case gw

29
BAB I PENDAHULUAN Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang diakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura merupakan keadaan abnormal dan mengindikasikan terdapat penyakit yang mendasarinya. Akumulasi ini dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme termasuk peningkatan permeabilitas membran pleura, peningkatan tekanan kapiler paru, penurunan tekanan negatif intrapleural, penurunan tekanan onkotik, dan terhambatnya aliran limfatik. Efusi pleura dibedakan menjadi eksudat da transudat berdasarkan penyebabnya. Rongga pleura dibatasi oleh pleura parietal dan pleura visceral. Pada keadaan normal, sejumlah kecil (0,01 mL/kg/jam) cairan secara konstan memasuki rongga pleura dari kapiler di pleura parietal. Hampir semua cairan ini dikeluarka oleh limfatik pada pleura parietal yang mempunyai kapasitas pengeluaran sedikitnya 0,2 mL/kg/jam.Cairan pleura terakumulasi saat kecepatan pembentukan cairan pleura melebihi kecepatan absorbsinya. Efusi pleura dapat terjadi sebagai komplikasi dari berbagai penyakit. Pendekatan yang tepat terhadap pasien efusi pleura memerlukan pengetahuan insidens dan prevalens efusi pleura. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kejadian efusi pleura cukup tinggi, menempati urutan ke-3.

Upload: yuanda-khan

Post on 04-Feb-2016

300 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

case gw

TRANSCRIPT

Page 1: case gw

BAB I

PENDAHULUAN

Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang

diakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi

pleura merupakan keadaan abnormal dan mengindikasikan terdapat penyakit yang

mendasarinya. Akumulasi ini dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme termasuk

peningkatan permeabilitas membran pleura, peningkatan tekanan kapiler paru,

penurunan tekanan negatif intrapleural, penurunan tekanan onkotik, dan terhambatnya

aliran limfatik. Efusi pleura dibedakan menjadi eksudat da transudat berdasarkan

penyebabnya. Rongga pleura dibatasi oleh pleura parietal dan pleura visceral. Pada

keadaan normal, sejumlah kecil (0,01 mL/kg/jam) cairan secara konstan memasuki

rongga pleura dari kapiler di pleura parietal. Hampir semua cairan ini dikeluarka oleh

limfatik pada pleura parietal yang mempunyai kapasitas pengeluaran sedikitnya 0,2

mL/kg/jam.Cairan pleura terakumulasi saat kecepatan pembentukan cairan pleura

melebihi kecepatan absorbsinya. Efusi pleura dapat terjadi sebagai komplikasi dari

berbagai penyakit. Pendekatan yang tepat terhadap pasien efusi pleura memerlukan

pengetahuan insidens dan prevalens efusi pleura.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kejadian efusi pleura

cukup tinggi, menempati urutan ke-3. Distribusi penyakit penyebab efusi pleura

tergantung pada studi populasi. Penelitian yang pernah dilakukan di rumah sakit

Persahabatan, dari 229 kasus efusi pleura pada bulan Juli 1994-Juni 1997, keganasan

merupakan penyebab utama diikuti oleh tuberkulosis, empiema toraks dankelainan ekstra

pulmoner Penyakit jantung kongesti dan sirosis hepatis merupakan penyebab tersering

efusi transudatif sedangkan keganasan dan tuberculosis (TB) merupakan penyebab

tersering efusi eksudatif. Mengetahui karakteristik efusi pleura merupakan hal penting

untuk dapat menegakkan penyebab efusi pleura sehingga efusi pleura dapat ditatalaksana

dengan baik.

Page 2: case gw

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi efusi pleura

II.2 Anatomi pleura

Pleura merupakan membran serosa yang tersusun dari lapisan sel yang

embriogenik yang berasal dari jaringan selom intraembrional dan bersifat memungkinkan

organ yang diliputinya mampu berkembang, mengalami retraksi atau deformasi sesuai

dengan proses perkembangan anatomis dan fisiologis suatu organisme. Pleura viseral

membatasi permukaan luar parenkim paru termasuk fisura interlobaris, sementara pleura

parietal membatasi dinding dada yang tersusun dari otot dada dan tulang iga, serta

diafragma, mediastinum dan struktur servikal.

Gambar 1.1. Anatomi pleura

Page 3: case gw

Pleura viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura

viseral diinervasi saraf-saraf otonom da mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner

sementara pleura parietal diinervasi saraf-saraf interkostalis dan nervus frenikus serta

mendapat aliran darah sistemik. Pleura visera dan pleura parietal terpisah oleh rongga

pleura yang mengandung sejumlah tertentu cairan pleura.

Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura

karena biasanya hanya terdapat sekitar 1-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis

serosa yang selalu bergerak secara teratur (Soeparman, 1990, 785). Setiap saat jumlah

cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua

pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang

membuka secara langsung) dari rongga pleura ke dalam mediastinum. Permukaan

superior dari diafragma dan permukaan lateral dari pleura parietalis disamping adanya

keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis .

Oleh karena itu ruang pleura disebut sebagai ruang potensial. Karena ruang ini normalnya

begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas. (Guyton dan Hall,

Ege,1997, 607).5

Cairan Pleura

Cairan pleura mengandung 1.500 – 4.500 sel/mL, terdiri dari makrofag (75%),

limfosit (23%), sel darah merah dan mesotel bebas. Cairan pleura normal mengandung

protein 1 – 2 g/100 mL. Elektroforesis protein cairan pleura menunjukkan bahwa kadar

protein cairan pleura setara dengan kadar protein serum, namun kadar protein berat

molekul rendah seperti albumin, lebih tinggi dalam cairan pleura. Kadar molekul

bikarbonat cairan pleura 20 – 25% lebih tinggi dibandingkan kadar bikarbonat plasma,

sedangkan kadar ion natrium lebih rendah 3 – 5% dan kadar ion klorida lebih rendah 6 –

9% sehingga pH cairan pleura lebih tinggi dibandingkan pH plasma. Keseimbangan ionik

ini diatur melalui transpor aktif mesotel. Kadar glukosa dan ion kalium cairan pleura

setara dengan plasma.

Struktur Makroskopis Pleura

Page 4: case gw

Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap dan semitransparan. Luas

permukaan pleura viseral sekitar 4.000 cm2 pada laki-laki dewasa dengan berat badan 70

kg. Pleura parietal terbagi dalam beberapa bagian, yaitu pleura kostalis yang berbatasan

dengan iga dan otot-otot interkostal, pleura diafragmatik, pleura servikal atau kupula

sepanjang 2-3 cm menyusur sepertiga medial klavikula di belakang otot-otot

sternokleidomastoid dan pleura mediastinal yang membungkus organ-organ

mediastinum. Bagian inferior pleura parietal dorsal dan ventral mediastinum tertarik

menuju rongga toraks seiring perkembanga organ paru dan bertahan hingga dewasa

sebagai jaringan ligamentum pulmoner menyusur vertikal dari hilus menuju diafragma

membagi rongga pleura menjadi rongga anterior dan posterior. Ligamentum pulmoner

memiliki pembuluh limfatik besar yang merupakan potensi penyebab efusi pada kasus

traumatik. Pleura kostalis mendapat sirkulasi darah dari arteri mammaria interkostalis dan

internalis. Pleura mediastinal mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis, diafragmatik

superior, mammaria interna dan mediastinum. Pleura servikalis mendapat sirkulasi darah

dari arteri subklavia. Pleura diafragmatik mendapat sirkulasi darah dari cabang-cabang

arteri mammaria interna serta aorta toraksika dan abdominis. Vena pleura parietal

mengikut jalur arteri dan kembali menuju vena kava superior melalui vena azigos. Pleura

visceral mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis menuju vena pulmonaris.2,3

Ujung saraf sensorik berada di pleura parietal kostalis dan diafragmatika. Pleura kostalis

diinervasi oleh saraf interkostalis, bagian tengah pleura diafragmatika oleh saraf frenikus.

Stimulasi oleh infl amasi dan iritasi pleura parietal menimbulkan sensasi nyeri dinding

dada dan nyeri tumpul pada bahu ipsilateral. Tidak ada jaras nyeri pada pleura viseral

walaupun secara luas diinervasi oleh nervus vagus dan trunkus simpatikus. Eliminasi

akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik sistemik di pleura parietal.

Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui arteriol interkostalis pleura parietal

melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi melalui stoma pada pleura parietal yang

terbuka langsung menuju sistem limfatik. Pleksus limfatikus superfi sialis terletak pada

jaringan ikat di lapisan subpleura viseral dan bermuara di pembuluh limfe septa lobularis

dan lobaris. Jaringan limfatikus ini dari pleura kostalis menyusur ventral menuju nodus

limfatik sepanjang arteri mammaria interna atau dorsal menuju ujung sendi kostosternal,

dari pleura mediastinal menuju nodus limfatikus trakeobronkial dan mediastinum dan

Page 5: case gw

dari pleura diafragmatik menuju nodus parasternal, frenikus medialis dan mediastinum

superior Cairan pleura tidak masuk ke dalam pleksus limfatikus di pleura viseral karena

pleura viseral lebih tebal dibandingkan pleura parietal sehingga tidak terjadi pergerakan

cairan dari rongga pleura ke pleura viseral. Gangguan duktus torasikus karena limfoma

maupun trauma menyebabkan akumulasi cairan limfe di rongga pleura menyebabkan

chylothorax.

II.3 Fisiologi pleura

Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang ditimbulkan

oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas akan menimbulkan

tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan memengaruhi pengembangan paru dalam

proses respirasi. Pengembangan paru terjadi bila kerja otot dan tekanan transpulmoner

berhasil mengatasi recoil elastik (elastic recoil) paru dan dinding dada sehingga terjadi

proses respirasi. Jumlah cairan rongga pleura diatur keseimbangan Starling yang

ditimbulkan oleh tekanan pleura dan kapiler, kemampuan sistem pengaliran limfatik

pleura serta keseimbangan elektrolit. Ketidakseimbangan komponen-komponen gaya ini

menyebabkan penumpukan cairan sehingga terjadi efusi pleura.

Fisiologi tekanan pleura

Pleura viseral dan parietal saling tertolak oleh gaya potensial molekul fosfolipid

yang diabsorpsi permukaan masing-masing pleura oleh mikrovili mesotel sehingga

terbentuk lubrikasi untuk mengurangi friksi saat respirasi. Proses tersebut bersama

tekanan permukaan pleura, keseimbangan tekanan oleh gaya Starling dan tekanan elastik

rekoil paru mencegah kontak antar pleura viseral dan parietal walaupun jarak antar pleura

hanya 10 μm. Proses respirasi melibatkan tekanan pleura dan tekanan jalan napas. Udara

mengalir melalui jalan napas dipengaruhi tekanan pengembangan jalan napas yang

mempertahankan saluran napas tetap terbuka serta tekanan luar jaringan paru (tekanan

pleura) yang melingkupi dan menekan saluran napas. Perbedaan antara kedua tekanan

(tekanan jalan napas dikurangi tekanan pleura) disebut tekana transpulmoner. Tekanan

transpulmoner memengaruhi pengembangan paru sehingga memengaruhi jumlah udara

paru saat respirasi.

Page 6: case gw

Fisiologi cairan pleura

Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang interstitial paru, saluran

limfatik intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks dan rongga peritoneum. Neergard

mengemukakan hipotesis bahwa aliran cairan pleura sepenuhnya bergantung pada

perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik kapiler sistemik dengan kapiler pulmoner.

Perpindahan cairan ini mengikuti hokum Starling berikut:

Jv = Kf × ([P kapiler – P pleura] - σ [π kapiler – π pleura])

Jv : aliran cairan transpleura,

Kf : koefisien filtrasi yang merupakan perkalian konduktivitas hidrolik membrane dengan

luas permukaan membran,

P : tekanan hidrostatik,

σ : koefi sien kemampuan restriksi membran terhadap migrasi molekul besar,

π : tekanan onkotik.

Perkiraan besar perbedaan tekanan yang memengaruhi pergerakan cairan dari kapiler

menuju rongga pleura ditunjukkan pada Gambar 2.

Page 7: case gw

Gambar 2.1. Perkiraan besar perbedaan tekanan yang memengaruhi pergerakan

cairan dari kapiler menuju rongga pleura

II.4 Epidemiologi efusi pleura

II.5 Etiologi efusi pleura

Pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak keadaan

yang dapat berasal dari kelainan dalam paru sendiri misalnya, infeksi baik dari bakteri,

virus atau jamur, tumor paru, tumor mediastinum, metastasis; atau disebabkan oleh

keadaan kelinan sistemik, antara lain penyakit penyakit yang mengakibatkan hambatan

Page 8: case gw

aliran getah bening, hipoproteinemia pada penyakit ginjal, hati, dan kegagalan jantung.

Tidak jarang disebabkan pula oleh trauma kecelakaan atau tindakan pembedahan.

Cairan Upleural effusion) dapat berupa:

1. Cairan transudate, terdiri atas cairan yang bening,biasanya ditemukan pada

kegagalan jantung, kegagalan ginjal yang akut atau kronik, keadaan

hipoproteinemia pada kegagalan fungsi hati, pemberian cairan infus yang

berlebihan, dan fibroma ovarii (meig’s syndrome).

2. Cairan eksudat, berisi cairan kekeruh-keruhan, paling sering ditemukan pada

infeksi tuberculosis, atau nanah (empyema) dan penyakit-penyakit kolagen (lupus

eritematosus, rheumatoid artritis)

3. Cairan darah, dapat disebabkan trauma tertutup atau terbuka, infark paru, dan

karsinoma paru.

4. Cairan getah bening: meskipun jarang terjadi tetapi dapat diakibatkan oleh

sumbatan aliran getah bening thoraks, misalnya pada filiariasis atau metastasis

pada kelenjar getah bening dari suatu keganasan.

Peningkatan pembentukan cairan pleura

Peningkatan cairan interstitial paru : Gagal jantung kiri, pneumonia, emboli paru

Peningkatan tekanan intravaskular pleura : Gagal jantung kanan atau kiri, sindrom

vena kava superior

Peningkatan permeabilitas kapiler pleura : Infl amasi pleura, peningkatan kadar

VEGF

Peningkatan kadar protein cairan pleura

Penurunan tekanan pleura : Atelektasis, peningkatan rekoil elastik paru

Peningkatan akumulasi cairan peritoneum : Asites, dialisis peritoneum

Disrupsi duktus torasikus

Disrupsi pembuluh darah rongga dada

Penurunan eliminasi cairan pleura

Obstruksi penyaliran limfatik pleura parietal

Peningkatan tekanan vaskular sistemik : Sindrom vena kava superior, gagal

jantung kanan

Page 9: case gw

II.6 Patofisiologi efusi pleura

Di dalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5 ml cairan yang cukup untuk membasahi

seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura

parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian

cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20 %)

mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan di sini mencapai 1 liter seharinya.

Dalam keadaan normal hanya terdapat 1-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah

cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm

H2O. Terkumpulnya cairan di rongga pleura (efusi pleura) terjadi bila keseimbangan antara

produksi dan absorpsi terganggu, dimana akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan

osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya

permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan

hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis

paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).

Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai

peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatik tekanan osmotik koloid yang menurun.

Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari

kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak

sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat

jenisnya rendah.

Infeksi tuberkulosis pleura biasanya disebabkan oleh efek primer sehingga berkembang

pleuritis eksudativa tuberkulosa. Pergeseran antara kedua pleura yang meradang akan

menyebabkan nyeri. Suhu badan mungkin hanya sub febris, kadang ada demam.5

II.7 Klasifikasi efusi pleura

II.8 Gejala klinis efusi pleura

II.9 Diagnosis banding efusi pleura

II.10 Kriteria diagnosis efusi pleura

II.11 Pemeriksaan penunjang efusi pleura

a. Pemeriksaan radiologi 1,4,5

1. Rontgen thorak

Page 10: case gw

Jumlah cairan minimal yang terdapat pada thoraks tegak adalah 250-300 ml. bila cairan

kurang dari 250 ml (100-200 ml), dapat ditemukan pengisian cairan di sudut

costofrenikus posterior pada foto thorak lateral tegak. Cairan yang kurang dari 100 ml

(50-100 ml), dapat diperlihatkan dengan posisi lateral dekubitus dan arah sinar

horizontal dimana caran akan berkumpul disisi samping bawah.

- Posisi tegak posteroanterior (PA)

Pada pemeriksaan foto thorak rutin tegak, cairan pleura tampak berupa

perselubungan homogeny menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative

radioopak dengan permukaan atas cekung berjalan dari lateral atas ke medial

bawah. Karena cairan mengisi ruang hemithorak sehingga jaringan paru akan

terdorong kea rah sentral / hilus, dan kadang-kadang mendorong mediastinum

kearah kontralateral.

Gambar 1. Efusi pleura sinistra. Sudut Costophrenicus yang tumpul karena efusi pleura

Page 11: case gw

Gambar 2. Efusi pleura dextra

Gambar 3. Efusi pleura sinistra massif. Tampak mediastinum terdorong kontralateral

Gambar 4. Efusi pleura bilateral

Page 12: case gw

Gambar 5. Loculated pleural effusion. Tampak berbatascukup tegas dan biconvex. Sering disebabkan oleh empiema dengan perlekatan pleura

- Posisi lateral

Bila cairan kurang dari 250 ml (100-200 ml), dapat ditemukan pengisian cairan di

sudut costofrenikus posterior pada foto thorak lateral tegak. Pada penelitian

mengenai model roentgen patologi Collins menunjukkan bahwa sedikitnya 25 ml

dari cairan pleura (cairan saline yang disuntikkan) pada radiogram dada lateral

tegak lurus dapat dideteksi sebagai akumulasi cairan subpulmonic di posterior

sulcus costophrenic, tetapi hanya dengan adanya pneumoperitoneum yang terjadi

sebelumnya.

Gambar 6. Gambaran efusi pleura pada foto posisi lateral

- Posisi Lateral Decubitus

Radiografi dada lateral decubitus digunakan selama bertahun-tahun untuk

mendiagnosis efusi pleura yang sedikit. Cairan yang kurang dari 100ml (50-100ml),

dapat diperlihatkan dengan posisi lateral dekubitus dan arah sinar horizontal

dimana caran akan berkumpul disisi samping bawah.

Page 13: case gw

Gambar 7. Efusi pleura pada posisi right lateral decubitus (penumpukan cairan yang ditunjukkan dengan panah biru).

Gambar 8. Efusi pleura pada posisi left lateral decubitus

2. Computed Tomography Scan

CT scan dada akan terlihat adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan

sekitarnya. Pada CT scan, efusi pleura bebas diperlihatkan sebagai daerah berbentuk

bulan sabit di bagian yang tergantung dari hemithorax yang terkena. Permukaan efusi

pleura memiliki gambaran cekung ke atas karena tendensi recoil dari paru-paru. Karena

kebanyakan CT pemeriksaan dilakukan dalam posisi terlentang, cairan mulai

menumpuk di posterior sulkus kostofrenikus. Pada efusi pleuran yang banyak, cairan

meluas ke aspek apikal dan anterior dada dan kadang-kadang ke fisura tersebut. Dalam

Page 14: case gw

posisi tengkurap atau lateral, cairan bergeser ke aspek yang tergantung dari rongga

pleura. Pergeseran ini menegaskan sifat bebas dari efusi tersebut.

Gambar 9. CT Scan pada efusi pleura (kiri atas : foto rontgen thoraks PA)

Gambar 10. CT Scan thorak pada seorang pria 50-tahun dengan limfoma non-Hodgkin dan efusi pleura yang ditunjukan tanda panah

Page 15: case gw

Gambar 11. CT Scan thorax pada pria 50-tahun dengan limfoma non-Hodgkin menunjukkan daerah tergantung dengan redaman yang sama dengan air dan margin atas lengkung (E).

Temuan khas dari efusi pleura. Perhatikan pergeseran lokasi cairan pada gambar ini dibandingkan dengan radiografi dada posteroanterior dan lateral. Limfadenopati mediastinum

dapat dilihat di mediastinum tengah dan posterior (panah)

3. Ultrasonografi

Penampilan khas dari efusi pleura merupakan lapisan anechoic antara pleura

visceral dan pleura parietal. Bentuk efusi dapat bervariasi dengan respirasi dan posisi.

Para peneliti memperkenalkan metode pemeriksaan USG dengan apa yang disebut

sebagai “elbow position”. Pemeriksaan ini dimulai dengan pasien diletakkan pada posisi

lateral decubitus selama 5 menit (serupa dengan radiografi dada posisi lateral

decubitus) kemudian pemeriksaan USG dilakukan dengan pasien bertumpu pada siku

(gambar 12). Maneuver ini memungkinkan kita untuk mendeteksi efusi subpulmonal

yang sedikit, karena cairan cenderung akan terakumulasi dalam pleura diaphragmatic

pada posisi tegak lurus.

Page 16: case gw

Gambar 12. Menunjukkan posisi siku dengan meletakaan transduser selama pemeriksaan untuk melihat keadaan rongga pleura kanan.

Ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan ronggapleura.

Pada dekade terakhir ultrasonografi (USG) dari rongga pleura menjadi metode utama

untuk mendemonstrasikan adanya efusi pleura yang sedikit.

Gambar 13.. Sonogram pada pasien dengan kanker paru lobus kanan atas. Gambar menunjukkan adanya akumulasi cairan selama inspirasi (setebal 6 mm; berbentuk kurva,-gambar kiri) dimana gambar tersebut lebih jelas dibanding selamaekspirasi

( setebal 11 mm ; berbentuk kurva-gambar kanan).

Gambar 14. Ultrasonogram dari kiri dada bagian bawah pada pasien laki-laki dengan penyebaran lymphangitic dari adenokarsinoma. Ini studi sagital dan pemeriksaan

dilakukan dengan pasien duduk. Cairan Echogenic (E) dapat dilihat pada hemithorax kiri. Perhatikan diafragma lengkung Echogenic (panah). The pleura cairan positif untuk

sel-sel ganas (efusi pleura ganas)

Page 17: case gw

Kriteria USG untuk menentukan efusi pleura adalah : setidaknya zona

anechogenic memiliki ketebalan 3mm diantara pleura parietal dan visceral dan atau

perubahan ketebalan lapisan cairan antara ekspirasi dan inspirasi, dan juga perbedaan

letak posisi pasien. Karena USG adalah metode utama maka sangatlah penting untuk

melakukan pengukuran sonografi dengan pemeriksaan tegak lurus terhadap dinding

dada.

Gambar 15. Ultrasonogram dari kiri dada bagian bawah pada wanita 47 tahun dengan efusi pleura metastasis. Ini studi sagital dan pemeriksaan dilakukan dengan pasien

duduk. Cairan anechoic (E) dapat dilihat pada hemithorax kiri. Perhatikan diafragma lengkung Echogenic (panah)

Gambaran anechoic terutama diamati pada transudat. Dalam sebuah penelitian

terhadap 320 pasien dengan efusi, transudat memberikan gambaran anechoic,

sedangkan efusi anechoic dapat transudat atau eksudat. Adanya penebalan pleura dan

lesi parenkim di paru-paru menunjukkan adanya eksudat. Cairan pleura yang

memberikan gambaran echoic dapat dilihat pada efusi hemoragik atau empiema.

Doppler berwarna ultrasonografi dapat membantu dalam membedakan efusi

kecil dari penebalan pleura dengan menunjukkan tanda-warna cairan (yaitu, adanya

sinyal warna dalam pengumpulan cairan).

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI dapat membantu dalam mengevaluasi etiologi efusi pleura. Nodularity

dan / atau penyimpangan dari kontur pleura, penebalan pleura melingkar, keterlibatan

Page 18: case gw

pleura mediastinal, dan infiltrasi dari dinding dada dan / atau diafragma sugestif

penyebab ganas kedua pada CT scan dan MRI.

Gambar 16. Seorang neonatus 2-bulan-tua disajikan di gawat darurat dalam kesulitan jantung dan respiratory distress. Resusitasi tidak berhasil. Coronal T2-W MRI

menunjukkan hematopericard (panah terbuka), hematothorax (panah) dan efusi pleura (kepala panah) (ketebalan irisan: 1 mm, TR: 4000, TE: 80, FA: 90 °). Ada vena

paru abberant mengalir ke ventrikel kiri (buka panah). Perut menunjukkan asites (tanda bintang)

II.12 Gambaran radiologi efusi pleura

Pada pemeriksaan foto toraks rutin tegak, cairan pleura tampak berupa

perselubungan homogeny menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative

radioopak dengan permukaan atas cekung yang berjalan dari lateral atas kea rah medial

bawah. Jaringan paru akan terdorong kea rah sentral/hilus,karena cairan mengisi ruang

hemitoraks dan kadang kadang mendorong mediastinum ke arah kontralateral.

Jumlah cairan yang dapat dilihat ppada foto toraks tegak adalah 250-300 ml. Bila

cairan urang dari 250 ml(100-200ml), dapat ditemukan pengisian cairan di sinus

Page 19: case gw

kostofrenikus posterior pada foto thoraks lateral tegak. Cairan yang kurang dari 100 ml

(50-100ml), dapat diperlihatkan dengan posisi dekubitus dan arah sinar horizontal dimana

cairan akan berkumpul di sisi samping bawah (cari gambar)

Gambaran radiologi tidak dapat membedakan jenis cairan, jengan tambahan

keterangan-keterangan klinis atau kelainan lain yang ikut serta terlihat dapat diperkirakan

jenis kelainan tersebut.

Kadang-kadang sejumlah cairan terkumpul setempat ddaerah pleura atau fissure

interlobar (loculated/encapsulated) yang sering disebabkan oleh empyema dengan

perlekatan pleura.

II.13 Penatalaksanaan efusi pleura

II.14 Komplikasi

II.15 Prognosis

BAB III

ILUSTRASI KASUS

III.1 Identitas pasien

Nama : Ny. R

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 56 tahun

Alamat : Jl. Sei Siak No.29

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

No RM : 22.19.00

Tanggal masuk : 28-10-2015

III.2 Anamnesis

1. Keluhan utama

Sesak nafas

Page 20: case gw

2. Riwayat penyakit sekarang

3. Riwayat penyakit dahulu

Pasien pernah di rawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dumai sebanyak dua

kali, terakhir klipasien di rawat tanggal 8 oktober 2015 dengan diagnosis

pleural efusi bilateral dengan CHF ec CAD NYHA II-III, dan DM tipe II

4. Riwayat penyakit keluarga

Tidak diketahui secara pasti

5. Riwayat kebiasaan, sosial, dan ekonomi

Tidak didapatkan data secara lengkap

6. Riwayat pengobatan

Pasien tdak pernah mengkonsumsi OAT, tidak ada data pasti tentang

penggunaan obat lain

III.3 Pemeriksaan fisik

1. Status Generalisata

a. Keadaan umum : Pasien tampak sakit ringan

b. Kesadaran : Compos Mentis

GCS : 15 E4V5M6

c. Tanda vital :

Tekanan darah : 150/80mmHg

Nadi : 84 x/menit

Nafas : 26 x/ menit

Suhu : 36,60C

d. Keadaan gizi : Baik

Page 21: case gw

2. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala

Konjungtiva anemis : -/-

Sklera ikterik : -/-

Mukosa Mulut : Dalam batas normal

b. Leher

Pembesaran KGB : -

Pembesaran tiroid : -

c. Thoraks

Inspeksi : bentuk dada norochest simetris kanan dan kiri, tidak

ada scar dan tanda-tanda trauma, gerakan nafas simetris kanan dan

kiri.

Palpasi : fokal fremitus melemh

Perkusi : Redup setinggi costae V kanan dan kiri

Auskultasi : suara nafas vesicular +/+, Rhonki -/- Whizing -/-

d. Abdomen

Inspeksi : Abdomen datar, scar (-)

Auskultasi : Bunyi usus dalam batas normal

Palpasi : Abdomen supel, Nyeri tekan epigastrium (-),

massa (-), hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae, tepi tajam, rata,

kenyal. Lien tidak teraba.

Perkusi : Timpani

e. Ekstremitas

CRT < 2 detik

III.4 Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium :

b. USG abdomen :

c. Rontgen toraks :

III.5 Hasil pemeriksaan penunjang

III.6 Diagnosis kerja

III.7 Penatalaksanaan

Page 22: case gw

III.8 Prognosis

BAB VI

DISKUSI KASUS

BAB V

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA