ca paru
DESCRIPTION
iyaTRANSCRIPT
BAB IPRESENTASI KASUSGambaran Radiologi pada Ca Paru
I. IDENTITAS PASIENNama pasien : Tn. SUmur : 69 TahunJenis Kelamin : Laki-lakiPekerjaan : TaniAlamat : Gading Rejo, Sarwodadi Lor, KepilCM : 44 00 36Masuk RS : 14 Juli 2009Ruang : Cempaka
II. ANAMNESISAutoanamnesis dengan Pasien pada tanggal 21 Juli 2009.Keluhan Utama : Nyeri dada & sesak nafas.
Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien datang ke RSU dengan keluhan nyeri pada dada sebelah kanan. Nyeri dirasakan menjalar sampai ke perut sebelah kiri atas. Pasien juga merasa nyeri setiap kali pasien menarik napas. Napas dirasakan agak sesak. Keluhan ini dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu dan mulai memberat dalam beberapa minggu ini. Pasien sudah berobat namun belum ada perbaikan. Pasien juga mengeluh mual dan muntah, susah makan, BAB dan BAK masih lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu :Pasien belum pernah menderita gejala serupa seperti ini sebelumnya.Riwayat penyakit jantung dan paru-paru disangkal.Riwayat darah tinggi dan penyakit gula juga disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :Tidak ada anggota keluarga yang menderita gejala serupa dengan pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK :Keadaan Umum : Sedang, tampak sesak napas.Kesadaran : Compos MentisVital Sign :Tekanan Darah : 100 / 70 mmHgNadi : 88 x / menitSuhu : 36,8 º CRespirasi : 28 x / menit.
1. Kepala :
Bentuk Kepala : Mesochepal, SimetrisRambut : Hitam, sebagian putih, mudah dicabut.Nyeri tekan : Tidak ada.
2. MataPalpebra : Tidak ada oedemKonjungtiva : Anemis (+/+)Sklera : Tidak ikterikPupil : Berespon terhadap rangsang cahaya, Isokor, diameter 2 mm.
3. Hidung : Simetris, tidak Nampak deformitas, tidak ada secret atau darah, nafas cuping hidung tidak ada.4. Mulut : Bibir tidak kering, tidak sianosis, lidah kotor, faring tidak hiperemi.5. Telinga : Tidak ada deformitas, otore maupun nyeri tekan.
6. Leher : Trakhea : Tidak terdapat deviasi tracheaKel. Tiroid : Tidak membesarKel. Limfe : Tidak membesarJVP : meningkat 5+0
7. DadaParu-paru Inspeksi : Simetris, tidak tampak deformitas, tidak terdapat retraksi, tidak tampak jejas.Palpasi : Terdapat ketinggalan gerak, vocal fremitus kiri lebih teraba daripada yang kanan.Perkusi : Sonor pada regio pulmo sinistra dan redup pada regio pulmo dextra.Auskultasi : SD Vesikuler menurun pada pulmo dx, ronkhi kasar (+/+),
8. Jantung Inspeksi : Ictus Cordis terlihatPalpasi : Ictus Cordis teraba di SIC V Linea axillaris anterior sinistra, kuat angkat.Perkusi : Batas jantung kanan atas : SIC III LPS dxBatas jantung kiri atas : SIC III LMC sinistraBatas jantung kanan bawah : SIC IV LPS dxBatas jantung kiri bawah : SIC IV LMC sinistra
9. AbdomenInspeksi : Dinding perut sama dengan dinding dada, tidak ada deformitas.Auskultasi : Persitaltic usus normalPalpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan, hepar lien tidak teraba.Perkusi : Tymphani di seluruh lapang abdomen.
10. EkstremitasSuperior : Tidak terdapat oedema, akral hangat, tidak pucat, tidak sianosis.Inferior : Tidak terdapat oedema, akral hangat, tidak pucat, tidak sianosis.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah rutin :AL : 11,87 rb/mm3AE : 4,62 jt/mm3Hb : 7,6 gr/dL Ht : 37,51 %MCV : 81MCH : 29,0MCHC : 35,8AT : 357 rb/mm3Gol : OBT : 3’CT : 5’ 30’’
Kimia Darah :GDS : 123 gr/dLUr : 23,4Cr : 0,8OT : 17PT : 9
2. Ro Thorax :Cor : Kesan suspek membesarPulmo : Corakan Bronchovaskular bertambah Tampak gambaran opak homogen pada paracardial dextraDiafragma DBN, sinus Dx & Sin DBNKesan :Cor : CardiomegaliPulmo : Gambaran BronchitisCuriga massa paracardial dextra (pada mediastinum)
3. USG AbdomenHepar : Besar normal, struktur Parenchyma homogen.
Sistem Vaskuler & biliare tak melebarV. Fellea: Besar normal, Sludge (+), batu (-)Tampak bayangan massa dengan struktur jaringan padat diatas diafragma dektra, sebelah kanan cor.Lien :Besar normal, parenchyma DBNRen dx & sin :Besar normal, PCS tidak melebar, parenchyma DBNGaster :Jumlah udara meningkat, dinding tak menebal.Usus :Udara usus meningkat, dilatasi usus (-), massa (-)V. Urinaria :Dinding irregular, batu (-), endapan (+++)Kesan Curiga massa diatas diafragma ( mediastinum? )
4. CT-Scan Thorax dengan Kontras : Tampak massa isodens dengan penyangatan bagian tepi pada pemberian kontras pada mediastinum inferior posterior dextra, yang mendesak lobus inferior paru dx. Ukuran 60,7 x 62,4 x 71,4 mm Tampak pelebaran pada cabng-cabang bronkus lobus inferior posterior dx. Tak tampak penebalan pleura. Tampak gbr seperti lnn parahylus yang membesar pada hylus dx. Trachea tampak di tengah Paru kiri masih baik. Aorta, Cor & pericardium tak Tampak destruksi costa IX posterior. Ampak destruksi corpus Vth IX sisi dx.Kesan : Massa tumor pada mediastinum inferior posterior dx ( Cenderung malignancy) Pendesakan paru dx oleh massa tumor. Bronchiectasis pada lap bawah paru dx Pembesaran Lymphonodi parahiler dx Destruksi costa IX posterior dan corpus Vth IX
V. DIAGNOSIS KERJACa Paru / Ca Mediastinum
VI. PENATALAKSANAAN• O2 2 liter / menit• Infus D 5% + Tramadol• Injeksi Ranitidin 2x1 gr• Renadinac 3x250 mg• Pamol 3x500 mg
BAB IITINJAUAN PUSTAKACA PARU
Kanker Paru adalah kanker ganas yang paling sering terjadi pada pria dan pada wanita, menempati nomor empat setelah kanker payudara, colon dan kulit. Dari 100 Ca Paru, kurang dari 10 orang saja yang biasanya masih dapat bertahan sampai 5 tahun. Diagnosis pertama sering berasal dari dugaan ketika melihat hasil foto rontgen. Kebanyakan sudah tidak operable lagi ketika pertama ditemukan, karena sudah cukup besar untuk tampak di foto Rontgen.
KlasifikasiKlasifikasi tumor ganas paru menurut Leebow adalah :I. Tumor ganas Epitelial (Primary Malignant Epithelial Tumours)A. Karsinoma Bronkogen1. Epidermoid ( squamous cell ca ) : 45-60%2. Adenokarsinoma : 15%3. Karsinoma Anaplastik : 30%4. Campuran ( mixed ) B. Karsinoma Bronkiolar (Alveolar cell carcinoma / Pulmonary Adenomatosis)C. Adenoma Bronkial.II. SarkomaA. Differentiated spindle cell sarcomaB. Differentiated sarcomaC. Limfosarcoma primerIII. Mixed Epithelial and sarcomatous tumor (Carcinosarcoma)IV. Neoplasma asal system retikuloendotelial (RES) dalam paru.V. Metastasis pada paru
Gambaran Radiologik Pemeriksaan radilogik untuk mencari tumor ganas bermacam-macam, antara lain bronkografi Invasif, CT-scan dengan pesawat yang canggih, tetapi pemeriksaan radiologic konvensional (Thorax PA, lateral, fluoroskopi) masih tetap mempunyai nilai diagnostic yang tinggi, meskipun kadang-kadang tumor itu sendiri tidak terlihat tetapi kelainan sebagai akibat adanya tumor akan sangat dicurigai kea rah keganasan, misalnya kelainan emfisema setempat, atelektasis, peradangan sebagai komplikasi tumor atau akibat bronkus terjepit dan pembesaran kelenjar hilus yang unilateral. Efusi pleura yang progresif daan elevasi diafragma (paralisis nervus frenikus) juga perlu dipertimbangkan sebagai akibat tumor ganas paru).
1. AtelektasisGambaran perselubungan padat akibat hilangnya aerasi yang disebabkan sumbatan bronkus oleh tumor, dapat terjadi secara segmental, lobaris atau seluruh hemithorax. Gambaran Atelektasis secara radiologic tidak berbeda dengan atelektasis yang disebabkan oleh penyumbatab bronkus lainnya.
2. Pembesaran Hillus UnilateralSuatu perbedaan besar hillus antara kedua hilus atau perbedaan besar hilus dengan foto-foto sebelumnya perlu dicurigai adanya suatu tumor dan perlu penelitian bronkus dengan tomografi atau bronkoskopi.
3. Emfisema Lokal (setempat)
Penyumbatan sebagian lumen bronchus oleh tumor akan menghambat pengeluaran udara sewaktu ekspirasi sehingga terjadi denssitas yang rendah atau emfisema setempat dibandingkan daerah lain.Karsinoma Bronkogen jenis anaplastik sering mengenai bronkus utama yang mengakibatkan pelebaran mediastinum. Keadaan ini sukar dibedakan dengan limfoma maligna.4. Kavitas atau abses yang soliterSuatu kavitas soliter dengan tanda infeksi yang tidak berarti terutama pada orang berusia lanjut, perlu dipikirkan suatu karsinoma bronkogrn jenis epidermoid. Biasanya dinding kavitas tebal dan irregular.
5. Pneumonitis yang sukar sembuhPeradangan paru sering disebabkan aerasi tidak sempurna akibat sumbatan sebagian bronkus dan pengobatan dengan antibiotic umumnya tidak memberikan hasil yang sempurna atau berulang kembali peradangannya. Sering setelah peradangannya berkurang, di daerah peradangan terlihat gambaran massa yang sangat dicurigai sebagai keganasan paru.6. Massa di ParuKarsinoma Bronkogen dimulai sebagai bayangan noduler kecil di perifer paru dan akan berkembang menjadi suatu massa di paru dan akan berkembang menjadi suatu massa sebelum terjadi keluhan. Biasanya massa di paru sebesar 4-12cm berbentuk bulat atau oval yang berbenjol (globulated) dan kadang-kadang pada pemeriksaan tomografi terlihat gambaran yang radiolusen yang menunjukkan adanya nekrosis di dalam tumor.
7. Tumor ParuPemeriksaan Tomografi computer dapat memberikan informasi lebih banyak. Penilaian pada massa primer paru berupa besarnya densitas massa yang dapat member gambaran yang inhomogen pada massa sifat ganas atau homogen pada massa jinak, pinggir massa dapat diperlihatkan lebih jelas, tidak teratur atau spikula / pseudopodi pada massa ganas, batas rata pada jinak. Pemberian bahan kontras IV dapat menentukan sifat massa yang menyangat pada massa ganas umumnya dan tidak menyangat pada massa jinak. Keterlibatan organ sekitarnya atau mediastinum lebih mudah terdeteksi, sebagai keterlibatan tulang sekitarnya, pembesaran kelenjar getah bening hilus, bifukarsio, paratrakhea dan massa bersinggungan dengan dinding pembuluh darah besar thorax (aorta, a.pulmonalis) yang merupakan non operable.
Jenis-Jenis Ca Paru
1. Ca BronkogenikDefinisi :Merupakan Tumor ganas Paru yang berasal dari bronchus.Patofisiologi :Karsinoma ini berasal dari elemen mukosa bronchus atau dari metaplasianya. Jadi posisinya di sentral, yang merupakan tempat yang paling rentan terhadap paparan iritan yang terhirup. Karsinoma Bronkogenik yang paling sering adalah tipe epidermoid. Insidensi Ca Bronkogen cenderung meningkat sehubungan dengan meningkatnya polusi udara, dan mental stress. Karsinoma jenis ini dapat mengalami nekrosis dan membentuk kavitasi. Tumor ini dapat menjalar sevara hematogen. Jenis lain adalah tipe adenokarsinoma yang sering ditemukan pada wanita dan letaknya sering di perifer paru, berkembang cepat dan metastasis secara hematogen maupun limfogen. Tipe anaplastik sering ditemukan di sentral dengan pembesaran hilus dan metastase limfogen. Jenis ini jarang nekrosis dan membentuk kavitas.Gambaran Radiologis :Pada foto Thorax PA tampak gambaran massa semiopak homogeny, bisa sentral di bronkus primer, bisa perifer dari alveolus, gambaran membulat dengan tipe irregular. Dari massa tersebut terjadi spinasi (pertumbuhan radier ke arah jaringan yang sehat) menyerupai kaki (pseudopodia), sehingga gambaran Ca adalah seperti kepiting. Tumor tersebut dapat bermetastase ke pulmo yang lain sehingga didapatkan lesi satelit di pulmo satunya. Gejala bisa berupa batuk lama tak sembuh-sembuh, dapat disertai darah.2. Pancoast TumorTumor (massa opak) terletak di sulkus superior pada apeks, terletak di posterior dan os costa mengalami erosi. Juga menimbulkan kelainan simpatis sehingga timbul sindroma Hargae.
3. Tumor Mediastinum:Ciri khasnya adalah tumor berbentuk bersudut yang homogen di mediastinum anterior. Tumor di mediastinum anterior harus dicurigai gambaran thymoma maligna (mesothelioma yang ganas).
Sebagian besar karsinoma paru awalnya muncul di lateral, tapi sebagian besar penampakan penyebarannya adalah secara sentripental. Lesi-lesi yang tetap berada di perifer biasanya prognosisnya lebih baik. Sebenarnya korelasi antara jenis sel kanker dan prognosis itu tidak begitu bagus, kecuali untuk pernyataan umum bahwa prognosis buruk khusus pada small cell ca dan relative lebih baik pada bronchoalveolar ca.Sebagian besar kanker paru perifer berbentuk hampir bulat atau oval. Lobulasi, suatu tanda dari pertumbuhan yang tidak normal pada bagian-bagian yang berbeda pada tumor, sering terjadi. Pada keadaan tertentu dapat ditemukan bentuk dumb-bell shape yang merupakan gabungan gambaran dua tumor yang berdekatan. Tumor di apeks paru (Pancoast Tumor, superior sulcus tumor) dapat menyebabkan penebalan pleura apeks, dan ini sangat ganas. Corona Radiata adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan garis-garis yang tampak memancar dari suatu massa sentral, merupakan dugaan kuat akan adanya karsinoma bronchial. Kavitasi sering ditunjukkan oleh karsinoma sel skuamous. Air bronchogram bisa muncul bersamaan dengan karsinoma bronchoalveolar, dan adenokarsinoma. Kalsifikasi malah sangat jarang dapat ditampakkan dengan radiografi konvensional, tapi baru jelas
dengan CT-scan.Pada karsinoma-karsinoma sentral, tanda yang utama adalah kolaps paru, konsolidasi dan adanya pembesaran hilus. Secondary effect dari tumor paru antara lain adalah atelektasis, emfisema kompensatoar (hiperlusensi), dll.
PEMBAHASAN
Pasien pada kasus ini datang dengan keluhan nyeri pada dada sebelah kanan, disertai sesak napas. Nyeri terutama dirasakan setiap kali pasien menarik napas. Keluhan ini dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu dan mulai memberat dalam beberapa minggu ini.Pada pemeriksaan fisik didapatkan paru-paru simetris, tidak tampak retraksi dan tidak ada jejas. Pada Palpasi dada tidak didapatkan ketinggalan gerak, tetapi Vocal fremitus kiri lebih terasa daripada yang kanan. Pada perkusi, didapatkan sonor pada regio pulmo sinistra dan redup pada regio pulmo dextra. Sedangkan pada auskultasi didapatkan suara dasar Vesikuler menurun pada pulmo dextra dan juga didapatkan, ronkhi kasar pada kedua lapang paru. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, maka dibuat diagnosis kerja yaitu suspek massa pada regio paru dextra, dengan differensial diagnosis massa pada cavum mediastinum. Untuk menegakkan diagnosis pasti maka dilakukan pemeriksaan penunjang lain.Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini adalah pemeriksaan darah rutin dan Kimia darah, pemeriksaan foto thorax, USG, dan CT scan Thorax dengan kontras.Hasil pada pemeriksaan penunjang foto thorax adalah Curiga massa paracardial dextra (pada mediastinum). Hasil USG memberi kesan Curiga massa diatas diafragma ( mediastinum ), sedangkan hasil CT-scan dengan kontras adalah Massa tumor pada mediastinum inferior posterior dx (Cenderung malignancy)Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan, maka dapat ditegakkan diagnosis pada pasien ini adalh Tumor Mediastinum. Sedangkan untuk memastikan jenis tumor mediastinum adalah dengan pemeriksaan Sitologi dengan bioopsi.
KANKER PARUKANKER PARUStatus kesehatan merupakan suatu keadaan kesehatan seseorang dalam batas rentang sehat-sakit yang bersifat dinamis dan dipengaruhi oleh perkembangan, sosial kultural, pengalaman masa lalu, harapan seseorang tentang dirinya, keturunan, lingkungan, dan pelayanan (A.Aziz Alimul Hidayat, 2008: 4). Kanker paru merupakan salah satu masalah utama di bidang kedokteran pada kurun waktu akhir-akhir ini dan merupakan salah satu tantangan terbesar di bidang onkologi. Tantangan ini disebabkan oleh naiknya insiden kanker paru yang terus-menerus terutama pada kebanyakan negara berkembang, termasuk Indonesia, akibat faktor etiologi makin banyak antara lain makin meningkatnya pemasaran rokok di negara berkembang hingga diperkirakan akan menimbulkan kenaikan drastis kanker paru di negara tersebut pada permulaan abad yang akan datang (Hood Alsagaff dan Abdul Mukty, 2010: 208).Hal ini akan sejalan bila masyarakat Indonesia terbebas dari masalah kesehatan, dimana angka kesakitan (morbilitas) dan angka kematian (mortalitas), mulai bergeser pada masalah kesehatan dengan gangguan sistem pernafasan yang salah satunya adalah kanker paru. Oleh karena itu kasus kanker paru perlu dilaporkan.Kanker paru atau karsinoma bronkhogenik adalah tumor ganas primer yang berasal dari saluran pernafasan (Hood Alsagaff dan Abdul Mukty, 2010: 181).Dampak bio, psiko, sosial, dan spiritual klien yang menderita kanker paru akan mempengaruhi respon psikologis yang bervariasi tergantung dari koping yang dimiliki oleh masing-masing individu. Psikologis klien umumnya klien merasa bosan dengan program pengobatan kanker paru yang lama serta cemas terhadap keadaan penyakitnya. Hal ini dapat mengakibatkan klien menjadi putus asa. Dari segi fisik dan spiritual klien juga akan merasa terganggu dengan adanya kelemahan fisik dalam beraktivitas karena klien mengalami sesak nafas. Karena penyakit yang diderita, sehingga dalam kehidupan sosial klien akan menarik diri dan mengurangi interaksi sosial (www.dampakkankerparu.com. Tgl 4 Juni 2011, pukul 11.05 WITA).Dampak pada keluarga klien dengan kanker paru adalah bertambahnya beban dan tugas keluarga untuk merawat klien dengan kanker paru ketika klien dirawat dirumah maupun di rumah sakit untuk menjalani pengobatan. Sedangkan dampak pada masyarakat, biasanya cenderung untuk menjauhi orang dengan penyakit kanker paru, karena merasa takut akan tertular penyakit tersebut. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit kanker paru (www.dampakkankerparu.com. tgl 4 Juni 2011, pukul 11.05 WITA).Laporan pertama tentang kanker paru disampaikan oleh Agricola di tahun 1527 dan Van
Swieten pada tahun 1747. Sekarang ini kanker paru berkembang menjadi satu jenis penyakit penting dan penyebab kematian utama pula. Di tahun 1950 di Amerika Serikat dilaporkan ada 18.313 penderita yang meninggal karena kanker paru. Di tahun 1970 angka ini telah naik menjadi 70.000 orang dan di tahun 1980 jumlahnya melonjak menjadi lebih dari 100.000 orang, kira-kira sama dengan jumlah orang yang meninggal akibat kecelakaan di negara itu (www.10SituasiPenyakitParu.com. tgl 2 Juni 2011, pukul 11.09 WITA).Data statistik WHO 1974 memperkirakan terdapat 83.000 kasus baru karsinoma bronkogenik per tahun dan mengakibatkan 754.000 kematian (Hood Alsagaff dan Abdul Mukty, 2010: 182).Sedangkan menurut data WHO tahun 2004, setiap tahun ada lebih dari 1,3 juta kasus kanker paru dan bronkitis baru di seluruh dunia, dengan angka kematian mencapai sekitar 1,1 juta. Sebagai negara dengan komsumsi rokok terbesar, Indonesia memiliki resiko kanker paru yang sangat besar. Meski demikian, tingkat kepedulian masyarakat terhadap penyakit ini tergolong kecil (www.indonesiaindonesia.com. tgl 2 Juni 2011, pukul 12.00 WITA).Di Indonesia diperkirakan minimal ada 1 penderita baru kanker diantara 1000 penduduk, artinya lebih dari 170.000 penderita pertahunnya. Angka resmi tentang jumlah penderita kanker paru di Indonesia dan angka kematiannya belum dipunyai. Tetapi laporan dari berbagai rumah sakit terus mengalir dan menunjukkan jumlah penderita kanker paru yang cukup tinggi dan makin lama tampaknya akan terus meningkat (www.10SituasiPenyakitParu.com. tgl 2 Juni 2011, pukul 11.09 WITA).Salah satu faktor resiko yang menyebabkan tingginya kejadian kanker di Indonesia yaitu prevalensi merokok 23,7%, obesitas umumnya penduduk berusia ≥ 15 tahun pada laki-laki 13,9% dan pada perempuan 23,8%. Prevalensi kurang konsumsi buah dan sayur 93,6%, konsumsi makanan diawetkan 6,3%, makanan berlemak 12,8%, dan makanan dengan penyedap 77,8%. Sedangkan prevalensi kurang aktivitas fisik sebesar 48,2% (http://www.depkes.go.id. tgl 3 Juni 2011, pukul 10.00 WITA).Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis didapat data Rekam Medik RSUD di Ruang Dahlia Ulin Banjarmasin, penyakit kanker paru di ruang Dahlia dapat terlihat pada tabel 1.1. di bawah ini :
Tabel 1.1. Data penyakit di ruang Dahlia RSUD Ulin Banjarmasin dari bulan Januari sampai dengan Desember 2009No Nama Penyakit Jumlah %1. TB Paru 453 54,192. Asma Bronchiale 138 16,513. Efusi Pleura 70 8,374. Kanker Paru 58 6,945. PPOK/COPD 34 4,076. SPOT 27 3,237. Hemaptoe 22 2,638. Pneumo Thorax 13 1,559. Pneumonia 12 1,4410. Suspect KP 9 1,07 Total 836 100 Sumber : Ruang Dahlia RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2009Berdasarkan data penyakit di Ruang Dahlia RSUD Ulin Banjarmasin dari bulan Januari 2009 sampai dengan Desember 2009, kanker paru menduduki urutan keempat setelah efusi pleura. Jumlah penderita kanker paru sebanyak 58 kasus dengan persentase 6,94 % dari 836 total jumlah kasus.Sedangkan data yang diperoleh pada tahun 2010 angka kejadian kanker paru di Ruang Dahlia
RSUD Ulin Banjarmasin dapat terlihat pada tabel 1.2. dibawah ini :
Tabel 1.2. Data penyakit di Ruang Dahlia RSUD Ulin Banjarmasin dari bulan Januari sampai dengan Desember 2010No Nama Penyakit Jumlah %1. TB Paru 389 48.142. Asma Bronchiale 82 10.153. Kanker Paru 81 10.024. Efusi Pleura 76 9.41 5. PPOK/COPD 43 5.32 6. SPOT 36 4.46 7. Hemaptoe 25 3.09 8. Pneumo Thorax 22 2.72 9. Pneumonia 15 1.86 10. Lain-lain 39 4.83 Total 808 100 Sumber : Ruang Dahlia RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2010Berdasarkan data penyakit di ruang Dahlia RSUD Ulin Banjarmasin dari bulan Januari 2010 sampai dengan Desember 2010, kanker paru menduduki urutan ketiga setelah asma bronchiale. Jumlah penderita kanker paru sebanyak 81 kasus dengan persentase 10.02% dari 808 total jumlah kasus.Berdasarkan dari distribusi data rawat inap di Ruang Dahlia RSUD Ulin Banjarmasin sebagai perbandingan bahwa penyakit kanker paru pada tahun 2009 berjumlah 58 kasus dengan persentase 6,94%. Sedangkan pada tahun 2010 mengalami kenaikan yaitu berjumlah 81 kasus dengan persentase 10.02% dari 808 total jumlah kasus.Menurut hasil data tersebut pentingnya tindak lanjut dari pihak rumah sakit, khususnya perawat. Karena peran perawat yang utama adalah memenuhi kebutuhan dasar manusia dan tercapainya suatu kepuasan bagi diri sendiri serta kliennya. Sedangkan bagi mahasiswa dapat menjadi pembelajaran langsung dalam praktiknya (Nursalam, 2008: 5).Kanker paru ini merupakan penyakit yang harus mendapat perhatian khusus karena bisa menyebabkan kematian setiap tahunnya, sehingga memerlukan penanganan dan perawatan yang intensif dengan melibatkan peran perawat sebagai pelaksana keperawatan (merawat klien), memberikan pendidikan bagi klien dan keluarga, serta mengelola proses keperawatan sehingga terjadi kerja sama antara perawat dan keluarga klien.
1. Pengertian Kanker paru (karsinoma bronkkogenik) adalah tumor ganas yang berasal dari saluran pernapasan (Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2010: 181). Karsinoma bronkogenik atau kanker paru dapat berupa metastasis atau lesi primer. Kebanyakan tumor ganas primer dari sistem pernapasan bawah bersifat epithelial dan berasal dari mukosa percabangan bronkhus (Arif Muttaqin, 2008: 198).
Gambar 2.8 Kanker paruSumber : http://www.google.com/image/kankerparu
2. Klasifikasi Klasifikasi kanker paru menurut WHO tahun 1981, kanker paru primer terbagi atas 6 jenis utama :a. Karsinoma Sel Epedermoid = Sel Skuamus (Squamous Cell Ca), terdiri atas :1) Differensiasi tinggi (well differentiated)
2) Differensiasi sedang (moderately differentiated)1) Differensiasi rendah (poorly differentiated)b. Karsinoma Sel Kecil (Small Cell Carcinoma), terdiri atas :1) Karsinoma sel oat (oat cell Ca)2) Jenis sel intermedia (intermediate cell type)3) Kombinasi karsinoma sel oat (combine oat cell Ca)c. Karsinoma kelenjar (Adeno Carcinoma), terdiri atas :1) Karsinoma kelenjar asiner2) Karsinoma kelenjar papiler3) Karsinoma bronkiolus alveolar4) Karsinoma padat dengan pembentukan mukus (Solid Ca with mucous formation)d. Karsinoma sel Besar ( Large cell Carcinoma)1) Karsinoma sel datia (giant cell Ca)2) Karsinoma sel jernih (clear cell Ca)e. Karsinoma Kelenjar skuamus (adeno Squamus Carcinoma)f. Tumor Karsinoid (carcinoid Tumor)(Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2010: 185).4. Etiologi Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari karsinoma bronkogenik masih belum diketahui, namun diperkirakan inhalasi jangka panjang bahan-bahan karsinogen merupakan faktor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan peranan predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa, ras serta status imunologis (Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2010: 182). Beberapa faktor resiko menurut Arif Muttaqin (2008: 198-199) tersebut yaitu :a. Merokok Kanker paru beresiko 10 kali lebih tinggi dialami perokok berat dibandingkan dengan bukan perokok. Peningkatan faktor resiko ini berkaitan dengan riwayat jumlah merokok dalam tahun (jumlah bungkus rokok yang digunakan setiap hari dikali jumlah tahun merokok) serta faktor saat mulai merokok (semakin muda individu mulai merokok, semakin besar resiko terjadinya kanker paru). Faktor lain yang juga dipertimbangkan termasuk didalamnya jenis rokok yang diisap (kandungan tar, rokok filter, dan kretek).b. Polusi udara Ada berbagai karsinogen telah diidentifikasi, termasuk didalamnya adalah sulfur, emisi kendaraan bermotor, dan polutan dari pengolahan dan pabrik. Bukti-bukti menunjukkan bahwa insiden kanker paru lebih besar didaerah perkotaan sebagai akibat penumpukan polutan dan emisi kendaraan.c. Polusi lingkungan kerja Pada keadaan tertentu, karsinoma bronkogenik tampaknya merupakan suatu penyakit akibat polusi di lingkungan kerja. Dari berbagai bahaya industri, yang paling berbahaya adalah asbes yang kini banyak sekali diproduksi dan digunakan pada bangunan. Resiko kanker paru diantara para pekerja yang berhubungan atau lingkungannya mengandung asbes ±10 kali lebih besar daripada masyarakat umum. Peningkatan resiko ini juga dialami oleh mereka yang bekerja dengan uranium, kromat, arsen (misalnya insektisida yang digunakan untuk pertanian), besi, dan oksida besi. Resiko kanker paru akibat kontak dengan asbes maupun uranium akan menjadi lebih besar lagi jika orang itu juga perokok.d. Rendahnya asupan vitamin A Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa perokok yang dietnya rendah vitamin A dapat memperbesar resiko terjadinya kanker paru. Hipotesis ini didapat dari berbagai penelitian yang menyimpulkan bahwa vitamin A dapat menurunkan resiko peningkatan jumlah sel-sel kanker. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama vitamin A yang turut berperan
dalam pengaturan diferensiasi sel.e. Faktor herediter Terdapat juga bukti bahwa anggota keluarga dari penderita kanker paru memiliki resiko yang lebih besar mengalami penyakit yang sama. Walaupun demikian masih belum diketahui dengan pasti apakah hal ini benar-benar herediter atau karena faktor-faktor familial. 5. Patofisiologi Karsinoma pada sel skuamosa merupakan karsinoma bronkogenik histologis yang paling sering ditemukan. Kanker ini ditemukan pada permukaan sel epitel bronkhus. Perubahan epitel termasuk metaplasia atau displasia terjadi akibat kebiasaan merokok jangka panjang secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus dan menonjol ke dalam bronkhi besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma sel skuamosa sering kali disertai batuk dan hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi, pneumonia, dan pembentukan abses akibat obstruksi dan infeksi sekunder. Karena tumor ini cenderung agak lamban dalam bermetastasis, maka pengobatan dini dapat memperbaiki prognosis. Adenokarsinoma memperlihatkan susunan selular mirip bronkhus dan sering kali mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul dibagian perifer segmen bronkhus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronis. Lesi sering kali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium awal dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala-gejala tertentu sampai terjadi metastasis yang luas. Karsinoma sel bronkhial-alveolar merupakan subtipe adenokarsinoma yang jarang ditemukan dan yang berasal dari epitel alveolus atau bronkhiolus terminalis. Awitan (onset) pada umumnya tidak nyata dan disertai tanda-tanda yang menyerupai pneumonia. Secara makroskopis neoplasma ini pada beberapa kasus mirip konsolidasi uniform pneumonia lobaris. Secara makroskopis, tampak kelompok-kelompok alveolus yang dibatasi oleh sel-sel jernih penghasil mukus dan terdapat banyak sputum mukoid. Prognosisnya buruk, kecuali dilakukan pembuangan lobus yang terserang pada saat penyakit masih stadium awal. Adenokarsinoma adalah satu-satunya tipe histologi kanker paru yang tidak belum diketahui secara jelas berkaitan dengan kebiasaan merokok. Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat cepat. Karsinoma ini memiliki sitoplasma yang besar dan bermacam-macam ukuran inti. Sel-sel ini cenderung tumbuh di jaringan paru perifer. Sel ini juga memiliki daya tumbuh yang cepat dengan penyebaran esktensif ketempat lainnya. Karsinoma sel kecil seperti sel skuomosa, biasanya terdapat ditengah sekitar percabangan utama bronkhi. Tidak seperti kanker paru yang lain, jenis tumor ini timbul pada sel-sel kulchitsky yang merupakan komponen normal epitel bronkhus. Secara mikroskopis, tumor ini terbentuk dari sel-sel kecil (sekitar 2 kali ukuran limfosit) dengan inti hiperkromatik pekat dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini mirip biji oat sehingga diberi nama karsinoma sel oat. Karsinoma sel kecil memiliki waktu pembelahan yang tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan dengan semua karsinoma bronkogenik. Metastasis awal dapat mencapai mediastinum dan kelenjar limfe hilus, sering pula dijumpai penyebaran hematogen ke organ-organ distal (Arif Muttaqin, 2008: 199-200).6. Tanda dan Gejala Menurut Irman Somantri (2008: 118) tanda dan gejala yang sering muncul pada klien dengan kasus kanker paru, yaitu :a. Parau (hoarsenes).b. Perubahan pola napas.b. Batuk persisten atau perubahan batuk.
c. Sputum mengandung darah.d. Sputum berwarna kemerahan atau purulen.f. Hemoptisis.g. Nyeri dada (chest pain).h. Nyeri dada, punggung, dan lengan.i. Pleura efusi, pneumonia atau bronkhitis.j. Dispnea.k. Demam berhubungan dengan satu atau dua tanda lain.l. Wheezing.m. Penurunan berat badan.n. Clubbing finger.7. Komplikasi Berbagai komplikasi dapat terjadi dalam penatalaksanaan kanker paru. Reseksi bedah dapat mengakibatkan gagal napas. Fibrosis paru, perikarditis, mielitis, dan kor pulmoner adalah sebagian dari komplikasi yang diketahui. Kemoterapi terutama dalam kombinasi dengan terapi radiasi, dapat menyebabkan pneumonitis. Toksisitas paru dan leukemia adalah potensial efek samping dari kemoterapi (Brunner dan Suddarth, 2001: 631).8. Metastasis Menurut Irman Somantri (2009: 115) metastasis pada kanker paru terbagi tiga, yaitu :a. Invasi langsung ( Direct Invasion) Dapat menyebar dengan menginvasi secara langsung dan berkembang untuk membendung bronkhus secara parsial atau total. Invasi dinding bronkhial atau obstruksi jalan napas dapat juga timbul. Penyebaran pada paru dapat menekan struktur paru-paru yang lainnya termasuk alveoli, saraf, pembuluh darah atau pembuluh limfatik.b. Invasi Limfatik Pola metastasis bergantung pada tipe sel tumor dan lokasi anatomis dari tumor. Penyebaran ke limfatik biasanya berhubungan dengan embolisasi dan invasi oleh tumor. Mediastinum, paratrakeal dan sentral hiliar nodus limfatikus merupakan yang bagian sering terkena. Tumor lobus bawah cenderung menyebar secara difus dan penyebarannya lebih sering melalui jalur limfatik daripada tumor yang berada pada daerah lain di paru.c. Hematogenous Metastasis kanker paru terjadi akibat invasi dari definisi vena pulmonal. Tumor emboli menyebar kedaerah yang jauh dari tubuh. Metastasis yang jauh bisa terjadi pada lower thoracic dan upper lumbar vertebra, tulang panjang, kelenjar adrenal, CNS, dan hati.9. Stadium Menurut Irman Somantri (2009: 116-118) stadium kanker paru dapat dilakukan berdasarkan definitif TNM (T = Tumor primer, N = Nodus Limfe, M = Metastasis), sesuai dengan klasifikasi dari American Joint Committee on Cancer pada tahun 1987. Untuk menggunakan definisi tersebut terdapat beberapa peraturan pengklasifikasian sebagai berikut :a. Klasifikasi hanya berlaku untuk karsinoma.b. Harus ada bukti definitif untuk bisa mengklasifikasikan kasus kedalam tipe histologinya. Tiap keadaan yang belum dikonfirmasikan harus dilaporkan terpisah.c. Hasil yang berasal dari eksplorasi bedah sebelum pengobatan definitif dapat dimasukkan untuk derajat klinis.
Tabel 2.1 Derajat (stadium) klinis Kanker Paru berdasarkan klasifikasi TNMStadium Kanker Paru KeteranganStadium Occult Tx M0, yaitu suatu karsinoma occult dimana sekret bronkopulmoner mengandung sel-sel ganas tetapi tidak atau data adanya tumor primer, pembesaran atau metastasis ke kelenjar regional atau metastasis jauh.
Stadium I Tis N0 M0, Karsinoma in situ; T1 NO M0; T1 N1 M0; T2 N0 M0Stadium II T1 N1 M0; T2 N1 M0.
Stadium III-a T3 N0 M0; T3 N1 M0; T1-3 N2 M0Stadium III-b Banyak T N3 M0; T3 Banyak N M0; Banyak T dan N M1.
Stadium IV Banyak T Banyak N M1.Sumber: Irman Somantri (2009: 117-118)
Tabel 2.2 Pembagian Stadium Klinik Kanker Paru Berdasarkan TNM (AJCC, 1987)T=tumor primer N=Nodus Limfe M=MetastasisTis Karsinoma in situ/preinvasif N0 Tak ada tanda-tanda terlibatnya/ pembesaran kelenjar limfe regional. M0 Tidak ada bukti adanya metastasis jauh.T0 Tidak ada tumor primer T1 Diameter terbesar 3 cm atau kurang, dikelilingi oleh paru atau pleura viseralis dan tidak ada bukti-bukti adanya invasi proksimal dari brokhus dalam lobus pada bronkoskopi. N1 Terdapat tanda terkenanya kelenjer peribronkial atau hilus homolateral, termasuk penjalaran/ pembesaran langsung tumor primer. M1 Terdapat bukti adanya metastasis jauh tidak bisa terpenuhi.
T2 Diameter terbesar lebih dari 3 cm, atau tumor primer pada ukuran apapun, dengan tambahan adanya atelektasis atau pneumonitis obstruktif dan membesar kearah hilus. Pada bronkoskopi ujung proksimal tumor yang tampak paling sedikit 2 cm distal dari karina. Setiap atelektasis atau pneumonia obstruktif yang menyertai harus melibatkan kurang dari sebelah paru dan tidak ada efusi pleura. N2 Terkenanya kelenjar getah bening mediastinum T3 Tumor dengan ukuran apapun yang membesar langsung kestruktur sekitarnya seperti dinding dada, diafragma atau mediastinum, atau tumor yang pada bronkoskopi berjarak 2 cm distal dari karina atau tumor yang disertai atelektasis dan pneumonitis obtruktif dari satu paru atau adanya efusi pleura. Nx Syarat minimal untuk membuktikan terkenanya kelenjar regional tidak terpenuhi. Mx Syarat minimal untuk menentukan adanya metastasis jauh tidak bisa terpenuhiTx Tiap tumor yang tidak bisa diketahui atau dibuktikan dengan radiografi atau bronkoskopi tetapi didapatkan adanya sel ganas dari sekresi bronkopulmoner. Sumber: Irman Somantri (2009: 117).
10. Pemeriksaan penunjang Menurut Arif Muttaqin (2008: 202) pemeriksaan penunjang pada kanker paru meliputi :a. Pemeriksaan radiologi Nodula soliter terbatas yang disebut coin lesion pada radiogram dada sangat penting dan mungkin merupakan petunjuk awal untuk mendeteksi adanya karsinoma bronkogenik meskipun dapat juga ditemukan pada banyak keadaan lainnya. Penggunaan CT scan mungkin dapat memberikan bantuan lebih lanjut dalam membedakan lesi-lesi yang dicurigai.b. Bronkhoskopi Bronkhoskopi yang disertai biopsi adalah teknik yang paling baik dalam mendiagnosis karsinoma sel skuomosa yang biasanya terletak didaerah sentral paru. Pelaksanaan bronkhoskopi yang paling sering adalah menggunakan bronkhoskopi serat optik. Tindakan ini bertujuan sebagai tindakan diagnostik, caranya dengan mengambil sampel langsung ketempat lesi untuk dilakukan pemeriksaan sitologi.c. Sitologi Biopsi kelenjar skalenus adalah cara terbaik untuk mendiagnosis sel-sel kanker yang tidak terjangkau oleh bronkhoskopi. Pemeriksaan sitologi sputum, bilasan bronkhus, dan pemeriksaan cairan pleura juga memainkan peranan penting dalam rangka menegakkan diagnosis kanker paru.11. Penataksanaana. Penatalaksanaan Non Bedah (Nonsurgical management)1) Terapi Oksigen Jika terjadi hipoksemia, perawat dapat memberikan oksigen via masker atau nasal kanula sesuai dengan permintaan. Bahkan jika klien tidak terlalu jelas hipoksemianya, dokter dapat memberikan oksigen sesuai yang dibutuhkan untuk memperbaiki dispnea dan kecemasan.2) Terapi Obat Jika klien mengalami bronkospasme, dokter dapat memberikan obat golongan bronkodilator (seperti pada klien asma) dan kortikosteroid untuk mengurangi bronkospasme, inflamasi, dan edema.3) Kemoterapi Kemoterapi merupakan pilihan pengobatan pada klien dengan kanker paru, terutama pada small cell lung cancer karena metastasis. Kemoterapi dapat juga digunakan bersamaan dengan terapi bedah. Obat-obat kemoterapi yang biasa diberikan untuk menangani kanker, termasuk kombinasi dari obat-obat dari :a) Cyclophosphamide, Deoxorubicin, Methotrexate, dan Procarbazine.b) Etoposide dan Cisplatin.c) Mitomycin, Vinblastin, dan Cisplatin.4) Imunoterapi Banyak klien kanker paru yang mengalami gangguan imun. Obat imunoterapi (Cytokin) biasa diberikan.5) Terapi Radiasi Terapi radiasi dilakukan dengan indikasi sebagai berikut ini:a) Klien tumor paru yang operable tetapi resiko jika dilakukan pembedahan.b) Klien adenokarsinoma atau sel skuamosa inoperable yang mengalami pembesaran kelenjar getah bening pada hilus ipsilateral dan mediastinal.c) Klien kanker bronkhus dengan oat cell.d) Klien kambuhan sesudah lobektomi atau pneumoektomi.6) Terapi Laser7) Torakosentesis dan Pleurodesisb. Manajemen pembedahan1) Dilakukan pada tumor stadium I, stadium II jenis karsinoma, adenokarsinoma, dan
karsinoma sel besar undifferentiated.2) Dilakukan khusus pada stadium III secara individual yang mencakup tiga kriteria :a) Kriteria biologis tumor :(1) Hasil baik : tumor dari sel skoamosa dan epidermoid.(2) Hasil cukup baik : Aenokarsinoma dan karsinoma sel besar undifferentiated.(3) Hasil buruk : oat cell.b) Letak tumor dan pembagian stadium klinik. Untuk menentukan reseksi terbaik.c) Keadaan fungsional penderita.(Irman Somantri, 2009: 119-120).
12. Prognosis Prognosis secara keseluruhan bagi klien dengan karsinoma bronkogenik adalah buruk (kelangsungan hidup lima tahun) dan hanya sedikit meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini, meskipun telah diperkenalkan berbagai agen-agen kemoterapi yang baru (Arif Muttaqin, 2008: 203).
A. PENGERTIAN.
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam
paru (Underwood, Patologi, 2000).
B. ETIOLOGI.
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa
faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :
1. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif
telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru
(karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih
besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah
meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar
10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang
jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan
penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan
dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen
etiologi operatif.
3. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel
(pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru
hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga
mengalami peningkatan insiden.
4. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari
pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari
industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).
5. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.
Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom
(onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan
(delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen
erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara
alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel
sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang
autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan
terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.
Predisposisi Gen supresor tumor
Inisitor
Delesi/ insersi
Promotor
Tumor/ autonomi
Progresor
Ekspansi/ metastasis
6. Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A
menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
C. KLASIFIKASI.
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :
1. Karsinoma Bronkogenik.
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau
displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak
sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui
beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus,
dinding dada dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel – sel
Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti
hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar
limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal.
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus.
Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan
dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali
meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak
menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d. Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma
yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada
jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat –
tempat yang jauh.
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
f. Lain – lain.
1). Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
2). Tumor kelenjar bronchial.
3). Tumor papilaris dari epitel permukaan.
4). Tumor campuran dan Karsinosarkoma
5). Sarkoma
6). Tak terklasifikasi.
7). Mesotelioma.
8). Melanoma.
(Price, Patofisiologi, 1995).
D. MANIFESTASI KLINIS.
1. Gejala awal.
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
2. Gejala umum.
a. Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk
kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum
yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
b. Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
E. STADIUM.
Tabel Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru – paru: 1986 American Joint Committee on
Cancer.Gambarn TNM Defenisi
Tumor primer (T)T0Tx
TIST1
T2
T3
T4
Kelenjar limfe regional (N)N0
N1
N2
N3
Tidak terbukti adanya tumor primerKanker yang tersembunyi terlihat pada
sitologi bilasan bronkus tetapi tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi
Karsinoma in situTumor dengan diameter ≤ 3 cm
dikelilingi paru – paru atau pleura viseralis yang normal.
Tumor dengan diameter 3 cm atau dalam setiap ukuran dimana sudah menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan atelektasis yang meluas ke hilus; harus berjarak 2 cm distal dari karina.
Tumor dalam setiap ukuran dengan perluasan langsung pada dinding dada, diafragma, pleura mediastinalis, atau pericardium tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra; atau dalam jarak 2 cm dari karina tetapi tidak melibat karina.
Tumor dalam setiap ukuran yang sudah menyerang mediastinum atau mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, koepua vertebra, atau karina; atau adanya efusi pleura yang maligna.
Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar limfe regional.
Metastasis pada peribronkial dan/ atau kelenjar – kelenjar hilus ipsilateral.
Metastasis jauh (M)M0M1
Kelompok stadiumKarsinoma tersembunyi TxN0M0
Stadium 0 TISN0M0Stadium I T1N0M0 T2N0M0
Stadium II T1N1M0 T2N1M0
Stadium IIIa T3N0M0 T3N0M0
Stadium IIIb Setiap T N3M0 T4 setiap NM0
Stadium IV Setiap T, setiap N,M1
Metastasis pada mediastinal ipsi lateral atau kelenjar limfe subkarina.
Metastasis pada mediastinal atau kelenjar – kelenjar limfe hilus kontralateral; kelenjar – kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.
Tidak diketahui adanya metastasis jauhMetastasis jauh terdapat pada tempat
tertentu (seperti otak).
Sputum mengandung sel – sel ganas tetapi tidak dapat dibuktikan adanya tumor primer atau metastasis.
Karsinoma in situ.Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2
tanpa adanya bukti metastasis pada kelenjar limfe regional atau tempat yang jauh.
Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 dan terdapat bukti adanya metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral.
Tumor termasuk klasifikasi T3 dengan atau tanpa bukti metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral; tidak ada metastasis jauh.
Setiap tumor dengan metastasis pada kelenjar limfe hilus tau mediastinal kontralateral, atau pada kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular; atau setiap tumor yang termasuk klasifikasi T4 dengan atau tanpa metastasis kelenjar limfe regional; tidak ada metastasis jauh.
Setiap tumor dengan metastsis jauh.
Sumber: (Price, Patofisiologi, 1995).
F. PATOFISIOLOGI.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura,
biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini
menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal.
Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan
dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase,
khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti
kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
1. Radiologi.
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru.
Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian
hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya
karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm,
sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non
invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
H. PENATALAKSANAAN.
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah
dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
1. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi
paru – paru yang tidak terkena kanker.
1. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma,
untuk melakukan biopsy.
2. Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
3. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula
emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
4. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
5. Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang
terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan
es).
6. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga
sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek
obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
3. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk
melengkapi bedah atau terapi radiasi.
I. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER PARU.
1. PENGKAJIAN.
a. Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
1). Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2). Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.
Jari tabuh.
3). Integritas ego.
Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan
Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
4). Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid)
5). Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan.
Kesulitan menelan
Haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital
(ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
6). Nyeri/ kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu
pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.
7). Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau
produksi sputum.
Nafas pendek
Pekerja yang terpajan polutan, debu industri
Serak, paralysis pita suara.
Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja
Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi
menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi).
Hemoptisis.
8). Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
9). Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel
besar)
Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
10). Penyuluhan.
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis
Kegagalan untuk membaik.
b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
- Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien.
- Frekuensi dan irama jantung.
- Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan Ht).
- Pemantauan tekanan vena sentral.
- Status nutrisi.
- Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang di operasi.
- Kondisi dan karakteristik water seal drainase.
1). Aktivitas atau istirahat.
Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.
2). Sirkulasi.
Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.
3). Eliminasi.
Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB
Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak, karakteristik urine
Bisng usus, samara atau jelas.
4). Makanan dan cairan.
Gejala : Mual atau muntah
5). Neurosensori.
Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi.
6). Nyeri dan ketidaknyamanan.
Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri
Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi
Atau efek – efek anastesi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN.
a. Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana
Asuhan Keperawatan, 1999).
1). Kerusakan pertukaran gas
Dapat dihubungkan :
Hipoventilasi.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang
normal dan bebas gejala distress pernafasan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.
Intervensi :
a) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan
atau perubahan pola nafas.
Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas.
b) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya
krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.Krekels
adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas
membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas
sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor.
c) Kaji adanmya sianosis
Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari
“organ” hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif.
d) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.
e) Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi
keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Dapat dihubungkan :
- Kehilangan fungsi silia jalan nafas
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.
- Meningkatnya tahanan jalan nafas
Kriteria hasil :
- Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas.
Intervensi :
a) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.
Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan
peningkatan upaya bernafas.
b) Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.
Rasional : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan,
edema, dan sekret dalam seksi lobus.
c) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan
karakteristik sputum.
Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal
perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen.
d) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein
dipengaruhi.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek
samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas
sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan
dosis/ pilihan obat.
3). Ketakutan/Anxietas.
Dapat dihubungkan :
- Krisis situasi
- Ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati.
- Faktor psikologis.
Kriteria hasil :
- Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.
- Mengakui dan mendiskusikan takut.
- Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani.
- Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.
Intervensi :
a) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.
Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.
b) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.
Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.
c) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa
terkontrol.
d) Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
Rasional : Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat
membantu untuk individu.
e) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.
Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan
ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.
4). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
- Kurang informasi.
- Kesalahan interpretasi informasi.
- Kurang mengingat.
Kriteria hasil :
- Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.
- Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.
- Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik.
- Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.
Intervensi :
a) Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak informasi dalam cara yang jelas/
ringkas.
Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup perhatian
pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaan informasi/ tugas baru.
b) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat
Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memmampukan pasien untuk
mengikuti dengan tepat program pengobatan.
c) Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan kalori tinggi.
Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami penurunan berat
badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.
d) Berikan pedoman untuk aktivitas.
Rasional : Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan mengimbangi periode
istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/
kebutuhan oksigen berlebihan.
b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1). Kerusakan pertukaran gas.
Dapat dihubungkan :
- Pengangkatan jaringan paru
- Gangguan suplai oksigen
- Penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang normal.
- Bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
a) Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi penggunaan otot bantu,
nafas bibir, perubahan kulit/ membran mukosa.
Rasional : Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensasi
awal terhadap hilangnya jaringan paru.
b) Auskultasi paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas tak normal.
Rasional : Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi normal pada
pasien pneumonoktomi. Namun, pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal
pada lobus yang masih ada.
c) Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan, dan
penggunaan alat
Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi, menggangu pertukaran gas.
d) Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga telentang sampai posisi
miring.
Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.
e) Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas bibir dengan tepat.
Rasional : Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/ mencegah
atelektasis.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan :
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret
- Keterbatasan gerakan dada/ nyeri.
- Kelemahan/ kelelahan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan, bunyi nafas jelas,
dan pernafasan tak bising.
Intervensi :
a) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret.
Rasional : Pernafasan bising, ronki, dan mengi menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau
obstruiksi jalan nafas.
b) Bantu pasien dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk
tinggi dan menekan daerah insisi.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan penekanan
menmguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret. Penekanan dilakukan
oleh perawat.
c) Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret.
Rasional : Peningkatan jumlah sekret tak berwarna / berair awalnya normal dan harus
menurun sesuai kemajuan penyembuhan.
d) Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung.
Rasional : Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan
dan menurunkan viskositas sekret.
3). Nyeri (akut).
Dapat dihubungkan :
- Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal.
- Adanya selang dada.
- Invasi kanker ke pleura, dinding dada
Kriteria hasil :
- Melaporkan neyri hilang/ terkontrol.
- Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
- Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :
a) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada
skala 0 – 10.
Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang
membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi
keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri.
b) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.
Rasional : Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk
derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan intervensi.
c) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.
Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi
anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat
mengganggu kemampuan mengatasinya.
d) Dorong menyatakan perasaan tentangnyeri.
Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang
persepsi nyeri.
e) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi
Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.
4). Anxietas.
Dapat dihubungkan:
- Krisis situasi
- Ancaman/ perubahan status kesehatan
- Adanya ancman kematian.
Kriteria hasil :
- Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah
- Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ istirahat
- Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
Intervensi :
a) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa.
Rasional : Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang
meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan
susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang perlu untuk memilih
intervensi yang tepat.
b) Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka atau menerima kenyataan
kanker dan pengobatannya.
c) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.
Rasional : Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas mempengaruhi kemajuan
penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan emebuka cara penyelesaiannya.
d) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan
pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah interpretasi
terhadap informasi..
e) Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk
menyiapkan peristiwa/ pengobatan.
Rasional : Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/ kemandirian pada
pasien yang merasa tek berdaya dalam menerima pengobatan dan diagnosa.
f) Berikan kenyamanan fiik pasien.
Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/
ketidaknyamanan fisik menetap.
5). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
- Kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber
- Salah interperatasi informasi.
- Kurang mengingat
Kriteria hasil :
- Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program pengobatan.
- Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan tersebut.
- Berpartisipasi dalam proses belajar.
- Melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi :
a) Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan hasil yang diharapkan.
Rasional : Memberikan informasi khusus individu, membuat pengetahuan untuk belajar
lanjut tentang manajemen di rumah. Radiasi dan kemoterapi dapat menyertai intervensi bedah
dan informasi penting untuk memampukan pasien/ orang terdekat untuk membuat keputusan
berdasarkan informasi.
b) Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan dengan memberikan diagram
yang tepat. Masukkan informasi ini dalam diskusi tentang harapan jangka pendek/ panjang
dari penyembuhan.
Rasional : Lamanya rehabilitasi dan prognosis tergantung pada tipe pembedahan, kondisi
preoperasi, dan lamanya/ derajat komplikasi.
c) Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang.
Rasional : Pengkajian evaluasi status pernafasan dan kesehatan umum penting sekali untuk
meyakinkan penyembuhan optimal. Juga memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/
pertanyaan pada waktu yang sedikit stres.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta
Long, Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses
Holistik, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.
Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Batasan CA Paru Adalah merupakan tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran pernafasan.II. Gejala Klinis
Gejala yang muncul tergantung pada pasien dengan CA paru biasanya meliputi berbagai gejala klienis diantaranya ;
a. Gejala intra pulmoner yang meliputi :- batuk . 2 mg ( 70 –90 % kasus )- batuk darah ( 6 –51 % )- Nyeri dada/kemeng ( 42 – 67 % )- Sesak nafas ( 58 % kasus )b. Gejala intra torasik intrapulmoner yang meliputi penekanan-penekanan ataupun pengrusakan
struktur sekitar :- Nervus phrenicus, akan menyebabkan lumpuhnya diafrgma- Saraf simpatik- Eshopagus (/ dispagia)- Vena cafa superior yang dapat menyebabkan bengkak pada wajah, leher dan pembuluh darah
kontralteral- Trachea / bronchus , yang menyebabkan sesak- Jantung.dllc. Gejala ektratorasik non metastased. Gejala ekstratorasik metastase yang akan menimbulkan manifestasi klinik tergantung dari daerah
yang terkena.III. Pemeriksaan Diagnostik1. Endoskopi : untuk mengetahui perubahan pada bronchus, permukaan tumor dan pengambilan
bahan untuk pemeriksaan sitologi2. Bronchographi3. Tomogram & CT scan4. Biopsi5. Immunologi6. Pertanda biokomia
IV. TherapiPenentuan modalitas terapi pada pasien Ca paru tergantung pada :a. Tahapan (staging ) dari Cab. Jenis histopatologisc. Penampilan/keadaan umum klien
Adapun terapi yang biasa dilakukan pada pasien Ca paru meliputi :1. Bedah2. Radiasi3. Sitostatika4. Hormonal5. Immunologi
V. Patofisiologi dan gangguan kebutuhan dasar manusia
VI. Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawatan yang sering terjadi pada pasien yang mendapat bentuan nafas mekanik/dipasang ventilator diantaranya adalah:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan, proses penyakitnya3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak
tepat, obstruksi selang endotracheal4. Cemas berhubungan dengan penyakit kritis, takut terhadap kematian5. Gangguan pemenuhan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang endotracheal6. Resiko tinggi terjadinya infeksi saluran nafas berhubungan dengan pemasangan selang
endotracheal7. Resiko tinggi terjadinya trauma atau cedera berhubungan dengan ventilasi mekanis, selang
endotracheal, ansietas, stress8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan ventilasi mekanis, letak selang endotracheal
VII. Rencana Keperawatan1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan peniingkatan produksi
sekretTujuan:Meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan napas.Kriteria hasil:
Bunyi napas terdengar bersih.
Ronchi tidak terdengar.
Tracheal tube bebas sumbatan.Tindakan keperawatan:INTERVENSI RASIONAL1 Auskultasi bunyi napas tiap 2-4 jam engevaluasi keefetifan jalan napas.
2
3
4
5
6
7
8
dan kalau diperlukan. Lakukan pengisapan bila terdengar ronchi dengan cara:
a. jelaskan pada pasien tentang tujuan dari tindakan pengisapan.
b. Berikan oksigen dengan O2 100 % sebelum dilakukan pengisapan, minimal 4 - 5 X pernapasan.
c. Perhatikan teknik aseptik, gunakan sarung tangan steril, kateter pengisap steril.
d. Masukan kateter kedalam selang ET dalam keadaan tidak mengisap (ditekuk), lama pengisapan tidak lebih dari 10 detik.
e. Atur tekanan isap tidak lebih dari 100 - 120 mmHg.
f. Lakukan oksigenasi lagi dengan O2 100 % sebelum melakukan pengisapan berikutnya.
g. Lakukan pengisapan berulang-ulang sampai suara napas bersih. Pertahankan suhu humidifer tetap hangat (35 - 37,8 o CMonitor statur hidrasi pasienMelakukan fisioterapi napas / dada sesuai indikasi dengan cara clapping, fibrasi dan pustural drainage.Berikan obat mukolitik sesuai indikasi / program.Kaji suara napas sebelum dan sesudah melakukan tindakan pengisapan.Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
2
3
4
5
6
7
8
a. Dengan mengertinya tujuan tindakan yang akan dilakukan pasien bisa berpartisipasi aktif.
b. Memberi cadangan O2 untuk menghindari hipoksia.
Mencegah infeksi nosokomial.
d. Aspirasi lama dapat menimbulkan hipoksia, karena tindakan pengisapan akan mengeluarkan sekret dan O2.
Tindakan negatif yang berlebihan dapat merusak mukosa jalan napas.
Memberikan cadangan oksigen dalam paru.
g. Menjamin keefektifan jalan napas.
Membantu mengencerkan skret.
Mencegah sekresi menjadi kental.
Memudahkan pelepasan sekret.
Mengencerkan sekret.
Menentukan lokasi penumpukan sekret, mengevaluasi kebersihan tindakan
Deteksi dini adanya kelainan.2. Cemas sehubungan dengan penyakit kritis, takut terhadap kematian
Tujuan: Cemas berkurang atau hilangKriteria hasil: Mampu mengekspresikan kecemasan, tidak gelisah, kooperatif.Tindakan keperawatan:INTERVENSI RASIONAL1
2
34
Lakukan komunikasi terapiutik.
Dorong pasien agar mampu mengekspresikan perasaannya.
Berikan sentuhan kasih sayang.Berikan support mental.
1
2
34
Membina hubungan saling percaya.Menggali perasaan dan permasalahan yang sedang dihadapi klien.Mengurangi cemas.Mengurangi cemas.
5
6
Berikan kesempatan pada keluarga dan orang-orang yang dekat dengan klien untuk mengunjungi pada saat-saat tertentu.Berikan informasi realistis pada tingkat pemahaman klien.
5
6
Kehadiran orang-orang yang dicintai meningkatkan semangat dan motivasi untuk sembuh.
Memahami tujuan pemberian atau pemasangan ventilator.
3. Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan ventilasi mekanis, letak selang endotrachealTujuan: Merasa nyaman selama dipasang ventilator.Kriteria hasil:
Klien tidak gelisah.
Klien dapat istirahat dan tidur dengan tenang.Tindakan keperawatan:INTERVENSI RASIONAL
1
2
3
4
Atur posisi selang ETT dan Tubing ventilator.Atur sensitivitas ventilator.
Atur posisi tidur dengan menaikkan bagian kepala tempat tidur, kecuali ada kontra indikasi.Kalau perlu kolaborasi dengan kokter untuk memberi analgesik dan sedasi.
1
2
3
4
Mencegah penarikan dan penekanan.Menurunkan upaya pasien melakukan pernapasan.Meningkatkan rasa nyaman.
Mengurangi rasa nyeri
Read more: http://belajaraskep.blogspot.com/2012/02/asuhan-keperawatan-pasien-ca-paru.html#ixzz2Vd4l7XE3
PENDAHULUAN
Prevalensi kanker paru di negara sangat maju sangat tinggi , di Amerika tahun 2002 dilaporkan
terdapat 169.400 kasus baru (merupakan 13 % dari semua kanker baru yang tediagnosis) dengan
154.900 kematian (merupakan 28 % dari seluruh akibat kanker), di Inggris prevalensi kejadiannya
mencapai 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanyak, di RS
Kanker Dharmais, Jakarta tahun 1998 menduduki urutan ke 3 sesudah kanker payudara dan leher
rahim.
JENIS TUMOR PARU
Pembagian praktis untuk tujuan pengobatan :
1. small cell lung cancer (SCLC),
2. NSCLC (non small cell lung cancer/karsinoma skuamosa, adeno
karsinoma,karsinoma sel besar).
ETIOLOGI KANKER PARU
Seperti umumnya kanker yang lain penyebab yang pasti dari pada kanker paru belum diketahui,
tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor
penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan lain-lain.
Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru sangat berhubungan
dengan kebiasaan merokok. Lombard dan Doering(1928), telah melaporkan tingginya insiden
kanker paru pada perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok.
Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari dengan tingginya insiden
kanker paru. Dikatakan bahwa, 1 dari 9 perokok berat akan menderita kanker paru. Belakangan
dari laporan beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok pasif pun akan berisiko terkena
kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok selama 25 tahun pada usia dewasa akan
terkena risiko kanker paru dua kali lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar, dan perempuan
yang hidup dengan suami/pasangan perokok juga terkena risiko kanker paru 2-3 kali lipat.
Diperkirakan 25 % kanker paru dari bukan perokok adalah berasal dari perokok pasif. Insiden
kanker paru pada perempuan di USA dalam meningkatnya jumlah perempuan perokok atau
sebagai perokok pasif.
Efek rokok bukan saja mengakibatkan kanker paru, tapi dapat juga menimbulkan kanker pada
organ lain seperti mulut,laring dan esophagus.
Etiologi lain dari kanker paru yang pernah dilaporkan adalah:
1. Yang berhubungan dengan paparan zat karsinogen, seperti:o Asbestos, sering menimbulkan mesotelioma.
o Radiasi ion pada pekerja tambang uranium.
o Radon, arsen, kromuim, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorida.
2. Polusi udara. Pasien kanker paru lebih banyak di daerah urban yang banyak polusi
udaranya dibandingkan yang tinggal di daerah rural.
3. Genetik. Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam kanker paru,
yakni : Proto oncogen, Tumor suppressor gene, Gene encoding enzyme.
4. Diet. Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene,
selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru
GAMBARAN KLINIS KANKER PARU
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukan gejala-gejala klinis. Bila sudah
menampakan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat :
1. Lokal (tumor tumbuh setempat);
1. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis;
2. Batuk darah;
3. Mengi karena ada obstruksi saluran napas;
4. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru;
5. Atelektasis.
2. Invasi lokal:
1. Nyeri dada;
o Sesak karena cairan pada rongga pleura;
o Invasi ke perikardium -> terjadi tamponade atau aritmia;
o Sindrom vena cara superior;
o Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis);
o Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent;
o Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis
servikalis.
2. Gejala Penyakit Metastasis:
o Pada otak, tulang, hati, adrenal;
o Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis);
3. Sindrom Paraneoplastik : Terdapat pada 10 % kanker paru, dengan gajala:
o Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
o Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
o Hipertrofi osteoartropati
o Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
o Neuromiopati
o Endoktrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia)
o Dermatologik : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
o Renal: Syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
4. Asimtomatik dengan kelainan radiologi
DIAGNOSIS KANKER PARU
Langkah pertama adalah secara radiologis dengan menentukan apakah lesi intra torakal tersebut
sebagai tumor jinak atau ganas. Bila fasilitas ada dengan teknik Pasitron Emission
Tomography (PET) dapat dibedakan antara tumor jinak dan ganas serta untuk
menentukan staging penyakit. Kemudian tentukan apakah letak lesi sentral atau perifer, yang
bertujuan untuk menentukan bagaimana cara pengambilan jaringan tumor. Untuk lesi yang
letaknya perifer, kombinasi bronkoskopi dengan biopsi, sikatan, bilasan, transtorakal
biopsi/aspirasi dan tuntutan USG atau CT Scan akan memberikan hasil yang lebih baik. Sedangkan
untuk lesi letak sentral, langkah pertama sebaiknya dengan pemeriksaan sitologi sputum diikuti
bronkoskopi fleksibel. Secara radiologis dapat ditentukan ukuran tumor (T), kelenjar getah bening
torakal (N) dan mestasis ke organ lain (M).
PENGOBATAN
Tujuan Pengobatan Kanker
Kuratif:
Menyembuhkan atau memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan
hidup pasien.
Paliatif:
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal:
Mengurangi dampak fisik maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
Suportif:
Menunjang pengobatan kuratif paliatif dan terminal seperti pemberian nutrisi, transfuse darah
dan komponen darah, growth factors obat anti nyeri dan obat anti infeksi.
Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)
Pengobatan NSCLC. Terapi bedah adalah pilihan pertama pada stadium I atau II pada pasien
dengan yang edekuat sisa cadangan parenkim parunya. Reseksi paru biasanya ditoleransi baik bila
prediktif “post reseksi Fevi” yang didapat dari pemeriksaan spirometri preoperative dan kuantitaf
ventilasi perfusi scanningmelebihi 1000 ml. Luasnya penyebaran intra torak yang ditemui saat
operasi menjadi pegangan luas prosedur operasi yang dilaksanakan. Lobektomi atau
pneumonektomi tetap sebagai standar dimana segmentektomi dan reseksi baji bilobektori atau
reseksi sleeve jadi pilihan pada situasi tertentu.
Survival pasien yang dioperasi pada stadium I mendekati 60 %, pada stadium II 26 -37% dan II a
17- 36,3%. Pada stadium III A masih ada kontroversi mengenai keberhasilan operasi bila
kelenjar mediastinum ipsilateral atau dinding torak terdapat metastasis.
Pasien stadium III b dan IV tidak dioperasi Combined modality therapy yaitu gabungan radiasi,
kemoterapi dengan oprasi (dua atau tiga modalitas) dilaporkan memperpanjang survival dari studi-
studi yang masih berlangsung
Small Cell Lung Cancer (SCLC)
SCLC dibagi menjadi dua, yaitu : 1. limited-stage disease yang diobati dengan tujuan kuratif
(kombinasi kemoterapi dan radiasi) dan angka keberhasilan terapi sebesar 20 % serta;
2. Extensive-stage disease yang diobati dengan kemoterapi dan angka respon terapi initial
sebesar 60 – 70% dan angka respon terapi komplit sebesar 20 – 30%. Angka median-survival time
untuk limited-stage disease adalah 18 bulan dan untuk extensive-stage disease adalah 9 bulan.
PENCEGAHAN
Pencegahan yang paling penting adalah tidak merokok sejak usia muda. Berhenti merokok dapat
mengurangi resiko terkena kanker paru. Penelitian dari kelompok perokok yang berusaha berhenti
merokok, hanya 30 % yang berhasil
Akhir-akhir ini pencegahan dengan chemoprevention banyak dilakukan, yakni dengan memakai
derivate asam retinoid, carotenoid, vitamin C, selenium dan lain-lain. Jika seseorang berisiko
terkena kanker paru maka penggunaanbetakaroten, retinol, isotretinoin ataupun N-acetyl
cystein dapat meningkatkan resiko kanker paru pada perokok. Untuk itu, penggunaan
kemopreventif ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut sebelum akhirnya direkomendasi untuk
digunakan. Hingga saat ini belum ada konsensus yang diterima oleh semua pihak