case tb
DESCRIPTION
ilustrasi kasus tbTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
TUBERCULOSIS PARU
Pembimbing :
Dr. Hot S. Hutagalung SpA
Penyusun :
Moneta
030.07.166
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 21 JANUARI – 30 MARET 2013
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
0
LAPORAN KASUS
BAGIAN KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD BUDI ASIH
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
Identitas Pasien
Nama : An. A
Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 5 Mei 2009
Usia : 2 tahun 9 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jalan Pancawarga III no 21C
Suku Bangsa : Betawi
Masuk Rumah Sakit : 25 Januari 2013
Identitas Orang Tua
Ayah
Nama : Tn. M
Agama : Islam
Suku Bangsa : Betawi
Alamat : Jalan Pancawarga III no 21C
1
Pekerjaan : Karyawan
Penghasilan :Rp 2.000.000,-
Ibu
Nama : Ny. K
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Alamat : Jalan Pancawarga III no 21C
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung.
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 25 Januari 2013 pukul 02.00 WIB, pada
ibu pasien.
Keluhan Utama
Muntah lebih dari 10 kali sejak 1 hari smrs
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Budi Asih dengan keluhan muntah lebih dari 10 kali.
Mual dan muntah tiap kali makan, terutama ketika pasien batuk. Muntah berisi
makanan yang baru dimakan. Os juga demam sejak 2 hari smrs, demam tinggi pada
perabaan, timbul tiba- tiba, tidak naik turun. Os batuk pilek 2 hari smrs, ingus bening
dan encer. Batuk berdahak, sulit dikeluarkan, dahak berwarna putih kental. Batuk
terus menerus. makin lama makin hebat. Tidak dicetuskan oleh debu, cuaca dingin.
Os sempat dibawa ke klinik 24 jam, dokter disana memberi obat sirup dan puyer,
namun keluhan tidak berkurang. Os tidak mau makan, masih mau minum. BAB dan
BAK normal, asma, alergi dan mencret disangkal.
2
Riwayat penyakit dahulu
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
Demam
berdarah
- Kejang - Darah -
Demam
Tifoid
- Kecelakaan - Radang Paru 2 tahun
Otitis - Morbili - Tuberculosis -
Parotitis - Operasi - Batuk, pilek 10 bulan
Kesan : Pasien pernah dirawat di rumah sakit dengan diagnosa radang paru,
os sering menderita batuk pilek sejak umur 10 bulan. Faktor Resiko : di sekitar
rumah os banyak penderita TB paru aktif dan dalam pengobatan. Sering kontak fisik
dengan os.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kehamilan Morbiditas Kehamilan Tidak sakit selama hamil
Perawatan Antenatal Kontrol ke Bidan teratur
Kelahiran Tempat kelahiran Rumah sakit
Penolong Persalinan Dokter
Cara Persalinan Operasi SC atas indikasi
kembar, panggul sempit
Masa Gestasi 9 bulan
Keadaan Bayi BBL : 2400 gr, PBL : 34 cm
3
Kesan : Riwayat Kehamilan baik, persalinan dengan operasi SC berjalan lancar
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan Gigi 10 bulan Normal : 5-9 bulan
Merangkak 6 bulan Normal : 3-4 bulan
Duduk 6 bulam Normal : 6 bulan
Berdiri 12 bulan Normal : 9-12 bulan
Berjalan 12 bulan Normal : 9-12 bulan
Berbicara 16 bulan Normal : 12-18 bulan
Kesimpulan Riwayat Perkembangan : Tidak ada keterlambatan perkembangan
psikomotor.
Riwayat Makanan
Umur
(bulan)
ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0-2 ASI - - -
2-4 PASI - - -
4-6 PASI + + -
6-8 PASI + + -
8-10 V PASI + + +
10-12 V PASI + + +
Kesan : ASI eksklusif hanya sampai 2 bulan, sisanya diganti dengan susu formula.
4
Umur diatas 1 tahun
Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
Nasi / Pengganti 2 x / hari 3 sendok makan
Sayur 2 x / hari
Telur 1 x / hari
Ikan 2 x / minggu
Susu formula 12 botol / hari (± 1500 cc)
Kesimpulan riwayat makanan : nafsu makan kurang, lebih suka minum susu formula.
Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 0 bulan - - - - -
DPT/DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan - - -
Campak 9 bulan - - - - -
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - -
MMR - - - - - -
TIPA - - - - - -
Kesimpulan : Riwayat imunisasi dasar lengkap
5
Riwayat Keluarga
a. Corak reproduksi
No (Umur) Jenis Kelamin Mati Lahir Mati Abortus Kesehatan
1 7 hari Perempuan + - - -
2 7 hari Perempuan + - - -
3 8 tahun Perempuan - - - Sehat
4 2 tahun Perempuan - - - Sakit
5 2 tahun Perempuan - - - Sakit (os)
b. Riwayat pernikahan
Ayah Ibu
Nama Tn. M Ny. K
Perkawinan ke 1 1
Umur saat menikah 27 24
Pendidikan terakhir D3 SMA
Agama Islam Islam
Suku bangsa Betawi Betawi
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Penyakit Asthma Tidak ada
Kesimpulan Riwayat Keluarga : Kedua orang tua saat ini sehat
Riwayat Keluarga Orang Tua Pasien
6
Ayah pasien menderita Asthma. Ibu pasien tidak memiliki riwayat penyakit seperti
asthma, TBC, hipertensi, diabetes melitus, hepatitis, anemia atau penyakit kelainan
darah lainnya.
Riwayat Anggota Keluarga Lain yang Serumah : kakak perempuan pasien dan
saudara kembarnya menderita penyakit seperti pasien. Kakak perempuan pasien
pernah menjalani pengobatan TB selama 6 bulan.
Riwayat Lingkungan Perumahan
Perumahan : Menyewa, pasien tinggal bersama kedua orang tuanya, 2
saudara perempuannya
Keadaan rumah : Rumah 1 Lantai dengan 2 kamar. Lantai dari ubin, tembok
dari batu bata. Terdapat 2 buah jendela yang jarang dibuka,
jika dibuka ruangan kurang terang. Ventilasi hanya
menggunakan jendela. Terdapat satu buah kamar mandi. Kamar
mandi dipakai bersama dengan sumber air dari PAM.
Daerah/lingkungan : Tinggal di daerah pemukiman yang padat. Rumah-rumah
berdempetan dan banyak terdapat warung-warung. Jalan
didepan rumah kira-kira dapat dilewati sebuah mobil. Rumah
jauh dari tempat pembuangan sampah. Sampah diambil setiap
hari. Got diluar tidak tertutup, tidak banyak sampah.
Kesimpulan : Keadaan rumah dan lingkungan kurang baik. Ventilasi dan
cahaya matahari yang masuk kurang. Lingkungan sekitar padat
dan rumah berimpitan.
7
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 25 Januari 2013
Kesan Sakit : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Sikap pasien : kurang kooperatif
Tanda vital
Nadi : 112 x/menit
Suhu : 38 0C diukur pada aksila kiri
Pernafasan : 30 x/menit, irama teratur
Data Antropometri
Berat badan : 9,9 kg
Tinggi badan : 86 cm
Lingkar kepala : 48 cm
Lingkar lengan atas : 12 cm
STATUS GIZI
Berdasarkan kurva CDC:
BB/u : 76% (gizi kurang)
TB/u : 93% (tinggi normal)
BB/TB : 82% (gizi kurang)
Kesan : Gizi kurang
Warna kulit : tidak tampak sianotik
tidak tampak ikterik
tidak tampak adanya eflouresensi
kulit teraba lembab dan berkeringat
8
KEPALA
Bentuk kepala : Normocephali (LK = 48 cm)
Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Wajah : Simetris, tidak ditemukan benjolan.
Mata : oedem palpebra -/-
Alis mata hitam dan tersebar merata
Palpebra tidak ditemukan ektropion dan entropion
Conjungtiva anemis -/-
Sclera ikterik -/-
Tidak ditemukan strabismus
Tidak ditemukan sekret pada mata
Pupil isokor 3 mm, bulat
Tidak ada kekeruhan pada lensa mata
Reflek cahaya langsung +/+
Refleks cahaya tidak langsung +/+
Mata cekung -/-
Telinga : Pada telinga luar tidak ditemukan oedem, hiperemis, sikatrik
Tidak ada nyeri tekan pada telinga luar
Tidak ditemukan nyeri tarik pada telinga
Tidak ditemukan nyeri tekan pada mastoid
Tidak ditemukan nyeri tekan pada tragus
Membran timpani intak
Reflek cahaya telinga sulit dinilai
Serumen +/+ minimal
Hidung : Bentuk simetris
Tidak ditemukan deviasi septum
Pernafasan cuping hidung +/+
Concha nasalis tampak tidak hiperemis
Tidak ditemukan nyeri tekan sinus frontalis
Tidak ditemukan nyeri tekan sinus maksilaris
Mulut : Bibir tidak sianosis dan tidak pucat.
Uvula terletak ditengah, berwarna merah muda.
Faring tidak hiperemis. Tonsila normal dengan T1-T1
9
LEHER
Trakea : Trakea terletak ditengah
Tiroid : Tiroid teraba normal tanpa pembesaran, tidak teraba benjolan
KGB Teraba pembesaran KGB supraklavikular, cervical
posterior. Tidak teraba pembesaran pada KGB submental,
submandibular, preaurikular, retroaurikular, cervical.
THORAKS
Inspeksi : Bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis,
Tidak ditemukan eflouresensi atau kelain kulit
Retraksi sela iga (-), sela iga melebar (-) Pernafasan abdominal
thorakal dan tidak ada pernapasan yang tertinggal, ictus
cordis tidak tampak.
Palpasi : Gerakan nafas simetris pada kedua hemitoraks, vocal fremirus
kanan dan kiri sama kuat, ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Paru à Perkusi sonor pada kedua hemithoraks
Jantung à batas jantung normal
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronchi basah halus +/+, wheezing -/-
BJ I, BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Bunyi jantung tambahan (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Bentuk perut datar, simetris. Tidak terdapat eflouresensi
Auskultasi : BU + 7x/menit
Tidak terdengar artrial bruit
Tidak terdengar venous hum
Perkusi : Timpani
Palpasi :Hangat, supel, nyeri tekan (-) , tidak ada hepatosplenomegali.
GENITALIA : hiperemis (-), edema (-), OUE sekret (-), OUE hiperemis (-),
massa inguinal (-)
ANUS DAN REKTUM : Perianal eritema (-)
10
EKSTREMITAS ATAS
Simetris, warna kulit kuning langsat, hangat
Tidak terdapat atrofi, eflorosensi (-), sianosis (-)
Gerakan involunter (-), petechie (-)
Refleks fisiologis (+), patologis (-)
EKSTREMITAS BAWAH
Simetris, warna kulit kuning langsat, hangat
Tidak terdapat atrofi, eflorosensi (-), sianosis (-)
Gerakan involunter (-), petechie (-)
Refleks fisiologis (+), patologis (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Tanggal 26 Januari 2013
Pemeriksaan Hasil satuan Nilai Normal
Leukosit 12,7 (↑) ribu/µl 5 – 10
Eritrosit 4,9 juta/µl 4,6 – 5,5
Hb 13,3 g/dl 11 – 16
Ht 41 % 40 – 48
Trombosit 302 ribu/µ 150 – 400
LED 60(↑) mm/jam 0 – 10
HITUNG JENIS
Basofil
Eosinofil
1
1
%
%
0 – 1
1 – 3
11
Batang
Segment
Limfosit
Monosit
2
70 (↑)
20
6
%
%
%
%
2 – 6
32 – 52
< 30
2 – 8
KIMIA KLINIK
GDS 68 mg/dL 33- 111
Natrium (Na) 145 mmol/L 135- 155
Kalium (K) 4,2 mmol/L 3,6- 5,5
Klorida (Cl) 108 mmol/L 98- 109
Pemeriksaan lainya
Foto Ro. Thoraks : Terdapat sedikit peningkatan corakan bronkovaskuler pada
hemithoraks kanan kiri. Infiltrat pada daerah perihilus kanan kiri. Jantung dalam batas
normal. Kesan: bronkopneumonia
V. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Budi Asih diantar oleh orang tuanya dengan keluhan
muntah lebih dari 10 kali sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Muntah tiap kali
makan, muntah terutama ketika batuk. Batuk berdahak namun sulit untuk dikeluarkan.
Warna dahak yang sempat dapat dikeluarkan berwarna putih kental. Batuk terus
menerus sejak 2 hari smrs. Nafsu makan pasien menurun, tetapi masih mau minum.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi pasien tampak sakit sedang, dengan gizi
kurang, suhu : 38 nadi : 112x/menit, RR : 30x/menit. Di leher di dapatkan pembesaran
KGB cervical posterior dan supraklavikular. Terdapat ronchi basah halus (+/+).
Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan peningkatan leukosit, LED, neutrofil
segmen, limfosit.
12
Pada foto rontgen thorax terdapat sedikit peningkatan corakan bronkovaskuler pada
hemithoraks kanan kiri. Infiltrat pada daerah perihilus kanan kiri.
VI. DIAGNOSIS BANDING
TB paru
Bronchopneumonia
ISPA
Gizi kurang
VII. DIAGNOSIS KERJA
TB paru
ISPA
Gizi kurang
VIII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
Tirah baring
Observasi tanda- tanda vital
Kompres bila perlu.
Medikamentosa
IVFD RL 3B 3cc/kgbb/jam
Amino ped 125 cc/ 24 jam
Inj. Ampicilin 4x250mg
Inj. Dexa 3x 1,5 mg
Vometa syr 2x 1cth
PCT 3x1 cth
Puyer 3x1 bungkus Ambroxol 5 mg + Salbutamol 0,5 mg + Teofilin 20 mg
Inhalasi 2x1 P/S NaCl 0,9 5cc + ventolin ½ tube + bisolvon 9 tetes
OAT INH 1x100 mg
RIF 1x 135 mg
PZA 2x 100 mg
13
Edukasi
Penanganan TB paru harus disertai edukasi pada pasien dan keluarganya.
Pengobatan tidak boleh putus dan harus selalu teratur
Kontrol rutin tiap bulan untuk memantau penyakit.
Nutrisi harus adekuat, tinggi kalori dan tinggi protein.
IX. PEMERIKSAAN ANJURAN
Kultur sputum
X. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam
FOLLOW UP
S O A P
26/1/2013
-Demam +
-Batuk berdahak +
-Mual, Muntah 2x
-tidak mau makan
- BAB 1x
konsistensi lunak
berwarna coklat
KU : TSS/CM
Suhu : 37,6 C
RR: 24x/menit
Nadi : 110x/menit
Kepala :
normocephali
Mata : CA-/-, SI -/-,
Hidung : NCH -/-,
secret -/-
Leher : KGB
supraklavikular
teraba membesar
Paru : Suara nafas
vesikuler, rh+/+, wh-
Jantung : BJ I-II
regular, murmur (-),
Brochopneumonia
TSK TB Paru
ISPA
Gizi kurang, intake
sulit
-IVFD KaEn 3B
3cc/kgBB/jam
-Inj. Ampisillin
4x250mg
-PCT 3x1 cth
-Vometa syr 3x1 cth
-Inhalasi 2x NaCl,
Ventolin,Bisolvon
-Rencana foto
Thorax ap lateral
14
gallop (-)
Abdomen : supel,
datar, BU + 3x/menit,
hepar lien tidak
teraba membesar,
timpani
Extremitas : akral
hangat (+)
27/1/2013
Batuk berdahak +
Muntah -
Demam sudah
turun
Makan sedikit
-Hasil foto thorak
didapatkan kesan
brnkopneumonia,
hilus membesar
-menghitung skor
TB:
-Kontak dg pasien
TB= 3
-Keadaan gizi = 2
-Uji tuberculin = 0
-Demam = 0
-Batuk = 0
-Pembesaran
KGB= 1
-Pembengkakan
tulang/ sendi= 0
Foto thorax = 1
Total= 7
KU : TSS/CM
Suhu : 37,1 C
RR: 24x/menit
Nadi : 100x/menit
Kepala :
normocephali
Mata : CA-/-, SI -/-,
Hidung : NCH -/-,
secret -/-
Leher : KGB
supraklavikular
teraba membesar
Paru : Suara nafas
vesikuler, rh-, wh-
Jantung : BJ I-II
regular, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : supel,
datar, BU + 3x/menit,
hepar lien tidak
teraba membesar,
timpani
Extremitas : akral
hangat (+)
TSK TB Paru
ISPA
Intake sulit
-IVFD KaEn 3B
3cc/kgBB/jam
- Aminofusin 125
cc/24 jam
-Inj. Ampisillin
4x250mg
-Inj. Dexa 3x1,5mg
-PCT 3x1 cth
-Inhalasi 2x NaCl,
Ventolin,Bisolvon
15
28/1/2013
Batuk berdahak
warna putih kental
Makan sedikit
Sudah tidak
demam
KU : TSS/CM
Suhu : 37 C
RR: 30x/menit
Nadi : 100x/menit
Kepala :
normocephali
Mata : CA-/-, SI -/-,
Hidung : NCH -/-,
secret -/-
Leher : KGB
supraklavikular
teraba membesar
Paru : Suara nafas
vesikuler, rh-, wh-
Jantung : BJ I-II
regular, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : supel,
datar, BU + 3x/menit,
hepar lien tidak
teraba membesar,
timpani
Extremitas : akral
hangat (+)
TB Paru
Intake sulit
-IVFD KaEn 1B
3cc/kgBB/jam
- Aminofusin 125
cc/24 jam
-Inj. Ampisillin
4x250mg
-Inj. Dexa 3x1,5mg
-PCT 3x1 cth
-Puyer 3x1
bungkus Ambroxol
5 mg + Salbutamol
0,5 mg + Teofilin 20
mg
-Inhalasi 2x1
P/S NaCl 0,9 5cc +
ventolin ½ tube +
bisolvon 9 tetes
-INH 1x100 mg
-RIF 1x 135 mg
-PZA 2x 100 mg
29/2/2013
-Batuk berdahak
sudah berkurang
-Masih sulit makan
KU : TSS/CM
Suhu : 36,9 C
RR: 28x/menit
Nadi : 100x/menit
Kepala :
normocephali
Mata : CA-/-, SI -/-,
Hidung : NCH -/-
TB Paru
Gizi kurang
-Puyer 3x1
bungkus Ambroxol
5 mg + Salbutamol
0,5 mg + Teofilin 20
mg
-Inhalasi 2x1
P/S NaCl 0,9 5cc +
ventolin ½ tube +
16
Leher : KGB
supraklavikular
teraba membesar
Paru : Suara nafas
vesikuler, rh-, wh-
Jantung : BJ I-II
regular, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : supel,
datar, BU + 3x/menit,
timpani
Extremitas : akral
hangat (+)
bisolvon 9 tetes
-INH 1x100 mg
-RIF 1x 135 mg
-PZA 2x 100 mg
17
ANALISA KASUS
Pada pasien ini analisa kasus TB paru dapat ditegakkan melalui:
Anamnesis : yang membawa pasien berobat bukan gejala khas TB namun muntah
lebih dari 10 kali, mual dan muntah terutama pada saat os batuk. Mual dan
muntah dicetuskan oleh reflex batuk. Sakit perut, mencret tidak ada BAB normal,
traktus gastrointestinal tidak terganggu. Os juga demam dan batuk sejak 2 hari
yang lalu. demam dan batuk menandakan gejala ISPA. Os memiliki riwayat ISPA
berulang dan juga riwayat radang paru. Daya tahan tubuh os lemah. Lingkungan
sekitar os padat dan kurang baik, ditambah lagi tetangga os yang juga diketahui
penderita TB aktif dan sering kontak dengan os. Dari anamnesis riwayat
makanan, nafsu makan os kurang sejak dari awal diperkenalkan makanan padat.
Os lebih suka minum susu formula. Pemberian ASI yang tidak optimal menjadi
faktor resiko daya tahan tubuh yang lemah.
Pemeriksaan fisik: dari pemeriksaan fisik didapatkan status gizi kurang. Os
tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Suhu 38ºC, os tidak tampak
sesak, pada pemeriksaan KGB supraklavikular teraba membesar. Dan pada
pemeriksaan auskultasi terdengar rhonki halus di kedua lapang paru. Menandakan
adanya infiltrate.
Pemeriksaan penunjang: pada lab darah didapatkan LED 60 ml/jam dan
peningkatan diff count untuk neutrofil segmen, menandakan infeksi sistemik yang
akut. Pada foto thorak didapatkan pembesaran hilus dengan infiltrate, kesan
bronkopneumonia.
Pada pasien ini di terapkan system scoring TB hasilnya 7 poin, dapat ditegakkan
diagnosis TB paru.
18
TINJAUAN PUSTAKA
TUBERCULOSIS PARU PADA ANAK
Prevalensi infeksi tuberkulosis di negara berkembang termasuk Indonesia masih
tinggi. Tuberkulosis pada anak cukup penting dengan alasan bahwa tuberkulosis pada
bayi dan anak akan lebih mudah berlanjut menjadi TBC paru yang lebih berat dan
dapat terjadi TBC ekstra paru; infeksi tuberkulosis atau sakit tuberkulosis
menunjukkan adanya penularan di lingkungannya dan tuberkulosis pada anak yang
tidak ditangani akan menjadi sumber infeksi dimasa yang akan datang. Terdapat
beberapa faktor risiko yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya
penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan
faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit. Faktor risiko terjadinya infeksi TB
antara lain anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB
positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat dan tempat
penampungan umum (panti asuhan, penjara atau panti perawatan lain), yang banyak
terdapat pasien TB dewasa aktif.3
Anak yang terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit. Berikut ini adalah faktor-
faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB. Faktor
risikonya adalah usia, infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji
tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan
imunokompromais, diabetes mellitus, gagal ginjal kronik.2
DEFINISI
Penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Sistemis sehingga dapat
mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer. 1-7
EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TBC) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia
ini. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut
regional WHO jumlah terbesar kasus TBC terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari
seluruh kasus TBC di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182
kasus per 100.000 penduduk. Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk
jumlah kasus TBC setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru
19
TBC dan sekitar 140.000 kematian akibat TBC. Di Indonesia tuberkulosis adalah
pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh
kalangan usia.6
ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak
berspora dan tidak berkapsul. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari
lapisan lemak cukup tinggi (60%). Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali
diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan
larutan asam – alkohol.
PATOGENESIS
Paru merupakan port d entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil (<5 µm), kuman TB dalam droplet nuklei yang terhirup dapat
mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya
oleh mekanisme imunologis non spesifik. Pada individu yang tidak dapat
menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang
sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat
dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag, dan akhirnya
menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi ditempat
tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.2
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi disaluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer
terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar
limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis,
dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.3
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi TB berlangsung
selama 2-12 minggu, biasanya selama 4-8 minggu.6 Pada saat terbentuknya kompleks
20
primer, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer,
imunitas seluler tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa
inkubasi uji tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem
imun yang berfungsi baik, pada saat sistem imun seluler berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer dijaringan paru mengalami resolusi
secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
perkijuan dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus
primer dijaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-
tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.2
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer atau berlanjut menyebar secara
limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman
masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran
hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.3
Pada anak, 5 tahun pertama setelah terjadi infeksi (terutama 1 tahun pertama)
biasanya sering terjadi komplikasi TB. Menurut Wallgren, ada tiga bentuk dasar TB
paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru
kronik. Tuberkulosis paru kronik adalah TB pascaprimer sebagai akibat reaktivasi
kuman di dalam fokus yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang
terjadi pada anak tetapi sering terjadi pada remaja dan dewasa muda.6
Tuberkulosis ekstrapulmonal, yang biasanya juga merupakan manifestasi TB
pascaprimer, dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. Tuberkulosis sistem
skeletal terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, paling banyak terjadi dalam 1 tahun,
tetapi dapat juga 2-3 tahun setelah infeksi primer. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi
5-25 tahun setelah infeksi primer.2
21
Perjalanan alamiah
Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan, sehingga
dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai
organ.3
Gambar 3.2. Kalender perjalanan penyakit TB primer3
Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberkulin biasanya positif
dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada awal terjadinya
infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema nodosum, tetapi
kelainan kulit ini berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi. Sakit TB primer
dapat terjadi kapan saja pada tahap ini.2
Tuberkulosis milier dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung dalam 3-6
bulan pertama setelah infeksi TB, begitu juga dengan meningitis TB. Tuberkulosis
pleura terjadi dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB. Tuberkulosis sistem
22
skeletal terjadi pada tahun pertama, walaupun dapat terjadi pada tahun kedua dan
ketiga. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih lama, yaitu 5-25 tahun setelah
infeksi primer. Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi pada 5 tahun
pertama, terutama pada 1 tahun pertama, dan 90% kematian karena TB terjadi pada
tahun pertama setelah diagnosis TB.3
FAKTOR RESIKO TERKENA PENYAKIT TBC
Aspek sosial ekonomi, lingkungan dan edukasi
- Makanan yang kurang baik dalam kualitas dan kuantitas mengakibatkan daya
tahan tubuh anak turun dan mudah terjadi infeksi.
- Obat yang mahal dan dibutuhkan waktu yang relatif lama.
- Perumahan : kurangnya udara ventilasi, dan biasanya “over crowded”
- Kurangnya pengetahuan kesehatan dan kurangnya pengertian mengenai sifat
dan cara penularan TBC.4
PERBEDAAN TBC ANAK DAN DEWASA
TBC anak lokasinya pada setiap bagian paru, sedangkan pada dewasa di
daerah apeks dan infra klavikuler.
Terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sedangkan pada dewasa tanpa
pembesaran kelenjar limfe regional.
Penyembuhan dengan perkapuran sedangkan pada dewasa dengan fibrosis.
Lebih banyak terjadi penyebaran hematogen, pada dewasa jarang. 4
MANIFESTASI KLINIS
Karena patogenesis TB sangat kompleks, manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan
bergantung pada faktor kuman TB, penjamu serta interaksi diantara keduanya.Faktor
kuman bergantung pada jumlah kuman dan virulensinya, sedangkan faktor penjamu
23
bergantung pada usia dan kompetensi imun serta kerentanan penjamu pada awal
terjadinya infeksi.2
Anak kecil sering tidak menunjukkan gejala selama beberapa waktu. Tanda dan
gejala pada balita dan dewasa muda cenderung lebih signifikan sedangkan pada
kelompok dengan rentang umur diantaranya menunjukkan clinically silent dissease.3
Gejala umum tuberculosis anak :
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas / tidak naik dalam 1 bulan dengan
penanganan gizi.
2. Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat
(failure to thrive).
3. Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria, atau
infeksi saluran napas akut), dapat disertai keringat malam.
4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multiple.
5. Batuk lama lebih dari 30 hari.
6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.
Manifestasi Spesifik Paru.
TB Asimptomatis
Infeksi asimptomatis (atau laten) didefinisikan sebagai infeksi yang diasosiasikan
dengan hipersensitivitas tuberkulis dan tes tuberkulin positif tanpa gejala klinis dan
manifestasi radiologis. Dari CT scan dapat dilihat pembesaran nodus limfe di rongga
dada, walaupun pada rontgen hasil dapat normal. Kadang-kadang, demam subfebris
ditemukan pada onset penyakit. Sekiranya anak berkontak dengan individu dengan
TB menular yg tes tuberkulin positif, diagnosis TB asimptomatis harus segera
disingkirkan setelah rontgen foto thorak dan pemeriksaan fisik yang teliti.4
TB Paru Primer
Kompleks primer mengandung 3 elemen: fokus primer, limfangitis dan limfadenitis
regional. Tanda yang khas pada penyakit ini adalah daerah adenitis yang relatif besar
berbanding lokus pada paru. Karena aliran limfatik thorak berlangsung secara
predominan dari kiri ke kanan, nodus pada bagian kanan atas paratrakeal sering
dinilai paling terafeksi.4 Balita cenderung memperlihatkan tanda dan gejala karena
perbahan diameter saluran nafas berbanding nodus limfe parenkim. Simptom yang
24
paling sering adalah batuk non produktif dan dispneu. Gangguan respiratorik
contohnya obstruksi bronkus dengan tanda adanya air trapping dan gejala wheezing
jarang dikeluhkan.6
TB Paru Progresif
TB paru progresif merupakan komplikasi lanjutan dari TB paru primer. Kompleks
primer yang menjadi fokus awal paru yang tidak mengalami kalsifikasi membesar
dengan stabil membentuk caseous centre yang kemudiannya meleleh ke dalam
broncus adjacent membentuk kavitas primer. Likuifikasi ini berhubungan dengan
besarnya jumlah basil TB, merupakan faktor yang menyebabkan seorang anak dapat
mentransmisikan M. tuberkulosis kepada individu lainnya. Dapat terjadi diseminasi
lanjut basil tuberkel ke lobus lain dan ke seluruh paru. Gambaran klinis pada penyakit
ini adalah bronkopneumonia dengan demam tinggi, batuk sedang sampai berat,
keringat malam, dullness pada perkusi, rales, dan penurunan bunyi nafas.
TB Paru Kronis/Reaktivasi
Sebelum penemuan Obat Anti Tuberkulosis (OAT), TB paru kronis sangat jarang
ditemukan pada anak. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak-anak yang
mempunyai strata sosioekonomi yang rendah, anak perempuan dan pada anak dengan
diagnosis TB yang lambat ditegakkan. Penyakit ini sering ditemukan pada remaja
berbanding anak dengan gambaran radiologis mirip pada orang dewasa, dengan
gambaran infiltrat pada lobus atas dan kavitas. Anak dengan penyakit ini cenderung
mengalami demam, anoreksia, malaise, penurunan berat badan, keringat malam, batuk
produktif, nyeri dada dan hemoptisis.3
Efusi pleura
Efusi pleura yang disebabkan oleh tuberkulosis dapat dilokalisir atau digeneralisir,
unilateral atau bilateral. Efusi pleura TB jarang ditemukan pada anak kurang dari 2
tahun dan hampir tidak ditemukan pada anak usia dibawah 5 tahun. Onset dari
pleurisy berlangsung cepat mirip pneumonia bakteri, dengan gambaran klinis nyeri
dada, sesak nafas, perkusi dullness dan penurunan bunyi nafas. Demam tinggi dan
jika tidak dirawat dapat berlangsung beberapa minggu.7,
PEMERIKSAAN PENUNJANG
25
Uji tuberculin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik
yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi
TB, maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Uji tuberkulin cara
mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-23 2TU secara intrakutan
di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan.
Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul. Jika tidak timbul indurasi sama
sekali hasilnya dilaporkan sebagai negatif.2,5
Secara umum hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi 10 mm dinyatakan
positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini sebagian besar disebabkan
oleh infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh imunisasi BCG atau
infeksi M. atipik. Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-14
cm dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah,
tetapi masih mungkin disebabkan oleh BCG-nya, tapi bila ukuran indurasinya 15
mm sangat mungkin karena infeksi alamiah. Apabila diameter indurasi 0-4 mm
dinyatakan uji tuberkulin negatif. Diameter 5-9 cm dinyatakan positif meragukan.
Pada keadaan imunokompromais atau pada pemeriksaan foto thorak terdapat kelainan
radiologis hasil positif yang digunakan 5mm.2,5
Radiologi
Gambaran foto Rontgen toraks pada TB tidak khas, kelainan-kelainan radiologis pada
TB dapat juga dijumpai pada penyakit lain.
Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah:
Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat
Konsolidasi segmental/lobar
Milier
Kalsifikasi dengan infiltrat
Atelektasis
Kavitas
Efusi pleura
Tuberkuloma
Mikrobiologi
26
Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan mikroskopik
apusan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan biakan kuman M.
Tuberkulosis dan pemeriksaan PCR.
Pada anak pemeriksaan mikroskopik langsung sulit dilakukan karena sulit
mendapatkan sputum sehingga harus dilakukan bilas lambung. Dari hasil bilas
lambung didapatkan hanya 10 % anak yang memberikan hasil positif. Pada kultur
hasil dinyatakan positif jika terdapat minimal 10 basil per milliliter spesimen. Saat ini
PCR masih digunakan untuk keperluan penelitian dan belum digunakan untuk
pemeriksaan klinis rutin.2,5
SISTEM SKORING TB
27
28
Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak jelas -
Laporan
keluarga
(BTA
negatif atau
tidak jelas)
BTA(+)
Uji Tuberkulin
Negatif - - Positif (≥ 10
mm atau ≥ 5
mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat badan /
Status Gizi
- BB/TB < 90%
atau
BB/U < 80%
Klinis gizi
buruk
atau
BB/TB <
70%
atau BB/U
< 60%
-
Demam tanpa
sebab yang jelas
- ≥ 2 minggu - -
Batuk - ≥ 3 minggu - -
Pembesaran
kelenjar koli,
aksila, inguinal
- ≥ 1 cm, jumlah
> 1, tidak nyeri
- -
Pembengkakan
tulang / sendi
panggul, lutut,
falang
- Ada
pembengkakan
- -
Foto Thorak Normal/
kelainan tidak
jelas
Gambaran
sugestif TB
- -
Catatan:
Diagnosis dengan sistem skor ditegakkan oleh dokter.
Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis.
Berat badan dinilai saat datang.
Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi sesuai baku.
Gambaran sugestif TB, berupa; pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
dengan/tanpa infiltrat; konsolidasi segmental/lobar; kalsifikasi dengan infiltrat;
atelektasis; tuberkuloma. Gambaran milier tidak dihitung dalam skor karena
diperlakukan secara khusus.
Mengingat pentingnya peran uji tuberkulin dalam mendiagnosis TB anak, maka
sebaiknya disediakan tuberkulin di tempat pelayanan kesehatan.
Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG (≤ 7 hari)
harus dievaluasi dengan sistim skoring TB anak, BCG bukan merupakan alat
diagnostik.
Didiagnosis TB Anak ditegakkan bila jumlah skor ≥ 6, (skor maksimal 13).
Jika ditemukan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada foto toraks,
dan/atau terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan penurunan
kesadaran serta tanda kegawatan lain seperti sesak napas, pasien harus di rawat
inap di RS.
KOMPLIKASI
Dapat terjadi penyebaran secara limfogen/ hematogen yang akan mengakibatkan TBC
milier, meningitis TBC, bronkogenik, pleuritis, peritonitis, perikarditis, TBC tulang
dan sendi. 4
29
TATALAKSANA PENGOBATAN TBC ANAK
A. Tujuan pengobatan TBC anak
- Menurunkan / membunuh kuman dengan cepat.
- Sterilisasi kuman untuk mencegah relaps dengan jalan pengobatan:
Fase intensif (2 bulan) : mengeradikasi kuman dengan 3 macam
obat : INH, Rifampisim dan Pirazinamid.
Fase pemeliharaan (4 bulan) : akan memberikan efek sterilisasi untuk
mencegah terjadinya relap: menggunakan 2 macam obat : INH &
Rifampicin.
- Mencegah terjadinya resistensi kuman TBC.4
B. Prinsip Pengobatan TBC Anak
- Kombinasi lebih dari satu macam obat. Hal ini untuk mencegah terjadinya
resistensi terhadap obat.
- Jangka panjang, teratur, dan tidak terputus. Hal ini merupakan masalah kadar
kepatuhan pasien.
- Obat diberikan secara teratur tiap hari.4
C. Obat TBC Anak
Regimen dasar pengobatan TBC adalah kombinasi INH dan Rifampicin selama 6
bulan dengan Pirazinamid pada 2 bulan pertama. Pada TBC berat dan ekstrapulmonal
biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5 obat selama 2 bulan (ditambah
Etambutol dan Streptomisin), dilanjutkan dengan INH dan Rifampicin selama 4-10
bulan sesuai perkembangan klinis.
Pada meningitis TBC, perikarditis, TBC milier, dan efusi pleura diberikan
kortikosteroid, yaitu prednison (PRED) 1-2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu,
diturunkan perlahan (tapering off) sampai 2-6 minggu.
OBAT SEDIAAN DOSIS
(mg/kg
BB)
DOSIS
MAKS
ESO
30
INH Tablet 100 mg
Tablet 300 mg
Sirup 10 mg/ml
5 – 15 300 mg Hepatitis, neuritis
perifer, hipersensitif
Rifampicin
(RIF)
Kapsul/ kaplet
150,300,450,600
Sirup 20 mg/ml
10 - 15 600 mg Urine/sekret merah,
hepatitis, mual, flulike
reaction
Pirazinamid
(PZA)
Tablet 500 mg 25 – 35 2 g Hepatitis,
hipersensitif
Etambutol
(EMB)
Tablet 500 mg 15 – 20 2,5 g Neurilis optika,
gangguan visus
/warna, gangguan
saluran cerna
Streptomisin
(SM)
Injeksi 15 - 40 1 gram Ototoksis, nefrotokis
Tabel 1. Obat anti tuberculosis untuk anak. 4
D. Regimen pengobatan TBC anak
2 Bulan 6 Bulan 9 Bulan 12 Bulan
Isoniazid
Rifampisin
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin
Prednison
E. Pemantauan Hasil Pengobatan
31
Pengawasan terhadap respon pengobatan. Perhatikan perbaikan klinik, aktivitas, nafsu
makan, kenaikan berat badan. Bila ada tuberkulosis ekstra pulmonal diamati
perbaikan yang terjadi. Respon klinis yang baik terhadap terapi mempunyai nilai
diagnostik. Respon yang baik dapat dilihat dari perbaikan semua keluhan awal. Nafsu
makan membaik, berat badan meningkat dengan cepat, keluhan demam dan batuk
menghilang dan tidak merasa sakit. Respon yang nyata biasanya terjadi dalam 2 bulan
awal (fase intensif). Sebaiknya pasien kontrol tiap bulan. Evaluasi hasil pengobatan
dilakukan setelah 2 bulan terapi.
Evaluasi pengobatan penting karena diagnosis TB pada anak sulit dan tidak jarang
terjadi salah diagnosis. Evaluasi pengobatan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
evaluasi klinis, evaluasi radiologis, dan pemeriksaan LED. Evaluasi yang terpenting
adalah evaluasi klinis, yaitu menghilang atau membaiknya kelainan klinis yang
sebelumnya ada pada awal pengobatan, misalnya penambahan berat badan, hilangnya
demam, hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan dan lain-lain. Apabila respon
pengobatan baik, maka pengobatan dilanjutkan.3,5
Evaluasi radiologis dalam 2-3 bulan pengobatan tidak perlu dilakukan secara rutin,
kecuali pada TB dengan kelainan radiologis yang nyata/luas seperti TB milier, efusi
pleura atau bronkopneumonia TB. Pada pasien TB milier, foto rontgen toraks perlu
diulang setelah 1 bulan untuk evaluasi hasil pengobatan, sedangkan pada efusi pleura
TB pengulangan foto rontgen toraks dilakukan setelah 2 minggu. Laju endap darah
dapat digunakan sebagai sarana evaluasi bila pada awal pengobatan nilainya tinggi.5
Apabila respon setelah 2 bulan kurang baik, yaitu gejala masih ada dan tidak terjadi
penambahan BB, maka OAT tetap diberikan sambil dilakukan evaluasi lebih lanjut
mengapa tidak terjadi perbaikan. Kemungkinan yang terjadi adalah misdiagnosis,
mistreatment, atau resistensi terhadap OAT. Bila awalnya pasien ditangani di sarana
kesehatan terbatas, maka pasien dirujuk ke sarana yang lebih tinggi atau ke konsultan
paru anak. Evaluasi yang dilakukan meliputi evaluasi kembali diagnosis, ketepatan
dosis OAT, keteraturan minum obat, kemungkinan adanya penyakit
penyulit/penyerta, serta evaluasi asupan gizi.
Setelah pengobatan 6-12 bulan dan terdapat perbaikan klinis, pengobatan dapat
dihentikan. Foto rontgen toraks ulang pada akhir pengobatan tidak perlu dilakukan
secara rutin.5,6
32
Pengobatan selama 6 bulan bertujuan untuk meminimalisasi residu subpopulasi
persisten M. tuberculosis (tidak mati dengan obat-obatan) bertahan dalam tubuh, dan
mengurangi secara bermakna kemungkinan terjadinya kekambuhan. Pengawasan
terhadap komplikasi.
a. Pengawasan terhadap efek samping obat : biasanya jarang terjadi pada anak.
Neuritis perifer, gangguan Nervus VIII, gangguan penglihatan, gejala
hepatotoksik.
b. Pengamatan terhadap perbaikan gambaran laboratorium darah. Pemeriksaan
kimia darah atas indikasi.
c. Pengamatan terhadap perbaikan radiologik dilakukan pada akhir pengobatan.
d. Mencari sumber infeksi pada keluarga dan masyarakat sekitarnya.4
PENCEGAHAN TUBERKULOSIS ANAK
Perlindungan terhadap sumber penularan. Prioritas pengobatan sekarang ditujukan
terhadap orang dewasa. Akan tetapi seperti yang telah diterangkan sebelumnya bahwa
TBC anak yang tidak mendapat pengobatan akhirnya menjadi TBC dewasa dan akan
menjadi sumber penularan.
1. Vaksinasi BCG.
Vaksin BCG merupakan suatu attenuated vaksin yang mengandung kultur
strain Mycobacterium bovis dan digunakan sebagai agen imunisasi aktif
terhadap TBC. Walaupun telah digunakan sejak lama, akan tetapi efikasinya
menunjukkan hasil yang bervariasi yaitu antara 0 – 80% di seluruh dunia.
Vaksin BCG secara signifikan mengurangi resiko terjadinya active
tuberculosis dan kematian. Vaksin BCG sebaiknya digunakan pada infants,
dan anak-anak yang hasil uji tuberculinnya negatif dan yang berada dalam
lingkungan orang dewasa dengan kondisi terinfeksi TBC dan tidak menerima
terapi atau menerima terapi tetapi resisten terhadap isoniazid atau rifampin.
Selain itu, vaksin BCG juga harus diberikan kepada tenaga kesehatan yang
bekerja di lingkungan dengan pasien infeksi TBC tinggi. Sebelum dilakukan
pemberian vaksin BCG (selain bayi sampai dengan usia 3 bulan) setiap pasien
harus terlebih dahulu menjalani skin test. Pemberian vaksin BCG biasanya
dilakukan secara injeksi intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan) pada
lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bagi bayi usia muda
33
yang mungkin sulit menerima injeksi intradermal. Dosis yang digunakan
adalah sebagai berikut:
1. Untuk infants atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan 1 dosis vaksin
BCG sebanyak 0,05ml (0,05mg).
2. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan 1 dosis vaksin BCG
sebanyak 0,1 ml (0,1mg). Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat
bertahan untuk 10 – 15 tahun. Sehingga re-vaksinasi pada anak-anak
umumnya dilakukan pada usia 12 -15 tahun.
2. Kemoprofilaksis primer maupun sekunder.
a. Kemoprofilaksis primer diberikan pada anak yang belum terinfeksi (uji
tuberculin negative), tetapi kontak dengan penderita TBC aktif. Obat yang
digunakan adalah INH 5-10 mg/kgBB/hari selama 2-3 bulan.
b. Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan uji tuberculin
positif, tanpa gejala klinis, dan foto paru normal, tetapi memiliki faktor risiko
menjadi TBC aktif. Golongan ini adalah balita, anak yang mendapat
pengobatan kortikosteroid atau imuosupresan lain, penderita dengan
keganasan, terinfeksi virus (HIV, morbili), gizi buruk, masa akil balik, atau
infeksi baru TNC, konversi uji tuberculin kurang dari 12 bulan. Obat yang
digunakan adalah INH 5-10mg/kgBB/hari selama 6-12 bulan. 7
3. Pengobatan terhadap infeksi dan penemuan sumber penularan.
4. Pencegahan terhadap menghebatnya penyakit dengan diagnosis dini.
5. Penyuluhan dan pendidikan kesehatan.4
Tujuan akhir tuberkulosis kontrol adalah menghilangkan atau memberantas penyakit
tuberkulosis. Dari sudut tuberkulosis anak maka dapat diadakan intervensi siklus
infeksi sebagai berikut :
1. Pencegahan primer :
- Vaksinasi.
- Menghindari penyakit / sumber penyakit.
- Profilaksis infeksi (kemoprofilaksis primer).
2. Profilaksis penyakit (kemoprofilaksis sekunder).
3. Pengobatan penyakit.
34
ANAK SEMBUH
RE INFEKSIKuman BTA (+)
ANAK INFEKSI
TUBERKULIN (+)
ANAK SAKIT
(2)
(3)
(4)(1)
Tuberkulosis dewasa
4. Mempertahankan daya tahan tubuh, meningkatkan gizi, menghindarkan sumber
penyakit. 4
Gambar 2. Siklus Infeksi Tuberkulosis Anak4
Semakin dini deteksi, penanganannya, kerja sama yang baik dari pasien, semakin baik
prognosisnya.Tuberkulosis anak selain mempunyai problematik sendiri juga
merupakan akibat dari tuberkulosis dewasa. Dengan demikian tuberkulosis anak
merupakan parameter yang penting berhasil tidaknya pemberantasan sumber
penularan. Tuberkulosis anak merupakan bibit tuberkulosis dewasa dan dengan
sendirinya merupakan sumber penularan pada masa dewasa.
Dalam pengelolaan TBC anak harus diingat bahwa TBC primer merupakan penyakit
sistemik. Komplikasi dapat terjadi terutama dalam 1 – 1,5 tahun perjalanan penyakit,
kadang baru dalam 5 tahun. Kesukaran dalam diagnosis TBC anak karena gejala
klinik dan radiologik tidak khas, sedang pemeriksaan bakteriologis tidak banyak dapat
diharapkan. Vaksinasi BCG yang langsung dikerjakan dan memberi reaksi yang cepat
dalam 7 hari pertama (terjadi indurasi) harus dicurigai adanya infeksi tuberkulosis
35
yang aktif. Jadi vaksinasi BCG secara massal selain untuk memberikan imunitas bisa
digunakan sebagai uji tapis walaupun bersifat terbatas. Pengobatan TBC memerlukan
ketekunan dan waktu yang lama sehingga kadang membosankan penderita.
Pemberantasan TBC akan berhasil baik bila secara simultan disertai perbaikan sosial
ekonomi masyarakat.4
DAFTAR PUSTAKA
36
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, eds. “Pulmonologi” Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.
2. Santoso M. “Tumbuh Kembang” Buku Panduan Keterampilan Medik No.3. Jakarta :
FK Ukrida, 2008.
3. Rudolph A. “Pulmonologi” Buku Ajar Pediatri Edisi 20. Jakarta: EGC, 2007.
4. Sunarjo D. Tuberkulosis Pada Anak. SMF ANAK BRSD RAA.SOEWONDO PATI,
2007.
5. Rasad S. “Tuberkulosis Paru” Radiologi Diagnostik 2. Jakarta : FKUI, 2008.
6. Aditama Y. “Tuberkulosis” Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006.
7. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W, eds. “Pulmonologi
Anak” Kapita Selekta Kedokteran 2. Jakarta : Media Aesculapius, 2008.
37