ca paru tian.doc
TRANSCRIPT
Kanker Paru
Oleh: Martiana Helena
102009173
Email : [email protected]
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Pendahuluan
Merokok mungkin merupakan hal yang sudah biasa kita lihat dalam lingkungan kita. Tidak
hanya orang dewasa yang mengonsumsi rokok, tetapi anak usia sekolah pun sudah mulai
banyak menghisap rokok. Hal ini sungguh memprihatinkan karena bahaya dari rokok tersebut
yang dapat menimbulkan berbagai penyakit apalagi jika racun dalam rokok tersebut ditimbun
sejak usia dini. Perlu kita sadari bahwa menghisap rokok secara rutin dapat mengakibatkan
berbagai gangguan kesehatan seperti kanker paru, impotensi, mengganggu kehamilan, dan
sebagainya yang sering kita lihat dalam iklan rokok.
Tingginya angka merokok pada masyarakat akan menjadikan kanker paru sebagai salah satu
masalah kesehatan di Indonesia, seperti masalah keganasan lainnya. Data yang dibuat WHO
menunjukan bahwa kanker paru adalah jenis penyakit keganasan yang menjadi penyebab
kematian utama pada kelompok kematian akibat keganasan bukan hanya pada laki-laki tetapi
juga pada wanita.
Kanker adalah penyakit neoplastik yang bersifat fatal. Pada kanker ditemukan suatu siklus sel
yang abnormal, menunjukkan sifat invasive serta metastasis dan sangat anaplastik. Kanker
dapat mengenai berbagai macam organ, pembuluh darah, kelenjar getah bening, bahkan
tulang.
Pembahasan
Skenario
Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan batuk berdarah
sejak 4 bulan yang lalu. Pasien telah menjalani pengobatan TB sebelumnya selama 2 bulan,
tapi keluhan batuk darah tersebut belum berkurang. Selain itu, selama 1 bulan ini pasien
mengeluh sering sakit pada punggung di sekitar tulang belakangnya. Pasien pernah menjalani
operasi pengangkatan payudara 1 tahun yang lalu setelah didiagnosis terkena kanker
payudara. Riwayat merokok 10 tahun.
A. Anamnesis
Karsinoma paru atau kanker paru yang umum dikenal adalah keganasan fatal ynag
ditemukan. Bisa menimbulkan gejala akibat penyakit lokal, metastasis, atau efek sistemik
dari keganasan.1
Pada pasien dengan dugaan kanker paru, berikut adalah yang harus ditanyakan saat
anamnesis:
1. Gejala penyakit lokal : hemoptisis, batuk, nyeri dada, mengi, sesak napas,
Sindrom Horner, efusi pleura, obstruksi Vena Cava Superior, Clubbing Finger,
limfadenopati, perubahan suara (kelumpuhan nervus laringeal rekuren), kelainan
rontgen toraks.
2. Gejala penyakit sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam, manifestasi
endokrin (misalnya sindrom Cushing), hiperkalsemia
3. Gejala metastase : ikterus, nyeri hepatik, lesi kulit
Adakah gejala yang menunjukkan penyebaran sekunder dari tumor primer lain?
Riwayat penyakit terdahulu
- Tanyakan riwayat merokok pasien
- Tanyakan pajanan asbestos
- Pernahkan menjalani radioterapi
- Pernahkan menjalani kemoterapi
- Tanyakan riwayat atau pajanan di tempat kerja
- Tanyakan fungsi paru dan penyakit kardiorespiratorius lain
B. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
Dokter terkadang tidak mendapatkan kelainan pada pemeriksaan fisis penderita
kanker paru staging awal penyakitnya. Hal itu disebabkan tumor masih dengan
volume kecil dan belum menyebar sehingga tidak menimbulkan gangguan di tempat
lain. Pada kasus dengan staging lanjut akan dapat ditemukan kelainan tergantung pada
gangguan yang ditimbulkan oleh tumor primer atau penyebarannya. Kelainan yang
didapat tergantung letak dan besar tumor sehingga menimbulkan gangguan. Kanker
paru juga dapat menyebabkan timbulnya tumpukan cairan di rongga pleura atau
menekan pembuluh darah balik (vena), dll. Kelainan yang dapat ditemukan berkaitan
penyebaran kanker, misalnya benjolan di leher, ketiak. Tidak jarang juga pasien
datang dengan kelumpuhan akibat penyebaran di otak atau tulang belakang (vertebra).
Secara pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan pemeriksaan fisik paru yaitu dengan
inspeksi palpasi auskultasi dan perkusi.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi2
- Foto thorax posterior – anterior (PA) dan lateral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker
paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa
udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau
vertebra.
- Bronkhografi. Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
b. Laboratorium.
- Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe). Dilakukan untuk mengkaji adanya/
tahap karsinoma.
- Pemeriksaan fungsi paru dan GDA. Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas
untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
- Tes kulit, jumlah absolute limfosit. Dapat dilakukan untuk mengevaluasi
kompetensi imun (umum pada kanker paru).
c. Histopatologi.
- Bronkoskopi. Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian, dan pembersihan
sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
- Biopsi Trans Torakal (TTB). Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang
letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
- Torakoskopi. Biopsi tumor di daerah pleura memberikan hasil yang lebih baik
dengan cara torakoskopi.
- Mediastinosopi. Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah
bening yang terlibat.
- Torakotomi. Torakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila
bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal
mendapatkan sel tumor.
d. Pencitraan.
- CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
- MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
e. Pemeriksaan lain
1. Petanda Tumor
Petanda tumor, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil
pengobatan.
2. Pemeriksaan biologi molekuler
Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling
sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang terkait
dengan kanker paru, seperti protein p53, bcl2, dan lainya. Manfaat utama dari
pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan prognosis penyakit.
C. Diagnosis
1. Differential Diagnosis
Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama
dikenal manusia, misalnya dihubungan dengan tempat tinggal di daerah urban,
lingkungan yang padat.3
Di Indonesia sendiri tuberculosis bukanlah penyakit yang jarang ditemukan. Indonesia
adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India.
Berdasarkan survey, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian
tertinggi di Indonesia.
Sistem kekebalan seseorang yang terinfeksi oleh tuberkulosis biasanya
menghancurkan bakteri atau menahannya di tempat terjadinya infeksi. Kadang bakteri
tidak dimusnahkan tetapi tetap berada dalam bentuk tidak aktif (dorman) di dalam
makrofag (sejenis sel darah putih) selama bertahun-tahun.
Sekitar 80% infeksi tuberkulosis terjadi akibat pengaktivan kembali bakteri yang
dorman. Bakteri yang tinggal di dalam jaringan parut akibat infeksi sebelumnya
(biasanya di puncak salah satu atau kedua paru-paru) mulai berkembang biak.
Pengaktivan bakteri dorman ini bisa terjadi jika sistem kekebalan penderita menurun
(misalnya karena AIDS, pemakaian kortikosteroid atau lanjut usia).
Cara Penularan
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan
kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas
peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis biasanya
secara inhalasi sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering
dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil
yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan
batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA).
Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui inokulasi langsung. Infeksi
yang disebabkan oleh M. bovis dapat disebabkan oleh susu yang tidak disterilkan
dengan baik atau terkontaminasi.
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk
batang. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak, kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam (asam alcohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga
lebih tahan hidup di udara kering
Gejala Klinis
Pada awalnya penderita hanya merasakan tidak sehat atau batuk.
Pada pagi hari, batuk bisa disertai sedikit dahak berwarna hijau atau kuning. Jumlah
dahak biasanya akan bertambah banyak, sejalan dengan perkembangan penyakit. Pada
akhirnya, dahak akan berwarna kemerahan karena mengandung darah.
Salah satu gejala yang paling sering ditemukan adalah berkeringat di malam hari.
Penderita sering terbangun di malam hari karena tubuhnya basah kuyup oleh keringat
sehingga pakaian atau bahkan sepreinya harus diganti.
Sesak nafas merupakan pertanda adanya udara (pneumotoraks atau cairan (efusi
pleura) di dalam rongga pleura. Sekitar sepertiga infeksi ditemukan dalam bentuk
efusi pleura.
Pada infeksi tuberkulosis yang baru, bakteri pindah dari luka di paru-paru ke dalam
kelenjar getah bening yang berasal dari paru-paru. Jika sistem pertahanan tubuh alami
bisa mengendalikan infeksi, maka infeksi tidak akan berlanjut dan bakteri menjadi
dorman.
Pada anak-anak, kelenjar getah bening menjadi besar dan menekan tabung bronkial
dan menyebabkan batuk atau bahkan mungkin menyebabkan penciutan paru-paru.
Kadang bakteri naik ke saluran getah bening dan membentuk sekelompok kelenjar
getah bening di leher. Infeksi pada kelenjar getah bening ini bisa menembus kulit dan
menghasilkan nanah.
Tuberkulosis bisa menyerang organ tubuh selain paru-paru dan keadaan ini disebut
tuberkulosis ekstrapulmoner.
Bagian tubuh yang paling sering terkena adalah ginjal dan tulang.
Tuberkulosis ginjal bisa hanya menghasilkan sedikit gejala, tetapi infeksi bisa
menghancurkan sebagian dari ginjal. Lalu tuberkulosis bisa menyebar ke kandung
kemih.
Pada pria, infeksi juga bisa menyebar ke prostat, vesikula seminalis dan epididimis,
menyebabkan terbentuknya benjolan di dalam kantung zakar.
Pada wanita, tuberkulosis bisa menyerang indung telur dan salurannya, sehingga
terjadi kemandulan. Dari indung telur, infeksi bisa menyebar ke selaput rongga perut
dan menyebabkan peritonitis tuberkulosis, dengan gejala berupa lelah, nyeri perut
disertai nyeri tekan ringan sampai nyeri hebat yang menyerupai radang usus buntu.
Infeksi bisa menyebar ke persendian, menyebabkan artritis tuberkulosis. Sendi
meradang dan nyeri. Yang paling sering terkena adalah sendi pinggul dan lutut; tetapi
bisa juga menyerang tulang pergelangan tangan, tangan dan siku.
Tuberkulosis bisa menginfeksi kulit, usus dan kelenjar adrenal. Infeksi pada dinding
aorta (arteri utama) menyebabkan pecahnya aorta. Infeksi pada kantung jantung
menyebabkan perikarditis tuberkulosis, dimana perikardiuim teregang oleh cairan.
Cairan ini bisa mengganggu kemampuan jantung dalam memompa darah. Gejalanya
berupa demam, pelebaran vena leher dan sesak nafas.
Infeksi pada dasar otak disebut meningitis tuberkulosis. Gejalanya berupa demam,
sakit kepala yang menetap, mual dan penurunan kesadaran. Kuduk sangat kaku
sehingga dagu tidak dapat didekatkan ke dada. Kadang setelah meningitisnya
membaik, akan terbentuk massa di dalam otak, yang disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma bisa menyebabkan kelemahan otot (seperti yang terjadi pada stroke) dan
harus diangkat melalui pembedahan.
Pada anak-anak, bakteri bisa menginfeksi tulang belakang dan ujung tulang-tulang
panjang pada lengan dan tungkai. Jika keadaan ini tidak segera diatasi, bisa terjadi
kolaps pada 1 atau 2 tulang belakang yang dapat menyebabkan kelumpuhan.
Di negara-negara berkembang, bakteri tuberkulosis bisa disebarkan melalui susu yang
terkontaminasi dan tinggal di dalam kelenjar getah bening leher atau di dalam usus
halus. Selaput lendir dari saluran pencernaan resisten terhadap bakteri, karena itu
infeksi baru terjadi jika bakteri terdapat dalam jumlah yang sangat banyak atau jika
terdapat gangguan sistem kekebalan. Tuberkulosis intestinalis bisa tidak
menimbulkan gejala, tetapi menyebabkan pertumbuhan jaringan yang abnormal di
daerah yang terinfeksi, yang bisa disalahartikan sebagai kanker.
Bronkhiektasis
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus
yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan
berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis
digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai
peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran
udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai
dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis.
Gejala Klinis :
-batuk kronis yang produktif
-hemoptisis
-dyspneu
-penurunan berat badan
-malaise
-demam biasanya terjadi karena infeksi yang berulang
2. Working Diagnosis
Kanker paru
Kanker dapat terjadi pada siapa saja, umur berapa saja dan di mana saja dalam tubuh
manusia. Besar kecilnya kemungkinan seseorang untuk menderita kanker jenis tertentu
tergantung faktor risiko yang dimilikinya. Kanker yang paling banyak dikenal orang pada
orang dewasa adalah kanker payudara, kanker nasofaring, kanker usus, kanker leher
rahim, kanker prostat, kanker darah dan kanker paru. Kanker paru merupakan jenis
kanker yang paling sulit diobati, banyak diderita laki-laki dewasa ( usia > 40 tahun) dan
perokok.
Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan
tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan
ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin
kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru
dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli
bedah toraks, ahli rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan atau penatalaksaan
penyakit ini sangat bergantung pada kecekatan ahli paru untuk mendapatkan diagnosis
pasti. Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu penderita, dan
penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh
kualitas hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat
menyembuhkannya.4
Pilihan terapi harus dapat segera dilakukan, mengingat buruknya respons kanker paru
terhadap berbagai jenis pengobatan. Bahkan dalam beberapa kasus penderita kanker paru
membutuhkan penangan sesegera mungkin meski diagnosis pasti belum dapat ditegakkan.
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis
tumor di paru).2
Keganasan di rongga torak mencakup kanker paru, tumor mediastinum, metastasis tumor
di paru dan mesotelioma ganas (kegasanan di pleura). Kasus keganasan rongga toraks
terbanyak adalah kanker paru. Di dunia, kanker paru merupakan penyebab kematian yang
paling utama di antara kematian akibat penyakit keganasan. Laki-laki adalah kelompok
kasus terbanyak meskipun angka kejadian pada perempuan cendrung meningkat, hal itu
berkaitan dengan gaya hidup (merokok).
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) dan metastasis tumor di paru.
Metastasis tumor di paru adalah tumor yang tumbuh sebagai akibat penyebaran
(metastasis) dari tumor primer organ lain. Definisi khusus untuk kanker paru primer
yakni tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus. Meskipun jarang dapat ditemukan
kanker paru primer yang bukan berasal dari epitel bronkus misalnya bronchial gland
tumor. Tumor paru jinak yang sering adalah hamartoma
Gambar 1. Kanker paru5
Gejala Klinis
Tanda dan gejala kanker paru membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dapat diketahui
dan seringkali dikacaukan dengan gejala dari kondisi yang kurang serius. Tanda dan
gejala mungkin tidak kelihatan sampai penyakit telah mencapai tahap lanjut.
Batuk pada perokok yang terus menerus atau menjadi hebat
Batuk pada bukan perokok yang menetap sampai dengan lebih dari dua minggu
Dada, bahu atau nyeri punggung yang tidak berhubungan terhadap nyeri akibat batuk
yang terus menerus
Perubahan warna pada dahak
Meningkatnya jumlah dahak
Dahak berdarah
Bunyi menciut-ciut saat bernafas pada bukan penderita asma
Radang yang kambuh
Sulit bernafas
Nafas pendek
Serak
Suara kasar saat bernafas
Selain dari itu juga barangkali tanda-tanda dan gejala-gejala disebabkan oleh penyebaran
kanker paru pada bagian tubuh lainnya. Tergantung pada organ-organ yang dirusak.
Kelelahan kronis
Kehilangan nafsu makan
Sakit kepala, nyeri tulang, sakit yang menyertainya
Retak tulang yang tidak berhubungan dengan luka akibat kecelakaan
Gejala-gejala pada saraf (seperti: cara berjalan yang goyah dan atau kehilangan
ingatan sebagian)
Bengkak pada leher dan wajah
Kehilangan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya
Karena pada umumnya gejala klinis yang ditemukan pada pasien muncul setelah tahap
lanjut, pada pasien sering terlihat Sindrom Paraneoplastik.
Sindrom paraneoplastik, terdapat pada 10% kanker paru dengan gejala :
a. sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
b. hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
c. hipertrofi osteoartropati
d. neurologis : demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer
e. neuromiopati
f. endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia)
g. dermatologis : eritema multiformis, hyperkeratosis
h. renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH)
Penemuan 6
Pengenalan awal penyakit ini sulit dilakukan bila hanya berdasarkan keluhan saja.
Biasanya keluhan ringan terjadi pada mereka yang masih dalam stage dini yaitu stage I
dan II. Data di Indonesia maupun laporan negara maju kebanyakan kasus kanker paru
terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada stage lanjut (stage III dan IV).
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk pengenalan awal ini, selain pemeriksaan klinis
adalah pemeriksaan foto toraks dan/atau pemeriksaan sitologi sputum. Pada foto toraks
dapat ditemukan gambaran tumor dengan tepi yang tidak rata dan penarikan pleura dan
bahkan destruksi tulang dinding dada. Tidak jarang ditemukan gambaran efusi pleura
masif sehingga tumor tidak terlihat. Sitologi sputum akan memberikan hasil positif jika
tumor ada di bagian sentral atau intrabronkus.
Gambar 1. Algoritme Kanker Paru6
Jenis-jenis Kanker Paru 2
1. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK = SCLC) merupakan 20% dari
seluruh kanker paru, bersifat lebih agresif tetapi sangat responsif dengan pengobatan
terutama kemoterapi dan radioterapi.
1. Neuroendokrin tumor
2. Tumbuh cepat
3. Metastase ke mediastinum, toraks, dan ekstra toraks.
4. Dapat menyempitkan bronki (kompresi)
5. Dapat menyebabkan serak (paralisis dari nervus laryngeal)
6. Tidak diindikasikan untuk tindakan operatif kecuali pada stase tertentu
7. Prognosis buruk
2. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KBKBSK= NSCLC) yang terbanyak
yaitu sekitar 80% dari kanker paru-paru. Ada beberapa jenis KPKBSK yang dapat
dikenali diantaranya:
Karsinoma epidermoid (disebut juga karsinoma sel skuamosa)
30-35% dari pasien kanker paru
Berasal dari epitel bronchial
Sering ditemukan kavitas (sering menyebabkan diagnosis
menjadi TBC)
Tumbuh lambat, metastase jarang terjadi
Paling sering pada pria, dan sangat berhubungan dengan rokok.
Tumbuh di atau dekat hilus
Adenokarsinoma,
Terutama mengenai wanita, bukan perokok, <45 tahun.
Tidak terlalu berhubungan dengan rokok
Tumbuh lebih perifer
Karsinoma sel besar
Suatu karsinoma skuamosa atau adenokarsinoma yang
berdiferensiasi sangat buruk
Lain-lain: merupakan jenis yang jarang ditemukan misalnya karsinoid,
karsinoma bronkoalveolar.
Berasal dari sel alveolus atau bronchioles terminalis
Tidak menginvansi stroma, single , atau multiple
Menyerupai konsolidasi pneumonia
Tingkatan (Staging) Kanker Paru
Staging kanker paru ditentukan oleh tumor (T), keterlibatan kelenjar getah bening (N) dan
penyebaran jauh (M). Beberapa pemeriksaan tambahan harus dilakukan dokter spesialis
paru untuk menentukan staging penyakit. Pada pertemuan pertama dokter akan
melakukan foto toraks (foto polos dada). Jika pasien membawa foto yang telah lebih dari
1 minggu maka akan dibuat foto yang baru. Tetapi foto toraks hanya dapat metentukan
lokasi tumor, ukuran tumor ada tidaknya cairan. Foto toraks belum cukup karena tidak
dapat menentukan keterlibatan kelenjar getah bening dan metastasis luar paru. Bahkan
pada beberapa kondisi misalnya volume cairan yang banyak, paru kolaps luas menutup
tumor sehingga tidak terlihat. Sama seperti pencarian jenis histologis kanker, pemeriksaan
untuk menetukan staging juga tidak mesti sama pada semua pasien tetapi masing masing
pasien mempunyai prioriti pemeriksaan yang harus segera dilakukan tergantung
kondisinya pada saat datang.
Staging (penderajatan) untuk kanker paru berdasarkan tumor (T) dan penyebarannya ke
getah bening (N) dan organ lain (M).
Stage kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) terdiri dari :2
Stage terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru (hemitoraks). Tumor
ditemukan di dalam satu paru dan penjelaran ke kelenjar getah bening dalam paru yang
sama
Stage luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau menyebar ke organ
lain. Tumor telah menyebar keluar dari satu paru atau ke organ lain di luar paru.
Stage kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK)
Staging/Tingkat I A/B. Satu tumor ukuran kurang atau lebih dari 3 cm pada satu lobus
paru
Staging/Tingkat II A/B. Satu tumor dalam lobus paru melekat ke dinding dada atau
menyebar ke kelenjar getah bening di dalam paru yang sama
Staging/Tingkat III A. Tumor yang menyebar ke kelenjar getah bening di dalam area
trakeal memasuki dinding dada dan diaphragma
Staging/Tingkat III B. Tumor yang menyebar ke nodes getah bening pada lawan paru, atau
di dalam leher.
Staging/Tingkat IV. Tumor yang menyebar ke bagian lain paru atau organ lain di luar
paru.
D. Etiopatogenesis
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa
faktor yang berperan dalam peningkatan insiden kanker paru :
1. Merokok. Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang
defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari)
dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai
kecenderungan sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang
perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali
ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon
karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan
pada kulit hewan, menimbulkan tumor.7
2. Radiasi. Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg
dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker
paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini
diduga merupakan agen etiologi operatif.
3. Kanker paru akibat kerja. Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar
dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja
pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan
asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
4. Polusi udara. Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih
tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya
karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.8
5. Genetik. Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru,
yakni: :
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.
6. Diet. Makanan menjadi salah satu yang berperan dalam perkembangan kanker.
Dimulai dari makanan siap saji (junk food), makanan dengan pengawet perasa
pewarna buatan.
Patogenesis
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila
lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang
pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus
vertebra.9
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini
menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian
distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan
dingin. Wheezing unilateral dapat terdengar pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase,
khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat
seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
E. Faktor Resiko
Faktor Resiko :
Laki-laki,
Usia lebih dari 40 tahun
Perokok (pengguna tembakau – perokok putih kretek atau cerutu)
Tinggal/bekerja di lingkungan yang mengandung zat karsinogen atau
polusi
Paparan industri / lingkungan kerja tertentu
Perempuan perokok pasif
Riwayat pernah mendapat kanker organ lain atau anggota keluarga dekat
yang menderita kanker paru (masih dalam penelitian).
Tuberkulosis paru (scar cancer), angka kejadiannya sangat kecil.
Radon dan asbes
Orang-orang yang termasuk dalam kelompok atau terpapar pada faktor risiko di
atas dan mempunyai tanda dan gejala respirasi yaitu batuk, sesak napas, nyeri
dada disebut golongan risiko tinggi (GRT) maka sebaiknya segera dirujuk ke
dokter spesialis paru
F. Epidemiologi
Di dunia, kanker paru merupakan penyebab kematian yang paling utama di antara
kematian akibat penyakit keganasan. Laki-laki adalah kelompok kasus terbanyak
meskipun angka kejadian pada perempuan cendrung meningkat, hal itu berkaitan dengan
gaya hidup (merokok) . Setiap tahun, terdapat lebih dari 1,3 juta kasus kanker paru di
seluruh dunia dengan angka kematian 1,1 juta setiap tahunnya. Di Eropa, diperkirakan
ada 381.500 kasus kanker paru pada 2004, dengan angka kematian 342.000 atau 936
kematian setiap hari.10
Selama 50 tahun terakhir terdapat suatu peningkatan insidensi paru – paru yang
mengejutkan. America Cancer Society memperkirakan bahwa terdapat 1.500.000 kasua
baru dalam tahun 1987 dan 136.000 meningggal. Prevalensi kanker paru di negara maju
sangat tinggi, di USA tahun 1993 dilaporkan 173.000/tahun, di Inggris 40.000/tahun,
sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanyak. Di RS Kanker
Dharmais Jakarta tahun 1998 tumor paru menduduki urutan ke 3 sesudah kanker
payudara dan leher rahim. Karena sistem pencatatan kita yang belum baik, prevalensi
pastinya belum diketahui tetapi klinik tumor dan paru di rumah sakit merasakan benar
peningkatannya. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65 %), life time risk 1:13
dan pada wanita 1:20. Pada pria lebih besar prevalensinya disebabkan faktor merokok
yang lebih banyak pada pria. Insiden puncak kanker paru terjadi antara usia 55 – 65
tahun.
Akan tetapi dengan berkembangnya waktu, insiden diatas berubah, saat ini menurut
WHO terdapat 1,5 – 2 juta kasus baru tiap tahun, mendekati 1,1 jta orang meninggal
akibat kanker paru. Dan saat ini baik di Indonesia maupun Negara lain, tempat pertama
yang menempati tempat dalam kanker dengan kasus kematian terbanyam adalah Kanker
paru.
G. Tatalaksana
1. Kuratif
2. Suportif
3. Paliatif
- Mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman lainnya
- Menegaskan arti kehidupan dan memandang kematian sebagai suatu proses yang
normal;
- Tidak bertujuan untuk mempercepat ataupun menunda kematian;
- Memadukan aspek-aspek psikologi dan spirital dalam pengobatan pasien;
- Menawarkan dukungan untuk membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai saat
meninggalnya;
- Menawarkan dukungan untuk membantu keluarga pasien agar tabah selama pasien
sakit serta di saat-saat sedih dan kehilangan;
- Menggunakan pendekatan secara tim untuk menjawab kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk dukungan di saat-saat sedih dan kehilangan, jika diperlukan;
- Meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan pengaruh positif selama sakit;
- Dapat diterapkan sejak awal pengobatan penyakit, bersamaan dengan terapi-terapi
lain yang bertujuan untuk memperpanjang hidup misalnya kemoterapi atau terapi
radiasi, dan mencakup penyelidikan yang diperlukan untuk dapat memahami dan
menangani berbagai komplikasi klinis yang menyulitkan dengan lebih baik.
Pada umumnya, mayoritas pasien kanker sudah berada pada kanker stadium lanjut
saat pertama kali bertemu dengan profesional medis. Bagi mereka, satu-satunya
pilihan pengobatan yang realistis adalah penghilangan rasa sakit dan pengobatan
paliatif. Metode pendekatan yang efektif dalam pengobatan paliatif untuk
meningkatkan kualitas hidup para pasien kanker tersedia di sini.
Bedah6
Hanya dilakukan untuk KPKBSK staging I atau II atau untuk pengobatan paliatif
yaitu pada kondisi mengancam nyawa misalnya batuk darah masif, gawat napas yang
mengancam jiwa, atau nyeri hebat. Bedah yang dilakukan adalah dengan membuang 1
lobus paru (kadang lebih) tempat ditemukannya tumor dan juga membuang semua
kelenjar getah bening mediastinal. Diagnosis sebelum bedah mungkin saja akan
berubah setelah bedah. Hal itu terjadi karena keterbatasan alat bantu diagnosis atau
penyakit telah berkembang selama putusan bedah dilakukan. Akibatnya mungkin saja
setelah bedah pasien harus mendapat radiasi atau kemoterapi segera setelah luka
operasinya sembuh.
Pada kasus khusus misalnya dengan penyebaran kepala dan hanya ditemukan 1 tumor
di otak dan mengganggu kualitas hidup pasien dapat dilakukan pembuangan tumor di
kepala dengan bedah. Di Indonesia (Jakarta) telah dapat melakukan terapi tanpa
pembedahan di kepala dengan menggunakan cyber knife.
Bedah paliatif lain dilakukan oleh dokter bedah syaraf yaitu membuang tumor
metastasis yang berupa soliter nodule di otak dan menimbulkan gangguan kualitas
hidup penderita. Pilihan lain untuk tumor meta dikepala adalah menggunakan cyber
knife yang sudah dapat dilakukan beberapa senter di Indonesia.
Bedah adalah terapi lokal dan dapat terjadi stage pre-bedah (cTNM) berbeda dengan
diagnosis pasca-bedah. Jika terjadi perbedaan maka stage yang digunakan adalah
stage pasca-bedah (pTNM) dan pilihan terapi tergantung pada hasil akhir.
Beberapa jenis pembedahan yang mungkin digunakan untuk mengobati NSCLC,
antara lain:
- Pneumonectomy: seluruh paru-paru (kiri atau kanan) diangkat pada operasi ini
- Lobektomi: lobus paru-paru diangkat dalam operasi ini
- Segmen Resection: bagian dari suatu lobus diangkat dalam operasi ini
- Wedges Resection: bagian kecil dari paru diangkat
Tindakan pembedahan memiliki angka kegagalan (death rate) sekitar 4,4% yang
tergantung juga pada fungsi paru-paru pasien dan risiko lainnya.
Kadang pada kasus kanker paru stadium lanjut dimana banyaknya cairan
terkumpul pada rongga dada (pleural effusion), dokter perlu membuat suatu
lubang kecil pada dada untuk mengeluarkan cairan.
Efek samping pembedahan yang mungkin timbul sesudah operasi, antara lain
bronchitis kronis (terutama pada mantan perokok aktif).
Radioterapi
Radioterapi atau iradiasi diberikan pada staging III dan IV KPKBSK, dapat diberikan
tunggal untuk mengatasi masalah di paru (terapi lokal) atau gabungan dengan
kemoterapi. Pasien yang diputuskan akan mendapat radioterapi akan dirujuk dokter
spesialis paru ke dokter spesialis radioterapi dan akan kembali ke dokter semula jika
terapi tidak memberikan respons atau radioterpai telah selesai atau muncul efek
samping akibat radioterapi itu. Radioterapi dapat diberikan jika sistem homeostatik
(darah) baik yaitu
HB > 10 gr%
Leukosit > 4.000/dl
Trombosit > 100.000/dl
Dosis untuk kanker primer adalah 5.000 – 6.000 cGy dengan menggunakan COBALT
atau LINAC dengan cara pemberian 200 cGy/x/hari, 5 hari dalam seminggu.
Pemberian radiosensitiser dapat lebih meningkatkan respons irradiasi itu, misalnya
dengan memberikan obat anti-kanker karboplatin, golongan taxan, gemsitabine,
capecitabine dengan dosis sangat kecil sehingga tidak mempunyai efek sistemik.
Radioterapi dapat diberikan sendiri (radiotherapy only) atau kombinasi dengan
kemoterapi (konkuren, sekuensial atau alternating) meskipun sebagai konsekuensinya
toksisitas menjadi lebih banyak dan sangat mengganggu.
Evaluasi toksisitas harus dilakukan setiap setelah pemberian 5x, jika ditemukan
gangguan sistem hemostatik salah satu atau lebih :
HB <10 gr%
Leukosit < 3.000/dl
Trombosit < 100.000/dl
Maka pemberian radiasi harus dihentikan dulu dan dilakukan koreksi toksisitas itu
dan dapat segera dimulai jika sudah memenuhi syarat. Toksisitas non-hematologik
juga sering timbul dan yang sangat menganggu pasien adalah esopagitis, batuk akibat
pneumonitis radiasi atau fibrosis. Jika melebihi grade 3 WHO maka radiasi harus
dipertimbangkan untuk dihentikan.
Evaluasi renspons radiasi dilakukan setiap setelah pemberian 10x (1.000 cGy) dengan
foto toraks.
Respons komplit : tumor menghilang 100%, radiasi dapat dilanjutkan
sampai selesai
Respons sebagian/parsial : tumor mengecil < 90% tapi > 50%, radiasi
dapat dilanjutkan dan nilai kembali setelah 10x pemberian berikutnya.
Tumor menetap/stabil : tumor mengecil < 50% atau membesar <25%,
radiasi dapat diteruskan dengan evalauasi lebih ketat. Jika respons
subyektif memburuk atau bertambah radiasi harus di hentikan.
Progresif : tumor bertambah besar > 25% atau tumbuh tumor baru
maka radiasi harus dihentikan.
Pemberian radiasi untuk KPKSK harus diberikan setelah pasien mendapat kemoterapi
6 siklus.
Kemoterapi6
Kemoterapi adalah memberikan obat anti-kanker pada pasien dengan cara diinfuskan.
Pada kemoterapi diberikan lebih dari 1 jenis obat antikanker dan biasanya 2 macam,
tujuannya agar lebih banyak sel kanker yang dapat dibunuh dengan jalur yang
berbeda. Pemberian kemoterapi harus dilakukan di rumah sakit karena diberikan
dalam prosedur tertentu atau ptotokol yang berbeda tergantung pada jenis obat anti-
kanker yang digunakan.
Kemoterapi dapat diberikan pada semua jenis kanker paru dan tujuannya bukan hanya
membunuh sel kanker pada tumor primer tetapi juga mengejar sel kanker yang
menyebar di tempat lain. Kemoterapi adalah pilihan terapi untuk KPKSK dan
KPKBSK stage III/IV.
Pemberian kemoterapi memerlukan beberapa syarat antara lain kondisi umum pasien
baik yaitu masih dapat melakukan aktivitas sendiri, fungsi hati, fungsi ginjal dan
fungsi hemostatik (HB, jumlah sel darah putih atau lekosit dan jumlah trombosit
darah) harus baik. Kemoterapi dihitung dengan siklus pemberian yang dapat
dilakukan setiap 21 – 28 hari setiap siklusnya.
Efek samping kemoterapi kadang sangat mengganggu, misalnya rontoknya rambut
sampai dengan botak, mual muntah, semutan, mencret dan bahkan alergi. Efek
samping itu tidak sama waktu muncul dan berat ringannya pada setiap orang dan juga
tergantung pada jenis obat yang digunakan. Efek samping lain yang dapat menganggu
proses pemberian adalah gangguan fungsi hemostatik HB < 10 gr%. Leukosit <
3.000/dl atau trombosit < 100.000/dl. Efek samping dinilai sejak mulai kemoterapi I
diberikan. Efek samping yang berat dapat menghentikan jadwal pemberian, dokter
akan mengkoreksi efek samping yang muncul dengan memberikan obat dan tranfusi
darah jika diperlukan.
Evaluasi hasil kemoterapi dinilai minimal setelah 2 siklus pemberian (sebelum
kemoterapi III diberikan) yang dapat merupakan respons subyektif yaitu apkah BB
meningkat atau keluhan berkurang dan foto toraks untuk melihat kelainan di paru.
Evaluasi dengan menggunakan CT-scan toraks dilakukan setelah pemberian 3 siklus
(sebelum pemberian kemoterapi IV). Jika pada penelian tumor hilang (komplit
respons) mengecil sebagian (respons partial) atau tumor menetap tapi respons
subyektif baik maka kemoterapi dapat diterudskan sampai 4 – 6 siklus. Tetapi jika
pada evaluasi terjadi perburukan misalnya tumor membesar atau tumbuh tumor yang
baru, kemoterapi harus dihentikan dan diganti dengan jenis obat anti-kanker yang
lain.
Toksisitas kemoterapi
Evaluasi toksisitas non-hematologik segera setelah pemberian kemoterapi dimulai, toksisitas
itu dinilai tingat keparahannya berdasarkan skala toksisitas WHO sedangkan toksisitas
hematologik sebaiknya dilakukan setiap 1 minggu. Berat ringannya toksisitas akan
mempengaruhi jadwal pemberian kemoterapi berikutnya. Toksisitas non-hematologik yang
paling sering timbul
Mual dan muntah
Diare
Neuropati
Alopesia
Toksisitas hematologi grade III/IV harus segera dikoreksi untuk menghindarkan terjadinya
neutropenia fever yaitu demam pada pasien dengan neutrofil < 1.000/dl. Jadwal kemoterapi
akan tertunda jika ditemukan gangguan sistem hematopoitik
HB < 10 gr%
Leukosit < 3.000/dl
Trombosit < 100.000/dl
Jika setelah dilakukan koreksi nilai batas dapat dicapai maka kemoterapi dapat segera
diberikan. Jadwal kemoterapi sebaiknya jangan tertunda > 2 minggu.
Regimen kemoterapi
Kemoterapi untuk kanker paru minimal berupa regimen yang terdiri dari lebih dari 1 obat
anti-kanker dan diberikan dengan siklus 21 atau 28 hari setiap siklusnya. Kemoterapi untuk
KPKSK diberikan sampai 6 siklus dengan ”cisplatin based” regimen yang diberikan :
Sisplatin + etoposid
Sisplatin + irinotekan (CPT-11)
Pada keadaan tertentu sisplatin dapat digantikan dengan karboplatin dan
irinotekan digantikan dengan dosetaksel.
Kemoterapi untuk KPKBSK dapat 6 siklus (pada kasus tertentu diberikan sampai lebih dari 6
siklus) dengan ”platinum based” regimen yang diberikan sebagai terapi lini pertama (first
line) adalah :
Karboplatin/sisplatin + etoposid
Karboplatin/sisplatin + gemsitabin
Karboplatin/sisplatin + paklitaksel
Karboplatin/sisplatin + dosetaksel
Tampilan umum berdasarkan Skala karnofsky dan WHO
Skala Pengertian
90 – 100 0 dapat beraktifitas normal, tanpa keluhan yang menetap
70 - 80 1 dapat beraktifitas normal tetapi ada keluhan berhubungan dengan sakitnya
50 – 70 2 membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan aktifitas yang spesifik
30 – 50 3 sangat bergantung pada bantuan orang lain untuk aktifitas rutin
10 - 30 4 Tidak dapat bangkit dari tempat tidur
Tabel 2. Skala Karnofsky
Targeted therapy
Pada banyak kondisi pasien tidak dapat memenuhi syarat untuk dilakukan
pembedahan, radioterapi atau kemoterapi maka dapat ditawarkan pemberian obat
golongan baru dengan mekanisme kerja yang telah teruji dikenal dengan istilah
targeted therapy. Obat golongan ini diberikan 1x perhari dengan cara diminum.
Sampai saat ini anjuran penggunaan targeted therapy untuk kanker paru adalah
sebaiknya setelah kemoterapi diberikan kecuali pada kasus kasus pilihan terapi utama
tidak dapat dilakukan.
Targeted therapy adalah obat kanker yang menggunakan reseptor untuk membunuh
sel kanker, yang telah digunakan luas saat ini adalah obat yang bekerja sebagai TKI
(tirosin kinase inhibitor). Seperti erlotinib dan gefitinib, obat golongan ini lebih
sederhana cara pemberiannya dan ringan efek sampingnya, tetapi pemanfaatannya
sebagai terapi lini pertama (first line) masih perlu pembuktian lebih lanjut.
Penggunaan obat obat lain misal imunoterapi, herbal medicine, chinese traditional
medicine, dll masih dalam penelitian dan belum menjadi standar pengobatan kanker
paru.
Terapi lain
Dengan berbagai alasan banyak pasien kanker paru memilih obat alternatif yang
belum teruji dan bukan standar untuk pengobatan kanker paru. Jika diputuskan itu
pilihan pasien dan keluarga anjurannya adalah pasien tetap kontrol ke dokter spesialis
parunya agar dapat dipantau efek samping obat-obatan yang digunakan dan dapat
memutuskan kapan obat-obat alternatif itu tidak bermanfaat dan sebaiknya dihentikan.
H. Komplikasi
SINDROMA PARANEOPLASTIK
Sindroma Paraneoplastik adalah sekumpulan gejala yang bukan disebabkan oleh
tumornya sendiri, tetapi oleh zat-zat yang dihasilkan oleh kanker. Beberapa zat yang
dapat dihasilkan oleh tumor adalah hormon, sitokinese dan berbagai protein lainnya.
Zat-zat tersebut mempengaruhi organ atau jaringan melalui efek kimianya.
Bagaimana tepatnya kanker mengenai sisi yang jauh belum sepenuhnya dimengerti.
Beberapa kanker mengeluarkan zat ke dalam aliran darah yang merusak jaringan yang
jauh melalui suatu reaksi autoimun. Kanker lainnya mengeluarkan zat yang secara
langsung mempengaruhi fungsi dari organ yang berbeda atau merusak jaringan.
Bisa terjadi kadar gula darah yang rendah, diare dan tekanan darah tinggi.
Sering mengenai sistem saraf.
Beberapa efek dari Sindroma Paraneoplastik
Organ Yg
TerkenaEfek Kanker Penyebab
Otak, saraf &
ototKelainan neurologis, nyeri otot, kelemahan Kanker paru-paru
Darah & jaringan
pembentuk darah
Anemia, jumlah trombosit yg tinggi, jumlah sel darah
putih yg tinggi, pembekuan yg menyebar luas dalam
pembuluh darah, mudah memar, jumlah trombosit sedikit
Semua kanker
GinjalGlomerulonefritis membranous akibat adanya antibodi
dalam aliran darah
Kanker usus besar atau
indung telur, limfoma,
penyakit Hodgkin, leukemia
Tulang Ujung jari tangan membengkak (clubbing
Kanker paru-paru atau
kanker metastase dari
berbagai kanker
KulitSejumlah lesi kulit, sering berupa pewarnaan kulit (mis.
akantosis nigrikans)
Kanker saluran pencernaan
atau hati, limfoma,
melanoma
Seluruh tubuh Demam
Leukemia, limfoma,
penyakit Hodgkin, kanker
ginjal atau hati
Tabel 3. Sindrom paraneoplastik
Beberapa gejala dapat diobati secara langsung, tetapi untuk mengobati sindroma
paraneoplastik biasanya harus dilakukan pengendalian terhadap kanker penyebabnya.
KEDARURATAN KANKER
Yang termasuk ke dalam kedaruratan kanker adalah:
1. Tamponade jantung
Tamponade jantung adalah pengumpulan cairan di dalam kantong jantung (kantong
perikardium, kantong perikardial), yang menyebabkan penekanan terhadap jantung dan
kemampuan memompa jantung.
Pengumpulan cairan terjadi jika kanker menyusup ke dalam perikardium dan menyebabkan
terjadinya iritasi. Kanker yang paling mungkin menyusup ke dalam perikardium adalah
kanker paru-paru, payudara dan limfoma.
Tamponade jantung terjadi secara mendadak jika begitu banyak cairan terkumpul sehingga
jantung tidak dapat berdenyut secara normal. Sebelum timbulnya tamponade, penderita
biasanya merasakan nyeri samar-samar atau tekanan di dada , yang akan bertambah buruk
jika berbaring dan akan membaik jika duduk tegak.
Penderita mengalami gangguan pernafasan yang berat dan selama menghirup udara, vena-
vena di leher membengkak.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
- rontgen dada
- EKG
- ekokardiogram.
Untuk mengurangi penekanan, dimasukkan jarum ke dalam kantong perikardium dan cairan
dikeluarkan dengan bantuan alat suntik. Prosedur ini dinamakan perikardiosintesis. Contoh
cairan diperiksa dibawah mikroskop untuk melihat apakah cairan mengandung sel-sel kanker.
Selanjutnya dibuat sayatan pada perikardium untuk mencegah kambuhnya tamponade.
Pengobatan lainnya tergantung kepada jenis kanker yang terjadi.
2. Efusi pleura
Efusi pleura merupakan pengumpulan cairan di dalam kantong yang mengelilingi paru-paru
(kantong pleura), yang bisa menyebabkan sesak nafas. Pengumpulan cairan di kantong
pleura bisa disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah kanker.
Untuk mengeluarkan cairan, dimasukkan jarum suntik di antara tulang iga menuju ke
kantong pleura. Jika setelah prosedur ini cairan dengan cepat mulai terkumpul kembali, akan
dimasukkan selang melalui dinding dada menuju ke kantong pleura, yang akan tetap
terpasang disini sampai keadaan penderita membaik.
Zat kimia khusus bisa dimasukkan ke dalam kantong pleura untuk mengiritasi dindingnya
dan menyebabkan kedua lapisan kantong melekat satu sama lain.
Hal ini akan menghilangkan rongga dimana cairan terkumpul dan mengurangi kemungkinan
kambuhnya efusi pleura.
3. Sindroma vena kava superior
Sindroma vena kava superior terjadi jika kanker menyumbat sebagian atau seluruh vena-vena
(vena kava superior), yang mengalirkan darah dari tubuh bagian atas ke dalam jantung.
Penyumbatan vena kava superior menyebabkan vena-vena di dada bagian atas dan di leher
membengkak, sehingga terjadi pembengkakan di wajah, leher dan dada bagian atas.
4. Sindroma penekanan tulang belakang
Sindroma penekanan tulang belakang terjadi jika kanker menekan tulang belakang atau
saraf-saraf tulang belakang, dan menyebabkan nyeri serta hilangnya fungsi.
Semakin lama penderita mengalami kelainan neurologis, semakin kecil kemungkinan
kembalinya fungsi saraf yang normal. Biasanya pengobatan akan memberikan hasil yang
terbaik jika dilakukan dalam 12-24 jam setelah timbulnya gejala. Diberikan kortikosteroid
(misalnya prednison) intravena untuk mengurangi pembengkakan dan terapi penyinaran.
Meskipun jarang, jika penyebabnya tidak diketahui, pembedahan akan membantu diagnosis
yang tepat dan mengobati keadaan ini karena memungkinkan ahli bedah untuk mengurangi
tekanan pada korda spinalis.
5. Sindroma hiperkalemik.
Sindroma hiperkalemik terjadi jika kanker menghasilkan hormon yang akan meningkatkan
kadar kalsium darah atau hormon yang secara langsung mempengaruhi tulang. Penderita
mengalami kebingungan, yang bisa berlanjut menjadi koma dan menyebabkan kematian.
Berbagai macam obat dapat mengurangi kadar kalsium
I. Pencegahan
Penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari 80 % kanker paru berhubungan dengan
merokok. Berhenti merokok akan mengurangi dengan sangat berarti risiko seseorang
terkena kanker paru. Risiko pada bekas perokok lebih besar daripada orang-orang yang
tidak pernah merokok. Jadi cara utama untuk seseorang mengurangi risiko terkena kanker
paru adalah berhenti merokok.
Program berhenti merokok. Untuk bukan perokok, cara ini sepertinya hal yang mudah
tapi tidak untuk perokok. Bagaimanapun banyak perokok yang telah mencoba berhenti
merokok dan mengatakan usaha untuk berhenti merokok adalah hal luar biasa sulit.
Kecanduan nikotin pada perokok dapt disamakan dengan sakau pada pengguna heroin,
bahkan boleh jadi kadang kadang lebih keras lagi. Ini barangkali catatan kenapa banyak
sekali perokok berusaha untuk berhenti namun gagal. Seseorang perokok yang telah
berhasil berhenti 10 tahun lamanya berarti telah dapat menurunkan risiko 30 -50 persen
untuk terkena kanker paru.
Usaha pencegahan kanker yang lain dikenal dengan istilah kemopreventif
(Chemoprevention). Kemopreventif adalah penggunaan bahan alami, metode diet tertentu
dan zat kimia sintetis untuk mencegah perkembangan penyakit. Misalnya vitamin, diet,
dan terapi hormone. Banyak cara dan bahan yang sedang diuji cobakan dengan tujuan
bukan hanya mengurangi resiko kanker, tetapi juga untuk mengurangi kesempatan akan
berulangnya kanker (relaps).
Hasilnya uji coba kemopreventif masih belum terlalu mengembirakan berbeda dengan
program berhenti merokok yang secara nyata telah menurunkan jumlah penderita kanker
paru laki laki di Amerika karena meningkatnya jumlah orang yang berhenti merokok.
J. Prognosis
Angka hidup setelah 5 tahun 0-15%. Bergantung pada :
1.Stadium
2.Tipe tumor
3.Umur
4.Jenis terapi
Kesimpulan
Kanker adalah suatu penyakit neoplastik yang berakibat fatal. Untuk itu perlu diagnosis
dini dan penanganan yang tepat serta suatu dukungan moral.
Kanker paru sendiri terdiri dari beberapa jenis yaitu Karsinoma sel kecil dan karsinoma
Non sel kecil. Masing-masing memiliki cirri khas tersendiri dan keganasan yang berbeda.
Untuk menghindari kanker yang diperlukan adalah menghindari faktor resiko yang dapat
memperberat seperti polusi, diet. Selain itu pajanan-pajanan terhadap zat karsinogenik
lainnya lebih baik dihindari.
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;
2007.p.170-171.
2. DeVita VT Jr., Lawrence TS, Rosenberg SA, Hellman S. Cancer principles and
practice on oncology. In: Non small cell lung cancer and small cell lung cancer.
8thedition. Philadelphia: Wolters Kluwer – Lippincott Williams & Wilkins;
2008.p.896-966.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu
penuakit dalam. In: Tuberkulosis paru. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing;
2010.p.2230-2253.
4. McPhee SJ, Papadakis MA, Tierney LM. Current medical diagnosis and treatment. In:
Bronchogenic carcinoma. 47th edition. USA: McGraw-Hill Medical; 2008.p.1398-
1404.
5. Lung cancer. 05 October 2010. Diunduh dari
http://www.medicinenet.com/lung_cancer_pictures_slideshow/article.htm, 18 Juli
2011.
6. Kanker paru. 13 Juni 2006. Diunduh dari http://kankerparu.org/main/index.php?
option=com_content&task=view&id=17&Itemid=31, 18 juli 2011.
7. Hudoyo A. Bagaimana kanker terbentuk. Semijurnal Farmasi & Kedokteran Ethical
Digest. 2006;33:21-26.
8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. In: Tumor ganas paru. Edisi 6. Jakarta: EGC;
2005.p.843-849.
9. Underwood JCE, editor. General and systematic pathology. In: Respiratory tract. 4th
edition. USA: Churchill Livingston – Elsevier; 2005.p.352-358.
10. Bower M, Waxman J. Oncology lecture notes. In : Lung cancer. UK: Blackwell
Publishing; 2006.p.156-160.