cakradonya dent. j2010; 2(1):83-158 -...

76
Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158 83 PERBEDAAN KEKERASAN PERMUKAAN DUA JENIS HIBRID IONOMER SETELAH DIRENDAM DI DALAM LARUTAN DEMINERALISASI-REMINERALISASI Diana Setya Ningsih*, Ali Noerdin **, Ellyza Herda** * Prodi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala Peserta Program Magister Ilmu Kedokteran Gigi Dasar, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia ** Departemen Ilmu Material Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia ABSTRAK Hibrid ionomer merupakan perpaduan semen ionomer kaca konvensional dengan resin komposit yang memiliki sifat yang hampir sama dengan semen ionomer kaca. Material ini sangat rentan terhadap kondisi lingkungannya (rongga mulut). Saat terpapar makanan, lingkungan rongga mulut berubah menjadi asam akibat aktifitas dari mikroorganisme. Kondisi ini akan kembali ke pH normal oleh karena adanya kapasitas buffer saliva. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekerasan permukaan dari dua hibrid ionomer setelah perendaman di dalam larutan demineralisasi- remineralisasi selama tujuh hari. Metode: 40 spesimen (20 spesimen Fuji II LC dan 20 spesimen Vitremer) dicetak menggunakan mould bulat dengan diameter = 5 mm dan tebal = 2 mm. Kedua hibrid ionomer dibagi kedalam 4 kelompok (kelompok 1: siklus 1 hari; kelompok 2: siklus 3 hari; kelompok 3: siklus 5 hari dan kelompok 4: siklus 7 hari). Seluruh spesimen direndam di dalam larutan demineralisasi dan remineralisasi. Setelah perendaman, kekerasan permukaan hibrid ionomer diukur menggunakan mikrohardness tester Shimadzu (HMV-2 series). Data yang telah terkumpul dianalisa secara statistik menggunakan ANOVA satu arah dengan uji Tujey dan uji t tidak berpasangan. Hasil penelitian ini menunjukkan Fuji II LC memiliki kekerasan permukaan yang lebih besar dibandingkan Vitremer (p<0.05). Tidak ada perbedaan yang bermakna kekerasan permukaan antara siklus 1,3,5 dan 7 hari setelah perendaman di dalam siklus demineralisasi-remineralisasi pada Fuji II LC dan Vitremer. Kekerasan permukaan tertinggi (p<0.05) setelah perendaman di dalam larutan remineralisasi dibandingkan larutan demineralisasi. Kata Kunci : hibrid ionomer, kekerasan permukaan dan siklus pH ABSTRACT Hibrid ionomer is a material combination of conventional glass ionomer cement and resin composite that has properties similar to conventional glass ionomer cement. This material is susceptible to environmental conditions (oral cavity). After food exposure, oral environment will become acidic because of microorganism activities. It will be return to normal pH due to buffer capacity of saliva. The aim of this study is to determine the surface hardness difference of two resin modified glass ionomer cemenst after immersion in demineralization-remineralisation solution for seven days. Method: 40 speciments (20 speciments Fuji II LC and 20 speciments Vitremer) was made using a round mould with diameter = 5 mm and thick = 2 mm. Both resin modified glass ionomer cements were subdivided into 4 groups (Group 1: 1 day cycle; group 2: 3 day cycles; group 3: 5 day cycles and group 4: 7 day cycles). All specimens were immersed in demineralization and remineralization solution. After immersion, surface hardness of resin modified glass ionomer cement measured using mikrohardness tester Shimadzu (HMV-2 series). The obtained data was analyzed statistically with one way ANOVA followed by Tukey test and t-test independent. The results show that Fuji II LC has a greater significant surface hardness than Vitremer (p <0.05). No significant surface hardness among 1,3,5 and 7 cycles (p>0.05) after immersed demineralization-remineralization cycles both in Fuji II LC and Vitremer. The surface hardness is highest (p<0,05) after immersing in remineralization solution than demineralization solution. Keywords : hibrid ionomer, surface hardness, pH cycles

Upload: dangdung

Post on 22-Mar-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

83

PERBEDAAN KEKERASAN PERMUKAAN DUA JENIS HIBRID IONOMER SETELAHDIRENDAM DI DALAM LARUTAN DEMINERALISASI-REMINERALISASI

Diana Setya Ningsih*, Ali Noerdin **, Ellyza Herda**

* Prodi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah KualaPeserta Program Magister Ilmu Kedokteran Gigi Dasar, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas

Indonesia** Departemen Ilmu Material Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia

ABSTRAKHibrid ionomer merupakan perpaduan semen ionomer kaca konvensional dengan resin komposit yangmemiliki sifat yang hampir sama dengan semen ionomer kaca. Material ini sangat rentan terhadapkondisi lingkungannya (rongga mulut). Saat terpapar makanan, lingkungan rongga mulut berubahmenjadi asam akibat aktifitas dari mikroorganisme. Kondisi ini akan kembali ke pH normal olehkarena adanya kapasitas buffer saliva. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaankekerasan permukaan dari dua hibrid ionomer setelah perendaman di dalam larutan demineralisasi-remineralisasi selama tujuh hari. Metode: 40 spesimen (20 spesimen Fuji II LC dan 20 spesimenVitremer) dicetak menggunakan mould bulat dengan diameter = 5 mm dan tebal = 2 mm. Keduahibrid ionomer dibagi kedalam 4 kelompok (kelompok 1: siklus 1 hari; kelompok 2: siklus 3 hari;kelompok 3: siklus 5 hari dan kelompok 4: siklus 7 hari). Seluruh spesimen direndam di dalamlarutan demineralisasi dan remineralisasi. Setelah perendaman, kekerasan permukaan hibrid ionomerdiukur menggunakan mikrohardness tester Shimadzu (HMV-2 series). Data yang telah terkumpuldianalisa secara statistik menggunakan ANOVA satu arah dengan uji Tujey dan uji t tidakberpasangan. Hasil penelitian ini menunjukkan Fuji II LC memiliki kekerasan permukaan yang lebihbesar dibandingkan Vitremer (p<0.05). Tidak ada perbedaan yang bermakna kekerasan permukaanantara siklus 1,3,5 dan 7 hari setelah perendaman di dalam siklus demineralisasi-remineralisasi padaFuji II LC dan Vitremer. Kekerasan permukaan tertinggi (p<0.05) setelah perendaman di dalamlarutan remineralisasi dibandingkan larutan demineralisasi.

Kata Kunci : hibrid ionomer, kekerasan permukaan dan siklus pH

ABSTRACTHibrid ionomer is a material combination of conventional glass ionomer cement and resin compositethat has properties similar to conventional glass ionomer cement. This material is susceptible toenvironmental conditions (oral cavity). After food exposure, oral environment will become acidicbecause of microorganism activities. It will be return to normal pH due to buffer capacity of saliva.The aim of this study is to determine the surface hardness difference of two resin modified glassionomer cemenst after immersion in demineralization-remineralisation solution for seven days.Method: 40 speciments (20 speciments Fuji II LC and 20 speciments Vitremer) was made using around mould with diameter = 5 mm and thick = 2 mm. Both resin modified glass ionomer cementswere subdivided into 4 groups (Group 1: 1 day cycle; group 2: 3 day cycles; group 3: 5 day cycles andgroup 4: 7 day cycles). All specimens were immersed in demineralization and remineralizationsolution. After immersion, surface hardness of resin modified glass ionomer cement measured usingmikrohardness tester Shimadzu (HMV-2 series). The obtained data was analyzed statistically withone way ANOVA followed by Tukey test and t-test independent. The results show that Fuji II LChas a greater significant surface hardness than Vitremer (p <0.05). No significant surface hardnessamong 1,3,5 and 7 cycles (p>0.05) after immersed demineralization-remineralization cycles both inFuji II LC and Vitremer. The surface hardness is highest (p<0,05) after immersing in remineralizationsolution than demineralization solution.

Keywords : hibrid ionomer, surface hardness, pH cycles

Page 2: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

84

PENDAHULUAN

Semen ionomer kaca merupakan bahan

tumpatan yang mampu melepaskan ion fluor

lebih banyak dibandingkan material lain

seperti resin komposit dan kompomer

sehingga dapat mencegah perkembangan

karies di dalam rongga mulut.1-4 Penelitian lain

menyatakan bahwa material ini juga

biokompatibel di dalam rongga mulut, termal

ekspansinya hampir sama dengan struktur gigi,

dan perlekatannya baik (fisikokimia). Namun,

material ini masih memiliki beberapa

kekurangan antara lain: estetisnya kurang,

waktu pengerasan yang lama, mudah aus dan

rapuh.5,6

Kekurangan material ini terus

diperbaiki dan diteliti sehingga ditemukan

hibrid ionomer yang lebih estetis, waktu kerja

pendek, mampu melepaskan ion fluor sedikit

lebih rendah atau sama dengan ion fluor yang

dilepaskan oleh semen ionomer kaca

konvensional dan mampu menerima beban

kunyah.7-10 Hibrid ionomer merupakan

perpaduan antara semen ionomer kaca

konvensional dan resin komposit. Reaksi yang

terjadi pada hibrid ionomer ada dua yaitu:

asam basa (saat pencampuran

fluroaluminosilicate glass dengan cairan

asam) dan reaksi polimerisasi dengan aktifator

kimia/sinar. Komposisi dasar cairan hibrid

ionomer adalah asam polikarboksilat, air, 2-

hydoxyethylmethacrylate (HEMA) sedangkan

bubuk hibrid ionomer mengandung

fluoroaluminasilikat glass dengan atau tanpa

penambahan bahan silane sebagai crosslinked

agent.6,10-12

Disamping komposisi, lingkungan juga

dapat mempengaruhi sifat mekanik dan fisik

hibrid ionomer. Di dalam rongga mulut terjadi

proses demineralisasi (asam) dan

remineralisasi (basa) dan proses ini terjadi

secara terus menerus.12 Kondisi asam basa ini

juga akan mempengaruhi kekerasan

permukaan hibrid ionomer. Silva dan kawan-

kawan (2007), menyatakan bahwa terjadi

peningkatan kekerasan permukaan pada hibrid

ionomer yang direndam di dalam siklus

remineralisasi dan demineralisasi selama 18

hari. Peningkatan kekerasan permukaan ini

terjadi akibat adanya absorbsi air di sekitar

spesimen.13 Berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh Wang dan kawan-kawan

(2006), penelitiannya menunjukkan tidak

terjadi perubahan kekerasan permukaan dan

modulus elastisitas yang bermakna pada hibrid

ionomer sesudah direndam di dalam larutan

demineralisasi maupun remineralisasi yang

mengandung ion kalsium, fosfat dan fluor.14

Dengan adanya perbedaan hasil

penelitian sebelumnya, maka penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui perbedaan

kekerasan permukaan dua merk hibrid

ionomer yang sering digunakan di dalam

kedokteran gigi setelah direndam di dalam

larutan demineralisasi-remineralisasi (pH

cycles) secara terus menerus. Penelitian ini

diharapkan dapat menjadi referensi bagi para

klinisi dalam pemilihan material tumpatan

yang akan digunakan di dalam rongga mulut.

Page 3: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

85

Bahan dan Metoda

Pada penelitian ini, digunakan dua jenis

hibrid ionomer yaitu Fuji II LC dan Vitremer

(Tabel 1). Cetakan spesimen adalah baja

berbentuk bulat dengan diameter 5 mm dan

tebal 2 mm. Hibrid ionomer yang akan

digunakan dimanipulasi sesuai ketentuan

pabrik. Selanjutnya, hibrid ionomer

dimasukkan ke dalam cetakan yang telah

dialasi dengan mylar strip. Diatas cetakan

ditutup juga dengan mylar strip dan glass slide

serta diberi pemberat sebesar 1 kg diatasnya

untuk mendapatkan spesimen dengan

kepadatan yang sama. Spesimen disinari

selama 40 detik (Fuji II LC) dan 20 detik

(Vitremer) menggunakan LED (light emitted

diode). Selanjutnya hibrid ionomer

dikeluarkan dari cetakan dan kelebihannya

dibuang. Jumlah spesimen pada penelitian ini

adalah 20 dari masing-masing hibrid ionomer

dan kemudian dibagi dalam empat kelompok

perlakuan dengan jumlah spesimen setiap

kelompok adalah lima. Kelompok 1: siklus 1

hari; kelompok 2: siklus 3 hari; kelompok 3:

siklus 5 hari dan kelompok 4: siklus 7 hari. 13

Spesimen dibiarkan selama 1 jam di

suhu ruang ( 27°C) dan kemudian disimpan di

dalam inkubator (37°C;95mmHg) selama

empat jam. Selanjutnya, spesimen dimasukkan

ke dalam vial yang berisi larutan

demineralisasi 2 ml dan dimasukkan ke dalam

inkubator (37°C;95mmHg) selama enam jam.

Setelah itu, spesimen dikeluarkan dari larutan

demineralisasi, dicuci, diletakkan diatas kertas

absorben dan dikeringkan di udara terbuka

selama 10 menit. Masukkan kembali spesimen

ke dalam 2 ml larutan remineralisasi selama 18

jam dan disimpan di dalam inkubator

(37°C;95mmHg). Siklus perendaman

dilakukan selama 7 hari. Larutan

demineralisasi dan remineralisasi di ganti

setiap hari. Adapun komposisi larutan

demineralisasi dan remineralisasi dapat dilihat

pada Tabel 2. 13

Uji kekerasan permukaan dari setiap

spesimen dilakukan pada setiap akhir

perendaman demineralisasi dan remineralisasi.

uji kekerasan dilakukan pada siklus 1, 3, 5 dan

7. Uji kekerasan dilakukan dengan

menggunakan microhardness tester dengan

menggunakan indenter Knoop dengan beban

100 gramforce selama 5 detik. Pada setiap

spesimen dilakukan 5 indentasi, dan dihitung

nilai rerata sehingga diperoleh nilai rerata

kekerasan permukaan. Analisa statistik

dilakukan dengan menggunakan SPSS metode

ANOVA satu arah dan post hoc Tukey’s

(p<0,05).

Tabel 1. Komposisi dan P/L Rasio HibridIonomer yang digunakan padapenelitian

Hibridionomer Bubuk Cairan P/L rasio Product

/batch

Vitremer(V)

Fluoroaluminosilicate glass,potassiumsulfat,asamaskorbat

50% asampoliakrilat, 20%HEMAAir dan 13%asam karboksilat

2:2(2,5g/1g) 3M

FUJI IILC(F)

95-100%Aluminosilicateglass

20-25% asampoliakrilat, 30-35% HEMA, 1-5% TMHDM, 5-15% komposisilain

1:2(3,2g/1g) GC

Page 4: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

86

Tabel 2. Komposisi Larutan Demineralisasidan Remineralisasi

No Larutan pH Komposisi

1 Demineralisasi 4,3

Asam asetat murni (50mM/L), CaHPO4 (2.2mM/L) dalam aquadesdan timol

2 Remineralisasi 7

20 mM HEPES Buffer,1.5 mM Kalsium(CaCl2), 0.9 mM fosfat(K2HPO4), 10 ppmfluor (NaF).

Hasil

Hasil dari penelitian pada Tabel 3

memperlihatkan adanya perbedaan kekerasan

permukaan saat perendaman di dalam larutan

demineralisasi dan larutan remineralisasi,

dimana kekerasan permukaan paling tinggi

terlihat saat perendaman di dalam larutan

remineralisasi baik pada Fuji II LC maupun

Vitremer. Kekerasan permukaan Fuji II LC

tertinggi didapati setelah perendaman di dalam

larutan demineralisasi pada siklus 7 hari

(39.58±0.674), sedangkan kekerasan

permukaan terendah terlihat pada siklus 1 hari

(36.23±0.965). Saat perendaman di dalam

larutan remineralisasi, kekerasan permukaan

tertinggi diperoleh setelah perendaman siklus

1 hari (42.04±0.572) dan terendah pada siklus

7 hari (40.74±0.459). Sedangkan setelah

perendaman di dalam larutan demineralisasi,

kekerasan permukaan Vitremer tertinggi

diperlihatkan pada siklus 3 hari (29.09±0.826)

dan terendah pada siklus 1 hari (26.94±0.407).

Peningkatan kekerasan permukaan juga

terlihat setelah perendaman di dalam larutan

remineralisasi selama 1,3,5 dan 7 hari yaitu:

31.10±0.287, 31.52±0.184, 30.79±1.193 dan

30.31±1.593.

Pada akhir siklus demineralisasi-remineralisasi

(asam-basa) terlihat tidak ada perbedaan

kekerasan permukaan pada Fuji II LC dan

Vitremer saat perendaman siklus 1,3,5 dan 7

hari. Namun, secara keseluruhan diperlihatkan

ada perbedaan kekerasan permukaan antara

Fuji II LC dengan Vitremer.

Tabel 3. Kekerasan Permukaan Fuji II LC danVitremer Selama Perendaman di dalamlarutan demineralisasi danRemineralisasi

Fuji II LC VitremerSiklus

Demineralisasi Remineralisasi Demineralisasi Remineralisasi

1 36.23±0.965 42.04±0.572 26.94±0.407 31.10±0.287

3 39.42±0.227 41.56±0.203 29.09±0.826 31.52±0.184

5 38.20±0.416 41.30±0.995 27.64±0.880 30.79±1.193

7 39.58±0.674 40.74±0.459 27.22±0.436 30.31±1.593Demineralisasi 6 jam dan remineralisasi 18 jam

Dari Tabel 3 dan Gambar 1 juga

diperlihatkan bahwa kekerasan permukaan

Fuji II LC adalah 42.04±0.57 (1 hari),

41.56±0.20 (3 hari), 41.38±0.99 (5 hari) dan

40.74±0.46 (7 hari). Pada Vitremer terlihat

rerata kekerasan permukaan dari siklus1,3,5

dan 7 hari adalah 31.10±0.29, 31.52±0.18,

27.22±0.44 dan 30.31±1.59 .

Berdasarkan hasil analisa statistik

menggunakan uji ANOVA satu arah seperti

yang terlihat pada Tabel 4, terlihat ada

perbedaan bermakna kekerasaan Fuji II LC

setelah perendaman selama siklus 1,3,5 dan 7

hari di dalam larutan demineralisasi dan

remineralisasi (p<0.05). Demikian juga

perendaman selama siklus 1,3,5 dan 7 hari

pada Vitremer, yang menunjukkan ada

perbedaan kekerasan permukaan yang

bermakna setelah perendaman di dalam larutan

Page 5: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

87

demineralisasi (p<0.05). Setelah perendaman

di dalam larutan remineralisasi kekerasan

permukaan Vitremer menunjukkan tidak

adanya perbedaan bermakna antara siklus

1,3,5 dan 7 hari (p>0.05).

Gambar 1. Grafik perbedaan rerata kekerasanpermukaan pada Fuji II LC dan Vitremer selama1,3,5 dan 7 hari setelah perendaman.

Tabel 4. Hasil Uji Statistik ANOVA satu arahdengan Tukey’s dan t-test

Fuji II LC (F) Vitremer (V) F-V

D R D R D RSiklus

Sig. Sig. Sig. Sig. Sig. Sig.

1 3 0.001* 0.913 0.000* 0.640

5 0.383 0.959 0.001* 0.377 0.000* 0.000*

7 0.915 0.608 0.000* 0.023*

3 1 0.001* 0.913 0.000* 0.640

5 0.018* 0.667 0.035* 0.966

7 0.002* 0.267 0.981 0.2040.000* 0.000*

5 1 0.383 0.959 0.001* 0.377

3 0.018* 0.667 0.035* 0.966

7 0.754 0.875 0.017* 0.4030.000* 0.000*

7 1 0.915 0.608 0.000* 0.023*

3 0.002* 0.267 0.981 0.204

5 0.754 0.875 0.017* 0.4030.000* 0.000*

Ada perbedaan bermakna (p<0.05)D = Demineralisasi; R = Remineralisas

Analisa lebih lanjut menggunakan

Tukey’s post hoc bahwa pada kelompok Fuji

II LC yang direndam dilarutan demineralisasi,

terdapat perbedaan yang bermakna ditemui

pada siklus 1 dengan hari 3; siklus 3 dengan

1,5, dan 7. Sementara pada saat perendaman

remineralisasi, tidak ditemui perbedaan yang

bermakna antara siklus 1,3,5 dan 7.

Saat Vitremer direndam di dalam

larutan demineralisasi, perbedaan yang

bermakna terlihat antara siklus 1 dengan 3,5,

dan 7, sedangkan pada perendaman Vitremer

di dalam larutan remineralisasi, perbedaan

yang bermakna terlihat hanya pada siklus 1

dengan 7 saja.

Dari uji statistik menggunakan t-test

tidak berpasangan, kekerasan permukaan

setelah direndam di dalam larutan

demineralisasi dan remineralisasi

menunjukkan ada perbedaan bermakna antara

Fuji II LC dengan Vitremer (p<0.05).

Pembahasan

Lingkungan rongga mulut merupakan

lingkungan yang mengalami proses asam dan

basa. Proses asam (pH<7) terjadi saat terpapar

makanan dan akan mencapai pH kritis setelah

30-60 menit. Kondisi asam pada rongga mulut

akan berubah menjadi basa setelah terpapar

buffer yang terkandung di dalam saliva. Oleh

karena itu, model pH cycles sangat potensial

untuk menggambarkan proses asam basa di

dalam rongga mulut dan juga sebagai

standarisasi penelitian yang akan

dilakukan.13,14

Pengambilan dan penglepasan ion yang

berlangsung di dalam rongga mulut juga akan

mempengaruhi kekerasan permukaan dari

material disekitarnya (termasuk hibrid

ionomer). Dari Gambar 1 terlihat bahwa antara

siklus 1, 3, 5 dan 7 hari tidak menunjukkan

perbedaan yang bermakna. Hasil penelitian ini

Page 6: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

88

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Wang dkk (2006) yang menyatakan bahwa

tidak ada perbedaan kekerasan permukaan

sebelum dan sesudah siklus demineralisasi-

remineralisasi pada hibrid ionomer, oleh

karena pada saat demineralisasi maka terjadi

pelepasan beberapa ion yang ada di dalam

material sedangkan pada proses remineralisasi

terjadi proses pengambilan kembali ion-ion

yang berada di lingkungan mulut.14

Berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh Silva dkk (2007). Pada

penelitiannya, menyatakan adanya perbedaan

yang bermakna setelah siklus demineralisasi

dan remineralisasi.13 Perbedaan hasil

penelitian ini, diperkirakan akibat adanya

perbedaan komposisi larutan buffer, perlakuan

dan ukuran spesimen yang digunakan.

Pada setiap siklus, kekerasan

permukaaan yang paling rendah terjadi pada

akhir perendaman di dalam larutan

demineralisasi dan kekerasan permukaan yang

paling tinggi diperoleh pada akhir

perendaman remineralisasi (Tabel 3). Hal ini

menunjukkan terjadinya proses degradasi

hibrid ionomer yang tinggi saat direndam di

dalam larutan demineralisasi. Peningkatan

kekerasan hibrid ionomer setelah perendaman

larutan remineralisasi dikarenakan kandungan

HEMA yang bersifat hidrofilik. Hal ini

menyebabkan ion fluor yang terkandung di

dalam larutan remineralisasi dapat berdifusi

lebih banyak ke dalam matriks resin sehingga

kekuatan resin meningkat. 4.15

Pada penelitian ini, juga terlihat

kekerasan permukaan Vitremer lebih rendah

dibandingkan Fuji II LC. Hal ini disebabkan

adanya perbedaan komposisi dari hibrid

ionomer ini. Fuji II LC mengandung monomer

HEMA yang dapat berikatan sempurna dengan

cairan asam poliakrilik sementara Vitremer

mengalami pengikatan yang sangat sederhana

dengan asam poliakrilik dan kemudian akan

berikatan secara polimerisasi dengan

kelompok metakrilat.16

Penelitian yang dilakukan oleh Xie dkk

(2000) menyatakan bahwa kekerasan

permukaan Fuji II LC lebih tinggi

dibandingkan Vitremer dan Photact fil.17

Perbedaan ini diperkirakan disebabkan oleh

adanya pencampuran ukuran partikel. Pada

Fuji II LC mengandung lebih banyak partikel

yang berukuran kecil dibandingkan partikel

berukuran besar. Sementara Vitremer,

mengandung lebih banyak partikel besar

dibandingkan partikel kecil.6 Pencampuran

ukuran partikel ini akan mempercepat proses

setting (pengerasan) sehingga akan

mempermudah pengaplikasian dan

peningkatkan viskositas. 18

Pada Fuji II LC partikel yang berukuran

kecil dapat terdispersi secara sempurna dalam

matrik Fuji II LC dibanding hibrid ionomer

lainnya. Dengan adanya perbedaan ukuran dan

bentuk partikel glass yang tersebar di matrik

polimer akan memberikan daya tahan terhadap

indentasi sehingga meningkatkan kekerasan

permukaan.16,17 Dibb dkk (2002) menyatakan

ukuran partikel akan mempengaruhi gambaran

mikrostruktur hibrid ionomer sehingga akan

mempengaruhi sifat mekanik termasuk

kekerasan permukaan.16

Page 7: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

89

Perbedaan kekerasan permukaan Fuji II

LC dan Vitremer, diperkirakan juga akibat

adanya perbedaan lamanya penyinaran.

Penelitian yang dilakukan oleh Alpoz dkk

(2008) menyatakan penyinaran menggunakan

LED selama 40 detik lebih memiliki kekerasan

permukaan yang lebih tinggi dibandingkan

penyinaran selam 20 detik.20 Adanya

perbedaan kekerasan permukaan ini

diperkirakan akibat kemampuan absorbsi dan

penyebaran sinar hibrid ionomer yang disinari

selama 40 detik lebih sempurna sehingga

proses polimerisasi dan pengerasannya hibrid

ionomer lebih baik.20.21 Sedangkan, penyinaran

dalam waktu cepat (20 detik), energi yang

dilepaskan oleh LED akan lemah sehingga

pengerasan permukaan hibrid ionomer tidak

terjadi secara sempurna.22

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa kekerasan permukaan

hibrid ionomer dipengaruhi oleh larutan

perendaman. Hibrid ionomer lebih rentan

terhadap kondisi asam dibandingkan kondisi

basa. Ada perbedaan yang bermakna antara

kekerasan permukaan Fuji II LC dengan rerata

kekerasan permukaan Vitremer pada saat

perendaman di dalam larutan demineralisasi

dan remineralisasi. Selama siklus

demineralisasi-remineralisasi, kekerasan

permukaan relatif tidak berbeda baik selama

siklus 1,3,5 dan 7 hari. Dari keseluruhan

penelitian diketahui bahwa penggunaan Fuji II

LC lebih baik dibandingkan penggunaan

Vitremer di dalam kondisi asam dan basa

(lingkungan rongga mulut).

DAFTAR PUSTAKA1. Tyas MJ. Clinical performance of glass

ionomer cements. J Minim Interv Dent.2008;1(2):88-94

2. Attar N, Turgut Md. Fluoride release anduptake capacities of fluoride releasingrestorative materials. J Op Dent2003;28(4):395-402

3. Nakajo K, Takahashi Y, Kiba W, ImazatoS, Takahashi N.Fluoride ion released fromglass ionomer cement is responsible toinhibit the acid production of caries relatedoral streptococci. J Interface Oral HealthSci 2007:263-4

4. Lobo MM, Pecharki GD, Tegan C, SilvaDD, Tagliaferro EPS, Napimogo MH.Fluoride release capacity and cariostaticeffect provided by sealent. J Oral Sci2005;47:35-41

5. David CL. Advances in glass ionomercements. J Appl Oral Sci 2006;14(sp.issue):3-9

6. Albers HF. Tooth coloredrestorative:principles and techniques 9th

ed. BC Decker Inc:London, 2002:43-807. Ermis BR. Two year clinical evaluation of

four polyacid modified resin compositesand resin modified glass ionomer cementin class V lesion. Quintessence Int2002;33(7):542-8

8. Ilea N, Hickel R. Mechanical behavior ofglass ionomer cements as a function ofloading condition and mixing procedure. JDent Mater 2007;26(4):526-33

9. Crall TP, Zion YB, Segura A, Donly KJ.Clinical performance of resin modifiedglass ionomer cement restoration inprimary teeth: A retrospective evaluation.JADA 2001;13

10. Saito S, Tosaki S, Hirota K.Characteristics of glass ionomer cements.In Davidson CL, Mjor IA. Advances inglass ionomer cement. Germany:Quintessence pub.co, 1999:28-44

11. Mount GJ. An atlas of glass ionomercement: a clinician’s guide 3th ed. NewYork: Martin Dunitz 2002:1-11

12. Mount GJ, Hume WR. Glass ionomermaterials. In preservation and restoration

Page 8: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

90

of tooth structure 2nd ed. Australia:knowledge book and software 2005:164-96 microindentation study

13. Silva KG, Pedrini D, Delbem ACB,Cannon M. Microhardness and fluoriderelease of restorative materials in differentstorage media. Braz Dent J2007;18(4):309-13

14. Wang XY, Yap AUJ, Ngo HC, ChungSM. Enviromental degradation of glassionomer cements: a depth sensingmicroindentation study. J Biomed MaterRes 2006

15. Cefaly DFG, Wang L, Paes de Mello LLC,Lima dos Santos JL, Rodrigo dos SantosJR, Lauris JRP. Water sorption of resinmodified glass ionomer cementsphotoactivated with LED

16. Palma-Dibb RG, Palma AE, Matson E,Chinelatti MA, Ramos RP. Microhardnessof esthetic restorative material at differentdepth. J Mater Research 2002;6(1):85-90

17. Xie D, Brantley WA, Culbertson BM,Wang G. Mechanical properties andmicrostructure of glass ionomer cements. JDent Mater 2000;16:129-38

18. Prentice LH, Tyas MJ, Burrow MF. Theeffect of particle size distribution on anexperimental glass ionomer cement. JDent Mater 2005;21:505-10

19. Cefaly DFG, Paes de Mello LLC, Wang L,Lauris JRP, D’alpino PHP. Effect of lightcuring unit on resin modified glassionomer cements: A microhardnessassessment. J Appl Oral Sci2009;17(3):150-4

20. Alpoz AR, Ertugrul F, Cogulu D, Ak AT,Tonoglu M, Kaya E. Effect light curingmetod and exposure time on mechanicalproperties of resin based dental material.Eur J Dent 2008;2:37-42

21. Bayandir YZ, Yildiz M. Surface hardnessproperties of resin modified glass ionomercements and polyacid modified compositeresins. J Cont Dent Prac 2004;5(4):1-6

22. David JR, Gomes OM, Gomes JC,Loguercio AD, Reis A. Effect of exposuretime on curing efficiency of polymerizingunits equipped with light emited diodes. JOral Sci 2007;49:19-24

Page 9: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

91

PENGARUH PAPARAN MINUMAN RINGAN RASA BUAH SECARA IN VITROTERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN EMAIL GIGI TETAP

Suzanna Sungkar*, Suhendrianto**, Sri Fitriyani*

* Staf Pengajar Program Studi Kedokteran Gigi FK-Unsyiah** Staf Pengajar Ilmu Material Fakultas Teknik Jurusan Mesin-Unsyiah

ABSTRAKPenelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh minuman rasa buah terhadapkekasaran permukaan email gigi tetap. Sampel yang digunakan adalah 45 gigi insisivus, bebas karies,stain dan kelainan struktur. Sampel dibagi dalam 3 kelompok yakni kelompok yang mendapatpaparan minuman rasa buah (Fruit Tea rasa Strawberry Tea) dengan durasi 5, 10 dan 15 menit.Pengukuran kekerasan permukaan email dilakukan dengan alat surfcom dengan satuan µm sebelumdan setelah sampel mendapatkan perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan semakin lama durasipemaparan dengan minuman rasa buah, rerata selisih kekasaran permukaan email gigi semakinmeningkat. Kekasaran permukaan email tertinggi adalah pada durasi 15 menit. Hasil uji ANOVAmenunjukkan ada perbedaan bermakna kekasaran permukaan email gigi setelah paparan minumanrasa buah dengan durasi 5, 10 dan 15 menit (p<0,05)..

Kata kunci: minuman rasa buah, kekasaran permukaan email gigi tetap, durasi paparan.

ABSTRACTThe objective of this study was to determine the influence of acid drinks on enamel surface roughnessof permanent teeth. The sample used 45 incisors, without caries, stain and structural abnormalities.Sample were divided into 3 groups, its immersed into acid drink during 5, 10 and 15 minute. Themeasurement of roughness surface carried out by Surform, in micrometer, it held before and aftersamples treatment. The enamel surface roughness of permanent tooth increases as the longer durationof immersed. It was the highest 15 minutes duration. Anova test results showed there was significantdifferences with tooth enamel surface roughness after exposure to acid drink among duration of 5, 10and 15 minutes (P>0.05)

Key words: acid drinks, enamel surface roughness, duration of immersedAcid drink: fruit – flavored drink.

Page 10: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

92

Pendahuluan

Beberapa tahun belakangan ini terjadi

peningkatan insidensi keausan permukaan gigi

pada usia anak dan remaja. Salah satu faktor

penyebab keasuan gigi ini adalah erosi gigi.1

Erosi gigi adalah salah satu jenis kehilangan

progresif jaringan keras gigi yang disebabkan

oleh proses kimia tanpa melibatkan bakteri.2-4

Erosi gigi dapat menyebabkan gigi menjadi

sensitif dan pada tahap lanjut dapat

menyebabkan pulpa terbuka, terjadinya abses

serta berkurangnya dimensi vertikal sehingga

dapat timbul gangguan fungsional dan

estetik.5-9

Penelitian epidemiologik menunjukkan

prevalensi erosi gigi pada anak-anak bervariasi

luas antara 2-57%.4 Erosi pada email gigi

dapat disebabkan oleh faktor intristik maupun

ekstrinsik. Regurgitasi, gaseous reflux dan

chronic vomiting merupakan penyebab

intrinsik erosi yang berasal dari lambung.

Faktor ekstrinsik adalah penyebab erosi gigi

yang berasal lingkungan di luar tubuh seperti

asam yang terdapat dalam makanan, minuman

dan obat-obatan.10,11 Minuman ringan yang

mengandung asam mempunyai pH rendah

sehingga akan terjadi proses demineralisasi

email dan menyebabkan erosi gigi.

Peningkatan konsumsi minuman ringan pada

anak-anak dan remaja dapat menimbulkan

efek yang signifikan terhadap peningkatan

prevalensi erosi gigi.12-15

Banyak minuman ringan rasa buah yang

beredar di pasaran maupun yang diiklankan di

media masa. Salah satu minuman yang banyak

ditemukan dan dijual hampir di setiap sekolah

adalah minuman rasa strawberry dengan merk

dagang Fruit tea dan minuman rasa asam

dengan merk dagang “Asam Jawa”. Kedua

jenis minuman ini mengandung asam sitrat

sehingga pemaparannnya dengan gigi

diperkirakan dapat berpengaruh terhadap

permukaan email.

Email tersusun atas 96% mineral

(material anorganik) serta 1% material organik

dan 3% air. Material anorganik utama pada

email adalah kristal hidroksi apatit (HA)

dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2.16,17

Struktur email yang normal itu sangat keras

karena mengandung mineral yang tinggi,

tetapi apabila kristal hidroksi apatit secara

terus-menerus mengalami kelarutan maka

pada permukaan email akan terbentuk pori-

pori kecil atau porositas yang sebelumnya

tidak ada sehingga dapat menurunkan

kekerasan permukaan email.18,19

Pengukuran erosi gigi dapat dilakukan

secara in vivo maupun secara in vitro. Metode

fisika dengan teknik profilometri/ surfometri

menggunakan instrumen yang mengukur

tekstur/ kekasaran suatu permukaan

merupakan salah satu cara yang dapat

digunakan dalam pengukuran erosi gigi secara

in vitro.4

Bahan dan Metoda

Penelitian ini adalah penelitian

eksperimental laboratoris, dilakukan di

laboratorium Metrologi Industri dan Kontrol

Kualitas Fakultas Teknik Jurusan Mesin

Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Sampel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Page 11: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

93

gigi insisivus tetap yang bebas karies, stain

dan kelainan struktur.

Bahan Penelitian:

1. Gigi insisivus tetap.

2. Minuman rasa buah (merk dagang Fruit

Tea rasa Strawberry Tea) dan Asam Jawa

3. Larutan saline (NaCl 0,9%)

4. Saliva buatan (Fusayama modifikasi)

5. Gelas kaca tempat merendam spesimen

6. Spidol

7. Pinset

Alat Penelitian:

1. pH meter (PH 300 SERIES Hanan

Instruments)

2. Alat pengukur waktu (digital stopwatch)

3. Alat surfcom untuk mengukur kekasaran

permukaan (Surfcom 480A, Zeiss, TSK)

Gambar 1: Bahan penelitian

Gambar 2: Alat Surfcom

Gigi insisivus sejumlah 45 buah

dibersihkan dan disimpan dalam larutan saline

(NaCl 0,9%). Secara random gigi dibagi

menjadi 3 kelompok yaitu kelompok yang

direndam minuman rasa buah dengan durasi

waktu 5, 10 menit dan 15 menit. Sebelum

perlakuan setiap gigi diukur kekasaran

permukaan emailnya (pengukuran I). Pada

kelompok I dilakukan perendaman dengan

durasi 5 menit, kemudian direndam dalam

saliva buatan selama 5 menit. Pada kelompok

II dilakukan perendaman selama 10 menit,

kemudian direndam dalam saliva buatan

selama 5 menit. Pada kelompok III dilakukan

perendaman selama 15 menit, kemudian

direndam dalam saliva buatan selama 5 menit.

Setelah perendaman masing-masing

kelompok diukur kekasaran permukaan

emailnya (pengukuran II). Kekasaran

permukaan email diukur dengan cara sebagai

berikut: pengukuran dilakukan pada bagian

labial, dengan titik pengukuran diperoleh

melalui titik potong pertengahan aksis gigi

(garis vertikal) dan diameter mesio-distal gigi

(garis horizontal). Pengukuran dilakukan pada

lokasi titik yang sama (gambar 3) sebelum dan

setelah perendaman dengan durasi 5, 10 dan

15 menit, sehingga dari masing-masing

kelompok diperoleh 30 data. Hasil yang

diperoleh menunjukkan nilai kekasaran

permukaan email gigi tetap sebelum dan

setelah direndam dengan minuman rasa buah

dengan durasi waktu 5, 10 dan 15 menit,

menggunakan alat surfcom dengan satuan µm.

Page 12: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

94

Gambar 3: Posisi pengukuran

Hasil

Hasil penelitian menunjukkan

perbedaan yang bermakna (p<0,05) pada

kekasaran permukaan email gigi tetap setelah

pemaparan minuman uji dengan durasi 5, 10

dan 15 menit (Tabel 1). Semakin lama durasi

pemaparan dengan minuman rasa buah, rerata

selisih kekasaran permukaan email gigi

semakin meningkat. Kekasaran permukaan

email tertinggi adalah pada durasi 15 menit.

Tabel 1. Nilai rerata, simpang baku dan kisaranperbedaan kekasaran permukaan emailgigi tetap serta hasil uji ANOVA

Selisihkekasaran

(µm)Kelompok Uji

Rerata SBKisaran

UjiANOVA

(p)MinumanBuah 5’Minumanbuah 10’Minumanbuah 15’

0.16

0.33

0.46

0.06

0.07

0.06

0.01-0.26

0.20-0.45

0.37-0.59

0.00*

Keterangan : SB= simpang baku, F= nilai ujiANOVA, p= nilai kemaknaan, *=bermakna

Perbedaan kekasaran permukaan email

masing-masing durasi diuji lanjutan dengan uji

Tukey HSD untuk mengetahui diantara durasi

mana kekasaran permukaan email berbeda

bermakna. Hasil uji Tukey HSD menunjukkan

bahwa perbedaan kekasaran permukaan email

antara durasi 5 dengan 10 menit, 5 dengan 15

menit dan 10 dengan 15 menit berbeda

bermakna (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil uji Tukey HSD perbedaankekasaran permukaan email setelahpemaparan minuman uji

Frekuensi paparan(I)

Frekuensi paparan(J)

Perbedaankekasaran

(I-J)p

Minuman buah 5’Minuman buah 5’Minuman buah 10’

Minuman buah 10’Minuman buah 15’Minuman buah 15’

-0.16

-0.29

-0.13

0.00*

0.00*

0.00*

Keterangan : p= nilai kemaknaan, *=bermakna

Pembahasan

Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa

terjadi peningkatan perubahan kekasaran

permukaaan email setelah paparan minuman

uji pada setiap durasi yang diuji. Hal ini sesuai

dengan literatur yang menyebutkan bahwa

penurunan pH rongga mulut karena adanya

fermentasi karbohidrat yang menghasilkan

asam atau minuman yang mengandung asam,

dapat menyebabkan demineralisasi permukaan

email.20,21

Makanan yang menggunakan kuah atau

cairan yang asam dapat menyebabkan erosi

gigi (demineralisasi permukaan gigi).22

Demineralisasi permukaan email di sini

terlihat dari peningkatan kekasaran permukaan

email yang terjadi. Demineralisasi email

adalah rusaknya hidroksi apatit gigi yang

merupakan komponen utama email akibat

proses kimia. Demineralisasi email terjadi

apabila pH larutan di sekeliling permukaan

email lebih rendah dari 5,5.19

Adapun reaksi demineralisasi yang

terjadi dalam lingkungan asam lemah adalah:23

Ca10(PO4)6(OH)2 + 8H+ 10Ca2+ + 6HPO42-

+ 2 H2O

Page 13: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

95

Sedangkan reaksi demineralisasi dalam

lingkungan asam kuat adalah:23

HPO4- + 6 H+ H2PO4

- dan H2PO4- + 6 H+

H3PO4 (pK =2)

Menurut Brikedal-Hansen (1974) ada 4

tahapan proses terjadinya demineralisasi asam

pada gigi secara histologi yaitu ; 1). Difusi

asam pada permukaan email; 2). Difusi asam

ke dalam matriks organik; 3). Reaksi asam

dengan hidroksi apatit; 4). Pelepasan hasil

reaksi ke daerah sekitarnya. Sisi reaktifnya

yaitu kristal hidroksi apatit dan asam yang

berikatan dengan matriks organik.21

Pengaruh durasi perendaman dan

frekuensi paparan asam dengan email menjadi

faktor untuk terjadinya proses

demineralisasi.23 Penelitian Tri Budi (1989)

menyebutkan bahwa peningkatan frekuensi

kontak yang terjadi antara larutan yang asam

(cuka pempek) dengan gigi dapat

meningkatkan erosi yang terjadi.22 Penelitian

Endang (2006) mendapatkan bahwa makin

lama durasi paparan larutan yang asam

(minuman bersoda dan minuman isotonik)

dengan gigi maka kekasaran permukaan email

juga makin meningkat.24 Lebih lanjut dapat

dijelaskan bahwa durasi dan frekuensi paparan

minuman asam mempengaruhi kekasaran

permukaan email gigi. Hal ini juga dapat

terlihat dari hasil penelitian ini.

Durasi paparan asam terhadap proses

terjadinya demineralisasi sangat bergantung

pada penetrasi asam. Jika dalam waktu yang

singkat, demineralisasi juga dapat terjadi lebih

besar jika asam dapat berpenetrasi dengan

cepat. Hal ini dipengaruhi juga oleh keadaan

email seperti email yang berpori, retak pada

gigi, dan lain lain. Selain itu saliva dan

jaringan periodontal berperan besar terhadap

proses demineralisasi.23

Literatur lain menyebutkan bahwa

proses demineralisasi juga dipengaruhi oleh

jenis dan konsentrasi asam minuman yang

tidak berdisosiasi, kandungan karbohidrat

dalam minuman, pH dan kapasitas dapar

minuman serta kandungan fosfat dan fluor

yang ada dalam minuman.25 Komposisi

minuman rasa buah (Fruit tea) yang

digunakan dalam penelitian ini terdiri dari air,

gula, ekstrak teh, asam sitrat, natrium sitrat,

asam askorbat, konsentrat sari buah dan

perasa. Minuman rasa buah ini memiliki pH

3,49.

Pada penelitian ini diambil sampel gigi

insisivus karena gigi ini mempunyai

permukaan rata yang lebih luas, sehingga

memungkinkan melakukan pengukuran

kekasaran permukaan email. Gigi yang

digunakan adalah gigi yang bebas karies dan

tanpa kelainan struktur agar tidak

mempengaruhi hasil penelitian. Gigi yang

telah diekstraksi direndam dalam larutan

saline sebelum dilakukan penelitian, hal ini

dilakukan untuk mendapatkan kondisi

fisiologis sehingga struktur gigi tidak

mengalami perubahan.24

Kesimpulan dan Saran

Dari hasil penelitian ini, dapat diambil

kesimpulan bahwa ada pengaruh minuman

ringan rasa buah terhadap kekasaran

Page 14: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

96

permukaan email gigi tetap. Makin lama

durasi pemaparan maka kekasaran

permukaaan email semakin meningkat. Saran

dari penelitian ini adalah agar mencegah

kontak yang terlalu lama antara gigi dengan

minuman ringan rasa buah, antara lain dengan

cara menggunakan sedotan pada saat

meminum minuman tersebut. Bagi pihak

produsen, disarankan untuk dapat

memodifikasi produk sehingga dapat

mencegah terjadinya erosi gigi.

Ucapan Terima Kasih

Kami mengucapkan terima kasih

kepada Lembaga Penelitian Universitas Syiah

Kuala yang telah mendanai dan mendukung

pelaksanaan penelitian dengan sumber dana

dari pemerintah daerah Nanggroe Aceh

Darussalam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hunter ML, West NX, Hughes JA,Newcombe RG, Addy M. RelativeSusceptibility of deciduous andPermanent Dental Hard Tissue toErosion by Low pH Fruit Drink In Vitro.J Dent 2000; 28: 265-70.

2. Milosevic A. Tooth Wear: AnAetiological and Diagnostic Problem.Eur J Prosth Rest Dent 1993; 173-8.

3. Asher C, Read MJF. Early EnamelErosion in Children association with TheExcessive Consumption of Citric Acid.Br Dent J 1987; 102: 384-7.

4. Shaw L. The Epidemiology of ToothWear. Eur J Prosth Rest Dent 1997;5:153-6.

5. Bishop K, Kelleher M, Briggs P, Joshi R.Wear Now? An Update On The Etiologyof Tooth Wear. Quinstessence Int 1997:28: 305-13.

6. Kelleher M, Bishop K. Tooth SurfaceLoss: An Overview. Br Dent J 1999;186: 61-6.

7. Linnet V, Seow WK. Dental Erosion inChildren: A Literature Review. Ped Dent2001; 23 (1): 37-42.

8. Wickens JL. Prevention andMaintenance. Br Dent J 1999; 186:371-6.

9. Bishop K, Briggs P, Kelleher M. TheAetiology and Management of LocalizedAnterior Tooth Wear in The YoungAdult. Dent Update 1994; 153-60.

10. Ehlen, LA. Acidic Beverage Increase theRisk of In Vitro Tooth Erosion. NIHPublic Access Author Manuscript 2008;28(5): 299-303.

11. Mandel, Louis. Dental Erosion Due toWine Consumption. J of Am Dent Assoc2005; 136: 71-5.

12. Ramalingam L. Messer LB, ReynoldsEC. Adding Casein Phosphopeptideamorphous Calcium Phosphate to SportDrink to Eliminate In Vitro Erosion. PedDent 2005; 27 (1):61-7.

13. Chu FCS, Yip HK, Newsome PRH,Chow TW, Smales RJ. RestorativeManagement of the Worn Dentition:Aetiology and Diagnosis. Den Update2002; 29:162-8.

14. Palmer CA. Diet and Nutrition in OralHealth. New Jersey: Pearson Education,Inc., 2003; 2-3.

15. Barr Cornelia. Dentist UrgeManufacturers to Change Recipes forSoft Drinks.Dent Trib Inter 2004; 2: 3.

16. Mount GJ, Hume WR. Preservation andRestoration of Tooth Structure 2005. 2nd

ed. Queensland, Australia: KnowledgeBooks and Software: 79-85.

17. Edhie AP. Keasaman MinumanRinganMenurunkan KekerasanPermukaan Gigi 1999. Majalahkedokteran gigi. Surabaya; 32 (3): 126-9.

18. Anthony J. Effects of Sport drinks andother Beverages on Dental Enamel. J OpDent 2004; Sept: 28-30.

19. Warren J. Tooth Wear Patterns inTheDeciduous Dentition. Am J OrthoDent fac Orthop. 2002; 122: 614-8.

20. Tri Budi. Hubungan erosi gigi dengankebiasaan makan pempek di Palembang

Page 15: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

97

Sumatera Selatan. Disertasi. Surabaya:Pascasarjana Universitas Airlangga;1989:190-1.

21. Brikedal-Hansen. Kinetics of aciddemineralization in histologic technique.J of Histchemistry andCytochemistry.1974; 22(6): 434-41.

22. Endang NY. Perbedaan kekasaranpermukaan email gigi tetap akibatpaparan minuman bersoda dan minumanisotonik. Tesis. Jakarta: FakultasKedokteran Gigi Universitas Indonesia;2006: 24-6.

23. Ferreira RI, Haiter-Neto F, TabchouryCPM, Boscolo FN. In vitro induction ofenamel subsurface demineralization forevaluation of diagnostic imagingmethods. J Appl Oral Sci 2007; 15(5).

24. Lussi A, Jaeggi T, Ucharer UJ.Prediction of the erosive potential ofsome Beverages. Caries Res1995;29:349-54.

25. Febriyanti. Perbedaan kekasaranpermukaan email gigi tetap muda setelahaplikasi asam fosfat 37% dengan waktuaplikasi 15, 30, 45 dan 60 detik: Tesis.Jakarta: Fakultas Kedokteran GigiUniversitas Indonesia; 2006: 15.

Page 16: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

98

ULKUS TRAUMATIK KRONIS MENYERUPAI KARSINOMA SEL SKUAMOUS ORAL(LAPORAN KASUS)

Sri Rezeki*, Siti Aliyah Pradono**

* Staf Pengajar Program Studi Kedokteran Gigi, FK - Unsyiah** Departemen Penyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia

ABSTRAKUlkus sering terjadi pada rongga mulut yang dapat disebabkan oleh iritasi, malignansi dan penyakitsistemik. Tampilan klinis ulkus soliter rongga mulut yang disebabkan trauma kronis dapatmenyerupai karsinoma sel skuamous. Artikel ini melaporkan ulkus traumatik kronis pada wanitaberusia 54 tahun dengan riwayat lidah tergigit ketika melakukan pengunyahan dan terdapat kontakkronis lesi dengan gigi tajam yang berada di dekatnya. Pemeriksaan klinis menunjukkan ulkus soliterdengan permukaan eksofitik dan hiperkeratosis. Gambaran klinis menyerupai karsinoma selskuamous. Setelah penyebab iritasi dihilangkan perbaikan klinis dapat dicapai.

Kata kunci : ulkus traumatik, karsinoma sel skumous oral

ABSTRACTUlcers commonly occur in the mouth which can caused by irritation, malignancies and systemicdisease. The clinical presentation of solitary oral ulcer which result from chronic trauma can resembleoral squamous cell carcinoma. This article report chronic traumatic ulcer in a 54 years old womanwith history of accidental biting during mastication on the tongue and chronically contact with sharptooth adjacent to lesion. Oral examinations shows solitary ulcer with exophytic surface andhyperkeratosis. Clinical features are mimicing oral squamous cell carcinoma. After the irritatingcauses are removed, the clinical improvement can be achieved.

Keywords : chronic traumatic ulcer, oral squamous cell carcinoma

Page 17: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

99

Pendahuluan

Ulkus pada rongga mulut sering terjadi,1-5 dan sering pula menjadi alasan pasien

mencari pengobatan.6 Penyebab ulkus dapat

karena iritasi lokal, malignansi ataupun

penyakit sistemik.3-5 Faktor lokal seperti

trauma, baik akut maupun kronis pada mukosa

sering menyebabkan ulkus3 dan dapat

menyerupai karsinoma sel skuamous karena

sama-sama menunjukkan ulkus soliter.4

Dalam laporan kasus ini akan dibahas

ulkus yang disebabkan trauma gigi fraktur

dengan tepi yang tajam dan terjadi dalam

waktu yang lama. Tampilan klinis menyerupai

karsinoma sel skuamous. Setelah penyebab

trauma dihilangkan, terjadi perbaikan klinis.

Laporan Kasus

Pada tanggal 29 Februari 2008 datang

seorang pasien perempuan berusia 54 tahun

dengan keluhan sariawan sejak 1 bulan yang

lalu. Dari anamnesis diperoleh informasi

riwayat lidah bagian kiri tergigit gigi yang

sudah pecah. Lama kelamaan luka di lidah

mengeras. Lidah hanya terasa sakit bila daerah

luka terkena gigi atau makanan keras. Luka di

lidah diobati dengan policresulen dengan cara

dioles 3 kali sehari dan sudah menghabiskan 1

botol. Ketika pasien berobat di Rumah Sakit

sebelumnya, dianjurkan pengangkatan seluruh

daerah yang membesar di lidah, namun pasien

menolak. Kemudian berobat ke klinik umum,

dan diberikan asiklovir 200 mg 3 kali sehari,

klindamisin 150 mg 3 kali sehari dan

neuralgin. Setelah mengkonsumsi obat

tersebut, tidak ada perbaikan. Riwayat

sariawan jarang, riwayat tumor keluarga

disangkal. Riwayat penyakit infeksi disangkal.

Sering mengkonsumsi makanan cepat saji

setiap hari sejak 1 tahun terakhir dan jarang

makan makanan dibakar dan ikan asin. Pola

makan teratur dengan nasi, lauk-pauk, sayur-

mayur dan buah-buahan.

Pemeriksaan klinis lidah tampak ulkus

dengan permukaan eksofitik, diameter 2,5 cm

dan daerah keratotik (Gambar 1a). Ulkus

tersebut berdekatan dengan gigi 36 yang tajam

(Gambar 1b). Palpasi tidak sakit dengan

konsistensi kenyal. Bagian ventrolateral lidah

kiri dirasakan sakit ketika dilakukan perabaan.

Gambar 1a. Ulkus dengan permukaan eksofitik

Gambar 1b. Ulkus berdekatandengan gigi 36yang tajam

Kebersihan mulut pasien buruk terlihat

dari pemeriksaan gigi-geligi dengan kalkulus

supra dan subgingiva (Gambar 1c),

kegoyangan derajat 2 sampai 3 gigi 12, 31, 32,

41, 42, 44, sisa akar 16, 45, karies servikal 24,

25, karies dentin disertai fraktur meninggalkan

Page 18: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

100

daerah yang tajam 36, dan fraktur gigi 11 dan

21, karies email 17, 37, dan 47. Kehilangan

gigi 18, 26, 27, 38 dan 48. Berdasarkan

pemeriksaan laboratorium, terdapat beberapa

panel pemeriksaan yang mengalami kenaikan,

yaitu laju endap darah 24 mm (nilai rujukan

normal 20 mm) dan eosinofil 4,7 % (nilai

rujukan normal 1,0 – 3,0 %).

Gambar 1c. Kebersihan mulut buruk

Pada kunjungan pertama, didiagnosis

ulkus traumatik kronis dengan diagnosis

banding karsinoma sel skuamous. Periodontitis

kronis 12, 31, 32, 41, 42, 44. radiks 16, 45,

gingivitis kronis, iritasio pulpa 11, 17, 21, 24,

25, 36, 37 dan 47. Edentulus 18, 26, 27, 38

dan 48. Diberikan komunikasi, informasi dan

edukasi mengenai penyakit yang diderita dan

pentingnya kebersihan mulut serta cara

melakukan tindakan kebersihan mulut dengan

benar. Dianjurkan tindakan pembersihan

karang gigi rahang atas dan bawah serta root

planing 12, 31, 32, 41, 42, 44, pencabutan 16,

45, penambalan 11, 17, 21, 24, 25, 36, 37 dan

47 dan pembuatan gigi tiruan 26, 27.

Diresepkan chlorhexidine gluconate 0,2%

untuk kompres pada daerah ulkus 3 kali sehari

dan multivitamin mengandung vitamin B

kompleks, C dan seng.

Pada kunjungan kedua, kondisi lidah

tidak jauh berbeda dengan kunjungan pertama

(Gambar 2a). Hal ini disebabkan pasien baru

akan melakukan tindakan penambalan gigi 36

dengan tepi tajam yang merupakan penyebab

trauma dan pembersihan karang gigi dengan

permukaan kasar (Gambar 2b). Dikonsul ke

bedah onkologi untuk evaluasi, eksklusi

dugaan malignansi dan tatalaksana. Namun

pasien tidak melakukan anjuran yang

diberikan. Pemakaian obat kumur

chlorhexidine gluconate dan multivitamin

yang telah diresepkan sampai habis.

Gambar 2a. Kondisi lidah tidak jauh berbedadengan kunjungan pertama

Gambar 2b. Setelah pembersihan karang gigi

Pada kunjungan ketiga, 2 bulan setelah

penyebab trauma dihilangkan, daerah eksofitik

mengecil dan daerah pertumbuhan di ventral

lidah tidak terlihat (Gambar 3) dan tidak

ditemukan daerah keratotik. Pada kunjungan

Page 19: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

101

keempat, 4 bulan setelah penyebab utama

dihilangkan, lidah tampak normal (Gambar 4).

Gambar 3. Daerah eksofitik mengecil

Gambar 4. Lidah tampak normal.

Pembahasan

Ulkus merupakan istilah yang sering

digunakan ketika terjadi kerusakan pada epitel

dan lamina propria.7 Salah satu penyebab

ulkus adalah trauma, baik secara (1)

mekanis,2,3 seperti penyikatan gigi terlalu

bersemangat,2,8 tergigit ketika melakukan

pengunyahan,2 permukaan gigi tiruan, alat

ortodonti dan tambalan gigi yang tajam,9

tonjol gigi,9 pada waktu sedang berbicara

maupun tidur,2 (2) kimia,2,3 misalnya

penempatan tablet aspirin pada mukosa

berdekatan dengan gigi yang sakit,9 (3)

termal.3

Ulkus traumatik kronis sering terjadi

pada lidah, bibir, mukosa bukal oleh gigi-

geligi.2 Pasien ini memiliki riwayat lidah

tergigit gigi dengan tepi tajam. Oleh aktivitas

pergerakan lidah, baik ketika makan,

berbicara, ataupun tidur terjadi gesekan terus-

menerus dengan tepi gigi 36 yang tajam.

Seperti diketahui, umumnya ulkus traumatik

berdekatan dengan sumber iritan.2 Selain itu,

lidah dapat bergerak aktif ke segala arah,

termasuk protraksi ke anterior. Kalkulus tebal

pada rahang bawah memiliki permukaan kasar

dapat memperparah ulkus traumatik. Proses

penyembuhan dapat tertunda apabila iritan

belum dihilangkan.10 Hal ini terlihat pada

kunjungan kedua, pasien belum melakukan

eliminasi penyebab trauma melalui

penambalan gigi 36 yang tajam dan

pembersihan karang gigi. Sehingga kondisi

lidah tidak jauh berbeda dengan kunjungan

awal.

Ulkus traumatik kronis biasanya tidak

sakit.3,10 Pada pasien ini terjadi rasa sakit bila

tersentuh. Tampak daerah eksofitik di lidah.

Apabila trauma sering terjadi dan kronis, ulkus

dapat memiliki permukaan yang tumbuh

dengan tepi indurasi menyerupai karsinoma.1

Trauma kronis dapat menyebabkan ulkus

dengan tepi keratotik.7 Pada lateral lidah

tampak daerah keratotik. Lesi di ventrolateral

berdekatan dengan gigi yang tajam

menunjukkan terdapat trauma oleh gesekan

gigi tajam tersebut. Daerah ulkus traumatik

dapat superfisial menyerupai sejumlah proses

vesikuloerosif, namun banyak kasus lesi

Page 20: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

102

berkembang menjadi ulkus dengan tepi putih

(hiperkeratosis) membulat.2

Diagnosis biasanya berdasarkan riwayat

penyakit dan pemeriksaan klinis.1,2 Ketika

anamnesis, pasien biasanya menyadari ulkus

diawali trauma.3 Lesi di lidah pasien ini

tampak terlokalisir di lateral lidah kiri.

Biasanya ulkus traumatik soliter.3 Tampilan

klinis sering memberi kesan trauma penyebab

ulkus. Namun banyak pula kasus yang

menyerupai karsinoma sel skuamous.2 Oleh

karena itu, kadang kala diperlukan tindakan

biopsi untuk eksklusi malignansi yang

mungkin terjadi.1,2

Prinsip dasar perawatan ulkus traumatik

adalah menghilangkan penyebab trauma.1,8

Selain itu dapat diberikan obat kumur anti

septik, seperti chlorhexidine gluconate 0,2%

atau coating agent seperti orabase.6 Penyebab

trauma pasien ini dihilangkan dan diberi

kompres chlorhexidine gluconate 0,2% untuk

mengurangi keterlibatan mikroorganisme pada

daerah ulkus traumatik yang dapat

mengganggu proses penyembuhan. Setelah

penyebab trauma dihilangkan, terjadi

perbaikan klinis pada lidah.

Penggunaan kortikosteroid dalam

perawatan ulkus traumatik masih

diperdebatkan.2 Beberapa klinisi menyatakan

obat tersebut dapat menunda penyembuhan,

laporan lainnya menunjukkan keberhasilan

penggunaan kortikosteroid dalam perawaran

ulkus traumatik kronis.2 Pada pasien ini tidak

diberikan kortikosteroid. Diharapkan dengan

menghilangkan penyebab trauma dan

mengurangi keterlibatan mikroorganisme,

didapatkan perbaikan klinis.

Disarankan dilakukan pemeriksaan

kembali dalam 7 sampai 10 hari setelah

penyebab trauma dihilangkan.1 Apabila lesi

menetap setelah perawatan, diindikasikan

tindakan biopsi.1,2,6 Pasien ini tidak kooperatif

terhadap anjuran penambalan gigi tajam dan

pembersihan karang gigi untuk menghilangkan

penyebab trauma seperti yang dianjurkan.

Pada kunjungan kedua, yaitu 6 hari kemudian

tindakan menghilangkan trauma baru akan

dimulai, sehingga perbaikan klinis belum

terlihat. Untuk eksklusi dugaan malignansi

pasien dirujuk ke bagian Bedah Onkologi

RSCM, dan segera membawa hasil biopsi,

namun pasien tidak melakukan tindakan biopsi

dan kontrol ke bagian Penyakit Mulut RSCM

tidak sesuai jadwal. Pada kunjungan ketiga

dan keempat, yaitu 2 bulan dan 4 bulan setelah

penyebab trauma dihilangkan, perlahan lesi

membaik. Hal ini menunjukkan bahwa dengan

menghilangkan penyebab trauma pada lesi

ulkus traumatik, perbaikan klinis dapat

diperoleh.

Kesimpulan

Ulkus traumatik kronis merupakan ulkus yang

disebabkan oleh trauma dalam waktu lama.

Iritasi kronis dan sering terjadi dapat

menyebabkan tampilan lesi menyerupai

karsinoma sel skuamous. Diagnosis biasanya

dapat ditegakkan melalui anamnesis adanya

riwayat trauma, tampilan klinis dan ditemukan

iritan yang berdekatan. Perawatan ulkus

traumatik pada dasarnya adalah

Page 21: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

103

menghilangkan penyebab trauma. Apabila

perbaikan klinis tidak terjadi atau terjadi

pembesaran lesi, disarankan tindakan biopsi

untuk eksklusi dugaan malignansi.

DAFTAR PUSTAKA1 Laskaris G. Treatment of oral disease a

concise textbook. New York: Thieme,2005.p.169.

2 Neville BW, Damm DD, Allen CM et al.Oral & maxillofacial pathology, 2 edn.Philadelphia, 2002.p.255-61.

3 Van Heerden WFP, Boy SC. Diagnosisand management of common non-viraloral ulceration. SA Fam Pract 2007; 49(8):20-6.

4 Schneider LC, Schneider AE. Diagnosis oforal ulcers. MSJ 1998; 65(5): 383-7.

5 Porter SR, Leao JC. Oral ulcers and itsrelevance to systemic disorders. AlimentPharmacol Ther 2005; 21: 295-306.

6 Field A, Longman L. Tyldesley's oralmedicine, 5 edn. New York: OxfordUniversity Press 2004.p.51-2.

7 Scully C, Felix DH. Oral medicine updatefor dental practitioner aphtous and othercommon ulcers. BDJ 2005; 199(5): 259-64.

8 Yeatts D, Burns JC. Common oralmucosal lesions in adults. Am FamPhysician 1991; 44(6): 2043-50.

9 Jordan RCK, Lewis MAO. A colorhandbook of oral medicine, 1 edn. NewYork: Thieme, 2004.p.22-3.

10 Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oralpathology clinical pathologic correlations,4 edn. St. Louis, Missouri: Saunders,2003.p.23-6.

Page 22: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

104

GEN-GEN PILIHAN UNTUK TERAPI GEN ANTIANGIOGENESIS KANKER

Abdillah Imron Nasution*

*Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

ABSTRAKKemampuan sel kanker untuk tumbuh dan bertahan tergantung pada proses yang disebutangiogenesis. Angiogenesis adalah pembentukan pembuluh darah baru yang sangat diperlukan dalamberbagai proses fisiologis termasuk pertumbuhan, penyembuhan luka dan regenerasi jaringan.Berdasarkan hal ini, timbul ketertarikan untuk menggunakan agen antiangiogenesis untukmenghambat pertumbuhan tumor. Tulisan ini mengevaluasi potensi yang menguntungkan sertakandidat transfer gen dan perkembangan terbaru untuk terapi kanker antiangiogenik. Beberapakandidat transfer gen untuk terapi kanker antiangiogenesis adalah: Thrombospondin-1 (THBS1),Endostatin, Tumstatin, Arresten, Canstatin, Vastatin-Restin, Angiostatin, 16 kD Prolactin Fragment,Platelet Factor-4, Interferon-inducible protein-10 (IP-10), Angiopoietins (Ang-1), Interleukin-12 (IL-12), Interleukin-18 (IL-18), Interferons, Endothelial-monocyte activating polypeptide-II (EMAP-II),Tissue Inhibitors of Metalloproteinases (TIMPs), Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α) dan p53.Kesimpulan, terapi gen sangat menjanjikan dalam mempercepat antiangiogenesis sebagai terapikanker yang efektif dan bisa dicoba dalam penelitian klinis pada manusia di masa yang akan datang.

Kata kunci: kanker, angiogenesis, terapi gen, antiangiogenesis

ABSTRACTCancers growth and survive depend on a process called angiogenesis. Angiogenesis means theformation of new blood vessels and is indispensable to various physiological processes includingdevelopment, wound repair, and tissue regeneration. Based this concept, there is growing interest inthe use of antiangiogenesis agents to inhibit tumor growth. This review evaluates the potentialadvantages and candidates of gene transfers and update novel developments for antiangiogenic cancertherapy. The candidates of gene transfers for antiangiogenic cancer therapy are: Thrombospondin-1(THBS1), Endostatin, Tumstatin, Arresten, Canstatin, Vastatin-Restin, Angiostatin, 16 kD ProlactinFragment, Platelet Factor-4, Interferon-inducible protein-10 (IP-10), Angiopoietins (Ang-1),Interleukin-12 (IL-12), Interleukin-18 (IL-18), Interferons, Endothelial-monocyte activatingpolypeptide-II (EMAP-II), Tissue Inhibitors of Metalloproteinases (TIMPs), Tumor Necrosis FactorAlpha (TNF-α), and p53. In conclusion, gene therapy holds great promise in advancingantiangiogenesis as an effective cancer therapy and will undoubtedly be evaluated in human clinicaltrials in the near future.

Key Word: Cancer, angiogenesis, gen theraphy, antiangiogenesis

Page 23: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

105

Pendahuluan

Terapi kanker pada awalnya lebih

terfokus pada pemusnahan sel kanker melalui

operasi, radioterapi dan kemoterapi.

Menyadari bahwa metode-metode tersebut

memiliki tingkat efisiensi yang rendah dan

angka toksisitas yang tinggi terhadap sel-sel

non-kanker, pakar penyakit kanker

mengembangkan terapi gen yang mampu

meningkatkan efisiensi terapi, sekaligus dapat

mengurangi tingkat toksisitas terhadap sel-sel

non-kanker. 1

Kemampuan tumbuh dan bertahannya

sel kanker sangat tergantung pada asupan

oksigen, nutrisi, dan VEGF (vascular

endothelial growth factor) yang diperankan

oleh sel endotel dalam proses angiogenesis.

Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan

tumor dihambat apabila fungsi VEGF

dihambat dengan cara menekan fungsi reseptor

VEGF, sehingga tidak terjadi sinyal

angiogenesis.2.3 Dalam perkembangan

selanjutnya, banyak bukti-bukti penelitian

yang menyatakan bahwa pertumbuhan dan

metastatis tumor sangat bergantung pada

angiogenesis.4

Penghambatan angiogenesis dan terapi

gen untuk mengatasi penyakit kanker yang

dikenal sebagai terapi gen antiangiogenesis

merupakan pendekatan yang rasional untuk

pengobatan penyakit kanker di masa depan.4

Terbukti dengan hasil evaluasi dan riset terapi

gen antiangiogenesis yang telah dilakukan,

menunjukkan viabilitas yang lebih efektif

dibandingkan dengan pendekatan terapi

kanker lainnya.2,3 Tulisan ini bertujuan

mengetahui potensi beberapa gen yang dapat

diterapkan pada pendekatan terapi gen

antiangiogenesis dalam penanganan penyakit

kanker.

Pembahasan

Angiogenesis terjadi dalam tubuh sehat

untuk memperbaiki luka atau memperbaiki

sirkulasi darah dalam jaringan setelah trauma

atau kerusakan lain. Dalam tubuh sehat proses

tersebut dikendalikan oleh on-off switch yang

diperankan oleh angiogenic growth factors

dan angiogenesis inhibitors secara berimbang

sesuai yang dibutuhkan. Sel yang berperan

pada proses angiogenesis adalah sel endotel,

yaitu sel yang melapisi pembuluh darah dan

berhubungan langsung dengan darah. Sel ini

ada pada setiap jaringan kanker yang telah

berukuran 1-2 mm.4 Ekspresi protein

permukaan sel endotel pembuluh darah yang

terkena kanker menunjukkan perbedaan

dengan sel endotel di pembuluh darah yang

tidak terkena kanker.5

Proses angiogenesis diawali dengan

pelepasan dan pembentukan faktor

pertumbuhan angiogenik yang berdifusi ke

sekitar jaringan yang rusak. Faktor

pertumbuhan angiogenik ini lalu berikatan

dengan reseptor spesifik sel endotel di

pembuluh darah terdekat dan mengaktifkan

sinyal pertumbuhan dari permukaannya untuk

diteruskan ke nukleus. Selanjutnya sel-sel

endotel membentuk molekul-molekul baru

termasuk berbagai enzim yang melarutkan

protein dan membentuk lubang-lubang kecil

pada membran basal untuk berproliferasi dan

Page 24: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

106

bermigrasi menuju jaringan yang rusak.

Integrin yang terdapat di permukaan

membantu pembentukan dan perkembangan

pembuluh darah yang baru. Enzim-enzim lain,

seperti matrix metalloproteinase (MMP)

diproduksi untuk menghancurkan jaringan

yang rusak di ujung pembuluh darah baru yang

sedang tumbuh. Akhirnya, sel-sel endotel yang

terbentuk akan menyatu untuk saling

berhubungan satu sama lain agar darah dapat

bersirkulasi. Pembuluh darah baru mengalami

stabilisasi melalui bantuan sel-sel otot yang

mendukung struktur pembuluh tersebut.4,6

Gambar 1. Proses Angiogenesis1

Pada sel tumor angiogenesis merupakan

proses penting untuk pertumbuhan tumor,

bahkan beberapa penelitian mengungkapkan

bahwa pertumbuhan tumor sangat bergantung

pada angiogenesis (angiogenesis dependent).

Karena itu analisis kemampuan angiogenesis

tumor dapat berperan dalam menentukan

prognosis dan penatalaksanaan penderita

kanker.4,5 Beberapa bukti yang mendukung

teori ini adalah dengan ditemukannya basic

fibroblast growth factor (bFGF) yang bersifat

merangsang densitas dan pencabangan

pembuluh darah dalam tumor, dan juga

menambah volume tumor hingga dua kali

lipat. Selain itu telah ditemukan inhibitor

angiogenesis yang ternyata dapat menghambat

proliferasi sel endotel in vivo maupun in vitro .7

Penelitian lain juga menunjukkan

penghambatan pertumbuhan tumor otak

mencit yang dapat dihambat dengan

menghambat fungsi VEGF (vascular

endothelial growth factor).8

Tahapan-tahapan terjadinya angio-

genesis telah menjadi dasar pemikiran peneliti

di bidang terapi kanker melalui terapi gen

yang berperan sebagai antiangiogenesis.4,7

Tanpa angiogenesis, suplai darah dan makanan

akan terhenti sehingga menghentikan

pertumbuhan kanker. Dasar pemikiran ini

diperkuat oleh bukti-bukti penelitian yang

telah ada untuk mendukung penerapan terapi

gen antiangiogenesis untuk mengatasi kanker

di masa yang akan datang.7

Kandidat dan Pilihan Gen Untuk TerapiGen Antiangiogenik

Saat ini strategi terapi gen

antiangiogenik masih dalam fase preklinis dan

belum dilakukan pengujian pada pasien.

Beberapa kandidat pilihan gen untuk

mendukung penerapan terapi gen

antiangiogenesis untuk mengatasi kanker di

masa yang akan datang adalah:

Thrombospondin-1 (THBS1), Endostatin,

Tumstatin, Arresten, Canstatin, Vastatin-

Restin, Angiostatin, 16 kD Prolactin

Fragment, Platelet Factor-4, Interferon-

inducible protein-10 (IP-10), Angiopoietins

Page 25: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

107

(Ang-1), Interleukin-12 (IL-12), Interleukin-18

(IL-18), Interferons, Endothelial-monocyte

activating polypeptide-II (EMAP-II), Tissue

Inhibitors of Metalloproteinases (TIMPs),

Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α) dan,

p5.

Thrombospondin-1 (THBS1) adalah

inhibitor angiogenesis dan merupakan

inhibitor poten angiogenesis.9 Aktivitas

Thrombospondin-1 sebagai agen

antiangiogenik antitumoral yang secara

ekstensif ditunjukkan dalam kultur sel dan

model ..10 Efek antiangiogenik dari THBS1

dapat mengikat CD36 di sel-sel endotel.11 Saat

ini, terdapat studi fase II pada pasien kasus

kanker ginjal, kanker paru, refractory

lymphoma dan sarkoma untuk mengevaluasi

keamanan dan keampuhan THBS1 yang

dikenal sebagai ABT-510.11 Walau

penghambatan pertumbuhan pada studi in vitro

cell line tidak terlalu signifikan, tetapi ekspresi

THBS1 telah membentuk penghambatan pada

kanker prostat hewan coba yang disebut

DU145.12 Baru-baru ini peneliti juga telah

membuat rekombinan adenovirus yang

mengekspresikan gen THBS1 dan hasilnya

menunjukkan proses antiangiogenik sel

kanker.13

Endostatin (20 kD) adalah sebuah

fragmen internal kolagen dari rantai alpha 1

tipe XVIII dan telah menjadi inhibitor

angiogenesis yang lumayan dikenal.

Endostatin pertama kali ditemukan pada tahun

1997. Endostatin dapat menghambat sel

endotel melalui beberapa jalur, termasuk

pengikatan melalui αVβ1 integrin14 untuk

menghambat reseptor VEGF15 dan cyclin D1.16

Endostatin adalah inhibitor pertama yang

dipelajari dalam percobaan klinis.17 Saat ini

endostatin telah dievaluasi hanya pada fase I

percobaan klinis. Rekombinan esensial

endostatin dapat dilihat dalam dosis bebas

terbatas tetapi menunjukkan tidak adanya

respon klinis pada beberapa pasien tumor.18,19

Di dalam laboratorium juga telah dievaluasi

beberapa gen endostatin pada beberapa model

terapi gen preklinis. Penggunaan vektor

adenovirus dengan menggunakan endostatin

telah dilakukan pada tikus. Pada percobaan ini

endostatin dilaporkan dapat menghambat

pertumbuhan karsinoma kolon yang

ditanamkan secara subkutan pada MC38

murine.20 Penggunaan vektor retroviral juga

telah dilakukan pada hati tikus NMuLi dengan

endostatin. Pertumbuhan sel ini secara in vitro

menunjukkan penghambatan pertumbuhan.21

Tumstatin adalah sebuah fragmen

pecahan rantai α3 kolagen tipe IV. Tumstatin

dapat mencegah angiogenesis yang dimediasi

oleh alphavbeta3 integrin untuk menghambat

proliferasi sel endotel dan mengaktifkan

apoptosis.22 Tumstatin dilaporkan selalu

menghambat pertumbuhan tumor dalam

beberapa model tikus percobaan. 23,24,25 Saat

ini, eksperimen tranfer gen dengan

menggunakan tumstatin belum banyak

dipublikasikan.

Arresten, awalnya diidentifikasi pada

tahun 2000, sama halnya dengan protein

angiogenik poten lainnya yaitu berupa turunan

dari membran basal vaskular. Arresten

merupakan domain 26-kD NC1 dari rantai

Page 26: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

108

alpha1 kolagen tipe IV yang berfungsi sebagai

molekul antiangiogenik untuk menghambat

proliferasi dan migrasi sel endotel. Sama

halnya dengan Tumstatin, aktivitas

antiangiogenik ini dimediasi oleh αVβ1

integrin sel endotel. Arresten pada laporan

penelitian yang pernah dilakukan diketahui

dapat menghambat pertumbuhan dan

perkembangan metastasis tumor pada tikus

model. Hasil ini menjadikan Arresten sebagai

gen pilihan untuk target eksperimen terapi gen

di masa yang akan datang.26

Canstatin diidentifikasi pada tahun 2000

sebagai endogenous 24 kD dan merupakan

bagian dari rantai α2 kolagen tipe IV.

Canstatin dapat menghambat migrasi dan

menginduksi sel endotel untuk apoptosis.

Canstatin menghambat pertumbuhan dan

merubah antivaskular tumor. Cloning

Canstatin dalam beberapa variasi vektor

transfer gen telah diterima sebagai hasil yang

menjanjikan.27

Turunan membran basal lainnya adalah

Vastatin-Restin, sebuah turunan dari domain

NC1 kolagen VIII. Vastatin telah

menunjukkan kemampuan menginhibisi

proliferasi aortik sel endotel sapi dan

menginduksi sinyal untuk apoptosis.28 Tidak

banyak data mengenai percobaan yang pernah

dilakukan untuk jenis ini.

Angiostatin, (38 kD) bagian internal

dari plasminogen, adalah satu dari inhibitor

endogen poten dari angiogenesis telah

menunjukkan kemampuan menonaktifkan

pertumbuhan tumor dan metastasis pada tumor

murine.29 Angiostatin mampu melakukan

antiangiogenik melalui interaksi paling kurang

tiga reseptor potensial pada sel endotel: ATP

synthase, angiomotin, and αVβ1 integrin.30

Angiostatin telah dievaluasi pada Phase I

percobaan klinis.31 Tidak ada dosis terbatas

yang signifikan yang memperlihatkan

toksisitas pada pasien selama dua kali

pemberian Angiostatin secara subkutan.

Peneliti telah mempelajari angiostatin

merupakan modal utama untuk transfer gen.

Baru-baru ini telah dilakukan penggunaan

rekombinan adeno-associated virus (AAV)

kringles 1–3 angiostatin. Adeno-associated

virus (AAV) memediasi stabilitas ekspresi

angiostatin untuk menghambat pertumbuhan

tumor dan mampu bertahan dalam melanoma

yang agresif. Strategi ini diyakini sangat

menjanjikan untuk penerapan strategi

antiangiogenik di masa depan.32

Prolactin Fragment 16 kD juga

termasuk potensial sebagai antiangiogenik

yang menghambat proliferasi kapiler dan

migrasi sel endotel ke dalam pembuluh darah

mikro .33 Saat ini, reseptor perantara untuk

aktivitas Prolactin Fragment belum

diketahui.34 Fragment prolactin 16 kD telah

diekspresikan dan disekresikan dari HCT116

sel kanker kolon manusia.34,35

Laporan percobaan menggunakan

sebuah transfer gen inhibisi pertumbuhan

hypovascularity di dalam giloms intracerebral

pada grup traksduksi- Platelet Factor-4 (PF4)

dengan penggunaan retroviral dan adenoviral

untuk mengekspresikan bentuk sekret dari

faktor platelet4 menyatakan terdapat aktivitas

antitumor PF4. Selain itu vektor retroviral

Page 27: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

109

yang digunakan pada penggunaan gen ini telah

dilaporkan dapat mentransduksi sel-sel

squamous cell carcinoma leher dan kepala.36

Interferon-inducible protein-10 (IP-10),

anggota dari C-X-C famili kemokin,

mempunyai multifungsi biologi termasuk

immunomodulatory potensial dan memiliki

efek antiangiogenik. Di laboratorium, IP-10

telah ditransduksikan dengan retroviral A375

pada sel melanoma manusia dengan gen IP-10

yang diinokulasi secara subkutan pada tikus.

Penelitian ini menunjukkan pertumbuhan dari

trasnduksi-IP-10 sel melanoma telah direduksi

dengan kontras dibandingkan dengan yang

ditunjukkan pada kontrol. 37

Transfer sel kanker usus dengan

Angiopoietins (Ang-1) pernah dilakukan

dengan sel yang diinjeksi secara langsung ke

dalam liver tikus. Berat tumor dan banyaknya

pembuluh yang pernah dilakukan secara

signifikan menunjukkan Ang-1 lebih rendah

pada transduksi sel Ang-1 yang dikomperasi

dengan kontrol. Vektor tumor mammary

carcinoma dan melanoma murine secara

signifikan dihambat pertumbuhannya. Tata

laksana vektor ini juga menghambat

perkembangan dan keberlanjutan metastasis

pada hewan percobaan.38

Interleukin-12 telah dievaluasi sebagai

terapi kanker pada percobaan fase I. Di Jerman

recombinant IL-12 diberikan secara subkutan

tiga kali seminggu pada pasien renal cell

carcinoma. Satu pasien yang mempunyai

respon parsial dan tujuh lainnya mempunyai

penyakit yang stabil. Dalam 28 pasien, satu

pasien terlihat mempunyai respon parsial.39

Recombinant IL-12 (rhIL-12) manusia

telah digunakan sebanyak dua kali seminggu

secara intravena untuk 6 minggu pada pasien

kanker renal. Terdapat satu respon parsial pada

penggunaan dosis toleransi maksimum pada

sel kanker renal. Pada studi fase II di Amerika

Serikat, rhIL-12 digunakan secara intravena

untuk 28 pasien kanker ovarium.41 Lagi-lagi

terdapat satu respon parsial. Beberapa vektor

viral dan nonviral mentransfer IL-12 ke dalam

sel tumor dan atau antigen presenting cells

yang hasilnya menunjukkan efek antitumor.42

Interleukin-18 (IL-18) telah

diidentifikasi sebagai angiogenik inhibitor dan

tumor suppressor.43 Telah dibuktikan dengan

efek antiangiogenik pada beberapa

angiogenesis assays in vitro dan in vivo.44.

Sistemik dan intralesional dari IL-18

diproduksi secara signifikan dengan menekan

pertumbuhan T241 fibrosarkoma C57Bl6/J

dan SCID tikus. Tidak ada penghambatan dari

pertumbuhan sel yang terlihat pada kultur, ini

menunjukkan sebuah pilihan untuk mekanisme

antiangiogenik antitumor yang lebih spesifik.

Transfer gen IL-18 untuk memfasilitasi sel

tumor menjadi sekret IL-18 yang pernah

dilakukan menunjukkan penghambatan

pertumbuhan yang signifikan pada modifikasi

sel melanoma. Analisis histologi menunjukkan

terjadinya pemadatan vaskularisasi. Injeksi

intratumoral langsung dari vektor ke dalam

J558 secara subkutan pada myeloma murine

ternyata dapat menghambat pertumbuhan

tumor.45

Interferons (IFN) secara luas banyak

digunakan, termasuk agen antiviral untuk

Page 28: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

110

hepatitis dan agen cytotoxic untuk beberapa

leukemia dan beberapa kanker kantung

kemih.10 Salah satu mekanisme IFN

ditunjukkan oleh downregulation faktor pro-

angiogenik yang tidak terlihat pada sel

tumor.46 Inhibisi bFGF adalah faktor utama

untuk pro-angiogenik. Tranduksi retroviral

dengan sel Eahy926 dengan IFN-alpha1 dan

interferon-beta murine cDNAs menunjukkan

penurunan migrasi dan invasi dan juga ko-

inokulasi Kaposi's sarcoma cell line dan sel

IFN-transduced menghasilkan reduksi

pertumbuhan tumor pada tikus sebagai kontrol

pembanding.47

Penemuan Endothelial-monocyte

activating polypeptide-II (EMAP-II) juga

diketahui sebagai strategi baru dalam transfer

gen untuk mengatasi kanker. EMAP-II ini

digunakan sebagai sensitisasi tumor pada

penggunaan TNF-α. Saat ini telah dibuat suatu

rekombinan virus pengkode gen EMAP-II dan

tranfeksi sel line melanoma sebelum

insensitisasi pemberian TNF-α. Hasilnya, sel

melanoma yang ditanam pada tikus

menunjukkan regresi tumor yang signifikan

setelah pemberian EMAP-II dan TNF-αsecara

sistemik.48

Transfer Tissue Inhibitors of

Metalloproteinases (TIMPs) cDNA ke dalam

cell line kanker payudara manusia

menunjukkan penurunan invasi pada

penampakan in vitro model tikus serta terjadi

penurunan pertumbuhan dan muatan

metastatik. Sebagaimana diketahui,

keterlibatan TIMPs memperlihatkan bahwa ia

berperan lebih banyak dan kompleks pada

angiogenesis dan pertumbuhan tumor.

Kompleksitas ini dapat diperkuat dengan hasil

yang mengecewakan pada beberapa penelitian.

Banyak pemahaman dari TIMPs menjadi

penting sebelum pemahaman potensial dari

agen ini sebagai terapi antitumor yang

efektif.49

Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α)

merupakan salah satu sitokin kompleks

homotrimerik 52 kD yang diproduksi oleh

banyak tipe sel dan telah menunjukkan efek

antivaskular dan antitumor.50 Terdapat dosis

toksisitas dan terkadang menyebabkan

hipertensi pada fase I/ II. Dosis toleransi

maksimal pada percobaan klinik sekitar 1/ 50

dari dosis efektif dalam model tumor murin.

Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α)

memperlihatkan strategi transfer gen yang

ideal, dimana memperbolehkan penggunaan

dosis lokal dalam level sistemik yang rendah.

Vektor replikasinya adalah adenoviral yang

disebut TNFerade. Vektor ini

mengekspresikan TNF-α dan terdiri dari

radiation-inducible Egr-1 promoter. Saat ini,

fase II percobaan secara acak dengan

TNFerade telah dilakukan untuk pasien kanker

rektal dan pankreas. Toksisitas TNFerade

dapat menyebabkan demam, rasa sakit dan

rasa perih di tempat injeksi, tapi dosis terbatas

tidak memperlihatkan hal ini. 51

Penghambatan angiogenesis oleh p53

secara langsung akan menginduksi apoptosis

dan dapat mengembalikan tumor kepada

fenotif yang inaktif. Phosphatidylinositol 3-

kinase dan PTEN menghambat up-regulasi

p53 dan memblok tumor inducer angiogenesis

Page 29: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

111

pada otak manusia. Restorasi dari tumor

suppressor gene p53 bisa menjadi modal

penting untuk terapi antiangiogenik. 52

Kesimpulan

Terapi gen antiangiogenik adalah

strategi pendekatan yang saat ini banyak

diteliti dan digunakan dalam percobaan model

untuk mengatasi penyakit kanker. Berbagai

gen-gen kandidat untuk terapi gen dengan

pendekatan antiangiogenesis telah ditemukan

dan menjadi satu strategi yang menjanjikan

dalam penanganan kanker di masa depan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dang CV, Semenza GL. Oncogenisalterations of metabolism. TIBS.1999;68-72

2. Fishcher T, Gene therapy trials halted.BBC News. 3 October 2002, 17:41 GMT18:41 UK

3. O’Reilly, M.S., Holmgren, L., Shing, Y.,Chen, C., Rosenthal, R.A., Moses, M.,Lane, W.S., Cao, Y., Sage, E.H. &Folkman, J. Angiostatin: A novelangiogenesis inhibitor that mediates thesuppression of metastases by a Lewis lungcarcinoma. Cell.1994. 79: 315–328.

4. Anita T, Dan GB, and Steven, KL.Antiangiogenic gene therapy of cancer:recent developments. Surgery Branch,Center for Cancer Research, NationalCancer Institute, Bethesda, MD 20892USA J Transl Med. 2004; 2: 22

5. Liau G, Su EJ, Dixon KD. Clinical effortsto modulate angiogenesis in the adult:gene therapy versus conventionalapproaches. Drug Discov Today.2001;6:689–697.

6. Understanding angiogenesis. The AngioFoundation2000;angio.org/ understanding/content understanding.ntnn.

7. Folkman J, Kalluri R. Cancer withoutdisease. Nature. 2004;427:787

8. Jeremy R. Cancer Stem Cells Spur GliomaAngiogenesis, Could Hold Key To Brain

Tumor Therapy Cellular and MolecularBiology, Cancer Research. DukeUniversity. Tumor Biology 2006.

9. Volpert OV, Alani RM. Wiring theangiogenic switch: Ras, Myc, andThrombospondin-1. Cancer Cell.2003;3:199–200. doi: 10.1016/S1535-6108(03)00056-4.

10. de Fraipont F, Nicholson AC, Feige JJ,Van Meir EG. Thrombospondins andtumor angiogenesis. Trends Mol Med.2001;7:401–407. doi: 10.1016/S1471-4914(01)02102-5.

11. Vailhe B, Feige JJ. Thrombospondins asanti-angiogenic therapeutic agents. CurrPharm Des. 2003;9:583–588.

12. Jin RJ, Kwak C, Lee SG, Lee CH, SooCG, Park MS, Lee E, Lee SE. Theapplication of an anti-angiogenic gene(thrombospondin-1) in the treatment ofhuman prostate cancer xenografts. CancerGene Ther. 2000;7:1537–1542. doi:10.1038/sj.cgt.7700266.

13. Liu P, Wang Y, Li YH, Yang C, Zhou YL,Li B, Lu SH, Yang RC, Cai YL, TobelemG, Caen J, Han ZC. Adenovirus-mediatedgene therapy with an antiangiogenicfragment of thrombospondin-1 inhibitshuman leukemia xenograft growth in nudemice. Leuk Res. 2003;27:701–708. doi:10.1016/S0145-2126(02)00346-6.

14. Hamano Y, Zeisberg M, Sugimoto H,Lively JC, Maeshima Y, Yang C, HynesRO, Werb Z, Sudhakar A, Kalluri R.Physiological levels of tumstatin, afragment of collagen IV alpha3 chain, aregenerated by MMP-9 proteolysis andsuppress angiogenesis via alphaV beta3integrin. Cancer Cell. 2003;3:589–601.doi: 10.1016/S1535-6108(03)00133-8.

15. Kim YM, Hwang S, Pyun BJ, Kim TY,Lee ST, Gho YS, Kwon YG. Endostatinblocks vascular endothelial growth factor-mediated signaling via direct interactionwith KDR/Flk-1. J Biol Chem.2002;277:27872–27879. doi:10.1074/jbc.M202771200.

16. Hanai J, Dhanabal M, Karumanchi SA,Albanese C, Waterman M, Chan B,Ramchandran R, Pestell R, Sukhatme VP.Endostatin causes G1 arrest of endothelialcells through inhibition of cyclin D1. JBiol Chem. 2002;277:16464–16469. doi:10.1074/jbc.M112274200.

Page 30: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

112

17. Folkman J. Angiogenesis inhibitors: a newclass of drugs. Cancer Biol Ther.2003;2:S127–33.

18. Herbst RS, Hess KR, Tran HT, Tseng JE,Mullani NA, Charnsangavej C, Madden T,Davis DW, McConkey DJ, O'Reilly MS,Ellis LM, Pluda J, Hong WK, AbbruzzeseJL. Phase I study of recombinant humanendostatin in patients with advanced solidtumors. J Clin Oncol. 2002;20:3792–3803.doi: 10.1200/JCO.2002.11.061.

19. Thomas JP, Arzoomanian RZ, Alberti D,Marnocha R, Lee F, Friedl A, Tutsch K,Dresen A, Geiger P, Pluda J, Fogler W,Schiller JH, Wilding G. Phase Ipharmacokinetic and pharmacodynamicstudy of recombinant human endostatin inpatients with advanced solid tumors. JClin Oncol. 2003;21:223–231. doi:10.1200/JCO.2003.12.120.

20. Feldman AL, Restifo NP, Alexander HR,Bartlett DL, Hwu P, Seth P, Libutti SK.Antiangiogenic gene therapy of cancerutilizing a recombinant adenovirus toelevate systemic endostatin levels in mice.Cancer Res. 2000;60:1503–1506.

21. Feldman AL, Alexander HR, Hewitt SM,Lorang D, Thiruvathukal CE, Turner EM,Libutti SK. Effect of retroviral endostatingene transfer on subcutaneous andintraperitoneal growth of murine tumors. JNatl Cancer Inst. 2001;93:1014–1020.doi: 10.1093/jnci/93.13.1014.

22. Kalluri R. Basement membranes:structure, assembly and role in tumourangiogenesis. Nat Rev Cancer.2003;3:422–433. doi: 10.1038/nrc1094.

23. Maeshima Y, Colorado PC, Torre A,Holthaus KA, Grunkemeyer JA, EricksenMB, Hopfer H, Xiao Y, Stillman IE,Kalluri R. Distinct antitumor properties ofa type IV collagen domain derived frombasement membrane. J Biol Chem.2000;275:21340–21348. doi:10.1074/jbc.M001956200.

24. Maeshima Y, Colorado PC, Kalluri R.Two RGD-independent alpha vbeta 3integrin binding sites on tumstatin regulatedistinct anti-tumor properties. J BiolChem. 2000;275:23745–23750. doi:10.1074/jbc.C000186200.

25. Maeshima Y, Manfredi M, Reimer C,Holthaus KA, Hopfer H, Chandamuri BR,Kharbanda S, Kalluri R. Identification of

the anti-angiogenic site within vascularbasement membrane-derived tumstatin. JBiol Chem. 2001;276:15240–15248. doi:10.1074/jbc.M007764200.

26. Colorado PC, Torre A, Kamphaus G,Maeshima Y, Hopfer H, Takahashi K,Volk R, Zamborsky ED, Herman S, SarkarPK, Ericksen MB, Dhanabal M, SimonsM, Post M, Kufe DW, Weichselbaum RR,Sukhatme VP, Kalluri R. Anti-angiogeniccues from vascular basement membranecollagen. Cancer Res. 2000;60:2520–2526.

27. Kamphaus GD, Colorado PC, Panka DJ,Hopfer H, Ramchandran R, Torre A,Maeshima Y, Mier JW, Sukhatme VP,Kalluri R. Canstatin, a novel matrix-derived inhibitor of angiogenesis andtumor growth. J Biol Chem.2000;275:1209–1215. doi:10.1074/jbc.275.2.1209.

28. Xu R, Yao ZY, Xin L, Zhang Q, Li TP,Gan RB. NC1 domain of human type VIIIcollagen (alpha 1) inhibits bovine aorticendothelial cell proliferation and causescell apoptosis. Biochem Biophys ResCommun. 2001;289:264–268. doi:10.1006/bbrc.2001.5970.

29. Wahl ML, Moser TL, Pizzo SV.Angiostatin and Anti-angiogenic Therapyin Human Disease. Recent Prog HormRes. 2004;59:73–104. doi:10.1210/rp.59.1.73.

30. Beerepoot LV, Witteveen EO,Groenewegen G, Fogler WE, Sim BK,Sidor C, Zonnenberg BA, Schramel F,Gebbink MF, Voest EE. Recombinanthuman angiostatin by twice-dailysubcutaneous injection in advancedcancer: a pharmacokinetic and long-termsafety study. Clin Cancer Res.2003;9:4025–4033.

31. Lalani AS, Chang B, Lin J, Case SS, LuanB, Wu-Prior WW, VanRoey M, Jooss K.Anti-tumor efficacy of human angiostatinusing liver-mediated adeno-associatedvirus gene therapy. Mol Ther. 2004;9:56–66. doi: 10.1016/j.ymthe.2003.10.001.

32. Galaup A, Opolon P, Bouquet C, Li H,Opolon D, Bissery MC, Tursz T,Perricaudet M, Griscelli F. Combinedeffects of docetaxel and angiostatin genetherapy in prostate tumor model. Mol

Page 31: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

113

Ther. 2003;7:731–740. doi:10.1016/S1525-0016(03)00121-7.

33. Tabruyn SP, Sorlet CM, Rentier-Delrue F,Bours V, Weiner RI, Martial JA, StrumanI. The antiangiogenic factor 16K humanprolactin induces caspase-dependentapoptosis by a mechanism that requiresactivation of nuclear factor-kappaB. MolEndocrinol. 2003;17:1815–1823. doi:10.1210/me.2003-0132.

34. Kim J, Luo W, Chen DT, Earley K,Tunstead J, Yu-Lee LY, Lin SH.Antitumor activity of the 16-kDa prolactinfragment in prostate cancer. Cancer Res.2003;63:386–393.

35. Bentzien F, Struman I, Martini JF, MartialJ, Weiner R. Expression of theantiangiogenic factor 16K hPRL in humanHCT116 colon cancer cells inhibits tumorgrowth in Rag1(-/- mice. Cancer Res.2001;61:7356–7362.

36. Li Y, Jin Y, Chen H, Jie G, Tobelem G,Caen JP, Han ZC. Suppression of tumorgrowth by viral vector-mediated genetransfer of N-terminal truncated plateletfactor 4. Cancer Biother Radiopharm.2003;18:829–840. doi:10.1089/108497803770418373.

37. Feldman AL, Friedl J, Lans TE, LibuttiSK, Lorang D, Miller MS, Turner EM,Hewitt SM, Alexander HR. Retroviralgene transfer of interferon-inducibleprotein 10 inhibits growth of humanmelanoma xenografts. Int J Cancer.2002;99:149–153. doi: 10.1002/ijc.10292.

38. Jones PF. Not just angiogenesis—widerroles for the angiopoietins. J Pathol. 2003;201: 515–527. doi: 10.1002/path.1452.

39. Trinchieri G. Interleukin-12 and theregulation of innate resistance andadaptive immunity. Nat Rev Immunol.2003;3:133–146. doi: 10.1038/nri1001.

40. Gollob JA, Mier JW, Veenstra K,McDermott DF, Clancy D, Clancy M,Atkins MB. Phase I trial of twice-weeklyintravenous interleukin 12 in patients withmetastatic renal cell cancer or malignantmelanoma: ability to maintain IFN-gammainduction is associated with clinicalresponse. Clin Cancer Res. 2000;6:1678–1692.

41. Hurteau JA, Blessing JA, DeCesare SL,Creasman WT. Evaluation of recombinanthuman interleukin-12 in patients with

recurrent or refractory ovarian cancer: agynecologic oncology group study.Gynecol Oncol. 2001;82:7–10. doi:10.1006/gyno.2001.6255.

42. Mazzolini G, Prieto J, Melero I. Genetherapy of cancer with interleukin-12.Curr Pharm Des. 2003;9:1981–1991.

43. Cao R, Farnebo J, Kurimoto M, Cao Y.Interleukin-18 acts as an angiogenesis andtumor suppressor. Faseb J. 1999;13:2195–2202.

44. Nagai H, Hara I, Horikawa T, Oka M,Kamidono S, Ichihashi M. Gene transferof secreted-type modified interleukin-18gene to B16F10 melanoma cellssuppresses in vivo tumor growth throughinhibition of tumor vessel formation. JInvest Dermatol. 2002;119:541–548. doi:10.1046/j.1523-1747.2002.01866.x.

45. Liu Y, Huang H, Saxena A, Xiang J.Intratumoral coinjection of two adenoviralvectors expressing functional interleukin-18 and inducible protein-10, respectively,synergizes to facilitate regression ofestablished tumors. Cancer Gene Ther.2002; 9: 533–542. doi:10.1038/sj.cgt.7700466.

46. Lindner DJ. Interferons as antiangiogenicagents. Curr Oncol Rep. 2002;4:510–514.

47. Albini A, Marchisone C, Del Grosso F,Benelli R, Masiello L, Tacchetti C, BonoM, Ferrantini M, Rozera C, Truini M,Belardelli F, Santi L, Noonan DM.Inhibition of angiogenesis and vasculartumor growth by interferon-producingcells: A gene therapy approach. Am JPathol. 2000;156:1381–1393.

48. Berger AC, Alexander HR, Tang G, WuPS, Hewitt SM, Turner E, Kruger E, FiggWD, Grove A, Kohn E, Stern D, LibuttiSK. Endothelial monocyte activatingpolypeptide II induces endothelial cellapoptosis and may inhibit tumorangiogenesis. Microvasc Res. 2000;60:70–80. doi: 10.1006/mvre.2000.2249.

49. Jiang Y, Goldberg ID, Shi YE. Complexroles of tissue inhibitors ofmetalloproteinases in cancer. Oncogene.2002; 21: 2245–2252. doi:10.1038/sj.onc.1205291.

50. ten Hagen TL, Eggermont AM. Solidtumor therapy: manipulation of thevasculature with TNF. Technol CancerRes Treat. 2003;2:195–203.

Page 32: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

114

51. Senzer N, Mani S, Rosemurgy A,Nemunaitis J, Cunningham C, Guha C,Bayol N, Gillen M, Chu K, Rasmussen C,Rasmussen H, Kufe D, Weichselbaum R,Hanna N. TNFerade biologic, anadenovector with a radiation-induciblepromoter, carrying the human tumornecrosis factor alpha gene: a phase I studyin patients with solid tumors. J ClinOncol. 2004; 22: 592–601. doi:10.1200/JCO.2004.01.227.

52. Su JD, Mayo LD, Donner DB, DurdenDL. PTEN and phosphatidylinositol 3'-kinase inhibitors up-regulate p53 andblock tumor-induced angiogenesis:evidence for an effect on the tumor andendothelial compartment. Cancer Res.2003;63:3585–3592.

Page 33: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

115

MANIFESTASI MOLEKULER BIOFILM Streptococcus mutansSEBAGAI ORGANISME UTAMA PENYEBAB KARIES

Santi Chismirina*, Basri A. Gani*, Subhaini*

*Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

ABSTRAKKaries gigi (dental caries) merupakan salah satu penyakit yang paling sering terjadi pada manusiasetelah demam. Penyakit infeksius menular ini terjadi sebagai akibat adanya interaksi faktor genetik,mikroorganisme, lingkungan dalam mulut dan kebiasaan hidup dari host. Streptococcus mutans (S.mutans) merupakan organisme utama penyebab timbulnya karies gigi. Organisme ini berkembangbiak dalam rongga mulut dengan membentuk suatu lapisan seperti film yang disebut dental plak(dental biofilm). Dental plak merupakan salah satu contoh kehidupan mikroorganise dalam bentukbiofilm kompleks pada permukaan gigi yang dibentuk oleh S. mutans bersama mikroorganise grampositif dan gram negetif lainnya yang berada dalam rongga mulut. Tidak hanya S. mutans, kehidupansemua mikroorganisme di alam berlangsung dalam bentuk biofilm. Mikroorganisme membentukstuktur biofilm sebagai barier untuk melindungi keeksisan mereka di dalam tubuh host. Pembentukanbiofilm terjadi akibat adanya komunikasi diantara organisme yang terlibat melalui suatu sistemkomunikasi yang disebut quorum sensing system. Melalui sistem ini S. mutans bersamamikroorganisme lainnya dalam rongga mulut menginisiasi pembentukan biofilm. Perlekatanmikroorganisme dalam bentuk sel planktonik (bakteri tunggal) pada permukaan gigi merupakan tahapawal pembentukan biofilm yang diikuti dengan terjadinya interaksi dari sel bakteri membentukmikrokoloni yang pada akhirnya membentuk struktur tiga dimensi dari biofilm. Pemahamanmolekuler proses terjadinya karies gigi terus dilakukan sebagai upaya untuk menemukan langkahpencegahan karies gigi yang efektif.

Kata kunci: biofilm, Streptococcus mutans, karies

ABSTRACTDental caries is the first most prevalent disease in humans, second to the common cold. Caries is aninfectious disease that occured as the causing of the interaction of some different factors. Geneticfactor, microorganism, oral hygiene and behaviour of host are the main factors of this infection.Streptococcus mutans is known as the primary causative organism of caries. In the oral cavityespecially on the tooth surface, this organism forms a shape that is called dental plaque. The dentalplaque is an example of biofilm organism complex on the teeth that is formed by negative gram danpositive gram organisms. Not only S. mutans, all of organisms in the world hold out from variousenvironment stress in host by forming biofilm structure. The formation of biofilm takes place as aresult of communication among organisms by a communication system that called quorum sensing. S.mutans and other organism in oral cavity also use this communication system to form biofilm. Thedental biofilm formation begins with planktonic (individual) bacterial cells adhering on the dentalsurface. The initial adhesion of single cells evolves into what has become known as a microcolony.Microcolonies are relatively small groups of organism that develop to be the three dimensionstructures that eventually become the biofilm. The researches about molecular process are doing asefforts to find the effective way in dental caries prevention.

Key words: biofilm, Streptococcus mutans, caries

Page 34: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

116

Pendahuluan

Dalam praktek Kedokteran Gigi,

prevalensi karies dan periodontitis menduduki

peringkat yang paling tinggi diantara berbagai

penyakit rongga mulut lainnya. Karies gigi

merupakan proses patologis multifaktorial

jaringan keras gigi seperti email, dentin dan

sementum. Terjadinya demineralisasi jaringan

keras gigi yang diikuti dengan kerusakan

bahan organik gigi yaitu kalsium

hidroksiapatit merupakan ciri khas penyakit

ini. Dampak kerusakan tersebut dapat memicu

terjadinya kerusakan jaringan penyangga gigi

yaitu periodonsium, yang mana hal ini akan

membuka peluang untuk terjadinya berbagai

penyakit periodontal.1

Pada prinsipnya, patogenesis karies

melibatkan interaksi berbagai faktor internal

dan eksternal host serta mikroorganisme.

Faktor internal host yang terlibat dalam hal ini

antara lain permukaan gigi, saliva dan pelikel,

sementara diet atau substrat dan waktu

merupakan faktor eksternal host yang ikut

berperan terhadap timbulnya karies. Sejak

Clarke berhasil mengisolasi Streptococcus

mutans (S. mutans) dari penderita karies pada

tahun 1924, diketahui bahwa mikroorganisme

tersebut merupakan penyebab utama dari

penyakit karies. Mikroorganisme yang

termasuk kelompok streptokoki ini lebih

dominan ditemukan dibandingkan dengan

berbagai macam kelompok streptokokus

lainnya pada permukaan gigi. Mikroorganisme

streptokokus lain yang hidup pada permukaan

gigi antara lain adalah S. mutans, S. anginosus,

S. constellatus, S. gordonii, S. intermedius, S.

mitis, S. oralis, S. salivarius, dan S. sanguis.

Mereka saling bekerja sama dalam suatu

polimer matriks antara bakteri dan saliva

membentuk plak gigi.1,2

Plak gigi merupakan istilah umum yang

digunakan untuk menggambarkan kumpulan

berbagai macam mikroorganisme (terutama

bakteri) pada permukaan gigi. Saat ini, dental

plak dianggap sebagai salah satu dari bentuk

biofilm dalam rongga mulut karena

arsitekturnya serupa dengan biofilm yang ada

di alam. Hal ini telah disepakati oleh para

pakar mikrobiologi ekologi Kedokteran

Gigi.2,3

Pemahaman Tentang Streptococcus mutans

Bila berbicara tentang karies tentu hal

ini tidak bisa dilepaskan dari peran plak gigi

dan mikroorganisme yang dominan terdapat di

dalamnya yaitu Streptococcus mutans (S.

mutans) yang dianggap sebagai bakteri utama

penyebab terjadinya karies. Streptococcus

mutans merupakan bakteri gram positif

berbentuk bulat dengan diameter 0,5 – 2,0 m,

tidak bergerak, tidak berspora dan bersifat

fakultatif anaerob. Secara mikroskopis, bakteri

ini tampak berpasangan atau membentuk

rantai sehingga dapat digolongkan sebagai

bakteri heterogen.3,4

Page 35: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

117

Penggolongan bakteri streptokokus

didasarkan pada kombinasi sifatnya. Sifat-sifat

tersebut adalah pertumbuhan koloni, pola

hemolisis pada darah (hemolisis , hemolisis

atau tanpa hemolisis), komposisi antigen

pada dinding sel yang spesifik untuk serotipe

tertentu dan reaksi-reaksi biokimia.2-4

Gambar 1. Streptococcus mutans denganmenggunakan Mikroskop ElektronPemindai (Scanning ElectronMicroscopy)4

Berdasarkan perbedaan komposisi dan

ikatan polisakarida dinding sel, kelompok S.

mutans diklasifikasikan menjadi delapan

serotipe yaitu Streptococcus mutans (serotipe

c, e, dan f), Streptococcus sobrinus (serotipe d

dan g)), Streptococcus ferus (serotipe c),

Streptococcus macacae (serotipe c), dan

Streptococcus dowwnei (serotipe h).

Streptococcus mutans (serotipe c, e, dan f) dan

Streptococcus sobrinus (serotipe d dan g)

merupakan agen utama penyebab karies pada

manusia sementara kelompok streptokokus

lainnya merupakan agen penyebab karies pada

hewan.4,5

Patogenesis Molekuler Karies

Proses karies melibatkan berbagai

faktor virulen yang dimiliki S. mutans yaitu

antigen I/II, glukosiltransferase, glucan

binding protein dan komponen-komponen

molekul yang terdapat dalam saliva. Famili

antigen I/II merupakan molekul adhesi S.

mutans yang memperantarai perlekatan

bakteri ini dengan reseptor yang terdapat pada

pelikel yaitu glikoprotein berupa aglutinin.

Antigen I/II yang diekspresikan oleh S. mutans

disebut juga dengan SpaP, P1 atau PAc yang

memiliki berat molekul 190 kDa.4-8

Antigen I/II S. mutans mempunyai 7

domain yaitu domain sinyal peptida, regio

terminal amino, domain alanin, regio variabel,

domain prolin, domain terminal karboksil dan

domain adhesi dinding sel. Domain alanin dan

domain prolin merupakan domain yang

berperan pada proses interaksi antara antigen

I/II dengan komponen-komponen saliva

terutama aglutinin dalam saliva. Aglutinin

merupakan reseptor bagi antigen I/II S. mutan.

Di dalam saliva, aglutinin berada dalam

bentuk kompleks bersama dengan sIgA dan

terdiri atas sejumlah domain seperti domain

disulfida. Aglutinin disekresi oleh kelenjar

parotid, kelenjar submandibula dan kelenjar-

kelenjar saliva minor yang terdapat di daerah

bibir.7,8

Tahap selanjutnya, S. mutans akan

berkolonisasi sehingga terjadi akumulasi

bakteri pada permukaan gigi. Proses kolonisasi

Page 36: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

118

dan akumulasi ini diinisiasi oleh aktivitas

glukosiltransferase ekstraseluler (Gtf) dan

glucan binding protein (Gbp) yang dihasilkan

oleh S. mutans. Glukosiltrasferase

memfermentasi sukrosa menjadi water soluble

glucan dan water insoluble glucan yang

merupakan mediator kolonisasi dan akumulasi

S. mutans pada permukaan gigi. Streptococcus

mutans mengekspresikan 3 macam enzim Gtf

yaitu GtfB, GtfC dan GtfD. 7,9

Terjadinya interaksi agregat S. mutans

dengan polimer glukosa dan streptokokus

mulut lainnya juga diperantarai oleh glucan

binding protein (Gbp). Pada S. mutans

terdapat 4 jenis Gbp yaitu GbpA (59 kDa),

GbpB (41,3 kDa) dan GbpC (63,5 kDa) dan

GbpD. GbpA berperan dalam mengatur

morfologi biofilm dan memiliki afinitas tinggi

terhadap water soluble glucan dibandingkan

dengan water insoluble glucan yang

menyebabkan terjadinya peningkatan

virulensi. Glucan binding protein B (GbpB)

berperan dalam menjaga integritas dinding sel

dan GbpC pada proses agregasi dan adhesi S.

mutans, sedangkan GbpD tetap memiliki peran

dalam kariogenesitas S. mutans walaupun Gbp

ini baru teridentifikasi. Kolaborasi antara

glukan, Gtf, Gbp, adhesin, reseptor saliva dan

sukrosa dalam membentuk biofilm pada

permukaan gigi terlihat seperti Gambar 2. 6-10

Gambar 2. Patogenesis molekuler Streptococcusmutans10

Akumulasi S. mutans pada permukaan

gigi menyebabkan terjadinya produksi asam

laktat sebagai hasil proses metabolisme

bakteri. Produksi asam inilah yang

menyebabkan terjadinya demineralisasi

jaringan keras gigi yang ditandai dengan

larutnya mineral-mineral gigi terutama kristal

hidroksiapatit. Saliva yang banyak

mengandung ion Ca dan P dapat melakukan

remineralisasi untuk menggantikan kehilangan

mineral-mineral gigi akibat proses

demineralisasi. Namun karena produksi asam

terus terjadi bahkan seiring dengan berjalan

waktu produksi asam semakin meningkat

dengan semakin banyaknya S. mutans yang

berkolonisasi. Erosi kristal hidroksiapatit ini

ditandai dengan terjadinya bercak putih (white

spot) pada email sebagai awal terjadinya

karies dini pada email5,6,10.

Dental Biofilm atau Dental Plak

Biofilm rongga mulut merupakan suatu

agregat kompleks mikroorganisme yang

Page 37: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

119

menempel dan berkembangbiak pada suatu

permukaan jaringan keras dan lunak rongga

mulut, berisikan satu atau beberapa spesies

mikroorganisme yang melekat dengan bantuan

glikokaliks. Perkembangan bakteri dalam

bentuk biofilm terjadi sebagai salah satu upaya

bakteri dalam merespons berbagai sinyal atau

rangsangan yang berasal dari lingkungan.

Adanya ekpresi fenotip baru yang berbeda

dengan fenotip bakteri dalam bentuk sel

planktonik menyebabkan bakteri dalam

biofilm menjadi lebih tahan terhadap berbagai

tekanan dan perubahan lingkungan seperti

pengaruh produk metabolit yang dihasilkan

oleh bakteri lain, kerja antibiotik sebagai

antibakteri, perubahan pH dan radikal bebas.5-

8

Pembentukan biofilm oleh S. mutans

diawali dengan terjadinya inisiasi perlekatan

molekul adhesi dari bakteri dengan komponen

pelikel gigi yang menutupi permukaan gigi

yaitu lektin. Perlekatan bakteri ini pada

permukaan gigi akan diikuti dengan proses

kolonisasi. Kolonisasi dan akumulasi S.

mutans diperantarai oleh glukan yang

dihasilkan oleh glukosiltransferase dalam

aktifitasnya pada proses fermentasi sukrosa.6,8

Bakteri-bakteri dalam biofilm termasuk

Streptococcus mutans sangat sering terekspos

dengan berbagai tekanan seperti stres diet, pH

yang rendah, tekanan osmolaritas yang tinggi,

oksidasi ataupun konsumsi agen antibakteri

(antibiotik) oleh host. Untuk mengatasi hal

tersebut maka bakteri-bakteri dalam biofilm

saling bekerja sama agar dapat bertahan

terhadap tekanan-tekanan tersebut. Dari hasil

penelitian, diketahui bahwa beberapa bakteri

saling bekerja sama dengan cara membangun

komunikasi diantara mereka melalui suatu

sistem yang disebut ”quorum sensing

system”.9-13

Pembahasan

Setiap mikroorganisme untuk dapat

bertahan hidup dan berkembang biak harus

mampu melawan berbagai tekanan yang ada di

lingkungan tempatnya berada. Dalam bentuk

biofilm bakteri-bakteri dapat mempertahan diri

terhadap tekanan tersebut dan saling

berhubungan antara satu spesies dengan

spesies lainnnya melalui quorum sensing

system. Melalui sistem ini, sinyal dari masing-

masing bakteri dapat diteruskan sehingga

mereka secara bersama-sama dapat

berkolonisasi dan membentuk struktur tiga

dimensi dari biofilm.13

Quorum sensing merupakan suatu

mekanisme komunikasi interseluler dari satu

bakteri dengan bakteri lainnya yang bertujuan

untuk mengendalikan ekspresi gen. Ekspresi

tersebut timbul sebagai respon terhadap

densitas populasi bakteri dalam biofilm

melalui sekresi molekul-molekul kimia yang

disebut Autoinducers (Ais). Melalui

mekanisme ini bakteri-bakteri dalam biofilm

dapat saling berkomunikasi sehingga bakteri

Page 38: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

120

dapat berkolonisasi dengan melawan bakteri

kompetitor dan dapat mengalami evolusi

spesies.11,14

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penghantaran sinyal melalui sistem quorum

sensing pada bakteri gram negatif melibatkan

dua komponen yaitu molekul sinyal solubel

diperantarai oleh N-acylhomoserinelactone

yang dikode oleh gen luxl dan protein R

(Protein transkripsi regulator). Molekul ini

berinteraksi pada saat bakteri dalam biofilm

berkolonisasi dengan cara berdifusi ke dalam

sel yang bertanggung jawab terhadap densitas

sel dependen fenotipe. Sementara itu sistem

quorum sensing pada bakteri gram positif

melibatkan 3 komponen yaitu satu sinyal

peptida dan 2 komponen sistem regulator yang

mempunyai sensor membran ikatan histidin

kinase dan regulator respon intraseluler.11-15

Keberhasilan bakteri untuk

berkomunikasi melalui sistem quorum sensing

sangat tergantung kepada densitas bakteri.

Karena itu kondisi biofilm yang ideal untuk

dapat berlangsungnya quorum sensing adalah

biofilm yang memiliki konsentrasi bakteri

yang tinggi.15

Kesimpulan

Bakteri yang ada di alam semesta ini

umumnya membentuk suatu lapisan tipis

seperti film dengan struktur tiga dimensi yang

disebut biofilm sebagai upaya adaptasi.

Struktur ini mampu melindungi

mikroorganisme dari berbagai tekanan dan

perubahan lingkungan seperti pengaruh

produk metabolit yang dihasilkan oleh bakteri

lain, perubahan pH dan radikal bebas yang

dihasilkan oleh sel-sel tubuh host. Demikian

halnya dengan Streptococcus mutans yang

merupakan agen utama penyebab karies.

Untuk dapat bertahan hidup dan berkembang

biak dalam rongga mulut, bakteri ini juga

membentuk biofilm.

Bakteri-bakteri dalam biofilm saling

berinteraksi melalui sistem yang disebut

quorum sensing system. Komunikasi dari

masing-masing bakteri terjadi akibat adanya

molekul Autoinducers (Ais) yaitu molekul atau

senyawa dari quorum sensing system yang

dijadikan oleh bakteri sebagai penerus sinyal

sehingga mereka dapat saling berinteraksi satu

sama lain dilingkungannya. Interaksi ini

mengakibatkan bakteri-bakteri dalam biofilm

dapat bertahan terhadap berbagai tekanan dari

lingkungannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kuramitsu HK. Virulence properties oforal bacteria:impact of molecular biology.J Mol Biol 2001; 3 (2): 35-36.

2. Overman, PR. Biofilm: a new view ofplaque. J Cont Dent Pract 2000; 1 (3): 1-8.

3. Michalek SM, Mc Ghee JR. Dentalmicrobiology. 4th Ed. Philadelphia Harper& Raw Publisher, 1982: 90-102.

4. Jawetz, Melnick and Adelberg. Medicalmicrobiology. 20th ed., A Simon &Schuster Company; Appleton & Lange,1995: 218-23.

Page 39: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

121

5. Okada M, Soda Y, Hayashi F, Doi T,Suzuki J, Miura K, Kozai K. PCRdetection of Streptococcus mutans andStreptococcus sobrinus in dental plaquesamples from Japanese preschool children.J Med Microbiol 2002; 51: 443-7.

6. Bratthall D. Mutan Streptococci dentaloral and global aspects. J Indian SocPedod Prev Dent 1991; 9: 412.

7. Socransky SS, Anne DH. J. Dentalbiofilms: difficult therapeutic targets. JPeriodontol 2000; 28: 12-55.

8. Merrit J, Fengxia Q, Steven DG, AndersonMH, Shi W. Mutation of luxS affectsbiofilm formation in Streptococcusmutans. J Infection and Immunity2003;71:(4): 1972-1979.

9. Cvitkovitch DG, Yung HL, Richard PE.Quorum sensing and biofilm formation instreptococcal infections. J ClinInvestigation 2003; 112 (11): 1626-32.

10. Smith DJ. Caries Vaccines for the twenty-first century. J Dent Educat 2003; 67 (10):1130-8.

11. Jefferson KK. What drives bacteria toproduce a biofilm?. J Federation ofEuropean Microbiological Societies 2004;17:163-73.

12. Yoshida A, Howard KK. MultipleStreptococcus mutans genes are involvedin biofilm formation. J Appl EnvironMicrobial 2002; 68 (12): 6283-91.

13. Marsh PD. Dental plaque as a microbialbiofilm. J Caries Res 2004; 38: 204-11.

14. Mattos-Graner RO. Comparative analysisof gtf isozyme production and diversity inisolates of Streptococcus mutans withdifferent biofilm growth phenotypes. JClin Microbiol 2004; 42 (10): 4586-92.

15. Xie H, Guy SC, William C, Greg B,Timothy MR, Richard JL. Intergenericcommunication in dental plaque biofilm. JBacteriology 2000; 7067-9.

16. Yoshida A, Toshihiro A, Tadamichi T,Howard KK. LuxS-based signaling affectsStreptococcus mutans biofilm formation. JAppl and Environ Microbiol 2005; 2372-80.

17. Li YH, Nan T, Marcelo BA, Peter CYL,Janet HL, Richard PE, Dennis GCl. A

quorum-sensing signaling system essentialfor genetic competence in Streptococcusmutans is involved in biofilm formation. J.Bacteriology 2002; 184 (10): 2699-708.

18. Napimoga MH, Jose FH, Marlise IK,Regianne UK, Reginaldo BG.Transmission, diversity and virulencefactors of Streptococcus mutansgenotypes. J Oral Science 2005; 47 (2):59-64.

Page 40: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

122

PREVALENSI Porphyromonas gingivalis SEROTIPE K1 PADA POKET PERIODONTALKEDALAMAN LEBIH DARI 3 MM

Putri Rahmi Noviyandri*, Sri Redjeki**, Ratna Farida**, Ariadna A. Djais**, B.M. Bachtiar**

* Prodi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah KualaPeserta Program Magister Ilmu Kedokteran Gigi Dasar, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas

Indonesia** Departemen Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia

Email : [email protected]

ABSTRAKLatar belakang: Porphyromonas gingivalis (Pg) merupakan bakteri rongga mulut yang paling seringterlibat dalam penyakit periodontal dan memiliki kapsul polisakarida sebagai salah satu faktorvirulensi. Terdapat enam serotipe kapsul polisakarida Pg (K1-K6), namun K1 merupakan serotipeyang paling imunostimulatorik karena kemampuan induksi ekspresi kemokin yang besar yangberperan penting dalam pembentukan poket periodontal. Tujuan: Untuk menginvestigasi prevalensiPg serotipe K1 dari poket periodontal kedalaman >3 mm. Metoda: DNA Pg dari poket periodontalkedalaman >3 mm diidentifikasi dengan primers spesifik K1 menggunakan teknik PCR (PolymeraseChain Reaction). Hasil: Dari kedalaman >3 mm diidentifikasi K1 sebanyak 6 (26.09%) dari 23sampel DNA Pg dan serotipe non K1 17 (73.91%). Kesimpulan: Prevalensi Pg serotipe K1 dari poketperiodontal kedalaman >3 mm adalah 26.09%.

Kata kunci: Porphyromonas gingivalis, kapsul, serotipe K1, poket periodontal

ABSTRACTBackground: Porphyromonas gingivalis (Pg) is commonly associated with periodontal disease andhas capsular polysaccharide as one of the virulent factors. Six distinct capsular serotypes havecurrently been described (K1-K6), but K1 serotype was found to be more immunostimulatory. K1serotype induces higher chemokine expression that plays an important role in pocket formation.Objective: To investigate the prevalence of Pg-K1 serotype in the depth of >3 mm of pocketperiodontal. Method: DNA Pg was obtained from gingival sulcus >3 mm. The Pg-K1 serotype wasidentified by PCR (Polymerase Chain Reaction) method. Result: From the deepness of gingivalissulcus >3 mm, K1 serotype was found 6 (26.09%) from 23 samples and non K1 serotype was found17 (73.91%) from 23 samples. Conclusion: Prevalence of Pg-K1 from the deepness of periodontalpocket >3mm is 26.09%.

Key words: Porphyromonas gingivalis, capsules, K1-serotype, periodontal pocket.

Page 41: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

123

Latar Belakang

Porphyromonas gingivalis (Pg) adalah

bakteri gram-negatif, berbentuk batang,

bersifat anaerobik, sering ditemukan berkapsul

dan menghasilkan pigmen hitam sebagai ciri

khasnya.1-5 Pada poket periodontal, Pg

merupakan bakteri yang paling sering

ditemukan. Bakteri Pg juga terkait erat dengan

penyakit periodontal, khususnya periodontitis

kronis pada dewasa, sehingga disebut juga

sebagai agen etiologi periodontitis.6-8

Porphyromonas gingivalis (Pg)

memiliki beberapa faktor virulensi, yaitu

kapsul polisakarida, lapisan lipopolisakarida

(LPS), hemaglutinin, fimbria, eksoenzim,

enzim-enzim hidrolitik, dan berbagai protease,

tetapi kapsul polisakarida merupakan faktor

yang paling virulen.2, 9-11 Hal tersebut

dikarenakan kapsul polisakarida merupakan

stimulator yang potensial dalam memproduksi

sitokin inflamasi dan juga menghambat

fagositosis Pg oleh sistem imun host.3, 5, 12, 13

Saat ini dikenal enam serotipe kapsul

polisakarida Pg (K1-K6)2, 3, 13-15 Namun R. E.

Schifferle baru-baru ini memperkenalkan

serotipe K7 sebagai tambahan terhadap enam

serotipe sebelumnya.3 Semua serotipe kapsul

polisakarida tersebut telah diujikan respon

induksi imunologis atau aktivitas

imunostimulatoriknya pada makrofag

periotoneal tikus melalui sejumlah penelitian.2,

3 Hasil penelitian pada tikus hewan model

menunjukkan bahwa Pg serotipe K1 diketahui

mampu menginduksi ekspresi kemokin yang

besar seperti sitokin inflamasi dan enzim-

enzim yang berperan dalam destruksi matriks

jaringan periodontal dan proses resopsi tulang.

Pada jaringan periodontal, destruksi matriks

jaringan periodontal dan proses resopsi tulang

memiliki peranan yang penting pada proses

pembentukan poket periodontal.2, 3, 16

Poket periodontal merupakan salah satu

tanda klinis penting terjadinya periodontitis.17

Definisi poket periodontal adalah sulkus

gingiva yang mengalami peningkatan

kedalaman secara patologik, dimana sulkus

gingiva normal secara klinis memiliki

kedalaman 2-3 mm.18 Pada periodontitis awal

kedalaman poket mencapai >3 mm, dan dapat

mencapai 4-6 mm pada periodontitis sedang,

kemudian meningkat menjadi ≥6 mm pada

periodontitis dalam atau berat.19 Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui

prevalensi Pg serotipe K1 pada poket

periodontal dengan kedalaman >3 mm.

Metode yang digunakan adalah Polymerase

Chain Reaction (PCR) dengan memakai

primers spesifik K1.

Metodologi Penelitian

Pada penelitian ini digunakan sampel

berupa 23 DNA Pg yang didapat dari ekstraksi

bakteri Pg hasil isolasi kultur plak subgingiva

(isolat klinik) dari poket periodontal dengan

kedalaman >3 mm. DNA Pg ini diperoleh dari

Page 42: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

124

penelitian Astri Widyanti dan Meidiana Lindo

(2009).

Kuantifikasi DNA P.gingivalis

Masukkan 5 µL sampel DNA Pg ke

dalam 495 µL Milli-Q, lalu masukkan ke

dalam alat spektrofotometer (Ultrospec 4300

pro UV) untuk memperoleh konsentrasi dan

kemurnian DNA

Identifikasi Pg serotipe K1 dengan teknik

PCR (Polymerase Chain Reaction)

Campuran PCR terdiri dari 5 µL 10x

Dream Taq Buffer (Fermentas #EP0701), 5 µL

dNTP mix (Fermentas #RO241), 0.5 µL

Dream Taq Polymerase (Fermentas #EP0702),

3.5 µL masing-masing pasangan primers ,100

ng template DNA dan tambahkan Milli-Q

steril hingga jumlah volume mencapai 50 µL.

Amplifikasi PCR dilakukan pada DNA

Thermal Cycler (Bio-Rad) dengan temperatur

awal 95°C selama 5 menit, dilanjutkan dengan

36 siklus inkubasi pada temperatur 95°C, 62-

50°C dan 72°C selama 30 detik, 30 detik dan

90 detik secara berturut-turut, dan diakhiri

dengan elongasi akhir pada temperatur 72°C

selama 4 menit. Amplikon hasil PCR

diharapkan berukuran 629 bp.

Elektroforesis Gel Agarose

Campurkan 0.75 gr bubuk agarose

(Fermentas #RO491) dengan 50 mL larutan

TAE buffer (Fermentas #B49) untuk membuat

gel agarose konsentrasi 1.5%. Setelah 25

menit, masukkan 10 µL amplikon hasil PCR

dengan ditambah 2 µL loading dye pada well

gel agarose, dan siapkan 2 µL DNA marker

(Fermentas #SM0241) dengan ukuran 100-

1500 bp. Elektroforesis dilakukan dengan

Horizontal Electrophoresis Unit (Bio-Rad)

dan Power Supply Unit pada tegangan listrik

100 Volt dan kuat arus listrik 400 mA selama

50 menit.

Visualisasi Pita DNA

Gel agarose direndam dengan Ethidium

Bromida (EtBr) selama 5 menit kemudian

dicuci pada air mengalir selama 15 menit.

Ethidium Bromida (EtBr) digunakan untuk

memvisualisasi pita DNA dengan bantuan

transiluminasi sinar ultraviolet. Proses

transiluminasi sinar ultraviolet dilakukan pada

Ultraviolet Transiluminator Unit (Bio-Rad).

HASIL

Identifikasi Pg serotipe K1

1 2 3 4 5 6

Gambar 1. Hasil PCR yang divisualisasi denganUltraviolet Transiluminator Unit

400 bp

629 bp

1000bp

1500bp

Page 43: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

125

Hasil berupa transiluminasi pita DNA

dapat dilihat pada (Gambar 1). Pada gambar

dapat dilihat jalur 1-5 merupakan sampel DNA

Pg dan jalur 6 merupakan DNA marker. Hasil

yang diperoleh menunjukkan salah satu

sampel DNA positif teridentifikasi sebagai Pg

serotipe K1 (jalur 3) karena pita DNA yang

dihasilkan terlihat berada pada 629 bp. Dari

23 sampel DNA Pg yang bersumber dari poket

periodontal dengan kedalaman >3 mm,

dihasilkan sejumlah hasil positif yang

teridentifikasi sebagai Pg serotipe K1.

Jumlah P.gingivalis serotipe K1 pada poketperiodontal dengan kedalaman >4 mm

Dari (Gambar 2) dapat dilihat jumlah

Pg serotipe K1 yang teridentifikasi dari poket

periodontal kedalaman >4 mm adalah 6

(26.09%) dan 17 (73.91%) merupakan Pg

serotipe non K1.

0

5

10

15

20

K1 non K1

Poket Periodontal Kedalaman >4 mm

Jumlah Porphyromonas gingivalis Serotipe K1

pada Poket Periodontal Kedalaman >4 mm

Porphyromonasgingivalis

Gambar 2. Grafik jumlah Pg serotipe K1 padapoket periodontal kedalaman >4 mm

Pembahasan

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui prevalensi Pg serotipe K1 pada

poket periodontal dengan kedalaman >3 mm.

Metoda yang digunakan adalah Polymerase

Chain Reaction (PCR) dengan memakai

primers spesifik K1. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pada poket periodontal

kedalaman >3 mm diperoleh persentase

serotipe K1 sebanyak 6 (26.09%) dari 23 Pg

isolat klinik dan non K1 17 (73.91%) dari 23

Pg isolat klinik. Dari hasil penelitian Laine

ML,dkk (1997) dilaporkan bahwa dari 185 Pg

isolat klinik yang diperoleh dari poket

periodontal pasien periodontitis, terdapat 84

(45.4%) Pg yang merupakan kapsul

polisakarida serotipe K, dengan serotipe K1

sebanyak (3.2%). Dan sebelumnya pada

penelitian Nagata, dkk (1991) dilaporkan

bahwa dari 63 pasien periodontitis diperoleh

persentase serotipe K1 sebanyak (6.3%).13

Persentase hasil penelitian ini yang diperoleh

dari membandingkan hasil positif identifikasi

Pg serotipe K1 dengan jumlah sampel yang

diperiksa, memiliki angka yang berbeda

dengan persentase pada dua penelitian

sebelumnya, namun kemaknaan persentase

yang didapat dengan dua penelitian

sebelumnya adalah sama, yaitu sedikitnya

jumlah Pg yang teridentifikasi sebagai serotipe

K1 dari keseluruhan sampel yang diperiksa.

Dari penelitian ini diketahui prevalensi Pg

serotipe K1 tidak ditemukan dalam jumlah

Page 44: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

126

yang besar pada poket periodontal kedalaman

>3 mm, hal ini menunjukkan bahwa Pg

serotipe K1 tidak berkaitan dengan kedalaman

poket periodontal yang terbentuk.

Kesimpulan

Dari poket periodontal kedalaman >4 mm

dapat diidentifikasi sebanyak 26.09% bakteri

Pg serotipe K1

Daftar Pustaka

1. Andrian E, Grenier D, Rouabhia M.Porphyromonas gingivalis-Epithelial CellInteractions in Periodontitis. J Dent Res2006;85:392-403.

2. Brunner J, Crielaard W, van WinkelhoffAJ. Analysis of the capsularpolysaccharide biosynthesis locus ofPorphyromonas gingivalis anddevelopment of K1-spesific polymerasechain reaction-based serotyping assay. JPeriodont Res 2008;43:698-705.

3. Brunner J, Scheres N, El Idrissi NB, DengDM, Laine ML, van Winkelhoff AJ, et al.The capsule of Porphyromonas gingivalisreduces the immune responses of humangingival fibroblasts. BMC Microbiology2010;10:1-11.

4. Kesic L, Milasin J, Igic M, Obradovic R.Microbial Etiology of Periodontal Disease– Mini Review. Medicine and Biol2008;15:1-6.

5. Wang PL, Ohura K. Porphyromonasgingivalis Lipopolysaccharide Signaling inGingival Fibroblasts-CD14 and Toll-likeReceptor. Crit Rev Oral Biol Med2002;13:132-42.

6. Newman MG, Takei HH, Carranza FA.Epidemiology of Gingival and PeriodontalDisease. In: Newman MG, editor.Carranza's Clinical Periodontology-9thedition. Philadelphia: W.B. SaundersCompany; 2002. p. 74-94.

7. Duncan MJ. The molecular biology ofPorphyromonas gingivalis In: Rogers AH,editor. Molecular oral microbiology:Horizon Scientific; 2008. p. 161-71.

8. Samaranayake LP. Bacteroides,Porphyromonas and Prevotella. EssentialMicrobiology for Dentistry-2nd edition.Edinburgh: Churchill Livingstone; 2002.p. 122-3.

9. Gonzalez D, Tzianabos AO, Genco CA,Gibson FC. Immunization withPorphyromonas gingivalis CapsularPolysaccharide Prevents P.gingivalis-Elicited Oral Bone Loss in a MurineModel. Infect and Immun 2003;71:2283-7.

10. Nakao R, Senpuku H, Watanabe H.Porphyromonas gingivalis galE IsInvolved in Lipopolysaccharide O-Antigen Synthesis and Biofilm Formation.Infect and Immun 2006;74:6145-53.

11. Sims TJ, Schifferle RE, Ali RW, Skaug N,Page RC. Immunoglobulin G response ofperiodontitis patients to Porphyromonasgingivalis capsular carbohydrate andlipopolysaccharide antigens. OralMicrobiol Immunol 2001;16:193-201.

12. Duerden BI. Virulence Factors inAnaerobes. Clin Inf Diseases1994;18:253-9.

13. Laine ML, Appelmelk BJ, van WinkelhoffAJ. Prevalence and Distribution of SixCapsular Serotypes of Porphyromonasgingivalis in Periodontitis Patients. J DentRes 1997;12:1840-4.

14. Laine ML, Appelmelk BJ, van WinkelhoffAJ. Novel polysaccharide capsularserotypes in Porphyromonas gingivalis. JPeriodont Res 1996;31:278-84.

15. van Winkelhoff AJ, Appelmelk BJ,Kippuw N, de Graaff J. K-antigens inPorphyromonas gingivalis are associatedwith virulence. Oral Microbiol Immunol1993;8:259-65.

16. Bartold PM, Narayanan AS. Biology ofThe Periodontal Connective Tissue.Illinois: Quintessence Publishing Co, Inc;1998.

17. Carranza FA, Camargo PM. ThePeriodontal Pocket. In: Newman MG,Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA,

Page 45: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

127

editors. Carranza's ClinicalPeriodontology. 10 ed. Philadelphia: W.B.Saunders Company; 2006. p. 434-51.

18. Fiorellini JP, Kim DM, Ishikawa SO. TheGingiva. In: Newman MG, Takei HH,Klokkevold PR, Carranza FA, editors.Carranza's Clinical Periodontology. 10 ed.Philadelphia: W.B. Saunders Company;2006. p. 46-67.

19. Novak MJ. Classification of Diseases andConditions Affecting the Periodontium.In: Newman MG, Takei HH, KlokkevoldPR, Carranza FA, editors. Carranza'sClinical Periodontology. 10 ed.Philadelphia: W.B. Saunders Company;2006. p. 100-9.

Page 46: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

128

SIFAT ASIDOGENIK DAN ASIDURIK Streptococcus mutans

SEBAGAI BAKTERIOSTATIK MIKROBIOTA PATOGEN RONGGA MULUT

Basri A. Gani*

*Staf Pengajar Prodi Kedokteran Gigi FK Unsyiah, Darussalam Banda Aceh

Koresponden: [email protected]

ABSTRAK

Streptococcus mutans, selain memiliki sifat asidogenik dan asidurik juga dapat dimungkinkan sebagaibakteriostatik atau bakteriosidal terhadap bakteri patogen rongga mulut penyebab penyakit infeksigigi dan mukosa rongga mulut seperti kandidiasis, gingivitis, periodontitis, serta karies gigi sekalipun.Tujuan dari tulisan ini adalah menelusuri sekaligus mengevaluasi kapasitas S. mutans sebagaibakteriostatik atau bakteriosidal terhadap oral microbial pathogenic yang didasari pada kemampuanS. mutan menghasilkan asam laktat (asidogenik) dan asidurik (beradaptasi dalam suasana asam).Kemampuan S. mutans mengikat reseptor rongga mulut seperti protein saliva dan bakteri ronggamulut lainnya, menunjukkan S. mutans memiliki sifat untuk membawa ragam oral microbialpathogen untuk membentuk biofilm atau plak pada pelikel gigi. Penurunan pH plak sampai angkakritis (pH 5-2) akibat fermentasi karbohidrat oleh S. mutans secara terus menerus, menyebabkan oralmicrobial pathogen yang terdapat dalam plak bersama S. mutans tidak mampu beradaptasi dalamsuasana asam kritis, sehingga atensi bakteri tersebut akan mengalami statik untuk perkembanganselanjutnya. Fenomena ini memberikan kesan bahwa sekalipun S. mutans sebagai ancaman bagikaries gigi, juga dapat berperan sebagai bakteriostatik bahkan bakteriosidal terhadap oral microbialpathogenic penyebab penyakit infeksi gigi dan mucosa mulut. Walaupun demikian perlu dilakukananalisis lebih lanjut tentang sifat virulensi S. mutans penyebab karies, sehingga peran S. mutans tidakhanya sebagai bakteriostatik atu bakteriosidal terhadap mikroorganisme penyebab kandidiasis,gingivitis, dan periodontitis, namun lebih jauh dapat mencegah karies gigi dengan S. mutans sebagaiagen utama.

Kata Kunci: Streptococcus mutans, mikrobiota patogen rongga mulut, bakteriostatik, asidogenik danasidurik

ABSTRACTStreptococcus mutans possessed acidogenic and aciduric properties also as the bacteriostatic andbacteriocidal against oral microbial pathogenic as the cause of oral and teeth infectious diseases likesoral candidiasis, gingivitis, periodontitis, and dental caries. The objective of this article is to exploringall at once to evaluating capacity of S. mutans as the bacteristatic or bactericidal oral microbialpathogenic based on the ability of Streptococcus mutan to produced lactate acid (acidogenic) andassimilated in the acid conditions (aciduric). Streptococcus mutans was showed the ability to bindingof oral receptor likes saliva protein, and oral bacteria receptors. It has the capability to attractivevarious oral microbial pathogenic to biofilm formatting at the teeth pellicle. The Wane of pH up tocritical point (pH 5-2) was effected by carbohydrate fermentation are continuously which is facilitatedby S. mutans. These activities have made oral microbial pathogen in the plaque unable to adapting inthe critical acid condition. Thus, its bacteria will be static to the development in oral infectious. Thisphenomenon have suggested that S. mutans as the threat of dental caries also could be as well asbacteristatic and bactericidal against oral microbial pathogenic cause of oral and teeth infectiousdiseases. Nevertheless, it has been to do more analysis about properties of Streptococcus mutans asthe primer agent that causing of dental caries. Thus, S. mutans not only have the quality as thebacteriostatic and bactriocidal microorganism as the infectious agent of oral candidiasis, gingivitis,and periodontitis but also could be to preventing dental caries.

Kata Kunci: Streptococcus mutans, oral microbial pathogen, bacteriostatic, acidogenic dan aciduric

Page 47: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

129

Pendahuluan

Streptococcus mutans pertama kali

dilaporkan oleh J. Kilian Clarke pada tahun

1924. Clarke mencoba menghubungkan

kejadian karies gigi dengan streptococci,

namun hipotesa tersebut tidak di dukung oleh

peneliti lainnya (Clarke, 1924). Kemudian

hipotesa Clark diperkuat oleh peneliti lainnya

sekitar tahun 1960, dimana pengembangan

metode gnotobiotic pada penelitian hewan

coba terhadap penyakit karies gigi secara

mikrobiologi, dan S. mutans diyakini sebagai

pemicu terjadinya karies gigi.1 Patogenesis

karies melibatkan peran dental biofilm (dental

plaque) yang diawali dengan perlekatan

protein saliva (pelikel) pada permukaan gigi

dan diikuti oleh kolonisasi bakteri pada pelikel

tersebut. Interaksi ini diperantarai oleh antigen

permukaan sel S. mutans, dan reseptor yang

terdapat pada pelikel gigi dan bakteri oral

lainnya.2 Interaksi inilah yang menghasilkan

pembentukan asam organik dan

mengakibatkan demineralisasi jaringan keras

gigi (email) yang disebut karies.3

Intensitas pembentukan plak yang

relatif meningkat dapat menyebabkan

terjadinya karies gigi yang diakibatkan oleh

penurunan pH plak oleh adanya aktivitas S.

mutans membentuk koloni.5 Koloni S. mutans

selanjutnya memfermentasi karbohidrat seperti

sukrosa, fruktosa, maupun laktosa menjadi

asam laktat. Asam yang dihasilkan oleh S.

mutans (asidogenik) dapat mempercepat

pematangan plak melalui interaksi antara

protein permukaan S. mutans dengan glukan

dan bersama bakteri lainnya seperti

Actinomices dan Porphyromonas gingivalis,4

yang berakibat turunnya pH pada permukaan

gigi. Apabila pH tersebut menurun sampai

angka kritis (5,2-5,5), memungkinkan bakteri

lain yang sebelumnya memfasilitasi S. mutans

melekat pada permukaan gigi akan mengalami

statik karena tidak mampu beradaptasi dalam

suasana asam, sementara S. mutans masih

mampu beradaptasi dalam suasana asam

(asidurik), sekalipun pada kondisi asam kritis.5

Asidogenesis S. mutans yang berlangsung

dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan

email gigi akan larut (demineralisasi) dan

dimungkinkan terjadinya karies gigi.6

Perlekatan S. mutans pada reseptor

pelikel gigi sebagai inisiasi awal terjadinya

karies gigi melibatkan molekul adhesin

dinding sel S. mutans berupa

Glucosytransferase (Gtf), Glucan binding

protein (Gbp), protein antigen 13 kilo Dalton

(kDa) (antigen D), protein 39 kDa (AgIII),

protein antigen 29 kDa atau Antigen A,

protein antigen 70 kDa (Antigen C), dan

protein 190 kDa (AgI/II atau SAI/II)7.

Rangkaian molekul tersebut saling mengikat

dengan reseptor spesifik baik yang bersumber

dari glikoprotein pelikel dan komponen saliva,

serta protein permukaan sel oral mikrobial

lainya. Reseptor spesifik S. mutans yang

bersumber dari oral bakteri lainnya terdapat

pada Actynomyces naeslundii, Actinobacillus

actinomycetemcomitans, Actinomyces Sp, dan

Candida albicans, Porphyromonas gingivalis ,8

Selain itu, perlekatan S. mutans pada pelikel

gigi juga difasilitasi oleh perlekatan

Streptococcus sanguis, S. oralis, S. gordonii,

Page 48: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

130

S. mitis, dan Lactobacill.8 Streptococcus

sanguis merupakan bakteri pertama kali yang

melakukan kolonisasi pada permukaan gigi.9,10

Kemampuan S. mutans mengikat

ragam oral bakteri melalui reseptor spesifik

oral mikrobiota, menunjukkan S. mutans

dalam melakukan pembentukan plak sebagai

inisiasi awal karies gigi tidak terlepas dari

sinergisasi kerja diantara ekologi

mikroorganisme rongga mulut lainnya, namun

dampak aktivitas asidogenik S. mutans justru

dapat menyebabkan bakteriostatik atau

bakteriosidal terhadap oral mikrobiota yang

menjadi reseptor spesifik S. mutans seperti

Actinobacillus actinomycetemcomitans,

Actinomyces Sp, Porphyromonas gingivalis

dan Candida albicans karena tidak mampu

bertahan dalam suasana asam kritis yang

diproduksi oleh S. mutans sebagai akibat dari

fermentasi karbohidrat yang teru-menerus.11

Semua mikrooragnisme tersebut dilaporkan

sebagai oral mikrobial patogen karena sebagai

pemicu utama terjadi gingivitis, periodontitis,

dan kandidiasis rongga mulut. Fenomena

tersebut mengindikasikan bahwa

mikroorganisme patogen tersebut dapat

dihambat pertumbuhannya (bakteriostatik)

melalui siklus ekologi patogenesis

pembentukan plak oleh S. mutans. Tujuan

tulisan ini adalah mengevaluasikan sifat

asidogenik dan asidurik S. mutans

Streptococcus mutans sebagai bakteriostatik

terhadap oral mikrobial patogen penyebab

penyakit infeksi gigi, gingiva dan rongga

mulut. Sehingga harapannya dapat menjadi

referensi untuk mengkaji lebih jauh tentang

potensi S. mutans anti oral microbial

pathogen.

Telaah Pustaka

Streptococcus mutans masih dinyakini

sebagai agen utama penyebab terjadinya karies

gigi.12 Selanjutnya pada uji in vitro

Streptococcus mutans ditemukan lebih

dominan pada perlakuan pemberian asam

laktat dibandingkan bakteri rongga mulut

lainnya. Kemampuan memproduksi dan

beradaptasi dalam suasana asam merupakan

potensi penting bagi S. mutans untuk

membentuk plak gigi sebagai inisiasi awal

terjadinya karies gigi.6,13

Patogenesis karies gigi diawali dari

fermentasi karbohidarat menjadi asam laktat.

Kondisi ini terjadi karena Strepococcus

mutans menghasilkan dua enzim, yaitu

glukosiltransferase (Gtf) dan

fruktosiltransferase (Ftf). Enzim ini bersifat

spesifik untuk substrat sukrosa dan fruktosa

yang digunakan untuk sintesa glukan dan

fruktan. Glukan terdiri dari gugus glukosa

ikatan α-1,6 dan α-1,3. Pada water-insoluble

glucan berisikan gugus glukosa ikatan α-1,3

yang relatif tinggi, sedangkan pada water-

soluble glucan berisikan gugus glukosa ikatan

α-1,6. Kelarutan gugus glukosa ikatan α-1,3

dalam air sangat berpengaruh terhadap

pembentukan koloni S. mutans pada

permukaan gigi. Ikatan glukosa α-1,3

berfungsi pada perlekatan dan peningkatan

koloni bakteri ini dalam kaitannya dengan

pembentukan plak.5,14

Page 49: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

131

Akumulasi plak yang terus-menerus

terjadi karena S. mutans bersifat asidurik,

sehingga aktivitasnya terus-menerus

memfermentasi karbohidrat dan akumulasi

plak tersebut dapat menyebabkan terjadinya

karies gigi, hal ini diakibatkan karena

terjadinya penurunan pH plak oleh adanya

aktivitas S. mutans membentuk koloni secara

terus-menerus.3 Koloni S. mutans selanjutnya

memfermentasi sukrosa menjadi asam. Asam

yang dihasilkan oleh S. mutans dapat

mempercepat pematangan plak melalui

interaksi antara protein permukaan S. mutans

dengan glukan, yang berakibat turunnya pH

pada permukaan gigi. Apabila pH tersebut

menurun sampai angka kritis (5,2-5,5), maka

email gigi akan larut (demineralisasi) dan

dimungkinkan terjadinya karies gigi.15,16

Karies absolut dapat berdampak pada

tanggalnya gigi, Kejadian ini tidak terlepas

dari pengaruh interaksi antara molekul adhesin

(protein permukaan) S. mutans dengan

reseptor host seperti komponen saliva, dan

juga protein permukaan sel bakteri lainnya.

Dari aspek molekuler, mekanisme

karies gigi melibatkan molekul spesifik bakteri

yang disebut adhesin, dan molekul inang yang

disebut ligan. Ikatan adhesin S. mutans dengan

ligan dapat berupa interaksi antara molekul

protein atau ikatan antara molekul protein

dengan molekul karbohidrat (lectin-

carbohydrate interaction).17 Menurut

Kriswandini9 ligan atau reseptor S. mutans

yang berperan dalam proses karies gigi adalah

molekul yang terdapat pada pelikel gigi,

dengan komponen utamanya berupa

karbohidrat dan protein. Baik komponen

karbohidrat maupun komponen protein

reseptor ini, mempunyai kemungkinan yang

sama untuk berperan sebagai ligan S. mutans.

Selain pada pelikel gigi, terdapat juga

ligan pada epitel bukal, epitel lingual, tonsil,

matrik ekstraseluler, komponen serum serta

komponen saliva (proline-rich protein, sIgA,

laktoferin lisozim, musin, dan amilase).

Selanjutnya, S. mutans yang telah melekat

pada permukaan gigi akan menjadi reseptor

bagi adhesin spesies bakteri lain, yaitu

Streptococcus sanguis, S. oralis, S. gordonii,

S. mitis, Lactobacilli , Actynomyces naeslundii,

Actinobacillus actinomycetemcomitans,

Actinomyces Sp, dan Candida albicans dan

Porphyromonas gingivalis.4,8,18 Diantara

mikroorganisme tersebut Actinobacillus

actinomycetemcomitans dan Porphyromonas

gingivalis dilaporkan merupakan patogen

terjadinya periodontitis dan gingivitis19 dan

Candida albicans merupakan patogen

terjadinya kandidiasis rongga mulut.20

Selain faktor hormon, penyakit

sistemik dan penyakit herediter, bakteri

memegang peranan penting terhadap

timbulnya gingivitis dan periodontitis.

Actinobacillus actinomicetemcomitans adalah

bakteri gram negatif yang paling sering

ditemukan begitu juga halnya dengan

Porphyromonas gingivalis pada kasus

gingivitis, hal mengidentifikasikan bahwa

terjadinya gingivitis dan periodontitis tidak

terlepas dari aktivitas bakteri tersebut.21

Periodontitis merupakan peradangan

pada jaringan pendukung gigi. Penyakit

Page 50: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

132

periodontal merupakan kondisi patologis pada

jaringan pendukung gigi meliputi gingiva,

ligamen periodontal, sementum dan tulang

alveolar.22 Tahap awal dari peradangan

jaringan pendukung gigi (periodontitis) adalah

peradangan gingiva (gingivitis) dan berlanjut

menjadi periodontitis kronis. Tanda–tanda

klinis dari periodontitis adalah adanya

inflamasi gingiva, pembengkakan papila

interdental, kerusakan tepi gingiva,

terbentuknya poket dan resesi gingiva.23

Penyakit periodontal yang berlangsung dalam

waktu lama dapat menimbulkan kelainan

sistemik yang dapat menyebabkan penyakit

diabetes melitus, osteoporosis, kardiovaskuler

dan stroke.24

Kandidiasis rongga mulut merupakan

salah satu penyakit jamur rongga mulut yang

disebabkan oleh Candida albicans.

Kandidiasis merupakan penyakit umum yang

disebabkan oleh perkembangan jamur yang

berlebihan di dalam rongga mulut, vagina,

kulit, kuku, dan saluran pernapasan. Candida

albicans sendiri merupakan flora normal

rongga mulut, namun jika perkembangannya

telah melampaui ambang normal maka akan

menyebabkan infeksi pada penderita.

Peningkatan pertumbuhan jamur ini

disebabkan oleh karena kondisi tubuh yang

menurun, serta seseorang yang mengkonsumsi

antibiotik yang terlalu lama. Penyakit ini tidak

termasuk penyakit menular, namun kejadian

kandidiasis pada oral dapat diakibatkan selain

adanya ganguan hormonal atau oral hygiene

yang jelek, juga adanya ketidakseimbangan

biologi mikroorganisme rongga mulut.25

Kemampuan S. mutans memproduksi

asam (asidogenik) dan beradaptasi dalam

suasana asam (asidurik) merupakan peluang

yang dapat dimanfaatkan sebagai bakteri yang

memilik sifat bakteriosidal atau bakteriostatik

terhadap oral microbial pathogenic pada

penyakit infeksi rongga mulut. Dimana

melalui jalur pembentukan plak pada gigi, S.

mutans selain mampu menghasilkan asam

laktat sampai pH kritis pada plak, juga

menjadi fasilitator bagi bakteri lain untuk

berkembang dalam plak, kondisi asam dalam

plak yang kritis mengakibatkan mikrobial

patogen lainnya tidak mampu beradaptasi

dalam suasana asam, sehingga secara tidak

langsung S. mutans dapat berperan sebagai

bakteriostatik atau bakteriosidal terhadap oral

mikrobial patogen.26

Penelitian yang dilaporkan oleh

Branting 27 menyebutkan bahwa S. mutans

memiliki molekul adhesi terhadap Candida

albicans. Informasi tersebut menjadi peluang

bagi S. mutans sebagai kontrol perkembangan

kandidiasis rongga mulut, sehingga kolonisasi

jamur tersebut dapat dikontrol melalui siklus

ekologi S. mutans.28 Selain itu, karena

patogenesis karies, gingivitis dan periodontitis

memiliki jalur patogenesis yang sama,

memungkinkan pertumbuhan bakteri

Actinobacillus actiminomicetemcomitans

memiliki kaitan dengan kejadian karies kronis

yang dipicu oleh S. mutans.21

Page 51: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

133

Pembahasan

Terjadinya penyakit pada rongga

mulut baik secara langsung atau tidak

dipengaruhi oleh kondisi mikroorganisme

flora normal rongga mulut, namun

ketidakseimbangan biologi dan ekologi rongga

mulut akan mengakibatkan timbulnya berbagai

penyakit infeksi rongga mulut seperti

kandidiasis yang disebabkan oleh Candida

albicans, karies gigi yang disebabkan oleh S.

mutans, dan gingivitis dan periodontitis yang

secara umum disebabkan oleh Actinobacillus

actinomicetemcomitans (Aa). 29 Secara umum

kejadian penyakit tersebut cenderung

dipengaruhi oleh berbagai faktor pendukung,

termasuk aktivitas reseptor diantara oral

mikrobial.

Kemampuan S. mutans membentuk

koloni pada plak gigi dengan memproduksi

asam laktat (asidogenik) dari fermentasi

karbohidrat serta kemampuannya beradaptasi

dalam lingkungan asam (asidurik) telah mejadi

informasi penting kemungkinan S. mutans

dapat menjadi inhibitor pertumbuhan

mikroorganisme patogen rongga mulut lainnya

(bakteriostatik). Secara umum S. mutans

mampu menurunkan suasana asam plak

sampai pH 4,8-3,8.30 Kondisi asam tersebut

akan mengakibatkan bakteri rongga mulut

lainnya yang terlibat dalam pembentukan

koloni akan terganggu pertumbuhannya,

sehingga dalam plak gigi, bakteri yang

didominasi adalah S. mutans.31

Diantara sekian banyak

mikroorganisme yang terlibat dalam

pembentukan plak, Actinobacillus

actiminomicetemcomitans dan Porphyromonas

gingivalis dilaporkan berperan penting pada

patogenesis karies gigi, karena dua bakteri ini

memiliki reseptor spesifik untuk bakteri S.

mutans untuk melekat pada pelikel gigi.8

begitu juga halnya dengan Candida albicans,

walaupun dari golongan jamur, namun

memiliki kaitan terhadap kejadian karies,

karena kondisi asam yang terjadi pada

lingkungan plak gigi akan memicu

pertumbuhan jamur, sehingga memberikan

peluang kelompok jamur tersebut untuk

tumbuh walaupun disebutkan sebagai flora

normal rongga mulut.32 Reseptor spesifik yang

dimaksud adalah protein permukaan yang

memiliki fimbrie dan afimbre adhesin.

Streptococcus mutans memiliki protein

protein I/II, GbpB, dan GbpC. Protein tersebut

bersifat juga mengikat asam dan musin yang

dihasilkan oleh kelenjar parotis dan kelenjar

submandibularis.33 Perlekatan bakteri tersebut

pada email gigi diikuti dengan proses

kolonisasi yang diperantarai oleh sucrose

dependent adhesion dan sucrose independent

adhesion. Hal ini merupakan proses awal

terjadinya pembentukan biofilm atau plak

gigi.34

Disamping itu, Actinobacillus

actiminomicetemcomitans dan Porphyromonas

gingivalis untuk memfasilitasi perlekatan S.

mutans pada pelikel gigi, bakteri tersebut

mengikat dengan molekul adhesin protein.35

Lamont 36 melaporkan bahwa protein adhesin

P. gingivalis mampu mengikat protein SspB

(100 kDa) yang merupakan protein spesifik

dari Streptococus gordonii, bakteri ini disebut

Page 52: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

134

juga sebagai bakteri yang memiliki reseptor

spesifik bagi S. mutans untuk menempel pada

pelikel gigi dan protein dengan fragmen kecil

62/60 kDa dan 45 kDa juga terlibat dalam

proses interaksi diantara bakteri tersebut.

Ketiga protein tersebut saling mengikat satu

lainnya terhadap protein permukaan S. mutans

dan bersama-sama membentuk biofilm pada

pelikel gigi sebagai fase awal pembentukan

koloni plak.37 Begitu juga halnya dengan

Candida albican, dimana molekul adhesin

yang dimilikinya berperan untuk mengikat S.

mutans pada kondisi abnormal ekologi rongga

mulut.38 Molekul adehsin Candida albican

yang paling berperan yaitu makromelokul dan

mannoprotein yang terdapat pada bagian

permukaan.32 Kedua molekul tersebut

memiliki ikatan yang begitu kuat dengan

antigen lainnya. Sedangkan mannoprotein

dibagi dalam dua kelas, yang memiliki

molekul yang berat (260 kDa) dan yang

rendah (50-66 kDa).19

Interakasi diantara berbagai molekul

permukaan tersebut sebagai upaya untuk

membentuk koloni plak gigi dan sekaligus

bersama-sama memfermentasikan karbohidrat

untuk memproduksi asam laktat.39 Penguraian

karbohidrat dalam bentuk glukosa, fruktosa

dan laktosa dilakukan oleh bakteri tersebut

sebagai upaya untuk mempertahankan hidup

guna memperluas koloni, namun fermentasi

yang terus-menerus mengakibatkan sejumlah

bakteri patogen mengalami gangguan

pertumbuhan karena faktor virulensinya telah

terganggu sebagai akibat dari suasana asam

plak yang kritis, sehingga dimungkinkan

bakteri patogen seperti A.

actinomicetemcomitans dan Prophyromonas

gingivalis akan mengalami statik untuk

pertumbuhannnya,21 namun masih tetap

bertahan tetapi virulensinya untuk

memfermentasikan karbohidrat menjadi tidak

berfungsi.35 Pada kasus gingivitis dan

periodontitis kedua bakteri tersebut sangat

agresif dalam melakukan infeksi, karena pada

kondisi tersebut proses asidogenesis tidak

terjadi lagi dan yang menjadi sumber makanan

adalah glukosa darah sebagai akibat dari

kerusakan jaringan.40 Fenomena tersebut

dianggap sebagai proses bakteriostatik yang

dilakukan oleh S. mutans untuk bakteri

patogen rongga mulut dan oral streptococci

memiliki peran penting sebagai kontrol positif

untuk pertumbuhan oral patogen.41

Kesimpulan dan Saran

Kemampaun S. mutans sebagai

bakteriostatik bagi oral mikrobial patogen

melalui kontrol siklus ekologi pembentukan

plak menunjukkan S. mutans disamping

patogen pada karies gigi, namun masih

memberikan nilai positif bagi kontrol ekologi

bakteri patogen rongga mulut lainnya. Sifat

virulensi S. mutans sebagai penyebab karies

juga harus menjadi pertimbangan analisis,

sehingga diharapkan peran S. mutans

disamping sebagai kontrol positif

pertumbuhan mikrobial patogen rongga mulut,

juga dapat dihambat sifat virulensi terhadap

karies, sehingga upaya untuk pencegahan

penyakit karies gigi, gingivitis, periodontitis

Page 53: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

135

dan kandidiasis rongga mulut dapat

diminimalisir.

Daftar Pustaka

1. Simon L. The Role of Streptococcusmutans And Oral Ecology in TheFormation of Dental Caries . LethbridgeUndergraduate Research Journal. 2007.2: 123-127.

2. Smith DJ, King WF and Godiska R.Passive Transfer of Immunoglobulin YAntibody to Streptococcus mutans GlucanBinding Protein B Can Confer Protectionagainst Experimental Dental Caries. JInfect Immun. 2001 69(5):3135-3142

3. Smith DJ. 2003. Caries Vaccines for theTwenty-First Century. J Dent Educat;67(10): 1130-1138

4. Dung SZ. Effects of mutans streptococci,Actinomyces species and Porphyromonasgingivalis on collagen degradation.Zhonghua Yi Xue Za Zhi Journal 1999Nov;62(11):764-74 (Abstract).

5. Banas JA. 2004. Virulence properties ofstreptococcus mutans. Frontiers inBioscience (9) 1267-1277.

6. de Soet JJ, Toors FA, de Graaff J.Acidogenesis by Oral Streptococci atDifferent pH Values. J. Caries Res 198923;1:14-17

7. Idone V, Bendro S, Gillespie R, Kojai S,Peterson E, Rendi M, Warren W,Michalek S, Krastel K, Cvitkovitch D, andSpatofora G. 2003. Effect on orphanrespon regulator on Streptococcus sucrose-dependent adherence and cariogenesis.Infect immun. 2003. 8;71:4351-60.

8. Nakano K, Inaba H, Nomura R, NemotoH, Takeda M, Yoshioka H at al.Detection Of Cariogenic StreptococcusMutans In Extirpated Heart Valve AndAtheromatous Plaque Specimens. JournalOf Clinical Microbiology. 200644;9:3313–3317

9. Kriswandini IL. 2005. BakteriStreptococcus sanguis sebagai fasilitatorStreptococcus mutans yang berperandalam patogenesis karies gigi. EdisiKhusus Temu Ilmiah Nasional IV 11-13Agustus 2005. Maj. Ked. Gigi (Dent, J).241-251.

10. Wu H, Mintz P, Ladha M, Fives-TaylorPM. 1998. Isolation and characterizationof Fap1, A fimbrae-associated adhesion ofStreptococcus parasanguis FW231. MolMicrobiol; 28:487-500.

11. Van Houte J, Sansone C, Joshipura K,And Kent . Mutans Streptococci and Non-mutans Streptococci AcR.idogenic at LowpH, and in vitro Acidogenic Potential ofDental Plaque in Two Different Areas ofthe Human Dentition. 1991. 70;12: 1503-1507

12. Basri AG, Wibawan, IWT, Bachtiar BM,Bachtiar EW. 2006. Profil AntigenStreptococcus mutans yang dideteksidengan Immunoglobulin Ayam antiStreptococcus mutans. MajalahKedokteran Gigi Universitas Gajah Mada.13(2): 106-110.

13. Jenkinson, H. F., and R. J. Lamont. 1997.Streptococcal adhesion and colonization.Crit. Rev. Oral Biol. Med . 1997 8:175–200.

14. Kruger C. 2004. Passive immunizationagainst oral phatogens. Division ofClinical Immunology at the Departementof Laboratory Medicine and Center forOral Biology at NOVUM, Institute ofOdontology, Karolinska UniversityHospital, Huddinge, Stockholm, Sweden.Karolinska University Press.

15. Banas, JA and Vickerman, MM. 2003.Glucan binding proteins of the oralstreptococci. Crit. Rev.Oral.Biomed. 14(2):89-99.

16. Koga T, Yamashita Y, Nakano Y, et al.Surface protein of Streptococcus mutans .Dev. Biol. Stand. 1995 85:363-369.

17. Sakarya S, Oncu S. 2003. Bacterialadhesins and the role of sialic acid inbacterial adhesion. Med Sci Monit.;9(3):RA76-82.

18. Thaweboon S, Thaweboon B, NakornchaiS And Jitmaitree S. Salivary secretoryIgA, pH, flow rates, mutans streptococciand candida in children with rampantcaries. Southeast Asian J Trop Med PublicHealth. 2008. 39; 5:

19. Dannewitz B, Eickholz P, Kohl A,Komposch G, Tomakidi P. Molecularchanges in the gingival epitheliumassociated with necrotizing ulcerativeperiodontitis: a case report. Int J

Page 54: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

136

Periodontics Restorative Dent.2006;26;2:191-6.

20. Ruiz-Herrera J, Elorza MV, Valentín E,Sentandreu R. Molecular organization ofthe cell wall of Candida albicans and itsrelation to pathogenicity. FEMS Yeast Res.2006 Jan;6(1):14-29.

21. Armitage GC. Development ofclassification system for periodontaldiseases and conditions. Annals ofPeriodontology 1999. 4, 1–6.

22. Ramfjord SP. Indices for Prevalence andIncidence of Periodontal Disease. JPeriodontol. 1995. 3; 30-51

23. Manson, Elley. Buku Ajar Periodonti (Outline of Periodontics) alih bahasa: Drg.Anastasi S. Edisi Jakarta. 1993. 51 – 105.

24. Bruce, I. Philstrom. Penyakit Periodontal JPeriodontol. 2005;366:1809-20.

25. Basson NJ. 2000. Competition for glucosebetween Candida albicans and oralbacteria grown in mixed culture in achemostat. J. Med. Microbio 2000;49:969–975.

26. Carlen A., Bratt P., Stenudd C., Olsson J.,Stromberg N. 1998. Agglutinin and acidproline-rich protein receptor patterns maymodulate bacterial adherence andcolonization on tooth surfaces. J. Dent.Res; 77: 81–90.

27. Branting C, Sund ML, Linder LE. 1989.The influence of Streptococcus mutans onadhesion of Candida albicans to acrylicsurfaces in vitro. Arch. Oral Biol; 34:347–353.

28. Cannon R. D., Chaffin W. L. Oralcolonization by Candida albicans. Crit.Rev. Oral Biol. Med. 1999; 10: 359–383.

29. Baker PJ, Wilson ME. Opsonic IgGantibody against Actinobacillusactinomycetemcomitans in localizedjuvenile periodontitis. Oral MicrobiolImmunol 1989; 4:98-105.

30. Young DA. New caries detectiontechnologies and modern cariesmanagement: merging the strategies. GenDent. 2002;50(4):320-31.

31. Napimoga MH, Höfling JF, Klein MI,Kamiya RU and Gonçalves RB.Transmission, diversity and virulencefactors of Streptococcus mutansgenotypes. Journal of Oral Science. 200547; 2:59-64.

32. Fukazawa Y, and Kagaya K. Molecularbases of adhesion of Candida albicans . J.Medical Mycology. 1997. 35;2: 87– 99.

33. Smith DJ. Dental caries vaccines:prospects and concerns. Crit Rev Oral BiolMed. 2002 13 (4): 335-349.

34. Yu H, Nakano Y, Yamashita Y, Oho T,and Koga T. 1997. Effects of antibodiesagainst cell surface protein antigen Pac-glucosyltransferase fusion proteins onglucan synthesis and cell adhesion ofStreptcoccus mutans. Infect Immun;65:2292-2298.

35. Henderson B, Nair SP, Ward JM AndWilson M. Molecular Pathogen of the oralopportunistic patthogen ActinobacillusActinomicetemcomitans. Annual ReviewOf Microbiology 2003; 57: 29-55.

36. Lamont RJ, Sucheol, Donald R. DemuthR, Daniel Malamud’ and Rosan B.Molecules Of Streptococcus GordoniiThat Bind To Porphyromonas Gingivalis.Microbiobgy 1994; 140:867-872.

37. Dung TZ, Liu AH. MolecularPathogenesis Of Root Dentin Caries. JDent Res 1999; 78(10):1640-1646.

38. Yang YL. Virulence factors of Candidaspecies. J Microbiol Immunol Infect 200336: 223–228.

39. Takahashi N, Ishihara K, Kato K andOkuda K. Biofilm Formation andAntibiotic Susceptibility of Actinobacillusactinomycetemcomitans. 2004. HawaiiConvention Center Exhibit Hall 1-2 in theagenda IADR/AADR/CADR 82ndGeneral Session. (Abstract).

40. Kolenbrander PE: Oral microbialcommunities: biofilms, interactions, andgenetic systems. Annu Rev Microbiol2000, 54:413-437.

41. Doran A, Kneist S, Verran J. Ecologicalcontrol: In vitro inhibition of anaerobicbacteria by oral streptococci. MicrobialEcology in Health and Disease 200416;1:23-27

Page 55: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

137

MONOMER SISA PADA RESIN BASIS GIGI TIRUAN

Sri Fitriyani*, Edwar Iswardy**

*Staf Pengajar Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah KualaEmail: [email protected]

**Staf Pengajar Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala

ABSTRAKResin akrilik merupakan material yang sering digunakan sebagai basis gigi tiruan lepasan atau basisgigi tiruan penuh. Proses curing merupakan hal yang penting untuk mendapatkan resin akrilik yangdapat memenuhi persyaratan sifat fisik dan biokompatibilitas terhadap jaringan mulut. Polimerisasiresin akrilik dapat dilakukan dengan aktivasi kimia, cahaya tampak atau panas menggunakan waterbath atau energi microwave. Walaupun metode yang digunakan bervariasi untuk inisiasi polimerisasiresin basis gigi tiruan, namun konversi monomer menjadi polimer tidaklah sempurna dan adanyasejumlah monomer yang tidak habis bereaksi disebut monomer sisa. Monomer sisa utama yangtertinggal pada polimer yaitu monomer metil metakrilat (MMA). Monomer metil metakrilatmerupakan penyebab iritasi dan sensitisitas yang dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit danmukosa mulut. Adapun tujuan dari makalah ini yaitu untuk mrnginformasikan faktor apa saja yangdapat mempengaruhi jumlah monomer sisa yang dihasilkan dan bagaimana metode untukmenurunkan jumlah monomer sisa pada basis gigi tiruan.

Kata Kunci: resin akrilik, basis gigi tiruan, monomer sisa

ABSTRACTAcrylic resin is a material that is often used as a base for removable or full denture. Curing process isessential to obtain an acrylic resin that can meet the requirements of physical properties andbiocompatibility of mouth network. Polymerization of acrylic resins can be done by chemicalactivation, using visible light or hot water bath or microwave energy. Although the methods used varyfor the initiation of polymerization of resin denture base, but the conversion of monomers to polymersis incomplete and the number of monomers that are not finished reacting called residual monomer.The main residual monomer that remains in the polymer are monomers methyl methacrylate (MMA).Methyl methacrylate monomer is a cause of irritation and sensitivity that can cause allergic reactionsin the skin and oral mucosa. The purpose of this paper is to inform the factors that can affect theamount of residual monomer output and the methods to reduce the amount of residual monomer indenture base

Keywords: acrylic resin, denture base, residual monomer

Page 56: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

138

Pendahuluan

Resin akrilik merupakan material yang

sering digunakan sebagai basis gigi tiruan

lepasan atau basis gigi tiruan penuh. Material

ini mulai digunakan pada tahun 1930 untuk

menggantikan vulcanite. Keuntungan

menggunakan resin akrilik antara lain: proses

fabrikasi yang relatif murah, proses yang

sederhana, dan syarat estetika terpenuhi karena

warna dapat dibuat mirip dengan jaringan

gingiva sehingga tidak menyolok di mulut.

Polimetil metakrilat (PMMA) merupakan jenis

resin akrilik yang banyak digunakan karena

memiliki sifat yang kuat, sifat optik yang

memuaskan, nilai water sorption dan solubiliti

rendah terhadap jaringan mulut dan

mempunyai stabilitas dimensi yang baik.1

Proses curing merupakan hal yang

penting untuk mendapatkan resin akrilik yang

dapat memenuhi persyaratan sifat fisik dan

biokompatibilitas terhadap jaringan mulut.2

Polimerisasi resin akrilik dapat dilakukan

dengan aktivasi kimia, cahaya tampak atau

panas menggunakan water bath atau energi

microwave.1,3 Polimerisasi pada polimer basis

gigi tiruan dapat diinisiasi oleh dekomposisi

benzoil peroksida dengan panas (heat cured

resin) atau penambahan aktivator kimia seperti

dimethyl-p-toluidine pada temperatur kamar

(autopolimerizwed resin). Walaupun metode

yang digunakan bervariasi untuk inisiasi

polimerisasi resin basis gigi tiruan, namun

konversi monomer menjadi polimer tidaklah

sempurna/selesai dan adanya sejumlah

monomer yang tidak habis bereaksi disebut

monomer sisa.

Monomer sisa utama yang tertinggal

pada polimer yaitu monomer metil metakrilat

(MMA). Monomer metil metakrilat

merupakan penyebab iritasi dan sensitisitas

yang dapat menyebabkan reaksi alergi pada

kulit dan mukosa mulut. Valittu dkk4 dan

Yilmaz dkk5 melaporkan bahwa sensitivitas

jaringan terhadap polimer basis gigi tiruan

bergantung pada jumlah monomer sisa.

Beberapa peneliti juga telah mempelajari

hubungan antara kandungan monomer sisa

dengan sifat fisik resin dan

biokompatibilitasnya. Mereka sependapat

bahwa tingginya kandungan monomer sisa

memiliki efek sebaliknya terhadap sifat fisik

resin dan biokompatibilitas. Monomer sisa

metil metakrilat pada basis gigi tiruan

kemungkinan dilepaskan dan berkontak

dengan mukosa mulut yang dapat

menyebabkan reaksi sebaliknya seperti

kemerah-merahan (redness), swelling, dan

nyeri pada mukosa mulut.5,6

Adapun tujuan dari makalah ini yaitu

untuk mendiskusikan faktor apa saja yang

dapat mempengaruhi jumlah monomer sisa

yang dihasilkan dan bagaimana metode untuk

menurunkan jumlah monomer sisa pada basis

gigi tiruan. Informasi ini penting untuk

meminimalkan efek balik dari monomer sisa

pada basis gigi tiruan terhadap sifat fisik dan

bikompatibilitasnya.

Page 57: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

139

Komposisi dan metode curing basis gigitiruan

Akrilik resin biasanya disediakan dalam

bentuk bubuk dan cairan. Bubuk terdiri dari :

Polimer : Poly( methyl methacrylate)

Plasticizer : Dibuthyl phatalate (8-10%)

Inisiator : Benzoil peroksida (0,02-1%)

Zat warna : ± 1 %

Cairan, terdiri dari :

Monomer : methyl methacrylate

Inhibitor : Hydroquinone (0,006%)

Crosslinking agent : Ethlene glycol

dimethacrylate (1-2%)

Aktivator* : dimethyl-p-tuloidine (khusus

untuk autopolymerized curing acrylic

resin).

Inisiator (benzoil peroksida) terdapat

dalam bubuk dengan jumlah sedikit, inisiator

ini akan memulai proses polimerisasi setelah

cairan ditambahkan pada bubuk. Inhibitor

ditambahkan pada monomer untuk mencegah

polimerisasi selama penyimpanan, mencegah

prematur polimerisasi serta menjaga agar

polimerisasi sesuai dengan working time.

Plastisizer berguna untuk meningkatkan

kelarutan. Sedangkan crosslinking agent

ditambahkan agar polimer mempunyai daya

tahan besar terhadap keretakan permukaan7.

Polimerisasi pada resin basis gigi tiruan

menggunakan jenis polimerisasi adisi yaitu

polimerisasi menggunakan radikal bebas.

Untuk mengaktifkan radikal bebas, ADA

menetapkan dua tipe polimerisasi yaitu heat

curing resin dan cold curing resin (self curing

atau autopolimerized resin). Heat curing resin

merupakan resin basis gigi tiruan yang

membutuhkan panas untuk mengaktifkan

radikal bebas. Ketika suhu naik diatas 60oC,

benzoil peroksida terdekomposisi menjadi

radikal bebas, kemudian bereaksi dengan

molekul monomer dan seterusnya.

Polimerisasi ini terjadi karena adanya

pemanasan yang diperoleh dari water bath

atau microwave7.

Pada tahun 1968, Nishii pertama sekali

melaporkan tentang penggunaan energi

microwave untuk mempolimerisasi material

basis gigi tiruan. Teknik tersebut

menghasilkan proses curing basis gigi tiruan

dalam waktu yang singkat. Molekul MMA dan

resin akrilik diadaptasikan dengan medan

elektromagnetik pada frekuensi 2450 Hz.

Hasil adaptasi tersebut menghasilkan radikal

yang kemudian bereaksi dengan monomer

untuk memulai polimerisasi. Pemanasan

microwave tidak bergantung pada

konduktifitas termal karena microwave

digambarkan dengan objek metalik, fibre

reinforced plastic I dan desiccated gypsum

sebagai mould, sehingga panas ynag

dihasilkan saat siklus curing dapat diperoleh

dengan cepat. Keuntungan utama pemanasan

microwave dibandingkan pemanasan secara

konvesional yaitu pemanasan yang merata

antara bagian dalam dan bagian luar zat dan

peningkatan temperatur terjadi dengan cepat.8

Polimerisasi microwave dipengaruhi

oleh tersedianya benzoil peroksida, variasi

waktu dan besarnya reaksi eksotermis. Waktu

paruh inisiator benzoil peroksida adalah 7,3

Page 58: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

140

jam, 1,4 jam, dan 19,8 menit pada temperatur

70oC, 85oC dan 100oC. Semakin tinggi

kekuatan/energi yang diberikan pada sistem,

maka semakin cepat benzoil peroksida

terdekomposisi. Sehingga dapat mempercepat

terjadinya reaksi polimerisasi.8

Tipe polimerisasi lainnya yaitu cold

curing resin (self curing atau

autopolimerized) yang pada dasarnya sama

dengan tipe heat curing resin, hanya saja

pengaktifan dari benzoil peroksida dibantu

dengan suatu aktivator kimia yang biasanya

dari golongan amine (dimethyl-p-tuloidine)

atau derivat asam sulfinat. Karena tidak

menggunakan pemanasan dalam proses

polimerisasinya, maka teknik yang dikerjakan

untuk memproses bahan autopolimerisasinya,

maka teknik yang dikerjakan untuk

memproses bahan autopolimerisasi dapat

dilakukan pada suhu kamar.7

Monomer Sisa Pada Basis Gigi Tiruan

Denture base resin biasanya tersusun dari

partikel bubuk prepolimerisasi Poly methyl

methacrylate (PMMA) dicampur dengan

monomer methyl methacrylate (MMA) dan

crosslinking agent seperti EGDMA. Selama

pencampuran dan proses mencapai tahap

dough, monomer berpenetrasi ke dalam

partikel bubuk dan melarutkan sebagian

partikel.4 Kemudian polimerisasi resin akrilik

dapat dilakukan dengan aktivasi kimia, cahaya

tampak atau panas menggunakan water bath

atau energi microwave.1,3 Walaupun metode

yang digunakan bervariasi untuk inisiasi

polimerisasi resin basis gigi tiruan, namun

konversi monomer menjadi polimer tidaklah

sempurna/selesai.

Monomer sisa adalah sejumlah

monomer yang tidak habis bereaksi setelah

proses polimerisasi selesai, sedangkan

polimerisasi tidak pernah terjadi dengan

sempurna dan akan selalu terbentuk monomer

sisa. Monomer sisa dalam jumlah besar dapat

mempengaruhi sifat fisik polimer karena

monomer sisa akan bertindak sebagai

plastisizer dan membuat resin akrilik menjadi

lunak dan fleksibel, selain itu jumlah monomer

sisa yang tinggi dapat menyebabkan iritasi

atau hipersensitifitas terhadap jaringan mukosa

rongga mulut, dapat berupa kemerahan

(redness), inflamasi serta nyeri pada mukosa

mulut 2,9.

Jumlah MMA sisa pada denture

menurun selama wear (pemakaian). Penurunan

terjadi sebagai hasil difusi monomer ke dalam

air dan berlanjutnya polimerisasi yang

dipromosikan oleh radikal aktif yang

ditemukan pada rantai polimer.3,10 Kedjarune

dkk6 melaporkan bahwa konsentrasi

maksimum MMA yang terdeteksi setelah satu

minggu dalam saliva senilai 45 μg/mL untuk

jenis material autopolimerisasi.

Faktor-Faktor Yang MempengaruhiJumlah Monomer Sisa

Berdasarkan beberapa penelitian,

kandungan monomer sisa pada basis gigi

tiruan dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya yaitu tipe polimerisasi (teknik

curing), waktu dan temperatur polimerisasi,

konsentrasi dari crosslinking agent, rasio

Page 59: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

141

campuran bubuk dan cairan serta ketebalan

dari basis. Yilmaz dkk5 melaporkan bahwa

monomer sisa pada heat cured PMMA

menghasilkan monomer sisa lebih rendah

dibandingkan pada autopolimerized PMMA.

Perbedaan ini dapat dijelaskan bahwa dengan

tingginya temperatur curing yang digunakan

pada teknik heat cured polimerized diatas Tg

polimer sehingga monomer pada resin

memiliki kemampuan yang lebih baik untuk

berpolimerisasi menjadi pergerakan rantai

molekul yang lebih tinggi dan neutralisasi

MMA yang diimobilisasi dalam polymer glass

dengan temperatur lebih tinggi.5

Di bawah Tg, polimerisasi pada

monomer MMA terbatas disebabkan karena

MMA diimobilisasi dalam polymer glass,

menyebabkan polimer mangandung residual

MMA lebih tinggi. Tg dari fasa matriks

autopolimerized bervariasi dari 67-78oC.

Dengan meningkatnya temperatur untuk

material autopolimerized (diatas 60oC) dapat

mengurangi kandungan residual MMA4.

Faktor kedua yaitu lamanya waktu dan

temperatur polimerisasi. Bila proses curing

dilakukan dengan suhu rendah dan dalam

waktu yang singkat menyebabkan kandungan

monomer sisa yang tinggi dalam akrilik. Hal

ini ditemukan dari hasil penelitian pada dua

heat cured denture base polymer yaitu

Lucitone (L) (rasio P/L= 21g/10 mL) dan

Probase Hot (PH) (rasio P/L= 22,5 g/10 mL).

Proses cure PH pada suhu 100oC untuk 15-

180 menit dihasilkan polimer dengan

kandungan monomer sisa MMA lebih rendah

dibandingkan L yang di curing pada keadaan

yang sama. Ini disebabkan komposisi resin

akrilik mempunyai aktivator kimia seperti

amina aromatik tersier. Jika resin PH juga

mengandung amina aromatik tersier, hal itu

dapat diasumsikan bahwa tiap aktivator kimia

akan menyebabkan reaksi lebih cepat.

Tingginya laju reaksi akan meningkat dengan

meningkatnya temperatur pada material dan

menghasilkan tingkat monomer sisa lebih

rendah (Gambar 1.).

Gambar 1. Jumlah rata-rata sisa MMA pada heatcured denture base polymer yangdi cure pada 100oC untuk waktu lama.Sumber : valittu et al 1998.

Gambar 2. Jumlah rata-rata sisa MMA pada heatcured denture base polymer yang dicure pada 70oCuntuk 540 menit atau pada 70oC selama 90 menityang diikuti cure pada 100oC dengan variasi waktulama. Sumber : valittu et al 1998

Kandungan residual MMA relatif

tinggi pada material heat polimerized L dan

PH di curing pada temperatur 70oC untuk 540

menit (9 jam) disebabkan karena temperatur

polimerisasi relatif rendah dimana

temperaturnya itu berada dibawah Tg. Sebagai

tambahan, laju pembentukan radikal dan laju

Page 60: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

142

polimerisasi juga lebih tinggi pada 100oC

dibandingkan pada temperatur polimerisasi

70oC (Gambar 2)4.

Crosslinking agent pada denture base

polimer juga dapat mempengaruhi kandungan

monomer sisa pada polimer.1 Konversi akhir

MMA dengan EDGMA crosslinking agent

menurun dengan meningkatnya kandungan

crosslinking agent. Hal ini disebabkan karena

segmen rantai utama yang di crosslinking

bersama melalui crosslingking agent. Sebuah

struktur polimer yang rigid dapat menghambat

konversi monomer MMA terutama pada

temperatur curing lebih rendah dari Tg5.

Jumlah monomer sisa dari resin akrilik

tidak hanya tergantung pada tipe

polimerisasinya, tetapi juga tergantung pada

perbandingan antara bubuk dan cairan.

Semakin banyak jumlah MMA dalam

campuran PMMA dan MMA akan

menghasilkan jumlah monomer sisa MMA

lebih banyak. Hal ini diduga karena jumalah

radikal yang diperoleh setelah aktivasi tidak

seimbang atau sedikit sehingga banyak

monomer yang tidak terpolimerisasi. Tebal

plat resin akrilik juga mempengaruhi tingginya

kandungan monomer sisa. Semakin tebal plat

resin akrilik maka semakin rendah kandungan

monomer sisanya.2,3

Metode-Metode Untuk MenurunkanJumlah Monomer Sisa Pada Basis GigiTiruan

Banyak metode yang telah

dikembangkan untuk menurunkan kandungan

monomer sisa pada basis gigi tiruan. Metode-

metode tersebut tidak hanya menurunkan

jumlahnya saja tetapi juga dapat

meminimalkan sifat toksisitasnya yang dapat

membahayakan pasien. Metode pertama yaitu

penggunaan metode heat treatment dengan

microwave yang telah diperkenalkan oleh

Nishii pada tahun 1968. Microwave dipilih

sebagai heat treatment pada proses curing

karena dapat menurunkan monomer sisa

dengan energi microwave. Proporsi penurunan

monomer sisa seiring dengan meningkatnya

derajat polimerisasi. Jumlah monomer sisa

pada resin autopolimerisasi dikurangi hampir

25 % setelah di microwave. Investigasi lainnya

menunjukkan radiasi microwave pada

spesimen autopolimerisasi dapat

meningkatkan flexural strength pada material

resin akrilik. Efek ini berhubungan dengan

rendahnya monomer sisa yang menghasilkan

derajat polimerisasi yang lebih tinggi.

Penurunan monomer sisa juga

berhubungan dengan perendaman spesimen

dalam air selama 48 jam. Hal ini diduga bahwa

setelah penyimpanan 24 jam pertama,

konsentrasi monomer sisa dapat dikurangi

dangan pelepasan monomer sisa dalam air.

Jorge dkk10 juga menyimpulkan bahwa jenis

basis autopolimerisasi harus direndam dalam

air selama 24 jam sebelum pemakaian untuk

meminimalkan kemungkinan lepasnya

monomer sisa. Proses cure pada resin

autopolimerized dalam air merupakan faktor

kunci untuk mengurangi/menurunkan

kuantitas monomer sisa. Selama polimerisasi

radikal yang dihasilkan dikonsumsi oleh

oksigen, besarnya hambatan proporsional

Page 61: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

143

terhadap konsentrasi oksigen. Oksigen dapat

dihilangkan dengan merendam resin dalam air,

karena oksigen salah satu penghambat

terjadinya polimerisasi11 yang dapat

menurunkan derajat polimerisasi.10

Efek kandungan monomer sisa juga

dapat dipengaruhi oleh siklus polimerisasi.

Inkubasi dalam air selama 60 menit pada suhu

50oC menurunkan lepasnya MMA dan

formaldehid, menurunkan potensi

sitotoksisitas. Proses resin akrilik dilakukan

pada suhu 70oC selama 7 jam dan ditingkatkan

dengan suhu 100oC selama 3 jam kemudian

didinginkan secara perlahan-lahan sampai

dengan suhu kamar.12 Suatu studi dimana dua

polimer basis gigi tiruan heat polymerized

yang diteliti dengan siklus polimerisasi yang

berbeda menunjukkan bahwa inkubasi 7 jam

dalam air pada 70oC diikuti dengan 1 jam pada

suhu 100oC merupakan suatu siklus yang ideal

karena siklus polimerisasi tersebut

menurunkan konversi maksimum pada

monomer sisa. Sebaliknya, siklus 7 jam dalam

air pada 60oC dan flask direndam dalam air

mendidih, diikuti dengan 5 menit direndam

dalam air pada suhu 90oC menghasilkan

pelepasan monomer sisa yang tinggi9.

Kesimpulan

Ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil

dalam makalah ini yaitu:

1. Monomer sisa diperoleh dari polimerisasi

pada resin basis gigi tiruan yang tidak pernah

selesai atau sempurna.

2. Jumlah monomer sisa yang tinggi dapat

memberikan efek balik terhadap sifat fisik dan

biokompatibilitasnya.

3. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi

besarnya jumlah monomer sisa yang

dihasilkan yaitu tipe polimerisasi (teknik

curing), waktu dan temperatur polimerisasi,

konsentarsi dari crosslinking agent, rasio

campuran powder dan liquid serta ketebalan

dari basis

4. Ada beberapa metode yang dapat

digunakan untuk menurunkan jumlah

monomer sisa pada resin basis gigi tiruan

diantaranya yaitu penggunaan metode

microwave, proses perendaman dan siklus

polimerisasi.

Daftar Pustaka

1. Rahal JS, Marcela FM, Gullherme EPH,and Mauro AAN, Influence of Chemicaland Mechanical Polishing on WaterSorption and Solubility of Denture BaseAcrylic Resin, Braz. Dent. J 2004; 15(3):225-230.

2. Anggraini R, Intan N, dan Anita Y,Jumlah Pelepasan Monomer Sisa ResinAkrilik jenis Heat Cured dalam Air,Majalah Kedokteran Gigi (Dent. J), EdisiKhusus Temu Ilmiah Nasional IV, 2005.

3. Botega et al, DM, Polimerization Time fora Microwave-Cured Acrylic Resin withMultiple Flasks, Braz. Oral. Res; 20004 :18(1).

4. Valittu PK, Ruyter IE, Buykuilmaz S,Effect of Polimerization Temperatur andTime on The Residual Monomer Contentof Denture Base Polymer, Eur J Oral Sci;1998; 106:588-593

5. Yilmaz H, Cemal A, Alper C, and AhmetY, The Effect of Glass FiberReinforcement on The Residual MonomerContent of Two Denture Base Resin, J.Dent Mat; 2003: 37(2) : 148-153.

6. Kedjarune U, Nongkluk C, Sittichai K,Release of Methylmethacrylate from Heat-

Page 62: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

144

Cured and Autopolymerized Resins :CytotoxicityTesting Related to ResidualMonomer, Australian Dental Journal1999; 44 (1).

7. Craig RG, Textbook Restorative dentalmaterials, 2000, Mosby inc, USA.

8. Lai CP, MH Tsai, M. Chen, HS Chang,and HH Tay, Morphology and Propertiesof Denture Acrylic Resins Cured byMicrowave Energy and ConventionalWater Bath, J Dental Material 2004: 20 :133-141.

9. Jorge JH, Eunice TG, Ana LM, and CarlosEV, Cytotoxicity of Denture Base Resins:A literature Review, The Journal ofProsthetic Dentistry 2003; 90(2); 190-193.

10. Jorge JH, Eunice TG, Ana LM, andCarlos EV, Effects of Water Bath andMicrowave Post Polymerization HeatTreatments, The International Journal ofProsthodonties 2004; 17:340-344.

11. Darvell BW, Textbook: Materials Sciencefor Dentistry, 6th Edition 2000, Hongkong

12. McCabe JF, Anderson’s Applied DentalMaterial, 5 th ed. Edinburg: ChuschilLivingstone; 1990.p.76-77.

Page 63: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

145

REDUKSI KLINIS KERUSAKAN PERLEKATAN JARINGAN DANKEDALAMAN POKET DENGAN TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK

Wandawa G*, Mustaqimah DN**, Sidik S***, Auerkari EI****

*Siswa Program Doktor Ilmu Kedokteran Gigi FKGUI**Staf Pengajar Departemen Periodonsia FKGUI

***Staf Departemen Penyakit Dalam Rumkital Dr. Mintohardjo****Staf Pengajar Departemen Oral Biologi FKGUI

ABSTRAK

Penelitian ini dirancang untuk mencari terapi bantuan dalam penanganan periodontitis destruktifkronis setelah terapi konvensional berupa skeling dan penghalusan akar (SPA). Limapuluh empatpenderita periodontitis kronis berusia 30-52 tahun dengan poket 4-6mm tanpa kebutuhan bedahperiodontal, dibagi secara acak ke dalam 3 kelompok. Kelompok I hanya menerima terapi SPA,kelompok II menerima SPA dan terapi oksigen hiperbarik (hyperbaric oxygen therapy/HBOT) 8 sesi,dan kelompok III SPA dengan HBOT 16 sesi. Data klinis kerusakan perlekatan jaringan (clinicalattachment loss/CAL) dan kedalaman poket (probing depth/PD) diambil dari setiap subyek penelitianpada saat awal sebelum terapi. Pada hari ke 15 dan 30 dilakukan ulang pengambilan data klinis darisetiap subyek. Data analisis multivariat menunjukkan bahwa kombinasi terapi SPA dan HBOT padahari ke 15 lebih baik daripada terapi konvensional saja. Namun pada hari ke 30 manfaatnya menjadisama antar ketiga macam kelompok perlakuan. Disimpulkan bahwa penggunaan HBOT dapatdianjurkan untuk mempercepat penyembuhan terapi periodontitis kronis, dan dosis HBOT cukupdengan 8 sesi saja.

Kata kunci: klinis periodontitis destruktif kronis; terapi konvensional; oksigenasi

This clinical trial was designed to create a supporting therapy in the management of chronicaldestruction Periodontitis after conventional therapy of scaling and root planning (SPA). Fifty fourchronic periodontitis patients aged between 30-52 years with 4-6mm pockets depth without the needfor periodontal surgery, randomizedly divided into three groups. First group only accept rootplanning therapy, the second group received SPA and HYPERBARIC oxygen therapy / HBOT for 8sessions, and the third received SPA with 16 HBOT sessions. Clinical attachment loss (CAL) andpocket depth (probing depth/PD) is taken from each subject at the beginning before the therapy, thenrepeated on day 15 and 30. Multivariate analysis shows that the combination of SPA therapy andHBOT on day 15 was better than conventional therapy alone. However, on day 30 the benefits weresimilar between the three types of treatment group. It is concluded that the use of HBOT can berecommended to accelerate the healing of chronic periodontitis, whereas eight sessions dosage ofHBOT would be sufficient.

Key words: clinical chronic destructive periodontitis; conventional therapy; oksigenation

Page 64: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

146

Pendahuluan

Penyakit periodontal merupakan

penyakit inflamasi kronis pada jaringan

penyangga gigi akibat terinfeksi bakteri

periodontopatogen spesifik.1,2 Periodontitis

diawali dengan kerusakan perlekatan jaringan

(attachment loss/AL) serta diikuti oleh

kerusakan progresif pada ligamentum

periodontal (LP) dan tulang alveolar (alveolar

bone/AB). Secara klinis terjadi pembentukan

poket periodontal, resesi gingiva, atau

keduanya.1,3,4

Periodontitis berat sering

mengakibatkan gigi goyang hingga tanggal,

yang dapat menyebabkan kualitas hidup

individu terkait menurun. Bahkan penyakit ini

sangat berkaitan dengan kesehatan sistemik.5,6

Hingga kini bersamaan dengan

perkembangan pengetahuan mengenai

patogenesis penyakit periodontal, telah banyak

diteliti mengenai beberapa pendekatan terapi

periodontal, karena penyakit ini sebagai akibat

interaksi bakteri dengan respons inang.7 Terapi

oksigen hiperbarik (hyperbaric oxygen

therapy/HBOT) adalah suatu metoda terapi

fisik berdasarkan tercapainya tekanan oksigen

parsial tubuh yang tinggi dengan cara

menghirupkan oksigen murni di dalam suatu

ruang bertekanan lebih besar daripada tekanan

atmosfer.8 Terapi ini digunakan sebagai

perawatan utama ataupun bantuan untuk

beberapa penyakit akut dan sistemik seperti

iskemik, infeksius, traumatic; atau bersifat

inflamasi, yang umumnya telah parah dan

tidak menunjukkan respons terhadap

pengobatan konvensional yaitu refraktori.9

Penggunaan HBOT dalam bidang medis telah

umum dilakukan.10 Dalam kedokteran gigi

khususnya periodontologi, penggunaannya

belum banyak dilaporkan Penelitian ini

dilakukan untuk menganalisis penggunaan

HBOT terhadap keadaan kerusakan perlekatan

jaringan secara klinis (CAL) dan kedalaman

poket (PD) penderita periodontitis kronis serta

mencari dosis tepatnya.

Bahan dan Metoda

Subyek penelitian

Penelitian eksperimental klinik ini

menggunakan metoda uji klinis acak terkontrol

(Randomized Controlled Trial/RCT).

Penderita periodontitis kronis yang datang ke

klinik Diskes Koarmabar TNI AL Jakarta

sejak Januari hingga April 2010 yang

memenuhi kriteria inklusi dan bersedia

menjadi relawan dalam penelitian ini (setelah

membaca semua penjelasan mengenai

prosedur penelitian ini) dipersilahkan

menandatangani informed consent. Kriteria

inklusi sebagai berikut:

- Penderita periodontitis kronis lokal atau

menyeluruh dengan poket 4-6 mm dengan

indikasi skeling (dan penghalusan akar)

tanpa kebutuhan prosedur bedah

periodontal.

- Usia 30-50 + 5 tahun.

- Sehat tanpa penyakit sistemik (berdasarkan

pemeriksaan laboratorik) maupun faktor

risiko lain seperti merokok, stres, hamil.

- Susunan gigi dalam batas normal atau

dengan crowding ringan yaitu gigi terputar

tidak hingga 1/3 x 90o; ataupun overlapping

Page 65: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

147

dengan gigi tetangga tidak hingga 1/3

mahkota.

Sedangkan kriteria eksklusi adalah:

- Mendapatkan terapi antibiotika dan atau

anti-inflamasi dalam 3 bulan terakhir.

- Menggunakan suplemen, roboransia, jamu

penunjang proses penyembuhan.

- Mendapat perawatan periodontal dalam 6

bulan terakhir.

- Tidak dapat memenuhi rencana sesi HBOT

yang telah ditentukan.

Kelompok penelitian

Penelitian dilakukan dengan

mengelompokkan subyek secara random ke

dalam 3 kelompok. Kelompok I menerima

tindakan skeling (+ penghalusan akar) (SPA)

saja. Kelompok II menerima tindakan SPA

dengan tambahan HBOT 8 sesi, dan kelompok

III SPA + HBOT 16 sesi. Dengan

penghitungan statistik dan kemungkinan drop

out, ditemukan kebutuhan sebanyak 16 subyek

untuk setiap kelompok dan dibulatkan menjadi

20 subyek.

Clinical Attachment Loss

Dari setiap subyek penelitian

ditentukan 1 gigi posterior dan 1 gigi anterior

untuk penetapan CAL yang akan diikuti.

Penghitungan CAL adalah jarak dari hubungan

semen-email (CEJ) ke dasar poket dalam mm.

Dari gigi yang telah ditetapkan, diperiksa pada

6 sisi yaitu mesiobukal, midbukal, distobukal,

distopalatal, midpalatal, mesiopalatal. Dari

setiap gigi terpilih kemungkinan hanya 1 sisi

terpilih, yaitu yang paling besar.

Pocket Probing Depth

Penetapan gigi terpilih dan cara sama

dengan penghitungan CAL. Nilai PD

ditentukan sebagai jarak dari puncak gingiva

ke dasar poket.

Hyperbaric Oxygen Therapy

Setiap sesi HBOT dilakukan setiap

hari atau paling tidak, boleh 1 sampai 3 kali

tersela dengan hanya 1 hari, namun tidak

boleh terjadi dalam 3 kali berturutan. Setiap

proses HBOT berlangsung selama 3x30 menit,

diantarai oleh 2x5 menit untuk bernafas dari

udara terbuka. Subyek masuk ke dalam ruang

berupa tabung dengan tekanan 2,5 ATA yang

cukup berisi hingga 5 orang dengan posisi

duduk dan tiduran.

Pengambilan data

Sebelum menerima tindakan terapi,

dari setiap subyek diambil data klinis CAL dan

PD. Lalu pada hari ke 15 yaitu perkiraan akhir

sesi ke 8, data CAL dan PD diambil lagi dari

setiap subyek ketiga kelompok. Demikian pula

pada hari ke 30 atau perkiraan akhir sesi ke 16.

Statistik

Pengolahan statistik dilakukan dengan

program uji statistik. Mula-mula diperiksa

kenormalan distribusi data dengan uji Shapiro

Wilk. Jika distribusi data normal, digunakan

uji t tidak berpasangan untuk membandingkan

perbedaan rerata jumlah data masing-masing

Page 66: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

148

individu dari setiap kelompok. Jika distribusi

tidak normal, akan dilakukan uji

nonparametrik Mann-Whitney U. Perbedaan

data antar kelompok dihitung dengan derajat

kepercayaan 95%. Penelitian dilakukan

dengan surat lulus ethical clearance dari

Komisi Etik Penelitian FKGUI dengan nomer

118/Ethical Clearance/FKGUI/I/2010.

Hasil Penelitian

Tabel 1. Distribusi nilai rerata data klinis kerusakanperlekatan jaringan dan kedalaman poketsetiap kelompok pada setiap saatpemeriksaan

Dataklinis

(rerata,mm)

Kelompok Pemeriksaan ke

1 2 3

CALIIIIII

4,92 + 0,914,97 + 0,755,36 + 1,06

4,08 + 0,972,97 + 0,753,33 + 0,99

3,92 + 0,972,87 + 0,623,09 + 0,98

PDIIIIII

4,78 + 0,764,68 + 0,704,97 + 0,81

3,56 + 0,942,63 + 0,632,64 + 0,65

3,44 + 0,972,53 + 0,562,33 + 0,65

Ket: Klpk I : SPAII : SPA + HBOT 8III: SPA + HBOT 16

Tabel 2. Distribusi nilai rerata perbedaan dataklinis antar setiap saat pemeriksaan

Semua subyek menunjukkan keadaan

tubuh sehat tanpa gangguan sistemik,

berdasarkan hasil pemeriksaan darah lengkap.

Didapatkan 54 subyek dengan rentang usia 30-

52 tahun. Sekitar separuh jumlah subyek

menunjukkan kadar kolesterol melebihi batas

normal yaitu 200. Namun nilai ini dibawah

kadar 230.

Tabel 1 menunjukkan distribusi nilai

rerata CAL dan PD (tidak normal) setiap

kelompok pada setiap pemeriksaan. Distribusi

perbedaan nilai rerata antar setiap kelompok

pada setiap saat pemeriksaan dengan nilai

probabilitasnya dapat dilihat dalam Tabel 2.

Ditemukan perbedaan bermakna secara

statistik antar kelompok I dan II, serta I dan III

pada pemeriksaan 1 dan pemeriksaan 2, tetapi

tidak berbeda antar kelompok II dan III pada

pemeriksaan 1 dan 2.

Dari Gambar 1 dan 2 terlihat lebih

besarnya manfaat penambahan perlakuan

HBOT dibandingkan tanpa HBOT setelah

SPA, yaitu sekitar hampir 2 kali lipat.

Gambar 1. Diagram batang Clinical AttachmentLoss dari setiap kelompok pada setiapsaat pemeriksaan

Data klinisPem ke /

Kelompok

Rerata SE Nilai p antar kelompokI - II I – III II - III

Delta CALpem 1 – 2

IIIIII

0,832,002,03

0,150,140,15

0,000 0,000 0,957

Delta CALPem 2 – 3

IIIIII

0,170,110,24

0,100,100,10

0,516 0,587 0,117

Delta PDPem 1 – 2

IIIIII

1,222,052,33

0,130,120,13

0,000 0,000 0,167

Delta PDPem 2 – 3

IIIIII

0,110,110,30

0,090,090,10

0,913 0,123 0,114

Page 67: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

149

Gambar 2.Diagram batang Probing Depth darisetiap kelompok pada setiap saatpemeriksaan

Gambar 3. Distribusi rerata data delta kliniskerusakan perlekatan jaringan

Gambar 4. Distribusi rerata delta kedalaman poket

Pembahasan

Penelitian ini dirancang untuk mencari

cara bantuan dalam penanganan periodontitis

destruktif yang secara global diketahui banyak

diderita populasi dewasa. Bantuan macam

terapi tersebut untuk meningkatkan dan

mempercepat penyembuhan serta manfaat

terapi konvensional.

Tujuan perawatan periodontal adalah

mempertahankan gigi selama mungkin dalam

mulut, dengan status gigi dan periodontal

sehat, berfungsi normal, secara estetik bagus,

dengan tanpa rasa sakit.11 Cara utama terapi

periodontal adalah mengontrol infeksi dengan

cara membuang plak dan kalkulus supra- dan

subgingiva, serta mencegah rekolonisasi

bakteri patogen di dalam poket periodontal.12

Semua macam terapi periodontal termasuk

metoda bedah dan atau nonbedah akan

memberikan hasil baik dalam kesehatan

periodontal jika diikuti dengan kontrol plak

yang baik.13 Dalam penelitian ini dilakukan

pemeriksaan CAL dan PD karena CAL

merupakan gold standard untuk penilaian

periodontitis, serta CAL dan PD sebagai

penilaian standar dalam penelitian

epidemiologis penyakit periodontal.14

Hingga kini telah banyak diteliti

mengenai macam perawatan periodontal baik

utama maupun sebagai tambahan, untuk

membantu tercapainya kesehatan periodontal

ataupun pencegahan rekurensi dan progresi

penyakit periodontal. Sebagai contoh adalah

penggunaan obat kumur klorheksidin dengan

konsentrasi rendah (yaitu 0,05%; yang

umumnya dipakai 0,2%) namun masih efektif,

Page 68: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

150

sambil dalam usaha menghindari beberapa

efek sampingnya yaitu staining, rasa terbakar

atau baal, serta iritasi pada jaringan lunak.15

Juga manfaat aplikasi lokal minosiklin untuk

membantu penyembuhan terapi bedah pada

periodontitis kronis moderat hingga berat.13

Signoretto dkk. (2007)10 telah meneliti

penggunaan HBOT dalam penanggulangan

penyakit periodontal dan menemukan bahwa

perawatan kombinasi skeling dengan

pemberian HBOT 10 sesi, secara substansial

dapat mengurangi jumlah bakteri anaerob

Gram negative hingga 99,9% dari populasi

mikroflora subgingival.

Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa tindakan SPA saja cukup memberikan

reduksi bermakna dari ukuran CAL dan PD.

Namun SPA dengan HBOT 8 sesi dan 16 sesi

menunjukkan reduksi yang lebih besar lagi

pada pemeriksaan hari ke15 penelitian, yaitu

sekitar 2 kali dari reduksi hanya oleh SPA

(Tabel 1 serta Gambar 1 dan 2). Hasil ini

sejalan dengan penelitian Signoretto dkk.

(2007)10 yang memantau jumlah bakteri dan

secara klinis menemukan bahwa indeks

gingiva menjadi 0 pada hari ke 15. Hasil yang

lebih besar dengan tambahan perlakuan HBOT

diperkirakan adalah karena proses oksigenasi

tubuh.

Seperti diketahui bahwa rongga oral

dihuni oleh 300-1000 spesies bakteri16 dan

paling sedikit 400 spesies ditemukan dalam

plak subgingiva.17 Penyakit ini ditandai dengan

terbentuknya poket periodontal, kerusakan LP,

serta terjadi resorpsi pada AB.13,18 Dari ratusan

spesies di dalam poket, hanya kurang dari 20

spesies yang secara rutin ditemukan jumlahnya

meningkat pada sisi dengan penyakit

periodontal. Bakteria tersebut adalah dari

kompleks merah yang umumnya bakteri Gram

negatif anaerob dan secara klinis digunakan

sebagai indikator keberadaan penyakit

periodontal destruktif. Beberapa di antaranya

adalah P gingivalis, T forsythensis, T

denticola, F nucleatum, P intermedia, P

nigrescens, P micros.19

Oksigen yang terhirup dalam chamber

saat HBOT akan masuk ke udara alveolar, lalu

ke kapiler paru-paru, darah vena, dan ke

jantung. Dari jantung menyertai darah arteria

sistemik, lalu ke kapiler pembuluh darah

seluruh tubuh, masuk ke cairan interstitial dan

intra selular, hingga masuk ke sel-sel baik

dalam kompartemen perioksom, retikulum

endoplasma, dan mitokondrianya.20 Dalam

darah, oksigen akan melekat pada 4 reseptor

oksigen dari permukaan setiap molekul

hemoglobin sel darah merah. Oksigenasi ini

dapat mencapai bakteria anaerob baik yang

berada di dalam poket maupun dalam jaringan

periodontal dan tulang alveolar. Oksigen

bersifat toksik bagi bakteria anaerob. Dengan

demikian secara selular HBOT meningkatkan

aktivitas bakterisidal. Peningkatan aktivitas

bakteriostatik juga didapat oleh bakteri

anaerob non-spora.21

Walaupun bakteri spesifik dinyatakan

sebagai penyebab utama periodontitis, namun

hanya bakteria saja tidak cukup untuk

menimbulkan penyakit. Ada peran interaksi

bakteri-respons inang untuk kepekaan, onset,

dan progresi periodontitis. Atau sebagai akibat

Page 69: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

151

ketidak seimbangan antara signyal pro-

inflamatori dan anti-inflamatori.18,22

Pada keadaan infeksi dan inflamasi,

terjadi penurunan proliferasi fibroblast,

produksi kolagen, dan aktivitas angiogenesis.

Oksigen hiperbarik akan meningkatkan

oksigenasi, proliferasi fibroblast, sintesis

kolagen, reepitelialisasi, dan neovaskularisasi.

Penghantaran oksigen secara sistemik ini

menyebabkan penurunan regulasi sitokin

peradangan, peningkatan regulasi faktor-faktor

pertumbuhan (growth factors), peningkatan

efek leukosit. Karena fagositosis neutrofil

bergantung pada kadar oksigen, oksigenasi ini

memperbaiki dan meningkatkan fungsi

fagositosis neutrofil.23 Hal ini penting dalam

penanganan infeksi kronis yang disebabkan

oleh banyak macam bakteri anaerob. Juga

produksi toksin yang umum terjadi pada

suasana oksidasi-reduksi rendah, menjadi

terhalang. Dengan demikian HBOT bekerja

sinergis dalam arti meningkatkan potensi

antibiotika.8

Dari Tabel 2 perbedaan rerata data

pemeriksaan 2 ke pemeriksaan 3 sudah

menunjukkan tidak adanya perbedaan secara

statistik antar semua kelompok. Demikian pula

perbedaan manfaat HBOT 8 sesi dengan 16

sesi pada delta data CAL dan PD pada

pemeriksaan 1 ke 2 tidak ada. Dari Gambar 1

dan 2 terlihat bahwa penggunaan HBOT 16

sesi tidak lebih baik daripada 8 sesi. Juga

Gambar 3 dan 4 membuktikan keadaan

tersebut.Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa HBOT dengan 8 sesi sudah mencukupi

dalam menanggulangi klinis CAL dan PD.

Demikian pula Signoretto dkk.10 yang meneliti

efek SPA ditambah penggunaan HBOT 10 kali

saja namun dikuti pada hari ke 15, 45, 75.

Ditemukannya bahwa manfaat terlihat hanya

pada hari ke 15. Setelah itu jumlah bakteri

meningkat lagi dan pada hari ke 45 bahkan

mendekati seperti awal.

Kesimpulan

Penggunaan HBOT dapat dianjurkan

sebagai terapi tambahan (adjunctive therapy)

menyertai skeling dan penghalusan akar pada

perawatan periodontitis kronis tanpa

kebutuhan bedah periodontal karena dapat

mempercepat penyembuhan.

Dosis HBOT dianjurkan cukup dengan 8 sesi.

Saran

Perlu penelitian lanjut bantuan HBOT

untuk setelah tindakan bedah periodontal.

Perlu diteliti berapa lama manfaat HBOT

dalam penurunan nilai kerusakan perlekatan

jaringan dan kedalaman poket, sehingga dapat

dianjurkan terapi HBOT ulang, atau dapat

dicari cara tambahan untuk memperlama

manfaat HBOT tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Novak MJ. Classification of Disease andConditions Affecting the Periodonsium.In: Newman MG, Takei HH, KlokkevoldJP, Carranza FA, eds. Carranza’s ClinicalPeriodontology, 10th ed. Philadelphia:Saunders, 2006:100-9.

2. Page RC, Eke PI. Case Definitions for Usein Population-Based Surveillance ofPeriodontitis. J Periodontol 2007;78(7Suppl):1387-99.

3. Heitz-Mayfield LJA, Trombelli L, Heitz F,Needleman I, Moles D. A systematicreview of the effect of surgicaldebridement vs non-surgical debridementfor the treatment of chronic periodontitis.

Page 70: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

152

J Clin Periodontol 2002;29(Suppl.3):92-102.

4. Van Dyke TE. Cellular and molecularsusceptibility determinants forperiodontitis. Periodontol 20002007;45:10-3.

5. Eke PI, Genco RJ. CDC PeriodontalDisease Surveillance Project: Background,Objectives and Progress Report. JPeriodontol 2007;78(Suppl.7):1366-71.

6. Minaya-Sanches M, Medina-Solis CE,Maupome G, Vallejos-Sanchez AA,Casanova-Rosado JF, Marquez-CoronaML. Prevalence of and Risk Indicators forChronic Periodontitis in Males fromCampeche, Mexico. Rev salud publica2007;9(3):388-98.

7. Richard JO, Rees TD, Blieden T,Damoulis P, Fiorellini J, Gianobille W, etal. Informational Paper: Modulation of theHost Response in Periodontal Therapy. JPeriodontol 2002;73(4):460-70.

8. Ortabe JII, Videl JMB, Asensio MU,Biayna JC, Mas MAM, Lopez JC, et al.The use ofoxygen therapy by means of thehyperbaric chamber in oral andmaxillofacial surgery. Rev Esp Cirug Oraly Maxilofac 2006;28(1).

9. Pinto JR, Tanaka EE, Ligia PM, StabileGAV, Borges HOI. Hyperbaric oxygentherapy: principles, indications andperspective. Literature Review.Odontologia Clin Cientif 2003;2(3):175-80.

10. Signoretto C, Bianchi F, Burlacchini G,Canepari P. Microbiological evaluation ofthe effects of hyperbaric oxygen onperiodontal disease. New Microbiol2007;30:431-7.

11. Eickholz P, Kaltschmitt J, Berbig J,Reitmeir P, Pretzl B. Tooth loss afteractive periodontal therapy. 1: patient-related factors for risk, prognosis, andquality of outcome. J Clin Periodontol2008;35:165-74.

12. Braun A, Jepsen S, Deimling D, Ratka-Kruger P. Subjective intensity of painduring supportive periodontal treatmentusing a sonic scaler or an Er:YAG laser. JClin Periodontol 2010;37:340-5.

13. Hellstrom M-K, McClain PK, SchallhornRG, Bellis L, Hanlon AL, Ramberg P.Local minocycline as an adjunct tosurgical therapy in moderate to severe,

chronic periodontitis. J Clin Periodontol2008;35:525-31.

14. Ronderos M, Michalowicz BS.Epidemiology of Periodontal diseases andRisk Factors. In: Rose LF, Mealey BL,Genco RJ, Cohen DW, eds. PeriodonticsMedicine, Surgery, and Implants. StLouis: Elsevier Mosby, 2004:32-68.

15. Escribano M, Herrera D, Morante S,Teughels W, Quirynen M, Sanz M.Efficacy of a low-concentrationchlorhexidine mouth rinse in non-compliant periodontitis patients attendinga supportive periodontal care programme:a randomized clinical trial. J ClinPeriodontol 2010;37:266-75.

16. Paksoy D, Harnack L, Gonzales JR,Bodecker R-H, Meyle J. Detection ofperiodontopathogenic bacteria with twodifferent microbiological tests. Perio2008;5(3):179-85.

17. Stathopoulou PG, Benakanakere MR,Galicea JC, Kinane DF. Epithelial cellpro-inflammatory cytokine responsediffers across dental plaque bacterialspecies. J Clin Periodontol 2010;37:24-9.

18. Haigh BJ, Stewart KW, Whelan JRK,Barnett MPG, Smolenski GA, Wheeler TI.Alterations in the salivary proteomeassociated with periodontitis. J ClinPeriodontol 2010;37:241-7.

19. Gurenlian JR. The Role of Dental PlaqueBiofilm in Oral Health. J Dent Hyg2007;Spec Suppl:4-12.

20. Jain KK. Physical, Physiological andBiochemical Aspects of HyperbaricOxygenation. In: Textbook of HyperbaricMedicine, 2nd ed. Seattle: Hogrefe &Huber Publ., 1996:11-26.

21. Gill AL, Bell CNA. Hyperbaric oxygen:its uses, mechanisms of action andoutcomes. Q J Med 2004;97:385-95.

22. Torres de Heens GL,Loos BG, van derVelden U. Monozygotic twins arediscordant for chronic periodontitis: whiteblood cell counts and cytokine productionafter ex vivo stimulation. J ClinPeriodontol 2010;37:129-36.

23. Wright J. Hyperbaric oxygen therapy forwoundhealing.http://www.worldwidewounds.com /2001 /april/ Wright/ HyperbaricOxygen. Last Modified: Monday 21 May2001. 11:56:17 BST 2001.

Page 71: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

153

OBESITAS SEBAGAI INDIKATOR RISIKO PENYAKIT PERIODONTAL

Sunnati*

*Staf Pengajar Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

ABSTRAKObesitas adalah suatu kondisi dimana terjadi penumpukan lemak tubuh yang berlebihan yang dapatmempengaruhi kesehatan secara keseluruhan. Obesitas merupakan faktor risiko untuk beberapapenyakit sistemik kronis seperti penyakit jantung, diabetes tipe 2, stroke dan kolesterol tinggi.Obesitas juga dihubungkan dengan penyakit di rongga mulut, khususnya penyakit periodontal.Frekuensi periodontitis terjadi hampir dua kali lipat pada individu dengan obesitas dibandingkanindividu dengan berat badan normal. Obesitas bisa dihubungkan dengan penyakit periodontal karenaterjadi perubahan metabolik pada kondisi obesitas yang mempengaruhi sistem imun. Pada tulisan initerdapat definisi obesitas, cara penilaian obesitas dan hubungan antara obesitas dan penyakitperiodontal. Tujuan penulisan ini adalah untuk meningkatkan kewaspadaan dokter gigi dalammerawat pasien obesitas.

Kata kunci: obesitas, penyakit periodontal dan jaringan adiposa

ABSTRACTObesity is a condition in which excess body fat has accumulated that affects overall health. It is a riskfactor for several chronic health conditions such as heart disease, type 2 diabetes, stroke and highcholesterol. Obesity is also associated with oral disease, particularly periodontal disease. Periodontitisoccurs almost twice as more frequently in obese individuals than in those at a healthy weight. Obesitycan be associated with periodontal disease since the metabolic alterations observed in that conditioncould have some influences in immunity. This paper provides the overview of the definition andassessment of obesity and the correlation between obesity and periodontal disease. The goal is to raisedentist’s awareness when treating obese patients.

Keywords: obesity, periodontal disease and adipose tissue

Page 72: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

154

Pendahuluan

Setiap orang memerlukan sejumlah

lemak tubuh untuk menyimpan energi. Rata-

rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih

banyak dibandingkan pria. Wanita dengan

lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan

lemak tubuh lebih dari 25% dianggap

mengalami obesitas.1 Kadang-kadang kita

sering dibuat bingung dengan pengertian

obesitas dan overweight, padahal kedua istilah

tersebut mempunyai pengertian yang berbeda.

Obesitas (kegemukan) adalah suatu keadaan di

mana terjadi penumpukan lemak tubuh yang

berlebih, sehingga berat badan seseorang jauh

di atas normal dan dapat membahayakan

kesehatan. Sementara overweight (kelebihan

berat badan) adalah keadaan dimana berat

badan seseorang melebihi berat badan

normal.2

Ogden dkk. menemukan bahwa di

Amerika Serikat tahun 2003-2004, 17,1%

anak-anak dan dewasa mengalami overweight

dan 32,2% orang dewasa mengalami obesitas.

Prevalensi obesitas pada pria meningkat secara

signifikan sebesar 27,5% pada tahun 1999-

2000 dan 31,1% pada tahun 2003-2004,

sedangkan pada wanita tidak terjadi

peningkatan obesitas yang signifikan antara

tahun1999-2000 dan tahun 2003-2004.3 Di

Indonesia tahun 2000 diperkirakan 76,7 juta

penduduk (17,5%) mengalami overweight dan

9,8 juta penduduk (4,7%) mengalami obesitas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di

Jakarta, tingkat prevalensi obesitas pada anak

remaja usia 12-18 tahun adalah 6,2% dan pada

usia 17-18 tahun sebesar 11,4%.4

Hubungan antara obesitas dan penyakit

periodontal dilaporkan pertama kalinya oleh

Perstein dan Bissada yang melakukan

pemeriksaan histopatologis pada jaringan

periodontal yang mengalami periodontitis

karena di induksi kawat ligatur, menemukan

bahwa pada tikus yang mengalami obesitas

terjadi resorbsi tulang alveolar yang lebih

besar dibandingkan tikus dengan berat badan

normal.5 Obesitas adalah faktor resiko ke-2

yang berhubungan erat dengan kerusakan

jaringan periodontal setelah merokok.6

Pengertian dan Penyebab Obesitas

Obesitas adalah peningkatan berat

badan melebihi batas kebutuhan rangka dan

fisik, sebagai akibat akumulasi lemak

berlebihan dalam tubuh.7 Penyebab obesitas

adalah: kurangnya aktivitas fisik,

meningkatnya konsumsi makanan tertentu,

faktor genetik dan kelainan sel lemak itu

sendiri. Faktor genetik terlihat pada anak yang

gemuk biasanya salah satu atau kedua

orangtuanya gemuk. Apakah kegemukan ini

selalu diturunkan dari bawaan orangtuanya

atau karena kebiasaan makan yang berlebihan

yang ditiru anaknya atau faktor lingkungan

belum diketahui secara pasti. Kelainan

metabolisme dan kelainan sel lemak pada

seseorang dapat menimbulkan obesitas.8

Cara Pengukuran Obesitas

Pengukuran obesitas bisa menggunakan

Body Mass Index (BMI), yaitu dengan rumus

BMI = BB / (TB x TB),9 BB adalah berat

badan sedangkan TB adalah tinggi badan.

Page 73: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

155

Tabel 1. Klasifikasi untuk Body Mass Index(BMI)10

Klasifikasi BMI

Underweight < 18,5

Normal 18,5 – 24,9

Overweight 25,0 – 29,9

Obesity Class I 30,0 – 34,9

Obesity Class II 35,0 – 39,9

Obesity Class III 40+

Obesitas juga bisa ditentukan dengan

rasio pinggang ke pinggul atau waist-hip-ratio

(WHR).11 Wood dkk. mengukur lingkar

pinggang (waist circumference) pada titik

pusar atau umbilicus sedangkan pengukuran

pinggul (hip circumference) diukur pada

lingkar terbesar bokong. Hasil pengukuran

dalam sentimeter. Waist-hip-ratio (WHR)

diperoleh dengan membagi hasil pengukuran

lingkar pinggang dengan hasil pengukuran

lingkar pinggul.12 Saito dkk. membagi WHR

menjadi dua kelompok, yaitu untuk pria dan

wanita. Pria dinilai mengalami obesitas tubuh

bagian atas (upper body obesity) bila WHR ≥

0,9 dan wanita bila WHR ≥0,8.13 Waist-hip-

ratio (WHR) merupakan indikator yang lebih

baik untuk menentukan obesitas dibandingkan

dengan BMI, karena WHR menunjukkan

keadaan pinggang subyek yang berhubungan

dekat dengan jaringan lemak viseral tubuh.11

Pembagian Sel Lemak

Sel lemak bukan saja dikenal sebagai

gudang energi saja, namun juga berfungsi

sebagai salah satu organ endokrin yang

menghasilkan sejumlah sitokin, yang secara

kolektif dikenal sebagai adipocytokine /

adipokine. Adipokin yang sudah

dipublikasikan adalah leptin, tumor necrosis

factor (TNF)-a, plasminogen activator

inhibitor-1 (PAI-1), adipsin, resistin, dan

adiponektin.14

Gambar 1. Jenis lemak yang terdapat pada tubuh9

Subcutaneous fat atau lemak subkutan adalah

lemak yang terletak di bawah kulit dan tidak

terlalu berbahaya. Visceral fat atau lemak

veseral adalah lemak yang terletak di perut

yang menunjukkan lemak di organ-organ

penting yaitu liver dan jantung.9 Lemak viseral

(adiposa viseral) adalah faktor resiko yang

dapat meningkatkan terjadinya Cardiovascular

disease (CVD) dan diabetes tipe-2.15,16 Lemak

viseral ini dapat mensekresi CRP, IL-6, TNF-

α, VEGF, angiotensin dan PAI-1 dalam jumlah

yang lebih banyak dibandingkan dengan lemak

subkutan. Produk yang dilepaskan lemak

viseral bisa langsung menuju ke hati melalui

vena portal sehingga pada subyek dengan

lemak viseral menunjukkan peningkatan

sitokin inflamasi secara dramatis.15 Tumor

Necrosis Factor-α(TNF- α) dan IL-6 dapat

mengganggu sinyal insulin intraseluler

(intercellular insulin signaling) yang

menyebabkan resistensi insulin sehingga dapat

Page 74: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

156

meningkatkan resiko terjadinya diabetes

mellitus tipe-2.16

Pembahasan

Beberapa laporan menghubungkan

antara obesitas dan penyakit periodontal.

Linden dkk. melakukan penelitian pada

subyek berusia 60-70 tahun di Irlandia Utara

dan menemukan hubungan yang signifikan

antara obesitas dan peningkatan prevalensi

periodontitis.17 Saito dkk. melakukan

penelitian pada 643 subyek Jepang dan

menemukan bahwa makin tinggi WHR dan

BMI maka secara signifikan meningkatkan

resiko periodontitis dibandingkan subyek

dengan WHR dan BMI rendah.13 Wood dkk.

menggunakan data NHANES III juga

menemukan hal yang sama.12 Reeves dkk.

menemukan bahwa peningkatan berat badan

dan WHR meningkatkan resiko periodotitis

kronis hanya pada dewasa muda usia 17-21

tahun, sedangkan pada usia 13-16 tahun tidak

terdapat hubungan yang signifikan. Penelitian

ini memiliki keterbatasan karena tidak

mempertimbangkan faktor lokal sebagai

etiologi periodontitis.18 Chapper dkk

menemukan bahwa wanita dengan gestational

diabetes mellitus (GDM) dan riwayat obesitas

sebelum kehamilan mengalami gingivitis dan

kehilangan perlekatan secara signifikan lebih

tinggi dibandingkan dengan wanita yang

memiliki BMI normal sebelum kehamilan.19

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Saito

dkk. menyimpulkan bahwa obesitas

berhubungan dengan poket yang dalam dan

tidak tergantung dari status toleransi glukosa.20

Seperti telah disebutkan sebelumnya

bahwa jaringan adiposa viseral dapat

mensekresi sejumlah zat bioaktif yang disebut

adipositokin, termasuk Tumor Necrosis

Factor-α (TNF- α). Hal ini dapat

mempengaruhi jaringan periodontal secara

langsung. Tumor Necrosis Factor-α(TNF- α)

memediasi kerusakan yang diinduksi oleh

endotoksin pada berbagai organ, termasuk

jaringan periodontal, karena TNF- αdisekresi

oleh jaringan adiposa, maka keberadaan lemak

viseral ini bisa meningkatkan kerusakan

periodontal.21 Amar dkk. menemukan bahwa

obesitas mengganggu kemampuan sistem

imun untuk merespon infeksi Porphyromonas

gingivalis dan menyatakan bahwa ganguan

sistem imun berperan dalam meningkatkan

kehilangan tulang alveolar setelah infeksi

bakteri pada tikus yang mengalami obesitas.22

Jaringan lemak mensekresi sitokin pro-

inflamasi seperti TNF-α dan IL-6.16

Peningkatan konsentrasi TNF-αdalam serum

pasien obesitas dapat menyebabkan atau

memperparah penyakit periodontal yang sudah

ada. Tumor Necrosis Factor-α(TNF- α) dapat

menstimulasi osteoklas sehingga terjadi

resorbsi tulang. Adipokin IL-6 yang dihasilkan

dari jaringan adiposa dilepaskan ke sirkulasi

darah dan terlibat dalam kerusakan tulang

alveolar dan connective tissue.23

Pada orang yang mengalami obesitas

terjadi hiperlipidemia.11 Hiperlipidemia dapat

menyebabkan hiperaktivitas dari neutrofil,24

yang dapat meningkatkan keparahan resorbsi

tulang dan memperparah penyakit periodontal.

Peningkatan hiperaktivitas neutrofil juga dapat

Page 75: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

157

meningkatkan produksi oksigen radikal dan

berhubungan dengan keparahan periodontitis

pada orang dewasa.24 Penyakit periodontal

dapat juga memperburuk metabolisme lemak

yang tidak seimbang pada pasien obesitas

dengan hiperlipidemia.11 Pada penelitian

Noack dkk. ditemukan bahwa pasien dengan

hiperlipidemia terjadi inflamasi periodontal

yang lebih parah dibandingkan dengan pasien

tanpa hiperlipidemia.11 Peningkatan jumlah

lemak dapat menyebabkan perubahan

fagositosis dan kemotaksis yang dapat

mempengaruhi sistem pertahanan. Makrofag

juga akan melepaskan faktor pertumbuhan

dalam jumlah yang lebih banyak sehingga

dapat mengganggu penyembuhan jaringan.11

Individu yang melakukan olah raga

secara teratur memiliki kadar inflammatory

markers seperti IL-6 dan C-Reactive Protein

(CRP) yang rendah, dan meningkatkan

sensitifitas insulin yang berpengaruh baik

terhadap jaringan periodontal 25 sehingga

dapat dikatakan bahwa olah raga secara tidak

langsung dapat menurunkan resiko keparahan

penyakit periodontal, walaupun tetap harus

ditunjang dengan kontrol plak yang baik dan

perawatan periodontal yang komprehensif.

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan,

obesitas berhubungan dengan penyakit

periodontal dan merupakan faktor resiko ke-2

yang berhubungan erat dengan kerusakan

jaringan periodontal setelah merokok,

Necrosis Factor-α(TNF- α) yang disekresi

oleh jaringan adiposa viseral pada orang

obesitas dapat meningkatkan kerusakan

periodontal, pada orang obesitas terjadi

gangguan kemampuan sistem imun untuk

merespon infeksi Porphyromonas gingivalis

sehingga mengakibatkan kerusakan yang lebih

parah pada jaringan periodonsium dan pada

orang yang mengalami obesitas terjadi

hiperlipidemia yang dapat hiperaktivitas dari

neutrofil sehingga meningkatkan keparahan

resorbsi tulang dan memperparah penyakit

periodontal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wikipedia.http://id.wikipedia.org/wiki/Obesitas. Obesitas. (5 November 2009)

2. PT. Roche Indonesia. Definisioverweight dan obesitas.http://www.obesitas.web.id/definisi(med).html. (5 November 2009)

3. Ogden CL, Carroll MD, Curtin LR,McDowell MA, Tabak CJ, Flegal KM.Prevalence of overweight and obesity inthe United States, 1999-2004. JAMAApril, 2006; 295: 1549-55.

4. Rahmawati A. Harga diri pada remajaobesitas. In: Program Studi Psikologi.Medan: Universitas Sumatera Utara,2006.

5. Perlstein MI, Bissada N. Influence ofobesity and hypertension on the severityof periodontitis in rats. Oral Surg OralMed Oral Pathol 1977; 43: 707-19.

6. Nishida N, Tanaka M, Hayashi N, NagataH, Takeshita T, Nakayama K.Determination of smoking and obesity asperiodontitis risks using the classificationand regression tree method. J Periodontol2005; 76: 923-8.

7. Kamus Saku Kedokteran Dorland. In.Philadelphia, Pennsylvania: W.BSaunders Company, 1998.

8. Rizqi P. Obesitas. http://fkuii.org/tiki-index.php?page=Obesity3.(5 November2009)

9. Yulianto HA. Paradigma Baru MengukurLemak Tubuh.http://agungy.blogspot.com/2007/10/para

Page 76: Cakradonya Dent. J2010; 2(1):83-158 - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/ellyza.herda/publication/15... · Komposisi Larutan Demineralisasi dan Remineralisasi No Larutan

Cakradonya Dent. J 2010; 2(1):83-158

158

digma-baru-mengukur-lemak-tubuh.html.(5 November 2009)

10. Ritchie CS. Obesity and periodontaldisease. Perio 2000 2007; 44: 154-63.

11. de Brito Bezerra B, Sallum EA, SallumAW. Obesity and periodontal disease:why suggest such relationship? Anoverview. Braz J Oral Sci October-December 2007; 6: 1420-2.

12. Wood N, Johnson RB, Streckfus CF.Comparison of body composition andperiodontal disease using nutritionalassessment techniques: Third NationalHealth and Nutrition Examination survey(NHANES III). J Clin Periodontol 2003;30: 321-7.

13. Saito T, Shimazakil Y, Kogal T, TsuzukiM, Ohshims A. Relationship betweenupper body obesity and periodontitis. JDent Res 2001; 80: 1631-6.

14. Lawrence GS, Yusuf I, Wijaya A, WahidS. Kadar adiponektin rendah padatoleransi glukosa terganggu: implikasivaskular awal In: Patologi Anatomi.Makassar: Universitas Hasanuddin, 2006.

15. Berg AH, Scherer PE. Adipose tissue,inflammation, and cardiovasculardisease. Circ Res 2005; 96: 939-49.

16. Pischon N, Heng N, Bernimoulin J-P,Kleber B-M, Willich SN, Pischon T.Obesity, inflammation, and periodontaldisease. J Dent Res 2007; 86: 400-9.

17. Linden G, Patterson C, Evans A, Kee F.Obesity and periodontitis in 60–70-year-old men. J Clin Periodontol 2007; 34:461-6.

18. Reeves AF, Rees JM, Schiff M, Hujoel P.Total body weight and waistcircumference associated with chronicperiodontitis among adolescents in theUnited States. Arch Pediatr Adolesc Med2006; 160: 894-9.

19. Chapper A, Munch A, Schermann C,Piacentini CC, Fasolo MTM. Obesity andperiodontal disease in diabetic pregnantwomen. Braz Oral Res 2005; 19: 83-7.

20. Saito T, Shimazaki Y, Kiyohara Y, KatoI, Kubo M, Lida M. Relationshipbetween obesity, glucose tolerance, andperiodontal disease in Japanese women:the Hisayama study. J Periodontal Res2005; 40: 346-53.

21. Saito T, Shimazaki Y. Metabolicdisorders related to obesity and

periodontal disease. Periodontology 20002007; 43: 254-66.

22. Amar S, Zhou Q, Shaik-DasthagirisahebY, Leeman S,. Diet-induced obesity inmice causes changes in immuneresponses and bone loss manifested bybacterial challenge. PNAS 2007; 104:20466–71.

23. Karel AJ, Cooper BR. Obesity and itsrole in oral health. The Internet J ofAllied Health Sciences and Practice2007; 5: 1-5.

24. Moeintaghavi A, Haerian-Ardakani A,Talebi-Ardakani M, Tabatabaie I.Hyperlipidemia in patients withperiodontitis. J Contemp Dent Pract2005; 3.

25. Al-Zahrani MS, Borawski EA, BissadaNF. Periodontitis and three health-enhancing behaviors: maintaining normalweight, engaging in recommended levelof exercise, and consuming a high-qualitydiet. J Periodontol 2005; 76: 1362-6.