busung lapar di lumbung padi nusa tenggara

10
BUSUNG LAPAR DI LUMBUNG PADI NUSA TENGGARA Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Bahasa Indonesia Oleh Nikko Adhitama NIS. 16475 SMA NEGERI 1 PATI 2009

Upload: nikko-adhitama

Post on 09-Jun-2015

3.367 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

busung lapar di lumbung padi nusa tenggara, penyebab dan cara penyelesaiannya

TRANSCRIPT

BUSUNG LAPAR DI LUMBUNG PADI NUSA TENGGARA

Makalah

Disusun untuk Memenuhi Tugas Bahasa Indonesia

Oleh

Nikko Adhitama NIS. 16475

SMA NEGERI 1 PATI

2009

��������������� ����

����������������������������������

������������������� �������������

������������������������������

��������������������������������

�����������������������������

���������������������������

�������������������������������

���������

!��������!�"�#�$������%&'(� ����

%)*+,-�*.,�

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia dengan predikatnya sebagai negara agraris memiliki

jutaan hektar lahan produktif. Lahan-lahan ini memproduksi berbagai macam

komoditas pangan vital bagi bangsa ini seperti beras, jagung, kedelai, gandum,

kacang-kacangan, dan lain-lain. Dari beberapa komoditas vital yang telah

disebutkan tadi, satu di antaranya merupakan komoditas pangan yang paling

utama, yaitu beras. “Lebih dari 90% rakyat Indonesia mengkonsumsi beras

dengan tingkat konsumsi �180 kg/tahun/kepala” (US Census Bureau,

International Data Base, 2008).

Pemerintah sebagai penyelenggara negara juga memahami betapa

pentingnya beras bagi rakyat Indonesia. Atas dasar itu, pemerintah senantiasa

berupaya untuk menjaga ketersediaan beras. Untuk mejamin ketersediaan

beras tersebut, maka diciptakanlah program Large Scale Farmers dan impor

untuk menutupi kekurangan.

Program ini berjalan baik hingga tercatat pada tahun 1984 Indonesia

mencapai kondisi swasembada beras dan dinilai mampu mandiri dalam

memenuhi kebutuhan beras atau mencapai ketahanan pangan. Kondisi ini

terulang lagi pada tahun 2008. Seperti kutipan berikut, “Departemen Pertanian

telah memastikan bahwa dalam tahun ini akan ada surplus beras sebesar 1,3

juta ton” (Djalal, 2008: 67).

Namun, prestasi yang diraih oleh bangsa ini menuai sejumlah ironi. Di

beberapa wilayah di Indonesia, busung lapar dan gizi buruk masih saja

ditemukan. Mulai dari daerah terpencil seperti di Nusa Tenggara Timur (NTT)

hingga di daerah sekitar ibukota seperti Banten dan Jogjakarta. Lebih ironis

lagi, sebagian besar penderita busung lapar adalah anak-anak dan balita.

Pemerintah Daerah setempat dan Departemen Kesehatan tampaknya

terlalu santai dalam menanggapi ironi ini, dan ini adalah malapetaka. Perlu

diperhatikan bahwa kasus busung lapar ini menyangkut nyawa generasi muda

penerus bangsa.

B. Rumusan Masalah

Lingkup permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai kasus

busung lapar . Pada makalah ini, objek yang difokuskan adalah kasus busung

lapar yang terjadi di wilayah NTT. Pertanyaannya adalah, “Apa penyebab dan

bagaimana cara menanggulangi kasus busung lapar yang terjadi khususnya di

Provinsi Nusa Tenggara Timur dan di Indonesia pada umumnya?

C. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah:

• Menyajikan bukti nyata bahwa adanya sebuah ironi dari negara

yang swasembada beras namun rakyatnya dilanda busung

lapar.

• Mengambil solusi yang tepat untuk menanggulagi kasus

busung lapar yang terjadi di Nusa Tenggara Timur dan

Indonesia.

D. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari makalah ini adalah agar dapat

ditemukannya solusi yang tepat bagi kasus penyakit busung lapar yang terjadi

di Nusa Tenggara Timur. Dan lebih dari itu, penulis juga berharap supaya

kasus serupa tidak akan terjadi lagi di masa yang akan datang.

BAB II

ISI

A. Landasan Teori

Menurut Wikipedia, Busung lapar (Bld: honger oedem) adalah sebuah

fenomena penyakit di Indonesia yang diakibatkan kekurangan protein kronis

pada anak yang sering disebabkan beberapa hal antara lain anak tidak cukup

mendapat makanan bergizi, anak tidak mendapat asupan gizi yang memadai,

atau anak mungkin menderita infeksi penyakit. “Busung lapar disebabkan cara

bersama atau salah satu dari simptoma Marasmus dan Kwashiorkor.”

(Syamsuri, 2004: 88).

Busung lapar tidak hanya terjadi di masa penjajahan. Namun, anak-

anak Indonesia justru menderita penyakit yang identik dengan kemiskinan ini

setelah 60 tahun lebih merdeka. Ironisnya, pemerintah malah menganggap

kasus ini adalah sebuah kecelakaan belaka. Seolah-olah penyakit ini terjadi

dalam waktu cepat dan mendadak. Padahal busung lapar bukanlah penyakit

kilat, tetapi terjadi secara perlahan dan dalam proses yang berkelanjutan.

Secara nasional, kasus busung lapar yang menyerang anak-anak

khususnya balita di Indonesia mencapai angka delapan persen. Berdasarkan

data Badan Pusat Statistik, jumlah anak usia 0-4 tahun mencapai 20,87 juta

pada tahun 2005. Artinya, jumlah balita yang menderita busung lapar saat ini

sekitar 1,67 juta jiwa. Fakta ini seperti noda hitam di tengah negara yang

dikatakan gemah ripah loh jinawi, sawahe jebar-jebar, parine lemu-lemu.

Di NTT, data Dinas Kesehatan setempat menunjukkan dari 512.407

balita per Juni 2008, sejumlah 84.887 anak mengalami masalah gizi.

Rinciannya, gizi kurang sebanyak 72.085 anak, gizi buruk sebanyak 12.680,

busung lapar sebanyak 112, dan meninggal dunia sebanyak 25 anak.

Padahal, anak yang kurang gizi akan menurun daya tahan tubuhnya,

sehingga mudah terkena penyakit infeksi, selanjutnya anak yang menderita

penyakit infeksi akan mengalami gangguan nafsu makan dan penyerapan zat-

zat gizi sehingga menyebabkan kurang gizi. Anak yang sering terkena infeksi

dan gizi kurang akan mengalami ganggguan tumbuh kembang yang akan

mempengaruhi tingkat kesehatan, kecerdasan dan produktivitas di masa

dewasa. Sebagaimana pernyataan berikut ini.

Abcdefg”Seseorang yang kurang makan (undernourished) adalah individu yang makanannya defisien akan kalori. Ketika jumlah kalori sangat berkurang dalam jangka waktu yang lama, tubuh mulai merombak proteinnya untuk menjadi bahan bakar, otot mulai mengecil, dan otak dapat menjadi defisien akan protein. Jika seseorang yang kurang makan masih bertahan hidup, beberapa kerusakan dalam tubuhnya kemungkinan tidak dapat dipulihkan.” (Campbell Jilid III: 21)

Tetangga Nusa Tenggara Timur, yaitu Nusa Tenggara Barat juga tak

luput dari masalah ini. Setiap tahun, sekitar 1500 balita tertimpa busung lapar

padahal provinsi yang terkenal dengan semboyan “Bumi Gogo Rancah” ini

merupakan lumbung padi.

B. Pembahasan

Kalau kita bicara tentang busung lapar, pasti tidak dapat dipisahkan

dengan kemiskinan. Namun, kemiskinan bukan satu-satunya faktor penyebab

terjadinya busung lapar ini. Banyak faktor yang mempengaruhi busung lapar

dan faktor tersebut saling berkaitan.

Secara langsung, pertama, anak kurang mendapat asupan gizi

seimbang dalam waktu cukup lama, dan kedua, anak menderita penyakit

infeksi. Anak yang sakit, asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh

secara optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat penyakit infeksi.

Secara tidak langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu tidak

cukupnya persediaan pangan di rumah tangga, pola asuh kurang memadai dan

sanitasi/kesehatan lingkungan kurang baik serta akses pelayanan kesehatan

terbatas.

Akar masalah tersebut berkaitan erat dengan rendahnya tingkat

pendidikan, tingkat pendapatan dan kemiskinan keluarga. Berdasarkan hasil

survei, faktor risiko penyebab gizi buruk di NTT adalah faktor sosial budaya

dan ketidaktahuan, rendahnya daya beli dan masih tingginya penyakit infeksi,

dan diperberat dengan adanya terjadinya kekeringan yang panjang.

Tindak korupsi juga menjadi salah satu faktor penyebab. Provinsi Nusa

Tengara Timur terkesan sepi dari kasus korupsi. Hal ini dikarenakan tidak ada

koruptor yang ditangkap. Kalaupun ada yang sampai ditangkap, mereka tidak

diproses ke pengadilan. Jaksa dan polisi hanya memberi kasus awal, lalu diam

sampai mereka pindah tugas atau pensiun.

Jadi, adakah tuyul yang mencuri dana rakyat Nusa Tenggara Timur?

Sungguh kontradiktif melihat kemiskinan yang menimpa warga NTT

dengan gaya hidup pejabat dan elit politik di sana. Sebagian besar warga

hidup di dalam gubug reyot yang hanya mampu memberi anak-anak mereka

bubur encer atau bubur campur jagung dua kali sehari. Sementara mereka

yang mengaku pelayan masyarakat beserta koleganya berkelimpahan harta.

Maka tidak mengherankan jika Provinsi Nusa Tenggara Timur sering

dipelesetkan merupakan akronim Nasib Tidak Tentu, Nanti Tuhan Tolong,

Negeri Tak Terang, Nasib Tetap Tersangka, Numpang Tanda Tangan, dan

Neraka Tetap Terbuka.

Selain masalah korupsi, busung lapar di NTT ini juga disebabkan

negara tidak dapat mengurus rakyatnya. Akibat dari kesalahan ini, maka

rakyat hidupnya selalu jauh dari sejahtera. Hal ini senada dengan pendapat

Robert L. Sassone (1994) “Kelaparan mencerminkan ketidaksanggupan

pemerintah dalam menghargai harkat dan martabat manusia dan kegagalan

pemerintah dalam mengadakan pangan secara merata.”

Sejak pelaksanaan otonomi daerah, sistem pemantauan tidak pernah

berfungsi. Pemerintah hanya terfokus pada masalah politik terutama

menyambut Pilkada dan masih lestarinya sistem Asal Bapak Senang (ABS).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kasus busung lapar yang terjadi di propinsi Nusa Tenggara Timur

menunjukkan bahwa masalah gizi, selain merupakan masalah kesehatan, juga

terkait dengan masalah kesejahteraan masyarakat (pendidikan, sosial ekonomi,

budaya dan politik). Di suatu kelompok masyarakat, anak balita merupakan

kelompok yang paling rawan terhadap terjadinya kekurangan gizi.

Kekurangan gizi dapat terjadi dari tingkat ringan sampai tingkat berat dan

terjadi secara perlahan-lahan dalam waktu cukup lama. Keadaan gizi atau

status gizi masyarakat menggambarkan tingkat kesehatan yang diakibatkan

oleh keseimbangan antara kebutuhan dan asupan zat-zat gizi yang dikonsumsi

seseorang.

Kekeringan, rendahnya SDM yang mengacu pada ketidaktahuan warga

akan pentingnya gizi, korupsi, dan kegagalan pemerintah dalam mengurus

distribusi pangan menjadi penyebab terjadinya busung lapar di NTT.

Gizi buruk yang terjadi di gudang beras seperti Indonesia seharusnya

tidak boleh terjadi. Ironis sekali negara berlabel agraris namun rakyatnya

kelaparan. Pemerintah berkewajiban untuk nenuntaskan masalah ini hingga

tuntas dan melakukan langkah-langkah antisipatif agar kejadian serupa tidak

terulang lagi dikemudian hari.

Adapun langkah-langkah yang mungkin direalisasikan adalah sebagai

berikut:

• Membentuk suatu tim yang bertanggung jawab dalam

keseluruhan proses pencegahan dan penanggulangan busung

lapar.

• Pemberdayaan keluarga untuk menerapkan perilaku sadar gizi,

yaitu:

� Menimbang berat badan secara teratur.

� Makan beraneka ragam setiap hari.

� Hanya memberikan ASI saja kepada bayi sejak lahir

sampai usia enam bulan, memberikan MPASI setelah

enam bulan, dan menyusui diteruskan sampai usia dua

tahun.

� Menggunakan garam beryodium.

� Memberikan suplemen gizi kepada anggota keluarga

yang membutuhkan.

• Puskesmas di barisan depan harus melakukan penyuluhan gizi

dan kesehatan lewat Posyandu, tokoh-tokoh masyarakat,

perkumpulan keagamaan, dan organisasi-organisasi potensial

lainnya.

• Memberikan bantuan beras dan memberikan makanan

pendamping ASI serta makanan tambahan kaya protein.

• Membangun instalasi-instalasi penampung air sebagai

cadangan air saat musim kering.

• Melakukan audit terhadap pejabat dan departemen-departemen

krusial terutama yang berhubungan langsung dengan

kesejahteraan rakyat.

• Mengucurkan dana khusus untuk perbaikan gizi masyarakat.

B. Saran

Agar langkah-langkah di atas dapat berjalan dengan efektif, maka

keterlibatan dan kerja sama masyarakat dengan pemerintah setempat sangat

dibutuhkan. Masyarakat hendaknya sadar akan pentingnya gizi dan mengikuti

apa yang disarankan pemerintah selama saran-saran itu baik dan benar.

Pemerintah, sebagai pelayan masyarakat, juga hendaknya melayani

masyarakat dengan sepenuh hati. Jangan menyalahgunakan wewenang dan

kekuasaan yang dipercayakan oleh rakyat karena pemerintah adalah orang-

orang yang dipilih oleh rakyat.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Ambon. Busung Lapar dan Problem RPPK. http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-Busung-Lapar -dan-Problem-RPPK/ diakses pada tanggal 17Januari 2009.

Anonim. Mobil Mewah Pejabat dan Rakyat Busung Lapar Hidup Berdampingan

di NTT. http://keadilansosial.wordpress.com/category/nusa-tenggara-timur.html/ diakses pada tanggal 18 Januari 2009.

Campbell, N.A., J.B. Reece & L.G. Mitchell. 2004. Biology 5th Edition. Jakarta:

Erlangga. Depkes. 2005. Perkembangan Penanggulangan Gizi Buruk di Indonesia Tahun

2005. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Djalal, Dino Patti. 2008. Pasti Bisa! Seni Memimpin ala SBY. Jakarta: Red &

White Publishing. Malau, Lefidus. Selamatkan Anak-Anak dari Busung Lapar!!!. http://www.prp-

indonesia.org/Selamatkan_Anak-anak_dari_Busung_Lapar.html/ diakses pada tanggal 17 Januari 2009.

Multatuli. 1972. Max Havelaar. Jakarta: Balai Pustaka. Inilah.Com. Ironi Busung Lapar. http://www.inilah.com/berita/selamat-pagi-

indonesia/2008/03/11/16668.../ diakses pada tanggal 17 Januari 2009. Pudjiatmoko. Tahun 2008 Indonesia Swasembada Beras.

http://atanitokyo.blogspot.com/2008/12/tahun-2008-indonesia-swasembada-beras/ diakses pada tanggal 17 Januari 2009.

Samsudin. Busung Lapar di Lumbung Padi.

http://www.pertaniansehat.or.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id40.../ diakses pada tanggal 18 Januari 2009.

Sassone, Robert L. 1994. Handbook on Population. California: R.L. Sassone. Syamsuri, Istamar. 2004. Sains Biologi SMP. Jakarta: Erlangga. Wikipedia. Beras. http://id.wikipedia.org/wiki/beras/ diakses pada tanggal 17

Januari 2009. Wikipedia. Busung Lapar. http://id.wikipedia.org/wiki/Busung_Lapar/ diakses

pada tanggal 17 Januari 2009.