calon independen, kualitas pilkada dan pelembagaan parpol

28
|urnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 14T04946 Volume 10, Nomor 3, Maret 2007 (415-438) Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol I Pratikno. Abstract Direct elections of the regional head of 2005-2006 were widely criticized ilue to the persistence of money politics practices and elites dominance in the electoral processes. To minimize the problems, there are strong pressures to open opportunity for indqendent candidates to proaide an alternatiae for the party proposed candidates. This article argues that the pos- sible impact of independent candidacy for reforming electoral processes and democratizing political party institution will be aery limited. Deeply rooted internal conflicts and prag- m"atic coalition between political parties will be significant con- straints for reform. lnitiation of independent candidate wiII be meaningless unless to be integrated into a wider electoral and party reform. Kata-kata kunci: kualitas pilluda; pelembagaan parpol; demokratisasi; reformasi partai, reformasi pemilu Dn Pratikno, M.Soc,Se adalah staf pengajar pada furusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Polifrk, Universitas Gadjah Mada, Yogyaka*a. Ia bisa dihubungi melalui email: [email protected]. 41s

Upload: others

Post on 26-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

|urnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 14T04946

Volume 10, Nomor 3, Maret 2007 (415-438)

Calon Independen, Kualitas Pilkadadan Pelembagaan Parpol

I

Pratikno.

Abstract

Direct elections of the regional head of 2005-2006 were widelycriticized ilue to the persistence of money politics practicesand elites dominance in the electoral processes. To minimizethe problems, there are strong pressures to open opportunity

for indqendent candidates to proaide an alternatiae for theparty proposed candidates. This article argues that the pos-sible impact of independent candidacy for reforming electoralprocesses and democratizing political party institution willbe aery limited. Deeply rooted internal conflicts and prag-m"atic coalition between political parties will be significant con-straints for reform. lnitiation of independent candidate wiIIbe meaningless unless to be integrated into a wider electoraland party reform.

Kata-kata kunci:kualitas pilluda; pelembagaan parpol; demokratisasi;

reformasi partai, reformasi pemilu

Dn Pratikno, M.Soc,Se adalah staf pengajar pada furusan Ilmu Pemerintahan,Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Polifrk, Universitas Gadjah Mada, Yogyaka*a.Ia bisa dihubungi melalui email: [email protected].

41s

Page 2: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

f urnal llmu S o sial & Ilmu Politib Vol. 10, N o. 3, Maret 2007

Pengantar

Proses demokratisasi yang dicanangkan sejak tahun 1999 telahmengubah banyak prosedur berpolitik dan berpemerintahan di Indo-nesia. Proses elektoral telah berubah dari ruang kompetisi yang sempitdan dikontrol oleh negara menjadi kompetisi terbuka dengan kebebasanpolitik yang tinggi. Pemilihan anggota legislatif yang selama Orde Baruhanya diikuti oleh tiga partai politik y*g hanya diperbolehkan olehnegara, telah menjadi pemilu dengan sistem multi partai yang dimulaipada pemilu 1999. Rekayasa penguasa untuk memenangkan Golkarsebagai partai pemerintah tidak lagi bisa dilakukan dengan leluasakarena proses pemilu sejak 1999 diselenggarakan oleh lembaga otonom(Komisi Pemilihan Umum) secara jrjut dan adil.l

Pada periode selanjutnya, perbaikan mekanisme elektoral iugaterjadi dalam proses pemilihan pemimpin lembaga eksekutif. Apabilatradisi selama Orde Baru Presiden dipilih oleh para anggota MajelisPermusyawaratan Rakyat, maka sejak tahun 2W pemilihan Presidendilakukan secara langsung oleh rakyat. Partai politik atau gabunganpartai politik yang memenuhi syarat tertentu mempunyai kesempatanuntuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yangkemudian dipilih oleh rakyat melalui pemilihan langsung.

Pilpres secara langsung yang diamanahkan oleh UUD2 inikemudian diikuti oleh Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secaralangsung pula melalui penetapan UU No.32l 2004 tentangPemerintahan Daerah. Mulai bulan luni 2005, ratusan jabatan KepalaDaerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) yang telah habis masaiabatannya diisi melalui Pilkada Langsung.3 Perubahan mekanismeI Beberapa bacaan yang bisa membantu menjelaskan pergeseran ini antara lain

Kevin Raymon Evans (2003), Cornelis Lay (2006), |oko ]. Prihatmoko (2003),Muhammad Asfar (2006).

2 Penyelenggaraan Pemilihan Presiden secara langsung ini merupakankonsekuensi dari Amandemen UUD 1945. Pada pasal 5A disebu&an bahwaPresiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsungoleh rakyat. Amanah IJUD ini kemudian ditindaklanjuti dengan penetapanUU No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

3 Kepala Daerah yang habis masa jabatarurya pada periode bulan Desember2004-Mei 2W5, diisi melalui Pemilihan Kepala Daerah secara Langsung padabulan Iuni 2005. Oleh karena itu, pada bulan luni 2005 ini terdapat 7 PilihanGubernur, dan 155 Pemilihan Bupati/Walikota.

416

Page 3: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

Pratikno, Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

ini diharapkan oleh banyak pihak akan mengurangi kelemahanmakanisme pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD. Pilkada Langsungdiharapkan akan mengurangi praktek money politics yang banyakdijumpai pada saat Pilkada oleh DPRD dan meningkatkan peranlangsung masyarakat luas dalam proses rekrutmen pejabat politik.

Kekecewaan terhadap Pencalonan Melalui Parpol

Sebagaimana telah disinggung di atds, pada saat pertama kalidicanangkan Pilkada Langsung diharapkan akan memperbaiki prosespolitik Pilkada tidak langsung yang berlaku pada masa sebelumnya.Pilkada Langsung di Indonesia dilaksanakan dengan sejumlah harapanuntuk perbaikan kehidupan demokrasi di Indonesia. Harapannya,Pilkada ini bisa lebih meningkatkan semangat pendalaman demokrasipada level lokal.a Dengan sistem ini masyarakat menjadi lebih memilikikesempatan untuk terlibat secara langsung dalam proses pemilihanKepala Daerah. Artinya, masyarakat memiliki kebebasan seluas-luasnyauntuk memilih sendiri siapa-siapa yang pantas menjadi KepalaDaerahnya. Dengan demikian peran rakyat dalam rekrutmen politikdiharapkan bisa ditingkatkan.

Argumen lain yang mendasari inisiasi Pilkada secara langsungini adalah untuk mengatasi berbagai masalah yang timbut dalam sistempemilihan secara tidak langsung melalui DPRDS. Pilkada secaralangsung dimaksudkan untuk meminimalisir praktek money politicsyangdipercaya terjadi secara meluas pada sistem pemilihan melalui lembagaperwakilan.6 Dengan sistem pemilihan langsung ini diharapkarLmoneypolitics bisa diminimalisir, dengan asumsi money politics akan lebihsulit dilakukan karena pemegang hak suara adalah semua warganegara yang memiliki hak pilih. Berbeda dengan sistem perwakilan dia Lihat misal Prihahnoko,]oko (2005)s Sistem pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD melahirkan masalah, seperti

konflik antar jenjang organisasi parpol, money politics, dan konflik antarparpol dengan massa. Lihat Sidik Pramono (2005), Qojosoekarto & RudiHauter (ed,2003).

6 Walaupun tidak terdapatbukti hukum yang kuat, namun ada anggapan yangluas dari seiumlah masyarakat bahwa kasus money politics banyak t€udipada tahap pemr:ngutan suara dalam pemilihan Kepala Daerah dengan sistemperwakilan melalui anggota DPRD.

417

Page 4: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

lurnal llmu Sosial ft llmu Politik, VoL I0, No. J, Maret 2007

mana pemegang suaranya adalah anggota parlemen yang jumlahnyasedikit, pelibatan masyarakat luas secara langsung diharapkanmembawa semangat baru dalam kehidupan demokrasi dan akanmelahirkan pemerintahan yang lebih baik.

Namun, mengamati fenomena politik lokal sepanjang periode2005-2006, publik Indonesia dikecewakan oleh kualitas proses elektoralpada Pilkada Langsung tersebut. Money politics yang diharapkan bisadiminimalisir melalui Pilkada Langsung, ternyata justru terjadi padaskala yang lebih besar dan masif dibandingkan dengan Pilkada melaluiDPRD. Rakyat yang diharapkan mempunyai otonomi yang lebih besardalam mencalonkan dan memilih calon pemimpin yang diinginkan,ternyata otonomi yang besar itu berada di tangan para elit parpol.Adalah para elit parpol dan para sponsor politik yang mengendalikanseluruh proses elektoral sehingga peran masyarakat luas selaku pemilihmenjadi sangat marjinal.T Penjelasan dominan terhadap sumberpermasalahan ini adalah desain elektoral Pilkada yang tidak tepat,terutama pada monopoli partai politik dalam proses pencalonan KepalaDaerah. Sebagaimana ditetapkan dalam UU No.32/2004 tentangPemerintahan Daerah, pasangan calon Kepala Daerah hanya diajukanoleh partai politik yang memenuhi syarat. Oleh karena itu, kita perlumelacak peta perdebatan pada saat perumusan UU No.32l2004 yangmengatur tentang proses elektoral Pilkada Langsung tersebut.

Sejak awal proses perumusannya, UU yang mengatur pelak-strnaan Pilkada ini menghadapi beberapa perdebatan serius. Isu sentralpertama yang dipermasalahkan dalam perumusan UU ini adalahpertanggungjawaban pelaksanaan Pilkada antara pilihan pertanggung-jawaban kepada KPU ataukah kepada pemerintah daerah melaluiDPRD. Dalam hal ini sempat terjadi perebutan wewenang antara KPUdengan pihak pemerintah. Masing-masing telah menyiapkan argumenpembenaran sendiri-sendiri. KPU misalnya, merasa bahwa Pilkadasecara substantif berada pada rezim pemilu, dan oleh karenanya hanya

7 Ilustrasi dramatik tentang fenomena ini bisa dilihat dalam disertasi doktoryang ditulis Muhammad Nur (2005). Studi ini menampilkan sebuah kasusPilkada di kabupaten tertentu di ]awa yang menggambarkan peran dominanbandar politik yang memilih calon Kepala Daerah, meminta parpol tertentuuntuk mendukungnya dan meminta parpol lain urttuk tidak merulmpilkanpesaing kuat, serta memobilisasi duknngan suara untuk calon tersebut.

418

Page 5: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

Pratikno, Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelmtbagaan Parpol

KPU yang berhak mengatur pelaksanaannya, dan KPUD seharusnyabertanggungjawab kepada KPU. Hal ini j.rga sesuai dengan aturandalam UUD yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pemilihanumum diatur oleh KPU, sebagai sebuah komisi yang bersifat mandiri,permanen, dan nasional. Hal ini sekaligus sebagai wujud untukmelanjutkan semangat reformasi untuk memandirikan pelaksanaanPemilu, dengan memisahkan rezim pemerintahan (DPR/D danPresiden/Kepala Daerah) dengan rezim pemilu (KPU/ KPUD).8

Di lain pihak, DPR menilai Pilkada tidak masuk dalamterminologi pemilu, karena yang dinyatakan oleh UUD sebagai rezimpemilu adalah pertama, pemilihan anggota legislatif pada semua levelpemerintahan baik pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota, danpemilihan anggota DPD yang diselenggarakan tiap lima tahun sekali,dankedua, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diadakan segerasetelah pelaksanaan pemilu legislatif. Dengan demikian Pilkada tidaktermasuk dalam terminologi pemilu yang dimaksud oleh UUD. Darisisi alur sejarah, tidak masuknya Pilkada dalam terminologi pemilu inidapat dipahami mengingat pada saat amandemen konstitusi iniberlangsung/ Kepala Daerah masih dipilih oleh anggota DPRD. Denganalasan ini, pihak pemerinlah berpendapat bahwa Pitkada tidakseharusnya dipertanggungjawabkan kepada KPU. Disamping itu,sebagai upaya untuk memperkuat desentralisasi, otonomi, dandemokrasi daerah, maka sudah selayaknya jika Pilkadadipertanggungjawabkan kepada pemerintah daerah melalui DPRD.e

Perdebatan ini sempat memperoleh perhatian khusus darimasyarakat, bahkan pihak KPU jrgu membawa kasus ini ke MahkamahKonstitusi.ro Namun pada akhirnya UU menetapkan bahwa

da, Pers dan Perkembangan Demokrasi., DalamAmirudindanA. TaintBisri (ed) hal. xiv-xix.

, Ibid,.

r0 KPU bersama sejumlah I,SM seperti Yayasan Pusat Reformasi Pemilu (Ceho),Yayasan faringan Masyarakat Pemantau Pemilihan Indonesia (Jamppi),Yayasan |aringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JppR), yayaian

lenguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesian(Yappika), dan hrdonesian Comrption Watch (ICW), beserta beberapa KPUD,mengajukan perrrohonan pengujian UU No 32 tahun zAM terhadap UUD1945 kepada Mahkamah Konstitusi. Permohonan ini diaiukan bulan ianuari

4t9

Page 6: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

lurnal Ilmu Sosial I llmu politik, VoLl0, No. J, Maret 2(N7

pertanggungjawaban pelaksanaan pilkada diserahkan kepadapemerintah daerah melaui DPRD. Keputusan ini dapat dilihat sebagaibentuk desentralisasi Pilkada dengan konsekuensi pembiayu"u1dibebankan pada APBD, terkecuali uituk Pilkada yang dilaksanakanselama tahun-2005 yang disubsidi oleh pemerintaf, pusat. olehkarenanya, berbeda dengan pemilu legislati? dan pemilihan presid.endi mana keterlibatan KPUD dipertan[gung jawabkan kepada Kpu,maka dalam Pilkada ini KPUD bertangg*gtiwab secara idn inistru-lif, kfususnya d"lu1 hal penggunaan uttggurun, kepada DpRD.SelanjutnYd, fungsi KPUD sabagai pelaksana Pilkada ikur, diawasioleh Panwaslu Daerah yang dibentuk oleh DPRD.

Isu sentral berikutnya yang muncul dalam perdebatanPerumusan UU ini adalah peran partai politik dalam proses pemilihankhususnya dalam Proses pencalonan. Pada tahap awal perdebatan,perkgmbang tiga macam opsi dalam proses pencalon an. Peitaml, semrtakandidat adalah kandidat independen yar€ diusulkan dari kalangannon-Partai politik. Kedua, sebagian kandidat bisa dicalonkan dari jalurindependen, dan sebagan lagi adalah calorr yang diusulkan oleh partaipolitik. Ketiga,semua kandidat harus diusulkar,6teh partai politik yangmemPeroleh suara minimal tertentu pada pemiliharar,ggota legislatii.

Sejak awa! Perumusan UU, opsi pertama dari ketiga pilihan diat3s_ memang tidak populer. sehingga pilihan yang ada pada saat ituadalah opsi kedua yang memungkinkan diakomodirnya calon dari non-partai maupun dari partai atau opsi ketiga yang hanya memberikesempatan kepada calon yang diusultian oleh puitui politik.seb_e1arnya, rancangan pertama uu yang diusulkan oleh pemerintahmelalui Menteri Dalam Negeri menjelaskan bahwa kandidat Pilkadadapat berasal dari jalur independen maupun dari calon yang diusulkan

2005. Kemudian pada sidang pengujian UU No 32 tahun 2004 di MahkamahKonstitusi |akarta tanggal 16 Februari 2005, sejumlah ahli hukum dan OtonomiDaerah seperti Prof. Frans Limahelu, Ryaas Rur)od,I. Kristiadi, Bivitri Susantimeminta IJIJ 32/2D4dibatalkan demi hukum. Ini dikarenakan sejumlahpasaldalam UU Pilkada ini tidak konstitusional dan melanggar prinsip demolsrasisepefi pasal 57 yangmefiuat tentang keharusan KPUD mempertanggung-jawabkan penyelenggaraan Pilkada kepada DPRD. u IJIJ Pilkadi pinilai harusDibatalkan Demi Hukum" tz Februari 2005. ftttp: 'urww.hputano.com '

politik /?id=95821)

420

Page 7: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

Pratikno, c alon rndep enden, Kualit as Pilkad a dan p elemb agaan p aw o l

oleh Partai politik. Sebagaimana yang disebutkan dalam isi draftrancangan revisi UU No. 22/1999, versi tanggal23 April 200311 t yangmenerangkan bahwa kandidat Pilkada meliputi:1. Pasangan kandidat diusulkan oleh satu atau lebih partai potitik

yang memperoleh minimal t5% suara dalam pemilu anggotalegislatif terakhir.

2. Pasangan kandidat yang memperoleh dukungan minim all/"daritotal suara pemilih di daerah tersebut, yang dapat diusulkan oleh:a. Minimal 7/10 dari anggota parlemen daerah yang partainya

tidak mengusulkan kandidat.b. Kandidat itu sendiri.c. Satu atau lebih partai politik yang tidak memperoleh kursi di

parlemen daerah.d. Organisasi sosial atau profesional yang dikenal oleh hukum.

Pada kenyatannya, usul rancangan uu ini ditolak oleh DpR12.Rumusan final tentang pengaturan pencalonan dalam Pilkada inimenyebutkan bahwa kandidat Pilkada harus diusulkan oleh satu ataugabungan partai politik yang memperoleh minimal 15% suara dalampemilu legislatif terakhir. Keputusan ini diambil dengan beberapaargumen. Pertama, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proJespencalonan. Proses pencalonan untuk calon inlependen yangmensyaratkan tanda tangan pendukung dari ratusan pemilih aan foto\opi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dinilai akan mengalami kesulitandi beberapa wilayah pinggran atau terpencil. Kedua,frfu ini dimaksud-kan untuk menghindari terjadinya pembengkakan jumlah kandidatyang mungkin akan menyebabkan kesulitan dalam mengatur proses11 Draft rancangan revisi UU No. Z2/1999, versi Departemen Dalam Negeri

tertanggal 23"April 2003.

t2 Sebelumnya, Dewan Perwakilan Daerah (DpD), jugu telah mengajukantuntutan agar r.rncangan Peraturan Pemerintah tentang Pemilihan KepalaDaerah (Pilkada) :Tara langsung menyertakan calon-.ilor, independ"", ailual calon yang diajuk1 partai golitik. Tuluanny+ selain memberikanp"t*t gpada calon non parpol, hal ini dapat meminimilisir praktik politik

"ui-,g y*;

kerap terjadi dalam pilkada. Tuntutan ini terungiap dalarn rapat teibataiTtut" tim perancang UU DPD dan para pakar sistem pemerintahan di lakarta29/77 2004. "Calon Independen Diminta Dimasui.kun dalam peraturanPilkada". 30 Novemb er 2ffi4. )

42t

Page 8: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

lurnal llnu Sosial €t IImu Politik' Vol.70, No,3, Maret 2007

pemilihan. Pada saat yang sama, partisipasi masyarakat dalam proses

pencalonan masih dapat tetap dilikukan melalui partisipasinya dalamproses pengambilan keputusan partai politik.

Akan tetapi argumen ini dimentahkan oleh berbagai masalah

yang dihadapi oten partai politik di Indonesia. Pada dasarnya, P-artai

irotitit< di Indonesia rirempeioleh momentum emas untuk memg9rb3i\idur, *ereformasi dirinyi pada awal proses demokratisasi 1998-L999.

Apabila pilihan untuk menggunakan partai politik sebagai satu-satunya

pintu g"ibu.g pencalonan ini sekedar dimaksudkan untuk menyeder-

iranak-an ptJrlr pencalonan dan membatasi jumlah calon, maka

harapan ini mungti" sudah tercapai. Namun, dipakainya sistem inijuga membawa konsekuensi terlalu dominannya Perln partai,-iug1biyak"ya masalah lain yang timbul akibat dari oligarki partai.l3 Halini iauh iebih berbahayi Uagi demokrasi daripada ketakutan akan

rumitnya proses pet cilonan yang mensyaratkan tanda tangan dan

fotokopi KTP pendukung, seria membengkaknya jumlah calon.

Atas pertimbangan tersebut, ma:yarakat luas dan aktivismasyarakat sipit serta politisi lokal yang tidak berada dalam jajaran

elit partai politik, mendesak agar calon independen diberi kesempatan

untuk berkompetisi dalam Pilkada. Calon independ_en yang dimaksud

di sini adalah pasangan calon Kepala Daerah (Gubernur, Bupati,

Walikota dan *akilnya) yang proses pencalonannya tidak melaluipartai politik sebagaimana yang diatur dalam UU No. 32/2004.^S"r"ot*g

bisa dicalonkan atau mencalonkan diri untuk berkompetisi

dalam pillkada jika memenuhi persyaratan tertentu,_ yang biasanya

berupa bukti dukungan dari masyarakat- Tulisan ini berusaha untukmengelaborasi, jika Jalon independen diberi kesempatary apakah hal

ini afan membawa perubahanlignifikan terhadap format dan produkPilkada sebagaimana yang telah didiskusikan di atas.

'Calon Independen' Telah Terjadi

untuk melacak kemungkinan implikasi dibukanya calonindependen dalam Pilkada mendatang, tulisan ini akan mencoba untuk

hwa salah satu problema serius demokrasi

perwakilan ad.alah oligarki (Michels, Robert 1984, Pratikno: 2002). Hal ini

irgu terjadi dalam otgLirusi parpol di hrdonesia, termasuk yang di tingkat

dierah (Hu.ir, Syamsuddin: zbO5; Koirudin : 20M; Romli, Lili: 2003).

422

Page 9: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

Pratikno, Calon lndependen, Kualitas Pilkaila dan Pelembagaan Parpol

melihat apakah dalam Pilkada Langsung selama ini telah terdapatindikasi peran 'calon independen'. Tenfu saja 'calon independen' yangdimaksud di sini bukanlah calon pasangan Kepala Daerah yangdicalonkan melalui jalur non-partai. Sebab, dalam Pilkada Langsung,semua pasangan Kepala Daerah harus dicalonkan oleh partai politik.Namun, tidak semua parpol atau gabungan parpol mencalonkan kaderparpol. Dalam prakteknya, banyak tokoh di luar partai politik yangkemudian dicalonkan oleh satu atau gabungan partai politik. Fenomenainilah yang walaupun secara formal adalah pasangan calon yangdiajukan oleh partai politik, namun secara substantif adalah 'calonindependen' yang kemudian diformalisasi oleh partai politik sebagaipasangan calon yang diajukan oleh parpol.

Sebagaimana banyak diindikasikan oleh beberapa studisebelumnyatn bahwa dalam banyak kasus parpol tidak dalam posisiyang mencalonkan pasangan calon. Peran parpol lebih dalam posisimenyediakan legitimasi pencalonan, yang biasanya ditransaksikandengan pihak-pihak yang i.git dicalonkan atau i.gi^ mencalonkanseseorang menjadi Kepala Daerah. Dalam bahasa sehari-hari hal inisering dipresentasikan secara sinis dengan istilah'beli perahu' (artinyamembeli formalitas parpol), 'beli tiket' (artinya memberi tiketpencalonan), dan istilah-istilah lain dengan pengertian sejenis.Monopoli parpol dalam pencalonan ini akhirnya dimanfaatkan olehelit partai sebagai ajang bisnis dengan memasang tarif milyaran ru-piah b"gr kandidat yang akan memakai partinya untuk maju dalamproses pencalonan.rs Hal ini mengindikasikan bahwa individu politisi,yang tidak selalu aktivis parpol, dalam posisi yang aktif dalam prosespencalonan calon pasangan Kepala Daerah.

Disertasi doktor Muhamad Nur QW6) menunjukkan bahwa partai polifrkyang posisi yang tidak aktif dibandingkan dengan pihak calon maupunpenyandang dana. Adalah pihak penyandang dana yang menentukan calonyang diusungnya akan didukung oleh parpol yang mana.

Kapasitas finansial calon memegang peran penting bug tawar menawarantara kandidat dengan partai pengusung maupun dengan calon pemilih.Seperti yang diangkat dalam tema diskusi Forum Politisi tentang PragmatismePilkada pada Oktober 2W6 yang lalu. (http: / /forum-politisi.org /aktivitas /article.oho?id=232\

-.

15

423

Page 10: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

furnal llmu Sosial e+ ilmu Politik, Vol. I0, No. J, Maret 2(N7

Peran substansial parpol yang relatif terbatas dalam prosesPencalonan ini semakin terlihat dari hasil perolehan suara dalamPilkada. Parpol tidak dalam posisi yang menentukan dalam mobilisasidukungan terhadap pasangan calon Kepala Daerah yang diusungnya.Tidak ada jaminan bahwa dukungan pemilih terhadap suatu partaipolitik dalam pemilu legislatif akan bisa dipertahankan dalam PilkadaLangsung. Bahkan angk a swinging aoters dan split aoters cenderungtinggi. Afiliasi pemilih justru menunjukkan inkonsistensi pilihannyaantara pemilu legislatif dengan Pilkada. Hal ini bisa dilihat darirendahnya dukungan yang diterima oleh pasangan calon yang diusungpartai-partai besar.

Banyak pasangan calon Kepala Daerah yang diusung oleh partaibesar seperti Golkar, dan PDIP yang justru mengalami kekalahan dalamPilkada. Sebaliknya, koalisi antar partai-partai kecil ternyata justrudapat mengungguli partai-partai besar ini. Tabel berikut menggam-barkan kemenangan koalisi partai-partai kecil dalam Pilkada 2005-2006.

Tabel 1Pemenang Pilkada dari Parpol KecilDalam Beberapa Pilkada 2005-2006

No

Daerah Parpol Pengusung 7o Suara DlmPiles 2fi)4

7o Suara DlmPilkada

1 Banwwanei Koalisi 18 pamol kecil 74,7 % 39%2 Belitune Timur PNBK + PIB 7,3 % 37o/o

3 MinahasaUtara PD+P6P1+PPD

16,'t4%

4L%4 Agam PBB+MERDEKA 8,9 % 407o5 Luwu Utara PPDK "1.4,5 o/o 47%6 Lirgga PIB 7,15Yo 43Yo7 Poso PDS 22,5 7, 42%8 Toli-Toli PP.

PANCASILA+PKPI19,9 %

45Yo

Sumber: Diolah dari data KPU Pemilulokal dan nasional.

Legislatif 2Cf{', dan data dari berbagai media

424

Page 11: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

Pratikno, Calon Independen, Kualitas Pilkaila dan Pelembagaan Patpol

Dari tabel di atas bisa dilihat bahwa partai-partai yang mem-peroleh suara kecil dalam pemilu legislatif justru mampu memperolehkemenangan dalam Pilkada mengungguli calon yang diusung olehpartai pemenang Pemilu Legislatif. Salah satu contoh yang cukupdramatis adalah Pilkada di Kabupaten Banyuwangi. Pasangan calonyang didukung oleh sekelompok parpol kecil yang tidak mempunyaikursi di DPRD ternyata mampu menang dalam Pilkada. Hal ini meng-indikasikan bahwa pasangan calon lebih menentukan pemenanganPilkada dibandingkan dengan gabungan parpol y*g mengusungnya.Kompetisi dalam Pilkada lebih merupakan persaingan antar pasangancalon dibandingkan dengan persaingan antar parpol atau gabunganparpol pengusung calon. Hal ini menunjukkan bahwa walaupunpencalonan dalam Pilkada harus melalui parpol, tetapi sebenarnyacalon-calon yang berkompetisi dalam Pilkada adalah 'calonindependen', yaitu politisi yang basis dukungannya ada di luar parpol.

Walaupun demikian, dibukanya calon independen akan mem-bawa irnplikasi baru dalam peran partai politik dalam Pilkada. Apabiladalam Pilkada menurut UU No.32/2004 sebagaimana yang terjadiselama ini parpol diperebutkan oleh para politisi yang inginmencalonkan diri, dibukanya calon independen akan membuat parpolmemperoleh pesaing. Para politisi yang ingin berkompetisi dalamPilkada mempunyai pilihan apakah akan melalui jalur parpol ataukahmelalui jalur calon independen. Besar kemungkinan para politisi yangkuat akan mencalonkan diri melalui jalur calon independen daripadamelalui parpol. Dengan kata lain, jika dibuka calon independen, makapersaingan dalam Pilkada jugu bisa dibaca sebagai kompetisi antaracalon yang diajukan oleh parpol dengan calon independen.

Implikasi terhadap Pelembagaan Parpol

Selain diharapkan memperkecil praktek Jual beli perahu' atauJual beli tiket' pencalonan dalam proses Pilkada, dibukanya peluangbagi calon independen dalam Pilkada juga diharapkan akanmendorong parpol untuk berbenah diri. Jika peluang bagi calonindependen dibuka, maka parpol akan dihadapkan pada muncult yupesaing baru dalam Pilkada, baik dalam proses pencalonan maupunpada tahap mobilisasi dukungan. fika parpol tidak mempunyaikontribusi bagi mobilisasi dukungan pemilih, maka tidak ada lagi

425

Page 12: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

lurnal Ilmu Sosial & Ilmu Politik, Vol.ID, No. 3, Maret 2007

relevansi bagi politisi untuk mencalonkan diri melalui parpol. ]ikaparpol tidak melakukan penguatan kelembagaan dan memperbaikicitranya di mata masyarakat, paqpol akan semakin ditinggalkan olehPara politisi yang ingin mencalonkan diri dalam Pilkada maupun parapemilih dalam Pilkada.

Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah harapan bahwadibukanya calon independen akan membawa implikasi bagi upayapembenahan kelembagaan parpol di daerah. Belajar dari pelaksanaanPilkada selama ini, upaya tersebut menghadapi beberapa kendala yangserius. Sebagaimana akan dielaborasi di bawah ini, pelembagaan parpolakan dihadapkan pada dua kendala besar, yaitu konflik internal parpolyang banyak terjadi dalam proses Pilkada dan kerentanan basis ideologipaqpol yang tercermin dari basis koalisi.

Konflik internal parpol dalam proses Pilkada menggejala dibanyak daerah dan di banyak parpol. Konflik ini terjadi baik antartingkat organisasi partai, maupun antar organisasi partai denganmassa. Hal ini bisa dimengerti karena karakter partai politik di Indo-nesia yang terkesan masih sangat sentralistis. Dimana prosespengambilan keputusan kebanyakan masih didominasi oleh kalanganelit partai. Kecenderungan oligarki partai ini mengakibatkantermarginalkanrtya peran dan partisipasi massa atau kader di daerah.Kekecewaan pengurus di daerah atau massa pendukung inilah yangkebanyakan menimbulkan konflik terbuka pada tahap pencalonankandidat Pilkada melalui partai politik. Tabel berikut menunjukkanbeberapa konflik yang terjadi pada tahap pencalonan dalam Pilkada.

426

Page 13: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

Ptatikno, Calon Indqmden, Kualitas Pilkaila dan Pelembagaan Patp ol

Tabel 2

Contoh Konflik Internal Parpol dan Antara Parpol Dengan Pendukungdalam Proses Pilkada

1. DPC-DPAC Depok-]awa BaratDPC Demokrat gagal memPerolehkesepakatan antar DPACdalammemilih kandidat

2. DPC-DPACSurabaya-|awaTimur

DPC Demokrat melukai PimPinanDPAC yang mengkritisi sistempencalonan intemal

3. DPD-DPCSemarang-JawaTengah

Kandidat yang diusulkan oleh DPCDemokrat ditolak oleh DPD

4. DPP-DPC Bandar LampungKandidat yang diusulkan oleh DPC

Demokrat ditolak oleh DPD

5. DPD-DPCBangka Barat-Bangka Belitung

Beberapa kader diproses untukdikeluarkan dari struktur DPC PAN

6. DPP-DPDProvinsi SumatraBarat

Beberapa kader dikeluarkan daristmktur DPD PAN

7. lntervensi DPPKalimantanTengah

Kantor pusat (DPP) PDIPmengintervensi proses pencalonan

8. DPP.DPCBoyolali-IawaTengah

Kandidat yang direkomendasikan olehDPP PDIP ditolak oleh DPC

9. DPP-DPC Solo-Jawa TengahBeberapa elit DPC PDIP diberihukuman dari pusat (DPP)

10. DPP-DPCKetapang-Kalimantan Barat

Kandidat yang direkomendasikan olehDPP PDIP ditolak oleh DPC

11. DPP-DPCSintang-Kalimantan Barat

Beberapa kader dikeluarkan daristruktur DPC PDIP

12. DPD-DPK Sleman-DlYKandidat yang diusulkan oleh DPDPKPB tidak memperoleh dukungandari kalanean massa pendukunq

13. Kader partaiOKU Timur-Sumatra Selatan

Kandidat yang direkomendaikan PDIPditolak oleh konstituen

L4, Kader partai hovinsiJambi

Elite PDIP tidak memperolehdukungan dari partai dalampencalonan, meskipun didukung daripartai lain

15. Kader paf,aiBanyuwangilawaTimur

Kandidat yang memperoleh dukungandari massa pendukung tidakdirekomendasikan oleh organisasiPDIP

Sumber : Kompilasi dari berbagai media lokal dan nasional selama April-Mei2oo5'

427

Page 14: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

furnal llmu Sosial B Ilma Politik, VoL 70, No.3, Maret 2(N7

Beberapa kasus konflik di atas mengindikasikan beberapa hal.Pertama, hal tersebut menandakan bahwa demokrasi internal parpoltidak terjadi dan struktur organisasi partai di Indonesia kebanyakanmasih tersentralisasi. Dalam kasus ini, meskipun Pilkada adalahkepentingan lokal, dan merupakan bagian dari demokrasi lokal, namunelit pusat masih banyak ikut mengintervensi proses pencalonan.Akibatnya, konflik terbuka antar tingkat organisasi partai tidak bisadihindari. Kedua, munculnya konflik ini juga menunjukkan marginali-sasi massa dan kader di daerah dalam proses pembuatan keputusanpartai. Pola kepemimpinan partai yang bersifat oligarkis mengakibat-kan terbatasnya ruang partisipasi massa dalam proses pembuatankeputusan pirtai. Hil-ini m^enyebabkan tahirnya konflik antarorganisasi partai dengan kader pada level akar rumput sangat seringterjadi. Hal ini bisa dipahami mengingat massa akar rumput merasatidak puas terhadap proses pencalonan dan dengan kandidat yangdiatur dari organisasi partai.

Implikasi terhad"p Pola Koalisi Antarparpol

Pelajaran penting lain yang bisa diperoleh dari kiprah parpolselama Pilkada Langsung period e 2005-2006 adalah basis koalisi antarparpol dalam proses pencalonan pasangan calon Kepala Daerah. Halini bermula dari ketentuan pasal 59 ayat 2 UU No 32/2004mengamanatkan bahwa pengusulan pasangan calon hanya bisadilakukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yangmemperoleh sekurang-kurangnya 15% jumlah kursi DPRD atau 15%akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu DPRD di daerah y*gbersangkutan. Persyaratan ini jelas hanya bisa dipenuhi oleh partai-partai besar seperti Golkar, PDIP, dan PKB di daerah-daerah yangmenjadi kantong suaranya. Sementara bagi partai-partai kecil lainnya,syarat ini sangat sulit untuk dipenuhi, kecuali mereka mau berkoalisidengan partai lain. Disamping itu sebagai upaya untuk bisamemobilisasi dukungan massa, maka koalisi menjadi salah satu solusiyang paling banyak ditempuh oleh kalangan partai untuk mengusulkancalon dalam pilkada.

Berdasarkan data sampai bulan Agustus 2005, dari total L83Pilkada, hanya terdapat 65 pitkada yang dimenangkan oleh kandidatdari partai tunggal tanpa koalisi. Dimana dari total 7 pitkada untukpemilihan gubernur, hanya ada 2 pilkada yang dimenangkan oleh

428

Page 15: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

Pratikno, Calon Inilependen, Kualitas Pilkaila dan Pelembagaan Patpol

kandidat dari partai tunggal. Yaitu pilkada di Propinsi KalimantanTengah, dan Propinsi Sulawesi Utara yang semuanya dicalonkan olehPDIP. Sementara di tingkat kabupatery terdapat 63 pilkada dari total176 pilkada yang dimenangkan oleh calon dari partai tunggal. Iniartinya, hampir 30"/o dari total pilkada sampai bulan Agustus 2005,dimenangkan oleh calon dari partai tunggal. Sementara selebihnya,hampir 70% dimenangkan oleh kandidat yang diusulkan oleh koalisiantar partai politik.

Apabila kita mengamati pola koalisi yang terjadi antar partaipolitik di Indonesia dalam Pilkada, maka kita akan kesulitan untukmenemukan pola atau basis koalisi antar partai dalam Pilkada. Selamaini, secara urnum pemetaan partai politik di Indonesia didasarkan padapola politik aliran seperti yang digunakan oleh Clifford Geertz untukmenunjukkan perbedaan ideologi antar partai politik, yang meliputisantri, abangan, dan priyayi. Pola ini kemudian juga digunakan olehHerbert Feith dan Lance Castle (1970) untuk memetakan posisi ideologipartai politik di Indonesia pada masa Sukarno (1945-1965).

Menurut Feith & Castle (1970:4), parpol di hrdonesia di era OrdeLama dibentuk dari dua pengaruh besar. Pertama adalah pengaruhdunia Barat yang terjadi secirri intensif dalam penggalan terakhirpenjajahan Belanda di akhir abad 19 dan dan awal abad 20, dan lceduaadalah pengaruh tradisi yang bersumber pada ajaran Islam serta Hindudan Budha. Hempasan dua pengaruh tersebut, diilhami oleh politikaliran Clifford Geertz, melahirkan lima kelompok parpol besar yaituIslam, Sosialisme Demokrat, Nasionalisme Radikal, Tradisionalisme]awa dan Komunisme. Pengelompokkan ini sekaligos menjadi basiskoalisi antar paqpol di era 1950-1960an.

Seiring dengan jatuhnya Sukarno pada tahun 'J,965, yangkemudian digantikan oleh Suharto, sistem multi partai yang ada diIndonesia pun kemudian diganti dengan sistem kepartaiin yangdidominasi oleh partai pemerintah. Pemilu pertama pada masa Suhartodi tahun 1971. diikuti oleh 10 partai politik sebagai kontestan pemilu,termasuk satu partai bentukan pemerintah yaitu Golkar. Dui tahunkemudian, partai politik yang ada dipaksa untuk untuk melakukanfusi ke dalam 2 partai yang sudah disediakan, yaitu Partai Nasionalisatau PDIP, dan Partai Islam atau PPP, yang keduanya nanti akanberhadapan melawan Golkar dalam Pemilu. Akibatnyo pemilu yang

429

Page 16: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

furnal Ilmu Sosial tt llmu Politik, VoL70, No,3, Maret 2(N7

diselenggarakan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 hanyadiikuti oleh tiga partai dan selalu dimenangkan oleh Golkar.

Pada tahun 1998, sebagai konsekuensi dari krisis politik padabulan Februari sampai dengan April 1998, Suharto turun dari kursikekuasaaannya. Hal ini kemudian juga berdampak pada sistemkepartaian di Indonesia yang memilih sistem multi partai. Sebagaimanaditetapkan dalam UU partai politik tahun \999, jumlah partai politikdi Indonesia tidak dibatasi. Setiap kelompok masyarakat dapat denganmudah mendirikan partai politik. Akibatnya,lebih dari 300 partai politikmendaftarkan diri ke Menteri Hukum dan HAM untuk mengikutipemilu 1999. Namun setelah dilakukan seleksi oleh KPU, hanya ada

48 partai yang dinyatakan lolos seleksi, dan berhak mengikuti pemiluL999. Pemilu multi partai yang dilaksanakan tahun 1,999 ini bisadikatakan mengulang kembali sejarah sistem multi partai di hrdonesiapada era Sukarno 1950-L960-an.

Melanjutkan logika pengelompokkan partai yang dilakukan olehFeith dan Castle (1970), Kevin Evans (2003: 34) menggambarkan petagaris ideologi antar partai politik di Indonesia. Penggambaran ini belummemuat beberapa partai baru yang berpengaruh seperti PartaiKeadilan Sejahtera dan Partai Demokrat. Gambar berikut menunjukkanpeta ideologi partai politik di Indonesia yang dibuat oleh Kevin Evans,

dengan beberapa modifikasi.

Gambar 1

Pemetaan Paryol Berdasarkan Basis Ideologi

Elitis

Populis

Sumber: Dadaptasi dari Kevin Evans (2003: 34)16 dengan beberapa modifikasi.

430

Page 17: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

Pratikno, calon rndependen, Kualitas Pilkada d,an pelembagaan patpol

APubila kita mengikuti pengelompokkan berdasarkan politikaliran versi baru tersebut, maka kita akan menduga bahwa koalisiantar parpol hanya akan terjadi antar parpol yang berada dalam satuaxis. Partai yang Islamis hanya akan berkoalisi dengan sesama partaiIslamis yang lain. Partai berbasis ideologi Barat-sekuler hanya akanberkoalisi dengan partai lain dalam sayap yang sama. Sebaliknya, akansangat tidak mungkin bagi partai yang terletak di aksis yang berbedauntuk mengembangkan kerjasama atau koalisi dengan partai yang lain.Jika ini terjadi, maka bisa diartikan bahwa politik aliran masih berjalandi Indonesia, dan masing-masing parpol masih memegang teguh basisideologinya.

Akan tetapi asumsi ini sama sekali tidak sesuai untuk melihatpola koalisi antar partai politik di Indonesia dalam Pilkada. PraktekPilkada selama 2005-2006 justru menunjukkan fenomena di manakoalisi antar parpol dalam pencalonan Pilkada bisa terjadi lintas axis.Artinya, partai Islam radikal bisa saja berkoalisi dengan partai Kristen,Katolik dan juga partai nasionalis radikal. Peta umurn secara agregatifdi tingkat nasional menunjukkan bahwa setiap partai pernah berkoalisidengan partai yang lain walaupun berbeda basis ideologinya. Artinya,basis ideologi tidak bisa digunakan untuk menjelaskan pondasi koaiisiantar parpol dalam pencalonan Pilkada.

Terdapat beberapa contoh kasus menarik yang menunjukkantidak relevannya basis idelogi dalam koalisi antar parpol. Misahrya PBByang dinilai sebagai partai politik Islam paling utrtri*, ternyata maumembangun koalisi dengan partai politik non-Islam. Dalam tabelterlihat bahwa PBB pernah punya pengalaman berkoalisi denganbeberapa partai sekuler dan dipengaruhi Barat, misahrya Golkai (3kali), PDIP (4 kali), bahkan dengan partai Kristen PDS (kasus terjadidi kota Bandar Lampung). Contoh lain misalnya, PDS, sebagai partaiyang terkesan sangat eksklusif juga mau menjalin koalisi dengan partaiislam. Misalnya PPP (1 kali), PAN (2 kali), PBR (2 kati) din pBB (1Kali). Juga dengan beberapa partai sekuler seperti Golkar, pDIp, danPD. Contoh lain lagi, PKS sebuah partai Islam yang dimotori olehkalangan aktivis Islam terdidik dan moralist, ternyata juga maumgngembangkan koalisi dengan hampir semua partai politik. Tabel 3di bawah ini menunjukkan beberapa contoh koaliii antai partai dengangaris ideologi yang berbeda.

431

Page 18: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

Iurnal llmu Sosial I llmu Politik, Vol.70, No. 3, Maret 2007

8.b"ff""t'""r"nPola Koalisi Antar Parpol dalam Pilkada

Pola KoalisiKasus (Nama Kabupate4lKota)

Pola Koalisi Antar Parpol Dalam Pilkada

Garis Ideologi Partai Menang Kalah

Antar partainasionalis-sekulerdengan partai islam

1. PDIP-PKS Kota Dumai, Muko-Muko, Purbalingga

Sumenep,Benskalis

2. Golkar -PBB

Ogan Ilir, Tojo Una-IJna, Kota Palu

Jember

Antar partaikeagamaan dariagama yangberbeda

1. PBR,PDS Kota BandarLampung, KotaMedan

Asahan

2. PBB-PDS Kota BandarLampung

Asahan, FloresTimur

Antara partai islamdengan partai islammoderat

1. PKS - PKB Og"k MomeringUlu, Sukabumi,Purbalingga,Tapanuli Selatan

Belitung Timur,Kota Denpasar,Barm, LuwuTimur

2. PBB - PAN Og* Ilir, KotaMetro

Lampung Timur,Blora

Sumber: Diolah dari berbagai macam sumber berita di media massa.

Peta koalisi lintas parpol yang telah terjadi dalam seri Pilkadaperiode 2005-2006 tersebut bisa dimaknai sebagai cairnya sekat-sekatideologis lintas parpol. fika hal ini yang terjadi, berarti permasalahanlama sistem keparpolan di Indonesia yang berbasis non-Program danberperilaku tidak rasional bisa diminimalisir. Apatagi jika pencairansekat-sekat ideologis ini menggambarkan berkembangkan ParPolberorientasi program dengan karakter perilaku yang lebih rasional bagkepentingan publik.

Namun, pencairan sekat ideologis dalam Pilkada tersebut tidakmempunyai makna positif jika semua ini menggambarkan pragmatismeperilaku politik para elit parpol. Dugaan ini cukup kuat untuk diajukan,sebab perilaku parpol dalam pemilu legislatif yang terjadi sebelumnyamasih menunjukkan perilaku pemilih dan instrumen mobilisasidukungan yang berbasis pada jalur ideologi. Dengan kata larn, sekat

432

Page 19: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

Pratikno, Calon Independn, Kualitas Pilkaila dan Pelembagaan parpol

ideologi hanya pudar pada saat Pilkada, dan semua ini lebih didofongoleh kepentingan pragmatis untuk berkuasa daripada oleh semangatuntuk mengembangkan parpol berbasis program.

Hadirnya calon independen sebagai pesaing yang menakutkanbagi calon dari partai politik bisa jadi semakin memperkuatpragmatisme tersebut. Dihadapkan pada pesaing calon independenyang kuat, bisa jadi gabungan partai politik menyikapinya denganmembangun koalisi yang lebih luas. Namun, yang menjadi masalahadalah pondasi koalisi yang lebih didorong oleh kepentingan untukberkuasa di lembaga eksekutif daripada sebagai bagian dari koalisipermanen antar parpol. Oleh karena itu, sebagaimana telah terjadisejak Pilkada tahun 2005, pola koalisi antar parpol dalam Pilkada yangakan datang kemungkinan besar tidak akan mengalami perubahanpasca dibukanya kesempatan bagi calon independen.

Penutup

Tulisan ini tidak bermaksud untuk memprediksi apakah calonindependen akan diberi kesempatan oleh regulasi nasional tentangPilkada di masa yang akan datang. Hal ini akan merupakan keputusanpolitik di tingkat DPR dan Presiden untuk merevisi UU No.32/2004yang menegaskan bahwa pasangan calon Kepala Daerah harusdiusulkan oleh paryol atau gabungan parpol yang memenuhi syarat.Tulisan ini hanya menganalisis kemungkinan implikasi dibukanyapeluang calon independen, jika memang UU nantinya memper-bolehkan, terhadap kehidupan parpol yang akan datang.

Peluang untuk penetapan regulasi yang membuka peluang bagicalon independen masih jauh dari kenyataan. Proses politik penetapanregulasi yang akan memberikan ruang bugl calon independen dalamPilkada di Indonesia tidak akan mudah untuk dicapai. Sampai saatini, usul untuk membuka kesempatan bagi calon independen ini masihditanggapi secara negatif oleh para anggota parlemen yangmempunyai posisi menentukan dalam penetapan UU. Anggota KomisiII DP& Ferry Mursyidan Baldan misalnya, menyatakan kurang sepakatterhadap penerapan calon independen dalam Pilkada se IndonesialT.Menuruhyu, diberikannya otoritas pencalonan kepada partai politikselama ini semata-mata dilakukan untuk membangun rangkaianmekanisme politik y*g matang dan rasional. Sementara untuk konteks

433

Page 20: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

lurnal IImu Sosial B llmu Politik, VoL 70' No. 3, Maret 2007

Aceh, sistem calon independen diambil sebagai solusi untuk menjawabkondisi belum siapnya partai politik lokal yang diamanatkan dalamUU Pemerintahan Nangroe Aceh Darussalam.

Walaupun pemberian kesempatan bagi calon independen dalamPilkada masih belum memperoleh kepastian hukum, namun beberapaindikasi ke arah itu cukup kuat. Melihat buruknya performa partaipolitik, yang bisa dilihat dari pragmatisme partai dalam membentukkoalisi,6anyaknya konflik yang muncul dalam Proses pencalonan, dantidak konsistennya dukungan pemilih terhadap calon dari partaipitihannya pada saat pemilu, semakin mendorong semangat untukmemberi peluang bagi terakomodirnya calon independen dalamPilkada. Di samping itu, sukses pelaksanaan Pilkada di Aceh yangmengantarkan kemenangan pasangan calon dari kalangan non partaijuga semakin menguatkan tuntutan untuk membuka peluang bagicalot independen. Kemenangan pasangan calon Gubernur lrwandiYusuf dan Wakil Gubernur M. Nazar ini merupakan bukti kegagalanpartai politik dalam menyiapkan calon yang kuat dan mengakar kemasyarakat. Beberapa kalangan menilai, Pilkada di Aceh hendaknyabisa dijadikan rujukan untuk mengakomodir peran calon independendalam Pilkada di daerah-daerah lain, dan segera melakukan revisiterhadap UU terkait.

Terlepas dari penetapan regulasi yang membuka peluang bagicalon independen, tulisan ini berusaha untuk melihat beberapakemungkinan jika calon independen diberi kesempatan. Walaupunsecara formal calon independen belum diberi kesempatan, tulisan inimenunjukkan bahwa praktek Pilkada selama periode 2005-2005 telahsecara substantif didominasi oleh calon non-partai, yang berarti pula'calon independen'. Banyak kasus Pilkada menunjukkan bahwa parpoltidak dalam posisi aktif untuk mencalonkan kadernya. Yang banyakterjadi adalah parpol mencari 'orang kuat' untuk dicalonkary atau 'or-ang kuat' yang mencari tiket pencalonan yang dimiliki oleh partaipolitik. Dibukanya peluang calon independen secara formal sebenarnyatidak akan menjadi praktek politik baru dalam Pilkada di Indonesia.

Walaupun demikian, penetapan peluang calon independen secara

formal dalam Undang-undang akan membuat peluang Pa{Pol untuk'menjual tiket'pencalonan semakin tertutup. Lebih dari itu, secara for-mal parpol akan menghadapi pesaing baru dalam proses pencalonan

434

Page 21: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

Pratikno, calon rndependen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan patpol

dalam Pilkada dan dalam memobilisasi dukungan suara bagikandidahrya. Oleh karena itu diharapkan terbukanya peluang bagicalon independen akan membawa implikasi pada penguatankelembagaan partai politik secara internal maupun eksternal.

Berangkat dari pengalaman Pilkada Langsung pada periode2005-2006, tulisan ini menunjukkan bahwa implikasi tersebutdihadapkan pada kerumitan. Pertama, dalam proses Pilkada selamaini, organisasi parpol dihadapkan pada konflik internal organisasi,terutama antara organisasi parpol di tingkat pusat dengan organisasiparpol di tingkat daerah. Format organisasi parpol y*g masih bersifatsentralistis dihadapkan dengan spirit penyelenggaraan PilkadaLangsung yang desentralistis. Konflik ini mewarnai proses pencalonanpasangan Kepala Daerah di banyak partai yang terjadi di banyakdaerah. Konflik intemal organisasi parpol ini semakin diperparah olehkonflik antara elit parpol dengan para kadernya dalam prosespencalonan. Oleh karena itu, implikasi dibukanya calon independenakan dihadapkan pada permasalahan ini.

Kedua, fenomena yang sangat kuat terjadi dalam prosespencalonan dalam Pilkada adalah pola interaksi antar parpol. Regulasiyang menetapkan prasyarat peroleh suara minimal 75% bagi parpolyang bermaksud mengajukan calon, telah mendorong parpol untukmembangun koalisi. Tidak seperti pemahaman tentang peta koalisiantar parpol dalam sejarah kepartaian di Indonesia yang didasarkanpada basis ideologi aliran, fenomena Pilkada menunjukkan karakteryang berbeda. Dalam data agregat tingkat nasional terlihat bahwasemua parpol pernah berkoalisi dengan semua parpol lainnya. Batasidelologi aliran tidak lagi relevan dalam Pilkada. Namun hal ini tidakberarti menunjukkan berakhirnya politik aliran dan menguatkan logikakepartaian yang berbasis pada program. Tetapi tulisan ini justrumenunjukkan bahwa basis koalisi lebih didasarkan pada pragmatismeuntuk memperoleh kekuasaan dalam lembaga eksekutif di daerah.

Dibukanya kesempatan calon independen akan menghadirkanpesaing baru bagi paipol dalam Pilkada. Tulisan ini berusahamenuniukkan bahwa kehadiran pesaing yang kuat ini bisa mendorongparpol untuk membangun koalisi antar mereka. Tanpa kejelasan basiiideologi dan orientasi kebijakan, koalisi antar parpol yang semakinintensif tidak serta merta memperjelas arah penyederhanaan partai

435

Page 22: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

lurnal llmu Sosial B llmu Politik, VoL 70, No. 3, Maret 2(N7

politik di Indonesia. Ketidak konsistenan pola dan basis koalisi antarparpol justru hanya akan memperkuat argumen bahwa parpol tidaklebih dari sekelompok orang yang bersatu untuk kepentingan jangkapendek memperoleh kekuasaan berbasis pragmatisme. Oleh karena itu,tanpa dibarengi dengan reformasi kepartaian secara luas, pembukaanruang bagi calon independen tidak membawa implikasi yang berartib"gt penguatan kelembagaan partai politik di daerah.****'F

Daftar Pustaka

Amirudin dan A. Zaini Bisri (2006). Pilkada Langsung: Problem dan

Prospek, Sketsa Singkat Perjalanan Pilkada 2005. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Asfar, Muhammad, (2006). Pemilu Dan Perilaku Pemilih 1955-2004.Surabaya: Pustaka Eureka.

Dakhidae, Daniel, ed. (1999). Partai-Par;tai Politik di lndonesia: IdeologiStrategi dan Program. ]akarta: Kompas.

Djojosoekarto, Agung dan Rudi Hauter (ed), (2003). Pemilihan I'angsungKqala Daerah: Transformasi Menuju Demokrasi Lokal, ADEKSIdan Konrad Adenauser Stiftung.

Evans, Kevin Raimon, (2003). Sejarah Pemilu dan Partai Politik di lndo-nesia. fakarta: P.T. Siem and Co.

Feith, Herbert, dan Lance Castles, (1970). Indonesian Political Thinking1945-1965. Ithaca and London: Cornell University.

Gaffar, Afan, (1992). laaanese Voters. Yogyakarta: Gadjah Mada Uni-versity Press.

Geertz, Clifford , (1950). Religion of laoa. Illinois: Free Press.

Haris, Syamsuddin, (2005). Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai:Proses Nominasi dan Selelai Calon kgislatif Pemilu 2A04. |akarta:Gramedia bekerjasama dengan LIPI dan IMD.

Inoguchi, Takashi, (2004). The Asia Barometer Suraey. University of To-kyo, September 2004.

436

Page 23: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

Pratikno, Calon Indepmden, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan patpol

King, Dwight Y., (2003). HaIf Hearted Reform: Electoral Institutions andthe Struggle for Democracy in Indonesia. Westport and London:Praeger.

Koirudin, (2004). Partai Politik Dan Agenda Transisi Demokrasi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kristiad i, I . Q006).'Pilkada, Pers dan Perkembangan Demokrasi.' DalamAmirudin dan A. Zaini Bisri (editor). Pilkada Langsung: Problemdan Prospek, Sketsa Singkat Perjalanan Pilkada 2005. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Lay, Cornelis, (2006). lnuolusi Politik: Esei-Esei Transisi Indonesia.Yogyakarta: 32 PLOD UGM dan ]IP Fisipol UGM.

LP3ES, (2003). Suraey Popularitas Partai Menjelang Pemilu 2004, LP3ES,

|uni 2003.

Michels, Robert, (1984). Partai Politik: Kecenderungan Oligarkis DalamDemokrasi, Jakarta: PT. Rajawali.

Nadir, Ahmad, (2005). Pilkada Inngsung dan Masa Depan Demokrasi dilndonesia, Yogyakarta: Averroes Press.

Nur, Muhammad, (2006). Makna dan Cara Kerja Praktik Politik lJangdalam Pemenangan Pasangan Calon Kepala Daerah, Disertasi 53,Universitas Airla ngga, Surabaya.

'Pilkada Langsung : Demokratisasi (Lokal) Setengah Hati.' FIamma-IRE.Edisi 23, Volume L0, April 2005

Pramono, Sidik, (2005). Pilkada Langsung, Autal Dari Sebuah Akhir, rTAgustus 2005, (www.ntt-ontine.ory)

Pratikno, Q0A4. Oligarki dan Otoritarianisme Partai, Makalah SeminarInternasional "Demokrasi Dalam Pengaturan Internal Partai-Partai Potitik Indonesia" National Democratic Institute , )7 Maret2002

Prihatmoko, Joko I, (2003) . Pemilu 2004 Dan Konsolidasi Demokrasi.Semarang: LP2I, LP3M Unwahas.

Prihatmoko, Ioko. I, (2005) . Pemilihan Kepala Daerah Langsung: Filosofi,Sistem dan Problema Penerapan di Indonesia. Yogyakarta: PustakaPelajar dan LP3M Universitas Wahid Hasyim Semarang.

437

Page 24: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

lurnal Ilmu Sosial ts Ilmu politik, Vol.l0, No, 3, Marct 2007

Romli, Lili, (2003). Potret Partai Politik Pasca Orde Baru. Jakarta: LIpI.52 PLOD dan Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, (2005),

Rapid Eaaluation pilknda 2005 (Final Report).

Bisa Tekan otoritas Partai, Jawa pos, L Januari 2007.

Calon Independen Diminta Dimasukkan dalam Peraturan Piltuda, 30 No-vember 2004, ftttp: / -ww.tiputan

)Diskusi Publik Farum Politisi: Talkshow "pragmAtisme pilkada", 16

oktober 2006 (http: rorum-poritisi.org /aktivitas /article.php?id=232)

UU 17 Februafi 2005,Pilkada Dinilai harus Dibatalkanll tt t t r.

438

Page 25: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

7

Indeks Artikel |urnal Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikVolume 10, |uli 2006 - Maret 2007

Azca, Muhammad Najib, Force Migration, Social Violence, and Societal

Insecurity. Volume 10, Nomor 2, November 2006, halaman 22L

- 248

Hiariej, Eric, Perkembangan Kapitalisme Negara di Indonesia. VolumeL0, Nomor 1., |uli 2006, halaman 91-L20

lemadu, Aleksius, Kebijakan Politik dan Keamanan Australia diKawasan Asia Pasifik. Volume L0, Nomor 2, November 2006,

halaman '1.43 -'l'64

I-ay, Cornelis, Nasionalisme dan Negara Bangsa. Volume L0, Nomot 2,

Novemb er 2006, halaman 165 - 180

Mailu, Amelia, Pendekatan Kultural sebagai Strategi Resolusi Konflik:Kasus Khon Kaen Thailand. Volume L0, Nomor 2, November2006, halaman 18L - 200

Mudiyono, Petani Perkebunan Kelapa Sawit dalam PerspektifPengembangan Komunitas. volume 10, Nomor '1, Juli 2006,

halaman 35 - 50

Mugasejati, Nanang Pamuji, Konsep l-egalisasi dalam Politik Kerjasama- hrternasional. Volume L0, Nomot 2, November 2006, halamanl2L - 1.42.

Pratilcno, Calon Independeru Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Palpol.Volurre 1.0, Nomor 3, Maret 2007, halaman 415-438

Prihatin, S. Djuni, Potret Buram Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.Volume 1.0, Nomor 3, Maret 2007, halaman 325-342

Purwanto, Erwan Agrt, Mengkaji Potensi Usaha Kecil dan Menengah(LIKIvI) Untuk Pembuatan Kebijakan Anti Kemiskinan di Indo-nesia. Volume L0, Nomor 3, Maret2007, halaman 295-324

439

Page 26: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

lurnal llmu Sosial tt IImu Politik, VoI. 70, No. 3, Maret 2(N7

S ant o s o, P urw o, Amandemen Kons titusi untuk Mengelola KebhinnekaanIndonesia, Volume 10, Nomor 3, Maret 2007, halaman 39t-41,4

Slamet, Achmad, Investasi Pendidikan sebagai PengembanganSumberdaya Manusia. Volume L0, Nomor L, |uli 2006, halaman71-89

Soetomo, Persoalan Pengembangan Institusi PemberdayaanMasyarakat. Volurne L0, Nomor 1, Juli 2006, halaman 51, - 69

Suharko, Gerakan Sosial Baru di Indonesia: Repertoar Gerakan Petani.Volume 10, Nomor t,Iuli 2006, halaman | - U

Sumarto, Mulyadi , Kepedulian Sosial Perusahaan: Cerrnin DisfungsiPluralisme Kesejahteraan. Volume L0, Nomor 3, Maret 2007,halaman 343-364

Suseno, Djoko, dnn Hempri Suyatna, Mewujudkan Kebijakan Pertanianyang Pro-Petani. Volume 10, Nomor 3, Maret 2007, halaman267-294

Susetiawan, Marjinalisasi Petani atas Nama Pemberdayaan:Problematika Mengubah Paradigma Kebijakan. Volume 10,Nomor 3, Maret 2007, halaman 249-266

Widaningrum, Ambar, Dinamika Pelaksanaan Desentralisasi BirokrasiPelayanan Kesehatan. Volume L0, Nomor 3, Maret 2047,halaman 365-390

Winanti, Poppy S., WTO, Negara Sedang Berkembang dan GerakanMasyarakat Sipil Global. Volume LO Nomor 2, November 20M,halaman 20L - 220

440

Page 27: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

N(ocY)CD(otr)

a.NNoX,pf,qt

$au)

oq$U)f,(U

N(U

E$$o

-\<q(Uf<tr\r<qobO)

q-)oI

FORMULIR BERLANGGANAN JSP

Mohon dicatat sebagai pelanggan JSP:

Nama :

Alamat :

Kode Pos :

E-mail

Harga Langganan mulaiVol. 7. No. 1, Juli 2003Rp 60.000,- untuk 1 tahun

FORMULIR INI BOLEH DIKOPI

Page 28: Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol

BERITA PENGIRIMAN UANG LANGGANAN

Dengan ini saya kirimkan uang sebesar:Rp 60.000,- untuk langganan 1 tahun,

Mulai Nomor

Tahun

Uang tersebut telah saya kirimkan melatui:

Bank Mandirtg+Tg MM uGM, yogyakarta, rekeningNomor 137-0001012808,a.n. I Gusti Ngurah Putra cq Jurnal lsipol

Pos Wesel dengan resi nomor

Tanggal