case 34333333333333 gw

68
STATUS PASIEN LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL Nama Mahasiswa : Rifqa wildaini Dokter Pembimbing :dr.Herr S.Sp.A NIM : 030.07.218 Tanda tangan : I. IDENTITAS PASIEN DATA PASIEN AYAH IBU Nama By. Ny. S Tn. F Ny. S Umur 4 hari 30 tahun 26 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan Alamat Dumeling rt/rw 03/04, Wanasari Agama Islam Islam Islam Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa Pendidikan - D3 SMA Pekerjaan - wiraswasta Ibu Rumah Tangga Penghasilan - Rp 2.500.000 - Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung Asuransi BPJS Non PBI No. RM 802.901 1

Upload: rifqaiqa

Post on 19-Feb-2016

242 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

zmzmzmzm

TRANSCRIPT

Page 1: Case 34333333333333 Gw

STATUS PASIEN LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL

Nama Mahasiswa : Rifqa wildaini Dokter Pembimbing :dr.Herr S.Sp.A

NIM : 030.07.218 Tanda tangan :

I. IDENTITAS PASIEN

DATA PASIEN AYAH IBU

Nama By. Ny. S Tn. F Ny. S

Umur 4 hari 30 tahun 26 tahun

Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan

Alamat Dumeling rt/rw 03/04, Wanasari

Agama Islam Islam Islam

Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa

Pendidikan - D3 SMA

Pekerjaan - wiraswasta Ibu Rumah Tangga

Penghasilan - Rp 2.500.000 -

Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung

Asuransi BPJS Non PBI

No. RM 802.901

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien

pada hari Rabu, 31 oktober 015, pukul 14.00 WIB, di Ruang Dahlia RSUD

Kardinah.

a. Keluhan Utama1

Page 2: Case 34333333333333 Gw

Sesak nafas

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien seorang bayi laki-laki rujukan dari rumah sakit mitra keluarga

datang pada tanggal 28 oktober 2015 ke rs kardinah, os lahir pada tanggal 27

oktober 2015 pukul 18.00 secara sectio secaria di RS mitra keluarga, dari ibu

G2P1A0 hamil 38 minggu, keadaan bayi saat lahir yaitu menangis kuat, air

ketuban keruh dan skor APGAR 7-8-9, dengan berat lahir 2500 gram, panjang

badan 48 cm, lingkar kepala 31.5 cm dan lingkar dada 32 cm. Namun 2 jam

setelah kelahiran, bayis sesak, merintih dan ditemukan adanya napas cuping

hidung serta retraksi pada dada dan menangis kurang kuat.

Selama kehamilan ibu melakukan kontrol rutin ke bidan tiap bulan, hingga

mencapai usia kehamilan 36, Satu hari sebelum masuk rumah sakit, tanggal 26

oktober 2015 ibu pasien mulai terasa mulas-mulas sekitar pukul 23.00 WIB dan

tanggal 27pasien dibawa ke RS Mitra keluarga. Di RS Mitraara keluargaibu

pasien diobservasi selama 1x24 jam, Ibu pasien mengaku ketuban belum pecah,

dan pada tanggal 27 september 2015 pukul 17.30.00 dilakukan SC atas indikasi

riwayat SC ,bayi lahir bugar.

Menurut ibu pasien awalnya bayi sempat melakukan inisiasi menyusui dini

namun 2 jam kemudian, bayi merintih dan ditemukan adanya napas cuping

hidung, sehingga inisiasi menyusui dini tidak dilanjutkan. Lalu pada tanggal 28

oktober bayi di rujuk ke rs kardinah selama perjalanan menurut ayah pasien

mengaku tidak ada henti nafas. Sesampainya di PONEK IGD RSU Kardinah

pada tanggal 28 oktober 2015 pukul 18.00 WIB. Pasien diperiksa .Kemudian bayi

dilaporkan kepada dokter spesialis anak, dan setuju untuk dilakukan perawatan di

Ruang Perinatologi Dahlia RSUD Kardinah dan mendapat terapi sesuai dengan

dokter spesialis anak

Kemudian observasi pasien tampak sesak, nafas cuping hidung,merintih,

dan terdapat retraksi dada, dan gerak kurang aktif. Kemudian pasien dirawat

dalam inkubator dan dipindahkan ke ruang dahlia, diberikan oksigen sungkup 2

liter/menit dan.

Selama perawatan di Dahlia bayi dipasang cpap vent O2 nasal dan

observasi selama satu jam.setelah satu jam observasi, bayi masih merintih, masih

2

Page 3: Case 34333333333333 Gw

ditemukan napas cuping hidung dan retraksi dada. Kemudian bayi langsung

dilaporkan lagi kepada dokter spesialis anak dan dilakukan intubasi dan memakai

vent sim v. Dalam 24 jam pasien dapat buang air kecil dan buang air besar.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pasien riwayat penyakit dahulu belum dapat dievaluasi.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu pasien mengaku bahwa anak pertama lahir satu tahun yang lalu, dengan

usia kehamilan cukup bulan, saat lahir, bayi tidak mengis + kejang. Dan

meninggal saat usia 2 hari.

e. Riwayat Lingkungan Perumahan

Kepemilikan rumah pribadi. Rumah pasien berukuran 7x10 meter terletak

di daerah padat penduduk, jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya

berdekatan. Tempat tinggal pasien memiliki 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1

ruang tamu, 1 dapur. Rumah pasien memiliki 2 jendela yang terletak di ruang

tamu dan kamar tidur. Sehari-hari jendela tersebut dibuka sehingga rumah

mendapatkan sirkulasi udara. Cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah,

lampu tidak dinyalakan pada siang hari. Air berasal dari sumur, limbah rumah

tangga dialirkan ke selokan rumah.

Kesan: Keadaan lingkungan rumah padat dan sanitasi cukup baik, ventilasi

dan pencahayaan cukup baik.

f. Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien adalah seorang wiraswasta, dengan penghasilan perbulan rata-

rata kurang lebih Rp.2.500.000,- per bulan. Ibu pasien adalah seorang ibu rumah

tangga yang tidak mempunyai pemasukan. Ayah menanggung nafkah 1 orang

istri dan 1 orang anak. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS non PBI.

Kesan: Riwayat sosial ekonomi baik.

3

Page 4: Case 34333333333333 Gw

g. Riwayat Kehamilan dan Pemeriksaan Prenatal

Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilan ke dokter. Selama hamil, kondisi

ibu baik. Mendapat imunisasi TT 2x selama kehamilan. Riwayat demam,

perdarahan, darah tinggi, riwayat minum obat tanpa resep disangkal, dan tidak

pernah mengkonsumsi obat-obatan dan jamu selama kehamilan, tidak merokok

dan tidak mengkonsumsi alkohol.

Oleh dokter SpOG, dikarenakan besar kandungan ibu yang kurang untuk

usia kehamilannya dianjurkan untuk perbanyak makan es krim dan alpukat. Dari

hasil USG didapatkan bahwa janin baik tetapi berat janin kurang untuk usia

kehamilannya.

Kemudian ibu pun memperbanyak konsumsi es krim dan alpukat, hingga

besar kandungannya sesuai dengan usia kehamilannya.

Selama hamil, ibu makan 3x sehari berupa nasi, lauk pauk dan sayuran. Ibu

pasien sering mengkonsumsi es krim dan alpukat. Sejak awal kehamilan sampai

usia 36 minggu, berat badan ibu mengalami peningkatan sebanyak 11 kg (dari 55

menjadi 66 kg, tinggi badan 154 cm).

Kesan: Riwayat pemeliharaan antenatal baik, kualitas dan kuantitas nutrisi

selama kehamilan baik.

h. Riwayat Persalinan

Tempat kelahiran : Ruang OK RS Mitra Keluarga

Penolong persalinan : Dokter

Cara persalinan : Sectio secaria

Masa gestasi : 38minggu G2P1A0

Air ketuban : keruh

Berat badan lahir : 2500 gram

Panjang badan lahir : 48 cm

Lingkar kepala : 31.5 cm

Lingkar dada : 32 cm

Langsung menangis : Ya

Nilai APGAR : 7-8-9

Plasenta : Lengkap, tidak ada kelainan

4

Page 5: Case 34333333333333 Gw

Kelainan bawaan : Tidak ada

Kesan: Neonatus aterm, lahir sectio secaria, berat badan lahir cukup dan

bayi bugar.

i. Riwayat Pemeliharaan Postnatal

Riwayat pemeliharaan postnatal belum dapat dievaluasi

j. Corak Reproduksi Ibu

Ibu P2A0, anak pertama laki laki meninggal saat berusia berusia 2 hari, dan

anak kedua (pasien) berusia 4hari.

.

k. Riwayat Keluarga Berencana

Belum menggunakan KB.

l. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Pertumbuhan

o Berat badan lahir 2500 gr, panjang badan lahir 48cm, lingkar kepala

31,5 cm lingkar dada 32cm.

Perkembangan

o Riwayat perkembangan belum dapat dievaluasi.

m. Riwayat Makan dan Minum Anak

Riwayat makan dan minum belum dapat dievaluasi.

n. Riwayat Imunisasi

VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)

BCG - - - - - -

DPT - - - - - -

POLIO - - - - - -

CAMPAK - - - - - -

5

Page 6: Case 34333333333333 Gw

HEPATITIS B - - - - -

Kesan: imunisasi dasar belum lengkap

q. Silsilah Keluarga

Keterangan: = Laki-laki = Perempuan = Pasien

= meninggal

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari sabtu, tanggal 31 oktober 2015, pukul

14.30 WIB, di Ruang Dahlia.

a. Kesan Umum

Menangis : cukup kuat Pucat : (-)

Gerak : cukup aktif Sianosis : (-)

Kejang : (-) Retraksi : (+)

Ikterik : (+) kramer 3 Sesak : (+)

b. Tanda Vital

Tekanan darah : tidak dilakukan

Nadi : 124x/menit, reguler, isi dan ketegangan cukup

Laju nafas : 52x/menit, tidak teratur

Suhu : 36,40 C (aksila)

SpO2 : 99%

c. Data Antropometri6

Page 7: Case 34333333333333 Gw

Berat badan sekarang : 2250 gr

Panjang badan sekarang : 48 cm

d. Status Internus

Kepala : mesosefali, lingkar kepala 31.5 cm

UUB teraba datar, tegang (-), molase (-)

kaput suksadenum (-), sefal hematom (-)

Rambut: Hitam, lebat, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-),

mata cekung (-/-), lakrimasi (-/-).

Hidung: Bentuk normal, deformitas (-), napas cuping hidung (-)

sekret (-), darah (-)

Telinga: Bentuk dan ukuran normal, recoil (segera/segera)

Mulut : Kering (-), sianosis (-), stomatitis (-), lidah normoglossia

labioschizis (-), palatoschizis (-)

Leher : pendek, pergerakan lemah, tumor (-), tanda trauma (-)

Thorax

Pulmo:

o Inspeksi : bentuk dada simetris kanan dan kiri

kulit kuning kemerahan, tidak ada efloresensi

bermakna, sternum dan iga normal

retraksi subcostal (+)

o Palpasi : simetris, tidak ada hemithoraks yang tertinggal

: areola berbintil, benjolan 1-2 mm

o Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan

o Auskultasi : SN vesikuler di kedua lapang paru

: ronki -/-, wheezing -/-

Cor:

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV midklavikula sinistra.

Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen:

7

Page 8: Case 34333333333333 Gw

Inspeksi : datar, tali pusat terawat

: venektasi (-), warna kulit agak merah muda

pucat (-), ikterik (+)

Auskultasi : Bising usus (+)

Palpasi : Supel

Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Vertebra : spina bifida (-), meningocele (-)

Urogenital : Laki-laki, testis belum turun sempurna

Anorektal : anus (+), diaper rash (-)

Ekstremitas : keempat ekstremitas lengkap, simetris, sklerema (-)

Superior Inferior

Akral Hangat +/+ +/+

Akral Sianosis - / - - / -

Akral Ikterik -/ - - / -

CRT <2” <2”

Oedem - / - - / -

Tonus Otot Normotonus Normotonus

Trofi Otot Normotrofi Normotrofi

Refleks primitif

a) Refleks oral

Refleks hisap : (+)

Refleks rooting : (+)

b) Refleks moro : tidak dilakukan

c) Refleks palmar grasp : (+)

d) Refleks plantar grasp : (+)

IV. PEMERIKSAAN KHUSUS

1. Maturitas Bayi (Lubchenko)

Berat Lahir : 2500 gram

Usia Kehamilan : 48 minggu

8

Page 9: Case 34333333333333 Gw

Kesan : neonatus lebih bulan, sesuai untuk masa kehamilan

2. Ballard Score

9

Page 10: Case 34333333333333 Gw

Ballard Score = maturitas neuromuskular + maturitas fisik

= 20 + 16 = 36 38 minggu

3. APGAR Score

0 1 2

ApperanceSeluruh tubuh

biru/pucat

Tubuh

kemerahan,

ekstremitas biru

Seluruh tubuh

kemerahan

Pulse Tidak ada <100x/menit >100x/menit

Grimmace Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan

Activity LumpuhEkstremitas fleksi

sedikitGerakan aktif

Respiratory Tidak ada Lambat Menangis

APGAR score: menit pertama 1 – 2 – 1 – 2 – 2 = 7

: menit kelima 1 – 2 – 1 – 2 – 2 = 8

: menit kesepuluh 2 – 2 – 1 – 2 – 2 = 9

Tidak ada asfiksia

10

Page 11: Case 34333333333333 Gw

4. Downe Score

0 1 2

Frekuensi Napas < 60 x/menit 60-80 x/menit > 80 x/menit

Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis Tidak sianosisSianosis hilang

dengan O2

Sianosis menetap

walaupun diberi

O2

Air Entry Udara masuk

Penurunan

ringan udara

masuk

Tidak ada udara

masuk

Merintih Tidak merintih

Dapat didengar

dengan

stethoscope

Dapat didengar

tanpa alat bantu

Downe Score 5 distress pernapasan sedang

5. Bell Squash Score

Partus tindakan (SC, vakum, sungsang)

Ketuban tidak normal

Kelainan bawaan

Asfiksia

Preterm

BBLR

Infus tali pusat

Riwayat penyakit ibu

Riwayat penyakit kehamilan

Bell Squash Score 2 resiko neonatal infeksi

11

Page 12: Case 34333333333333 Gw

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Darah 28 oktober 2015 jam 00.56 WIB (RS Mitra)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin 18.6 g/dl 15.3 – 23.6

Leukosit 14.2 103/ul 9.400-34000

Hematokrit 55 % 44-72

Trombosit 275 10^3/uL 150 – 450

Eritrosit 5.31 106/ul 4.30 – 6.30

MCV 103 U 98-122

MCH 35 Pcg 33-41

MCHC 34 g/dl 26-34

Natrium 131 Mmol/l 132-147

Kalium 5.08 Mmol/l 3.60-6.10

Chlorida 99 Mmol/l 95-116

GDS 84 Mg/dl 70-140

Laboratorium Darah 29 oktober 2015 jam 11.05 WIB (Dahlia)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin 17.5 g/dl 12.7 – 18.7

Leukosit 18.5 103/ul 5.0 – 20.0

Hematokrit 47.5 % 47 – 75

Trombosit 252 10^3/uL 217 – 497

Eritrosit 16.0 106/ul 3.7 – 6.1

RDW 18.0 % 11.5 – 14.5

MCV 91.2 U 84 – 128

MCH 33.6 Pcg 26 – 38

MCHC 36.8 g/dl 26 – 34

Laboratorium Darah 30 0ktober 2015 jam 17.20 WIB (Dahlia)

Bilirubin total 12.03 mg/dl 3.4 – 11.5

Bilirubin direk 2.98 mg/dl 0 – 0.25

12

Page 13: Case 34333333333333 Gw

Laboratorium Darah 01 november 2015 (dahlia)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Bilirubin total 10.99 mg/dl 1.5-12

Bilirubin indirek 2.98 mg/dl 0-0.25

Pemeriksaan X foto baby gram (27 oktober 2015)

Cor : ctr 47%bentuk dan letak jantung masih dalam batas normal

Pulmo: corakan bronko vaskular menigkat, tampak bercak kesuraman pada perihilier dan

parakardial kanan kiri.tak tampak airbronkogram

Abdomen : distribusi udara usus masih baik. Tak tampak dilatasi maupun distensi.

Kesan : Cor normal

Pulmo : Pneumonia neonatal

Abdomen tak tampak kelainan

13

Page 14: Case 34333333333333 Gw

VI. DAFTAR MASALAH

Daftar masalah pada kasus ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

Dari hasil anamnesis didapatkan bayi lahir usia kehamilan 38 minggu dan selama masa

kehamilan, kandungan ibu dikatakan kecil untuk kehamilannya. Bayi lahir bugar dengan

APGAR skor 7-8-9 dan melakukan inisiasi menyusui dini. Kemudian 2 jam setelah lahir

bayi merintih dan terlihat sesak, kemudian bayi diberi oksigen sungkup 2 liter/menit dan

di observasi.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bayi merintih, pernapasan yang cepat dan napas

cuping hidung disertai retraksi dinding dada menunjukkan bahwa adanya gangguan

pernafasan. Menurut Ballard Score usia gestasi 38 minggu yang menunjukan bayi lahir

aterm.

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan dari kadar bilirubin total dan

bilirubin direk yang menunjukan adanya hiperbilirubinemia.

VII. DIAGNOSA BANDING

Distress pernapasan Neonatus aterm Hiperbilirubinemia Observasi

neonatal infeksi

Faktor intrapulmoner

Faktor ekstrapulmoner

Faktor metabolik

Bayi sesuai untuk

masa kehamilan

Bayi kecil untuk

masa kehamilan

Bayi besar untuk

masa kehamilan

Fisiologis

Non fisiologis

Infeksi post-natal

Infeksi durante natal

Infeksi ante-natal

VIII. DIAGNOSIS KERJA

a) Neonatus aterm

b) Bayi berat lahir cukup – sesuai masa kehamilan

c) Distress pernapasan

d) hiperbilubinemia

e) Obs neonatal infeksi

14

Page 15: Case 34333333333333 Gw

IX. PENATALAKSANAAN

a. Medikamentosa

IVFD D5 ¼ NS 12 tpm

Inj pycin 2x150 mg

Inj gentamisin 2x7 mg

Inj aminopilin 2x3 mg

Inj ca glukonas 1x0,6 cc%

Sibital 50 mg (jika kejang)

O2 CPAP PEEP 6 cmH2O / FiO2 40%

b. Nonmedikamentosa

Rawat intensif, monitor tanda vital

Oksigenasi menggunakan CPAP nasal

Pasang OGT

Diet tunda → bila stabil ASI 8 x 5-10cc

Fototerapi 1x24 jam

Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit, terapi dan komplikasinya

X. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

XI. SARAN PEMERIKSAAN

- Darah lengkap

- SGOT / SGPT

- Test golongan darah dan rhesus ibu

- AGD

15

Page 16: Case 34333333333333 Gw

XII. PERJALANAN PENYAKIT

28 oktober 2015Hari perawatan ke-0

Saat di UGD02.05

29 oktober 2015Hari perawatan ke-1

Saat di dalia06.00

30 oktober 2015Hari perawatan ke-2

Saat di dalia06.00

S PB dari RS dengan distress pernafasan, Demam (-)Kejang (-) Sesak (+)BAB (+)BAK (+)Pucat (-)Sianosis (-)Ikterik (-)Merintih (+)ASI (-)Refleks hisap (+)

Demam (-)Kejang (-) Sesak (+)BAB (+)BAK (+)Pucat (-)Sianosis (-)Ikterik (-)Merintih (+)ASI (+)Refleks hisap (+)

Demam (+), Kejang (-) Sesak (-) BAB (+)BAK (+)Pucat (-), Sianosis (-)Ikterik (+)Merintih (-), ASI (+)Refleks hisap (+)

O KU:Menangis kurang kuat(merintih) gerak kurang aktif, retraksi (+) , subcostal, nafas cuping hidung (+)N: 155x/mP : 75x/mS : 36.4oCSpO2 : 88%BB 2500 gr Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang(-), molase(-)Mata: CA (-/-), SI (-/-)Toraks:SN vesikuler, Rh-/-,Wh-/-S1-S2 reg, M(-), G(-) Retraksi (+) sedangAbdomen: Supel, BU (+) Ekstremitas: dbn

KU: Menangis kurang kuat/gerak kurang aktif, retraksi (+) subcostalN: 132x/mP : 70x/mS : 36.3oCBB 2350 gr Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang(-), molase(-)Mata: CA (-/-), SI (-/-)Toraks: SN vesikuler, Rh-/-,Wh-/-S1-S2 reg, M(-), G(-) Retraksi (+) sedangAbdomen: Supel, BU (+) Ekstremitas: dbnKebutuhan cairan: 2.3 x 90 = 207 cc/hari

KU: Menangis kuat/gerak aktif, retraksi (+) subcostalN 140x/mRR 48x/mS 37.9oCBB 2240 gr Kepala:Mesosefali, UUB datar, tegang(-), molase(-)Mata: CA (-/-), SI (-/-)Toraks: SN vesikuler, Rh-/-,Wh-/-S1-S2 reg, M(-), G(-) Retraksi (+)ringanAbdomen: Supel, BU (+) Ekstremitas: dbnKebutuhan cairan : 2.2x100 =220cc/hari

A Neonatal aterm Neonatal aterm Neonatal aterm

16

Page 17: Case 34333333333333 Gw

Distress pernafasanObs. neonatal infection

Distress pernafasanObs. neonatal infection

Distress pernafasanObs. neonatal infection

P Langkah awalO2 CPAP nasal vent / PEEP 6 / fiO240 %IVFD D5 ¼ NS 12 tpm

Inj pycin 2x150 mg

Inj gentamisin 2x7 mg

Inj aminopilin 2x3 mg

Inj ca glukonas 1x0,6 cc%

Sibital 50 mg (jika kejang)

O2 ventilator mode simv PEEP6/PIP12/FIO2 30%IVFD D5 ¼ NS 12 tpm

Inj pycin 2x150 mg

Inj gentamisin 2x7 mg

Inj aminopilin 2x3 mg

Inj ca glukonas 1x0,6 cc%

Sibital 50 mg (jika kejang

O2 CPAP nasal vent / PEEP 6/ FIO2 30% IVFD D5 ¼ NS 12 tpmInj pycin 2x150 mg

Inj gentamisin 2x7 mg

Inj aminopilin 2x3 mg

Inj ca glukonas 1x0,6 cc%

Pct infus 25 mg

Sibital 50 mg (jika kejang) Diet dicoba ASI : 8x5-10cc (sonde)

31 oktober 2015Hari perawatan ke-4

Saat di dahlia06.00

01november 2015Hari perawatan ke-5

Saat di dahlia06.00

02 november 2015Hari perawatan ke-6

Saat di dalia06.00

S Demam (-)Kejang (-) Sesak (-)BAB (+)BAK (+)Pucat (-)Sianosis (-)Ikterik (+)Merintih (-)ASI (+)Refleks hisap (+)

Demam (-)Kejang (-) Sesak (+)BAB (+)BAK (+)Pucat (-)Sianosis (-)Ikterik (+)Merintih (-)ASI (+)Refleks hisap (+)

Demam (+), Kejang (-) Sesak (-) BAB (+)BAK (+)Pucat (-), Sianosis (-)Ikterik (+)Merintih (-), ASI (+)Refleks hisap (+)

O KU:Menangis kuat, gerak k aktif, retraksi (-) , subcostal.

KU: Menangis kuat/gerak aktif, retraksi (-) subcostal

KU: Menangis kuat/gerak aktif, retraksi (-) subcostal

17

Page 18: Case 34333333333333 Gw

N: 142x/mP : 44x/mS : 36.9oCBB 2250 gr Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang(-), molase(-)Mata: CA (-/-), SI (-/-)Toraks:SN vesikuler, Rh-/-,Wh-/-S1-S2 reg, M(-), G(-) Retraksi (+) sedangAbdomen: Supel, BU (+) Ekstremitas: dbnKebutuhan cairan2.2x110= 242 cc/hari

N: 124x/mP : 44x/mS : 36.4oCBB 2210 gr Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang(-), molase(-)Mata: CA (-/-), SI (+/+)Toraks: SN vesikuler, Rh-/-,Wh-/-S1-S2 reg, M(-), G(-) Retraksi (+) sedangAbdomen: Supel, BU (+) Ekstremitas: dbnKebutuhan cairan: 2.2 x 120 = 264 cc/hari

N 140x/mRR 48x/mS 37.9oCBB 2240 gr Kepala:Mesosefali, UUB datar, tegang(-), molase(-)Mata: CA (-/-), SI (+/+)Toraks: SN vesikuler, Rh-/-,Wh-/-S1-S2 reg, M(-), G(-) Retraksi (+)ringanAbdomen: Supel, BU (+) Ekstremitas: dbnKebutuhan cairan : 2.2x130 =286cc/hari

A Neonatal atermDistress pernafasanhiperbilirubinemiaObs. neonatal infection

Neonatal atermDistress pernafasanHiperbilirubinemiaObs. Neonatal infection

Neonatal atermDistress pernafasanHiperbilirubinemiaObs. Neonatal infection

P O2 CPAP nasal / PEEP 6 / fiO2 30 %IVFD D5 ¼ NS 12 tpm

Inj pycin 2x150 mg

Inj gentamisin 2x7 mg

Inj aminopilin 2x3 mg

Inj ca glukonas 1x0,6 cc%

Pct 25 mg infus

Diet asi 8x10-20cc(sonde)

Fototerapi 24 jam

O2 ventilator mode simv PEEP6/ FIO2 30%

Terapi lanjutDiet asi 8x30cc(sonde)

O2 CPAP nasal vent / PEEP 6/ FIO2 25%

Terapi lanjutDiet asi 8x30cc(sonde)

18

Page 19: Case 34333333333333 Gw

03 november 2015Hari perawatan ke-6

Saat di dahlia06.00

04november 2015Hari perawatan ke-7

Saat di dahlia06.00

05 november 2015Hari perawatan ke-8

Saat di dalia06.00

S Demam (-)Kejang (-) Sesak (-)BAB (+)BAK (+)Pucat (-)Sianosis (-)Ikterik (-)Merintih (-)ASI (+)Refleks hisap (+)

Demam (-)Kejang (-) Sesak (+)BAB (+)BAK (+)Pucat (-)Sianosis (-)Ikterik (+)Merintih (-)ASI (+)Refleks hisap (+)

Demam (-), Kejang (-) Sesak (-) BAB (+)BAK (+)Pucat (-), Sianosis (-)Ikterik (+)Merintih (-), ASI (+)Refleks hisap (+)

O KU:Menangis kuat, gerak k aktif, retraksi (+) , subcostal.N: 142x/mP : 44x/mS : 36.9oCBB 2225gr Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang(-), molase(-)Mata: CA (-/-), SI (+/+)Toraks:SN vesikuler, Rh-/-,Wh-/-S1-S2 reg, M(-), G(-) Retraksi (+) sedangAbdomen: Supel, BU (+) Ekstremitas: dbnKebutuhan cairan2.2x140= 308 cc/hari

KU: Menangis kuat/gerak aktif, retraksi (+) subcostalN: 128x/mP : 42x/mS : 36.7oCBB 2200 gr Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang(-), molase(-)Mata: CA (-/-), SI (+/+)Toraks: SN vesikuler, Rh-/-,Wh-/-S1-S2 reg, M(-), G(-) Retraksi (+) sedangAbdomen: Supel, BU (+) Ekstremitas: dbnKebutuhan cairan: 2.2 x 150 = 330 cc/hari

KU: Menangis kuat/gerak aktif, retraksi (-) subcostalN 130x/mRR 40x/mS 36.6oCBB 2240 gr Kepala:Mesosefali, UUB datar, tegang(-), molase(-)Mata: CA (-/-), SI (+/+)Toraks: SN vesikuler, Rh-/-,Wh-/-S1-S2 reg, M(-), G(-) Retraksi (+)ringanAbdomen: Supel, BU (+) Ekstremitas: dbnKebutuhan cairan : 2.2x150 =330cc/hari

A Neonatal atermDistress pernafasanhiperbilirubinemiaObs. neonatal infection

Neonatal atermDistress pernafasanHiperbilirubinemiaObs. Neonatal infection

Neonatal atermDistress pernafasanHiperbilirubinemiaObs. Neonatal infection

P O2 low flow

Terapi lanjut

O2 low flow

Terapi lanjut

Terapi lanjutFototerapi 1x24 jam

19

Page 20: Case 34333333333333 Gw

Diet asi 8x30cc

06 novemberHari perawatan ke-7

Saat di dahlia06.00

07november 2015Hari perawatan ke-8

Saat di dahlia06.00

S Demam (-)Kejang (-) Sesak (-)BAB (+)BAK (+)Pucat (-)Sianosis (-)Ikterik (-)Merintih (-)ASI (+)Refleks hisap (+)

Demam (-)Kejang (-) Sesak (+)BAB (+)BAK (+)Pucat (-)Sianosis (-)Ikterik (-)Merintih (-)ASI (+)Refleks hisap (+)

O KU:Menangis kuat, gerak k aktif, retraksi (-) , subcostal.N: 126x/mP : 44x/mS : 37.0oCBB 2270 gr Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang(-), molase(-)Mata: CA (-/-), SI (-/-)Toraks:SN vesikuler, Rh-/-,Wh-/-S1-S2 reg, M(-), G(-) Retraksi (+) sedangAbdomen: Supel, BU (+) Ekstremitas: dbnKebutuhan cairan2.2x150= 330 cc/hari

KU: Menangis kuat/gerak aktif, retraksi (-) subcostalN: 124x/mP : 44x/mS : 36.4oCBB 2285 gr Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang(-), molase(-)Mata: CA (-/-), SI (+/+)Toraks: SN vesikuler, Rh-/-,Wh-/-S1-S2 reg, M(-), G(-) Retraksi (+) sedangAbdomen: Supel, BU (+) Ekstremitas: dbnKebutuhan cairan: 2.2 x 150 = 330 cc/hari

A Neonatal atermDistress pernafasan

Neonatal atermDistress pernafasan

20

Page 21: Case 34333333333333 Gw

hiperbilirubinemiaObs. neonatal infection

HiperbilirubinemiaObs. Neonatal infection

P Terapi lanjut

Diet asi 8x10-20cc(sonde)

Fototerapi 24 jam

Acc pulang

21

Page 22: Case 34333333333333 Gw

ANALISIS KASUS

Pasien bayi perempuan usia 4hari, didiagnosis dengan Neonatus aterm, Bayi Berat

Lahir Cukup – Sesuai Masa Kehamilan, Distress pernapasan dan Hiperbilirubinemia.

Dasar diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Masalah Interpretasi

Anamnesis

- Pada anamnesis didapatkan bahwa

pasien lahir bugar, namun beberapa

jam kemudian pasien merintih dan

tampak sesak.

Distress pernapasan pada bayi ini dapat

disebabkan oleh faktor yang berasal dari

intrapulmoner, ekstrapulmoner ataupun

metabolik. Dari faktor intrapulmoner

dapat disebabkan oleh Transient

Tachypnea of Newborn, Hyalin

Membrane Disease, Aspiration

Syndrome, Agenesis paru, pneumonia

Bronkopneumonia. Dari faktor

ekstrapulmoner dapat disebabkan oleh

adanya anemia berat, Penyakit Jantung

Bawaan, kelainan SSP, hernia

diafragmatika. Dari faktor metabolik

dapat disebabkan oleh hipoglikemia,

hipotermi, Electrolyte Imbalance.

Distress pernapasan yang terjadi pada

kasus ini dicurigai karena Transient

Tachypnea of Newborn dimana terdapat

laju pernapasan yang cepat, bayi

merintih, napas cuping hidung, terjadi

beberapa saat setelah bayi lahir dan

merupakan self-limited disease dengan

prognosis yang baik serta resolusi dari

penyakit ini terjadi ±72 jam (pada kasus

22

Page 23: Case 34333333333333 Gw

ini hari ke-4 keluhan sudah membaik).

Pemeriksaan Fisik

- Pasien menangis tidak kuat

(merintih)

- Retraksi dinding dada

- Tachypnea

- Downe skor 5

- Sklera ikterik, kulit ikterik kramer 3

Dari pemeriksaan fisik didapatkan

pasien menangis tidak kuat (merintih)

disertai dengan retraksi dinding dada

dan laju napas yang cepat, menunjukan

adanya distress pernapasan yang

kemungkinan besar disebabkan oleh

Transient Tachypnea of Newborn.

Downe skor 5 menunjukkan adanya

gangguan pernapasan sedang.

Selain itu didapatkan juga kulit yang

ikterik kramer 3 menunjukan adanya

hiperbilirubinemia yang dapat

disebabkan oleh banyak faktor mulai

dari faktor produksi yang meningkat

(hemolisis sel darah merah, sepsis),

faktor transport yang rendah (penurunan

kada albumin), faktor ekskresi yang

menurun (defisiensi enzim hati,

hepatocellular cholestasis, obstructive

cholestasis).

Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)

Hasil laboratorium darah:

Bilirubin Total 12.03 mg/dl

Bilirubin Direk 2.98 mg/dl

Pada hasil laboratorium didapatkan

peningkatan kadar bilirubin total dan

direk, hal ini menunjukan adanya

penurunan ekskresi bilirubin direk

(cholestasis) yang dapat disebabkan

oleh sumbatan pada sistem biliaris.

23

Page 24: Case 34333333333333 Gw

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. DEFINISI

Ikterus (‘jaundice’) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah,

sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada

orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 µmol/L),

sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL ( >86µmol/L).

(Etika, Harianto, Indarso, & Damanik)

Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah

ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin.

Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non

patologis sehingga disebut ‘Excessive Physiological Jaundice’. Digolongkan sebagai

hiperbilirubinemia patologis (‘Non Physiological Jaundice’) apabila kadar serum

bilirubin terhadap usia neonatus > 95 % menurut Normogram Bhutani. (Etika, Harianto,

Indarso, & Damanik)

Kadar bilirubin terhadap usia neonatus

24

Page 25: Case 34333333333333 Gw

II.1.1. METABOLISME BILIRUBIN

Bilirubin adalah produk akhir katabolisme protoporfirin besi atau heme, yang

sebanyak 75% berasal dari hemoglobin dan 25% dari heme di hepar (enzim sitokrom,

katalase, dan heme bebas), mioglobin otot, serta eritropoiesis yang tidak efektif di sumsum

tulang. Metabolisme bilirubin terdiri dari tahapan (Martiza, 2012):

1. Transport bilirubin

2. Pengambilan bilirubin oleh sel hati

3. Konjugasi

4. Sekresi bilirubin terkonjugasi

5. Sirkulasi enterohepatik

Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan

bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel

hati dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terbentuk besi yang digunakan kembali

untuk pembentukan hemoglobin dan karbon monoksida (CO) yang dieksresikan ke dalam

paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin

reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air secara cepat akan diubah menjadi bilirubin

melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik

dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan

mengeksresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin (Abdurrahman,

2014)

Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme heme

haemoglobin dari eritrosit sirkulasi. 1 gram haemoglobin akan menghasilkan 34 mg

bilirubin dan sisanya 25% disebut early labelled bilirubin yang berasal dari pelepasan

heamoglobin karena eritropoiesis yang tidak efektif di dalam sumsum tulang, jaringan

yang mengandung protein heme (mioglobin, sitokrom, katalase, peroksidase), dan heme

bebas. Bayi baru lahir akan memproduksi 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang dewasa

sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan

masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa

(120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang meningkat dan juga

reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat melalui sirkulasi enterohepatik

(Abdurrahman, 2014).

25

Page 26: Case 34333333333333 Gw

Transportasi bilirubin

Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya

dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai

kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang

rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang berikatan dengan albumin

tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan bersifat non toksik. Selain itu, albumin juga

mempunyai afinitas tinggi terhadap obat-obatan bersifat asam seperti penisilin dan

sulfonamid. Obat-obatan tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk

bilirubin sehingga bersifat kompetitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan

albumin. Obat-obatan yang dapat melepaskan bilirubin dari albumin dengan cara

menurunkan afinitas albumin adalah digoksin, gentamisin, furosemid, dll.

Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu:

Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk

sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum

Bilirubin bebas

Bilirubin terkonjugasi (terutama monoglukoronida dan diglukoronida)

yaitu bilirubin yang siap diekskresikan melalui ginjal atau sistem bilier.

Bilirubin terkonjugasi yang terikat dengan albumin serum (δ-bilirubin)

Pada 2 minggu pertama kehidupan, δ-bilirubin tidak akan tampak.

Peningkatan kadar δ-bilirubin secara signifikan dapat ditemukan pada bayi

baru lahir normal yang lebih tua dan pada anak. Konsentrasinya meningkat

bermakna pada keadaan hiperbilirubinemia terkonjugasi persisten karena

berbagai kelainan pada hati.

Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit,

albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin ditransfer melalui sel

membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan

sitosolik lainnya. Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang masuk ke sirkulasi, dari

sintesis de novo, resirkulasi enterohepatik, perpindahan bilirubin antar jaringan,

pengambilan bilirubin oleh sel hati dan konjugasi bilirubin akan menentukan konsentrasi

bilirubin tak terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak normal.

26

Page 27: Case 34333333333333 Gw

Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin tak terkonjugasi akan

berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis. Penelitian menunjukkan hal ini

terjadi karena adanya defisiensi ligandin, tetapi hal itu tidak begitu penting dibandingkan

dengan defisiensi konjugasi bilirubin dalam menghambat transfer bilirubin dari darah ke

empedu selama 3-4 hari pertama kehidupan.

Konjugasi Bilirubin

Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut

dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronyl

transferase (UDPG-T). Katalisa oleh enzim ini akan mengubah formasi menjadi bilirubin

monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida.

Bilirubin ini kemudian dieksresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu

molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke dalam retikulum endoplasmik untuk

rekonjugasi berikutnya. Pada keadaan peningkatan beban bilirubin yang dihantarkan ke

hati akan terjadi retensi bilirubin tak terkonjugasi seperti halnya pada keadaan hemolisis

kronik yang berat pigmen yang tertahan adalah bilirubin monoglukoronida.

Ekskresi (Sekresi )Bilirubin dan Sirkulasi Enterohepatik

Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam

kandung empedu kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feses.

Proses ekskresinya sendiri merupakan proses yang memerlukan energi. Setelah berada di

usus halus, bilurubin terkonjugasi tidak langsung diresorbsi, kecuali jika dikonversikan

kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat

dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk

dikonjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.

Terdapat perbedaaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu pada mukosa

usus halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim β-glukoronidase yang dapat

mengidrolisia monoglukoronida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin yang tak

terkonjugasi yang selanjutnya dapat diabsorbsi kembali. Selain itu pada bayi baru lahir,

lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah menjadi

sterkobilin.

Bayi baru lahir mempunyasi konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang relatif

tinggi di dalam usus yang berasal dari produksi bilirubin yang meningkat, hidrolisis

27

Page 28: Case 34333333333333 Gw

bilirubin glukoronida yang berlebih dan konsentrasi bilirubin yang tinggi ditemukan di

dalam mekonium. Pada bayi baru lahir, kekurangan relatif flora bakteri untuk mengurangi

bilirubin menjadi urobilinogen lebih lanjut akan meningkatkan pool bilirubin usus

dibandingkan dengan anak yang lebih tua atau orang dewasa. Peningkatan hidrolisis

bilirubin konjugasi pada bayi baru lahir diperkuat oleh aktivitas β-glukoronidase mukosa

yang tinggi dan ekskresi monoglukoronida terkonjugasi. Pemberian substansi oral yang

tidak larut seperti agar atau arang aktif yang dapat mengikat bilirubin akan meningkatkan

kadar bilirubin tinja dan mengurangi kadar bilirubin serum, hal ini menggambarkan peran

kontribusi sirkulasi enterohepatik pada keadaan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada

bayi baru lahir (Abdurrahman, 2014).

II.1.2. IKTERUS NEONATORUM (NEONATAL JAUNDICE)

Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah

keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera

akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus lebih mengacu pada

28

Page 29: Case 34333333333333 Gw

gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih

mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.

Secara umum tidak ada bayi yang jaundice sejak lahir, walaupun jaundice akan

timbul segera setelahnya. Hal ini dikarenakan kemampuan plasenta untuk membersihkan

bilirubin dari sirkulasi fetus dalam beberapa hari berikutnya, hampir semua bayi

mengalami peningkatan bilirubin serum (>1,4 mg/dl). Dengan meningkatnya bilirubin

serum kulit menjadi jaundice dengan urutan sefalo-kaudal. Mula-mula ikterus tampak di

kepala dan bergerak ke arah kaudal ke telapak tangan dan telapak kaki. Hal ini ditentukan

oleh kramer yang menentuka kadar bilirubin indirek di dalam serum.

Kramer 1: kepala-leher = 4-8 mg/dl

Kramer 2: tubuh sebelah atas = 5-12 mg/dl

Kramer 3: tubuh sebelah bawah dan paha = 8-16 mg/dl

Kramer 4: lengan dan tungkai bawah = 11-18 mg/dl

Kramer 5: telapak tangan dan telapak kaki = > 15 mg/dl

Cara untuk melihat jaundice adalah dengan cara menekan kulit secara hati-hati dengan jari

dibawah penerangan yang cukup.

29

Page 30: Case 34333333333333 Gw

II.1.2.a. KLASIFIKASI

Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-

hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis tertentu

pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus,

masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar.

Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 – 3 dan mencapai puncaknya

pada hari ke 5 – 7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10 – 14. Kadar

bilirubin pun biasanya tidak > 10 mg/dL (171 µmol/L) pada bayi kurang bulan dan <

12 mg/dL (205 µmol/L) pada bayi cukup bulan. Masalah timbul apabila produksi

bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hepar menurun sehingga terjadi

akumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat

menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misalnya kerusakan sel otak yang

akan mengakibatkan gejala sisa dikemudian hari, bahkan terjadinya kematian. Karena

itu bayi ikterus sebaiknya baru dianggap fisiologis apabila telah dibuktikan bukan suatu

keadaan patologis. Berikut adalah perbedaan ikterus fisiologi dan ikterus patologis:

1. Ikterus fisiologis

Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang

bulan maupun cukup bulan selama minggu pertama kehidupan. Ikterus jenis ini

juga merupakan penyebab umum hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Keadaan

ini adalah diagnosis eksklusi yang dibuat setelah menyingkirkan kemungkinan

penyebab lain yang lebih serius, seperti hemolisis, infeksi, dan penyakit metabolik

(Marcdante, Kliegman, Jenson, & Behrman, 2014). Peningkatan kadar bilirubin

tidak terkonjugasi dalam sirkulasi bayi baru lahir disebabkan oleh kombinasi

peningkatan ketersediaan bilirubin dan penurunan clearance bilirubin

(Abdurrahman, 2014). Faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologis:

Dasar Penyebab

Peningkatan bilirubin yang tersedia

Peningkatan produksi bilirubin Peningkatan sel darah merah

Penurunan umur sel darah merah

Peningkatan early bilirubin

30

Page 31: Case 34333333333333 Gw

Peningkatan resirkulasi melalui

enterohepatik shunt

Peningkatan aktifitas β-glukoronidase

Tidak adanya flora bakteri

Pengeluaran mekonium yang terlambat

Penurunan bilirubin clearance

Penurunan clearance dari plasma

Penurunan metabolisme hepatik

Defisiensi protein karier

Penurunan aktifitas UDPGT

Adapun tanda-tandanya adalah (Marcdante, Kliegman, Jenson, & Behrman, 2014):

a) Timbul pada hari kedua dan ketiga

b) Kadar bilirubin indirek puncak tidak lebih dari 12 mg/dL pada hari ke-3

kehidupan.

c) Pada bayi prematur kadar bilirubin indirek puncak ini lebih tinggi yaitu 15

mg/dL dan lambat (hari kelima).

d) Kadar puncak bilirubin indirek selama periode ikterus fisiologis lebih tinggi

pada bayi yang mendapat ASI daripada susu formula (15 sampai 17 mg/dL vs

12 mg/dL). Kadar yang lebih tinggi ini mungkin terjadi karena kurangnya

asupan cairan pada bayi ASI .

e) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.

f) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.

g) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

h) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.

Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan bayi

dengan aspirasi mekonium atau pengeluaran mekonium lebih awal cenderung mempunyai

insiden yang rendah untuk terjadinya ikterus fisiologis. Pada bayi yang diberi minum susu

formula cenderung mengeluarkan bilirubin lebih banyak pada mekoniumnya selama 3 hari

pertama kehidupan jika dibandingkan dengan yang mendapat ASI. Bayi yang mendapat

ASI, kadar bilirubin cenderung lebih rendah pada yang defekasinya lebih sering. Bayi

yang terlambat mengeluarkan mekonium lebih sering terjadi ikterus fisiologis.

Pemberian ASI merupakan faktor yang berhubungan dengan neonatal jaundice.

Bayi-bayi yang mendapat ASI mempunyai kadar bilirubin serum yang lebih tinggi

dibandingkan bayi-bayi yang mendapat susu formula. Hal ini terjadi karena diduga

31

Page 32: Case 34333333333333 Gw

sirkulasi bilirubin enterohepatik dapat dipicu oleh glukoronidase atau zat lain dalam ASI

yang menyebabkan kadar lemak bebas yang dapat menghambat glukoroniltransferase

hepatik. Faktor lain yang berhubungan dengan jaundice pada bayi yang mendapat ASI

antara lain intake kalori, intake cairan, penurunan berat badan, keterlambatan pasase

mekonium, flora intestinal, dan hambatan bilirubin glukoronil transferase oleh suatu faktor

dalam susu yang tidak dapat diidentifikasi (Martiza, 2012).

Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu early

(berhubungan dengan breast feeding) dan late (berhubungan dengan ASI). Bentuk early

onset diyakini berhubungan dengan proses pemberian minum. Bentuk late onset diyakini

dipengaruhi oleh kandungan ASI ibu yang memperngaruhi proses konjugasi dan ekskresi.

Penyebab late onset tidak diketahui, tetapi telah dihubungkan dengan adanya faktor

spesifik dari ASI yaitu: 2α-20β-pregnanediol yang mempengaruhi aktivitas UDPGT atau

pelepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit; peningkatan aktifitas lipoprotein lipase yang

kemudian melepaskan asam lemak bebas ke dalam usus halus; penghambatan konjugasi

akibat peningkatan asam lemak unsaturated; atau β-glukorunidase atau adanya faktor lain

yang mungkin menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik.

2. Ikterus Patologis

Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar

bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-

tandanya sebagai berikut (Marcdante, Kliegman, Jenson, & Behrman, 2014):

a) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.

b) Kadar puncak bilirubin melebihi 13 mg/dL pada neonatus cukup bulan,

bilirubin direk lebih dari 1,5 mg/dL.

c) Peningkatan kadar bilirubin lebih dari 0,5 mg/dL/jam

d) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.

e) Hepatosplenomegali dan anemia

f) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

g) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia bisa disebabkan oleh proses fisiologis atau patologis atau

kombinasi keduanya. Resiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI,

32

Page 33: Case 34333333333333 Gw

bayi kurang bulan, dan bayi mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi

karena peningkatan produksi atau penurunan clearance bilirubin dan lebih sering terjadi

pada bayi immatur.

Bayi yang diberi ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibandingkan bayi

yang diberi susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor antara lain;

frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan/dehidrasi

Asupan cairan:

Kelaparan

Frekuensi menyusui

Kehilangan berat badan/dehidrasi

Hambatan ekskresi bilirubin hepatik

Pregnandiol

Lipase-free fatty acids

Unidentified inhibitor

Intestinal reabsorption of bilirubin

Pasase mekonium terlambat

Pembentukan urobilinoid bakteri

Beta-glukoronidase

Hidrolisis alkaline

Asam empedu

II.1.2.b. ETIOLOGI

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat

disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, penyebab ikterus neonatarum dapat

dibagi:

1. Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada

hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain,

defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

33

Page 34: Case 34333333333333 Gw

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat

untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan

infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-

Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan

penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

3. Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar.

Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,

sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin

indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

4. Gangguan dalam eksresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.

Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi

dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

Selain itu, neonatal beresiko untuk mengabsorbsi bilirubin intestinal karena

empedu neonatus mengandung kadar bilirubin monoglukoronida yang tinggi

sehingga lebih mudah dikonversikan menjadi bilirubin, juga mengandung sejumlah

glukoronidase dalam lumen intestinal yang menghidrolisis bilirubin terkonjugasi

menjadi bilirubin yang mudah diabsorpsi dari intestinal. Empedu neonatus kurang

mengandung flora intestinal untuk mengubah bilirubin terkonjugasi menjadi

urobilid dan mekonium. Keadaan-keadaan yang memperlama pasase mekonium

(penyakit Hirschprung, ileus mekonium, meconium pluge syndrome) berhubungan

dengan hiperbilirubinemia. Pasase dini mekonium berhubungan dengan kadar

bilirubin serum yang lebih rendah.

II.1.2.c. PATOFISIOLOGI

Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi dari

penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin.

Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah

dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme

34

Page 35: Case 34333333333333 Gw

sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk

menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam

air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma

terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh

dan melewati lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan

larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk).

Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem

empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus, bilirubin diuraikan oleh bakteri

kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan

diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur

enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini

umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi

sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai

senyawa larut air bersama urin. Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl.

Ikterus akan muncul pada dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru

lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl. Hiperbilirubinemia dapat disebabkan

oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya

atau disebabkan oleh kegagalan hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang

dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi

hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin

tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2-

2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning.

Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice (Etika, Harianto, Indarso, & Damanik).

II.1.2.d. PENCEGAHAN dan TATALAKSANA

Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum sesegera mungkin, sering

menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang kestabilan bakteri flora

normal, dan merangsang aktifitas usus halus.

Strategi Pencegahan hiperbilirubinemia:

1) Pencegahan primer

- Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari

beberapa hari pertama

- Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dextrose atau air pada bayi

35

Page 36: Case 34333333333333 Gw

yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi

2) Pencegahan sekunder

- Harus melakukan penilaian sistematis terhadap resiko kemungkinan terjadinya

hiperbilirubinemia berat selama periode neonatal

o Golongan darah : semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah

ABO dan rhesus

Bila golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif,

dilakukan pemeriksaan antibody direk (tes coombs), golongan

darah dan tipe Rh darah tali pusat bayi

Bila golongan darah ibu O, Rh positif terdapat pilihan untuk

dilakukan tes golongan darah dan tes Coombs atau tidak.

o Penilaian klinis : harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin

dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protokol bayi

secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus

3) Evaluasi laboratorium

- Pengukuran bilirubin dilakukan pada setiap bayi yang mengalami ikterus

dalam 24 jam pertama setelah lahir.

- Pengukuran bilirubin harus dilakukan jika tampak ikterus berlebihan

- Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai dengan umur bayi dalam

jam

4) Penyebab kuning

- Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus

dilakukan analisis dan kultur urin.

- Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3 minggu harus dilakukan

pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin konjugasi untuk

mengidentifikasi adanya kolestasis

- Bila kadar bilirubin direk atau konjugasi meningkat, dilakukan evaluasi

tambahan untuk mencari penyebab kolestasis

- Pemeriksaan terhadap kadar glucose-6-phosphatase dehydrogenase (G6PD)

direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat fototerapi.

36

Page 37: Case 34333333333333 Gw

5) Penilaian resiko sebelum bayi dipulangkan

- Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai terhadap resiko

berkembangnya hiperbilirubinemia berat berdasarkan kadar bilirubin atau

berdasarkan penilaian faktor klinis. Penilaian ini penting pada bayi yang

pulang sebelum umur 72 jam.

6) Kebijakan dan prosedur rumah sakit

- Harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orang tua saat keluar RS

- Semua bayi harus diperiksa oleh petugas beberapa hari setelah keluar RS :

Bayi keluar RS Harus dilihat saat umur

Sebelum umur 24 jam 72 jam

Antara umur 24 dan 47.9 jam 96 jam

Antara umur 48-72 jam 120 jam

- Untuk bayi yang dipulangkan sebelum 48 jam diperlukan 2 kunjungan yaitu

yang pertama antara 24-72 jam dan kedua antara 72-120 jam.

7) Pengelolaan bayi dengan ikterus

Pengelolaan bayi ikterus dini (early jaundice) yang mendapat ASI

1. Observasi semua feses awal bayi. Pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran jika feses tidak keluar

dalam 24 jam

2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui sering dengan waktu yang singkat lebih

efektif dibandingkan dengan menyusui lama dengan frekuensi jarang.

3. Tidak dianjurkan pemberian air, dextrosa atau formula pengganti

4. Observasi berat badan, BAK, dan BAB

5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan pemberian minum, rangsang pengeluaran produk

ASI dengan cara memompa, dan menggunakan fototerapi

6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas ASI, sehingga penghentian

menyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat

>20 mg/dL atau ibu memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.

Hiperbilirubinemia merupakan alasan paling sering bayi dibawa kembali ke rumah

37

Page 38: Case 34333333333333 Gw

sakit pada umur beberapa minggu. Langkah paling penting penanganan jaundice adalah

menentukan penyebabnya. Selain itu, tujuan utama dalam penatalakasannanya adalah

untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat

menimbulkan kernikterus. Jika fraksi bilirubin tak terkonjugasi meningkat, langkah-

langkah penangangan harus diambil adalah mencegah pemberian zat-zat pengikat albumin.

Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi

bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang

terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan (luminal).

Obat-obatan seperti sulfonamid dan seftriakson diketahui dapat menggeser bilirubin

sehingga potensial untuk menyebabkan bilirubin ensefalopati. Untuk itu pilihan terapi

untuk menurunkan kadar bilirubin tidak terkonjugasi antara lain foto terapi, exchange

transfusion, pemutusan sirkulasi enterohepatik dan induksi enzim (Martiza, 2012).

Penggunaan farmakoterapi

Digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia dengan merangsang induksi enzim-enzim

hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi penghancuran heme, atau untuk mengikat

bilirubin dalam usus halus sehingga reabsorpsi enterohepatik menurun, antara lain:

- Immunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bayi dengan Rh yang berat

dan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan

tindakan transfusi ganti.

- Fenobarbital memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktivitas dan

konsentrasi UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan

bilirubin. Namun secara umum tidak direkomendasikan digunakan setelah lahir.

- Metalloprotoporphyrin untuk mencegah hiperbilirubinemia. Zat ini analog sintesis

heme. Protoporphyrin terbukti efektif sebagai inhibitor kompetitif dari heme

oksigenase. Enzim ini dibutuhkan untuk katabolisme heme menjadi biliverdin.

Dengan zat ini heme dicegah dari katabolisme dan diekskresikan secarah utuh

dalam empedu.

Terapi Sinar (Fototerapi)

Fototerapi terdiri dari sinar radiasi bayi jaundice dengan lampu energi foton yang

akan merubah struktur molekul bilirubin. Pengaruh sinar terhadap ikterus telah

diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958. Banyak teori yang dikemukakan mengenai

38

Page 39: Case 34333333333333 Gw

pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar

menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang

berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang

merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih

mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer

dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus,

sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus

halus. Terapi sinar dilakukan pada semua penderita dengan kadar bilirubin indirek >12

mg/dL dan pada bayi-bayi dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus

pada hari pertama kelahiran. Secara umum fototerapi digunakan untuk mencegah agar

bilirubin tidak mencapai kadar yang memerlukan exchange transfusion. Pada

penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar dilakukan pula sebelum dan

sesudah transfusi dikerjakan.

Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu

neon yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang berventilasi. Agar

bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada

jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi

untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah

lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala.

Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area

sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke

arah bayi.

Pilihan lampu yang digunakan masih diperdebatkan. Sinar biru khusus

tampaknya lebih baik daripada sinar putih atau hijau. Saat ini tersedia fototerapi dengan

menggunakan woven fibrotic pads yang efektif (dibandingkan dengan foto

konvensional) dan aman.

Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat

seluas-luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-

ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua

mata ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin

dan hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar

bilirubin <10 mg/dL (<171 µmol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100

jam Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila

39

Page 40: Case 34333333333333 Gw

ditemukan efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan

antara lain : enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi

dan iritabilitas. Efek samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang

penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.

Komplikasi Foto terapi

Setiap cara pengobatan selalu akan disertai efek samping. Di dalam penggunaan

terapi sinar, penelitian yang dilakukan selama ini tidak memperlihatkan hal yang dapat

mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi, baik komplikasi segaera ataupun efek lanjut

yang terlihat selama ini ebrsifat sementara yang dapat dicegah atau ditanggulangi dengan

memperhatikan tata cara pengunaan terapi sinar yang telah dijelaskan diatas. Kelainan

yang mungkin timbul pada terapi sinar antara lain :

a) Peningkatan “insensible water loss” pada bayi : Hal ini terutama akan terlihat pada

bayi yang kurnag bulan. Kehilangan ini dapat meningkat 2-3 kali lebih besar dari

keadaan biasa. Untuk hal ini pemberian cairan pada penderita dengan terapi sinar

perlu diperhatikan dengan sebaiknya.

b) Frekuensi defekasi yang meningkat : Banyak teori yang menjelaskan keadaan ini,

antara lain karena meningkatnya peristaltik usus. Diare tersebut merupakan akibat

efek sekunder yang terjadi pada pembentukan enzim lactase karena meningkatnya

bilirubin indirek pada usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan

mengurangi timbulnya diare.

40

Page 41: Case 34333333333333 Gw

c) Timbulnya kelainan kulit yang sering disebut “flea bite rash” di daerah muka,

badan dan ekstremitas. Kelainan ini segera hilang setelah terapi dihentikan. Pada

beberapa bayi dilaporkan pula kemungkinan terjadinya bronze baby syndrome. Hal

ini terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi

sinar. Perubahan warna kulit yang bersifat sementara ini tidak mempengaruhi

proses tumbuh kembang bayi.

d) Gangguan retina : Kelainan retina ini hanya ditemukan pada binatang percobaan

Penelitain Dobson dkk 1975 tidak dapat membuktikan adanya perubahan fungsi

mata pada umumnya. Walaupin demikian penyelidikan selanjutnya masih

diteruskan.

e) Gangguan pertumbuhan : Pada binatang percobaan ditemukan gangguan

pertumbuhan. Lucey (1972) dan Drew dkk (10976) secara klinis tidak dapat

menemukan gangguan tumbuh kembang pada bayi yang mendapat terapi sinar.

Meskipun demikian hendaknya pemakaian terapi sinar dilakukan dengan indikasi

yang tepat selama waktu yang diperlukan.

f) Kenaikan suhu : Beberapa penderita yang mendapatkan terapi mungkin

memperlihatkan kenaikan suhu, Bila hal ini terjadi, terapi dapat terus dilanjutkan

dengan mematikan sebagian lampu yang dipergunakan.

g) Beberapa kelainan lain seperti gangguan minum, letargi, iritabilitas kadang-kadang

ditemukan pada penderita. Keadaan ini hanya bersifat sementara dan akan

menghilang dengan sendirinya.

h) Beberapa kelainan yang sampai saat ini masih belim diketahui secara pasti adalah

kelainan gonad, adanya hemolisis darah dan beberapa kelainan metabolisme lain.

Sampai saat ini tampaknya belum ditemukan efek lanjut terapi sinar pada bayi.

Komplikasi segera juga bersifat ringan dan tidak berarti dibandingkan dengan manfaat

penggunaannya. Mengingat hal ini, adalah wajar bila terapi sinar mempunyai tempat

tersendiri dalam penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.

Transfusi Tukar (Exchange Transfusion)

Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan cepat

bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti eritrosit

yang telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan hemolisis.

Indikasi exchange transfusion beragam dan dapat berhubungan dengan adanya

41

Page 42: Case 34333333333333 Gw

anemia maupun peningkatan kadar bilirubin serum dan walaupun transfusi tukar ini

sangat bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya yang mungkin timbul perlu di

perhatikan dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada indikasi Kriteria melakukan

transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin

terhadap albumin.

Yang dimaksud ada komplikasi apabila :

1. Nilai APGAR < 3 pada menit ke 5

2. PaO2 < 40 torr selama 1 jam

3. pH < 7,15 selama 1 jam

4. Suhu rektal ≤ 35 o C

5. Serum Albumin < 2,5 g/dL

6. Gejala neurologis yang memburuk terbukti

7. Terbukti sepsis atau terbukti meningitis

8. Anemia hemolitik

9. Berat bayi ≤ 1000 g

Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin

Usia

Terapi

sinar

Transfusi tukar

Bayi sehat Faktor Risiko* Bayi sehat Faktor Risiko*

mg/dL µmol/L mg/dL µmol/L mg/dL µmol/L mg/dL µmol/L

Hari 1 Setiap ikterus yang terlihat 1

5

260 13 220

Hari 2 15 260 13 220 2

5

425 15 260

Hari 3 18 310 16 270 3

0

510 20 340

Hari 4 dst 20 340 17 290 3

0

510 20 340

(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on

Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or

more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294)

42

Page 43: Case 34333333333333 Gw

Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang

akan diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila

hiperbilirubinemia yang terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah

ABO, darah yang dipakai adalah darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain

yang tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah yang

bergolongan sama dengan bayi. Bila keadaan ini tidak memungkinkan, dapat dipakai

darah golongan O yang kompatibel dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada,

maka dapat dimintakan darah O dengan titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah

darah yang dipakai untuk transfusi tukar berkisar antara 140-180 cc/kgBB.

Macam Transfusi Tukar:

1. ‘Double Volume’ artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat

mengganti kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 % mengganti Hb

bayi.

2. ‘Iso Volume’ artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat

mengganti 65% Hb bayi.

3. ‘Partial Exchange’ artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus

polisitemia atau darah pada anemia.

Volume Darah pada Transfusi Tukar

* Volume darah bayi cukup bulan 85 cc / kg BB

* Volume darah bayi kurang bulan 100 cc /kg BB

(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia.

Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation.

Pediatrics 2004; 114 : 294)

43

Page 44: Case 34333333333333 Gw

Dalam melaksanakan transfusi tukar tempat dan peralatan yang diperlukan harus

dipersiapkan dengan teliti. Sebaiknya transfusi dilakukan di ruangan yang aseptik yang

dilengkapi peralatan yang dapat memantau tanda vital bayi disertai dengan alat yang

dapat mengatur suhu lingkungan. Perlu diperhatikan pula kemungkinan terjadinya

komplikasi transfusi tukar seperti asidosis, bradikardia, aritmia, ataupun henti jantung.

Untuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berat dimana fasilitas sarana dan tenaga

tidak memungkinkan dilakukan terapi sinar atau transfusi tukar, penderita dapat dirujuk

ke pusat rujukan neonatal setelah kondisi bayi stabil (‘transportable’) dengan

memperhatikan syarat- syarat rujukan bayi baru lahir risiko tinggi.

Pemutusan Sirkulasi Enterohepatik

Adapun pendekatan farmakologis untuk mencegah dan mengobati

hiperbilirubinemia neonatal, sirkulasi enterohepatik dapat diinterupsi dengan pemberian

parenteral. Zat-zat yang dapat mengikat bilirubin dalam intestinum mencegah resorbsi

zat-zat ini antara lain adalah agar, kolestiramin, charcoal aktif, dan kalsium fosfat.

Mungkin akan meningkatkan peristaltik usus sebagai suatu upaya untuk mempersingkat

waktu absorbsi bilirubin. Pemberian makanan yang sering dan stimulasi rektal

berhubungan dengan penurunan kadar bilirubin serum. Pemberian bilirubin oksidase

parenteral, suatu enzim yang memecah bilirubin menjadi biliverdin, diperol dan produk

lainnya, merupakan cara lain untuk menghambat sirkulasi enterohepatik, yang sampai

saat ini masih diuji coba (Martiza, 2012).

Induksi Enzim

Aktivitas BUGT hepatik neonatal masih rendah, tidaklah mengherankan bahwa

induksi BUGT hepatik menyebabkan penurunan kadar bilirubin. Induksi semacam ini

pada neonatus dapat dilakukan dengan pemberian fenobarbital atau difenilhidantoin pada

ibu sebelum melahirkan, bahkan bayi dengan berat badan lahir rendah (<2000 gram)

memberikan respons terhadap terapi fenobarbital in utero dengan peningkatan kadar

bilirubin terkonjugasi serum dan penurunan kebutuhan fototerapi (Martiza, 2012).

Optimalisasi pemberian ASI pada periode perinatal adalah penting, jika kadar

bilirubin meningkat, dianjurkan untuk mendukung ibu agar lebih sering menyusui dengan

interval 2 jam dan tidak memberikan makanan tambahan atau setidaknya 8-10x per 24

44

Page 45: Case 34333333333333 Gw

jam. Ada hubungan yang jelas antara frekuensi menyusui dengan penurunan insidensi

hiperbilirubinemia. Pemberian yang sering mungkin tidak akan meningkatkan intake

tetapi akan meningkatkan peristaltik dan frekuensi BAB sehingga meningkatkan ekskresi

bilirubin. Pemberian ASI dalam 24 jam pertama berhubungan nyata dengan frekuensi

pasase mekonium.

45

Page 46: Case 34333333333333 Gw

46

Page 47: Case 34333333333333 Gw

47

Page 48: Case 34333333333333 Gw

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdurrahman, S. (2014). Hiperbilirubinemia. Dalam A. Y. M. Sholeh Kosim, Buku

Ajar Neonatologi (hal. 147-169). Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

2. Etika, R., Harianto, A., Indarso, F., & Damanik, S. M. (t.thn.).

HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS (HYPERBILIRUBINEMIA IN

NEONATE). Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr.

Soetomo - Surabaya , 1-14.

3. (2014). Anemia dan Hiperbilirubinemia. Dalam K. J. Marcdante, R. M. Kliegman, H.

B. Jenson, & R. E. Behrman, Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial (Indonesian

Edition) (hal. 274-277). Elsevier.

4. Martiza, I. (2012). Ikterus. Dalam M. Juffrie, S. S. Soenarto, H. Oswari, S. Arief, I.

Rosalina, & N. S. Mulyani, Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi (hal. 263-284).

Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

5. American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia.

Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of

gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294

48