cardiopulmonary resuscitation

14
CARDIOPULMONARY RESUSCITATION Oleh : Catherine Debbie (1301-1006-0053)

Upload: isni-maulina-sukmara

Post on 08-Nov-2015

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jj

TRANSCRIPT

CARDIOPULMONARY RESUSCITATION

CARDIOPULMONARY RESUSCITATION

Oleh :

Catherine Debbie (1301-1006-0053)

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN

BANDUNG

2006Sesuai dengan AHA Guidelines on CPCR, 2010 bahwa pada Resusitasi jantung paru dilakukan dengan 30 Kompresi jantung dan 2 napas bantuan setiap siklusnya.C-A-B

Compressions

Tekan 2 inch (1inch=2,54cm), 100x per menit (30x selama 18 detik) untuk menyalurkan darah yang teroksigenasi ke organ yang vital. Airway

Buka jalan nafas dan cek apakah ada nafas atau ada sumbatan; lihat pergerakan dada dan dengarkan pergerakan udara

Breathing

Tekuk dagu ke belakang supaya jalur nafas tidak tersumbat. Berikan 2 nafas kemudian lanjutkan chest compressions.

Pengelolaan jalan nafasPembunuh yang tercepat pada penderita trauma yang mengalami hipoksia adalah ketidak-mampuan untuk mengantar darah yang teroksigenasi ke otak dan struktur-struktur vital lain. Pencegahan hipoksemia memerlukan airway yang terlindungi, terbuka dan ventilasi yang cukup yang merupakan prioritas yang harus didahulukan dibandingkan keadaan lainnya. Airway harus diamankan, dan bantuan ventilasi diberikan. Semua penderita trauma memerlukan tambahan oksigen.Kematian-kematian dini karena masalah airway seringkali masih dapat dicegah, dan dapat disebabkan oleh :1. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway.2. Ketidakmampuan untuk membuka airway.3. Kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara keliru.4. Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang.5. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi.6. Aspirasi isi lambung.

Obstruksi jalan nafas dapat dibagi menjadi 2 yang sempurna dan yang tidak sempurna. Dikatakan sempurna bila kita tidak dapat mendengarkan atau merasakan aliran udara dari mulut atau hidung. Ketika ada pernafasan spontan, tidak disertai dengan retraksi supraclabicular dan intercostal dan tidak ada ekspansi dada. Proses inflasi paru-paru dengan cara positive pressure susah untuk terjadi. Obstruksi jalan nafas yang tidak sempurna/ partial bditandai dengan bunyi nafas yang berisik dan saat pernafasan spontan disertai dengan retraksi suprasternal dan intercostal. Snoring jika obstruksi di hypopharyngeal karena lidah, crowing jika laryngospasm, gurgling jika ada benda asing, dan wheezing jika ada penyempitan bronchial.Penilaian bebasnya airway dan baik-tidaknya pernapasan harus dikerjakan dengan cepat dan tepat. Bila ditemukan masalah atau dicurigai, tindakan-tindakan sebaiknya dimulai secepatnya untuk memperbaiki oksigenasi dan mengurangi resiko bahaya pernapasan lebih lanjut. Ini berupa teknik-teknik mempertahankan airway, tindakan-tindakan airway definitif (termasuk surgical airway), dan cara-cara untuk memberikan tambahan Ventilasi. Karena semua tindakan-tindakan ini mungkin mengakibatkan pergerakan pada leher, mka perlindungan terhadap servikal (cervical spine) harus dilakukan pada semua penderita, terutama bila diketahui adanya cedera servikal yang tidak stabil atau penderita belum sempat dilakukan evaluasi lengkap serta ber-resiko. Servikal harus dilindungi sampai kemungkinan cedera spinal telah disingkirkan dengan penilaian klinis dan pemeriksaan foto ronsen yang sesuai.A. Teknik-teknik mempertahankan airwayBila penderita mengalami penurunan tingkat kesadaran, mka lidah mungkin jatuh kebelakang dan menyumbat hipofaring Bentuk sumbatan seperti ini dapat segera diperbaiki dengan cara mengangkat dagu (chin-lift maneuver) atau dengan mendorong rahang bawah ke arah depan (jaw-thrust moneuver). Airway selanjutnya dapat dipertahankan dengan airway orofaringeal (oropharyngeal airway) atau nasofaringeal (nasopharyngeal airway). Tindakan-tindakan yang digunakan untuk membuka airway dapat menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Oleh karena itu, selama mengerjakan prosedur-prosedur ini harus dilakukan immobilisasi segaris (inline immobilization).1. Head tilt dan Chin lift

Tekuk kepala ke belakang secara maksimal kemusian jari-jemari salah satu tangan diletakkan dibawah rahang, yang kemudian secara hati-hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut. Maneuver chin-lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher. 2. Jaw thrust / triple maneuver (backward tilt of the head, forward displacement of mandible, and opening of the mouth)Dilakukan bila kita curiga ada cervical trauma. Maneuver mendorong rahang dilakukan dengan cara tekuk kepala ke arah belakang, pegang sudut rahang bawah (angulus mandibulae) kiri dan kanan dengan jari 2-5 di depan telinga, dorong rahang bawah ke depan, retraksi bibir bawah dengan ibu jari. 3. Teknik membersihkan jalan nafas secara manuaJika dicurigai adanya benda asing di daam mulut atau tenggorokan dan menghambat ventilasi ke paru-paru. Menarik mulut terbuka, menggunakan satu dan tiga manuver :1. Manuver jari menyilang (cross finger) untuk rahang yang lebih relaks. Posisikan anda pada puncak atau samping kepala pasien. Masukkan jari telunjuk ke sudut mulut dan tekan jari telunjuk melawan gigi atas; kemudian tekan jempol anda, menyilang dengan jari telunjuk anda, melawan gigi bawah, dimana juga harus menahan mulut terbuka. Untuk memperluas ruangan untuk instrumentasi, pastikan jari yang masuk ke sudut terjauh daam mulut.2. Manuver jari di belakang gigi (finger behind teeth) untuk rahang yang mengatup keras, masukkan satu jari telunjuk diantara pipi pasien dengan gigi dan pinggir ujung jari telunjuk di belakang gigi molar terakhir.3. Manuver menarik rahang-lidah (tongue jaw lift) untuk rahang yang benar-benar relaks. Masukkan jempol anda ke daam mulut pasien dan tenggorokan dan dengan ujung jempol mengangkat dasar lidah. Jari lainnya menggenggam mandibula pada dagu dan mengangkat ke anterior.Manuver diatas dapat digunakan juga pada saat memasukkan laringoskop maupun penyedotan. Sapu dengan satu atau dengan dua jari (mungkin dapat menutupi beberapa gumpalan) melalui mulut dan faring untuk membersihkan. Tarik keluar cairan benda asing dengan ujung dan tengah-tengah jari. Coba untuk mengekstrak benda asing yang solid dari faring dengan ujung telunjuk dan jari tengah anda seperti menjepitKeluarkan cairan asing dengan memiringkan kepala ke sisi samping. Pada korban kecelakaan, memiringkan kepala ke samping atau memfleksikan kepala harus dihindari karena dapat mengakibatkan kerusakan yang parah pada saraf spinal. Jika kepala ingin diputar ke samping pada korban kecelakaan, maka seluruh badan pasien harus diputar ke samping korban kecelakaan, mka seluruh badan pasien harus diputar, dengan asisten memegang kepala, leher dan dada daam satu garis lurus.Teknik membebaskan jalan nafas pada pasien dengan sumbatan jalan nafas yang diduga akibat obstruksi benda asing :1. Pada penderita yang sadar, tanyakan apakah pcnderita tersedak dan beri dorongan pada penderita untuk mengeluarkannya dengan cara membatukkan dan meludahkan benda asing tersebut.2. Bila penderita tidak sadar, letakkan daam posisi horizontal dan jika diduga terdapat sumbatan jalan nafas, buka mulut penderita dan lakukan finger sweep (membersihkan mulut dan faring secara manua). Setelah itu berikan nafas buatan sambil dilakukan jaw thrust untuk melebarkan hipofaring. Jika tidak berhasil, lakukan 6-10 kali abdominal atau chest thrust diikuti flnger sweep dan nafas buatan. Bila berhasil, pasien dimiringkan kemudian dilakukan back blow sebanyak 3-5 kali secara perlahan diikuti dengan finger sweep dan pemberian nafas buatan. Mintalah pertolongan kepada orang lain di sekitar tempat kejadian untuk menghubungi pelayanan medis gawat darurat.4. Suction

Suction dari mulut dan orofaring dapat menggunakan unung tonsil suction yang kaku, untuk nasofaring dan tracheobronchial digunakan yang ujungnya melengkung dan tidak kaku.5. Orofaringeal TubeTube ora disisipkan kedalam mulut di balik lidah. Teknik yang dipilih adalah dengan menggunakan spatula lidah untuk menekan lidah dan menyisipkan tube tersebut ke belakang. Alat tidak boleh mendorong lidah ke belakang yang justru akan membuntu tube. Teknik lain adalah dengan menyisipkan tubeora secara terbalik (upside-downward), sehingga bagian yang cekung mengarah ke-kranial, sampai di daerah palatum molle. Pada titik ini, alat diputar 180, bagian cekung mengarah ke kaudal, alat diselipkan ke tempatnya di atas lidah. Cara ini tidak boleh dilakukan pada anak-anak, karena rotasi alat ini dapat merusak mulut dan faring.6. Nasofaringeal TubeTube nasofaringeal disisipkan pada salah satu lubang hidung dan dilewatkan dengan hati-hati ke orofaring posterior. Pada penderita yang masih memberikan respon tube nasofaringeal lebih disukai dibandingkan tube orofaringeal karena lebih bisa diterima dan lebih kecil kemungkinannya merangsang muntah. Alat tersebut sebaiknya dilumasi baik-baik, kemudian disisipkan ke lubang hidung yang tampak tidak tertutup

7. lntubasi Endotrakeal

Penting untuk memastikan ada atau tidaknya fraktur ruas tulang leher. Penderita yang mempunyai skor GCS 8 atau lebih rendah harus segera di-intubasi. Apabila tidak diperlukan intubasi segera, pemeriksaan foto servikal dapat dilakukan. Tetapi, foto servikal lateral yang normal tidak menyingkirkan adanya cedera tulang leher.

Bila telah diputuskan bahwa diperlukan intubasi orotrakeal, sebaiknya dilakukan teknik dua-orang dengan immobilisasi segaris pada servikal. Bila penderita apnea, diperlukan intubasi orotrakeal

Setelah pemasangan pipa orotrakeal, balon sebaiknya dikembangkan dan bantuan ventilasi (assisted ventilation) mulai diberikan. Penempatan pipa yang benar dilakukan dengan mendengar adanya suara napas yang sama di kedua sisi paru dan tidak terdeteksinya aliran udara pada epigastrium, tetapi ini tidak selalu benar. Adanya suara seperti berkumur pada epigastrium pada waktu inspirasi mengesankan suatu intubasi esofageal dan memerlukan pemasangan ulang pipa. Adanya karbon dioksida di daam udara ekshalasi merupakan indikasi bahwa airway telah diintubasi dengan baik, tetapi bukan jaminan bahwa letak pipa tepat. Apabila karbon dioksida tidak terdeteksi, dipastikan pipa masuk kedalam esofagus. Cara yang terbaik untuk memastikan letak yang benar dari pipa adalah dengan foto toraks, yang dilakukan setelah kemungkinan intubasi esofageal disingkirkan. Indikator karbon dioksida kolorimetrik tidak bisa digunakan untuk pemantauan fisiologis ataupun menilai kecukupan ventilas. Setelah letak pipa (yang benar) ditentukan, pipa harus dipertahankan di tempatnya agar tidak berubah. Apabila penderita dipindahkan, letak pipa sebaiknya dinilai ulang dengan cara auskultasi kedua lapangan paru untuk mendengarkan adanya suara napas yang sama dan dengan menilai ulang karbon dioksida yang dikeluarkan udara napas.Intubasi nasotrakeal adalah teknik yang bermanfaat apabila urgensi pengelolaan airway tidak memungkinkan foto servikal. Intubasi nasotrakeal secara membuta (blind nasotrakeal intubation) memerlukan penderita yang masih bernafas spontan. Prosedur ini merupakan kontraindikasi untuk penderita yang apnea. Makin daam penderita bernafas, makin mudah mengikuti aliran udara sampai kedalam laring. Fraktur wajah, fraktur sinus frontalis, fraktur basis cranii, dan fraktur lamina cribriformis merupakan kontraindikasi relatif untuk intubasi nasotrakeal.

Adanya fraktur nasalis, raccoon eyes, battle sign, dan kemungkinan kebocoran cairan cerebrospinalis (rinorrhea atau otorrhea) merupakan tanda adanya cedera-cedera tersebut. Tindakan pencegahan berupa immobilisasi servikal harus dlakukan seperti pada intubasi orotrakeal.Penderita yang datang dengan pipa endotrakeal telah terpasang harus dipastikan pipanya berada pada tempat yang benar. Ini penting dilakukan karena pipa mungkin telah dimasukkan kedalam esofagus, bronkus utama, atau tercabut selama transportasi dari lapangan atau rumah sakit lain. Pemeriksaan foto toraks, pemantauan CO2, dan pemeriksaan fisik penting dilakukan untuk menilai posisi pipa. Adanya karbon dioksida daam udara ekshalasi memastikan bahwa pipa berada di airway.Penderita-penderita dengan cedera ruas tulang leher, artritis seryikal yang berat, leher yang pendek berotot, atau cedera maksilofasial/mandibular secara tehnis mungkin sulit dilakukan intubasi. Penggunaan obat-obat anestesia, sedatiya, dan pelumpuh otot untuk intubasi penderita trauma bukanlah tanpa resiko. Pada kasus-kasus tertentu kebutuhan utuk memasang airway mengalahkan resiko penggunaan obat-obat ini. Teknik untuk intubasi adalah sebagai berikut:1. Siapkan dan periksa kembali alat-alat yang disediakan.

2. Siapkan posisi kepala penderita (3 aksis mulut, faring, trakhea).

3. Buka mulut dengan tangan kanan.

4. Mulai masukkan blade laringoskop dari sudut kanan mulut, digeser ke tengah untuk menyisihkan lidah ke kiri.

5. Cari epiglotis, insersikan tip dari blade di valleculla, angkat laringoskop ke anterior (jangan gunakan gigi depan sebagai tumpuan).

6. Setelah rima glotis terlihat, insersikan ETT.

7. Waktu memasang ETT, lakukan penekanan pada krikoid (oleh asisten) dengan tujuan untuk mencegah regurgitasi dan aspirasi.

8. Tekanan dipertahankan sampai setelah tube masuk dan cuff dikembangkan.

9. Proses intubasi jangan lebih dari 30 detik.

10. Jangan terlalu asyik intubasi, karena saat intubasi nafas (-), ingat hipoksia.

11. . Bila sulit, waktu antara intubasi ke intubasi harus diberikan bantuan nafas.

12. Hindari intubasi endobronkhial (hanya paru kanan saja), periksa suara nafas di kedua paru.

Suatu airway defmitif adalah pipa dengan balon (cuff) di daam trakea. Airway masker laringeal (laringeal mask airway) bukanlah suatu pipa dengan balon didalam trakea. Penggunaannya sebagai airway dapat dipertimbangkan daam situasi elektif, misalnya prosedur bedah jangka pendek pada penderita di poliklinik, namun alat ni tidak terbukti efektif daam situasi darurat misalnya penderita trauma. Penggunaannya mungkin berbahaya, karena alat tersebut tidak mencegah aspirasi, tidak mengamankan airway, dan dapat memperburuk cedera yang sudah ada.8. SurgikalKetidakmampuan melakukan intubasi trakea merupakan indikasi yang jelas untuk membuat airway surgikal. Apabila terdapat edema pada glottis, fraktur laring, atau perdarahan orofaringeal berat yang membuntu airway dan pipa endotrakeal tidak dapat dimasukkan melalui plica, mka airway surgikal harus dibuat. Pada sebagian besar penderita yang memerlukan airway surgikal, krikotiroidotomi surgikal lebih dianjurkan dari pada trakeostomi. Krikotiroidotomi surgikal lebih mudah dilakukan, perdarahannya lebih sedikit, dan lebih cepat dikerjakan dari pada trakeostomi.

E. Skema Penentuan AirwaySkema penentuan airway berlaku hanya pada pendenta yang berada daam distress pernapasan akut (atau apnea) dan daam keadaan memerlukan airway segera, dan dimana dicurigai cedera sendkal dengan melihat mekanisme cederanya dan pemeriksaan fisik. Pnoritas pertama adalah memastikan oksigenasi bersamaan dengan menjaga imobilisasi sewikal. Ini dilakukan mula-mula dengan mengatur posisi (yaitu chin lift atau jaw thrust) dan teknik-teknik airway pendahuluan (yaitu airway orofaringeal atau nasofaringeal) seperti telah disebutkan.Pada penderita yang masih memmjukkan sedikit usaha bernapas, pipa nasotrakeal dapat dipasang bila dokter terampil daam teknik ini. Kalau tidak, sebaiknya dipasang pipa orotrakeal sementara orang kedua melakukan immobilisasi segaris. Apabila baik pipa orotrakeal maupun nasotrakeal tidak dapat dimasukkan dan status pernapasan penderita daam keadaan gawat, krikotiroidotomi sebaiknya dilakukan.Oksigenasi dan ventilasi harus tetap dijaga sebelum, sewaktu dan segera setelah selesai memasang airway definitif. Sebaknya menghindari ventilasi yang tidak adekuat atau melalaikan ventilasi untuk waktu lama.

mask dianjurkan menggunakan dua orang apabila memungkinkan.