bulpen: manajemen birokrasi belum memuaskan

12

Upload: lpmpendapa-tamansiswa

Post on 28-Mar-2016

250 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Buletin PENDAPA: Manajemen Birokrasi Belum Memuaskan

TRANSCRIPT

Page 1: BULPEN: Manajemen Birokrasi Belum Memuaskan
Page 2: BULPEN: Manajemen Birokrasi Belum Memuaskan

Dosen Profesional ?

Toilet Butuh Perhatian Lebih

Kurangnya Rasa Kepedulian

Bagi seorang dosen, sudah menjadi tugasnya untuk mengajar sesuai jadwal dan tepat waktu. Namun, masih saja ada dosen yang mengajar tidak tepat

waktu. “Saya kalau mengajar pagi tidak bisa soalnya masih mengurusi rumah”, dalih seorang dosen ketika terlambat mengajar pada jam pertama. Wah, apa itu dosen profesional?

LSMahasiswa Pend. Matematika

Mungkin sebagian mahasiswa di UST rasa kepedulian terhadap sesama sangat kurang. Setiap manusia pasti ada rasa egois tapi kita bisa

meminimalisir keegoisan itu dengan ikut bersosialisasi dan tidak lupa menggunakan salam dan bahagia!

HD Mahasiswa Pend.Matematika

Tolong pihak yang berwenang toilet digedung A lantai atas segera diberi dan dipasang lampu, agar toilet yang masih gelap bisa lebih terang berfungsi

sewajarnya. Tidak hanya gelap toilet-toilet yang pernah saya masuki hampir semua kotor dan bau.

Untuk cleaning service, mohon dibersihkan ya? Sebaiknya ada gambar atau tulisan yang menunjukkan toilet untuk pria/wanita agar tidak terusiknya rasa privasi.

EIMahasiswa Pend. Matematika

Saya melihat kalau diperpustakaan pada jam 12.00-13.00 ditutup. Saya tidak mengerti mengapa harus ditutup. Sedangkan kami sebagai mahasiswa butuh untuk

membaca dan belajar di perpustakaan. Saya sangat terganggu ketika baru sampai di perpustakaan dan baru membaca selama 30 menit langsung diminta untuk keluar ruangan. Hal ini membuat saya tidak semangat untuk ke perpustakaan karena nantinya juga akan diminta keluar. Padahal di kampus lain yang saya lihat tidak seperti ini. Kenapa disini seperti ini? Kenapa kami tidak dibiarkan di dalam saja. Silahkan saja jika penjaga perpustakaan mau istirahat, tapi mahasiswanya jangan diistirahatkan juga.

I.KPendidikan Matematika

Perpustakaan diistirahatkan?

Apakah tidak lebih baik jika sistem informasi di kampus ini diperbaiki menggunakan sistem on-line. Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa dapat

mengakses nilai atau pengumuman lebih cepat dan mudah. Website UST pun tidak dapat berfungsi sebagaimana mesti-nya, karena operator tidak pernah memberikan informasi terbaru seputar kampus. Diharapkan hal-hal tersebut diper-hatikan.

Website Belum Berfungsi Optimal

Viekha YulianaMahasiswa Pend. Bhs. Inggris

2 Edisi III, Mei 2011

Page 3: BULPEN: Manajemen Birokrasi Belum Memuaskan

Membuka Tabir Management Birokrasi

Seminggu sebelum masa kuliah semester genap yang bertepatan dengan masa registrasi, loket pembayaran disetiap Fakultas Universitas Sarjanawiyata

Tamansiswa ( UST) penuh sesak. Para mahasiswa berjejal ingin segera mendapatkan kesempatan untuk registrasi. Minimnya kesadaran kita untuk mengantri menambah keadaan itu menjadi semakin tak nyaman. Namun jika kampus kita ini memiliki pelayanan optimal, sarana yang mendukung seperti komputer, dan metode yang lebih sesuai dalam mengatur proses registrasi maka akan lebih terasa efektif dan efisisen. Sebagaimana universitas lainnya, mereka sudah menerapkan sistem registrasi online. Sehingga akan memudahakan mahasiswa kampus bersangkutan dalam registrasi meski masa liburan.

UST yang merupakan salah satu kampus tertua di Yogyakarta, bukan berarti harus menggunakan cara konvensional dalam memanajemen pelayanannya. Untuk itu pada Bulpen edisi III ini kami mencoba menghadirkan tema yang mengacu pada manajemen birokrasi, maka dari itu kita akan memahami bagaimanakah sistem birokrasi yang ada di UST selama ini? Adakah tindakan untuk memperbaiki sistem birokarsi yang ada saat ini? Kritik dan saran dari kawan-kawan selalu kami harapkan demi terciptanya edisi berikutnya yang lebih baik. Terimakasih dan selamat membaca.[B]

Diterbitkan Oleh:LPM PENDAPA TAMANSISWA

Universitas Sarjanawiyata TamansiswaPelindung

Prof. Dr. Djohar, M.S.Penasehat

Drs. Tjiptono, M.Pd.Pemimpin UmumSyarifatur RahmaSekretaris Umum

WayahdiBendahara Umum

WulandariPemimpin Redaksi

Wulandari SetyaningrumKoordinator BuletinGaluh Kurniatri (NA)

Koordinator Bulpen MagangTaofiq Tri YudhantoSekretaris Bulpen

Yutin MulyanaBendahara Bulpen

ErnawatiReporter

Resti Hardini, Taofiq Tri Yudhanto, Endang Eni, K. Devi, Fendi, Sigit Pambudi, Lukman, Endang S, Bowo W,

Ernawati, Rina Apriliyana, Yutin Mulyana, Ummi L.N, Fitri Ayu, Jumahar, Khusnul Mukhafidhoh, Amal Faradila,

Maryani, Novita Dian, Slamet P, Nur Widi, Yusiva Uza Makzumi, Budi C.U, Sina Dwi Nova.R.D, Randy V, Kadek

Hariana, Andrian.Editor

Resti Hardini, WulandariDokumentasi dan Kepustakaan

Supriyanti, EringsihTim Artistik

Kadek Hariana, Taofiq Tri YudhantoLayout

Musanif Efendi, MaryaniPenelitian dan Pengembangan

Wahyu Z, Subyanto DS, DarmiatiPimpinan Perusahaan

I Putu Danang, P Arya BW, Novita PAlamat:

Jl. Batikan No.02, Kompleks Perpustakaan Pusat USTE-mail: [email protected]

Sen

o/B

ULP

EN

Penjaga Lorong Pojok

Foto bersama saat resufle buletin.

Redaksi menerima tulisan berbentuk artikel, opini, cerpen, puisi dan drawing. Tulisan diketik dalam spasi ganda, panjang tulisan maks. 3 halaman. Redaksi behak mengedit/ merubah tulisan sepanjang tidak men-gubah isi dan makna.

Edisi III, Mei 2011 3

Page 4: BULPEN: Manajemen Birokrasi Belum Memuaskan

Sebuah kampus dijalankan dan diatur berdasarkan sebuah sistem. Sistem tersebut yang dinamakan birokrasi. Didalam sistem itu sendiri terdapat

beberapa berbagai subsistem yang meliputi akademik, keuangan, dan kemahasiswaan.

Dalam hal ini sudah semestinya sistem tersebut dibuat dan dilaksanakan secara benar dengan tujuan demi kemajuan kampus itu sendiri. Mengutip pernyataan Wakil Rektor (Warek) I Universitas SarjanawiyataTamansiswa (UST) Ki Hazairin Eko Prasetyo, UST menggunakan manajemen birokrasi yang bersifat ‘SADAR’ (Sentralisasi Akademik, Desentralisasi Akademik Research).

Lantas, apakah sistem tersebut sudah dapat teraplikasi dan sesuai dengan harapan mahasiswa? Bagaimana tanggapan mahasiswa yang merupakan obyek yang merasakan langsung sistem tersebut?

Sejauh ini belum begitu terlihat mahasiswa yang mengeluhkan akan sistem tersebut. Kalau toh ada, kemungkinan hanya sebatas obrolan kecil dengan sesama mahasiswa atau dengan teman di luar kampusnya. Perlu diingat bahwa pelayanan sangat penting, karena sebagai

cerminan baik atau buruk instansi tersebut.Terlebih, kini Informasi dan Teknologi (IT) terus

berkembang begitu pesat. Orang tak perlu repot menghubungi teman, saudara atau sanak famili meski jaraknya begitu jauh. Mungkin, sudah saat sistem di Kampus Kebangsaan memanfaatkan IT yang terus berkembang atau yang biasa disebut sistem online. Salah satunya dalam hal urusan administrasi mahasiswa.

Bisa kita tengok beberapa kampus tetangga yang sudah memakai sistem online seperti; Universitas Sanata Dharma (USD), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), dan Universitas Islam Indonesia (UII). Di sana, proses administrasi kemahasiswaan dilakukan secara online.

Namun, akan muncul berbagai pertanyaan ketika sistem administrasi memakai sistem online. Apakah fasilitas yang disediakan oleh pihak kampus sudah cukup untuk ‘menopang’ penerapan sistem tersebut? Jawabannya singkat, belum.

Pasalnya, fasilitas hotspot area yang disediakan oleh pihak kampus belum bisa dinikmati oleh mahasiswa secara menyeluruh. Alasannya tidak tersedianya dana ekstra untuk sarana wifi sebesar 600.000 MB, pembayaran biaya tetap dan KHS (kartu rencana studi) yang tidak tepat waktu, sistem online menggunakan proses yang cukup lama.[B]

Menilik Manajemen Birokrasi Kampus

Redaksi

..... tidak tersedianya dana ekstra untuk sarana wifi sebesar 600.000 MB, pembayaran

biaya tetap dan KHS (kartu rencana studi) yang tidak tepat waktu, .....

Taofiq’11

4 Edisi III, Mei 2011

Page 5: BULPEN: Manajemen Birokrasi Belum Memuaskan

Tidak dapat dipungkiri, pada era globalisasi seperti saat ini ketergantungan terhadap teknologi seakan menjadi hal lumrah. Sistem online menjadi suatu yang

ideal untuk mempermudah pekerjaan manusia di segala bidang. Tak terkecuali di dunia pendidikan, sistem online seolah menjadi kiblat bagi perkembangan zaman. Hal serupa pun tak luput mewarnai perjalanan kampus Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST).

Wakil Rektor (Warek) I Ki Hazairin Eko Prasetyo, menyatakan bahwa kampus UST menggunakan manajemen birokrasi yang bersifat ‘SADAR’ (Sentralisasi Akademik, Desentralisasi Akademik Research). “Ditinjau dari bidang akademik, dalam sistem sendiri mencakup subsistem yang meliputi akademik, keuangan, dan lain-lain. Secara akademik manajemen birokrasi belum baik, kenyataannya jumlah dosen masih kurang sehingga dosen tersebut kurang fokus dalam mengajar dan berimbas pada nilai yang terlambat disetor ke Tata Usaha (TU) dikarenakan dosen tersebut terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing.” ujar Ki Hazairin Eko Prasetyo.

Di sisi lain, Indria Febriansyah, Ketua Majelis Mahasiswa Univesitas (MMU) menambahkan bahwa yang membuat sistem manajemen birokrasi tidak berjalan baik di UST karena ada dualisme kepemimpinan, yaitu yayasan yang hanya mengatur keuangan tidak mencari suntikan dana sedangkan dari kampus sendiri mempunyai kebijakan tersendiri yang seharusnya struktur birokrasi bersifat kecil tetapi memiliki fungsi luas namun faktanya berkebalikan. “Rektorat melemparkan ke yayasan sedangkan birokrat UST mempunyai planning sendiri.” tutur Indria yang akrab disapa Indra.

Menurut Mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia semester IV, Evi Ngarofah, melihat sisi lain mengenai pelayanan yang ada di UST ternyata belum maksimal. “Masih perlu ada perbaikan-perbaikan, terutama dari pegawai itu sendiri dan cara melayani mahasiswa. Menjadi pegawai harus profesional mengutamakan attitude, attention, action dalam melaksanakan tugasnya,” ujar Evi.

“Birokrasi di kampus UST amburadul dan tidak ada kejelasan, birokrasi kampus diharapkan budaya kerja itu yang harus ditingkatkan, yang lebih penting lagi kedisiplinan disegala aspek birokrat kampus dan tidak terkecuali juga para mahasiswa bersangkutan.” tambah Kelik Priyanto, Mahasiswa Prodi Teknik Mesin semester X.

Sistem OnlineDi lingkungan akademik pada tingkat perguruan tinggi,

sudah selayaknya mahasiswa sebagai objek pendidikan

dimudahkan. Tak terkecuali dalam pelayanan pembayaran dan proses memperoleh Kartu Rencana Studi (KRS). Hal tersebut diungkapkan Antika Wulan Suharto Putri, Ketua Majelis Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (MMFKIP). Wulan mengeluhkan kurang maksimalnya pemenuhan sarana prasarana seperti ruang laboratorium.

“Sebagian besar jurusan dan fakultas di UST memang masih menggunakan sistem manual, yang sudah online itu di PGSD, Pertanian dan Psikologi.” ujar Ki Gabriel Sudarto sebagai Kepala TU Psikologi.

“Untuk sementara ini di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) registrasi online masih melalui tahapan-tahapan, yang sudah ada baru Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)” tutur Ki Wagiman selaku Kepala TU MIPA menguatkan pernyataan Ki Gabriel. Masih menurut Ki Wagiman, pelayanan registrasi dan KRS selayaknya sudah menggunakan sistem online sebab pelayanan secara manual dianggap kurang efisien.

Nyi Yuni Widiyastuti selaku Kepala TU Fakultas Ekonomi yang ditemui Tim Bulpen di kampus ekonomi mengungkapkan, Fakultas Ekonomi, Pertanian, dan Psikologi sudah memberlakukan sistem online. “KRS mandirinya sudah kalau pembayaran belum online dan belum sampai kesana tetapi ada rencana itu.” tambahnya.

Sistem Menggugat Online

taofiq ‘11

Edisi III, Mei 2011 5

Page 6: BULPEN: Manajemen Birokrasi Belum Memuaskan

sendiri menggunakan sistem Student Payment Center (SPC). Menurut Bapak Mustakim, S.E, M.M sebagai Kepala Bagian Akademik UIN mengungkapkan bahwa begitu pun lewat Badan Standar Nasional (BSN) tanpa menggunakan nomor rekening setelah mahasiswa membayar secara otomatis jika membuka web kampus, langsung bisa diakses tapi kalau belum membayar mahasiswa belum bisa KRS-an.

“Harapannya jika sistem online ini terlaksana maka akan baik sekali bagi mahasiswa karena mahasiswa yang rumahnya jauh dapat mengakses dengan cepat dan mudah,” ujar Harianto mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika semester IV.

Pada kesempatan lain Evi berpendapat, sistem online harus sama rata. “Dalam arti online dilakukan secara menyeluruh tanpa terkecuali tapi kenyataannya di FKIP hanya PGSD saja. Sebenarnya konsep ajaran Tamansiswa yang pendidikan harus merakyat lebih ditumbuhkan, pada kenyataanya masih kurang. Meskipun online baru KRS tetapi masalah pembayaran tetap dilakukan secara manual.” ujar Evi.

“Sistem online sepenuhnya dapat berjalan secara menyeluruh dengan pengertian dapat diakses di luar kampus atau luar daerah walaupun tidak sekarang tetapi perlu ada sosialisasi terlebih dahulu.” ucap Rosadila Mahasiswa Prodi PGSD semester II. “Pelaksanaan sistem online terlaksana pada KRS dan pembayaran uang kuliah tetap dilaksanakan dengan manual. Walaupun KRS sudah online, tetap registrasi di BAAK” tegas Desta, mahasiswa Psikologi semester II.[B]

Di sisi lain Ki Hazairin Eko Prasetyo mengatakan, sebenarnya UST sudah mulai registrasi online selama 2 tahun terakhir. Namun penyelenggaraan secara menyeluruh di UST masih butuh proses.

“Proses pelaksanaan sisitem online dimulai dengan membuat database yang mencakup seluruh layanan. Selain itu kampus sendiri harus menyiapkan anggaran ekstra untuk sarana wifi dengan 600.000 MB yang tidak murah. Namun, tanpa disadari setiap wilayah Kopertis telah online secara disentralisasi akademik, misalnya perekapan absen dan nilai yang diatur tiap TU prodi. Sekarang kartu hasil studi (KHS) sudah dapat diambil di prodi masing-masing. Hal ini merupakan sebuah kemajuan dalam teknologi yang memudahkan mahasiswa mengambil KHS di prodi masing-masing tanpa harus ke pusat terlebih dahulu.” papar Ki Hazairin.

Melihat Perguruan Tinggi Swasta lain, seperti Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta sudah menggunakan sistem online penuh yang sudah dapat diakses di mana pun. “Sistem online menggunakan proses yang cukup lama, dengan berbagai tahap yang dilakukan. Pertama, memakai lembar jawab komputer (seperti ujian nasional), intranet sekitar 3 sampai 4 tahun, dan sekarang internet total. UII sudah menekankan level kepuasan mahasisiwa. Setelah melakukan pembayaran dan KRS online, mahasiswa kemudian menemui pembimbing akademik masing-masing,” jelas Bapak Yuli Wasito Aji selaku Kepala Staf Akademik Fakultas Hukum UII.

Selain itu, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta pun sudah melakukan hal yang sama dengan UII yang sudah menggunakan sistem online. Di kampus UIN

Sigit Pambudi[Tim: Bulpen ]

6 Edisi III, Mei 2011

Page 7: BULPEN: Manajemen Birokrasi Belum Memuaskan

Taofiq ‘11

Waspadai Hedonisme Estetis !

Paham hedonisme telah mendapat sorotan masyarakat luas, namun bagaimana dengan hedonisme estetis? Sesungguhnya hedonisme estetis merupakan bentuk

budaya yang mementingkan keindahan sebagai kenikmatan. Budaya adopsi dari Yunani ini, menyebar secara tidak langsung dari masa pemerintahan kolonial Belanda. Pada era itu kaum kolonialis selalu mengutamakan keindahan demi prestise. Sekalipun untuk tampil cantik dan menarik mengharuskan penganut paham hedonisme mengeluarkan extra budget.

Seiring perkembangan zaman, hedonisme estetis telah menjadi pola hidup wajar masyarakat dewasa ini. Tampil cantik kian menjadi tuntutan hidup bagi lapisan sosial masyarakat tertentu. Dengan semakin bermunculan produk branded memicu masyarakat menjadi lebih konsumtif. Kaum muda merupakan objek rentan terstimulus kedalam budaya hedonis.

Faktanya, anak usia sekolah mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) telah marak menggunakan gadget berteknologi tinggi sebut saja Blackbarry. Sekalipun dalam usia mereka belum membutuhkan gadget secanggih Blackbarry. Seperti yang dilansin majalah GAUL, pada pertengahan 2009 budaya hedonis telah menjamur dikalangan muda. Remaja diberi keleluasaan untuk membeli produk branded dan gadget canggih, serta difasilitasi akses untuk bergaya high class.

Langkah kaum muda merupakan refleksi dari kesiapan generasi muda meneruskan perjuangan. Bila ditinjau lebih dalam, pola hidup kaum muda kini lebih menjurus pada konsumtivisme. Tuntutan perkembangan zaman mengarahkan mereka pada perubahan kearah modern. Sekalipun kemoderenan itu diterjemahkan dengan bentuk lain termasuk hedonisme estetis. Tampil stylish juga dimaknai sebagai kemoderenitasan.

Salah satu faktor pendorong hedonis untuk tampil estetis karena adanya imitasi terhadap figur yang menjadi panutan mareka. Pengimitasian lebih dipicu oleh adanya keinginan mencari jati diri. Jika dilihat melalui prespektif normal, maka sesungguhnya peran kaum tua selaku figur juga menjadi faktor pendorong hedonisme estetis.

Rupanya warga Indonesia merupakan konsumen terbesar kedua di Singapura sesuai pemberitaan TV ONE pada pertengahan tahun lalu. Hingga kini warga Indonesia

Oleh : Resti hardini*

masih memberikan income besar terhadap Singapura. Hal ini membuktikan semakin mengakarnya pola hidup hedonis yang mengarah menuju konsumtivisme.

Dewasa ini budaya konsumtivisme telah menurun pada kaum muda. Untuk bisa menekan pola hidup konsumtif maka kita perlu melakukan kontrol serta mengubah pola hidup hedonis. Hedonisme estetis secara aktif telah merubah pola hidup masyarakat menjadi lebih konsumtif, seperti buku karangan Jean Bravdillard yakni masyarakat konsumer. Dalam bukunya itu tertulis bahwa gaya hidup hedonis memicu konsumtivisme. Bila ditarik kesimpulan maka budaya ini berefek negatif bagi perekonomian perorangan maupun negara. Terdapat beberapa cara untuk menangkap hedonisme estetis;

Pertama, cintailah produk dalam negeri dengan begitu akan menghindari dari konsumtivisme produk branded import. Kedua, tanamkanlah sikap gemar menabung sejak dini. Ketiga, biasakanlah hidup sederhana dengan mempertimbangkan kelangsungan perekonomian pada hari esok. Keempat, tampil dengan percaya diri akan membangun citra diri dibanding tampil estetis dengan extra budget.

Mulai kini, kita selaku bagian dari masyarakat harus mawas diri akan budaya adopsi yang mungkin tidak sesuai dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Filtrasi terhadap budaya asing sangat diperlukan demi menghindari efek negatif budaya tersebut.[B]

*Mahasiswa PBI UST’09

“Manusia mengerti bahwa sebuah proses dalam kehidupannya harus dimulai dari berbagai macam kesakitan, baik secara perasaan maupaun fisik, mereka akan selalu siap menghadapi berbagai macam kesakitan itu. Dan dalam diri mereka ada bayang-bayang kesuksesan yang akan menjadikan dirinya menjadi lebih senang, yang akan menjadikan khidupannya bisa lebih serius dan lebih bisa terbuka pada siapapun”. (Schumach T. Minson)

Edisi III, Mei 2011 7

Page 8: BULPEN: Manajemen Birokrasi Belum Memuaskan

Seni pantomim menjadi dasar permainan teater. Seni yang mengolah kelenturan tubuh dan kepiawaian ekspresi, pantomim dikenal sebagai pertunjukan bisu

(tidak menggunakan bahasa verbal) dan biasanya diiringi dengan musik. Namun kini seni pantomim berdiri lunglai, sepi dilengkungan tanda tanya. Pada tanggal 22 April 2011 bertepatan dengan hari bumi tim BULPEN berkesempatan mewawancarai seorang seniman pantomim dari Yogyakarta yaitu Jamek Supardi yang masih konsekuen di jalur pantomim hingga kini. Berikut ini hasil wawancara kami bersama beliau usai mengisi pementasan di Sungai Bedog, Kasongan.

Sejak kapan Bapak mengenal sandiwara bisu?Saya mengenal pantomim sejak tahun 1974, itu pun baru mengetahui belum ada keinginan untuk mengembangkannya, kemudian saya bergabung dengan Teater Dinasti. Dari situ saya mulai belajar seni teater. Mulai tahun 1978 sudah menciptakan suatu karya. Dari berbagai macam jenis profesi dalam dunia teater saya paling sesuai dengan pantomim.

Seberapa dominankah pantomim dalam kehidupan Bapak? Apakah anda juga menjadikan pantomim sebagai profesi utama?Pantomim merupakan bagian dari hidup. Jika saya umpamakan diri saya adalah 100% maka 75% sebagai pantomim. Dengan kata lain pantomim adalah profesi utama. Saya menekuninya sebagai pilihan dan 25% sebagai manusia biasa. Meskipun begitu terkadang saya diminta untuk mengajarkan pantomim di kampus, sekolah, gereja dan lain-lain. Saya mengajarkan metode pantomim yang saya pelajari secara otodidak. Teknik pengajaran lebih mudah dimengerti bila dilakukan dengan praktek. Seperti contohnya bagaimana cara mengekspresikan orang tidur. Ini harus dipelajari secara baik dan secara mendetail karena meskipun orang sering bangun tidur belum tentu ia hafal langkah-langkahnya.

Jika melihat dari pertunjukan hari ini, menurut Bapak seperti apa antusiasme masyarakat terhadap pentas seni pantomim?Khususnya di Indonesia sendiri, pantomim merupakan hal asing. Jarang sekali yang ingin menekuninya kalaupun ada belum menjadikannya pilihan, hanya sebagai kegiatan iseng atau selingan disamping mata pencaharian utama. Tapi walau bagaimanapun juga saya senang dengan perhatian

masyarakat sekitar atas pertunjukan kami tadi.Berdasarkan pengamatan Bapak selama ini bagaimana perkembangan pantomim dimasa sekarang? Jika mengalami kemunduran bagaimana solusi yang sebaiknya diambil?Pada tahun 1998, 1999 sering diadakan kompetisi pantomim. Antusiasme kalangan muda sangat bagus, banyak generasi penerus yang umumnya adalah pelajar dan mahasiswa. Tapi mulai tahun 2000 dan seterusnya hal seperti itu tidak pernah diadakan lagi. Sedangkan solusi sangat sulit ditemukan karena keinginan untuk membudayakan pantomim tergantung dari kesadaran masing-masing individu yang ingin menekuninya. Yang dapat saya lakukan hanya membantu dan membimbing jika ada yang membutuhkan.

Untuk di Indonesia sendiri bagaimana prospek perkembangan pantomim?Prospek pantomim kurang diminati karena jika dihitung secara finansial tidak menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sejak saya menekuni pantomim, mulai tahun 1990 baru ada penghargaan dalam bentuk piagam, uang, mendali, dan lainnya. Perlu diingat bahwa yang terpenting bukan penghargaan ataupun materi tapi sebuah karya serta bisa menyampaikan sesuatu melalui bahasa gerak.[B]

Maryani

Bersandiwara Bisu Bersama Sang LegendaJemek Supardi

Jemek Supardi, seniman pantomim

Yani

/Bul

pen

8 Edisi III, Mei 2011

Page 9: BULPEN: Manajemen Birokrasi Belum Memuaskan

sebagainya. Namun secara eksplisit buku ini memberikan solusi bagaimana masalah-masalah tersebut tidak menjadi kendala bila ditangani secara tepat dan bijaksana. Secara sederhana buku ini membantu membangun mentalitas guru agar siap dengan segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi dalam proses belajar mengajar.

Kelebihan dari buku ini yaitu membantu pembaca khususnya seorang guru atau calon guru untuk mengambil peluang dari masalah yang muncul dalam proses belajar mengajar. Seorang guru dituntut dapat menjadi alat pelengkap bagi siswa. Seorang guru harus mampu memberikan kekuatan dari kelemahan siswa dan seorang guru harus mampu menjadi penerang dalam kegelapan siswa. Itulah arti pahlawan tanpa tanda jasa yang hakiki terhadap seorang guru bagi siswanya.

Yang menarik lagi dari buku ini adalah penulis tidak hanya ingin memaparkan tugas dan kewajiban seorang guru namun juga berusaha meyakinkan guru bahwa profesi yang dimiliki bukanlah profesi yang hanya sekedar profesi mencari nafkah belaka, tetapi di dalam profesi tersebut mengalir beribu penghargaan yang tak ternilai harganya. Dari seorang guru lahirlah beribu profesi mulia yang lainnya. Karena sejatinya, guru merupakan sumber segala profesi.

Dalam buku ini pula mengajak guru untuk memiliki sifat rendah hati. Seorang guru lebih tua dari murid, tetap saja berpeluang untuk salah. Dan murid meskipun lebih muda dan mungkin ilmunya tidak setara dengan guru, tapi berpeluang lebih benar dari guru. Intinya menjadi guru tetap harus mau menerima setiap perubahan yang ada guna mendukung kesempurnaan seorang guru dalam melakukan perannya. Sejatinya, seorang guru merupakan seseorang yang berprofesi dan siap dengan segala resiko, serta menjadikan resiko tersebut menjadi hal yang menyenangkan dalam pengabdiannya.

Buku setebal kurang dari seratus halaman ini terbilang kecil dan hanya seukuran buku saku. Jika dilihat dari sisi ulasan buku ini terbilang kurang lengkap dan jelas, sedangkan permasalahan yang dialami guru begitu kompleks. Penulis hanya menuliskan pedoman atau trik-trik tertentu dan tidak menulis pemecahan permasalahan melalui contoh nyata. Namun, meskipun begitu buku ini tetap banyak bermanfaat bagi para pembacanya. Selain itu, buku ini juga menuntun pembaca untuk mencoba kembali merenung meluruskan niat dan tujuan sebagai seorang guru.[B]

“The man (or woman) who can make hard things easy is the educator.” Orang yang bisa membuat hal sulit menjadi mudah difahami, yang rumit menjadi mudah

dimengerti, atau yang sukar menjadi mudah dilakukan, itulah pendidik yang sejati (Ralph Waldo Emerson). Itu lah seuntai kalimat yang tertulis dalam buku yang berjudul “Menjadi Guru Idola”. Dalam buku ini tersaji betapa pentingnya peran seorang guru, mengingat ujung tombak pembangunan ditiap negara terletak pada kualitas guru dalam mengajar. Dewasa ini, banyak guru yang sekedar datang mengajar dan masih mempertahankan model mengajar konvensional.

Terkait hal tersebut, beberapa metode tertuang jelas di dalam buku ini. Tentu buku ini sangat membantu guru yang memiliki kesulitan atau kendala dalam proses mengajar, baik dalam situasi formal maupun nonformal. Misalnya dengan metode role-play, sandiwara, simulasi, debat dan masih banyak lagi metode yang dapat dipraktikan dalam kegiatan belajar mengajar. Tak hanya metode, kiat-kiat khusus pun tersaji dalam buku ini. Misalnya kiat bagaimana menangani siswa yang terlalu pintar maupun nakal.

Melalui buku ini kita tahu bahwa masalah dapat timbul dari siswa, guru, ataupun masalah ekstern seperti cuaca kurang mendukung, alat peraga tak memadai dan *Mahasiswa PGSD UST 2010

Guru Sejati

Judul buku : Menjadi Guru IdolaPenulis : Ahmad Zuhdi Firdaus S.Sos, I.M.PdsPenerbit : Gen-K PublisherCetak : September 2010Tebal : 98 Halaman

Menunjukkan JalanSepti Rosadila*

Dok

. Ist

imew

a

Edisi III, Mei 2011 9

Page 10: BULPEN: Manajemen Birokrasi Belum Memuaskan

Dewantara Muslim Community (DMC) merupakan komunitas muslim yang ada di UST. Baru-baru ini DMC mengadakan sebuah acara, yang bertajuk

“Latihan Dasar Kepemimpinan Islam (LDKI)”. Acara yang berlangsung selama dua hari ini (2-3/4) diaksanakan di Masjid Pageran Diponegoro yang berada di kompleks balaikota Yogyakarta. Dalam rangkaian kegiata itu turut ustad Kuncoro sebagai salah satu pembicara. Beliau memberikan materi bertema “Menjadi Muslim Sejati”. Hadir pula alumni UST yang dulu merupakan anngota DMC, antara lain Catur Palupi, Bangun Setyo Nugroho, Ana Rahmatulloh, serta Imam.

“Walaupun jumlah panitianya tidak terlalu banyak, Alhamdulillah semuanya berjalan lancar.” Tutur Nuryani Dwi Astuti selaku ketua panitia yang di temui seusai kuliah di Hall PGSD lantai 2.[B]

Bertempat di Wisma Puas Kaliurang, KBM-UST Majelis Mahasiswa Universitas mengadakan acara LDKM yang rutin diadakan setiap tahunnya,

karena dilihat banyak mahasiswa yang apatis yang hanya kuliah saja setelah itu pulang, kalau mahasiswanya saja seperti itu bagaimana menyikapi perkembanganyang ada dikampus. “Harapannya mereka bisa aktif dalam organisasi dan kelembagaan kampus maupun masyarakat, dan dapat menjadi calon-calon pemimpin melebihi yang ada saat ini” tutur Indra selaku ketua MMU. Acara yang bertemakan, “kita singsingkan lengan baju demi kejayaan Tamansiswa serta kedaulatan ibu pertiwi”, terdiri dari beberapa acara,

Jadi Muslim Sejati Ala DMC

(Erna)

LDKM Universitas

( Fitri Ayu)

Bertempat di puncak gunung Merbabu Jawa Tengah, Mapala Pandawa Lima merayakan ulang tahunnya ke-12 yang bertema “Back To Nature”. Acara ini

berlangsung tiga hari (20-22/5) dengan konsep pendakian, sharing, dan menginap. Menurut Sonia Tunabenany, selaku ketua panitia menuturkan bahwa acara ini diselenggarakan dengan tujuan merayakan hari jadi Mapala Pandawa Lima dan untuk memperkenalkan kepada peserta tentang pendakian, agar peserta bisa merasakan asyiknya mendaki. Acara ini dimeriahkan pula dengan penyalaan api unggun,penampilan musik, permainan, dan canda riang bersama(21/5)

“Meski peserta sedikit, tidak membuat acara ini gagal dan akan tetap berlangsung.” Tutur Sonia Tunabenany selaku ketua panitia. [B]

Hari Jadi Mapala Pandawa Lima

(Yutin)

Seharusnya aku naik kereta bisnis saja ! Jeritku dalam hati. Rasanya mengomel pun percuma, tak kan ada yang pedulikan ku. Semua penumpang

sibuk mengatasi diri mereka dari sumpeknya kereta. Para pedangang asongan juga tak kalah bawel dengan penarik karcis. Sungguh membuatku tak nyaman. Sudah dua jam aku berdiri tanpa leluasa bergerak. Kereta ekonomi Pasundan telah membawaku dan ratusan penumpang lainnya melintasi rel-rel panjang. Meninggalkan kota Jogja. Akhirnya aku

pulang. Angan- angan akan rumah membuatku melupakan sejenak situasi tak mengenakan ini, walaupun masih ada waktu tiga jam untuk tiba di stasiun kotaku.

Tatapan seorang pria muda yang duduk di kursi sampingku berdiri mengalihkan pandanganku. Tatapannya terlalu dalam dan cukup membuatku risih. Ku palingkan saja wajahku seolah tak melihatnya. Lewat sudut mataku, masih ku lihat ia makin menatapku lekat- lekat.

“ Ehem ....” Ia terbatuk dengan sengaja.

meliputi materi, simulasi (persidangan dan management aksi), dan diskusi yang bersifat kontemporer “supaya teman- teman aktif agar dapat mengetahui bagaimana lembaga itu ada” tambah Indra.

Acara yang dilaksanakan tanggal 16 -18 April tersebut diikuti oleh peserta delegasi dari masing- masing fakultas yang telah diseleksi pada LDKM fakultas untuk mengikuti lanjutan ketingkat Universitas, acara tersebut juga dibuka untuk peserta umum yang ingin mengikuti tetapi jumlahnya dibatasi ± untuk 20 peserta saja.[B]

Pulang

Oleh : Resti Hardini*

Sebuah Perjalanan dan Perjuangan

10 Edisi III, Mei 2011

Page 11: BULPEN: Manajemen Birokrasi Belum Memuaskan

ini.”“Jogja memang jauh ya Bu, mau pulang saja harus

berjuang di kereta agar bisa sampai dengan selamat.” Ujarku masih dalam pelukannya. Hangat. Sehangat sinar matahari sore yang menerpaku, seperti detik ini.

“Dik .....” Tegur seseorang membuatku tergagap. Seperti suara milik pria itu karena terdengar tak asing bagiku. Ku picingkan mata perlahan. Ku surukkan kaki ke belakang sengaja. Terasa kaki ini menyenggol tas miliku. Hanya sekedar memastikan apa Pria ini akan mengambil barangku saat tidur atau tidak, ternyata tidak. Ah, rasa hangat itu rupanya berasal dari sinar matahari sore yang menerobos jendela kaca.

“Bersiaplah, kamu turun di stasiun berikutnya kan ?” Kata pria itu menundukkan badan untuk meraih barang bawaanku. Aku tak sempat menganguk. Entah dari mana Ia tahu aku turun di stasiun berikutnya. Padahal aku yakin tak sempat mengobrolkannya. Ku cangking semua bawaan setelah Ia menyerahakannya.

“Lebih baik Adik bersiap saja dekat pintu keluar agar tidak berdesakan nanti, hati- hati ya.”

“ Apa Mas juga turun di stasiun berikutnya ?”“Seharusnya Iya, tapi saya belum siap pulang sekarang.”“Apa tidak rindu ? pasti keluarga Mas kangen sekali.”

Tanyaku mencoba ramah sekedar membalas kebaikannya tanpa nada ingin tahu.

“Saat di Wirogunan saja tak ada yang merindukan saya.”Aku benar-benar tersentak dan tak bisa menutupi

rasa kagetku. Ku seret langka menjauh. Ia mengabaikan ekspreseku. Mata melesatkan kerinduan keluar jendela. Tapi raganya ragu menerobos kerumunan untuk kembali pulang. Akhirnya kereta ini berhenti perlahan di stasiun kotaku.

“Turunlah, selagi kamu masih bisa pulang, pulanglah.” Ungkapnya dengan bibir bergeter lalu kembali duduk sebelum limbung. Suara itu ? Aku baru mengingatnya, wajah itu kenapa baru mengingatnya? Sebelum alam nyata ini menarikku, aku berjumpa dengan teman masa kecilku yang menatapku pilu dengan sebongkah batu berlumur darah di tangannya dalam kenangan.

Matanya meneriakan namaku, Ia seolah meminta pertolonganku setelah kawan bermainnya terbaring. Satu menit sebelum itu terjadi aku hanya mendengar teriakan.

“Dasar kau anak jadah !” Hingga meluaplah amukkan teman masa kecilku. Wajah yang sama, wajah yang pernah ku lihat dulu.

Ia kah Syam ? Temanku yang telah menghilang dibawa aparat berseragam dulu ? Semua orang saling mendorong berebut turun tapi aku masih berdiri satu meter darinya.

“Pulanglah kawan.” Kataku pada teman masa kanak-kanakku. Tapi ia diam. Mungkin Ia takut tak mendapat tempat yang begitu luas di kampungku.

*Mahasiswa PBI ‘09

Ingin rasanya menjauh tapi kereta ini terlalu penuh oleh penumpang dan pedagang yang hilir mudik hingga membuatku sulit bergerak. Ingat betul nasihat Ayah suatu sore saat kami duduk di teras rumah.

“Membedakan antara orang baik dengan jahat sama halnya menbedakan antara senja dengan fajar saat baru bangun tidur.” Tutur Ayahku bijak kala itu. Gelagat Pria itu memang tidak aneh tapi apapun bisa terjadi di kereta kelas ekonomi ini. Tak ada salahnya untuk waspada.

“ Duduk saja Dik, perjalanmu pasti masih jauh.” Ucapnya lembut. Ia lantas mengeser posisi duduknya agar aku bisa duduk di sebelahnya. Karena lelah berdiri, aku terima tawarannya. Lantas ku letakaan barang bawaan di kolong kursi agar mudah mengawasi. Mungkin ia memang kasihan melihatku, sebab itu lah Ia menatapku begitu lama.

“ Tidak disangka bisa bertemu kembali dengan Adik apalagi bisa berbagi tempat duduk.” Ujarnya terdengar tulus layaknya memperlakukan teman.

“Memangnya kita pernah bertemu sebelumnya ?” Tanyaku sekenanya. Sekedar basa- basi.

Ia hanya tersenyum kecil namun terlihat kecut.“ Iya, kita tadi satu shelter dan berada di Bus yang sama.”“Oh.” Singkatku sambil mengingatnya meski tak ingat.Mungkin Ia juga mahasiwa yang kebetulan pulang

menumpangi kereta yang sama. Pikirku lebih positive thingking, setidaknya mengusir kekhawatiranku. Tapi dari pada berspekulasi lebih baik ku tanyakan langsung.

“Rupanya mas dari daerah Tamansiswa juga ?” Tanyaku seolah basa- basi.

“Iya memang, hanya mungkin sudah terlalu lama tinggal di sana hingga tak bisa pulang.”

Air muka berubah sekilas. Seperti ada nada getir dari suaranya. Mungkin dia tipe mahasiswa sibuk hingga lupa pulang.

“Wah, Mas pasti aktifis kampus ? sampai- sampai tidak sempat pulang ?” Tanya itu meluncur seolah segala kesumpekan kereta hanya angin lalu. Dan kesibukan pedagang asongan menjajagkan dagangannya terabaikan sejenak oleh obrolan kami.

“Saya bukan mahasiswa seperti Adik bahkan saya hanya menamatkan pendidikan formal hingga SD saja.” Pernyataanya membuatku tersentak, rasa iba menyerang batinku tiba- tiba.

“ Maaf kalau begitu.” Tutupku. Tapi pria ini seperti hendak bercerita banyak, seperti baru bertemu temannya saja. Ku tandaskan niatku. Lebih baik mulai mencari posisi nyaman untuk memejamkan mata. Pikiranku melayang menghampiri wajah Ibu yang semakin jelas menantiku di teras rumah.

Seperti kepulanaganku semester lalu, wajah Ibu begitu bersinar memancarkan kerinduan. Tak lama kemudian tumpah memeluku.

“Akhirnya Ibu bisa melihat kamu juga Nduk, Jogja rasanya terlalu jauh bagi Ibu sampai- sampai Ibu sekangen

Edisi III, Mei 2011 11

Page 12: BULPEN: Manajemen Birokrasi Belum Memuaskan

Kadek ‘11