case 2 anak - kejang demam

Upload: kheluwis

Post on 07-Jan-2016

253 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan kasus kejang demam

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama

: An. KaylaUmur

: 2 tahunJenis kelamin

: PerempuanAlamat

: Jalan Panda raya 77B RT 6/3 Pedurungan, SemarangAgama

: Islam

Suku

: JawaRuang

: SeruniMasuk Rumah Sakit: 28 Sept 2015 No.RM

: 1509123788Jaminan

: UmumI. ANAMNESIS (Alloanamnasis dan catatan medis 29-09-2015 Pukul 12:00 WIB)Keluhan utama:

Kejang demamRiwayat penyakit sekarang:

Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara diantar oleh orang tuanya dengan keluhan kejang mendadak. Kejang terjadi kurang dari 5 menit dan terjadi pada seluruh tubuh pasien. Pasien sebelumnya mengalami demam sejak 1 hari yang lalu, demam terjadi sepanjang hari dan sudah diberikan obat penurun panas namun demam tidak turun. Pasien juga mengeluh batuk berdahak dan pilek dengan ingus putih bening sejak 1 hari yang lalu. Nafsu makan turun (-), pusing (-) dan nyeri kepala (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), ruam di kaki, tangan, dan badan (-), menggigil (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), nyeri telan (-), nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah (-), kembung (-), nyeri telinga (-), cairan yang keluar dari telinga (-), BAK normal, warna kuning. BAB normal, konsistensi padat, BAB warna hitam/merah (-), diare (-).Riwayat penyakit dahulu:Typhoid

: DisangkalDBD

: DisangkalDiare

: DisangkalISPA

: DisangkalKejang

: DisangkalAlergi

: DisangkalRiwayat penyakit keluarga:Keluhan serupa: Adik pasien mengalami demamTyphoid

: Disangkal

DBD

: DisangkalDiare

: Disangkal

ISPA

: Disangkal

Kejang

: Disangkal

Alergi

: DisangkalTBC

: DisangkalRiwayat Pemeliharaan Perinatal :

Ibu pasien biasa memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan 2 kali setiap bulan sampai usia kehamilan 9 bulan. Obatobat yang diminum selama kehamilan adalah vitamin dan penambah darah. Dan tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan.Kesan : riwayat pemeliharaan perinatal baikRiwayat persalinan ibu:

Pasien merupakan anak laki-laki lahir dari ibu G1P0A0 dengan usia kehamilan 38 minggu, lahir secara normal dibantu oleh dokter dan bidan, anak lahir langsung menangis, berat badan 3000 gram. Panjang badan lahir 49 cm.Kesan : neonatus aterm, sesuai masa kehamilanRiwayat imunisasi :BCG

: 1x (usia 1 bulan)Hep B

: 3x (usia 0, 1, 6 bulan)

Polio

: 4x (usia 0, 2, 4, 6 bulan)

DPT

: 3x (usia 2, 4, 6 bulan)

Campak

: 1x (usia 9 bulan)Kesan

: Imunisasi lengkap sesuai umur dengan jadwal Imunisasi IDAI 2014Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :Pertumbuhan :

Berat badan lahir 3000 gram. Panjang badan lahir 49 cm. Berat badan saat ini 14 kg, Tinggi badan saat ini 94 cm.Perkembangan :Senyum

: 2 bulan

Bicara

: 12 bulanMiring

: 3 bulan

Berjalan: 12 bulanTengkurap: 4 bulan

Gigi keluar: 6 bulan

Duduk

: 7 bulan

Merangkak: 8 bulan

Berdiri

: 10 bulan

Kesan: Pertumbuhan anak tidak diketahui hasil intrepretasinya dan perkembangan anak sesuai umur.

Riwayat asupan nutrisi : ASI diberikan sejak lahir sampai usia 6 bulan Mulai usia 6 bulan, anak diberi bubur saring dan susu formula Mulai usia 9 bulan, anak diberi nasi tim

Mulai usia 12 bulan, anak diberi makanan keluarga, nasi dengan lauk pauk dan sayur yang bervariasi diberikan 3x/hari

Kesan : Kualitas & kuantitas makanan & minuman baik, ASI eksklusifII. PEMERIKSAAN FISIK (29-09-2015 Pukul 12:30)

Pemeriksaan UmumKeadaan Umum : Tampak sakit sedangKesadaran

: Compos mentisVital Sign

:

HR

: 108 x/menit (kuat, regular)

Suhu

: 36.8 C, saat datang 39,6 C

RR

: 20 x/menit (regular)

Data antropometri:

Berat badan: 14 kg Tinggi Badan: 100 cm Status gizi : (gizi baik)Pemeriksaan SistemKepala

: NormocephalMata : Pupil bulat, isokor, cekung -/-, diameter 3mm/ 3mm, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedema palpebral (-/-)

Hidung: Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (+/+) bening dan encerTelinga : Bentuk normal, tanda peradangan (-/-), sekret (-/-)

Mulut : Bibir kering (-), Bibir sianosis (-), Mukosa Hiperemis (-),

lidah kotor (-)Tenggorok

: T1-T1 mukosa hiperemis (-), mukosa faring hiperemis (-),

kripta melebar (-), detritus (-)

Leher : Tidak teraba pembesaran KGB

Axilla

: Tidak teraba pembesaran KGBThorax

: simetris dan datar.Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS V 1 cm medial dari

midclavicula line sinistra

Perkusi : Batas jantung kiri ICS V MCL sinistra

Batas jantung kanan ICS VI sternal line dextra

Batas jantung atas ICS III parasternal line sinistra

Auskultasi: BJ I - II (N), regular, murmur (-), gallop (-).

Paru paru

Inspeksi: Gerakan simetris dalam keadaan statis dan dinamis

simetris, retraksi suprasternal (-), epigastrium (-), intercostalis (-)

Palpasi: Stem fremitus dextra et sinistra sama kuat

Perkusi: Sonor pada seluruh lapang paru Auskultasi: Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)Abdomen

Inspeksi : Datar Auskultasi : Bising Usus (+) 12 x/ menit, peristaltik normal Perkusi : Timpani Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), turgor baikEkstremitas :

Akral hangat (+), oedema (-), CRT < 2 detik, petechie spontan (-), Rumple leed : (+)Kulit : turgor baik

Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran III. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan LaboratoriumPx. Darah21-09-2015Angka normal

Hematokrit (%)34.640 50

MCV81.680 97

MCH28.326.5 - 33.5

MCHC34.731.5 35.0

RDW12.110.0 15.0

MPV8.06.5 11.0

PDW9.210.0 18.00

Hemoglobin (g/dL)12.013 18

Eritrosit4.244.5 5.5

Trombosit (/uL)298.000150.000 400.000

Leukosit (/uL)89004.000 11.000

IV. PEMERIKSAAN KHUSUSData AntropometriAnak perempuan usia 2 tahun, Berat badan 14 kg, Tinggi badan 94 cm.

Z-ScorIndikator Pertumbuhan

Panjang/tinggi terhadap umurBerat terhadap umurBerat terhadap panjang/tinggi

Di atas 3Lihat catatan 1Obesitas

Di atas 2Lihat catatan 2Overweight (gizi lebih)

Di atas 1Beresiko gizi lebih (lihat catatan 3)

0 (median)

Di bawah -1

Di bawah -2Perawakan pendek (lihat catatan 4)Gizi kurangKurus

Di bawah -3Perawakan sangat pendek/kerdil (lihat catatan 4)Gizi buruk (lihat catatan 5)Sangat kurus

Catatan :1. Anak dalam kelompok ini berperawakan tinggi. Hal ini tidak masih normal. Singkirkan kelainan hormonal sebagai penyebab perawakan tinggi.

2. Anak dalam kelompok ini mungkin memiliki masalah pertumbuhan, tapi lebih baik diukur menggunakan perbandingan berat badan terhadap panjang/tinggi atau IMT terhadap umur.

3. Titik plot yang berada di atas angka 1 menunjukan beresiko gizi lebih. Jika makin mengarah ke garis Z-scor 2 resiko gizi lebih makin meningkat.4. Mungkin untuk anak dengan perawakan pendek atau sangat pendek memiliki gizi lebih.

5. Hal ini merujuk pada gizi sangat kurang dalam modul pelatihan IMCI (Integrated Management of Childhood Illness in-service training. WHO, Geneva 1997).Kesan : Status gizi baikV. RESUMETelah diperiksa seorang anak perempuan berusia 2 tahun, berat badan 14 Kg, dan tinggi badan 94 cm dengan keluhan kejang mendadak. Kejang terjadi kurang dari 5 menit dan terjadi pada seluruh tubuh. Pasien sebelumnya mengalami demam sejak 1 hari yang lalu, demam terjadi sepanjang hari dan sudah diberikan obat penurun panas namun demam tidak turun. Pasien juga mengeluh batuk berdahak dan pilek dengan ingus putih bening sejak 1 hari yang lalu.VI. DIAGNOSIS BANDING

ISPAVII. DIAGNOSIS KERJA

Kejang demamFebris 1 hariVIII. PENATALAKSANAANMedikamentosa

O2 Nasal 2 l/menit

Infus Kaen 3B 18 tpm (hitung!!!) Dumin 250 sup 1xNon Medikamentosa

Kompres seluruh badan dengan air biasa Banyak minum air putih, makanan bergizi dan lunakIX. EVALUASI Keadaan umum dan tanda tanda vital Awasi timbulnya komplikasiX. KOMPLIKASI

Kejang demam kompleks Dehidrasi beratXI. EDUKASI Memberitahukan orang tua untuk mempersiapkan obat-obatan untuk kejang demam apabila suhu badan tinggi kembali Memberitahukan orang tua untuk mengawasi anak dari tanda-tanda dehidrasi berat berupa penurunan kesadaran, mukosa bibir sangat kering, mata sangat cekung, cubitan kulit perut kembalinya sangat lambvat dan akral dingin Di rumah : Jika anak panas, kompres air biasa, beri obat penurun panas. Jika panas tidak turun segera, segera bawa ke pelayanan kesehatan terdekat.

Meningkatkan sanitasi dan hygiene lingkungan rumah, serta kebersihan diriXII. PROGNOSISQuo ad vitam

: ad bonamQuo ad functionam: ad bonam

Quo ad sanationam: ad bonam TINJAUAN PUSTAKA1. Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubu dengan cepat hingga > 38oc, dan kenaikan suhu tersebut diakibatkan oleh proses ekstrakranial. Perlu diperhatikan bahwa demam harus didahului kejang. Umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan 5 tahun, puncaknya pada usia 14 18 bulan.

Kejang demam merupakan penyebab kejang tersering pada anak dan memiliki prognosis sangat baik. Kejang disertai demam juga terjadi pada diagnosis diferensial lain yang berbahaya, seperti ingeksi system saraf pusat (SSP). Oleh karena itu, diagnosis selain kejang demam harus dipikirkan bila ditemukan:

Kecurigaan atau bukti proses intracranial, baik infeksi, radang, massa, dan proses lainnya melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, maupun penunjang

Terdapat gangguan elektrolit

Riwayat kejang tanpa demam sebelumnya

Terjadi pada bayi < 1 bulan

Bila terjadi pada anak 5 tahun, maka harus dipikirkan penyebab lain yang lebih sering, yaitu infeksi SSP (Kapita Selekta)

Kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam kompleks, yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam).6,7

Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.Bila anak berusia kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, perlu dipikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.2. Epidemiologi

Insidens di Negara-negara barat berkisar antara 3-5%. Di Asia berkisar antara 4,47% di Singapura sampai 9.9% di Jepang. Data di Indonesia belum ada secara nasional. Sekitar 80% diantaranya adalah kejang demam simpleks. Sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki disbanding perempuan3. EtiologiBeberapa teori dikemukakan mengenai penyebab terjadinya kejang demam, dua diantaranya adalah karena lepasnya sitokin inflamasi (IL-1 beta), atau hiperventilasi yang menyebabkan alkalosis dan meningkatkan pH otak sehingga terjadi kejang.Kejang demam juga diturunkan secara genetic sehingga eksitasi neuron terjadi lebih mudah. Pola penurunan genetic masih belum jelas, namun beberapa studi menunjukan keterkaitan dengan kromosom tertentu seperti 19p dan 8q13-21, sementara studi lain menunjukkan pola autosomal dominan.(kapita selekta)Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.5

5. Patofisiologi

Sel dan organ otak memerlukan suatu energi yang didapat dari metabolism untuk mempertahankan hidupnya. Bahan baku terpenting untuk metabolism otak adalah glukosa.sumber energy otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sifat proses ini adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantara fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler.5

Sel memiliki suatu membrane dengan dua permukaan yaitu permukaan dalam dan permukaan luar oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energy dan bahan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.5,6Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh adanya:1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya.

3. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Dan pada kondisi demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolism basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium dari membrane tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membrane sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.5Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda, ini tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, dapat terjadi kejang pada suhu 38C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah; sehingga pada penanggulangannya perlu diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Namun pada kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya terjadi apneu (henti napas), meningkatnya kebutuhan oksigen dan energy untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkpnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolism anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh semakin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas merupakan faktor penyebab sehingga terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler lalu timbul edema otak sehingga terjadi kerusakan sel neuron otak.5Kerusakan di daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama; dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi, jelaslah bahwa kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.5

Gambar 2.1. Patofisiologi Demam (Atlas of Pathofisiology)

6. Klasifikasi

Kejang demam menurut Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam IDAI 2006 memiliki 2 bentuk yakni kejang demam kejang demam sederhana dan kejang demam komplek. 80% dari kasus kejang demam merupakan kejang demam sederhana sedangkan 20% kasus adalah kejang demam komplek.6.1. Kejang Demam Sederhana

Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) memiliki beberapa kriteria, yakni:

1. Kejang berlangsung singkat < 15 menit.2. Kejang berhenti sendiri tanpa pengobatan.3. Kejang bersifat umum tonik atau klonik tanpa gerakan umum.4. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.6.2. Kejang Demam Komplek

Kejang Demam Komplek (Complex Febrile Seizure) memiliki ciri ciri gejala klinis sebagai berikut:

1. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit

2. Sifat kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului oleh suatu kejang parsial

3. Kejang berulang atau terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Menurut Livingstone, kejang demam komplek digolongkan sebagai epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Kejang tipe ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan factor pencetus saja.7

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama, lebih dari 15 menit, biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang pada akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial, disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang makin meningkat disebabkan oleh meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian peristiwa diatas adalah penyebab rusaknya neuron otak selama berlangsung kejang yang lama. Faktor terpentiang adalah terjadinya gangguan peredaran darah yang menyebabkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbulnya edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama, dapat menjadi matang sehingga dapat terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan antomis di otak hingga terjadi epilepsi.77. Manifestasi Klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh proses infeksi di luar susunan saraf pusat. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dan dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.7

8. Diagnosis

8.1. Anamnesis

Anamnesa adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada pasien (autoanamnesis) atau kepada orang tua atau sumber lain (aloanamnesis) misalnya wali atau pengantar. Dalam anamnesa khususnya pada penyakit anak dapat digali data data yang berhubungan dengan kejang demam meliputi:

a. Identitas.

Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat, umur penndidikan dan pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, epidemiologi kejang demam lebih banyak terjadi pada anak laki-laki pada usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun.6b. Riwayat Penyakit.

Pada riwayat penyakit perlu ditanyakan keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit. Keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Pada riwayat perjalanan penyakit disusun cerita yang kronologis, terinci, dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum ada keluhan sampai anak dibawa berobat. Bila pasien mendapat pengobatan sebelumnya, perlu ditanyakan kapan berobat, kepada siapa, obat yang sudah diberikan, hasil dari pengobatan tersebut, dan riwayat adanya reaksi alergi terhadap obat.6

Pada kasus kejang demam, perlu digali informasi mengenai demam dan kejang itu sendiri. Pada setiap keluhan demam perlu ditanyakan berapa lama demam berlangsung; karakteristik demam apakah timbul mendadak, remitten, intermitten, kontinou, apakah terutama saat malam hari, dsb. Hal lain yang menyertai demam juga perlu ditanyakan misalnya menggigil, kejang, kesadaran menurun, merancau, mengigau, mencret, muntah, sesak nafas, adanya manifestasi perdarahan, dsb. Demam didapatkan pada penyakit infeksi dan non infeksi. Dari anamnesa diharapkan kita bisa mengarahkan kecurigaan terhadap penyebab demam itu sendiri.6

Pada anamnesa kejang perlu digali informasi mengenai kapan kejang terjadi; apakah didahului adanya demam, berapa jarak antara demam dengan onset kejang; apakah kejang ini baru pertama kalinya atau sudah pernah sebelumnya (bila sudah pernah berapa kali (frekuensi per tahun), saat anak umur berapa mulai muncul kejang pertama); apakah terjadi kejang ulangan dalam 24 jam, berapa lama waktu sekali kejang. Tipe kejang harus ditanyakan secara teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal.

Ditanyakan pula lamanya serangan kejang, interval antara dua serangan, kesadaran pada saat kejang dan setelah kejang. Gejala lain yang menyertai juga penting termasuk panas, muntah, adanya kelumpuhan, penurunan kesadaran, dan apakah ada kemunduran kepandaian anak. Pada kejang demam juga perlu dibedakan apakah termasuk kejang demam sederhana atau kejang suatu epilepsi yang dibangkitkan serangannya oleh demam (berdasarkan kriteria Livingstone).6

c. Riwayat Kehamilan Ibu.

Perlu ditanyakan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya penyakit, serta upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi penyakit. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minuman keras, konsumsi makanan ibu selama hamil.6

d. Riwayat Persalinan.

Perlu ditanyakan kapan tanggal lahir pasien, tempat kelahiran, siapa yang menolong, cara persalinan, keadaan bayi setelah lahir, berat badan dan panjang badan bayi saat lahir, dan hari-hari pertama setelah lahir. Perlu juga ditanyakan masa kehamilan apakah cukup bulan atau kurang bulan atau lewat bulan. Dengan mengetahui informasi yang lengkap tentang keadaan ibu saat hamil dan riwayat persalinan anak dapat disimpulkan beberapa hal penting termasuk terdapatnya asfiksia, trauma lahir, infeksi intrapartum,dsb yang mungkin berhubungan dengan riwayat penyakit sekarang, misalnya kejang demam.6

e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan.

Perlu digali bagaimana status pertumbuhan anak yang dapat ditelaah dari kurva berat badan terhadap umur dan panjang badan terhadap umur. Data ini dapat diperoleh dari KMS atau kartu pemeriksaan kesehatan lainnya. Status perkembangan pasien perlu ditelaah secara rinci untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan. Pada anak balita perlu ditanyakan perkembangan motorik kasar, motorik halus, sosial-personal, dan bahasa.6

f. Riwayat Imunisasi.

Apakah penderita mendapat imunisasi secara lengkap, rutin, sesuai jadwal yang diberikan. Perlu juga ditanyakan adanya kejadian ikutan pasca imunisasi.6

g. Riwayat Makanan.

Makanan dinilai dari segi kualitas dan kuantitasnya.6

h. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita

Pada kejang demam perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah mengalami kejang dengan atau tanpa demam, apakah pernah mengalami penyakit saraf sebelumnya.6

i. Riwayat Keluarga

Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada keluarga lainnya (ayah, ibu, atau saudara kandung), oleh sebab itu perlu ditanyakan riwayat familial penderita.6

8.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dibagi menjadi 2 yakni pemeriksaan umum dan pemeriksaan sistematis. Penilaian keadaan umum pasien antara lain meliputi kesan keadaan sakit pasien (tampak sakit ringan, sedang, atau berat); tanda tanda vital pasien (kesadaran pasien, nadi, tekanan darah, pernafasan, dan suhu tubuh); status gizi pasien; serta data antropometrik (panjang badan, berat badan, lingkar kepala, lingkar dada).6

Selanjutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan sistematik organ dari ujung rambut sampai ujung kuku untuk mengarahkan ke suatu diagnosis. Pada pemerikasaan kasus kejang demam perlu diperiksa faktor faktor yang berkaitan dengan terjadinya kejang dan demam itu sendiri. Demam merupakan salah satu keluhan dan gejala yang paling sering terjadi pada anak dengan penyebab bias infeksi maupun non infeksi, namun paling sering disebabkan oleh infeksi. Pada pemeriksaan fisik, pasien diukur suhunya baik aksila maupun rektal. Perlu dicari adanya sumber terjadinya demam, apakah ada kecurigaan yang mengarah pada infeksi baik virus, bakteri maupun jamur; ada tidaknya fokus infeksi; atau adanya proses non infeksi seperti misalnya kelainan darah yang biasanya ditandai dengan dengan pucat, panas, atau perdarahan.6

Pemeriksaaan kejang sendiri lebih diarahkan untuk membedakan apakah kejang disebabkan oleh proses ekstra atau intrakranial. Jika kita mendapatkan pasien dalam keadaan kejang, perlu diamati teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal. Amati pula kesadaran pasien pada saat dan setelah kejang. Perlu diperiksa keadaan pupil; adanya tanda-tanda lateralisasi; rangsangan meningeal (kaku kuduk, Kernig sign, Brudzinski I, II); adanya paresis, paralisa; adanya spastisitas; pemeriksaan reflek patologis dan fisiologis.6

8.3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang terdiri dari:a. pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi sumber infeksi/ mencari penyebab (darah tepi, elektrolit, dan gula darah).20

b. pemeriksaan radiologi

Foto X-ray kepala dan neuropencitraan CT scan atau MRI tidak rutin dan hanya dikerjakan atas indikasi seperti:

1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

2. Paresis nervus VI

3. Papiledema

c. pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)

Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut:

bayi < 12 bulan : diharuskan

bayi antara 12-6 bulan : dianjurkan

bayi > 6 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis

Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan pada anak dengan kejang demam pertama kali dengan umur dibawah 6 bulan karena tidak tampaknya tanda meningeal pada umur dibawah 6 bulan, sehingga sulit mendeteksi adanya meningitis maupun infeksi intrakranial lain tanpa dilakukannya lumbal pungsi. Namun, jika yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu lumbal pungsi.4

d. pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam, oleh sebab itu tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya pada kejang demam komplikata pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal).4

Pemeriksaan EEG yang dibuat 8-10 hari setelah panas tidak menunjukkan kelainan. Dan hanya sebanyak 5% dari anak normal memiliki gambaran EEG yang abnormal. EEG abnormal juga tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari.1,49. Diagnosis Banding

Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan cerebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiperesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Meningitis, ensefalitis, anak dengan demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam.110. Penatalaksaan

Penatalaksanaan kejang demam meliputi 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, pengobatan profilaksis.10.1 Pengobatan fase akut

Penanganan Kejang

Sering kali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang kejang semua pakaian yang ketat dibuka, dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Penghisapan lendir dilakukan secara teratur, diberikan oksigen, kalau perlu intubasi. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung.1

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada saat datang ke tempat pelayanan kesehatan, kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali secara perlahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 2 menit dengan dosis maksimal 20 mg.11

Obat yang praktis dan dapat diberikan kepada orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal dengan dosis 0,5 - 0,75 mg/kgBB/kali atau diazepam rektal 5 mg untuk anak berat badan di bawah 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan diatas 10 kg. Atau diazepam rectal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak usia di atas 3 tahun.11

Kejang yang tetap belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang, dianjurkan orang tua untuk segera ke rumah sakit. Dan disini dapat dimulai pemberian diazepam intravena dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB/kali. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenithoin secara iv dengan loading dose 10-20 mg/kgbb/kali dengan kecepatan 1 mg/kgbb/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti, selanjutnya diberikan dosis rumatan 4-8 mg/kgbb/hari (12 jam setelah pemberian loading dose). Bila kejang belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang intensif Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demamnya dan faktor resikonya apakah kejang demam sederhana atau kejang demam kompleks.16

Pemakaian antikonvulsan diazepam oral dosis 0,3 mg/kgbb setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang (1/3 s.d 2/3 kasus). Begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgbb setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.16

Diagram 1. Algoritme Penanganan Kejang Demam

Menurunkan Demam

Pada dasarnya demam tidak mengakibatkan kerusakan otak jika suhu berada di bawah 41,70C. Untungnya, otak tetap menjaga keseimbangan suhu didalamnya dari demam yang tidak teratasi sampai batas suhu 41,10C. Meskipun setiap anak mempunyai kemungkinan untuk demam, namun hanya 4% yang berkembang menjadi kejang demam.

Untuk anak dengan kejang demam, demam dengan delirium ataupun peningkatan suhu diatas 41,10C, terindikasi untuk dilakukan kompres dengan air biasa (lukewarm = hangat kuku), dan tidak dengan alkohol., ataupun air es. Antipiretik pada saat kejang dianjurkan walaupun tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam.

Obat-obat penurun panas yang dapat digunakan adalah :

Asetaminophen / parasetamol

Asetaminofen diindikasikan untuk anak yang berumur diatas 2 bulan, jika suhu tubuh diatas 390C atau jika anak terlihat tidak nyaman. Namun beberapa referensi menyatakan bahwa seringkali suhu saat panas tidak diketahui secara pasti, sehingga penggunaan obat antipiretik bisa digunakan dengan melihat kondisi anak (merasakan suhu anak dengan perabaan). Dosis yang digunakan adalah 10-15 mg/kgbb/kali.10,12 Dapat diberikan tiap 4-6 jam dan akan menurunkan suhu 1-20C dalam waktu 2 jam.18Pemberian asetaminofen sebaiknya dilakukan 30 menit sebelum dikompres, karena apabila kompres dilakukan sebelum munculnya efek dari asetaminofen, akan berdampak terhadap peningkatan suhu tubuh yang lebih tinggi lagi dan anak akan menggigil.20

Ibuprofen Sirup

Ibuprofen sama halnya dengan asetaminofen, memiliki kesamaan dalam keaamanan dan kemampuannya mengatasi demam. Ibuprofen dapat diberikan dengan dosis 10 mg/kgbb/kali, diberikan tiap 6-8 jam sekali.20

Metampiron (Novalgin, Xylomidon)

Keamanan obat golongan ini masih diragukan. Sebaiknya obat golongan ini hanya diberikan bila dibutuhkan analgesik-antipiretik suntikan atau bila pasien tidak tahan dengan antipiretik yang lebih aman. Novalgin terdapat dalam sediaan berupa tablet (500 mg/tab), sirup (250 mg/5 ml), dan injeksi (500 mg/ml). Pada dewasa dosis diberikan 0,3-1 gram sehari, sementara untuk dosis anak belum ada referensi yang menyatakan mengenai dosis yang diperkenankan. Efek samping obat ini adalah dapat terjadi agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia.31

Sementara obat jenis lain seperti aspirin pernah menjadi antipiretik yang populer di masyarakat, tetapi penggunaannya sebagai antipiretik untuk pediatri saat ini dilarang, karena dapat mengakibatkan Reyes syndrome.16

10.2 Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan rutin seperti elektrolit serum, glukosa, kalsium, dapat dilakukan untuk menyingkirkan adanya gangguan elektrolit dan metabolisme. Angka leukosit diatas 20.000/ul atau Shift to the left yang extreme menandakan adanya bakteremia. Sodium serum terkadang menunjukkan angka di bawah normal, tetapi tidak cukup rendah hingga membutuhkan terapi ataupun dapat menyebabkan kejang. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai mengalami meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan pada pasien yang berumur kurang dari 6 bulan. Untuk usia diatas 6 bulan, lumbal pungsi tidak dianjurkan lagi kecuali bila ditemukan gejala klinis meningitis, infeksi intrakranial yang lain atau status konvulsivus. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab.1,16,20

10.3 Pengobatan profilaksis

Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan dan bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada 2 cara profilaksis yaitu :

1. Profilaksis intermittent pada waktu demam

2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari

1) Profilaksis intermittentPengobatan profilaksis intermittent disertai edukasi pada orangtua penderita sangat bermanfaat untuk mencegah kejang demam berulang.1 Anti konvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orang tua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorbsi dan harus cepat masuk ke otak. Hal yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti sekarang tidak mendapat hasil dengan fenobarbital intermittent. Diazepam intermittent memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 Kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 Kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5o C atau lebih. Diazepam dapat juga diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam.1

2) Profilaksis terus menerus (jangka panjang) dengan antikonvulsan tiap hari

Pengobatan jangka panjang tidak dianjurkan pada kejang demam sederhana, tetapi diberikan pada kejang demam yang dengan pengobatan profilaksis intermittent masih sering terjadi kejang berulang. Obat-obat yang dapat digunakan untuk profilaksis jangka panjang adalah :a. Fenobarbital.

Fenobarbital merupakan senyawa organik pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Fenobarbital masih merupakan obat antikonvulsi pilihan karena cukup efektif dan murah. Dosis efektifnya relatif rendah dan kadar stabil tercapai dalam 14-21 hari. 1 Pemberian fenobarbital 4-8 mg/KgBB/hari dengan kadar darah sebesar 16 ug/ml dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Namun beberapa sumber mengatakan bahwa fenobarbital tidak lagi dianjurkan sebagai pengobatan jangka panjang karena efek sampingnya yang tidak menyenangkan (perubahan watak berupa iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif).1 Efek samping tersebut ditemukan pada 30-50% pasien. Efek samping dapat diturunkan dengan menurunkan dosis fenobarbital.1,20

b. Asam Valproat

Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam adalah asam valproat. Kadar stabil tercapai dalam 4-7 hari. Dosis yang digunakan adalah 15-40 mg/kgbb/hari diberikan selama 1 tahun. Valproat telah terbukti keefektifannya terhadap epilepsi umum, tetapi bukan merupakan obat terpilih karena efek toksisitasnya terhadap hati. Gangguan pada hati berupa peninggian aktivitas enzim-enzim hati, dan sesekali terjadi nekrosis hati yang sering berakibat fatal. Kira-kira 60 kasus kematian telah dilaporkan akibat penggunaan obat ini. Kerugiannya adalah bahwasanya obat ini lebih mahal dan lebih sulit didapat bila dibandingkan dengan fenobarbital. 1, 20Fenitoin dan karbamazepin tidak dianjurkan karena tidak mempunyai efek mencegah terjadinya kejang demam berulang.4 Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari.1,20

Consensus Statement di Amerika Serikat mengemukakan kriteria yang dapat dipakai untuk pemberian pengobatan profilaksis terus-menerus pada saat ini adalah :

1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau kelainan perkembangan neurologi (Cerebral Palsy, retardasi mental, mikrosefali).

2. Ada riwayat tanpa demam pada orang tua saudara kandung.

3. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti oleh kelainan neurologis sementara atau menetap.

4. Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis.

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam

Kejang demam terjadi pada bayi kurang 12 bulan

Kejang demam 4 kali per tahun

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang > 15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organic.16, 20

Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.1

Selain ketiga hal tersebut diatas, dalam penatalaksaan kejang demam juga diperlukan penanganan suportif, edukasi pada orang tua pasien, dan penggunaan vaksinasi pada pasien kejang demam.

Penanganan Supportif lainnya

Meliputi bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, menjaga keseimbangan air dan elektrolit, pertahankan keseimbangan tekanan darah.20

Edukasi pada Orang Tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara:

1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya benign

2. Memberikan cara penanganan kejang

3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali

4. Terapi memang efektif mencegah rekurensi tetapi memiliki efek samping

5. Tidak ada bukti bahwa terapi akan mengurangi kejadian epilepsy.20Beberapa hal yang harus dikerjakan orang tua di rumah bila anak kembali kejang:

1. Tetap tenang dan tidak panik

2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher

3. Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut

4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang

5. Tetap bersama pasien selama kejang

6. Berikan diazepam rektal selama kejang dan jangan diberikan jika kejang

telah berhenti

7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau Lebih.20 Vaksinasi

Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6 9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, sedangkan setelah vaksinasi MMR 25 34 per 100.000 anak. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.6

11. Komplikasi

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kejang demam terhadap terjadinya kerusakan otak. Ada penelitian yang membuktikan bahwa kejang demam tidak dapat berakibat buruk maupun sebaliknya. Pada penelitian yang dilakukan oleh The National Collaborative Perinatal Project di Amerika Serikat, dimana penelitian dilakukan terhadap 1706 anak paska kejang demam, dan diikuti perkembangannya sampai usia 7 tahun, hasilnya tidak didapatkan kematian sebagai akibat dari kejang demam. Sementara The National Child Development Study di Inggris, menyatakan bahwa anak yang pernah mengalami kejang demam, kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum waktu di tes pada usia 7 dan 11 tahun. Menurut Verity dkk, yang mengikuti 303 anak dengan kejang demam sampai usia 5 tahun, dengan hasil tidak ada perbedaan dalam dalam bidang intelegensia, ukuran kepala maupun tingkah laku pada anak dengan kejang demam maupun pada anak tanpa kejang demam.

Ada pula penelitian yang mendapatkan hasil akhir yakni kejang demam dapat berakibat buruk, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Aicardi dan Chevrie. Mereka meneliti 402 anak dengan kejang demam, sebanyak 131 anak mendapatkan 1/lebih sekuele, yaitu 141 menderita epilepsi, 54 retardasi mental, 37 anak menderita kelainan neurologis lain (misal hemiplegia).20

12. Prognosis

Sampai saat ini belum tuntas masalah apakah kejang demam sendiri dapat merusak otak atau tidak. Didapat kesan bahwa kejang demam yang singkat umumnya benigna dan kejang demam yang lama mungkin dapat mengakibatkan kerusakan pada otak. Mortalitas pada kejang demam sangat rendah yakni sebesar 0,64-0,74%.1Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:

a. Kejang demam berulang

Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko terjadinya kejang demam berulang adalah:

riwayat kejang demam dalam keluarga

usia kurang dari 15 bulan

temperatur yang rendah saat kejang

cepatnya kejang saat demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80% sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut hanya 10% - 15% kemungkinan berulang. Kemungkinan berulang adalah pada tahun pertama.10

b. Epilepsi

Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor resiko menjadi epilepsi adalah:

kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama

kejang demam kompleks

riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing-masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsy sampai 4-6%. Kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.10

c. Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. 22

12