case report interna

34
Case Report Perempuan Usia 80 Tahun dengan Congestive Heart Failure Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pembimbing : dr. Nur Hidayat, Sp.PD dr. Y.M. Agung P, Sp.PD Oleh : Adni Miftah K, S. Ked J500100032 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: daynisakusuma

Post on 22-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

interna

TRANSCRIPT

Page 1: Case Report Interna

Case ReportPerempuan Usia 80 Tahun dengan Congestive Heart Failure

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter UmumFakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :

dr. Nur Hidayat, Sp.PDdr. Y.M. Agung P, Sp.PD

Oleh :Adni Miftah K, S. Ked

J500100032

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA2014

Page 2: Case Report Interna

Case ReportPerempuan Usia 80 Tahun dengan Congestive Heart Failure

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh :Adni Miftah K, S. Ked

J500100032

Disetujui dan disahkan pada tanggal :

Pembimbing I:

dr. Nur Hidayat, Sp.PD (...................................................)

Pembimbing II:dr. Y.M. Agung P, Sp.PD (...................................................)

Mengetahui

Kepala Program Profesi (...................................................)

Page 3: Case Report Interna

CASE REPORT

1. Identitas Pasien :

Nama : Ny. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur ` : 80 tahun

Pekerjaan : -

Status Perkawinan : menikah

Agama : Islam

Alamat : Papahan- Karanganyar

Tanggal MRS : 26 Oktober 2014

Tanggal Pemeriksaan : 30 Oktober 2014

No. RM : 00253xxx

2. Anamnesis :

Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis di bangsal Cempaka, pada

tanggal 26 Oktober 2013

a. Keluhan Utama : Pasien mengeluh sesak nafas

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan sesak

nafas. Keluhan ini timbul sejak tadi malam ketika selesai solat Isya.

Ketika dibawa istirahat pasien merasa tambah sesak dan lebih enak

dengan posisi setengah duduk. Kadang-kadang jika malam pasien sulit

tidur. Pasien mengeluh juga kepala pusing dan batuk sudah 2 hari yang

lalu. Kaki pasien juga merasa jimpe-jimpe. Mengeluh lemas. Pasien

mengeluh pandangan kabur (-), penurunan kesadaran (-),

makan/minum tersedak (-), gangguan pendengaran (-), keringat dingin

(-), batuk lama (-), sesak napas (-), nyeri dada (-), mual (-), muntah (-),

nafsu makan menurun (+), riwayat penggunaan obat (-), trauma kepala

(-), BAB (+), BAK (+).

Page 4: Case Report Interna

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit hipertensi : diakui

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat penyakit DM : disangkal

Riwayat trauma kepala : disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan serupa : disangkal

Riwayat penyakit hipertensi : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat penyakit DM : disangkal

e. Riwayat Kebiasaan/Pola Hidup

i. Riwayat diet :

Pasien makan dan minum tidak pilih-pilih, makan dan minum

apa saja yang disediakan.

ii. Riwayat aktivitas :

Sehari-hari pasien hanya melakukan kesibukan di rumah saja

seperti duduk-duduk di teras, makan, mandi dan berkatifitas

dengan anggota keluarga di rumah saja.

iii. Riwayat merokok : disangkal

iv. Riwayat berolahraga :

Pasien jarang berolahrga.

f. Resume Anamnesis

Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan sesak

nafas. Keluhan ini timbul sejak tadi malam ketika selesai solat Isya.

Ketika dibawa istirahat pasien merasa tambah sesak dan lebih enak

dengan posisi setengah duduk. Kadang-kadang jika malam pasien sulit

tidur. Pasien mengeluh juga kepala pusing dan batuk sudah 2 hari yang

lalu. Kaki pasien juga merasa jimpe-jimpe. Mengeluh lemas.

Page 5: Case Report Interna

3. Pemeriksaan Fisik :

a. Status Generalis

Keadaan Umum : Terlihat sesak

Status gizi : baik

Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4V5M6

Vital Sign

TD : 160/90 mmHg Suhu : 37ºC

N : 82 kali/menit RR : 28 kali/menit

TB : ± 157 cm

BB : ±55 kg

Pemeriksaan Kepala

Kepala : Mesosepal, simetris

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Pemeriksaan Leher

Inspeksi : bentuk normal, pembesaran kelenjar tiroid (-).

Palpasi : JVP tidak meningkat, pembesaran limfonodi (-).

Pemeriksaan Thorax

Pulmo

Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-/-), retraksi (-/-).

Palpasi : Fremitus kanan kiri sama

Perkusi : Sonor (+/+)

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) normal, rhonki (+/+),wheezing

(-/-)

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus kordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistra

Perkusi : Redup

Auskultasi : BJ I-II reguler, bising jantung (-), gallop (-)

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Permukaan sama dengan dada, tidak terlihat massa

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

Page 6: Case Report Interna

Palpasi : distended (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Pemeriksaan Ekstremitas

Superior at inferior : Akral hangat, Udem pitting (+/+), sianosis (-/-)

4. Pemeriksaan penunjang

Darah rutin dan Kimia darah

Hb : 9,8 (12-16 g%)

Leukosit : 7,7x103 mm3 (5000-10000/mm3)

Eritrosit : 3,93 juta/mm3(4,0-5,0 juta/mm3)

Hematokrit : 34,2 vol% (37-43 vol%)

Trombosit : 187.000 (150000-300000 mm3)

GDS : 122 mm/mol

Ureum : 34 mg/ 100ml (10-50 mg/ 100ml)

Creatinin : 0,58 mg/ 100ml (0,5-0,9 mg/ 100ml)

EKG

Page 7: Case Report Interna

Foto Rontgen Thorax

5. Resume Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Terlihat sesak

Status gizi : baik

Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4V5M6

Vital Sign

TD : 160/90 mmHg Suhu : 37ºC

N : 82 kali/menit RR : 28 kali/menit

TB : ± 157 cm

BB : ±55 kg

Thoraks = rh(+/+) Abdomen = dbn

6. Diagnosis Banding

Chronic Heart Disease

Anemia

Chronic Kidney Failure

7. Diagnosis

Page 8: Case Report Interna

Chronic Heart Failure

8. Terapi

Umum:

Monitor KU dan Vital sign

Medikamentosa

O2 2-3 lpm

Inf RL 12 tpm

Inj Ranitidin 1amp/ 12 jam

Inj furosemide 1amp/ 8 jam

Inj Pragesol 1amp/8jam

Captopril 3x25mg

ISDN 3x1

Clonidin 2x1

Aspilet 1x1

9. Prognosis

Vitam : dubia ad bonam

Fungsionam : dubia ad bonam

Sanam : dubia ad bonam

10. Follow Up

Tabel 2. Perkembangan pasien saat rawat inap

Tanggal Follow Up Terapi atau Tindakan

26-10-2014 S : Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan sesak nafas. Keluhan ini timbul sejak tadi malam ketika selesai solat Isya. Ketika dibawa istirahat pasien merasa tambah sesak dan lebih enak dengan posisi setengah duduk. Kadang-kadang jika malam pasien sulit tidur. Pasien mengeluh juga

P :1. O2 2-3 lpm2. Inf RL 12 tpm3. Inj Ranitidin 1amp/

12 jam4. Inj furosemide 1amp/

8 jam5. Inj Pragesol

1amp/8jam

Page 9: Case Report Interna

kepala pusing dan batuk sudah 2 hari yang lalu. Kaki pasien juga merasa jimpe-jimpe. Mengeluh lemas.O : KU : terlihat sesak ; Kes: Compos mentisTD: 160/90 mmHg Suhu : 37ºCN: 82 kali/menit RR: 28 kali/menitKepala :

Conjungtiva Anemis (-/-)Sklera Ikterik (-/-)Edema Palpebra Superior (-/-)

Leher : ↑ JVP (-), Pembesaran KGB (-)

Thorax :Pulmo : SDV (+/+), rh (+/+), wh (-/-)Cor : BJ I-II murni, intesitas reguler, bising (-)

Abdomen :

dbn

Extremitas :Edema (+)

A :

- CHF

6. Captopril 3x25mg7. ISDN 3x18. Clonidin 2x19. Aspilet 1x1

27-10-2013 S : pasien mengeluh lemes, nyeri bagian perut, mual (-), muntah(-), masih sedikit sesak, semalam bias tidur O : KU : lemah; Kes: Compos mentisTD : 130/80 N : HR : 84x/mRR : 20x/m S : 36,6o

Kepala : Conjungtiva Anemis (-/-)Sklera Ikterik (-/-)Edema Palpebra Superior (-/-)

Leher : ↑ JVP (-), Pembesaran KGB (-)

Thorax :Pulmo : SDV (+/+), Wh (-/-), Rh

P : O2 2-3 lpm Inf RL 12 tpm Inj Ranitidin

1amp/ 12 jam Inj furosemide

1amp/ 8 jam Inj Pragesol

1amp/8jam Captopril 3x25mg ISDN 3x1 Clonidin 2x1 Aspilet 1x1

Page 10: Case Report Interna

(+/+)Cor : BJ I-II murni, intesitas reguler, bising (-)

Abdomen :

dbn

Extremitas :Edema (+)

A :

- CHF28-10-2014 S: pasien mengelu sudah tidak

sesak, masih sedikit nggliyer, kaki sudah tidak jimpe jimpe, nafsu makan baik O : KU : cukup; Kes: Compos mentisTD : 130/80 N : HR : 84x/mRR : 18x/m S : 36,6o

Kepala : Conjungtiva Anemis (-/-)Sklera Ikterik (-/-)Edema Palpebra Superior (-/-)

Leher : ↑ JVP (-), Pembesaran KGB (-)

Thorax :Pulmo : SDV (+/+), Wh (-/-), Rh (+/+)Cor : BJ I-II murni, intesitas reguler, bising (-)

Abdomen :

dbn

Extremitas :Edema (+)

A :

CHF

P :1. Inf RL 12 tpm2. Inj Ranitidin 1amp/

12 jam3. Inj furosemide 1amp/

8 jam4. Inj Pragesol

1amp/8jam5. Captopril 3x25mg6. ISDN 3x17. Clonidin 2x18. Aspilet 1x1

30-10-2014 S : keluhan membaik, mual (-), muntah (-), sesak (-)

O : KU :cukup; Kes: Compos mentis

P :1. Inf RL 12 tpm2. Inj Ranitidin 1amp/

12 jam3. Inj furosemide 1amp/

Page 11: Case Report Interna

TD : 120/80 N : HR : 84x/mRR : 18x/m S : 36,6o

Kepala : Conjungtiva Anemis (-/-)Sklera Ikterik (-/-)Edema Palpebra Superior (-/-)

Leher : ↑ JVP (-), Pembesaran KGB (-)

Thorax :Pulmo : SDV (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)Cor : BJ I-II murni, intesitas reguler, bising (-)

Abdomen :

dbn

Extremitas :Edema (-)

A :

- CHF

8 jam4. Inj Pragesol

1amp/8jam5. Captopril 3x25mg6. ISDN 3x17. Clonidin 2x18. Aspilet 1x1

Page 12: Case Report Interna

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Pengertian gagal jantung kongestif adalah kegagalan ventrikel kiri dan

atau kanan dari jantung yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk memberikan

cardiac output yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan, menyebabkan

terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik. Gagal jantung didefinisikan sebagai

kondisi dimana jantung gagal untuk mengeluarkan isinya. Sedangkan menurut

Brunner dan Suddarth gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi

akibat disfungsi miokardium. Gagal jantung adalah kondisi patofisiologis dimana

jantung mengalami abnormalitas fungsi (dapat dideteksi atau tidak), sehingga

gagal untuk memompa darah dalam jumlah yang tepat untuk memenuhi

kebutuhan jaringan. Gagal jantung juga bias disebabkan kegagalan miokardial,

bisa pula terjadi pada jantung dengan fungsi mendekati normal tapi dalam kondisi

permintaan sirkulasi yang tinggi.

B. Etiologi

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara

epidemiologi cukup penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di

negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab

terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak

adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada

beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung.

Penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan dalam 6 (enam) kategori utama

yakni:

1) Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat

disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak

terkoordinasi (left bundle branch block), berkurangnya kontraktilitas

(kardiomiopati).

Page 13: Case Report Interna

2) Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi).

3) Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.

4) Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).

5) Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard

(tamponade).

6) Kelainan kongenital jantung.

C. Epidemiologi

Diperkirakan terdapat 23 juta orang mengidap gagal jantung di seluruh

dunia. America Heart Association memperkirakan terdapat 4,7 juta orang

menderita gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan

terdapat 550.000 kasus baru setiap tahunnya. Prevalensi gagal jantung di Amerika

dan Eropa sekitar 1– 2%. Diperkirakan setidaknya ada 550.000 kasus gagal

jantung baru didiagnosis setiap tahunnya. Meningkatnya harapan hidup disertai

makin tingginya angka survival setelah serangan infark miokard akut akibat

kemajuan pengobatan dan penatalaksanaan. Akibatnya angka perawatan di rumah

sakit karena gagal jantung dekompensasi juga ikut meningkat. Dari survey

registrasi di rumah sakit didapatkan angka perawatan pasien yang berhubungan

dengan gagal jantung sebesar 4,7% untuk perempuan dan 5,1% untuk laki-laki.

Secara umum angka perawatan pasien gagal jantung di Amerika dan Eropa

menunjukkan angka yang semakin meningkat. Gagal jantung merupakan suatu

sindrom, bukan diagnose penyakit. Gagal jantung kongestif (Congestive Heart

Failure/ CHF) juga mempunyai prevalensi yang cukup tinggi pada lansia dengan

prognosis yang buruk. Prevalensi CHF adalah tergantung umur/age-dependent.

Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia dibawah 45 tahun, tapi

menanjak tajam pada usia 75 - 84 tahun. Dengan semakin meningkatnya angka

harapan hidup, akan didapati prevalensi dari CHF yang meningkat juga. Hal ini

dikarenakan semakin banyaknya lansia yang mempunyai hipertensi mungkin akan

berakhir dengan CHF. Selain itu semakin membaiknya angka keselamatan

(survival) post-infark pada usia pertengahan, menyebabkan meningkatnya jumlah

lansia dengan resiko mengalami CHF.

Page 14: Case Report Interna

D. Patofisiologi

Adaptasi tidak adekuat dari miosite kardiak untuk meningkatkan tekanan

dinding jantung guna mempertahankan output kardiak yang cukup setelah

mengalami cidera miokardial (onset akut atau terjadi selama beberapa bulan

sampai tahun, gangguan primer pada daya kontraksi miokardial atau beban

hemodinamik berlebihan pada ventrikel atau keduanya). Terdapat 3 (tiga) kondisi

yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu :

1) Gangguan Mekanik

Beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaan

yaitu :

a. Beban tekanan

b. Beban volume

c. Tamponade jantung atau konstriksi perikard dimana jantung tidak

dapat melakukan pengisian

d. Obstruksi pengisian ventrikel

e. Aneurisma ventrikel

f. Disinergi ventrikel

g. Restriksi endokardial atu miokardial

2) Abnormalitas Otot Jantung

a. Primer: kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal ginjal

kronik, anemia) toksin atau sitostatika.

b. Sekunder:Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif, korpulmonal

3) Gangguan Irama Jantung atau Gangguan Konduksi

E. Mekanisme Kompensasi Gagal Jantung

1) Mekanisme Frank-Starling

Mekanisme Frank-Starling meningkatkan stroke volume berarti terjadi

peningkatan volume ventricular end-diastolic. Bila terjadi peningkatan pengisian

diastolik, berarti ada peningkatan peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal

pada filament aktin dan miosin, dan resultannya meningkatkan tekanan pada

kontraksi berikutnya. Pada gagal jantung, mekanisme Frank-Starling membantu

Page 15: Case Report Interna

mendukung cardiac output. Cardiac output mungkin akan normal pada penderita

gagal jantung yang sedang beristirahat, dikarenakan terjadinya peningkatan

volume ventricular end-diastolic dan mekanisme Frank-Starling. Mekanisme ini

menjadi tidak efektif ketika jantung mengalami pengisian yang berlebihan dan

serat otot mengalami peregangan yang berlebihan

2) Aktivasi Neurohormonal yang Mempengaruhi SW Sistem Saraf Simpatetik

Stimulasi sistem saraf simpatetik berperan penting dalam respon kompensasi

menurunkan cardiac output dan pathogenesis gagal jantung. Stimulasi langsung

irama jantung dan kontraktilitas otot jantung oleh pengaturan vascular tone,

sistem saraf simpatetik membantu memelihara perfusi berbagai organ, terutama

otak dan jantung. Aspek negatif dari peningkatan aktivitas system saraf simpatetik

melibatkan peningkatan tahanan sistem vaskular dan kelebihan kemampuan

jantung dalam memompa. Stimulasi simpatetik yang berlebihan juga

menghasilkan penurunan aliran darah ke kulit, otot, ginjal, dan organ abdominal.

Hal ini tidak hanya menurunkan perfusi jaringan tetapi juga berkontribusi

meningkatkan sistem tahanan vaskular dan stres berlebihan dari jantung.

3) Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron

Salah satu efek yang paling penting dalam menurunkan cardiac output dalam

gagal jantung adalah reduksi aliran darah pada ginjal dan kecepatan filtrasi

glomerulus, yang menyebabkan retensi garam dan air. Penurunan aliran darah ke

ginjal, meningkatkan sekresi renin oleh ginjal yang secara paralel akan

meningkatkan pula angiotensin II. Peningkatan konsentrasi angiotensin II

berkontribusi pada keadaan vasokonstriksi dan menstimulasi produksi aldosteron

dari adrenal korteks. Aldosteron akan meningkatkan reabsorpsi natrium dengan

meningkatkan retensi air. Selain itu angiotensin II dan aldosteron juga terlibat

dalam inflamasi proses perbaikan karena adanya kerusakan jaringan. Keduanya

menstimulasi produksi sitokin, adhesi sel inflamasi (contoh neutrofil dan

makrofag) dan kemotaksis; mengaktivasi makrofag pada sisi kerusakan dan

perbaikan; dan menstimulasi pertumbuhan fibroblast dan sintesis jaringan

kolagen.

Page 16: Case Report Interna

4) Peptida Natriuretik dan Substansi Vasoaktif yang Diproduksi Secara Local

Ada 3 (tiga) jenis natriuretic peptide yaitu atrial natriuretic peptide (ANP),

brain natriuretic peptide (BNP), dan C-type natriuretic peptide (CNP). ANP

dihasilkan dari sel atrial sebagai respon meningkatkan ketegangan tekanan atrial,

memproduksi natriuresis cepat dan sementara, diuretik dan kehilangan kalium

dalam jumlah sedang dalam urine. BNP dikeluarkan sebagai respon tekanan

pengisian ventrikel sedangkan fungsi CNP masih belum jelas.

5) Hipertrofi Otot Jantung dan Remodeling

Perkembangan hipertrofi otot jantung dan remodeling merupakan salah satu

mekanisme akibat meningkatnya kerja yang berlebih. Meskipun hipertrofi

ventrikel memperbaiki kerja jantung, ini juga merupakan faktor risiko yang

penting bagi morbiditas dan mortalitas. Keadaan hipertrofi dan remodeling dapat

menyebabkan perubahan dalam struktur (massa otot, dilatasi chamber) dan fungsi

(gangguan fungsi sistolik dan diastolik).

F. Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kongestif

Ada beberapa gejala yang lebih spesifik, antara lain:

1) Nyeri.

Jika otot tidak mendapatkan cukup darah (suatu keadaan yang disebut

iskemi), maka oksigen yang tidak memadai dan hasil metabolism yang berlebihan

menyebabkan kram atau kejang. Angina merupakan perasaan sesak di dada atau

perasaan dada diremas-remas, yang timbul jika otot jantung tidak mendapatkan

darah yang cukup. Jenis dan beratnya nyeri atau ketidaknyamanan ini bervariasi

pada setiap orang. Beberapa orang yang mengalami kekurangan aliran darah bisa

tidak merasakan nyeri sama sekali (suatu keadaan yang disebut silent ischemia).

Sesak nafas merupakan gejala yang biasa ditemukan pada gagal jantung. Sesak

merupakan akibat dari masuknya cairan ke dalam rongga udara di paru-paru

(kongesti pulmoner atau edema pulmoner). Jika jantung tidak efektif memompa,

maka aliran darah ke otot selama melakukan aktivitas akan berkurang,

menyebabkan penderita merasa lemah dan lelah. Gejala ini seringkali bersifat

Page 17: Case Report Interna

ringan. Untuk mengatasinya, penderita biasanya mengurangi aktivitasnya secara

bertahap atau mengira gejala ini sebagai bagian dari penuaan.

2) Palpitasi

3) Pusing & pingsan.

Penurunan aliran darah karena denyut atau irama jantung yang abnormal

atau karena kemampuan memompa yang buruk, bisa menyebabkan pusing dan

pingsan.

G. Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif

1) Klasifikasi Gagal Jantung menurut New York Heart Association (NYHA)

a. NYHA kelas I

Para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik serta tidak

menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak nafas atau

berdebar-debar, apabila mereka melakukan kegiatan biasa.

b. NYHA kelas II

Penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak

mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa

menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung

berdebar, sesak nafas atau nyeri dada.

c. NYHA kelas III

Penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam kegiatan fisik.

Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang

kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung

seperti yang tersebut di atas.

d. NYHA kelas IV

Penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa menimbulkan

keluhan. Waktu istirahat juga dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi

jantung, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun

sangat ringan.

2) Klasifikasi berdasarkan American College of Cardiology and the American

Heart Association:

a. Tahap A

Page 18: Case Report Interna

Mempunyai risiko tinggi terhadap perkembangan gagal jantung tetapi tidak

menunjukkan struktur abnormal dari jantung.

b. Tahap B

Adanya stuktur yang abnormal pada jantung pasien tetapi tidak bergejala.

c. Tahap C

Adanya struktural yang abnormal dari pasien dengan gejala awal gagal jantung.

d. Tahap D

Pasien dengan gejala tahap akhir gagal jantung sulit diterapi dengan pengobatan

standar.

H. Faktor risiko

Penyakit kardiovaskular disebabkan berbagai macam factor. Antara lain:

a. Kebiasaan merokok

Merokok meningkatkan 2-3 kali lipat risiko kematian akibat penyakit jantung

koroner dan penyakit kardiovaskular. Risiko orang berhenti merokok mengalami

gangguan kardiak dan penyakit kardiovaskular lain berkurang 50%.

b. Kurang aktifitas fisik

Aktifitas fisik menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2

(dua) melalui beberapa mekanisme. Secara umum, aktifitas fisik memperbaiki

metabolism glukosa, mengurangi lemak tubuh, dan menurunkan tekanan darah.

Kurang aktifitas fisik meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.

c. Perubahan pola diet, kelebihan berat badan, dan hiperlipidemia

Saat ini kecenderungan pola makan masyarakat di dunia beralih pada makanan

siap saji. Kecenderungan itu melupakan tradisi pola makan tradisional, yang kaya

buah, sayur, dan padi-padian. Paling tidak sekitar 1 (satu) miliar orang di dunia

saat ini kelebihan berat badan. Sekitar 300 juta menderita obesitas yang diukur

menggunakan criteria WHO: body mass index (BMI) untuk kelebihan berat badan

adalah di atas 25 kg/m , sedang obesitas sekurangnya 30 kg/m . Kolesterol adalah

faktor kunci dari proses aterosklerosis, yang menjadi dasar meningkatnya risiko

penyakit kardiovaskular.

d. Diabetes dan hipertensi

Page 19: Case Report Interna

The American Heart Association menganggap diabetes sebagai faktor utama

risiko kardiovaskular. Saat ini, diabetes diidap sekitar 150 juta orang di seluruh

dunia dan prevalensinya terutama pada usia muda, akan berlipat dua dalam 25

tahun ke depan. Diperkirakan 690 juta jiwa di seluruh dunia mengidap hipertensi.

Hipertensi sering kali diketemukan pada pasien diabetes dimana

prevalensinyaberkisar sampai 60%. Hipertensi merupakan factor risiko untuk

penyakit kardiovaskular.

e. Faktor usia dan jenis kelamin

Resiko yang paling besar untuk terserang penyakit jantung adalah pada laki-laki

dengan usia lebih dari 45 tahun dan pada wanita usia lebih dari 55 tahun. Faktor

usia yang tidak bias dikendalikan maka harus dapat merubah atau mempengaruhi

faktor-faktor resiko lain.

f. Faktor Keturunan

Seseorang tidak dapat merubah faktor keturunan atau riwayat penyakit jantung

pada keluarga. Faktor keturunan patut untuk dicemaskan, karena merupakan hal

yang penting untuk anda ketahui apakah penyakit-penyakit yang terjadi dalam

keluarga dan menceritakannya pada dokter. Dengan informasi tersebut akan

menjadi pertimbangan dokter dalam merekomendasikan test-test pemeriksaan

untuk mendeteksi dan pengobatan yang sifatnya pencegahan yang tepat dan sesuai

I. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 (satu) kriteriamayor dan 1 (satu)

criteria minor harus ada pada saat yang bersamaan (Krteria Framingham).

1) Kriteria mayor:

a. Paroxismal Nocturnal Dispneu

b. distensi vena leher

c. ronkhi paru

d. kardiomegali

e. edema paru akut

f. gallop S3

g. peninggian tekanan vena jugularis

h. refluks hepatojugular

Page 20: Case Report Interna

2) Kriteria minor:

a. edema ekstremitas

b. batuk malam hari

c. dispneu de effort

d. hepatomegali

e. efusi pleura

f. takikardi

g. penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal

J. Penatalaksanaan

1. Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup

a. Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang sesuai

menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan memperbaiki

gejala dan toleransi aktivitas pada gagal jantung terkompensasi dan stabil.

b. Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan

memperbaiki aliran darah paru.

c. Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut jantung,

dan meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan harus dihentikan.

d. Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan, inotropik negative, dan dapat

memperburuk hipertensi. Penghentian konsumsi alcohol memperlihatkan

perbaikan gejala dan hemodinamik bermakna.

2. Terapi obat-obatan

a. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan

pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung. Diuterik yang

sering digunakan golongan diuterik loop dan thiazide.

Diuretik Loop (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan

ginjal dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila

diberikan secara oral dapat menghilangkan pada gagal jantung berat karena

absorbs usus. Diuretik ini menyebabkan hiperurisemia.

Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid, hidroklorotiazid, mefrusid,

metolazon). Menghambat reabsorbsi garam di tubulus distal dan membantu

Page 21: Case Report Interna

reabsorbsi kalsium. Diuretik ini kurang efektif dibandingkan dengan diuretic loop

dan sangat tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus turun dibawah 30%.

Penggunaan kombinasi diuretic loop dengan diuretic thiazude bersifat sinergis.

Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada arterior perifer dan dapat

menyebabkan intoleransi karbohidrat.

b. Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham menemukan

penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida seperti digoksin

meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkan inotropisme positif yaitu

memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume pukulan, volume menit dan

dieresis diperbesar serta jantung yang membesar menjadi mengecil. Digoksin

tidak meneyebabkan perubahan curah jantung pada subjek normal karena curah

jantung ditentukan tidak hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh beban dan

denyut jantung. Pada gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki kontraktilitas

dan menghilangkan mekanisme kompensasi sekunder yang dapat menyebabkan

gejala.

c. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding

ventrikel, yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard,

menurunkan konsumsi oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung.

Vasodilator dapat bekerja pada system vena (nitrat) atau arteri (hidralazin) atau

memiliki efek campuran vasodilator dan dilator arteri (penghambat ACE,

antagonis reseptor angiotensin, prazosin dan nitroprusida). Vasodilator

menurukan prelod pada pasien yang memakan diuterik dosis tinggi, dapat

menurunkan curah jantung dan menyebabkan hipotensi postural. Namun pada

gagal jantung kronis, penurunan tekanan pengisian yang menguntungkan biasanya

mengimbangi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Pada gagal jantung

sedang atau berat, vasodilator arteri juga dapat menurunkan tekanan darah.

d. Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta

adrenoreseptor biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja inotropik

negatifnya. Namun, stimulasi simpatik jangka panjang yang terjadi pada gagal

jantung menyebabkan regulasi turun pada reseptor beta jantung. Dengan memblok

paling tidak beberapa aktivitas simpatik, penyekat beta dapat meningkatkan

Page 22: Case Report Interna

densitas reseptor beta dan menghasilkan sensitivitas jantung yang lebih tinggi

terhadap simulasi inotropik katekolamin dalam sirkulasi. Juga mengurangi aritmia

dan iskemi miokard (Gibbs CR, 2000). Penggunaan terbaru dari metoprolol dan

bisoprolol adalah sebagai obat tambahan dari diuretic dan ACE-blokers pada

dekompensasi tak berat. Obat-obatan tersebut dapat mencegah memburuknya

kondisi serta memeperbaiki gejala dan keadaan fungsional. Efek ini bertentangan

dengan khasiat inotrop negatifnya, sehingga perlu dipergunakan dengan hati-hati.

e. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan

jalan menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan pada

keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk memebeku yang meningkat,

misalnya pada trombosis. Pada trobosis koroner (infark), sebagian obat jantung

menjadi mati karena penyaluran darah kebagian ini terhalang oleh tromus disalah

satu cabangnya. Obat-obatan ini sangat penting untuk meningkatkan harapan

hidup penderita.

f. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan jalan

menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya berdasarkan

penurunan frekuensi jantung. Pada umumnya obat-obatn ini sedikit banyak juga

mengurangi daya kontraksinya. Perlu pula diperhatikan bahwa obat-obatan ini

juga dapat memeperparah atau justru menimbulkan aritmia. Obat antiaritmia

memepertahankan irama sinus pada gagal jantung memberikan keuntungan

simtomatik, dan amiodaron merupakan obat yang paling efektif dalam mencegah

AF dan memperbaiki kesempatan keberhasilan kardioversi bila AF tetap ada.

Page 23: Case Report Interna

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Isselbacher, Kurt J, et al. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam

Volume 3. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif M, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2. Jakarta:

Media Aesculapius.

Manurung D. Tatalaksana gagal jantung akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,

Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

4thEd. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1515.

Noer, Sjaifoellah, et al. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Tata laksana prevensi

primer dan sekunder penyakit jantung koroner. In: Perhimpunan Dokter

Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tatalaksana penyakit

kardiovaskular di Indonesia. Jakarta: PERKI; 2003.p. 111.

Price, Sylvia A, et al. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit

Edisi 6. Jakarta: EGC.