ini adalah kemampuan bernafas yang

membaik dan pengurangan pembengkakan dalam tubuh penderita. Kebanyakan

obat-obatan ini cenderung akan mengeluarkan potassium dari dalam tubuh, namun

beberapa obat seperti diuretik yang mengandung triamterene atau spironolakton

dapat meningkatkan level potassium, sehingga level potassium harus diawasi

dengan ketat.11

Jika terjadi ketidakseimbangan elektrolit, hal ini perlu ditatalaksana

secepat mungkin. Jika terjadi hipotensi dan azotemia sebelum penatalaksanaan

diuretik selesai, kecepatan peningkatan dosis diuretik perlu dikurangi namun tetap

dilakukan pemeliharaan dosis diuretik sampai gejala retensi cairan berkurang,

selama penderita yang mengalami hipotensi dan azotemia ini bersifat

asimptomatik.

32

Page 33: casechflilnggau

Diuretik yang biasanya digunakan pada gagal jantung meliputi furosemid,

bumetanid, hidroklortiazid, spironolakton, torsemid, atau metolazon, atau

kombinasi agen-agen tersebut. Spironolakton dan eplerenon tidak hanya

merupakan diuretik ringan jika dibandingkan dengan diuretik kuat seperti

furosemid, tetapi juga jika digunakan dalam dosis kecil dan dikombinasikan

dengan ACE inhibitor akan memperpanjang harapan hidup. Hal ini disebabkan

karena kombinasi obat ini mampu mencegah progresifitas kekakuan dan

pembesaran jantung.11

2. Angiotensin Converting Enzym (ACE) inhibitor

ACE inhibitor merupakan vasodilator yang sering digunakan untuk gagal

jantung kongestif. Obat ini menghambat produksi angiotensin II yang secara

abnormal tinggi pada gagal jantung kongestif. Angiotensin II menyebabkan

vasokonstriksi dengan meningkatkan kerja ventrikel kiri, dan hal ini secara

langsung dapat menjadi toksik terhadap ventrikel kiri dalam dosis yang

berlebihan.

ACE inhibitor dapat memperbaiki kondisi penderita gagal jantung

kongestif, penyakit jantung koroner, dan penyakit vaskular aterosklerosis, maupun

nefropati diabetikum. ACE inhibitor tidak hanya akan mempengaruhi sistem

renin-angiotensin, tetapi juga akan meningkatkan aksi kinin dan produksi

prostaglandin. Keuntungan penggunaan ACE inhibitor ini berupa mengurangi

gejala, memperbaiki status klinis, dan menurunkan resiko kematian pada penderita

gagal jantung kongestif ringan, sedang, maupun berat, dengan atau tanpa penyakit

jantung koroner.11

ACE inhibitor merupakan pengobatan yang penting karena tidak hanya

dapat mengurangi gejala, tetapi juga dapat memperpanjang kemungkinan hidup

penderita gagal jantung kongestif dengan cara menghambat progresifitas

kerusakan jantung dan pada beberapa kasus dapat memperbaiki fungsi otot

jantung. Namun demikian, ACE inhibitor juga memiliki beberapa efek samping.

Efek samping ACE inhibitor sebagai angiotensin supresif dapat berupa hipotensi,

perburukan fungsi ginjal, dan retensi kalium. Sementara efek samping ACE

inhibitor sebagai potensiasi kinin dapat berupa batuk dan angioedema.

3. Inotropik

33

Page 34: casechflilnggau

Inotropik bersifat simultan, seperti dobutamin dan milrinon, yang dapat

meningkatkan kemampuan pompa jantung. Hal ini digunakan sebagai pengobatan

pada kasus dimana ventrikel kiri sangat lemah dan tidak berespon terhadap

pengobatan standar gagal jantung kongestif. Salah satu contohnya adalah

digoksin. Obat ini digunakan untuk memperbaiki kemampuan jantung dalam

memompakan darah. Karena obat ini menyebabkan pompa paksa pada jantung,

maka obat ini disebut sebagai inotropik positif. Namun demikian, digoksin

merupakan inotropik yang sangat lemah dan hanya digunakan untuk terapi

tambahan selain ACE inhibitor dan beta bloker.11

Walaupun sering digunakan, tidak semua penderita gagal jantung

kongestif harus diberikan digoksin karena kurang efektif dibandingkan dengan

beberapa pengobatan medikasi lainnya. Digoksin dapat mengurangi gejala setelah

penggunaan vasodilator dan diuretik, namun tidak untuk digunakan secara terus

menerus. Digoksin merupakan obat lama yang digunakan pada lebih dari 200

tahun yang lalu, yang merupakan derivat dari tumbuhan foxglove. Obat ini juga

dapat digunakan untuk mengontrol irama jantung (pada atrial fibrilasi). Kelebihan

digoksin dapat membahayakan irama jantung sehingga terjadi aritmia. Resiko

aritmia ini meningkat jika dosis digoksin berlebihan, ginjal tidak berfungsi

optimal sehingga tidak dapat mengekskresikan digoksin dari tubuh secara optimal,

atau potasium dalam tubuh yang terlalu rendah (dapat terjadi pada pemberian

diuretik).11

4. Angiotensin II reseptor blocker (ARB)

Angiotensin II reseptor blocker (ARBs) bekerja dengan mencegah efek

angiotensin II di jaringan. Obat-obat ARB, misalnya antara lain candesartan,

irbesartan, olmesartan, losartan, valsartan, telmisartan, dan eprosartan. Obat-

obatan ini biasanya digunakan pada penderita gagal jantung kongestif yang tidak

dapat menggunakan ACE inhibitor karena efek sampingnya. Keduanya efektif,

namun ACE inhibitor dapat digunakan lebih lama dengan jumlah yang lebih

banyak digunakan pada data percobaan klinis dan informasi pasien.11

ACE inhibitor dan ARBs dapat menyebabkan tubuh meretensi potasium,

Namun hal ini umumnya hanya terjad pada pasien dengan gangguan ginjal, atau

pada orang-orang yang juga mengkonsumsi diuretik Hemat kalium, seperti

34

Page 35: casechflilnggau

triamterene atau spironolakton. Calcium channel blocker merupakan vasodilator

yang jarang digunakan pada pengobatan gagal jantung karena berdasarkan

percobaan klinis, tidak terbukti adanya manfaat pemberian calcium channel

blocker pada gagal jantung kongestif. Calcium channel blocker digunakan untuk

menurunkan tekanan darah jika penyebab terjadinya gagal jantung kongestif

adalah tekanan darah yang tinggi dan pada pasien yang tidak berespon terhadap

ACE inhibitor atau ARBs.11

5. Beta blocker

Beta blocker bertujuan untuk menghambat efek samping sistem syaraf

simpatis pada penderita gagal jantung kongestif. Beta blocker efektif untuk

menurunkan resiko kematian pada penderita gagal jantung kongestif. Beta blocker

terbukti secara klinis dapat mengontrol ejeksi fraksi ventrikel kiri (yang bernilai di

bawah 35% hingga 45%) yang telah diberikan diuretik dan ACE inhibitor dengan

atau tanpa pemberian digitalis. Namun, pada penderita dengan disfungsi ventrikel

kiri yang berat, denyut jantung yang rendah (di bawah 65 kali/menit), atau

tekanan darah sistolik yang rendah (di bawah 85 mmHg), atau pada pasien dengan

NYHA IV, pemberian beta blocker tidak dianjurkan.

Obat ini dapat menurunkan frekuensi denyut jantung, menurunkan tekanan

darah, dan memiliki efek langsung terhadap otot jantung sehingga menurunkan

beban kerja jantung. Reseptor beta terdapat di otot jantung dan di dalam dinding

arteri. Sistem syaraf simpatis memproduksi zat kimia yang disebut sebagai

norepinefrin yang bersifat toksik terhadap otot jantung jika digunakan dalam

waktu lama dan dengan dosis yang tinggi.11

Beta bloker bekerja dengan cara menghambat aksi norepinefrin di dalam

otot jantung. Dulunya, ahli medis mengobati gagal jantung dengan menghambat

norepinefrin yang bersifat buruk dan dapat memperburuk kondisi jantung karena

norepinefrin bersifat simultan sehingga menyebabkan denyut jantung semakin

kuat. Namun, percobaan klinis telah membuktikan bahwa beta bloker dapat

memperbaiki fungsi sistolik ventrikel kiri secara bertahap sehingga dapat

mengurangi gejala dan memperpanjang kehidupan.11

6. Hidralazin

35

Page 36: casechflilnggau

Hidralazin merupakan vasodilator yang dapat digunakan pada penderita

gagal jantung kongestif namun tidak memiliki efek yang sedikit terhadap tonus

vena dan tekanan pengisian jantung. Namun efek pemberian hidralazin tunggal

tanpa kombinasi dengan obat lain terhadap gagal jantung kongestif belum dapat

dibuktikan secara klinis.Pemberian hidralazin dan isosorbid dinitrat dapat

menurunkan angka kematian penderita gagal jantung kongestif.21 Kombinasi obat

ini dapat menurunkan angka mortalitas sebesar 43%, menurunkan angka rawat

inap penderita gagal jantung kongestif sebesar 39%, dan menurunkan gejala gagal

jantung.4 Namun demikian, pemberian kombinasi kedua obat ini dapat

memberikan efek samping berupa sakit kepala dan keluhan gastrointestinal.11

3.2 Hipertensive Heart Disease

3. 2.1. Definisi

Penyakit jantung hipertensi adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh

tidak terkontrolnya tekanan darah tinggi dalam waktu yang lama, yang ditandai

adanya hipertrofi ventrikel kiri (HVK) sebagai akibat langsung dari tingginya

tekanan darah tersebut. Hipertrofi ventrikel kiri pada penyakit jantung hipertensi

juga dipengaruhi oleh faktor neurohormonal.8

3.2. 2. Epidemiologi

Jumlah penderita penyakit jantung hipertensi masih belum diketahui

secara pasti. Namun, berdasarkan hasil studi yang ada, kebanyakan kasus

hipertensi akan bermanifestasi sebagai penyakit jantung. Hasil studi tersebut di

antaranya menyebutkan angka kejadian hipertrofi ventrikel kiri menurut hasil

EKG adalah sebanyak 2.9% pada pasien pria dan 1.5% pada pasien wanita.

Sedangkan menurut hasil ekokardiogram, hipertrofi ventrikel kiri terjadi pada 15-

20% pasien hipertensi. Pada pasien tanpa HVK didapatkan 33% di antaranya

mengalami disfungsi diastolik ventrikel kiri yang asimtomatik. Secara umum,

risiko kejadian HVK mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat pada pasien

dengan obesitas. Sekitar 50-60% penderita hipertensi akan mengalami risiko

untuk gagal jantung dengan risiko kejadian yang meningkat dua kali lipat pada

pria dan tiga kali lipat pada wanita.8

36

Page 37: casechflilnggau

3.2. 3. Etiologi

Sebab utama penyakit jantung hipertensi adalah tekanan darah yang

meningkat dan berlangsung kronik. Sedangkan penyebab hipertensi sendiri sangat

beragam, pada orang dewasa sebab-sebab tersebut antara lain8:

Hipertensi primer/esensial/idiopatik yang terjadi pada 90% kasus

hipertensi pada orang dewasa.

Hipertensi sekunder sebesar 10% dari kejadian hipertensi pada orang

dewasa yang disebabkan oleh:

Penyakit ginjal:

o Stenosis arteri renalis

o Polycystic kidney disease

o Chronic renal failure

o Vaskulitis intrarenal

Kelainan endokrin:

o Hiperaldosteronisme primer

o Feokromositoma

o Chusing syndrome

o Hiperplasia adrenal kongenital

o Hipotiroidisme dan hipertiroidisme

o Akromegali

o Hormon eksogen (kortikosteroid, estrogen),

simpatomimetik, monoamin oksidase inhibitor, tyramin

dalam makanan

Sebab lain:

o Koarktasi aorta

o Tekanan intrakranial yang meningkat

o Sleep apnea

o Hipertensi sistolik terisolasi

3. 2. 4. Faktor Risiko

Faktor-faktor risiko penyakit jantung hipertensi antara lain adalah8:

37

Page 38: casechflilnggau

1. Ras

Ras Afrika-Amerika lebih rentan terkena penyakit jantung hipertensi.

Hal ini bahkan menjadi etiologi umum untuk kasus gagal jantung di

Amerika Serikat.

2. Jenis kelamin

Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria yang berusia di bawah 55

tahun, namun pada wanita hipertensi lebih banyak ditemukan pada usia di

atas 55 tahun. Hal ini kemungkinan terjadi karena seiring bertambahnya

usia maka tekanan darah akan semakin meningkat terutama pada pria. Tapi

setelah menopause tiba wanita akan mengalami peningkatan tekanan darah

yang lebih tajam dan mencapai angka tertinggi yang lebih tinggi daripada

pria.

3.  Usia

Seiring bertambahnya usia maka tekanan darah akan semakin

meningkat. Hal ini sebanding dengan terjadinya penyakit jantung

hipertensi yang lebih banyak dialami oleh para lanjut usia.

3. 2. 5. Patogenesis

Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi berjalan cukup kompleks,

karena berhubungan dengan berbagai faktor, seperti hemodinamik, struktural,

neuroendokrin, selular, dan molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor tersebut saling

berintegrasi dan akhirnya menyebabkan perkembangan dan komplikasi dari

hipertensi, sementara di sisi lain tingginya tekanan darah memodulasi faktor-

faktor tersebut. Meningkatnya tekanan darah menyebabkan perubahan struktur

dan fungsi jantung melalui dua cara, yaitu secara langsung oleh peningkatan

afterload atau beban akhir jantung, dan secara tidak langsung oleh perubahan

neurohormonal dan vaskuler terkait.8

38

Page 39: casechflilnggau

Hipertrofi ventrikel kiri (HVK) merupakan kompensasi jantung

menghadapi tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohumoral yang

ditandai oleh penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi

diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri,

kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik). Rangsangan

simpatis dan aktivasi sistem RAA memacu mekanisme Frank-Starling melalui

peningkatan volume diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya

akan terjadi gangguan kontraksi miokard (penurunan/gangguan fungsi sistolik).3

HVK terjadi pada 15-20% pasien hipertensi dan angka kejadiannya

meningkat dua kali lipat pada pasien obesitas. HVK adalah peningkatan masa otot

ventrikel kiri yang disebabkan oleh respon miosit pada berbagai stimulus yang

menyertai pada peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit timbul sebagai

kompensasi dari beban akhir (afterload) yang meningkat. Stimulus mekanis dan

neurohormonal yang menyertai hipertensi dapat mengaktivasi pertumbuhan sel

miokardial dan ekspresi gen yang berakhir pada HVK. Selain itu aktivasi sistem

renin-angitensin-aldosteron melalui aksi angiotensin II pada reseptor angiotensin I

menimbulkan pertumbuhan interstitium dan komponen matriks sel. Intinya

terjadinya HVK disebabkan oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara

miosit dan interstitium struktur miokard.8

Terdapat beberapa pola HVK, di antaranya remodeling konsentrik, HVK

konsentrik, dan HVK eksentrik. HVK konsentrik adalah penebalan ventrikel kiri

dan massa ventrikel kiri dengan peningkatan tekanan diastolik dan volume

ventrikel kiri yang umumnya terjadi pada pasien hipertensi. Sedangkan HVK

eksentrik adalah penebalan ventrikel kiri tapi lokasinya tidak beraturan, hanya

meliputi beberapa bagian saja. HVK konsentrik menunjukkan prognosis yang

buruk untuk hipertensi. Terjadinya HVK ini memiliki peran protektif pada respon

peningkatan tekanan dinding untuk mempertahankan cardiac output yang adekuat,

yang kemudian akan berkembang menjadi disfungsi miokardial diastolik disusul

sistolik.8

Iskemia miokard (asimtomatik, angina pektoris, infark jantung, dan lain-

lain) dapat terjadi karena kombinasi akselerasi proses aterosklerosis dengan

peningkatan kebutuhan oksigen miokard akibat dari HVK. HVK, iskemia miokard

39

Page 40: casechflilnggau

dan gangguan fungsi endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada

hipertensi.3

Evaluasi pasien hipertensi atau penyakit jantung hipertensi ditujukan

untuk:

Meneliti kemungkinan hipertensi sekunder

Menetapkan keadaan prapengobatan

Menetapkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengobatan atau

faktor yang akan berubah karena pengobatan

Menetapkan kerusakan organ target

Menetapkan faktor risiko PJK lainnya

3.2. 6. Diagnosis

Diagnosis penyakit jantung hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesis ditemukan 3:

Rasa berdebar, melayang, impotensi sebagai akibat dari peninggian

tekanan darah.

Rasa cepat capek, sesak napas, sakit dada, bengkak pada kedua kaki

atau perut.

Terdapat gangguan vaskular seperti epistaksis, hematuria, pandangan

kabur karena perdarahan retina, transient cerebral ischemic.

Terdapat penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder, misalnya:

polidipsi, poliuria, kelemahan otot pada aldosteronisme primer,

peningkatan BB dengan emosi labil pada sindroma cushing. Pada

feokromositoma didapatkan keluhan episode sakit kepala, palpitasi,

banyak keringat, dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan3:

Batas-batas jantung melebar

Impuls apeks prominen

Bunyi jantung S2 meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta

40

Page 41: casechflilnggau

Kadang-kadang ditemukan murmur diastolik akbat regurgitasi aorta

Bunyi S4 (gallop atrial atau presistolik) dapat ditemukan akibat

peninggian tekanan atrium kiri

Bunyi S3 (gallop ventrikel atau protodiastolik) ditemukan bila

tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat akibat dilatasi

ventrikel kiri

Suara napas tambahan seperti ronkhi basah atau kering

Pemeriksaan perut untuk mencari aneurisma, pembesaran hati,

limpa, ginjal, dan ascites

Auskultasi bising sekitar kiri kanan umbilicus (renal artery stenosis)

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan

diagnosis penyakit jantung hipertensi antara lain:

Pemeriksaan laboratorium awal, yang mencakup3:

o Urinalisis: protein, leukosit, eritrosit, silinder

o Hemoglobin/hematokrit

o Elektrolit darah/kalium

o Ureum/kreatinin

o Gula darah puasa

o Kolesterol total, trigliserida, HDL dan LDL kolesterol

o Kalsium dan fosfor

o TSH

Analisis gas darah

Elektrokardiografi untuk menemukan adanya hipertrofi ventrikel kiri

jantung. Pemeriksaan dengan elektrokardiografi menunjukkan HVK

pada sekitar 20-50% kasus, dan metode pemeriksaan ini masih

menjadi metode standard.

Foto thorax untuk menemukan adanya pembesaran jantung atau

tanda-tanda bendungan

Gambaran radiologis : 7

41

Page 42: casechflilnggau

Tanda-tanda radiologis HHD pada foto thorax (PA) adalah

seperti berikut:

Keadaan awal batas kiri bawah jantung menjadi bulat

karena hipertrofi konsentrik ventrikel kiri.

Pada keadaan lanjut, apeks jantung membesar ke kiri dan

ke bawah.

Aortic knob membesar dan menonjol disertai kalsifikasi.

Aorta ascenden dan descenden melebar dan berkelok, ini

disebut pemanjangan/elongatio aorta.

Gagal Jantung Kiri

Pada foto thorax gagal jantung, terlihat perubahan corakan

vaskuler paru

Distensi vena di lobus superior, bentuknya menyerupai

huruf Y, dengan cabang lurus mendatar ke lateral.

Batas hilus pulmo terlihat kabur.

Menunjukkan adanya edema pulmonum keadaan awal.

Terdapat tanda-tanda edema pulmonum, meliputi edema

paru interstisiel

Edema interstisiel

Edema ini menimbulkan septal lines yang dikenal sebagai

Kerley’s lines,yang ada 4 jenis, yaitu:

Kerley A: garis panjang di lobus superior paru, berasal dari

daerah hilus menuju ke atas dan perifer.

Kerley B: garis-garis pendek dengan arah horizontal tegak

lurus pada dinding pleura dan letaknya di lobus inferior,

paling mudah terlihat karena letaknya tepat di atas sinus

costophrenicus. Garis ini adalah yang paling mudah

ditemukan pada keadaan gagal jantung.

42

Page 43: casechflilnggau

Kerley C: garis-garis pendek, bercabang, ada di lobus

inferior. Perlu pengalaman untuk melihatnya, karena

hampir sama dengan pembuluh darah.

Kerley D: garis-garis pendek, horizontal, letaknya

retrosternal. Hanya tampak pada foto lateral.

Edema alveolar

Terjadi pengurangan lusensi paru yang difus mulai dari

hilus sampai perifer bagian atas dan bawah. Gambaran ini

dinamakan butterfly appearance/butterfly pattern, atau

bat’s wing pattern.

Batas kedua hilus menjadi kabur.

Echocardiografi, dilakukan karena dapat menemukan HVK lebih

dini dan lebih spesifik (spesifisitas sekitar 95-100%).

Indikasi Echocardiografi pada pasien hipertensi adalah3 :

- Konfirmasi gangguan jantung atau murmur

- Hipertensi dengan kelainan katup

- Hipertensi pada anak atau remaja

- Hipertensi saat aktivitas, tetapi normal saat istirahat

- Hipertensi disertai sesak napas yang belum jelas sebabnya

(gangguan fungsi diastolik atau sistolik)

o Echocardiografi-Doppler dapat dipakai untuk menilai fungsi

diastolik (gangguan fungsi relaksasi ventrikel kiri, pseudonormal tipe

restriktif)

43

Page 44: casechflilnggau

3.2. 7. Penatalaksanaan

Tatalaksana medis untuk pasien dengan penyakit jantung hipertensi dibagi

menjadi 2 kategori, yaitu5:

1. Penatalaksanaan untuk tekanan darah yang meningkat

2. Pencegahan dan penatalaksanaan dari penyakit jantung hipertensi

Dalam menatalaksana peningkatan tekanan darah, target tekanan darah

harus <140/90 mmHg pada pasien tanpa diabetes atau gagal ginjal kronik

(chronic kidney disease) dan <130/90 mmHg pada pasien yang memiliki

penyakit tersebut6.

Ada beragam strategi dalam tatalaksana penyakit jantung hipertensi,

misalnya modifikasi pola makan, aerobic exercise secara teratur, penurunan berat

badan, atau penggunaan obat untuk hipertensi, gagal jantung sekunder disfungsi

diastolik dan sistolik ventrikel kiri, coronary artery disease, serta aritmia6.

Modifikasi pola makan5

Penelitian membuktikan bahwa diet dan gaya hidup yang sehat

dengan atau tanpa kombinasi dengan penggunaan obat dapat  menurunkan

tekanan darah dan mengurangi simptom dari gagal jantung dan

memperbaiki hipertrofi vetrikel kiri (HVK). Diet khusus yang dianjurkan

adalah diet sodium, tinggi potasium (pada pasien dengan fungsi ginjal

yang normal), makan buah-buahan segar dan sayur-sayuran, rendah

kolesterol dan rendah konsumsi alkohol.

Diet rendah sodium dengan atau tanpa kombinasi dengan

pengunaan obat-obatan mengurangi tekanan darah pada kebanyakan

African Americans. Restriksi sodium tidak menstimulasi kompensasi dari

renin-angiotensin system dan dapat memiliki efek antihipertensi.

Rekomendasi intake sodium per hari adalah 50-100 mmol, setara dengan

3-6 g garam, yang rata-rata mengurangi tekanan darah 2-8 mmHg.

Banyak penelitian epidemiologi menunjukkan, asupan tinggi

potasium diasosiasikan dengan menurunnya tekanan darah. Potasium yang

diberikan secara intravena mengakibatkan vasodilatasi, yang dipercaya

dimediasi oleh nitric oxide pada dinding pembuluh darah. Buah dan

44

Page 45: casechflilnggau

sayuran segar direkomendasikan untuk pasien yang memiliki fungsi ginjal

yang normal.

Asupan rendah kolesterol adalah profilaksis untuk pasien dengan

penyakit jantung koroner.

Konsumsi alkohol yang berlebihan dihubungkan dengan

peningkatan tekanan darah pada peningkatan massa dari ventrikel kiri.

Aerobic exercise secara teratur5

o Lakukan aerobic exercise secara teratur 30 menit sehari, 3-4 kali

seminggu.

o Olahraga yang teratur, seperti berjalan, berlari, berenang, atau

bersepeda menunjukkan penurunan tekanan darah dan

meningkatkan kesehatan dari jantung dan pembuluh darah karena

meningkatkan fungsi endotelial, vasodilatasi perifer, menurunkan

denyut nadi istirahat, dan mengurangi level dari katekolamin.

o Isometric dan strenuous exercise harus dihindari.

Pengurangan berat badan5

Kegemukan banyak dihubungkan dengan hipertensi dan HVK.

Penurunan berat badan secara bertahap (1 kg/minggu) sangat dianjurkan.

Penggunaan obat-obatan untuk mengurangi berat badan harus dilakukan

dengan perhatian yang khusus.

Farmakoterapi5

o Penatalaksanaan dari hipertensi dan penyakit jantung hipertensi

dengan menggunakan diuretika tiazide, beta-blockers dan

kombinasi alpha dan beta-blockers, calcium channel blockers, ACE

inhibitors, angiotensin receptor blockers, dan direct vasodilators

seperti hydralazine.

45

Page 46: casechflilnggau

o Kebanyakan pasien membutuhkan 2 atau lebih obat antihipertensi

untuk mencapai target tekanan darah.

o Diuretika tiazide adalah obat pilihan pertama pada pasien dengan

hipertensi tanpa komplikasi.

o Obat-obatan dari kelas yang lain diberikan atas indikasi.

Calcium channel blocke: selektif untuk hipertensi sistolik

pada pasien yang tua

ACE inhibitors: pilihan pertama untuk pasien dengan

diabetes dan/atau dengan disfungsi ventrikel kiri

Angiotensin receptor blockers: alternatif untuk pasien yang

memiliki efek samping dari ACE inhibitors.

Beta-blockers: pilihan pertama pada pasien dengan gagal

jantung karena disfungsi sistolik ventrikel kiri, pasien

dengan ischemic heart disease dengan atau tanpa riwayat

myocardial infarction, dan pasien dengan thyrotoxicosis.

Obat-obat intravena pada pasien hipertensi emergensi,

yaitu nitroprusside, labetalol, hydralazine, enalapril, dan

beta-blockers (tidak digunakan untuk pasien dengan gagal

jantung akut ataupun dekompensata).

Tatalaksana untuk HVK5

o HVK meningkatkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.

Obat-obatan di atas dapat mengurangi HVK. Data dari

metaanalisis yang terbatas dikemukakan, ACE inhibitors

memiliki keunggulan yang lebih untuk menangani HVK.

Tatalaksana untuk LV diastolic dysfunction5

o Kelas-kelas tertentu dari obat antihipertensi (ACE inhibitors,

beta-blockers, dan nondihydropyridine calcium channel

46

Page 47: casechflilnggau

blockers) dapat meningkatkan echocardiographic parameters

pada disfungsi diastolik yang simptomatik dan asimptomatik

serta simptom dari gagal jantung..

o Penggunaan diuretik dan nitrat untuk pasien dengan gagal

jantung karena disfungsi diastolik harus dengan hati-hati. Obat

ini dapat menyebabkan hipotensi yang berat dengan menurunkan

preload.

Tatalaksana untuk LV systolic dysfunction5

o Diuretik (biasanya loop diuretics) digunakan untuk tatalaksana

LV systolic dysfunction.

o ACE inhibitors untuk mengurangi preload dan afterload dan

mencegah kongesti paru maupun sistemik.

o Beta-blockers (cardioselective atau mixed alpha and beta),

seperti carvedilol, metoprolol XL, dan bisoprolol, untuk

meningkatkan fungsi dari ventrikel kiri serta mengurangi angka

mortalitas dan morbiditas dari gagal jantung.

o Spironolakton dosis rendah mengurangi angka mortalitas dan

morbiditas NYHA grade III atau IV dari gagal jantung, yang

menggunakan ACE inhibitor.

Tatalaksana dari kardiak aritmia5

o Tatalaksana disesuaikan dengan jenis aritmia dan penyebab LV

dysfunction.

o Antikoagulan dapat digunakan pada pasien dengan atrial fibrilasi.

3.2. 8. Prognosis

Prognosis pada pasien penyakit jantung hipertensi bermacam-macam

sesuai dengan durasi, tingkat keparahan, dan tipe penyakit yang terjadi. Risiko

komplikasi bergantung pada besarnya hipertrofi yang terjadi pada ventrikel kiri.

Semakin besar kelainan yang diderita oleh ventrikel kiri, maka komplikasi yang

47

Page 48: casechflilnggau

akan timbul juga akan menjadi semakin besar. Mengobati penyakit dasar yaitu

hipertensi akan sangat berpengaruh terhadap progresivitas yang terjadi5.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa  obat-obatan tertentu

seperti ACE-Inhibitor, Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton dapat mengatasi 

hipertropi ventrikel kiri dan memperpanjang kemungkinan hidup pasien dengan

gagal jantung akibat penyakit jantung hipertensi. Bagaimanapun juga, penyakit

jantung hipertensi adalah penyakit yang serius yang memiliki resiko kematian

mendadak. 5

DAFTAR PUSTAKA

1. Mariyono, H. 2007. Gagal Jantung. J Peny Dalam, Volume 8 Nomor 3. Hal

85.

2. O'Brien, Terrence. 2006. Congestive Heart Failure.Emedicine health. South

Carolina: Medical University of South Carolina: 2006

3. Figueroa, Michael S. Congestive Heart Failure: Diagnosis, Pathophysiology,

herapy, and Implications for Respiratory Care. San Antonio: University of

Texas Health Science: 2006. p; 403–412.

4. Klabunde, Richard E. Pathophysiology of Heart Failure. 2015. Cardiovascular

Physiology Concepts, University of Osteopathic Medicine.

5.Delgado, RM. Pathophysiology of heart failure: a look at the future. Houston:

Texas Heart Institute Journal: 1999. p; 28-33.

6. Chan, Paul D. Cardiovascular Disorders. In: Chan, Paul D. Treatment

Guidelines for Medicine and Primary Care. California: Current Clinical

Strategies Publishing: 2004. p; 2-27.

7. Panggabean, Marular. 2009. Gagal Jantung. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FKUI: hal.1132-1135.

48

Page 49: casechflilnggau

49