case demensia

30
BAB I TINJAUAN PUSTAKA Definisi Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif. Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai gangguan kesadaran. Demensia adalah Sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik / progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple) yaitu ; daya ingat , daya fikir , daya orientasi , daya pemahaman , berhitung , kemampuan belajar, berbahasa , kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut , Biasanya disertai hendaya fungsi kognitif , dan ada kalanya diawali oleh kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak. Epidemiologi Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65 tahun

Upload: ramaraajenarumugam

Post on 22-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

case

TRANSCRIPT

Page 1: Case Demensia

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah

mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak

organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk

gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran

konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif. Demensia merupakan

kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai gangguan kesadaran.

Demensia adalah Sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik / progresif

serta terdapat gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple) yaitu ; daya ingat , daya fikir ,

daya orientasi , daya pemahaman , berhitung , kemampuan belajar, berbahasa , kemampuan

menilai. Kesadaran tidak berkabut , Biasanya disertai hendaya fungsi kognitif , dan ada

kalanya diawali oleh kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial

atau motivasi sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular, dan

pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak.

Epidemiologi

Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi

demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas

65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada

kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen. Dari seluruh

pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita jenis demensia

yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimer’sdiseases).

Prevalensi demensia tipe Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang

yang berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita.

Pada usia 90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe

Alzheimer membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah (nursing home bed). Jenis

demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang secara

kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi merupakan faktor predisposisi

bagi seseorang untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen

dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang

Page 2: Case Demensia

berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10

hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut.

Penyebab demensia paling sering lainnya, masing-masing mencerminkan 1 hingga 5

persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan alkohol, dan

berbagai jenis demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan, misalnya penyakit

Huntington dan penyakit Parkinson. Karena demensia adalah suatu sindrom yang umum, dan

mempunyai banyak penyebab, dokter harus melakukan pemeriksaan klinis dengan cermat

pada seorang pasien dengan demensia untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien

tertentu.

Etiologi

Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun

adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya.

Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia jisim Lewy

(Lewy body dementia), penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal,

demensia alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV)

atau sifilis) dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan

penatalaksanaan klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan

metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau

defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat depresi.

Klasifikasi

Demensia dapat dibagi menjadi demensia yang reversibel dan ireversibel yaitu :

Reversibel :

- Alkoholisme

- Gangguan pasikiatri

- Normal pressure Hydrocephalus

- Demensia Vaskular

Ireversibel :

-Demensia Alzheimer

-Pick’s Disease

- -Parkinson’s Disease Dementia1

Page 3: Case Demensia

a. Demensia tipe Alzheimer

Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya

diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang wanita

berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia progresif selama 4,5 tahun. Diagnosis akhir

Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; meskipun demikian,

demensia Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab

demensia lain telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.

Gambar 1. Perbandingan otak normal dengan penderita alzheimer

b. Penyakit pick

Penyakit Pick ditandai atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal.

Daerah tersebut mengalami kehilangan neuronal, gliosis dan adanya badan Pick

neuronal, yang merupakan massa elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada

beberapa spesimen postmortem tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab dari

penyakit Pick tidak diketahui. Penyakit Pick berjumlah kira-kira 5% dari semua

demensia ireversibel. Penyakit ini paling sering pada laki-laki, khususnya yang memiliki

keluarga derajat pertama dengan penyakit ini. Penyakit Pick sukar dibedakan dengan

demensia Alzheimer. Walaupun stadium awal penyakit lebih sering ditandai oleh

perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relatif bertahan.

Gambaran sindrom Kluver-Bucy (contohnya: hiperseksualitas, flaksiditas, hiperoralitas)

lebih sering ditemukan pada penyakit Pick daripada pada penyakit Alzheimer.

c. Penyakit parkinson

Sebagaimana pada penyakit Huntington, Parkinsonisme merupakan penyakit pada

ganglia basalis yang biasanya dikaitkan dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20

Page 4: Case Demensia

hingga 30 persen pasien dengan penyakit Parkinson mengalami gangguan kemampuan

kognitif. Gerakan lambat pada pasien dengan penyakit Parkinson sejajar dengan

perlambatan berpikir pada beberapa pasien, suatu gambaran yang sering disebut oleh

para klinis sebagai bradifrenia.

d. Demensia vaskuler

Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang menimbulkan

gejala berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki, khususnya dengan riwayat

hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai

pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark dan

menghasilkan lesi parenkhim multipel yang menyebar luas pada otak. Penyebab infark

berupa oklusi pembuluh darah oleh plaq arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat

lain( misalnya katup jantung). Pada pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil

funduskopi yang tidak normal atau pembesaran jantung.

Patofisiologi

Penelitian akhir-akhir ini juga membuktikan adanya hubungan antara suatu faktor

genetik apolipoprotein E4 dengan kerusakan vaskuler dan juga penyakit serebrovaskuler.

DeCarli et. al menemukan bahwa peningkatan ApoE4 pada pasien-pasien kardiovaskuler dan

juga pada pasien-pasien stroke. ApoE4 akan menyebabkan perubahan level kolesterol serum

dan LDL. ApoE4 ini juga memainkan peran dalam pembentukan arterosklerosis7. ApoE4

akan membantu hemostasis dari kolesterol, dan ini merupakan komponen dari kilomikron,

VLDL, dan produk degradasi mereka. Beberapa reseptor di hati mengenali ApoE, termasuk

reseptor LDL, Reseptor LDL yang terikat protein , dan reseptor VLDL8. Penelitian yang

dilakukan oleh DeLeewu et. al menyimpulkan bahwa pasien dengan ApoE4 adalah beresiko

tinggi terhadap lesi di substansia alba apabila ia juga menderita hipertensi9. Dalam penelitian

terbaru yang dilakukan Kokobu et al, melaporkan adanya hubungan antara ApoE4 dengan

perdarahan subarachnoid. Hal ini membuat dugaan bahwa ApoE4 memainkan peran dalam

respon terhadap trauma sistem saraf pusat 3,4.

Patologi dari penyakit vaskuler dan perubahan-perubahan kognisi telah diteliti.

Berbagai perubahan makroskopik dan mikroskopik diobservasi. Beberapa penelitian telah

berhasil menunjukkan lokasi dari kecenderungan lesi patologis, yaitu bilateral dan melibatkan

Page 5: Case Demensia

pembuluh-pembuluh darah besar ( arteri serebri anterior dan arteri serebri posterior).

Penelitian-penelitian lain mendemonstrasikan keberadaan lakuna-lakuna di otak misalnya di

bagian anterolateral dan medial thalamus, yang dihubungkan dengan defisit neuropsikologi

yang berat. Beberapa lokasi strategis termasuk substansia alba bagian frontal atau basal dari

forebrain, basal ganglia, genu dari kapsula interna hippocampus, mamillary bodies, otak

tengah dan pons.Pada analisis mikroskopik perubahan - perubahan tipe Alzheimer

(neurofibrillary tangles dan plak senile) didapatkan juga sehingga akan merumitkan

gambaran. Istilah demensia campuran digunakan ketika baik perubahan vaskuler dan

degenerasi memberikan kontribusi pada penurunan kognisi3.

Mekanisme patoisiologi dimana patologi vaskuler menyebabkan kerusakan kognisi

adalah belum jelas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam kenyataannya beberapa patologi

vaskuler yang berbeda dapat menyebabkan kerusakan kognisi, termasuk trombosis otak

emboli jantung, dan perdarahan.Peran dari abnormalitas substansia alba sebagai penyebab

disfungsi kognisi telah diketahui. Suatu penelitian terbaru tentang patologi substansia alba

pada 40 kasus dengan demensia vaskuler menunjukkan adanya :

1. Patologi fokal meliputi daerah infark luas dan sempit pada substansia alba

2. Patologi difus substansia alba yang melibatkan rarefaction perifokal yang dikelilingi infark

dan substansia alba tanpa infark3.

Faktor resiko

Faktor-faktor resiko telah diteliti oleh beberapa ilmuwan dalam 4 tahun terakhir ini.

Mereka membagi faktor-faktor resiko itu dalam 4 kategori :

1. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan etnis( Asia, Africo-

American ), jenis kelamin ( pria), pendidikan yang rendah, daerah rural.

2. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok cigaret, penyakit

jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause tanpa terapi penggantian

estrogen, dan gambaran EKG yang abnomal.

3. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan pada hemostatis,

konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres psikologik, paparan zat yang

berhubungan dengan pekerjaan ( pestisida, herbisida, plastik), sosial ekonomi.

4. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya adalah volume

kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark4.

Page 6: Case Demensia

Jenis kelamin merupakan faktor yang masih kontroversial, dan beberapa penelitian

menemukan bahwa tidak ada perbedaaan dalam jenis kelamin. Semuanya dapat terkena

dalam perbandingan yang sama.Genetik juga merupakan faktor yang berpengaruh.

Arteriopati cerebral autosomal dominan dengan infark subkortikal dan leukoencepalopati

(CADASIL) adalah suatu penyakit genetik yang melibatkan mutasi Notch 3, menyebabkan

infark subkortikal dan demensia pada 90 % pasien yang terkena yang akhirnya meninggal

dengan kondisi ini.Riwayat dari stroke terdahulu adalah faktor resiko yang penting pada

demensia vaskuler. Tidak hanya berhubungan dengan luas dan jumlah infark, tetapi juga

lokasi dan bahkan lesi tunggal yang strategis sudah dapat menyebabkan demensia3.

Depresi merupakan suatu sindroma premonitor untuk VaD pada pasien-pasien stroke,

dan juga merupakan suatu penanda yang penting bagi kerusakan pada otak. Hubungan antara

VaD dan alel 4 dari APOE telah diteliti pada beberapa penelitian, dan ditemukan bahwa

adanya alel ini bukan hanya merupakan suatu penanda spesifik bagi Alzheimer Disease, tapi

juga dihubungkan dengan proses perbaikan pada sistem saraf. Frison et. al menghipotesiskan

bahwa APOE memainkan peran pada metabolisme otak normal, dan terdapatnya alel €4

dalam jumlah besar menandakan adanya kerusakan pada otak baik degeneratif atau vaskuler.

Bagaimanapun juga, semenjak diagnosis VaD ditetapkan dengan menggunakan kriteria

NINDS-AIREN, maka konkurensi dengan Alzheimer Disease adalah mungkin dan

menjelaskan hubungan dengan APOE24.

Resiko yang berhubungan dengan paparan pestisida dan pupuk telah dikonfirmasikan

pada berbagai penelitian terdahulu, dan menjelaskan hubungan dengan daerah rural.

Tingginya insidensi VaD di daerah rural juga dilaporkan Liu et.al, dan. hubungan antara zat

ini juga terdapat pada Alzheimer Disease dan Parkinson4.

Demensia Vaskuler (VaD) merupakan suatu kelompok kondisi heterogen yang

meliputi semua sindroma demensia akibat iskemik, perdarahan, anoksik atau hipoksik otak

dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai paling berat dan meliputi semua

domain, tidak harus dengan gangguan memori yang menonjol6

.Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu :

Page 7: Case Demensia

1. VaD paska stroke yang mencakup demensia infark strategis, demensia multi-infark, dan

stroke perdarahan. Biasanya mempunyai korelasi waktu yang jelas antara stroke dengan

terjadinya demensia.

2. VaD subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger dengan kejadian

TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun memiliki faktor resiko vaskuler.

3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler dalam kombinasi

dengan demensia Alzheimer (AD).

Sedangkan pembagian VaD secara klinis adalah sebagai berikut :

1. VaD pasca stroke

Demensia infark strategis : lesi di girus angularis, thalamus, basal forebrain, teritori arteri

serebri posterior, dan arteri serebri anterior.

Multiple Infark Dementia (MID)

Perdarahan intraserebral

2. VaD subkortikal

-Lesi iskemik substansia alba

-Infark lakuner subkortikal

-Infark non-lakuner subkortikal

3. VaD tipe campuran Alzheimer Disease dan Cerebrovascular Disease.

Diagnosis

Kriteria diagnosis yang digunakan saat ini adalah NINDS-AIREN( National Institute

of Neurological Disorders and Stroke, and L’Association Internationale pour la Recherche et

L’Enseignmement en Neurosciences ).1. Diagnosis klinis probable VaD meliputi semua hal

dibawah ini :a) Demensia b) Penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan adanya

defisit neurologik fokal pada pemeriksaan fisik seperti hemiparese, kelumpuhan otot wajah

bawah, refleks Babinski, defisit sensorik, hemianopsia, disartria, dll. Yang konsisten dengan

stroke ( dengan atau tanpa riwayat stroke ), dan bukti yang relevan adanya CVD dengan

pemeriksaan pencitraan otak (CT-scan atau MRI) meliputi stroke multipel pembuluh darah

besar atau infark tunggal tempat strategis ( girus angularis, talamus, basal forebrain, teritori

arteri serebri posterio dan anterior ), atau infark lakuner multipel di basal ganglia dan

substantia alba atau lesi substantia alba periventrikuler luas atau kombinasi dari kelainan-

kelainan di atas.c) Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas dengan satu atau lebih

Page 8: Case Demensia

keadaan dibawah ini : Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke.-

Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisit kognisi yang progresif..

2. Kriteria diagnosis probable VaD subkortikal :

A. Sindroma kognisi yang meliputi kedua-duanya :

• Sindroma disexecution : gangguan formulasi tujuan, inisiasi, perencanaan,

pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting, mempertahankan kegiatan dan abstraksi.

• Deteriorasi fungsi memori yang menyebabkan gangguan fungsi okupasi dan sosial yang

tidak disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke.

B. CVD :

• CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging

• Adanya riwayat defisit neurologis sebagai bagian dari CVD : hemiparese, parese otot wajah,

refleks Babinski positif, gangguan sensorik, disartri, gangguan berjalan, gangguan

ekstrapiramidal yang berhubungan dengan lesi subkortikal otak6.

Gambaran Klinis

Sesuai dengan NINDS-AIREN maka didapatkan gambaran klinis VaD sebagai

berikut :A. Gambaran klinis yang konsisten dengan diagnosis probable VaD :

1. Gangguan berjalan ( langkah-langkah kecil, atau marche a petit-pas, magnetic, apraxic-

ataxic atau parkinson gait )

2. Riwayat miksi dini dan keluhan kemih yang bukan disebabkan oleh kelainan urologi.

Perubahan kepribadian dan suasana hati, abulia dan depresi. Inkontinesia emosi, gejala defisit

subkortikal meliputi retardasi psikomotor dan gangguan fungsi eksekusi3.

B. Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosis VaD

:1. Defisit memori pada tahap dini, perburukan fungsi memori dan gangguan kognisi lain

seperti bahasa (ataxia transkortikal sensorik ), ketrampilan motorik (apraksia) dan persepsi

( agnosia) tanpa adanya lesi yang sesuai pada pencitraan otak.

2. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi. Tidak ditemukan

lesi pada CT-scan atau MRI kepala5.

C. Gambaran klinis yang menyokong diagnosis VaD subkortikal :

1. Episode gangguan lesi upper motor neuron ( UMN) ringan seperti kelumpuhan ringan,

refleks asimetri, dan inkoordinasi.

Page 9: Case Demensia

2. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia.

3. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh, tanpa sebab

4. Urgensi miksi yang dini yang tidak disebabkan oleh kelainan urologi

5. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal

6. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian, emosi labil, dan

retardasi psikomotor.

D. Gambaran yang tidak menyokong diagnosis VaD subkortikal

1. Awitan dini gangguan memori yang progresif memburuk dan gangguan kognisi lain seperti

disfasia, dispraksi, dan agnosia.

2. Tidak ditemukan lesi fokal yang berhubungan pada pencitraan

3. Tidak ditemukannya relevansi lesi serebral pada CT-scan atau MRI1.7.

PemeriksaanPemeriksaan VaD secara umum antara :

A. Riwayat medis meliputi

1. Riwayat medik umum. Wawancara meliputi gangguan medik yang dapat menyebabkan

demensia seperti penyakit jantung koroner, gangguan katup jantung, penyakit jantung

kolagen, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, arteriosklerosis perifer, hipotiroidisme.,

neoplasma, infeksi kronik ( sifilis, AIDS )

2. Riwayat Neurologi umum. Wawancara riwayat neurologi seperti riwayat stroke, TIA,

trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor

atau hidrosefalus. Gejala penyerta demensia seperti gangguan motorik sensorik, gangguan

berjalan, koordinasi dan gangguan keseimbangan yang mendadak pada fase awal

menandakan defisit neurologik fokal yang mengarah pada VaD.

3. Riwayat Neurobehaviour. Informasi dari keluarga mengenai penurunan fuingsi kognisi,

kemampuan intelektual dalama aktivitas sehari-hari dan perubahan tingkah laku adalah

sangat penting dalam diagnosis demensia.

4. Riwayat psikiatrik. Riwayat psikiatrik penting untuk menentukan apakah pasien

mengalami depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi, halusinasi,

pikiran paranoid, dan apakah gangguan ini terjadi sebelum atau sesudah awitan demensia.

5. Riwayat keracunan, nutrisi, obat-obatan. Keracunan logam berat, pestisida, lem dan pupuk,

defisiensi nutrisi , pemakaian alkohol kronik dapat menyebabkan demensia walaupun tidak

spesifik untuk VaD. Pemakaian obat-obatan antidepresan, antikolinergik dan herbal juga

dapat mengganggu fungsi kognisi.

Page 10: Case Demensia

6. Riwayat keluarga. Pemeriksa harus menggali semua insidensi demensia pada keluarga.

B. Pemeriksaan obyektif meliputi :

1. Pemeriksaan fisik umum. Meliputi observasi penampilan, tanda-tanda vital,

arteriosklerosis, faktor resiko vaskuler.

2. Pemeriksaan neurologis. Gangguuan berjalan, gangguan kekuatan, tonus atau kontrol

motorik, gangguan sensorik dan lapangan visual gangguan saraf otak, gangguan

keseimbangan dan gangguan refleks.

3. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan kognisi status mental meliputi memori, orientasi,

bahasa, fungsi kortikal, terkait dengan berhitung, menulis, praksis, gnosis, visuospasial, dan

visuopersepsi.

4. Pemeriksaan aktivitas fungsional. Merupakan pemeriksaan performa nyata penderita dalam

aktivitas kehidupan sehari-hari saat premorbid atau saat ini.

5. Pemeriksaan psikiatrik. Pemeriksaan ini untuk menentukan kondisi mental penyandang

demensia, apakah ia menderita gangguan depresi, delirium, cemas atau mengalami gejala

psikotik8.

Manajemen Terapi

A. Terapi farmakologik.

Penderita dengan faktor resiko penyakit serebrovaskuler misalnya hipertensi, diabetes

melitus, penyakit jantung, arterosklerosis, arteriosklerosis, dislipidemia dan merokok, harus

mengontrol penyakitnya dengan baik dan memperbaiki gaya hidup. Kontrol teratur terhadap

penyakit primer dapat memperbaiki fungsi kognisinya. Terapi simptomatik pada demensia

vaskuler kolinergik sehinggaadalah pemberian kolinesterase inhibitor karena terjadi

penurunan neurotransmiter. Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan obat golongan ini

dapat menstabilkan fiungsi kognisi dan memperbaiki aktivitas harian pada penderita

demensia vaskuler ringan dan sedang. Efek samping kolinergik yang perlu diperhatikan

adalah mual, muntah, diare, bradikardi dan gangguan konduksi supraventrikuler. Terapi non-

farmakologis bertujuan untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang masih

ada.

Page 11: Case Demensia

Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi terhadap pasien sendiri,

pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan penyakit dan sarana yang tersedia.

Intervensi terhadap pasien meliputi :

1. Perilaku hidup sehat

2. Terapi rehabilitasi, dilakukan orientasi realitas, stimulasi kognisi, reminiscent, gerak dan

latih otak serta olahraga lain, edukasi, konseling, terapi musik, terapi wicara dan okupasi.

3. Intervensi lingkungan, dilakukan melalui tata ruang, fasilitasi aktivitas, penyediaan fasilitas

perawatan, day care center, nursing home.

Gangguan mood dan perilaku yang ditemukan pada pasien demensia vaskuler dapat

bervariasi sesuai dengan lokasi fungsi otak yang rusak. Gejala yang sering muncul adalah

depresi, agitasi, halusinasi, delusi, ansietas, perilaku kekerasan, kesulitan tidur dan wandering

( berjalan ke sana kemari). Sebelum memulai terapi farmakologis, terapi non-farmakologis

harus dilakukan dulu untuk mengontrol gangguan ini namun dalam prakteknya sering

diperlukan kombinasi kedua metode terapi ini. Penting untuk selalu menganalisa dengan

seksama setiap gejala yang timbul, adakah hubungan gejala perilaku atau psikiatrik dengan

kondisi fisik (nyeri), situasi (ramai, dipaksa, dll) atau semata-mata akibat penyakitnya. Pasien

demensia vaskuler dengan depresi memperlihatkan gangguan fungsional yang labih berat

dibanding pasien demensia Alzheimer tanpa depresi. Obat antidepresan dapat memperbaiki

gejala depresi, mengurangi disabilitas tetapi tidak memperbaiki gangguan kognisi.

Penanganan non-farmakologis;

1. Memberi dorongan aktivitas.

2.Menghindari tugas yang kompleks.

3.Bersosialisasi untuk mengurangi depresi.

4.Konseling dengan psikiater.

Manajemen terapi farmakologis :

1.Semua antidepresan mampunyai efektivitas yang sama dan onset of action dalam jangka

waktu tertentu ( sekitar 2 minggu ) dalam terapi depresi.

2.Pemilihan obat yang tepat berdasarkan riwayat respon obat sebelumnya, efek samping obat

dan interaksi obat .

3. Antidepresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara lain

Page 12: Case Demensia

a. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors ( SSRI ).golongan ini mempunyai

tolerabilitas tinggi pada pasien lansia karena tanpa efek antikolinergik dan kardiotoksik, efek

hipotensi ortostatik yang minimal

b. Golongan Reversible MAO-A Inhibitor (RIMA)

c.Golongan trisiklik. Tidak dianjurkan untuk lanjut usia karena efek sampingnya.Ansietas

dan agitasi.Sebagian pasien demensia vaskuler dapat hipersensitif terhadap peristiwa

sekitarnya.

Manajemen terapi non-farmakologi:

1.Usahakan lingkungan rumah yang tenang dan stabil.

2.Tanggapi pasien dengan sabar dan penuh kasih

3.Buatlah aktivitas konstruktif untuk penyaluran gelisahnya.

4.Hindari minuman berkafein untuk membantu mengurangi gejala cemas dan gelisah.

Manajemen terapi farmakologis:

1. Ansiolitik terutama bezodiazepin berguna terutama untuk terapi jangka pendek ansietas

yang tidak terlalu berat atau agitasi.

2. Neuroleptik diindikasikan pada agitasi yang berat, sama sekali tidak dapat tidur,

kegelisahan yang hebat, halusinasi atau delusi.

3. Antidepresan terutama SSRI dan trazadone juga efektif untuk mengobati agitasi.

Page 13: Case Demensia

BAB 2

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Jenis Kelamin : perempuan

Umur : 70 tahun

Alamat : Simpang Rumbio, Solok

Pekerjaan : tidak bekerja

No.rekam medis : 834475

Tanggal masuk : 24 Desember 2013

ANAMNESIS

Seorang pasien wanita umur 70 tahun, datang ke poliklinik saraf RSUD Solok pada

tanggal 18 Desember 2013 dengan :

Keluhan Utama : mudah pelupa sejak 3 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

mudah pelupa sejak 3 bulan yang lalu, awalnya pasien lupa tangga dan hari,

kemudian kesulitan mengingat orang yang baru dikenal maupun teman yang

sudah lama dikenal dan sering mengulang pertanyaan yang sama dan

pekerjaan yang sudah dilakukan. Pasien tidak betah di rumah dan sering

bepergian tanpa tujuan yang jelas. Kemudian pasien kadang-kadang tersesat di

jalan yang sering dilalui. Pasien juga cenderung mudah marah, tersinggung,

cemas. Kehidupan sehari-hari dan sosial juga terganggu. Tidak ada riwayat

trauma maupun pemakaian obat-obatan sebelum kejadian ini.

Pasien mengalami kesulitan berbicara namun pasien mengerti pembicaraan

orang lain sejak 4 bulan yang lalu, sekarang sudah berangsur pulih

Riwayat Penyakit Dahulu :

Page 14: Case Demensia

Pasien dirawat dengan stroke sejak 4 bulan yang lalu, dirawat selama 15 hari dengan

lemah anggoota gerak kanan secara tiba-tiba tetapi masih sadar. Selain itu diketahui

pasien menderita hipertensi. Pasien pulang dan dianjurkan untuk fisioterapi.

Riwayat hipertensi diketahui sejak 4 bulan yang lalu, sebelumnya tidak diketahui.

Kontrol teratur.

Riwayat diabetes melitus, jantung disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Kakak pasien menderita hipertensi dan stroke.

Riwayat Sosial Ekonomi dan Kebiasaan

Pasien tidak bekerja.

Aktifitas fisik kurang

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan umum : Sedang Frekuensi nadi : 88 x/menit

Kesadaran : CMC Frekuensi nafas : 20 x/menit

GCS : 15 (E4,M6,V5) Suhu : 36,5o C

Tekanan darah : 160/100 mmHg Status gizi : sedang

Tinggi badan : 160 cm Berat badan : 50 Kg

Status Internus :

Rambut : dalam batas normal

Kulit dan kuku : tidak ada kelainan

Kelenjer getah bening : tidak membesar

Thorak : paru dan jantung dalam batas normal

Abdomen : tidak ada kelainan

Corpus Vertebralis : deformitas (-)

Genitalia : tidak diperiksa

Page 15: Case Demensia

Status Neurologis :

1. Tanda rangsangan meningeal

Kaku kuduk : (-) Kernig : (-)

Brudzinsky I : (-) Brudzinsky II : (-)

2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial : -

3. Nervus Kranialis

N. I : Penciuman baik.

N. II : pupil isokor, 3mm/3mm, reflek cahaya +/+.

N. III,IV,VI : bola mata dapat digerakkan kesegalah arah

N. V : motorik dan sensorik baik

N. VII : plika nasolabialis kanan lebih datar, menutup mata (+/+),

mengerutkan dahi (+/+)

N. VIII : mendengar suara berbisik dan detik arloji (+/+), tes garpu tala tidak

dilakukan

N. IX : reflek muntah (+)

N. X : menelan (+), artikulasi baik

N. XI : dapat menoleh, mengangkat bahu kiri kanan

N. XII : deviasi lidah ke kanan minimal

2. Koordinasi dan keseimbangan

Romberg test : (-)

Finger to nose : tidak terganggu

Stepping test : tidak dilakukan

3. Motorik

Ektermitas Superior

Page 16: Case Demensia

Kanan : aktif, 4/4/4, eutonus, eutrofi

Kiri : aktif, 5/5/5, eutonus, eutrofi

Ektremitas Inferior

Kanan : aktif, 4/4/4, eutonus, eutrofi

Kiri : aktif, 5/5/5, eutonus, eutrofi

4. Sensorik : Sensibilitas halus dan kasar baik.

5. Reflek fisiologis : +/+

6. Reflek Patologis : - / -

7. Tanda dementia : reflek glabela (+), reflek snout (+), reflek menghisap (+),

reflek palmomental (-)

8. Fungsi otonom

Miksi : dalam batas normal

Defekasi : dalam batas normal

Sekresi keringat : dalam batas normal

9. Fungsi Luhur : refleks bicara baik, refleks intelek terganggu, refleks emosi

terganggu

Pemeriksaan laboratorium

Darah : Hb : 12,3

Leukosit : 7.800

Trombosit : 179.000

Hematokrit : 38%

Na/K/Cl : 137/ 3,6/ 104

Ur/kr : 16/ 0,6

Pemeriksaan Penunjang

Page 17: Case Demensia

Skor MMSE : 16

Kesan : Definite gangguan kognitif

Diagnosis :

1. Diagnosis Klinik : demensia vaskuler

2. Diagnosis topik : subkorteks serebri hemisfer sinistra

3. Diagnosis etiologi : post stroke infark

4. Diagnosis sekunder : hipertensi stage II

Terapi

Aspilet 2x80 mg PO

Doneprezil 1x10 mg PO

Amitriptilin 1x25 mg PO

Neurodex 2x1 tab

Terapi yang dianjurkan untuk demensia :

Program harian penderita :

1. kegiatan harian teratur dan sistematis, meliputi latihan fisik untuk memacu

aktivitas fisik dan otak yang baik.

2. asupan gizi berimbang, cukup serat, mengandung antioksidan, mudah dicerna,

penyajian menarik dan praktis.

3. mencegah/mengelola faktor risiko yang dapat memperberat penyakit, misalnya

hipertensi, gangguan vaskuler, diabetes dan merokok.

4. melaksanakan hobi dan aktifitas sosial sesuai kemampuan.

5. melaksanakan “LUPA” (Latih, Ulang, Perhatikan dan Asosiasi)

6. tingkatkan aktivitas saat siang hari, tempatkan di ruangan yang mendapatkan

cahaya cukup.

Orientasi realitas :

Page 18: Case Demensia

1. penderita diingatkan akan waktu dan tempat

2. beri tanda khusus untuk tempat-tempat tertentu, misalnya kamar mandi.

Page 19: Case Demensia

BAB 3

DISKUSI

Telah diperiksa seorang permepuan berumur 70 tahun di poliklinik saraf RSUD Solok

pada tanggal 18 Desember 2013 dengan diagnosa klinik demensia vaskular, diagnosa topik

subkorteks serebri hemisfer sinistra, diagnosa etiologi post stroke.

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Demensia

ditegakkan berdasarkan anamnesis bahwa pasien berusia 70 tahun, pasien mempunyai

riwayat stroke yang merupakan penyebab demensia vaskular. Pasien sering dan mudah lupa

dan semakin sering dirasakan keluarga 3 bulan ini pasien sering mengulang pembicaraan,

pertanyaan dan pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya. Ada perubahan suasana hati

namun tidak didapatkan perubahan perilaku. Pasien juga memiliki riwayat stroke sejak 4

bulan yang lalu yang ditandai dengan adanya kelemahan anggota gerak kanan.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan refleks glabella, snout dan menghisap yang

menunjukkan adanya regresi, serta gangguan kognitif definitif melalui pemeriksaan mini

mental state examination (MMSE) dengan skor 16.

Pada kasus ini, demensia kemungkinan disebabkan oleh proses degenerasi otak dan

hipertensi yang merupakan faktor-faktor resiko demensia karena menimbulkan kerusakan

pada pembuluh darah otak. Setelah pasien mengalami stroke, tidak menutup kemungkinan

bahwa gejala yang dialami menjadi bertambah berat sesuai dengan teori bahwa demensia

berhubungan dengan infark pembuluh darah otak. Demensia juga terjadi kurang dari 3 bulan

setelah pasien mengalami gangguan pembuluh darah otak yang merupakan kriteria untuk

demensia vaskular.

Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan anti kolinesterase (doneprezil 1x10 mg),

anti agregasi trombosit (aspilet 2x80 mg po), dimana agregasi trombosit juga merupakan

agent modifying disease pada demensia, antidepresan (amitriptilin 1x25 mg po) karena

penderita mulai tampak depresi dan neurodex 2x1 tablet. Penatalaksanaan non farmakologis

pada penderita demensia antara lain program aktivitas harian penderita (kegiatan harian yang

teratur dan sistematis misalnya aktivitas fisik yang baik , melaksanakan “LUPA” (latih,

ulang, perhatikan dan asosiasi) serta orientasi realitas (penderita diingatkan akan waktu dan

tempat, beri tanda khusus untuk suatu tempat tertentu).

Page 20: Case Demensia

DAFTAR PUSTAKA

1. Dikot Y, Ong PA, 2007. Diagnosis dini dan penatalaksanaan demensia. Jakarta:

PERDOSSI.

2 Mardjono M, Sidharta P, 2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat, hal 211-214

3. Herbert R et al, Incidence and Risk Factors in the Canadian Study of Health and Aging.

American Heart Association, 2000; 3: 1487-933.

4.Geldmacher D, Whitehouse P, Evaluation of Dementia. The New England Journal of

Medicine. 1996; (8);330-364.

5. Taternichi TK, Desmond DW, Mayeux R, et al. Dementia after stroke: baseline frequency,

risks, and clinical features in hospitalized cohort. Neurology.1992; 42(6): 1185-936.

6. Rocca WA, Hoffman Apendiks, Brayne C, et.al. The prevalence of vascular dementia in

Europe: facts and fragments from 1980-1990 studies. EURODEM-Prevalence Research

Group. Ann Neurol. 1991; 30(6): 817-247.

7. DeCarli C, Reed T, Miller BL, et.al.Impact of Apolipprotein E 4 and Vascular Disease om

Brain Morphology in Men from the NHLBI Twin Study. American Heart Association 1999;

(5):1548-538.

8. Beilby JP, Hunt OCJ, et.al. Apolipoprotein E Gene Polymorphism are associated with

Carotid Plaque Formation but not With Intima-media Wall Thickening. American Heart

Association. 2003;(10):869-739.

9. De Leeuw FE, Richard F, De Groot JC, et.al. Interaction Between Hypertension, ApoE,

and Cerebral White Matter Lesions. American Heart Associatiom. 2004;(1): 11057-6210.

10 Leung CHS, Poon WS, et.al. Apolipoprotein E Genotype and Outcome in Aneurysmal

Subarachnoid Hemorrhage. 2002; (10): 548-5