bupati banyuwangi jadi tersangka korupsi

19

Click here to load reader

Upload: ali-akbar-hakim

Post on 23-Oct-2015

71 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

bupati banyuwangi jadi tersangka

TRANSCRIPT

Page 1: Bupati Banyuwangi Jadi Tersangka Korupsi

Bupati Banyuwangi Jadi Tersangka KorupsiJum'at, 29 Agustus 2008 | 14:31 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Kejaksaan Agung menetapkan Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Bandara Banyuwangi. Ratna ditengarai turut bertanggung jawab atas kerugian negara sekitar Rp 19,76 miliar.

"Dia meneruskan apa yang dilakukan bupati sebelumnya," ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy, Jumat (29/8), di kantornya, Jakarta. 

Kasus korupsi ini terkait dengan dugaan korupsi dalam pengadaan lahan lapangan terbang (lapter) Banyuwangi. Dan sebagai ketua pengadaan tanah, Ratna dituding turut terlibat dalam penggelembungan harga tanah tersebut. 

Sebelumnya, kejaksaan telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus ini. Salah satunya adalah bekas Bupati Banyuwangi Syamsul Hadi yang menjabat dari tahun 2002 hingga 2005. Pada kurun waktu tersebut, Kejaksaan Agung menuding Syamsul menggelembungkan harga tanah hingga merugikan negara sebesar Rp 21,23 miliar. Kerugian ini berlanjut pada periode 2006 sampai 2007 sebesar Rp 19,76 miliar. Sehingga, total kerugian negara dalam kasus itu mencapai Rp 40 miliar. 

Ratna yang menjabat sebagai Bupati Banyuwangi periode 2006 sampai 2007 pun kemudian dituding turut bertangung jawab. Menurut Marwan, Ratna ditetapkan sebagai tersangka sejak Kamis (28/8) lalu. Dengan demikian, jumlah tersangka kini menjadi delapan orang. 

Saksi Kasus Korupsi Bupati Banyuwangi Diperiksa Empat Jam Senin, 08 Maret 2010 | 17:01 WIBBesar Kecil Normal

TEMPO Interaktif, BANYUWANGI - Sejumlah pejabat dan mantan pejabat Banyuwangi yang dimintai keterangan sebagai saksi kasus korupsi pembebasan lahan Lapangan Terbang Blimbingsari, menjalani pemeriksaan sekitar empat jam.

Hingga jam 14.00, saksi yang telah diperiksa di antaranya Kepala bagian Bina Marga yang sebelumnya menjabat Kepala Bidang Fisik, Sarana dan Prasarana Bappekab Mujiono; Camat Giri yang juga bekas Camat Rogojampi Abdul Azis; serta bekas Kepala Dinas Perhubungan Bambang Wahyudi.

Kepada wartawan, Bambang Wahyudi menjelaskan, dirinya mendapat 10 pertanyaan dari jaksa

Page 2: Bupati Banyuwangi Jadi Tersangka Korupsi

seputar pembebasan lahan Lapter periode 2006-2007. "Pertanyaannya mereview pemeriksaan sebelumnya," kata Bambang yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini.

Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Mujiono, menolak menjawab pertanyaan wartawan. "Jangan tanya saya," kata dia sembari meninggalkan kantor Kejaksaan Banyuwangi.

Pemeriksaan dilakukan oleh tiga jaksa, terdiri dari dua jaksa dari Kejaksaan Agung dan satu jaksa dari Kejaksaan Banyuwangi.

Bupati Ratna menjadi Ketua Tim Pembebasan Lahan tahun 2006-2007. Saat itu, Tim menetapkan harga ganti rugi sebesar Rp 60 ribu per meter, tahun 2006, dan Rp 70 ribu per meter pada tahun 2007. Namun Kejagung menilai penetapan harga tidak prosedural karena tanpa melalui juru taksir, dan memakai perantara atau calo. Kerugiaan negara ditaksir mencapai Rp 19,76 miliar. IKA NINGTYAS.

Bupati Banyuwangi Digoyang Ribuan GuruIrul Hamdani - detikSurabaya

Foto: Irul Hamdani <a href='http://openx.detik.com/delivery/ck.php?n=aca95ca9&cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img src='http://openx.detik.com/delivery/avw.php?zoneid=159&cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&n=aca95ca9' border='0' alt='' /></a>

Banyuwangi - Ribuan guru yang tergabung dalam PGRI cabang Banyuwangi, kembali turun jalan. Unjuk rasa itu bentuk solidaritas bagi ketujuh rekan mereka yang dikenai sanksi oleh Bupati Banyuwangi, Ratna Ani Lestari.

Massa mulai berkumpul di Stadion Diponegoro jalan Jaksa Agung Soeprapto, pukul 14.00 WIB, Rabu (7/10/2009). Dengan pengawalan ketat aparat dari Polres Banyuwangi, ribuan guru tersebut long march sejauh satu kilometer menuju kantor Bupati Banyuwangi.

Namun polisi hanya memperbolehkan massa berunjukrasa sekitar 100 meter sebelah utara kantor

Page 3: Bupati Banyuwangi Jadi Tersangka Korupsi

bupati.

Dalam aksi kali ini, PGRI Banyuwangi menghadirkan Sekretaris PGRI Jawa Timur, Ichwan Sumadi dan pengacara dari Lembaga konsultasi dan bantuan hukum PGRI Jawa Timur, Suwandi.

Dalam orasinya, Ketua PGRI Banyuwangi, Husin Matamin menegaskan, ada 8 tuntutan yang harus dipenuhi Bupati Banyuwangi Ratna Lestari.

Tujuh tuntutan diantaranya terkait kesejahteraan guru. Yakni, realisasi uang makan Rp 10 ribu per hari, pengangkatan guru bantu, intensif guru honorer dan swasta, perlindungan hukum bagi guru tidak tetap serta kelancaran dana biaya operasional sekolah.

Sedangkan satu tuntutan lagi, yakni pencabutan sanksi terhadap 7 PNS guru. Ketujuh guru tersebut dikenai sanksi mulai dari pemecatan hingga penurunan pangkat dan jabatan. Mereka dianggap sebagai penggerak unjukrasa tanpa izin dari kepolisian pertengahan Agustus lalu.

Salah satu tuntutan dari aksi saat itu, mendesak Kejaksaan Agung untuk segera menahan Bupati Ratna atas kasus korupsi lapangan terbang Banyuwangi.

"Aksi guru dilindungi undang-undang, lantas kenapa mereka diberi sanksi," tegas Husin Matamin saat berorasi.

Hal senada juga disampaikan Ichwan Sumadi, sekretaris PGRI Jawa Timur. Ichwan dalam orasinya menegaskan, kesemua tuntutan itu wajib dipenuhi Bupati Ratna. Jika tidak, PGRI Jawa Timur akan memasukan permasalahan itu dalam agenda Konferensi PGRI Jawa Timur di Sukolilo, Surabaya, 11-13 Oktober mendatang.

"Tanggal 14 Oktober PGRI seluruh Jawa Timur siap untuk aksi solidaritas susulan di Banyuwangi," tegasnya.

Sayangnya, hingga unjukrasa berakhir sekitar pukul 16.00 WIB, ribuan guru tersebut tak ditemui Bupati Ratna. Pasalnya, yang bersangkutan sedang mengikuti ujian strata tiga di Universitas Brawijaya, Malang.

"Beliau sedang ujian strata tiga di Unibraw Malang," jelas Asisten Sosial Ekonomi Pemkab, Hadi Sucipto, saat ditemui wartawan di kawasan Kantor Bupati.(bdh/bdh)

<script language=JavaScript src="http://a.admaxserver.com/servlet/ajrotator/349218/0/vj?z=admaxasia2&dim=280733&pid=918cb7ec-d584-475f-8f1d-e03191dd03e1&asid=3ce4a3c7-b65c-48c7-accc-055e4c5e4ea1&abr=$scriptiniframe"></script><noscript><a

Page 4: Bupati Banyuwangi Jadi Tersangka Korupsi

href="http://a.admaxserver.com/servlet/ajrotator/349218/0/cc?z=admaxasia2&pid=918cb7ec-d584-475f-8f1d-e03191dd03e1&asid=3ce4a3c7-b65c-48c7-accc-055e4c5e4ea1"><img src="http://a.admaxserver.com/servlet/ajrotator/349218/0/vc?z=admaxasia2&dim=280733&pid=918cb7ec-d584-475f-8f1d-e03191dd03e1&asid=3ce4a3c7-b65c-48c7-accc-055e4c5e4ea1&abr=$imginiframe" width="300" height="250" border="0"></a></noscript>

Unjuk Rasa Guru di Banyuwangi Ricuh   Yuda Widyawarsa

Artikel Terkait

Mahasiswa "Merazia" Anggota DPRD Polman Jurnalis Makassar Kecam Kekerasan Terhadap Wartawan Warga Larantuka Tolak Intervensi KPU Pusat

23/02/2010 08:42Liputan6.com, Banyuwangi: Kericuhan mewarnai unjuk rasa ribuan guru yang tergabung dalam Persatuan Guru RI (PGRI) se-Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (22/2). Keributan dipicu karena para guru dilarang masuk Kantor Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari. Namun masa berusaha menerobos barikade kawat berduri.

Suasana sempat mereda setelah beberapa perwakilan guru dipersilakan masuk menemui Ratna. Tapi kericuhan kembali terjadi saat para guru berusaha menyusul rekan-rekannya yang sedang bernegosiasi. Dalam orasinya massa menuntut Ratna mencairkan tunjangan fungsional sebesar Rp 100 ribu per bulan serta pengangkatan guru-guru honorer menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

Sambil menunggu rekan-rekannya menemui Ratna, para guru di luar membakar ban dan berorasi

Page 5: Bupati Banyuwangi Jadi Tersangka Korupsi

mengecam bupati yang dianggap ingkar janji. Dalam aksinya, para guru gagal menemui Ratna yang sedang diperiksa Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi lapangan terbang

Guru Mogok, Dunia Pendidikan Banyuwangi Lumpuh24 Feb 2010

Koran Tempo Nasional

Di bawah kepemimpinan Bupati Ratna, Dunia pendidikan semakin terpuruk.BANYUWANGI - Sebagian besar guru di 24 kecamatan di Kabupaten Banyuwangi benar-benar membuktikan ancaman mereka mogok mengajar. Dari jumlah itu, guru di 20 kecamatan benar-benar melakukan aksi mogok. Adapun guru di empat kecamatan sisanya masih ada yang mengajar.

Pemogokan ini merupakan buntut dari demonstrasi yang mereka lakukan Senin lalu. Dalam aksi Senin itu, para guru sepakat mogok mengajar karena pemerintah Banyuwangi menolak mengabulkan tuntutan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), di antaranya segera mengangkat 3.000 guru honorer dan menganggarkan uang makan.

Bentuk pemogokan ini, ada guru yang meliburkan siswanya dan sebagian lagi memulangkan siswanya lebih awal.Di Kecamatan Licin, 23 sekolah dasar memulangkan siswanya pada pukul 09.00. Bambang Effendi, salah satu guru SDN Jelun 2, mengatakan, sejak pukul 07.00, para guru hanya melaksanakan tryout ujian nasional untuk kelasVI."Setelah itu, kami pulang," katanya kemarin.

Menurut Bambang, para guru kecewa karena, sejak Banyuwangi dipimpin Bupati Ratna Ani Lestari, insentif guru sebesar Rp 250 ribu per bulan selalu telat dicairkan. Pemulangan siswa lebih awal juga terjadi di SMAN 1 Glagah, Banyuwangi. Di sekolah ini, para guru memulangkan siswa kelas I dan kelas II lebih awal. "Gurunya mogok sampai tuntutan dikabulkan Bupati," kata Nur maha, siswa kelas II Bahkan di SDN Kalirejo, Kecamatan Kabat, para guru meliburkan siswanya. Sejak pagi suasana sekolah lengang.

Sekretaris PGRI Siswaji mengatakan, dari hasil pemantauan PGRI, sebagian kecil sekolah di empat kecamatan masih melakukan proses belajar-mengajar. Menurut dia, mogok mengajar sudah menjadi kesepakatan bersama yang harus didukung oleh guru lainnya.

Di bawah kepemimpinan Bupati Banyuwangi Ratna, kata dia, dunia pendidikan di Banyuwangi semakin terpuruk.

Page 6: Bupati Banyuwangi Jadi Tersangka Korupsi

Para guru akan bersedia mengajar kembali jika Kejaksaan Agung menahan Bupati Ratna, yang menjadi tersangka kasus korupsi pembebasan lahan Lapangan Terbang Blimbingsari sebesar Rp 19,76 miliar.

Kepala SMAN 1 Giri Mujiono mengatakan menolak mogok karena khawatir menelantarkan siswanya. Penolakan itu, kata dia, sudah disampaikan ke PGRI Banyuwangi."Guru-guru tetap berkomitmen menjaga profesionalitas," katanya.Sekretaris Kabupaten Banyuwangi Sukandi menyesalkan aksi mogok para guru itu. "Jangan sampai siswa ditelantarkan," katanya. Saat ini, kata dia, pemerintah Banyuwangi sedang mengkaji tuntutan yang diminta PGRI.

Ringkasan Artikel IniGuru Mogok, Dunia Pendidikan Banyuwangi Lumpuh. BANYUWANGI - Sebagian besar guru di 24 kecamatan di Kabupaten Banyuwangi benar-benar membuktikan ancaman mereka mogok mengajar. Dalam aksi Senin itu, para guru sepakat mogok mengajar karena pemerintah Banyuwangi menolak mengabulkan tuntutan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), di antaranya segera mengangkat 3.000 guru honorer dan menganggarkan uang makan. Menurut Bambang, para guru kecewa karena, sejak Banyuwangi dipimpin Bupati Ratna Ani Lestari, insentif guru sebesar Rp 250 ribu per bulan selalu telat dicairkan.

Radar Banyuwangi [ Jum'at, 11 September 2009 ] Suparmin Dkk Melawan  

Tidak Disiplin, Pemkab Banyuwangi Sanksi 58 PNS

17 Januari 2008 - 16:59 WIB

Hamsin

Banyuwangi - Inilah peringatan bagi Pegawai Negeri Sipil yang suka melanggar aturan. Melalui Sekreatris Daerah Banyuwangi, sedikitnya 58 PNS dikenai sanksi. Delapan PNS dipecat, sedangkan tujuh diantaranya dipecat secara tidak hormat.

Selain pemecatan, PNS lain dikenai sanksi dinon-jobkan, penundaan gaji, penurunan pangkat, serta skorsing. Sekretaris Daerah Kabupaten Banyuwangi (Sekdakab) Sukandi, membacakan hal ini saat apel pagi, Kamis (17/01).

Sayangnya Sekda Sukandi tidak menyebutkan nama ke-58 PNS yang masuk gerbong catatan hitam tersebut.

Menurut Sukandi, pelanggaran yang dilakukan PNS tersebut mulai dari kasus perselingkuhan, perjudian, perceraian hingga kasus narkoba. Sebelumnya berbagai laporan mengenai tingkah laku PNS ini sudah

Page 7: Bupati Banyuwangi Jadi Tersangka Korupsi

digodok oleh Badan Pengawas dan Badan kepegawaian Daerah Banyuwangi. "Langkah ini kami lakukan demi menegakkan disiplin PNS di lingkungan Pemkab Banyuwangi," Kata mantan Kepala Badan perencanaan Pembangunan Daerah Banyuwangi pada Radio VIS FM Banyuwangi.

Bupati Banyuwangi Belum Putuskan Cabut Pemecatan PNSJumat, 09 Okt 2009 21:17:26| Sospol | Dibaca 255 kali Banyuwangi - Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari belum memutuskan untuk mencabut surat keputusan sembilan PNS yang dikenai sanksi berupa pemecatan, penurunan pangkat dan mutasi karena terlibat dalam aksi demo (19/8) lalu.

"Saya belum bisa memastikan apakah akan mencabut sanksi terhadap para PNS atau tidak, jelasnya kami masih belum menggelar rapat terkait persoalan tuntutan PGRI," katanya saat diwawancarai wartawan usai menghadiri pelantikan pimpinan DPRD Banyuwangi, Jumat.

Ditanya menanggapi aksi demo ribuan guru, bupati mengaku tidak mengetahui persoalan tentang tuntuan demo para guru tersebut.

"Saya ketika itu masih berada di Malang untuk mengikuti ujian S-3 di Universitas Brawijaya Malang, karena ini menentukan nasib saya ke depan," katanya.

Sementara itu menanggapi pernyataan bupati, Ketua PGRI Banyuwangi, Husin Mattamin mengaku masih akan terus menunggu sikap dari pemkab.

Selain itu hingga kini pihaknya juga menunggu rekomendasi dari Kongres PGRI Jawa Timur yang akan digelar (11/10) di Asrama Haji Sukolilo apakah nanti akan menggelar aksi demo susulan atau memutuskan menggelar aksi demo mogok kerja.

"Kami masih menunggu itikad baik dari Bupati Ratna, hingga turunnya hasil rekomendasi Kongres PGRI Jawa Timur," katanya.

Aksi demo ribuan para guru kepada bupati itu dipicu kebijakan pemberian sanksi sembilan PNS berupa pemecatan, penurunan pangkat, dan mutasi karena dianggap menggerakkan demo ribuan guru 19 Agustus lalu tanpa izin dari kepolisian.

Salah satu tuntutan demo mendesak Kejaksaan Agung segera menahan Bupati Ratna yang menjadi tersangka kasus korupsi Bandara Banyuwangi.

Karena kebijakan pemberian sanksi itu dianggap tidak masuk akal, mereka menuntut kepada bupati untuk mencabut semua kebijakan tersebut.

Page 8: Bupati Banyuwangi Jadi Tersangka Korupsi

Tunjuk Kuasa Hukum, Hari Ini Ajukan Keberatan

BANYUWANGI - Delapan pegawai negeri sipil (PNS) yang mendapat saksi disiplin dari Pemkab Banyuwangi, benar-benar tidak keder. Sebaliknya, mereka malah melakukan perlawanan hukum terhadap kebijakan Bupati Ratna Ani Lestari itu.

Setelah mereka menerima SK pemecatan dan penurunan pangkat, delapan PNS yang terlibat aksi demo mendesak penahanan Bupati Ratna, langsung menunjuk dua kuasa hukum dari Kantor Bantuan Hukum Wahari Law Firm, Hartono dan Ribut Puryadi. Mereka diberi kuasa penuh, untuk melakukan perlawanan terhadap tindakan Bupati Ratna, yang dianggap sewenang-wenang itu. "Tindakan Ratna itu merupakan teror terhadap PNS dan birokrasi. Karena itu kita lawan," tegas Suparmin usai menandatangani kuasa hukum di kantor Wahari, kemarin (10/9).

Mereka merasa didzolimi dengan keputusan pemecatan dengan tidak hormat dan penurunan pangkat tersebut. Sebab, aksi yang dilakukan di depan kantor pemkab, itu merupakan amanat undang-undang (UU) untuk memberantas korupsi. "Lho orang yang menjalankan amanat UU, kok disanksi. Mestinya, yang melakukan korupsi itu harus segera dipenjara," sergah Suparmin.

Apa langkah pertama yang akan dilakukan kuasa hukum para PNS itu? Menurut Hartono, langkah pertama yang akan dilakukan tim kuasa hukumnya adalah melakukan perlawanan administrasi. Bentuknya, melayangkan surat keberataan terhadap pemberian sanksi tersebut. Surat keberatan itu direncanakan akan dikirimkan ke Bupati Ratna Jumat (11/9). "Dalam surat keberatan itu, tim kuasa hukum akan menyampaikan beberapa dasar hukum yang menyebabkan mereka keberatan terhadap sanksi yang diberikan Bupati Ratna itu," terangnya kemarin siang.

Salah satu keberatannya, ungkap Hartono, soal kewenangan Bupati Ratna menjatuhkan sanksi pemecatan dan penurunan pangkat. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) 30/1980 pasal 7 ayat (3) disebutkan, kewenangan menjatuhkan sanksi disiplin berat bagi PNS golongan IV/a ke bawah hanya dapat dijatuhkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atas usul gubernur kepala daerah. "Klien kami, pangkatnya III/d. Kewenangan memberikan sanksi disiplin ada pada mendagri," jelas pengacara asal Rogojampi itu.

Bupati Ratna sama sekali tidak memiliki kewenangan apapun untuk menjatuhkan sanksi berupa pemecatan tidak hormat kepada kliennya. Keluarnya SK pemecatan dan penurunan pangkat dari Bupati Ratna, sudah melampui kewenangan yang dimiliki seorang bupati. "Ini tindakan sewenang-wenang," tuding Hartono.

Ditambahkan, dasar pemecatan dalam SK yang dikeluarkan Bupati Ratna tertanggal 7 September 2009, itu tidak jelas. Dalam SK disebutkan, pemecatan itu dilakukan, karena kliennya melanggar pasal 2 ayat a, b, c, d, x, dan y, PP 30/1980. Dalam pasal 2 ayat a disebutkan, setiap PNS wajib setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, negara, dan pemerintah. Yang menjadi pertanyaan sekarang, apa bukti dan landasan bupati menuding kliennya tidak setia kepada Pancasila? Apakah kemudian ikut menggelar aksi demo pemberantasan korupsi, itu termasuk pelanggaran terhadap Pancasila dan UUD 1945. Padahal, menurut PP 17/2000 tentang peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi, setiap orang, kelompok, organisasi, ikut serta dalam pengawasan, memberikan informasi, membantu dalam percepatan pemberantasan korupsi. "Kalau memang

Page 9: Bupati Banyuwangi Jadi Tersangka Korupsi

klien kami tidak setia dengan Pancasila, harus dibuktikan dengan putusan pengadilan negeri," pintanya.

Hingga saat ini, lanjut Hartono, belum ada keputusan pengadilan, yang memvonis kliennya tidak setia kepada Pancasila. "Apa dasar bupati menggunakan pasal 2 ayat a sebagai dasar untuk menghukum klien kami?," sergahnya.

Kalau Bupati Ratna memecat kliennya atas dasar melanggar pasal 2 ayat a, lanjut dia, berarti sama dengan menuduh kliennya tidak bersih lingkungan alias terlibat organisasi terlarang. Selain itu, menuduh melakukan pemberontakan, merongrong wibawa negara dan pemerintahan yang sah, tapi tanpa bukti bukti hukum. "Menuduh tanpa bukti kan pencemaran nama baik," tukasnya.

Selain upaya perlawanan administrasi, Suparmin juga melaporkan Kepala Inspektorat dan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dispendikpora) ke polisi. Pihak-pihak itu dituduh melakukan pencemaran nama baik. Laporan tersebut dilakukan, karena kedua pejabat tersebut melakukan pelanggaran PP 30/2008. Mestinya, surat panggilan terhadap seorang PNS dilakukan dengan cara sangat rahasia. Namun, yang dilakukan kepala inspektorat dan Dispendikpora, justru mengirimkan surat panggilan secara terbuka lewat faximili di sebuah radio swasta di Purwoharjo. "Saya ini bawahan camat, kenapa dinas pendidikan yang memanggil kami," kata Suparmin heran.

Sejatinya, tambah Suparmin, surat itu dikirimkan ke kantor kecamatan atau langsung kepadanya. Sebab, surat panggilan itu bersifat rahasia dan tidak boleh dipublikasikan. "Saya tidak menolak diperiksa, saya keberatan diperiksa karena proses pemanggilannya melanggar aturan hukum," tandasnya.

Sementara itu, pencopotan Suparmin dari kasi monitoring dan evaluasi pendidikan sekaligus pemecatan dari PNS, tampaknya menjadi keputusan bulat Ratna. Hal tersebut disampaikan Asisten Pemerintahan Pemkab Setyo Harsono, yang didampingi Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD) Slamet Karyono di ruang Humas Pemkab Banyuwangi, kemarin.

Setyo menegaskan, keputusan memberhentikan Suparmin sudah bulat. Yang mendasari keputusan tersebut, sebut dia, Suparmin pernah melakukan dua kali pelanggaran. Pertama terkena sanksi penurunan pangkat dan kedua pencopotan jabatan. ''Ini sudah kali ketiga, yakni diberhentikan dengan tidak hormat,'' katanya.

Dia menambahkan, dalam surat yang ditandatangani Suparmin waktu melakukan dua pelanggaran tersebut, dia berjanji tidak akan mengulangi lagi. Namun, saat ini dia kembali mengulangi dengan berdemo dan membuat perlawanan dengan menggebrak meja sewaktu berada di kantor inspektorat. Sebagai seorang PNS, dia sebenarnya bisa menyampaikan aspirasi secara lisan atau tertulis. Tidak dengan bersikap seperti itu. "Pertimbangan pemecatan ini sudah diproses dan difikirkan dengan sebaik-baiknya. Dan pemecatan ini sepenuhnya adalah kewenangan bupati," tandasnya.

Slamet Kariyono menambahkan, pemecatan Suparmin itu memang kewenangan bupati. Karena, pangkat jabatan Suparmin adalah III/d. Sedangkan, pangkat jabatan golongan IVa dan IV/b

Page 10: Bupati Banyuwangi Jadi Tersangka Korupsi

merupakan kewenangan gubernur dan golongan IV/c ke atas adalah kewenangan presiden.

Kariyono mengakui, Suparmin diberi waktu selama 15 hari untuk mengajukan keberatan. Nantinya, pengajuan tersebut akan ditindaklanjuti oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek) Jakarta. Setelah ada surat pengajuan keberatan, Bapek akan melakukan investigasi dan menentukan, apakah bisa meneruskan kembali sebagai PNS atau tidak. Hingga kemarin, beber dia, belum ada surat pengajuan keberatan dari Suparmin. Padahal, SK pemberhentian tersebut terhitung sejak 7 September 2009 . Semestinya penyerahan SK tersebut harus ada tanda tangan dari yang bersangkutan. Namun, Suparmin tidak menandatangani. "Setelah 30 hari SK diserahkan, maka sejak hari itu juga SK berlaku," pesannya.

Bagaimana dengan dana pensiun Suparmin? Kariyono menegaskan, sejak diberhentikan, maka yang bersangkutan tidak menerima uang pensiun.

Sementara itu, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Cabang Banyuwangi Husin Matamin menegaskan, pihaknya akan bertanggung jawab atas pemecatan Suparmin dan melakukan perlindungan. Karena, Suparmin merupakan anggota resmi dari PGRI dan memiliki kartu anggota. ''PGRI akan menindaklanjuti kepada proses hukum,'' janjinya kemarin.

Hari ini (11/9), Husin akan melayangkan surat pengajuan keberatan terhadap keputusan Bupati memecat Suparmin. Termasuk keberatan penurunan pangkat bagi tujuh PNS lainnya. "Surat pengajuan keberatan ini, nantinya akan disampaikan juga kepada BKN dan Sekneg," janjinya lagi.

Dikatakan, apa yang dikatakan inspektorat bahwa PGRI tidak mau diperiksa, itu fitnah. Padahal, PGRI sudah menunggu mulai pukul 09.00 hingga pukul 11.00 di kantor inspektorat. Diakui, waktu itu yang melakukan pemeriksaan lebih rendah pangkatnya dari yang diperiksa. ''Bupati terlalu gegabah dalam mengambil keputusan ini dan bupati tidak paham peraturan perundang-undangan,'' sesalnya.

Husin menambahkan, demo yang dilakukan PGRI, itu sudah mendapatkan persetujuan dari polres. Saat itu, PGRI bergabung dengan Komunitas Rakyat Peduli Keadilan, sehingga demo yang bertujuan sama, itu lebih efektif dan efisien. Kalau demo waktu itu tidak diijinkan oleh polres, kata dia, pasti sudah dibubarkan secara paksa. "Dan waktu itu, PGRI demo sudah sesuai prosedur yang ada, yakni tidak arogan dan tidak anarkis," suluknya.

Seperti diberitakan, gara-gara melakukan aksi unjuk rasa mendesak kasus korupsi Bupati Ratna diusut dan segera ditahan, tujuh PNS disanksi tegas. Selain Suparmin yang dipecat tanpa ampun, tujuh PNS lainnya disanksi penurunan pangkat. Mereka adalah Sekretaris PGRI Siswaji, guru SMAN 1 Glagah. Dia diturunkan pangkatnya dari IV/b menjadi IV/a.

Ririn Indpriastuti diturunkan dari pangkat IV/a menjadi III/d. Dia juga dilengserkan dari kepala SDN I Kenjo, Kecamatan Glagah. Ririn ditugaskan menjadi guru biasa di salah satu SDN di Kelurahan Gombengsari, Kecamatan Kalipuro.

Kasek SDN 1 Purwoagung, Kecamatan Tegaldlimo, Hardoko ikut diturunkan pangkatnya dari

Page 11: Bupati Banyuwangi Jadi Tersangka Korupsi

IV/a menjadi III/d. Dia dimutasi menjadi guru biasa di SDN 3 Grajagan. Muhammad Rifai, guru SMAN 2 Genteng, juga dilorot pangkatnya dari IV/a menjadi III/d. Salah seorang penilik, Sunaryo juga mendapat sanksi sama. Dia diturunkan pangkatnya dari III/d menjadi III/c.

Sedangkan Ketua PGRI Husin Matamin dicopot dari jabatan fungsional guru menjadi staf di Kantor Perpustakaan dan Dokumentasi Daerah. Sebelumnya, Husin baru dimutasi menjadi tenaga fungsional di SMKN 1 Wongsorejo. Staf Dinas Kehutanan, Pertanian, dan Peternakan Moch. Sarbini Sahwan juga diturunkan dari pangkat III/d menjadi III/c.

Rabu (9/9) lalu, demo mendesak Bupati Ratna segera ditahan kembali dilakukan. Forum Lintas LSM Banyuwangi dan beberapa tokoh masyarakat mendatangi kejaksaan untuk mendesak Ratna diadili.Walau jumlah massa yang datang tidak sebanyak demo sebelumnya, mereka tetap bersuara lantang. Kejaksaan diminta bertindak cepat mengusut Ratna. Mereka berorasi di depan kantor kejari dan menyerukan penegak hukum tidak takut mengadili Ratna.

Selama ini, tuding mereka, kejagung hanya memberikan janji-janji tanpa bukti konkrit. Kejagung selalu berdalih menunggu izin dari presiden. Namun, izin yang ditunggu-tunggu tak kunjung keluar. "Benarkah kejagung sudah mengajukan izin? Jangan-jangan hanya bohongi rakyat!," teriak Husaini, koordinator aksi, Rabu siang.

Kejari dituntut bersikap adil dan proaktif untuk menyeret Ratna ke meja hijau. Mereka menuding kejagung diskriminatif dalam penanganan kasus pengadaan lahan lapangan terbang Banyuwangi. "Yang satu diadili, namun yang ratunya dilindungi. Mana keadilan hukum?," protes Husaini.

Beberapa orang demonstran itu sempat beradu mulut dengan beberapa polisi yang berjaga-jaga di depan kejari. Mereka ngotot hendak masuk ke kantor kejari. Namun tidak lama kemudian, Kasi Pidsus Kejari Banyuwangi Ketut Saudiartha menemui para pendemo. Sama seperti alasan sebelumnya, kejari berdalih tidak ikut dilibatkan dalam penanganan kasus Bupati Ratna. Proses penyidikan bupati dilakukan langsung oleh kejagung. Setelah ditemui kasi pidsus, para pendemo meninggalkan kejari. (afi/lla/irw)

Menimbang (Kembali) Aksi Pelengseran Bupati Banyuwangi

Kursi Bupati Banyuwangi kembali ‘digoyang’. Kali ini bergoyangnya kursi Bupati Ratna Ani Lestari akibat demonstrasi yang dilakukan PNS Pemkab Banyuwangi yang dipimpin oleh Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Sudjiharto.

Gerakan perlawanan tersebut berawal kebijakan Bupati Ani yang memberhentikan sekkab dan membatalkan kenaikan pangkat beberapa PNS yang dianggap bermasalah. Menurut bupati, Sekkab telah melakukan tindak pidana karena menaikkan pangkat PNS tanpa prosedur dan persyaratan yang benar. Sementara sekda beranggapan bahwa sebagai ketua Baperjakat ia berhak untuk mempromosikan pejabat yang diangap berprestasi. (Kompas, 23/1).Konflik yang dipicu oleh kebijakan mutasi memang tidak hanya terjadi di Banyuwangi saja. Di Temanggung, Bupati Totok Arie Prabowo (waktu itu) tidak bisa menjalankan pemerintahan

Page 12: Bupati Banyuwangi Jadi Tersangka Korupsi

dengan efektif karena kantornya diduduki para pegawai yang menentangnya. Pemicunya, sama, yaitu kebijakan mutasi pejabat yang dilakukan Totok Arie Prabowo. Para pegawai merasa dirugikan oleh pengangkatan dan pemindahan pegawai yang diambil bupati. Demikian pula Bupati Bolaang Mongondow Marlina Moha Siahaan didemo pegawainya pada April 2005 lalu. Di Kabupaten Kampar, demonstrasi guru berminggu-minggu mampu menggulung bupati dari kursinya. (Media Indonesia, 24/1).Adalah hak semua orang di negara demokratis untuk berdemonstrasi dan menyatakan pendapat. Juga pegawai negeri. Namun persoalannya tentu bukan pada aspek boleh dan tidak boleh, namun juga harus mempertimbangkan aspek pelayanan masyarakat. Artinya, sungguh tidak bijaksana kalau aksi tersebut justru malah mengorbankan aspek pelayanan kepada masyarakat. Jadi, dari sisi kepatutan, PNS tidak patut mogok kerja dan bupati tidak patut berbuat seenaknya dalam soal kepegawaian. Seorang bupati yang tidak mampu meyakinkan pegawainya untuk tidak mogok dan berdemonstrasi, dia harus dinilai gagal. Walaupun tidak patut juga bupati semacam itu dipecat, apalagi dipecat hanya karena demonstrasi. Persoalan KlasikPermasalahan di Banyuwangi sebenarnya juga menjadi permasalahan di berbagai daerah. Mengatur hubungan sekda dan kepala daerah seringkali menemui kendala apalagi kalau terjadi ketidakcocokan di antara pribadi sekda dan bupatinya. Masing-masing pihak tidak memiliki otoritas yang kuat sehingga akhirnya terjadi hubungan semu yang dampaknya merugikan banyak pihak. Problem ini pernah terjadi di Surabaya dan banyak daerah, meski sebagian berhasil mengatasinya. Salah satu harus mengalah. Biasanya sekda yang ‘baik’ cenderung membiarkan dan mengamini saja keinginan kepala daerah meski itu sebenarnya merampas otoritasnya.Hal-hal kecil dan dapat menuai konflik adalah apabila muncul kepentingan pribadi di sana. Misalnya sekda ingin menempatkan seseorang pada posisi tertentu sambil menaikkan pangkatnya, namun di saat yang sama bupati juga berminat memosisikan orang lain pada tempat yang sama. Meski dalam hal ini kekuasaan itu ada pada sekda, namun sekda juga harus mempertimbangkan hubungannya dengan bupati. Apabila ia bersikeras menolak, maka posisi sekda sendiri akan terancam. Bupati bisa saja kemudian mencari alasan lain untuk menyingkirkan sekda. Sebaliknya ada juga sekda yang sok kuasa dan mengambil kesempatan itu untuk ‘memperdagangkan’ pangkat dan jabatan. Adalah wajar pula kalau kepala daerah segera memperingatkannnya dan mengambil tindakan. Tetapi yang banyak terjadi adalah sekda dan bupati membagi tugas; untuk jabatan eselon III dan II menjadi ‘wilayah’ bupati, sementara di bawahnya menjadi ‘wilayah’ sekda. Namun tidak jarang sang kepala daerah ingin menguasai semua untuk mengatur dan menentukan pangkat mulai dari yang paling atas sampai ke tukang sapu. Kesekarahan seperti inilah yang dapat memicu pertikaian. Memahami peraturan yang ada seringkali tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Meski sekda mendapat otoritas penuh dalam mengendalikan anggaran dan promosi PNS, ia tidak bisa leluasa. Di atasnya masih ada kepala daerah yang terus mengevaluasi kinerja dan kesetiaannya. Apabila diketahui bahwa sekda bermain sendiri apalagi dengan tujuan memperkaya diri maka kepala daerah sebagai pejabat politik wajib memberi peringatan atau mengusulkan kepada gubernur agar sekda diganti. Sayangnya sistem pengawasan melekat yang diatur oleh undang-udang ini tidak berlaku lagi apabila masing-masing pihak punya kepentingan sendiri. Masing-masing berupaya untuk mengintervensi kekuasaan orang lain sehingga ada pihak yang merasa dilecehkan.

Page 13: Bupati Banyuwangi Jadi Tersangka Korupsi

Andaikan saja bahwa sekda bisa bekerja profesional. Ia melakukan evaluasi terhadap kinerja pejabat di bawahnya dengan adil  barulah kemudian melakukan mutasi atau promosi. Sepanjang itu dilakukan secara transparan maka kepala dearah yang bijak pasti akan mendukungnya. Ada banyak faktor yang bisa membuat sebuah tim kuat, antara lain adalah kesetiaan dan loyalitas yang ukurannya tidak lagi objektif. Seorang kepala daerah merasa tidak mungkin mempromosikan seorang pejabat yang cerdas dan rajin apabila ia seringkali menerobos wilayah kekuasaan atasannya. Pada akhirnya konflik antara sekda dan kepala daerah sangat bergantung dari banyak hal. Konflik kepentingan ini bisa ditipiskan apabila kedua belah pihak mau bertindak transparan, jujur, dan adil. Bisakah?

Menebak Arah BolaHampir bisa dipastikan, gejolak di Pemkab Banyuwangi tersebut akan merembet pada persoalan yang lebih besar yakni persolan politik. Terbukti setelah aksi demonstrasi PNS, segera disusul aksi demonstrasi masyarakat yang melibatkan ulama yang meminta Bupati Ratna Ani Lestari untuk mundur (Surya, 25/1).Minimnya modal politik Bupati Ani Lestari saat merengkuh kekuasan di Banyuwangi –karena diberangkatkan dari partai gurem/non parlemen– membuat secara formal posisi politik bupati sangat lemah. Imbasnya, isu apa pun yang bergulir bisa dimanfaatkan menjadi amunisi bagi lawan-lawan politiknya.Perlawanan terhadap kepemimpinan Bupati Ani ini memang mengingatkan kembali pada perlawanan politik yang dilakukan DPRD setempat. Sebelumnya istri Bupati Jembrana ini terlibat sengketa panjang dengan DPRD, tahun lalu, karena kebijakannya yang dinilai tidak bisa diterima akal sehat. Salah satu kebijakan yang dianggap bernuansa SARA adalah ‘pelarangan’ terhadap kegiatan istigotsah. Kebijakan kontroversi tersebut selanjutnya dijadikan modal oleh DPRD Banyuwangi untuk melengserkan Bupati Ani. Namuan langkah DPRD untuk menjatuhkan Ratna Ani kandas di Depdagri yang memegang teguh amanat UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Yakni menolak argumentasi penolakan laporan menolak pertanggungjawaban bupati sebagai alasan pelengseran. Dan tampaknya para musuh politik Bupati Ratna kembali menemukan dalih baru untuk menggoyang kepemimpinannya.Dalam kondisi seperti itu, maka kita tentu berharap agar semua pihak bisa menahan diri untuk tidak menyeret kasus ini pada ranah politik. Biarlah persoalan tersebut diselesaikan pada wilayahnya sendiri. Kalau memang benar sekkab dan kawan-kawannya melakukan pelanggaran dalam proses pengangkatan jabatan, maka biarlah itu yang menentukan adalah instasnui yang berwenang dalam hal ini adalah Badan Kepegawaian Nasional (BKN). Pengembalian pada porsinya ini diharapkan agar tidak muncul opini bahwa kasus tersebut merupakan limbah politik dari perseteruan latens eksekutif dan legislatif di Banyuwangi. Sebab kalau itu dibiarkan sejatinya yang dirugikan adalah masyarakat Banyuwangi. Singkatnya, marilah semua pihak terus berupaya untuk melakukan langkah-langkah yang kondusif untuk membangun Banyuwangi. Janganlah karena faktor kepentingan politik, justru malah mengorbankan kepentingan rakyatnya. Bagi kalangan tokoh masyarkat dan ulama hendaknya tidak mudah terseret oleh kepentingan politik yang ada. Wallahu’alam Bhis-shawwab

Wahyu Kuncoro SNKolumnis dan Praktisi Media