referat selulitis gw

33
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh keduanya disebut pioderma. Penyebab utamanya ialah Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal di kulit dan jarang menyerang infeksi. Faktor predisposisi pioderma adalah higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, dan telah ada penyakit lain di kulit. Salah satu bentuk pioderma adalah selulitis yang akan dibahas pada referat ini. Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis dan subkutis. Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun pembuluh getah bening. Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit sistemik. Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu 1

Upload: qonita-hanif

Post on 09-Nov-2015

316 views

Category:

Documents


116 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangPenyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh keduanya disebut pioderma. Penyebab utamanya ialah Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal di kulit dan jarang menyerang infeksi. Faktor predisposisi pioderma adalah higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, dan telah ada penyakit lain di kulit. Salah satu bentuk pioderma adalah selulitis yang akan dibahas pada referat ini.

Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis dan subkutis. Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun pembuluh getah bening. Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit sistemik. Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di tungkai bawah. Gejala prodormal selulitis adalah demam dan malaise, kemudian diikuti tanda-tanda peradangan yaitu bengkak (tumor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor), dan teraba hangat (kalor) pada area tersebut. Prevalensi selulitis di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti. Sebuah studi tahun 2006 melaporkan insidensi selulitis di Utah, AS, sebesar 24,6 kasus per 1000 penduduk per tahun dengan insidensi terbesar pada pasien laki-laki dan usia 45-64 tahun. Secara garis besar, terjadi peningkatan kunjungan ke pusat kesehatan di Amerika Serikat akibat penyakit infeksi kulit dan jaringan lunak kulit yaitu dari 32,1 menjadi 48,1 kasus per 1000 populasi dari 1997-2005 dan pada tahun 2005 mencapai 14,2 juta kasus. Data rumah sakit di Inggris melaporkan kejadian selulitis sebanyak 69.576 kasus pada tahun 2004-2005, selulitis di tungkai menduduki peringkat pertama dengan jumlah 58.824 kasus. Data rumah sakit di Australia melaporkan insidensi selulitis sebanyak 11,5 per 10.000 populasi pada tahun 2001-2002. Di Spanyol dilaporkan 8,6% (122 pasien) dalam periode 5 tahun menderita erysepelas dan selulitis. Banyak penelitian yang melaporkan kasus terbanyak terjadi pada laki-laki, usia dekade keempat hingga dekade kelima, dan lokasi tersering di ekstremitas bawah.

Di Amerika Serikat, selulitis merupakan infeksi yang cukup sering terjadi, dengan angka kejadian 2-3 kasus per 100 orang per tahun. Angka kejadian pada pria dan wanita sebanding dan menyerang semua umur, walaupun selulitis di bagian wajah lebih sering mengenai orang tua usia lebih dari 50 tahun dan anak-anak usia 6 bulan - 3 tahun.

Selulitis terjadi jika bakteri masuk ke dalam kulit melalui bagian kulit yang terbuka. Walaupun selulitis dapat terjadi di kulit bagian manapun, lokasi paling sering terjadi adalah di kaki, khususnya di daerah tulang kering dan punggung kaki. Pada anak-anak usia di bawah 6 tahun selulitis sering terjadi khususnya di daerah wajah dan lengan. BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Definisi

Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis. Infeksi ini biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptococcus beta hemolitikus dan Staphylococcus aureus. Pada anak usia di bawah 2 tahun dapat disebabkan oleh Haemophilus influenza, keadaan anak akan tampak sakit berat, sering disertai gangguan pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti bakterimia dan septikemia. Terdapat tanda-tanda peradangan lokal pada lokasi infeksi seperti eritema, teraba hangat, dan nyeri serta terjadi limfangitis dan sering bergejala sistemik seperti demam dan peningkatan hitungan sel darah putih. Selulitis yang mengalami supurasi disebut flegmon, sedangkan bentuk selulitis superfisial yang mengenai pembuluh limfe yang disebabkan oleh Streptokokus beta hemolitikus grup A disebut erisepelas. Tidak ada perbedaan yang bersifat absolut antara selulitis dan erisepelas yang disebabkan oleh Streptokokus.

Sebagian besar kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan antibiotik. Infeksi dapat menjadi berat dan menyebabkan infeksi seluruh tubuh jika terlambat dalam memberikan pengobatan.

Gambar 1: Anatomy of Skin and Soft Tissues and Different Types of Skin and Soft-Tissue Infection (B)

2.2 EtiologiPenyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis pada anak adalah Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus beta hemolitikus grup A, dan Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta hemolitikus group B adalah penyebab yang jarang pada selulitis. Selulitis pada orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan oleh Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara kokus gram positif dan gram negatif aerob maupun anaerob. Bakteri mencapai dermis melalui jalur eksternal maupun hematogen. Pada imunokompeten perlu ada kerusakan barrier kulit, sedangkan pada imunokopromais lebih sering melalui aliran darah (buku kuning). Onset timbulnya penyakit ini pada semua usia.Tabel 1: Etiologi Soft Tissue Infection (STIs)

Tabel 2: Specific Anatomical Variants of Cellulitis and Causes of Predisposition to the Condition 2.3 EpidemiologiSelulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun dan usia dekade keempat dan kelima. Insidensi pada laki-laki lebih besar daripada perempuan dalam beberapa studi epidemiologi. Insidensi selulitis ekstremitas masih menduduki peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko selulitis seiring meningkatnya usia, tetapi tidak ada hubungan dengan jenis kelamin. Selulitis pada orang dewasa adalah suatu kondisi medis yang secara umum menyerang sejumlah besar pasien rawat inap dirumah sakit. Pada tahun 1985 di Inggris, infeksi kulit dan jaringan subkutan menyerang 29.820 pasien dengan jumlah beds rata-rata per hari 664 tempat tidur. Salah satu survei menyimpulkan bahwa penyakit tersebut menyumbang sekitar 3% dari konsultasi medis darurat di rumah sakit umum. Akibatnya menjadi masalah kesehatan yang penting dengan implikasi sumber daya dan keuangan yang cukup besar.2.4 Faktor PredisposisiFaktor predisposisi erisepelas dan selulitis adalah kaheksia, diabetes melitus, malnutrisi, disgamaglobulinemia, alkoholisme, dan keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh terutama bila diseratai higiene yang jelek. Selulitis umumnya terjadi akibat komplikasi suatu luka atau ulkus atau lesi kulit yang lain, namun dapat terjadi secara mendadak pada kulit yang normal terutama pada pasien dengan kondisi edema limfatik, penyakit ginjal kronik atau hipostatik 2.5 Gejala KlinisGambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak. Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren).

Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik. Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan leukositosis. Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat, sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan mengalami infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis. Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di lengan atas. Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial subakut). Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis rekurens.

2.6 Jenis selulitis menurut letak2.6.1 Selulitis Fasial

Saat infeksi kulit tersebut terjadi di kulit muka, infeksi ini disebut dengan Selulitis Fasial. Infeksi tersebut biasanya menyerang anak-anak dan dewasa. Selulitis pada wajah merupakan indikator dini terjadinya bakteriemi stafilokokus betahemolitikus grup A, dapat berakibat fatal karena mengakibatkan trombosis sinus kavernosum yang septik. Selulitis pada wajah dapat menyebabkan penyulit intra kranial berupa meningitis.

Gambar 2. Selulitis Fasial

2.6.2 Selulitis Orbita

Selulitis orbita adalah infeksi yang menyerang mata dan jaringan kulit disekitar mata. Apabila tidak cepat ditindaklanjuti dapat menyebabkan kerusakan struktur mata hingga terjadi peradangan diseluruh rongga mata. Infeksi tersebut dapat menyerang semua umur, semua jenis kelamin dan harus segera di lakukan penanganan. Infeksi ini ditandai dengan pembengkakan kelopak mata, sulit menggerakkan bola mata, kemerahan dan nyeri pada area kulit sekitar mata dan febris. Kondisi ini harus segera mendapatkan penatalaksanaan yang tepat, guna mencegah kerusakan yang permanen pada mata.

Gambar 3. Selulitis Orbita

2.6.3 Selulitis Kulit Kepala ( Scalp Cellulitis )

Saat infeksi kulit tersebut terjadi di kulit kepala, infeksi ini disebut dengan Selulitis kulit kepala. Infeksi tersebut biasanya menyerang anak-anak dan dewasa, terutama pada penderita dengan penurunan daya tahan tubuh atau pada anak-anak yang masih memiliki daya imun yang lemah.

Infeksi biasanya diawali dengan infeksi primer seperti tinea kapitis, scabies kemudian berlanjut menjadi infeksi sekunder karena ada jalan masuk kuman ke dalam jaringan kulit. Sehingga berakibat menimbulkan selulitis scalp atau selulitis kulit kepala.

Gambar 4. Scalp Cellulitis

2.6.4 Selulitis Pada Ekstremitas

Sellulitis sering terjadi di kulit tangan atau kaki, karena daerah tangan dan kaki adalah daerah yang sering mengalami trauma, dan daerah kulit pada ekstremitas memiliki hygiene yang paling kotor.Pada penderita diabetes mellitus sering terjadi selulitis di daerah ekstremitas terutama kaki. Karena pada penderita diabetes mellitus didapatkan pada banyak kasus dimana pembuluh darah mengalami atherosclerosis yang menyebabkan supply nutrisi menuju ujung kaki menurun, sehingga menyebabkan jaringan kaki menjadi mati atau mengalami nekrosis mengakibatkan penetrasi kuman ke dalam kulit.

Gambar 5. Selulitis pada extremitas

2.7 PatogenesisBakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan pada orang yang menderita diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat.Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringan-jaringan dan menghancurkannya, hyaluronidase memecah substansi polisakarida, fibrinolysin mencerna barrier fibrin, dan lecithinase menghancurkan membran sel.

Gambar .Skema patogenesis2.8 DiagnosisDiagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat disertai limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat menjadi septikemia. Dengan menyentuh daerah kulit yang terinfeksi, akan terasa lunak, hangat, dan si penderita merasa nyeri, tampak ruam merah pada daerah kulit yang terinfeksi. Untuk memastikannya kita periksa, apakah terdapat luka terbuka yang memfasilitasi masuknya bakteri ke dalam pembuluh darah orang tersebut sehingga menyebabkan infeksi kulit, pada pemeriksaan darah tepi selulitis terdapat leukositosis dan dengan hitung jenis bergeser ke kiri. Membuat kultur kuman dari tenggorokan, hidung atau mata. Titer ASTO meningkat pada minggu I. Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik dan sering disertai gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia dan septikemia. Lesi kulit berwarna merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan atau merah keunguan. Lesi kebiru-biruan dapat juga ditemukan pada selulitis yang disebabkan oleh Streptokokus pneumonia Pada pemeriksaan darah tepi selulitis terdapat leukositosis (15.000-400.000) dengan hitung jenis bergeser ke kiri.Gejala dan tandaSelulitis

Gejala prodormal:Demam, malaise, nyeri sendi dan menggigil

Daerah predileksi:Ekstremitas atas dan bawah, wajah, badan dan genitalia

Makula eritematous:Eritema cerah

Tepi:Batas tidak tegas

Penonjolan:Tidak terlalu menonjol

Vesikel atau bula:Biasanya disertai dengan vesikel atau bula

Edema:Edema

Hangat:Tidak terlalu hangat

Fluktuasi:Fluktuasi

Tabel 3. Gejala dan tanda selulitis

Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada sebagian besar pasien dengan selulitis. Seperti halnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan pencitraan juga tidak terlalu dibutuhkan. Pada pemeriksaan darah lengkap, ditemukan leukositosis pada selulitis penyerta penyakit berat, leukopenia juga bisa ditemukan pada toxin-mediated cellulitis. ESR dan C-reactive protein (CRP) juga sering meningkat terutama penyakit yang membutuhkan perawatan rumah sakit dalam waktu lama. Pada banyak kasus, pemeriksaan Gram dan kultur darah tidak terlalu penting dan efektif. 2.9 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang terdiri dari :

Pemeriksaan darah, terdapat leukositosis. Laju endap darah dan kadar C-reactive protein juga meningkat, terutama pada pasien dengan penyakit berat yang membutuhkan rawat inap jangka panjang.

Fungsi cairan pada bagian yang terinfeksi di biakkan dan dipulas dengan pulasan gram.

Kultur darah positif (hanya pada beberapa pasien). Jika infeksi berulang dari selulitis diduga sebagai infeksi sekunder dari tinea pedis, disarankan untuk melakukan tes atau kultur mikologis.

Biopsi kulit tidak disarankan untuk dikerjakan, kecuali pada pasien dengan dugaan etiologi infeksi non bakteri, atau pada pasien dengan Immunocompromised.2.10 Diagnosis Banding

Deep thrombophlebitis, dermatitits statis, dermatitis kontak, giant urticaria, insect bite (respons hipersensitifitas), erupsi obat, eritema nodosum, eritema migran (Lyme borreliosis), perivascular herpes zooster, acute Gout, Wells syndrome (selulitis eosinofilik), Familial Mediterranean fever-associated cellulitis like erythema, cutaneous anthrax, pyoderma gangrenosum, sweet syndrome (acute febrile neutrophilic dermatosis), Kawasaki disease, carcinoma erysipeloides. Selulitis sering didiagnosis banding dengan erysipelas. Perbedaan selulitis dan erisipelas adalah : Selulitis batas lesi tidak jelas, sedangkan pada enisipelas jelas. Juga pada selulitis terdapat infiltrat dijaringan subkutan. Sering pada kasus tertentu sukar dibedakan antara selulitis dan erysipelas, sehingga praktisi sering mendiagnosisnya sebagai erysipeloselulitis.

2.11 PengobatanSelulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-2.000.000 IU IM selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan penisilin V 500 mg setiap 6 jam, selama 10-14 hari. Pada selulitis karena H. Influenza diberikan Ampicilin untuk anak (3 bulan sampai 12 tahun) 100-200 mg/kg/d (150-300 mg), >12 tahun seperti dosis dewasa.Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan staphylococcus aureus penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi terhadap penisilin, sebagai alternatif digunakan eritromisin (dewasa: 250-500 gram peroral; anak-anak: 30-50 mg/kgbb/hari) tiap 6 jam selama 10 hari. Dapat juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450 mg/hari PO; anak-anak 16-20 mg/kgbb/hari). Pada yang penyebabnya SAPP selain eritromisin dan klindamisin, juga dapat diberikan dikloksasilin 500 mg/hari secara oral selama 7-10 hari. Terapi non farmakologi, Perawatan lokal meliputi elevasi dan imobilisasi pada daerah selulitis untuk mengurangi pembengkakan. Melakukan pengompresan untuk mengurangi rasa sakit. Intervensi bedah (insisi dan drainase) tetapi hal ini jarang dilakukan pada kasus selulitis.

2.11 PencegahanUntuk mencegah terjadinya selulitis atau infeksi kulit lainnya, setiap ada luka terbuka kita dapat melakukan hal-hal berikut ini: Cuci luka tersebut setiap hari dengan air dan sabun. Oleskan krim atau salep antibiotik. Tutupi luka dengan perban. Hal ini dapat menjaga kebersihan luka dan mencegah masuknya bakteri. Ganti perban secara teratur. Ganti perban sekurang-kurangnya sehari sekali, atau bila perban sudah kotor atau basah. Waspada terhadap adanya infeksi awal selulitis. Bila terdapat nyeri, bengkak dan kemerahan di kulit, penderita dianjurkan memeriksakan diri ke sarana kesehatan ( puskesmas atau rumah sakit).2.12 KomplikasiPada anak dan orang dewasa yang immunocompromised, penyulit pada selulitis dapat berupa gangren, metastasis, abses dan sepsis yang berat. Selulitis pada wajah merupakan indikator dini terjadinya bakteriemia stafilokokus beta hemollitikus grup A, dapat berakibat fatal karena mengakibatkan trombosis sinus cavernpsum yang septik. Selulitis pada wajah dapat menyebabkan penyulit intrakranial berupa meningitis.

BAB III

PENUTUP

3.1 KesimpulanSelulitis merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Streptoccocus dan S. aureus, yang menyerang jaringan subkutis dan daerah superfisial. Faktor resiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pada pembuluh balik (vena) maupun pembuluh getah bening. Daerah predileksi yang sering terkena yaitu wajah, badan, genitalia, dan ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan klinis selulitis: adanya makula erimatous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis. Penanganan perlu memperhatikan faktor predisposisi dan komplikasi yang ada.DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2008

Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition. New York: McGrawHill: 2008

Pandaleke, HEJ. Erisipelas dan selulitis. Fakultas kedokteran Universitas Samratulangi; Manado. Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997

Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of America.Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales, Cardiff, UK. 1708

Concheiro J,Loureiro M,Gonzlez-Vilas D, et al. 2009. Erysipelas and cellulitis: aretrospective studyof 122 cases. 100(10): 888-94

Wolff K, Johnson RA, Fitspatricks: color atlas and synopsis of clinically dermatology. New York: McGrawHill. 2008

Eron LJ. 2008. Cellulitis and Soft-Tissue Infections. American College of Physicians.Kertowigno S. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Unsri press, Palembang, Indonesia, hal: 146-149

Swartz MN. 2004. Cellulitis. New England Journal of Medicine. 350:904-McNamara DR,Tleyjeh IM,Berbari EF, et al. 2007. Incidenceoflower extremitycellulitis: a population basedstud in Olmsted county, Minnesota. 82(7):817-21Arnold HL, Odom RB, James WD. Andrews Disieases of the Skin, Clinical Dermatology 8th. Philadelphia, London, Toronto: WB saunders Co, 1990- 27778

Isselbacher, Baraundwald, Wilson. 1994. Harrisons Principles of Internal Medicine, Internasional edition. Mcgraw Hill Book Co, Singapore

24