cadangan_airtanah_cat_yogyakarta-sleman-libre.pdf

10
CADANGAN AIRTANAH BERDASARKAN GEOMETRI DAN KONFIGURASI SISTEM AKUIFER CEKUNGAN AIRTANAH YOGYAKARTA-SLEMAN Heru Hendrayana 1) Victor Aleluia de Sousa Vicente 2) 1+ 2) Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No.2, Bulaksumur, Yogyakarta 5528 ABSTRAK Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman mencakup wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Besarnya penggunaan airtanah baik untuk keperluan rumah tangga, pertanian maupun industri di ketiga kabupaten tersebut dapat menimbulkan degradasi kuantitas dan kualitas airtanah. Untuk mengatasi permasalah ini, maka perlu dilakukannya evaluasi cadangan airtanah dan tingkat pemanfaatan airtanah. Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk mendapatkan data Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman yang meliputi geometri dan konfigurasi sistem akuifer, cadangan airtanah statis, cadangan airtanah dinamis, nilai imbuhan, jarak minimum antar sumur pemompaan, dan tingkat pemanfaatan airtanah. Metodologi penelitian dibagi menjadi beberapa tahap yang terdiri atas tahap persiapan, pengambilan data sekunder, analisis data dan tahap penyusunan laporan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, cadangan airtanah statis terbesar di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman terletak pada Kecamatan Pakem. Sementara itu, debit cadangan airtanah dinamis terbesar berada pada Kecamatan Ngemplak. Perhitungan imbuhan menunjukkan nilai terbesar terletak di Kecamatan Pakem. Sementara itu, kecamatan dengan jarak minimum antar sumur pemompaan terbesar adalah Kecamatan Bambanglipuro. Tingkat pemanfaatan airtanah secara umum sangat dipengaruhi oleh geometri dan konfigurasi sistem akuifer cekungan airtanah. Kecamatan-kecamatan yang berada pada tepi cekungan airtanah cenderung memiliki tingkat pemanfaatan airtanah yang lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah pada tengah cekungan. Kata kunci: Cadangan airtanah, geometri, konfigurasi, cekungan airtanah I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman mencakup wilayah di lereng selatan Gunung Merapi yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul yang saat ini telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam bidang industri, pertanian dan domestik dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Hal ini berimbas pada semakin tingginya kebutuhan akan airtanah, sehingga akan menimbulkan degradasi kualitas dan kuantitas airtanah. Untuk mengatasi permasalah ini, maka perlu dilakukannya pengelolaan airtanah yang meliputi beberapa macam aspek, salah satu aspek pentingnya adalah evaluasi cadangan airtanah, dan tingkat pemanfaatan airtanah di Cekungan airtanah Yogyakarta-Sleman. Hasil dari perhitungan cadangan airtanah dan pemanfaatan airtanah, dapat digunakan untuk menghitung tingkat pemanfaatan airtanah dan neraca pemanfaatan airtanah di Cekungan airtanah. Dengan demikian, hasil dari pekerjaan tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu upaya dalam menentukan langkah pendayagunaan airtanah agar tercipta efektivitas dan efisiensi penggunaan airtanah secara berkelanjutan. I.2. Perumusan Masalah Bagaimana pola kontur dasar akuifer dan kontur ketebalan untuk setiap akuifer yang terdapat di daerah penelitian? Bagaimana penyebaran nilai/sifat hidrolika, nilai cadangan airtanah statis, dinamis, imbuhan dan jarak minimum antar sumur pada setiap Kecamatan? Seberapa besar tingkat pemanfaatan airtanah di setiap Kecamatan? I.3. Maksud Dan Tujuan Mengetahui potensi cadangan airtanah dan tingkat pemanfaatan airtanah. Mengetahui Geometri dan konfigurasi sistem akuifer CAT Yogyakarta-Sleman. Mengetahui nilai cadangan airtanah statis, cadangan airtanah dinamis, nilai imbuhan, jarak minimum antar sumur pemompaan dan tingkat pemanfaatan airanah di daerah penelitian. I.4. Ruang Lingkup Penelitian 1. Penentuan geometri dan konfigurasi sistem akuifer, pola kontur dasar akuifer dan muka airtanah, penyebaran nilai/sifat hidrolika setiap akuifer, dan ketebalan tiap kelompok akuifer. 2. Penentuan nilai cadangan airtanah statis, cadangan airtanah dinamis, nilai imbuhan dan jarak minimum antar sumur. 3. Penentuan jarak minimum antar sumur pemompaan dan tingkat pemanfaatan airtanah di daerah penelitian. I.5. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian secara administrasi terletak dalam wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Upload: muhammadfitrianto

Post on 05-Feb-2016

16 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cadangan_Airtanah_CAT_Yogyakarta-Sleman-libre.pdf

CADANGAN AIRTANAH BERDASARKAN GEOMETRI DAN KONFIGURASI SISTEM AKUIFER CEKUNGAN AIRTANAH YOGYAKARTA-SLEMAN

Heru Hendrayana1)

Victor Aleluia de Sousa Vicente2)

1+2) Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Jl. Grafika No.2, Bulaksumur, Yogyakarta 5528

ABSTRAK

Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman mencakup wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Besarnya penggunaan airtanah baik untuk keperluan rumah tangga, pertanian maupun industri di ketiga kabupaten tersebut dapat menimbulkan degradasi kuantitas dan kualitas airtanah. Untuk mengatasi permasalah ini, maka perlu dilakukannya evaluasi cadangan airtanah dan tingkat pemanfaatan airtanah. Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk mendapatkan data Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman yang meliputi geometri dan konfigurasi sistem akuifer, cadangan airtanah statis, cadangan airtanah dinamis, nilai imbuhan, jarak minimum antar sumur pemompaan, dan tingkat pemanfaatan airtanah. Metodologi penelitian dibagi menjadi beberapa tahap yang terdiri atas tahap persiapan, pengambilan data sekunder, analisis data dan tahap penyusunan laporan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, cadangan airtanah statis terbesar di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman terletak pada Kecamatan Pakem. Sementara itu, debit cadangan airtanah dinamis terbesar berada pada Kecamatan Ngemplak. Perhitungan imbuhan menunjukkan nilai terbesar terletak di Kecamatan Pakem. Sementara itu, kecamatan dengan jarak minimum antar sumur pemompaan terbesar adalah Kecamatan Bambanglipuro.

Tingkat pemanfaatan airtanah secara umum sangat dipengaruhi oleh geometri dan konfigurasi sistem akuifer cekungan airtanah. Kecamatan-kecamatan yang berada pada tepi cekungan airtanah cenderung memiliki tingkat pemanfaatan airtanah yang lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah pada tengah cekungan.

Kata kunci: Cadangan airtanah, geometri, konfigurasi, cekungan airtanah

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman mencakup wilayah di lereng selatan Gunung Merapi yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul yang saat ini telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam bidang industri, pertanian dan domestik dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Hal ini berimbas pada semakin tingginya kebutuhan akan airtanah, sehingga akan menimbulkan degradasi kualitas dan kuantitas airtanah. Untuk mengatasi permasalah ini, maka perlu dilakukannya pengelolaan airtanah yang meliputi beberapa macam aspek, salah satu aspek pentingnya adalah evaluasi cadangan airtanah, dan tingkat pemanfaatan airtanah di Cekungan airtanah Yogyakarta-Sleman. Hasil dari perhitungan cadangan airtanah dan pemanfaatan airtanah, dapat digunakan untuk menghitung tingkat pemanfaatan airtanah dan neraca pemanfaatan airtanah di Cekungan airtanah. Dengan demikian, hasil dari pekerjaan tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu upaya dalam menentukan langkah pendayagunaan airtanah agar tercipta efektivitas dan efisiensi penggunaan airtanah secara berkelanjutan.

I.2. Perumusan Masalah

Bagaimana pola kontur dasar akuifer dan kontur ketebalan untuk setiap akuifer yang terdapat di daerah penelitian?

Bagaimana penyebaran nilai/sifat hidrolika, nilai cadangan airtanah statis, dinamis, imbuhan

dan jarak minimum antar sumur pada setiap Kecamatan?

Seberapa besar tingkat pemanfaatan airtanah di setiap Kecamatan?

I.3. Maksud Dan Tujuan Mengetahui potensi cadangan airtanah dan

tingkat pemanfaatan airtanah. Mengetahui Geometri dan konfigurasi sistem

akuifer CAT Yogyakarta-Sleman.

Mengetahui nilai cadangan airtanah statis, cadangan airtanah dinamis, nilai imbuhan, jarak minimum antar sumur pemompaan dan tingkat pemanfaatan airanah di daerah penelitian.

I.4. Ruang Lingkup Penelitian 1. Penentuan geometri dan konfigurasi sistem akuifer,

pola kontur dasar akuifer dan muka airtanah, penyebaran nilai/sifat hidrolika setiap akuifer, dan ketebalan tiap kelompok akuifer.

2. Penentuan nilai cadangan airtanah statis, cadangan airtanah dinamis, nilai imbuhan dan jarak minimum antar sumur.

3. Penentuan jarak minimum antar sumur pemompaan dan tingkat pemanfaatan airtanah di daerah penelitian.

I.5. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian secara administrasi terletak dalam wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Page 2: Cadangan_Airtanah_CAT_Yogyakarta-Sleman-libre.pdf

I.6. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari-

September 2013, dimulai dengan mengumpulkan data-data sekunder. Kemudian dilanjutkan dengan membuat peta kontur elevasi tiap kelompok akuifer dan peta kontur ketebalan untuk masing-masing kelompok akuifer. Tahap selanjutnya adalah melakukan perhitungan cadangan airtanah statis, cadangan airtanah dinamis, nilai imbuhan, jarak minimum antar sumur pemompaan dan evaluasi tingkat pemanfaaatan airtanah. Tahap yang terakhir adalah penyusunan dan penyajian laporan hasil penelitian. I.7. Peneliti Terdahulu

Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, 2001, melakukan studi evaluasi potensi air bawah tanah di Zona Akuifer Merapi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui secara global potensi air bawah tanah sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam pengelolaannya, hasil dari penelitian tersebut didapatkan bahwa cadangan statis air bawah tanah dangkal di daerah penelitian sebesar 4.366.845.100 m3, sedangkan air bawah tanah dalamnya sebesar 664.272.798 m3. Cadangan dinamisnya berdasarkan sayatan barat-timur di daerah Ngaglik sebesar 1.674.552 m3/hr, sedangkan di Kota Yogyakarta sebesar 441.963 m3/hr dan di Bantul sebesar 135.310 m3/hr.

Putra, 2003, melakukan studi mengenai manajemen sumberdaya air di Cekungan Airtanah Yogyakarta. Salah satu tujuan dari studi ini adalah untuk mendapatkan data kualitas dan kuantitas sumberdaya air dan pemanfaatan air di Cekungan Airtanah Merapi-Yogyakarta. Berdasarkan hasil perhitungan, volume cadangan airtanah statis di Cekungan Airtanah Merapi-Yogyakarta mencapai 3.530.044.682 m3. Sementara itu, total cadangan airtanah dinamis di Cekungan Airtanah Merapi-Yogyakarta mencapai kurang lebih 205.534.513 m3/tahun.

Hendrayana, 2011, melakukan studi mengenai Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa cadangan airtanah statis di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman pada sistem akuifer bagian atas lebih kurang sebesar 3.700.000.000 m3, sedangkan untuk sistem airtanah bagian bawah lebih kurang sebesar 2.000.000.000 m3. Cadangan dinamis pada sayatan 1 di dalam cekungan airtanah (bagian utara) sebesar 21.000 l/dt. Sedangkan pada sayatan 2 (bagian tengah) sebesar 19.000 l/dt, dan pada sayatan 3 (bagian selatan) sebesar 5.000 l/dt. I.8. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai cadangan airtanah di sistem akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada hasil penelitian yang didapat berupa nilai cadangan airtanah statis, cadangan airtanah dinamis, nilai imbuhan airtanah, dan jarak minimum antar sumur pemompaan. Nilai cadangan airtanah dinamis tersebut kemudian digunakan untuk menentukan seberapa besar tingkat pemanfaatan airtanah di setiap kecamatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Cekungan Airtanah

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, Cekungan airtanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan airtanah berlangsung. II.2. Batas Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman

Berdasarkan hasil identifikasi oleh Badan Geologi, Pusat Lingkungan Geologi, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, dalam Atlas Cekungan Airtanah Indonesia tahun 2007, maka Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman merupakan CAT No. 44, yang meliputi wilayah administrasi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Dengan demikian CAT ini merupakan CAT lintas Kabupaten (Hendrayana, 2011).

II.2.a. Batas Horisontal Cekungan Airtanah

Tipe dan Batas Horisontal Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman dapat ditentukan sebagai berikut: 1. Batas Horisontal H1 (External Zero-Flow Boundary) 2. Batas Horisontal H2 (Groundwater Divide) 3. Batas Horisontal H3 (External Head-Controlled

Boundary) 4. Batas Horisontal H5 (Outflow Boundary) atau H1

(External Zero-Flow Boundary) II.2.b. Batas Vertikal Cekungan Airtanah

Tipe dan batas vertikal Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman dapat ditentukan sebagai berikut: 1. Batas Vertikal V1 (Free Surface Boundary) 2. Batas Vertikal V2 (Internal Head-Controlled

Boundary) 3. Batas Vertikal V3 (Internal Zero-Flow/No Flow

Boundary)

II.2.c. Daerah lmbuhan dan Lepasan Airtanah Batas antara daerah imbuhan airtanah, daerah

transisi dan daerah lepasan airtanah merupakan bagian dari batas-batas cekungan airtanah (Hendrayana, 2011). Batas daerah imbuhan airtanah, daerah transisi dan daerah lepasan airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman ditentukan berdasarkan pada metoda: (a) Analisis tekuk lereng; (b) Analisis pemunculan mata air dan (c) Analisis kedudukan muka airtanah (Hendrayana, 2011). II.3. Geologi Regional II.3.a. Geomorfologi Regional Daerah Penelitian

Daerah penelitian secara geomorfologi dapat dibedakan menjadi 7 (tujuh) satuan geomorfologi sebagai berikut:

1. Satuan Puncak Gunungapi Merapi 2. Satuan Tubuh Gunungapi Merapi 3. Satuan Lereng Gunungapi Merapi 4. Satuan Kaki Gunungapi Merapi

Page 3: Cadangan_Airtanah_CAT_Yogyakarta-Sleman-libre.pdf

5. Satuan Dataran Fluvial 6. Satuan Gumuk Pasir 7. Satuan Bukit Terisolasi

II.3.b. Stratigrafi Regional Daerah Penelitian Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman dari

empat (4) Formasi berumur tersier dan satu (1) Formasi berumur kuarter (MacDonalds & Partners dalam Putra, 2003) II.3.b.1. Batuan Tersier

Batuan Tersier ini merupakan basement dari cekungan Merapi yaitu meliputi:

1. Formasi Andesit Tua 2. Formasi Sentolo 3. Formasi Semilir 4. Formasi Nglanggran 5. Formasi Volkanik Merapi Tua

II.3.b.2. Batuan Kuarter

A. Formasi Volkanik Merapi Muda Dibedakan menjadi 2 formasi, yaitu Formasi

Sleman dan Formasi Yogyakarta (MacDonald dan Partners, 1984).

B. Formasi Wates C. Gumuk Pasir

II.3.c. Struktur Geologi Regional Daerah Penelitian

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah yang terdapat pada zona lempeng aktif. Sesar utama dengan arah relatif selatan-timur laut ditafsirkan berada sepanjang Kali Opak dan memanjang melewati Daerah Istimewa Yogyakarta sampai Laut Selatan. Sesar yang berpasangan juga memotong arah barat-timur wilayah kaki Gunung Merapi dan membentuk graben, antara lain Graben Yogyakarta dan Graben Bantul. Sesar-sesar ini diperkirakan aktif hingga Pliosen Akhir dan mungkin sampai Kuarter (Fakultas Teknik UGM, 2001). II.4. Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman

Berdasarkan konsep satuan hidrostratigrafi, maka Konfigurasi Sistem Akuifer di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman dapat dibedakan menjadi beberapa satuan hidrostratigrafi yang terdiri dari (Hendrayana, 2011):

Akuifer Bagian Atas/Akuifer Bebas (Kelompok Akuifer 1)

Akuifer Bagian Bawah/Akuifer Semi Bebas (Kelompok Akuifer 2)

Dasar Akuifer/Kelompok Non Akuifer III. Landasan Teori Dan Hipotesis III.1. Landasan Teori III.1.a. Cadangan Airtanah III.1.a.1. Cadangan Airtanah Statis

Perhitungan cadangan airtanah statis di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, yang dapat dinyatakan dengan rumus (Diktat Kuliah Hidrogeologi, Suharyadi 1984):

V = S x Vak

Dimana: V = Cadangan airtanah di dalam akuifer (m3) S = Koefisien kandungan airtanah (-) Vak = Volume zona jenuh air (m3)

Sedangkan untuk perhitungan volume zona jenuh air di daerah penelitian secara numerik menggunakan rumus dasar (Diktat Kuliah Hidrogeologi, Suharyadi 1984):

Vak = A x B Dimana: Vak = Volume zona jenuh air (m3) A = Luas daerah yang ditinjau (m2) B = Tebal zona jenuh air (m) III.1.a. 2. Cadangan Airtanah Dinamis

Volume cadangan airtanah dinamis dalam sistem akuifer yang ditinjau dapat dihitung dengan menggunakan rumus dasar:

Q = T . i . L Keterangan: Q = Debit aliran airtanah (liter/detik) T = Transmisivitas (m2/hari) i = Landaian hidraulika (-) L = Lebar penampang (meter) III.1.b. Daerah Imbuhan

Besarnya imbuhan pada akuifer dapat dihitung dengan formulasi:

RC = P . A . Rf (%) Keterangan: RC = Besarnya imbuhan (m3/tahun) P = Curah hujan rerata tahunan (mm/tahun) A = Luas area atau tadah hujan (m2) Rf = Persentase imbuhan III.1.c. Jarak Minimum antar Sumur Pemompaan Jarak minimum ditentukan oleh debit dan jari-jari pengaruh pemompaan sumur terdekat yang ada. Jari-jari pengaruh dapat dihitung dengan menggunakan rumus dasar (Kusakin, dalam Hӧlting, 1989) yaitu: .

R = 575 . Sw . √T Keterangan: 575 dan 3000 = Konstanta Sw = Penurunan air (meter) T = Transmisivitas (m2/hari) K = Koef. Permeabilitas (m/detik) III.1.d. Pemanfaatan Airtanah

Perhitungan pemanfaatan airtanah dibedakan menjadi Pemanfaatan Air Untuk Domestik (Rumah Tangga) dan Pemanfaatan Air untuk Non Domestik (Non-Rumah Tangga) yang meliputi Pemanfaatan Air untuk Pertanian, Pemanfaatan Air untuk Peternakan, Pemanfaatan Air untuk Perikanan (Tambak), Pemanfaatan Air untuk Pendidikan, Pemanfaatan Air untuk Hotel, Pemanfaatan Air untuk Restoran, Pemanfaatan Air untuk Peribadatan, Pemanfaatan Air Untuk Rumah Sakit

Page 4: Cadangan_Airtanah_CAT_Yogyakarta-Sleman-libre.pdf

III.1.e. Tingkat Pemanfaatan Airtanah

Tingkat pemanfaatan airtanah di suatu daerah dapat ditentukan dengan mempertimbangkan perbandingan antara total pemanfaatan airtanah di daerah tersebut dengan total cadangan airtanahnya. Apabila jumlah pemanfaatan airtanah lebih besar dari jumlah ketersediaan airtanah, sehingga menyebabkan penurunan elevasi muka airtanah yang signifikan, maka akan terjadi kerusakan airtanah. Tingkat pemanfaatan airtanah dapat dibagi menjadi 4 (empat) tingkatan (Anonim, 2013b), yaitu:

Rendah : Perbandingan pemanfaatan dan cadangan airtanah ≤ 10 %

Sedang : Perbandingan pemanfaatan dan cadangan airtanah > 10 % - ≤ 20%

Tinggi : Perbandingan pemanfaatan dan cadangan airtanah> 20 % - ≤ 30 %

Sangat Tinggi : Perbandingan pemanfaatan dan cadangan airtanah> 30 %

III.2. Hipotesis

Geometri dan konfigurasi sistem akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman dikontrol oleh struktur geologi, hidrogeologi dan litologi akuifer.

Nilai cadangan airtanah statis dikontrol oleh nilai storativitas, ketebalan akuifer dan luas daerah penelitian.

Nilai cadangan airtanah dinamis dikontrol oleh nilai transmisivitas, landaian hidrolika dan panjang penampang di daerah penelitian.

Nilai imbuhan airtanah dipengaruhi oleh curah hujan di daerah penelitan, luas daerah dan presentase imbuhan.

Jarak aman antar sumur pemompaan dikontrol oleh transmisivitas dan drawdown.

Tingkat pemanfaatan airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman ditentukan berdasarkan perbandingan total pemanfaatan dan total cadangan dinamis airtanah.

IV. Metode Penelitian IV. 1. Alat Penelitian

Alat penelitian terdiri atas peralatan laboratorium yang digunakan untuk pengolahan data-data sekunder. IV. 2. Tahapan Penelitian

Metode penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap pengerjaan yaitu sebagai berikut: Tahap Persiapan, meliputi studi pustaka, persiapan alat dan perumusan masalah. Tahap Pengambilan Data Sekunder dan Pembuatan Hipotesis. Tahap Analisis Data, yang meliputi Pembuatan peta elevasi dasar akuifer/kelompok non akuifer dan peta elevasi kelompok akuifer dua (2), berdasarkan data penampang hidrostratigrafi. Penyusunan

peta kontur muka airtanah dari data sekunder. Pembuatan peta kontur ketebalan untuk kelompok akuifer satu (1) dan kelompok akuifer dua (2), berdasarkan data peta elevasi dasar akuifer/kelompok non akuifer, peta elevasi kelompok akuifer dua (2) dan peta elevasi muka airtanah. Penentuan nilai landaian hidrolika dari peta kontur muka airtanah akuifer satu (1) dan akuifer (2). Perhitungan cadangan airtanah dinamis dan cadangan airtanah statis berdasarkan data ketebalan tiap kelompok akuifer dari setiap kecamatan, data transmisivitas, specific yield, storativitas, landaian hidrolika dan luas daerah setiap kecamatan. Perhitungan nilai imbuhan setiap kecamatan dari data infiltrasi, luas daerah dan curah hujan rata-rata tiap tahun. Perhitungan nilai jari-jari airtanah setiap kecamatan dan menentukan jarak aman antar sumur pemompaan. Evaluasi tingkat pemanfaatan airtanah setiap kecamatan dari nilai cadangan dinamis dan pemanfaatan airtanah. Tahap terakhir adalah Tahap Pembuatan Kesimpulan. V. Analisis Data Dan Pembahasan V. 1. Geometri Dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman V.1.1. Elevasi Akuifer di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman V.1.1. a. Elevasi Dasar Akuifer/Kelompok Non Akuifer

Berdasarkan hasil pengukuran penampang hidrostratigrafi, dapat diketahui bahwa elevasi dasar akuifer/kelompok non akuifer semakin berkurang kearah selatan, terutama pada daerah-daerah yang berada disekitar Graben Bantul dan Graben Yogyakarta. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi geologi di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman.

V.1.1.b. Elevasi Akuifer Bagian Bawah/Akuifer Semi Bebas (Kelompok Akuifer 2)

Sama halnya dengan pola kontur dasar akuifer, elevasi akuifer bagian bawah secara umum menjadi semakin rendah kearah selatan. Meskipun demikian, graben-graben di Cekungan Airtanah Yogyakarta tidak begitu berpengaruh pada elevasi akuifer bagian bawah ini. V.1.1.c. Elevasi Akuifer Bagian Atas/Akuifer Bebas (Kelompok Akuifer 1)

Elevasi muka airtanah pada akuifer bagian atas di dalam cekungan airtanah Yogyakarta-Sleman sangat bervariasi. Namun secara umum semakin kearah selatan elevasi muka airtanah menjadi semakin rendah. V.1.2. Penyebaran Ketebalan Akuifer di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman V.1.2.a. Ketebalan Akuifer Bagian Atas/Akuifer Bebas (Kelompok Akuifer 1)

Ketebalan akuifer bagian atas secara umum ke arah selatan semakin berkurang. Di bagian utara Kabupaten Sleman, Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman mempunyai ketebalan maksimal mencapai 55-60 meter. Semakin ke arah selatan Kabupaten Sleman, ketebalan kontur akuifer semakin tipis dengan ketebalan sekitar 25-40 meter yang berada di wilayah Kecamatan

Page 5: Cadangan_Airtanah_CAT_Yogyakarta-Sleman-libre.pdf

Minggir bagian utara, Gamping bagian utara, Sleman, Ngaglik, Ngemplak, Kalasan, Seyegan, Mlati, Depok, Berbah bagian utara dan Kecamatan Prambanan bagian utara. Ketebalan akuifer minimum di Kabupaten Sleman berkisar antara 10-20 meter, terletak di wilayah Kecamatan Moyudan, Godean, Minggir bagian selatan, Gamping bagian selatan, Berbah bagian selatan dan Kecamatan Prambanan bagian selatan.

Ketebalan akuifer di wilayah Kota Yogyakarta secara umum sama dengan Kabupaten Sleman bagian selatan. Bagian barat Kota Yogyakarta memiliki ketebalan akuifer yang berkisar antara 25-40 m. Sedangkan di bagian timur wilayah Kota Yogyakarta, ketebalan akuifer berkisar antara 15-20 meter yang berada di Kecamatan Gondokusuman, Umbulharjo dan Kecamatan Kotagede.

Kabupaten Bantul merupakan wilayah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman yang memiliki ketebalan akuifer paling tipis. Ketebalan maksimal terletak di Kecamatan Bantul dengan ketebalan mencapai 30 meter. Sedangkan ketebalan akuifer paling minimum berkisar antara 5-20 m. V.1.2.b. Ketebalan Akuifer Bagian Bawah/Akuifer Semi Bebas (Kelompok Akuifer 2)

Ketebalan akuifer bagian bawah ini secara umum memiliki kesamaan dengan akuifer bagian atas. Ketebalan kedua akuifer tersebut semakin berkurang ke arah selatan. Di bagian utara Kabupaten Sleman, Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman mempunyai ketebalan maksimal mencapai 60-110 meter. Semakin ke arah selatan Kabupaten Sleman, ketebalan kontur akuifer semakin tipis dengan ketebalan sekitar 40-55 meter yang berada di wilayah Kecamatan Tempel bagian selatan, Minggir, Moyudan, Godean, Gamping, Seyegan, Mlati, Sleman, Depok, Kalasan, Berbah dan Kecamatan Prambanan. Wilayah Kota Yogyakarta bagian barat secara keseluruhan memiliki Ketebalan akuifer yang cukup tebal berkisar antara 90-120 meter, hal ini disebabkan karena adanya struktur geologi berupa sesar turun yang membentuk Graben Yogyakarta. Daerah yang memilki ketebalan akuifer yang besar tersebut mencakup Kecamatan Jetis, Tegalrejo, Ngampilan, Gondomanan, Danurejan bagian barat, Kraton, Wirobrajan dan Kecamatan Mantrijeron. Sedangkan di bagian barat ketebalan akuifer bagian bawah berkisar antara 60-85 meter, yang terletak di Kecamatan Umbulharjo, Mergangsan, Pakualaman, Danurejan bagian timur dan Kecamatan Gondokusuman bagian barat. Sedangkan daerah dengan ketebalan akuifer terkecil terletak di Kecamatan Gondokusuman bagian timur dan Kotagede dengan ketebalan berkisar antara 40-55 m. Kabupaten Bantul memiliki ketebalan akuifer yang cukup bervariasi. Ketebalan maksimal berkisar antara 35-80 meter, meliputi Kecamatan Bantul dan Sewon bagian selatan dan Bambanglipuro bagian utara. Besarnya ketebalan yang mencapai 80 meter ini disebabkan karena adanya struktur geologi berupa sesar turun yang membentuk Graben Bantul. Sedangkan ketebalan akuifer minimum berkisar antara 5-25 m, yang terletak di

Kecamatan Srandakan, Imogiri, Jetis, Pleret, Pandak, Sanden, Kretek, Sedayu dan Kecamatan Pundong. V.2. Penyebaran Nilai-Nilai Karakteristik Akuifer 1. Specific Yield

Menurut Putra, 2003, secara umum nilai specific yield di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman berkisar antara 0,10 – 0,34. 2. Storativitas

Berdasarkan data pemompaan uji, nilai storativitas di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman berkisar antara 0,06 – 0,117. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar akuifer di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman merupakan tipe akuifer bebas (unconfined aquifer) (Putra, 2003).

3. Transmisivitas

Nilai karakteristik akuifer berupa nilai Transmissivitas (T) di CAT Yogyakarta-Sleman diperoleh dari data sekunder dari pemompaan uji (pumping test) di sejumlah sumur bor dari berbagai sumber, maka disimpulkan bahwa nilai Transmisivitas (T) bervariasi antara antara 12,0 sampai lebih dari 2.156 m2/hari. 4. Drawdown

Nilai drawdown (s) di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman diperoleh dari data sekunder hasil pemompaan uji perioda panjang (long period pumping test) di sejumlah sumur bor dari berbagai sumber. V. 3. Curah Hujan

Jumlah curah hujan di wilayah Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman bagian utara sekitar 2804,6 mm/tahun dengan rata – rata setiap bulannya sebesar 233,71 mm/bulan. Untuk Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman bagian tengah jumlah curah hujan setiap tahunnya sekitar 2221,23 mm/tahun dengan rata – rata setiap bulannya sebesar 185,10 mm/bulan. Jumlah curah hujan di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman bagian selatan sebesar 1655,616 mm/tahun dengan rata – rata setiap bulannya sekitar 137,96 mm/tahun. Berdasarkan ketiga wilayah tersebut dapat diketahui besarnya rata-rata curah hujan di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman sebesar 2227,149 mm/tahun atau rata-rata setiap bulannya sebesar 185,59 mm/bulan. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan antara November sampai April. V.4. Cadangan Airtanah V.4.1. Cadangan Air Tanah Statis Kabupaten Sleman: Berdasarkan hasil perhitungan, maka didapatkan Kecamatan yang memiliki cadangan airtanah statis terbesar di sistem akuifer bagian atas adalah Kecamatan Pakem, dengan nilai cadangan sebesar 584.502.822 m3. Sedangkan Kecamatan yang memiliki nilai cadangan statis terkecil adalah Kecamatan Prambanan, dengan nilai cadangan sebesar 65.901.118 m3. Sementara itu pada sistem akuifer bagian bawah, kecamatan yang memiliki cadangan airtanah statis

Page 6: Cadangan_Airtanah_CAT_Yogyakarta-Sleman-libre.pdf

terbesar adalah Kecamatan Ngemplak, dengan nilai cadangan sebesar 217.976.305 m3. Sedangkan Kecamatan Minggir merupakan Kecamatan dengan nilai cadangan terkecil, yaitu sebesar 11.143.774 m3. Total cadangan airtanah statis di sistem akuifer bagian atas di Kabupaten Sleman lebih kurang sebesar 5.019.592.985 m3, sedangkan untuk sistem akuifer bagian bawah lebih kurang sebesar 1.718.695.450 m3. Kota Yogyakarta: Kecamatan yang memiliki cadangan airtanah statis terbesar di sistem akuifer bagian atas di Kota Yogyakarta adalah Kecamatan Umbulharjo, dengan nilai cadangan sebesar 44.081.920 m3. Begitupun juga pada sistem akuifer bagian bawah, Kecamatan Umbulharjo memiliki cadangan statis terbesar dengan nilai sebesar kurang lebih 57.306.496 m3. Total cadangan statis di Kota Yogyakarta lebih kurang sebesar 228.165.256 m3 untuk sistem akuifer bagian atas, sedangkan untuk sistem akuifer bagian bawah lebih kurang sebesar 313.605.356 m3. Kabupaten Bantul: Perhitungan cadangan airtanah statis di Kabupaten Bantul menunjukkan kecamatan yang memiliki cadangan airtanah statis terbesar di sistem akuifer bagian atas adalah Kecamatan Banguntapan dengan nilai sebesar 109.256.348 m3, dan Kecamatan Sewon dengan nilai sebesar 141.375.029 m3 pada Sistem akuifer bagian bawah. Total cadangan Air Tanah statis di Kabupaten Bantul untuk sistem akuifer bagian atas lebih kurang sebesar 772.095.921 m3, sedangkan untuk sistem akuifer bagian bawah lebih kurang sebesar 622.352.040 m3. V.4.2. Cadangan Air Tanah Dinamis Kabupaten Sleman: Berdasarkan perhitungan cadangan Air Tanah dinamis pada sistem akuifer bagian atas didapatkan bahwa daerah dengan debit terbesar berada pada Kecamatan Ngemplak, yaitu sebesar 21.714 lt/dtk, sedangkan daerah dengan debit terkecil berada pada Kecamatan Godean, dengan debit sebesar 488 lt/dtk. Demikian juga pada sistem akuifer bagian bawah Kabupaten Sleman, terhitung cadangan Air Tanah dinamis terbesar berada pada Kecamatan Ngemplak, dengan debit sebesar 26.037 lt/dtk, sedangkan debit terkecil dengan nilai 382 lt/dtk terletak pada Kecamatan Godean. Kota Yogyakarta: Perhitungan cadangan di Kota Yogyakarta menunjukkan debit terbesar cadangan Air Tanah dinamis untuk sistem akuifer bagian atas berada di Kecamatan Tegalrejo, dengan debit sebesar 1.546 lt/dtk. Kecamatan Danurejan memiliki debit yang paling kecil, yaitu sebesar 326 lt/dtk. Perhitungan cadangan pada sistem akuifer bagian bawah Kota Yogyakarta menunjukkan cadangan Air Tanah dinamis terbesar berada pada Kecamatan Gondokusuman dengan debit sebesar 1.464 lt/dtk. Sedangkan debit terkecil berada pada Kecamatan Danurejan, yaitu sebesar 196 lt/dtk. Kabupaten Bantul: Perhitungan di sistem akuifer bagian atas di Kabupaten Bantul menunjukkan debit terbesar berada pada Kecamatan Sewon, yaitu sebesar 5.348 lt/dtk. Sedangkan debit terkecil memiliki nilai sebesar 275 lt/dtk dan terletak pada Kecamatan Imogiri. Demikian juga pada sistem akuifer bagian bawah, debit cadangan Air Tanah

dinamis terbesar berada pada Kecamatan Sewon, yaitu sebesar 5.449 lt/dtk. Sedangkan debit terkecil berada di Kecamatan Imogiri, dengan nilai sebesar 275 lt/dtk. V.5. Imbuhan Air Tanah di Cekungan Air Tanah Yogyakarta-Sleman Kabupaten Sleman: Perhitungan Imbuhan di Sleman menunjukkan kecamatan dengan nilai imbuhan terbesar adalah Kecamatan Pakem, dengan nilai sebesar 1.344 lt/dtk. Daerah dengan nilai imbuhan terkecil berada pada Kecamatan Prambanan, dengan nilai sebesar 244 lt/dtk. Kota Yogyakarta: Perhitungan imbuhan di Kota Yogyakarta menunjukkan nilai imbuhan terbesar berada pada Kecamatan Umbulharjo, yaitu sebesar 113 lt/dtk. Sedangkan nilai imbuhan terkecil berada pada Kecamatan Ngampilan, dengan nilai hanya sebesar 10 lt/dtk. Kabupaten Bantul: Perhitungan imbuhan di Kabupaten Bantul menunjukkan nilai imbuhan terbesar berada pada Kecamatan Banguntapan, dengan nilai imbuhan sebesar 299 lt/dtk, sedangkan nilai imbuhan terkecil berada pada Kecamatan Imogiri sebesar 60 lt/dtk.

Berdasarkan perhitungan nilai imbuhan di ketiga kabupaten tersebut, diketahui bahwa Kabupaten Sleman merupakan daerah dengan total nilai imbuhan terbesar, dengan nilai mencapai 11.698 lt/dtk, kemudian diikuti oleh Kabupaten Bantul dengan total nilai imbuhan sebesar 2.958 lt/dtk. Sedangkan Kota Yogyakarta memiliki nilai imbuhan terkecil, yaitu hanya sebesar 476 lt/dtk. V.6. Jarak Minimum antar Sumur Pemompaan Kabupaten Sleman: Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, didapatkan bahwa Kecamatan yang memiliki jarak minimum antar sumur pemompaan terbesar adalah Kecamatan Prambanan dengan jarak sebesar 1.037 m, sedangkan Kecamatan yang memiliki jarak minimum antar sumur terkecil adalah Kecamatan Godean, dengan jarak sebesar 36 m. Kota Yogyakarta: Perhitungan di Kota Yogyakarta menunjukkan, daerah dengan jarak minimum terbesar berada pada Kecamatan Tegalrejo, dengan nilai 685 m. Sedangkan Kecamatan dengan jarak terkecil adalah Kecamatan Mantrijeron dengan jarak sebesar 60 m. Kabupaten Bantul: Perhitungan di Kabupaten Bantul menunjukkan, kecamatan yang memiliki jarak minimum terbesar adalah Kecamatan Bambanglipuro dengan jarak sebesar 1.979 m. Sedangkan, Kecamatan yang memiliki jarak minimum terkecil adalah Kecamatan Sedayu dengan jarak sebesar 145 m. V.7. Pemanfaatan Airtanah

Dalam penggunaannya, pemanfaatan airtanah dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu penggunaan airtanah untuk rumah tangga dan penggunaan airtanah untuk non rumah tangga. V.7.1. Pemanfaatan Airtanah Di Kabupaten Sleman

Total pemanfaatan airtanah secara keseluruhan merupakan jumlah dari total pemanfaatan airtanah terhitung (RT+Non-RT) dan penambahan pemanfaatan

Page 7: Cadangan_Airtanah_CAT_Yogyakarta-Sleman-libre.pdf

airtanah yang tidak terdaftar. Luas total Kabupaten Sleman adalah 560.604.659 m2, dengan Kecamatan Seyegan merupakan kecamatan yang memiliki wilayah administrasi paling luas, yaitu 51.384.863 m2, sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Kalasan dengan luas 15.415.466 m2. Dengan luas wilayah tersebut, total pemanfaatan airtanah terhitung cukup tinggi, yaitu sekitar 301.362.505.475 Liter/Tahun, dimana 41.579.405.168 Liter/Tahun berasal dari pemanfaatan rumah tangga, dan 259.783.100.307 Liter/Tahun berasal dari pemanfaatan non rumah tangga. Penambahan pemanfaatan airtanah yang tidak terdaftar dapat diketahui sebanyak 30% dari total pemanfaatan airtanah terhitung, sehingga total penambahan pemanfaatan airtanah yang tidak terdaftar adalah sebesar 90.408.751.642 Liter/Tahun. V.7.2. Pemanfaatan Airtanah Di Kota Yogyakarta

Total pemanfaatan airtanah secara keseluruhan merupakan jumlah dari total pemanfaatan airtanah terhitung (RT+Non-RT) dan penambahan pemanfaatan airtanah yang tidak terdaftar. Luas total Kota Yogyakarta adalah 33.524.400 m2, dengan Kecamatan Umbulharjo merupakan kecamatan yang memiliki wilayah administrasi paling luas, yaitu 8.163.318 m2, sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Ngampilan dengan luas 750.333 m2. Dengan luas wilayah tersebut, total pemanfaatan airtanah terhitung sekitar 28.563.487.181 Liter/Tahun, dimana 20.129.560.200 Liter/Tahun berasal dari pemanfaatan rumah tangga, dan 1.891.628.016 Liter/Tahun berasal dari pemanfaatan non rumah tangga. Penambahan pemanfaatan airtanah yang tidak terdaftar dapat diketahui sebanyak 30% dari total pemanfaatan airtanah terhitung, sehingga total penambahan pemanfaatan airtanah yang tidak terdaftar adalah sebesar 6.591.573.964 Liter/Tahun. V.7.3. Pemanfaatan Airtanah Kabupaten Bantul

Total pemanfaatan airtanah secara keseluruhan merupakan jumlah dari total pemanfaatan airtanah terhitung (RT+Non-RT) dan penambahan pemanfaatan airtanah yang tidak terdaftar. Luas total Kabupaten Bantul adalah 390.822.878 m2, dengan Kecamatan Dlingo merupakan kecamatan yang memiliki wilayah administrasi paling luas, yaitu 62.093.851 m2. Dengan luas wilayah tersebut, total pemanfaatan airtanah terhitung sekitar 508.912.589.822 Liter/Tahun, dimana 36.978.602.600 Liter/Tahun berasal dari pemanfaatan rumah tangga, dan 471.933.987.223 Liter/Tahun berasal dari pemanfaatan non rumah tangga. Penambahan pemanfaatan airtanah yang tidak terdaftar dapat diketahui sebanyak 30% dari total pemanfaatan airtanah terhitung, sehingga total penambahan pemanfaatan airtanah yang tidak terdaftar adalah sebesar 152.673.776.946 Liter/Tahun. V.8. Tingkat Pemanfaatan Airtanah Kabupaten Sleman: Berdasarkan perhitungan pemanfaatan airtanah rumah tangga maupun non rumah tangga dan perhitungan cadangan dinamis airtanah

Kabupaten Sleman, maka diketahui bahwa Kecamatan Ngemplak, Turi, Cangkringan, Kalasan, dan Ngaglik memiliki cadangan beragam, yaitu berkisar antara 1.505.905.810.560 Liter/Tahun - 90.509.896.800 Liter/Tahun. Kecamatan-kecamatan tersebut memiliki total pemanfaatan airtanah yang berkisar antara 31.920.619.753 Liter/Tahun - 2.284.926.433 Liter/Tahun. Dari data tersebut diketahui bahwa rasio pemanfaatan dan cadangan airtanah berkisar antara 2% - 6%, sehingga dengan persentase tersebut, kecamatan-kecamatan di atas termasuk dalam tingkat pemanfaatan airtanah rendah, artinya daerah tersebut mempunyai kondisi airtanah pada kategori aman.

Kecamatan Moyudan, Minggir, Sayegan, Godean, Gamping, Mlati, Depok, Pakem, dan Kecamatan Tempel juga memiliki cadangan dinamis total yang berkisar antara 344.506.832.640 Liter/Tahun - 27.450.353.719 Liter/Tahun. Total pemanfaatan airtanah di kecamatan-kecamatan berkisar antara 59.273.701.318 Liter/Tahun - 4.017.908.330 Liter/Tahun. Dari data tersebut diketahui bahwa rasio pemanfaatan dan cadangan airtanah berkisar antara 13% - 20%, sehingga kecamatan-kecamatan di atas termasuk dalam tingkat pemanfaatan airtanah sedang, artinya daerah tersebut mempunyai kondisi airtanah pada kategori rawan.

Kecamatan Berbah, Sleman dan Kecamatan Prambanan memiliki cadangan dinamis total berkisar antara 81.025.129.440 Liter/Tahun - 46.128.868.742 Liter/Tahun. Total pemanfaatan Air Tanah berkisar antara 51.729.320.171 Liter/Tahun - 14.878.193.784 Liter/Tahun. Dari data tersebut diketahui bahwa rasio pemanfaatan dan cadangan Air Tanah lebih dari 21%, sehingga dengan persentase tersebut, kecamatan-kecamatan di atas termasuk dalam tingkat pemanfaatan Air Tanah tinggi, artinya daerah tersebut mempunyai kondisi Air Tanah pada kategori kritis. Kota Yogyakarta: Kecamatan Tegalrejo, Wirobrajan, Mantrijeron, Jetis, Gedongtengen, Kotagede, Mergangsan, Kraton, dan Kecamatan Gondomanan memiliki cadangan yang bervariasi, yaitu berkisar antara 25.769.826.360 Liter/Tahun –82.045.761.420 Liter/Tahun. Kecamatan-kecamatan tersebut memiliki total pemanfaatan airtanah yang berkisar antara 1.303.138.330 Liter/Tahun - 2.062.011.828 Liter/Tahun. Dari data tersebut diketahui bahwa rasio pemanfaatan dan cadangan airtanah berkisar antara 2,41% - 7,34%, sehingga dengan persentase tersebut, kecamatan-kecamatan di atas termasuk dalam tingkat pemanfaatan airtanah rendah, artinya daerah tersebut mempunyai kondisi airtanah pada kategori aman. Kecamatan Umbulharjo memiliki cadangan dinamis mencapai 37.932.573.900 Liter/Tahun. Kecamatan tersebut memiliki total pemanfaatan airtanah yang cukup besar mencapai 5.451.927.281 Liter/Tahun. Dari data tersebut diketahui bahwa rasio pemanfaatan dan cadangan airtanah mencapai 14,37%, sehingga dengan persentase tersebut, Kecamatan Umbulharjo termasuk dalam tingkat pemanfaatan airtanah sedang, artinya daerah tersebut mempunyai kondisi airtanah pada kategori rawan.

Page 8: Cadangan_Airtanah_CAT_Yogyakarta-Sleman-libre.pdf

Gambar 1. Peta Zona Tingkat Pemanfaatan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman

Kabupaten Bantul: Kecamatan Sewon memiliki total cadangan airtanah dinamis yang paling besar di Kabupaten Bantul, yaitu mencapai 340.482.837.768 Liter/Tahun. Sementara itu, total pemanfaatan airtanah di Kecamatan ini mencapai 57.090.015.061 Liter/Tahun. Hal ini menyebabkan rasio pemanfaatan dan cadangan airtanah mencapai 16,77%, sehingga dengan persentase tersebut, Kecamatan Sewon termasuk dalam tingkat pemanfaatan airtanah sedang, artinya kondisi airtanah pada daerah ini termasuk dalam kategori rawan.

Kecamatan Banguntapan, Bantul, Kasihan dan Kecamatan Bambanglipuro memiliki total cadangan airtanah dinamis yang beragam, berkisar antara 131.122.842.970 Liter/Tahun - 311.210.106.016 Liter/Tahun. Kecamatan-kecamatan tersebut memiliki total pemanfaatan airtanah berkisar antara 24.674.586.037 Liter/Tahun - 54.645.223.507 Liter/Tahun. Dari data tersebut diketahi bahwa rasio pemanfaatan dan cadangan airtanah berkisar antara 17,56% - 18,82%, dengan persentase tersebut maka Kecamatan Banguntapan, Bantul, Kasihan dan Bambanglipuro termasuk dalam daerah dengan tingkat pemanfaatan airtanah sedang, artinya kondisi airtanah pada daerah ini termasuk dalam kategori rawan.

Kecamatan Pleret memiliki total cadangan airtanah dinamis mencapai 38.773.189.692 Liter/Tahun dan total pemanfaatan airtanah sebesar 11.135.423.029 Liter/Tahun. Dari data tersebut diketahui bahwa rasio pemanfaatan dan cadangan airtanah sebesar 28,72%, dengan persentase tersebut maka Kecamatan Pleret termasuk dalam daerah dengan tingkat pemanfaatan airtanah tinggi, artinya kondisi airtanah pada daerah ini termasuk dalam kategori kritis.

Kecamatan Piyungan, Jetis, Pandak, Pundong, Srandakan, Pajangan, Sedayu, Kretek, dan Kecamatan Sanden memiliki cadangan airtanah dinamis yang beragam, berkisar antara 25.618.827.906 Liter/Tahun - 88.834.597.421 Liter/Tahun. Kecamatan-kecamatan tersebut memiliki total pemanfaatan airtanah yang berkisar antara 12.898.485.011 Liter/Tahun - 45.633.023.881 Liter/Tahun. Dari data tersebut diketahui bahwa rasio pemanfaatan dan cadangan airtanah berkisar antara 35,80% - 71,26%, sehingga dengan persentase tersebut, kecamatan-kecamatan di atas termasuk dalam tingkat pemanfaatan airtanah sangat tinggi, artinya kondisi airtanah pada daerah ini termasuk dalam kategori sangat kritis.

Page 9: Cadangan_Airtanah_CAT_Yogyakarta-Sleman-libre.pdf

Tabel 1. Perhitungan Cadangan Air Tanah, Tingkat Pemanfaatan dan Neraca Pemanfaatan Air Tanah Sistem

Akuifer di CAT Yogyakarta-Sleman

VI. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1) Batas cekungan Air Tanah dipengaruhi oleh

karakteristik geologi dan hidrogeologi sistem akuifer vulkanik muda dan batuan Tertier.

2) Potensi Air Tanah di dalam cekungan sangat dipengaruhi oleh konfigurasi sistem akuifer batuan vulkanik Merapi yang dikontrol oleh struktur geologi bawah permukaan/tertimbun.

3) Tingkat pemanfaatan tinggi hanya pada wilayah bagian tepi cekungan Air Tanah, yang sangat

dipengaruhi oleh konfigurasi sistem akuifer dalam cekungan.

Saran 1) Pengelolaan Air Tanah di dalam cekungan seharusnya

berbasis pada 3 pilar pengelolaan yang mempertimbangkan kondisi geometri dan konfigurasi sistem akuifer setempat.

2) Hasil penelitian ini hendaknya dipakai sebagai dasar penatagunaan Air Tanah di dalam cekungan.

No. Kab. Kecamatan Cadangan Airtanah

Statis (m3)

Cadangan Airtanah

Dinamis (lt/thn)

Imbuhan (lt/thn)

Jarak Minimum

antar Sumur

Pemompaan (m)

Total Pemanfaatan

Airtanah (lt/thn)

Ratio Pemanfaatan

dan Cadangan

(%)

Tingkat Pemanfaatan

Airtanah

1

Sle

ma

n

Tempel 467.151.531 124.628.864.975 26.428.292.444 247 18.221.907.052 14,62 Sedang 2 Turi 581.726.370 90.509.846.656 32.742.572.405 212 2.284.926.434 2,52 Rendah 3 Pakem 701.660.312 43.169.446.691 42.392.512.435 145 8.636.223.998 20,01 Sedang 4 Cangkringan 598.930.597 243.755.665.137 34.067.016.609 999 14.712.620.706 6,04 Rendah 5 Ngemplak 617.049.086 1.505.905.684.679 25.683.773.731 798 31.920.619.753 2,12 Rendah 6 Ngaglik 590.806.801 215.394.809.151 28.717.116.059 237 8.448.890.718 3,92 Rendah 7 Sleman 480.936.192 81.025.037.865 23.361.537.807 184 21.409.084.954 26,42 Tinggi 8 Seyegan 298.297.908 108.397.397.561 15.856.256.284 208 14.320.598.321 13,21 Sedang 9 Mlati 430.103.137 135.464.219.120 16.789.857.821 211 19.298.942.189 14,25 Sedang 10 Depok 423.317.215 230.440.244.393 20.164.027.010 276 38.861.277.353 16,86 Sedang 11 Berbah 210.637.891 46.128.868.742 11.669.689.231 205 51.729.320.171 80,4 Tinggi 12 Prambanan 120.818.717 69.491.081.497 7.707.733.158 1.037 14.878.193.784 21,41 Sedang 13 Gamping 201.818.461 29.609.656.229 12.955.003.657 80 4.680.840.429 15,81 Sedang 14 Godean 200.599.214 27.450.353.720 14.633.438.351 37 4.017.908.331 14,64 Sedang 15 Minggir 196.130.437 344.506.832.640 18.052.915.209 115 59.273.701.318 17,21 Sedang 16 Kalasan 457.870.115 645.680.502.346 18.111.950.765 453 19.983.591.762 3,09 Rendah 17 Moyudan 160.434.452 327.953.270.880 19.589.066.218 115 59.092.609.845 18,02 Sedang 18

Kot

a

Tegalrejo 63.937.976 82.045.761.420 1.507.596.843 685 2.062.011.828 2,51 Rendah 19 Wirobrajan 37.291.291 31.874.152.425 799.863.224 64 1.962.346.945 6,16 Rendah 20 Mantrijeron 47.666.665 49.736.423.912 1.113.056.968 61 1.865.734.000 3,75 Rendah 21 Jetis 34.243.633 44.767.263.359 845.521.812 660 1.720.779.166 3,84 Rendah 22 Gedongtengen 21.381.984 48.277.621.988 435.011.987 286 1.303.138.330 2,70 Rendah 23 Danurejan 17.211.899 16.498.411.562 446.025.751 155 1.810.995.680 10,98 Rendah 24 Umbulharjo 101.388.417 37.932.573.900 3.570.635.556 535 5.451.927.282 14,37 Sedang 25 Kotagede 34.761.567 25.769.826.360 1.389.509.663 535 1.890.908.123 7,34 Rendah 26 Mergangsan 39.365.964 48.904.644.095 1.079.879.137 79 1.873.416.172 3,83 Rendah 27 Kraton 31.229.453 41.849.534.645 690.671.851 67 1.783.740.400 4,26 Rendah 28 Gondomanan 20.250.803 54.050.783.297 485.998.801 76 1.303.280.680 2,41 Rendah 29 Pakualaman 13.114.723 45.388.254.558 376.518.198 73 1.203.668.895 2,65 Rendah 30 Ngampilan 16.179.070 41.240.198.060 328.195.956 81 1.284.291.190 3,11 Rendah 31

Ba

ntul

Banguntapan 225.341.220 275.845.321.241 9.431.985.600 92 54.645.223.507 17,56 Sedang 32 Sewon 249.089.338 298.775.317.278 8.503.761.186 723 57.090.015.061 16,77 Sedang 33 Piyungan 60.949.130 18.948.992.786 4.247.326.154 508 22.123.433.519 56,14 Sangat Tinggi 34 Kasihan 173.234.303 94.280.234.661 7.771.258.457 782 24.674.586.038 18,82 Sedang 35 Bantul 117.353.283 234.354.553.190 6.106.496.002 1.806 45.645.934.048 17,97 Sedang 36 Jetis 125.932.955 52.065.838.634 6.268.786.491 389 45.633.023.881 71,26 Sangat Tinggi 37 Imogiri 26.014.049 9.282.180.096 1.918.170.721 228 3.601.009.326 20,75 Tinggi 39 Bambanglipuro 50.072.389 255.215.659.660 5.841.778.732 1.861 50.657.664.370 17,56 Sedang 40 Pandak 91.109.903 51.724.446.563 6.944.352.376 1.027 40.376.194.243 54,70 Sangat Tinggi 41 Pundong 55.705.974 47.325.165.607 4.107.533.203 323 20.467.109.916 35,80 Sangat Tinggi 42 Srandakan 31.779.732 21.343.320.150 5.636.607.895 1.193 19.734.344.690 56,20 Sangat Tinggi 43 Pajangan 17.103.992 10.564.259.458 2.484.841.406 464 12.898.485.011 50,35 Sangat Tinggi 44 Sedayu 63.210.672 28.175.670.169 8.800.990.848 102 35.621.927.156 63,21 Sangat Tinggi 45 Kretek 44.181.944 73.539.384.366 6.009.202.220 520 33.191.159.800 37,36 Sangat Tinggi 46 Sanden 38.304.357 39.519.863.747 6.159.199.794 725 40.297.770.869 71,01 Sangat Tinggi 47 Pleret 38.721.764 24.462.571.219 3.079.265.556 700 11.135.423.030 28,72 Sangat Tinggi

Page 10: Cadangan_Airtanah_CAT_Yogyakarta-Sleman-libre.pdf

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007, Kumpulan Panduan Teknis Pengelolaan Air Tanah, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

Anonim, 2011, Penentuan Geometri Cekungan dan Konfigurasi Sistem Akuifer AirTanah Cekungan Yogyakarta-Sleman, Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral, Yogyakarta.

Anonim, 2012, Penyusunan Peta Zona Pengambilan dan Pemanfaatan Airtanah di Kota Yogyakarta, Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral, Yogyakarta.

Anonim, 2013a, Penyusunan Neraca Pengambilan Air Tanah di CAT Yogyakarta-Sleman, Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral, Yogyakarta.

Anonim, 2013b, Zona Pengambilan dan Pemanfaatan Air Tanah di Wilayah Kabupaten Sleman, Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral, Yogyakarta.

Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Universitas GadjahMada Yogyakarta

Bakosurtanal, 2000, Petunjuk Teknis Neraca Sumberdaya Lahan Spasial, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Bear J., 1979, Hydraulics of Groundwater, McGraw-Hill, Inc., New York.

Danaryanto H., Kodoatie R. J., Hadipurwo S., Sangkawati S., 2008, Manajemen Air Tanah Berbasis Cekungan Air Tanah, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

Putra D.P.E., 2003, Integrated Water Resources Management In Merapi - Yogyakarta Basin, Universitas Gadjah mada, Yogyakarta. (Tidak Dipublikasikan).

Fakultas Teknik UGM, 2001, Evaluasi Potensi Air Bawah Tanah di Zona Akuifer Merapi Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Tidak Dipublikasikan).

Fetter C.W., 2001, Applied Hydrogeology Fourth Edition, Prentice Hall, Inc., Upper Sadle River, New Jersey.

Hendrayana H., 2011, Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman: Geometri dan Konfigurasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. (Tidak Dipublikasikan).

Hiscock M. K., 2005, Hydrogeology Principles and Practice, Blackwell Publishing, United Kingdom.

Hӧlting B., 1989, Hydrogeologie: Einführung in die Allgemeine und Angewandte Hydrogeologie, 3. Auflage, Enke Ferdinand, Stuttgart.

MacDonald and Partners, 1984, Greater Yogyakarta Groundwater Resource Study, Volume III, Groundwater Development Project, Direct

General of Water Resources Development, Ministry of Publicworks, Government of Indonesia.

PP No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah. Suharyadi, 1984, Diktat Kuliah Geohidrologi (ilmu air

tanah), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Todd D. K., 1980, Groundwater Hydrology, 2nd ed., John

Wiley & Sons Inc, Singapore. UU RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.