buletin peramalan tahun 2010 edisi 2

38
1 BULETIN PERAMALAN OPT Vol.9/ Edisi XII Th.2010 Media Komunikasi Masyarakat Perlindungan PELINDUNG Sesditjen Tanaman Pangan PENANGGUNG JAWAB Kepala BBPOPT PIMPINAN REDAKSI Kabid Pelayanan Peramalan WK.PIMPINAN REDAKSI Kasi Informasi dan Dokumentasi REDAKTUR PELAKSANA Harsono Lanya Firdaus Natanegara Elwidar Is Baskoro S. Wibowo Edi Suwardiwijaya Urip Slamet Riyadi Devied Apriyanto Lilik Retnowati STAF REDAKSI Teti Sri Mulyati DOKUMENTASI & GRAFIS [email protected] SIRKULASI Doelhalim ALAMAT REDAKSI Jl. Raya Kaliasin Tromol Pos 1 Jatisari Karawang - Jawa Barat (41374) Telp/Fax: (0264) 360581 E-mail: [email protected] http://www.deptan.go.id/ditjentan/bbpopt Catatan P ada musim kemarau (MK) 2010 yang lalu pertanaman padi didera oleh serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) termasuk wereng batang coklat (WBC). Beberapa media massa tak henti-hentinya memberitakan tentang serangan WBC, berdasarkan data yang dipantau Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sampai dengan Juni 2010 serangan WBC menca- pai 24.664 hektar, diantaranya mengalami puso seluas 730 hektar. Luas serangan tersebut diantaranya dipicu oleh perubahan iklim. Pada musim Gadu (kemarau) pada bulan Juli yang biasanya curah hujannya sudah menurun namun kenyataannya curah masih tinggi, dengan intensitas sinar matahari cukup tinggi, dan hujan turun dengan curah hujan yang tinggi akan mendukung perkembangan populasi WBC. Menghadapi kondisi tersebut apa yang seharus- nya diperbuat untuk para petani di pedesaan. Walaupun secara Nasional serangan tersebut tidak cukup signifikan dalam menurunkan produksi, namun dalam skala petani akan sangat memberatkan. Oleh karena itu memasuki MH 2010/2011 dibutuhkan langkah nyata untuk membantu para petani dalam mengendalikan WBC. “Nyala Lilin lebih Berarti daripada mencaci kegelapan ”, barangkali kata bijak tersebut perlu direnungkan bersama. Salam dari Redaksi…!!! (BP) ***

Upload: bbpopt-jatisari

Post on 27-Jun-2015

903 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Buletin yang dicetak oleh BBPOPT berisikan hal-hal yang terkait dengan perlindungan tanaman pangan

TRANSCRIPT

Page 1: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

1

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Media Komunikasi Masyarakat

Perlindungan

PELINDUNG Sesditjen Tanaman Pangan

PENANGGUNG JAWAB

Kepala BBPOPT

PIMPINAN REDAKSI Kabid

Pelayanan Peramalan

WK.PIMPINAN REDAKSI Kasi Informasi dan

Dokumentasi

REDAKTUR PELAKSANA Harsono Lanya

Firdaus Natanegara Elwidar Is

Baskoro S. Wibowo Edi Suwardiwijaya Urip Slamet Riyadi Devied Apriyanto Lilik Retnowati

STAF REDAKSI Teti Sri Mulyati

DOKUMENTASI & GRAFIS

[email protected]

SIRKULASI Doelhalim

ALAMAT REDAKSI

Jl. Raya Kaliasin Tromol Pos 1 Jatisari Karawang - Jawa Barat (41374)

Telp/Fax: (0264) 360581 E-mail: [email protected]

http://www.deptan.go.id/ditjentan/bbpopt

Catatan

P ada musim kemarau (MK) 2010 yang lalu pertanaman padi didera oleh serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

termasuk wereng batang coklat (WBC). Beberapa media massa tak henti-hentinya memberitakan tentang serangan WBC, berdasarkan data yang dipantau Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sampai dengan Juni 2010 serangan WBC menca-pai 24.664 hektar, diantaranya mengalami puso s e l u a s 7 3 0 h e k t a r . Luas serangan tersebut diantaranya dipicu oleh perubahan iklim. Pada musim Gadu (kemarau) pada bulan Juli yang biasanya curah hujannya sudah menurun namun kenyataannya curah masih tinggi, dengan intensitas sinar matahari cukup tinggi, dan hujan turun dengan curah hujan yang tinggi akan mendukung perkembangan populasi WBC. Menghadapi kondisi tersebut apa yang seharus-nya diperbuat untuk para petani di pedesaan. Walaupun secara Nasional serangan tersebut tidak cukup signifikan dalam menurunkan produksi, namun dalam skala petani akan sangat memberatkan. Oleh karena itu memasuki MH 2010/2011 dibutuhkan langkah nyata untuk membantu para petani dalam mengendalikan WBC. “Nyala Lilin lebih Berarti daripada mencaci kegelapan ”, barangkali kata bijak tersebut perlu

direnungkan bersama. Salam dari Redaksi…!!!(BP) ***

Page 2: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

2

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Redaksi menerima saran, kritik, atau pendapat dari Anda. Kirimkan surat Anda ke alamat redaksi. Surat dapat juga dilengkapi dengan foto diri. Redaksi menerima kiriman naskah dengan panjang maksimum 3 halaman kuarto dengan spasi 1,5, termasuk foto dari luar. Redaksi berhak menyunting tulisan yang akan dimuat, tanpa mengurangi bobot tulisan. Ditunggu kiriman naskahnya. Alamat Redaksi: Buletin Peramalan Jl. Raya Kaliasin Tromol Pos 1 Jatisari—Karawang, Jawa Barat (41374) Telp/Fax : (0264) 360581, E-mail: [email protected], [email protected], Website http://www.deptan.go.id/ditjentan/bbpopt

Kepada Redaksi Buletin Peramalan Di tempat. Salam Pedesaan… Assalamualaikum Wr..Wb.. Pak, apabila ada kegiatan lagi di desa Dieng Kulon Tolong dibawain isolat Pseudomonas fluorescens Terima kasih sebelumnya. Wassalammuallaikum wr wb.. Raden Samsul Muhdi Wiaya Kelompok Tani “Perkasa” Desa Dieng Kulon, Kec. Batur Banjarnegara, Jawa Tengah Jawab; Salam pedesaan kembali... Insya Allah nanti akan dititipkan sama petugas yang dinas kesana (Pak Yadi/Warman). Tunggu saja.

Melalui Buletin Peramalan ini saya seorang petani Kec. Rawamerta yang saat ini ingin menekuni pertanian organik di Karawang mohon dikirimi infor-masi seputar pertanian organik al: cara pembuatan pesnab, agens hayati dll. Saya juga mempersilahkan kepada pihak BBPOPT apabila mau mengadakan kajian penerapan pertanian organik saya menyediakan lahan untuk percobaan. Terima kasih.. Salam. H. Rohmat Sarman Desa Pasir Kaliki, Kec. Rawamerta Kab. Karawang Telp. 085720338454 E-mail: [email protected] Jawab: Terima kasih kembali Brosur, leaflet, dan Buletin sudah dikirim Semoga bermanfaat, untuk penawaran lahan untuk kajian sudah disampaikan kepada pihak BBPOPT.

1 CATATAN REDAKSI 2 SURAT PEMBACA 3 INFO PERAMALAN 8 PANDUAN PRAKTIS 13 REPORTASE 15 INFO KHUSUS 17 PROFIL PETANI 20 TOPIK UTAMA 29 MIMBAR PROTEKSI 32 TEKNOLOGI PERLINTAN 34 PEDULI MERAPI 35 KLINIK TANAMAN 36 KOLOM NABATI 37 RESEP TRADISIONAL 38 SKETSA

Foto : Padi Fotografer: Harsono Lanya Design : saungURIP

Page 3: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

3

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Tabel 1. Kejadian Serangan OPT Utama Padi MH.2009/2010 dan MK. 2010 serta Ramalan luas

Serangan MH. 2010/2011 di Indonesia.

No. OPT KLTS

MH.

2009/2010

(ha)

KLTS

MK. 2010

(ha)

Ramalan

MH. 2010/2011

(ha)

Minimum Rerata Maksimum

1 PBP 54.846 80,104 49.179 55.180 61.914

2 WBC 30.342 96.498 47.005 61.965 81.686

3 TIKUS 82.603 79.544 69.187 79.437 91.206

4 TUNGRO 4.390 5.672 1.302 4.024 12.437

5 BLAS 7.290 9.423 8.131 7.943 9.773

6 BLB 31.851 44.281 33.286 37.348 41.905

Jumlah 211.321 315.522 208.092 245.900 298.921

S esuai dengan fungsinya Balai Besar Peramalan Organisme pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) melaksanakan program dan evaluasi peramalan, pengembangan peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan

rujukan proteksi tanaman pangan dan hortikultura. Juga melaksanakan analisis data dan informasi serangan OPT dan faktor penentu perkembangan OPT kepada masyarakat pengguna dalam hal ini petugas perlindungan dan petani. Setiap musim tanam, BBPOPT menginformasikan hasil ramalan serangan OPT utama padi di Indonesia. OPT utama padi antara lain Penggerek Batang Padi (Scirpophaga sp. Wlk), Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal), Tikus (Rattus argentiventer Rob & Kloss), Tungro (Virus tungro), Blas (Pyricularia grisea), dan Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae). Informasi ramalan tersebut disa-jikan dalam bentuk tabel dan peta ramalan untuk mempermudah dalam melaksana-kan antisipasi di daerah masing-masing sebagai bentuk peringatan dini. Berdasarkan ramalan tersebut kemunculan OPT utama padi dapat dijadikan acuan untuk melakukan antisipasi pengendalian lebih awal dan mewaspadai ke-mungkinan munculnya OPT di seluruh Indonesia.

Page 4: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

4

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

No. Propinsi PBP

(ha)

WBC

(ha

TIKUS

(ha)

TUNGRO

(ha)

BLB

(ha)

BLAS

(ha)

1 NAD 1.614 404 6.671 6 466 104

2 SUMUT 552 76 1.262 462 294 227

3 SUMBAR 74 115 739 496 11 61

4 RIAU 377 132 334 6 16 110

5 JAMBI 265 130 310 6 13 61

6 SUMSEL 1.367 124 1.471 306 214 280

7 BENGKULU 232 46 593 447 23 81

8 LAMPUNG 2.313 162 3.464 73 129 369

9 DKI 330 29 143 6 98 3

10 JABAR 13.273 25.512 24.176 1.748 16.771 1.626

11 JATENG 10.394 33.425 16.322 1.311 9.811 604

12 DIY 1.435 151 1.056 198 984 24

13 JATIM 5.723 14.741 7.667 1.717 10.405 1.193

14 BALI 658 655 1.471 1.822 67 83

15 NTB 1.164 71 194 867 307 702

16 NTT 1.175 159 588 170 53 223

17 KALBAR 1.622 209 1.011 61 12 328

18 KALTENG 658 17 229 147 1 93

19 KALSEL 133 43 384 215 1 21

20 KALTIM 757 20 22 31 15 10

21 SULUT 871 4 437 252 20 22

22 SULTENG 1.689 124 1.519 276 228 34

23 SULSEL 8.512 144 10.738 412 676 2.376

24 SULTRA 1.331 16 6.787 99 27 828

25 MALUKU 377 12 59 19 89 13

26 PAPUA 168 6 105 238 11 44

27 BANTEN 3.509 5.089 1.534 803 919 183

28 GORONTALO 469 8 304 8 140 3

29 Maluku Utara 210 4 82 34 48 14

30 Papua Barat 189 27 177 53 1 12

31 Sulawesi Barat 419 21 1.355 129 35 50

32 Babel 58 9 3 20 6 1

Jumlah 61.914 81.686 91.206 12.437 9.773 41.905

Tabel. 2 . Ramalan Maksimum OPT Utama Padi MH. 2010/2011 menurut Propinsi Di Indonesia.

Page 5: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

5

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

PRAKIRAAN LUAS SERANGAN PENGGEREK BATANG PADI PADA TANAMAN PADI MH. 2010/2011 MENURUT PROPINSI DI INDONESIA

PRAKIRAAN LUAS SERANGAN WERENG BATANG COKLAT PADA TANAMAN PADI MH. 2010/2011 MENURUT PROPINSI DI INDONESIA

Page 6: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

6

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

PRAKIRAAN LUAS SERANGAN TIKUS PADA TANAMAN PADI MH. 2010/2011 MENURUT PROPINSI DI INDONESIA

PRAKIRAAN LUAS SERANGAN TUNGRO PADA TANAMAN PADI MH. 2010/2011 MENURUT PROPINSI DI INDONESIA

Page 7: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

7

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

PRAKIRAAN LUAS SERANGAN BLAS PADA TANAMAN PADI MH. 2010/2011 MENURUT PROPINSI DI INDONESIA

PRAKIRAAN LUAS SERANGAN BLB PADA TANAMAN PADI MH. 2010/2011 MENURUT PROPINSI DI INDONESIA

Page 8: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

8

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Panduan

Praktis

P anduan praktis pengenalan dan pengendalian OPT padi bagian ke –3 akan mengulas

OPT yang tersisa yakni penyakit blas, ulat grayak dan walang sangit. Selanjutnya

pada edisi yang akan datang diarahkan untuk membahas OPT baru yang sedang

berkembang di lapangan. Harapan kami semoga dengan memahami OPT pada tanaman padi

dan bagaimana pengendalian yang tepat, aman dan ramah lingkungan maka hasil yang di-

harapkan akan dapat optimal.

MENGENAL DAN MENGENDALIKAN

OPT PADI (Bagian.3)

1. Penyakit Blas (Pyricularia grisea)

Nama umum penyakit blas adalah

penyakit busuk leher (blas leher malai) apa-

bila yang terinfeksi bagian leher malai, se-

dangkan apabila yang terinfeksi pada bagian

daun disebut dengan blas daun. Penyakit ini

dikenal sebagai salah satu kendala utama

pada padi gogo tetapi kemudian terdapat

juga pada padi sawah irigasi. Penyakit ini

mampu menurunkan hasil yang sangat be-

sar.

Gejala:

Pada daun timbul bercak oval atau elips,

kedua ujung-ujungnya meruncing mirip

belah ketupat, warna bercak yang khas

putih-coklat dan abu-abu.

Gejala dapat pula muncul pada ruas,

malai dan gabah.

Stadia kritis tanaman terjadi mulai umur

1 bulan (padi gogo), anakan maksimum,

bunting dan awal berbunga.

Pembentukan konidia selama 14 hari,

puncaknya pada 3-8 hari setelah bercak

muncul.

Pembentukan spora pada kelembaban

89-90%. Spora dapat bertahan pada sisa

jerami dan gabah + 1 tahun dan miselia

3 tahun pada suhu kamar, spora dapat

berkecambah dan menginfeksi jaringan

tanaman apabila didukung dengan lama

penyebaran > 10 jam.

Sumber inokulum primer di lapangan

adalah jerami tanaman sakit dan tana-

man inang.

Penanaman varietas secara bergantian untuk

mengantisipasi perubahan ras blas yang san-

gat cepat dan pemupukan yang berimbang.

Bila diperlukan bisa memakai fungisida

yang berbahan aktif metal tiofanat, fosdifen,

atau kasugamisin.

Penyakit blas menimbulkan dua gejala khas, yaitu blas daun dan blas leher. Blas daun berbentuk belah ketupat, sedang blas leher berupa

bercak coklat kehitaman pada pangkal leher yang berakibat leher malai patah.

(Foto Repro)

Cara pengendalian:

Penanaman varietas tahan dan penggunaan

benih sehat dan bermutu, serta perlakuan benih dengan fungisida (seed treatment)

pada daerah serangan endemis.

Melakukan pergiliran tanaman dengan bu-kan padi (tanaman yang tidak menjadi

inang.

Page 9: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

9

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

2. Ulat Grayak (Spodoptera sp.)

H ama ini dinamakan ulat grayak atau

ulat tentara oleh karena mempunyai

sifat merusak serentak. Akhir-akhir

ini serangan hama ulat grayak mulai mere-

sahkan petani di beberapa daerah, karena

tingkat serangannya sudah merugikan secara

ekonomis. Contoh kasus, pada bulan Juni

2006 ulat grayak menyerang tanaman padi

di beberapa daerah di Propinsi Banten yaitu

di kabupaten Serang, Pandeglang, dan

Lebak, luas serangannya mencapai 7,200

hektar dengan kategori serangan ringan

hingga ada yang puso.

Ada dua jenis ulat grayak yang biasa

menyerang pertanaman padi, yaitu

Spodoptera exempta dan Spodoptera mau-

ritia. Kedua hama tersebut menyerang tana-

man dimulai dari tepi daun hingga yang ter-

sisa hanya tangkai daun, serta pada fase

generatif memotong tangkai malai.

Penyebaran:

Penyebaran ulat grayak di Indonesia

meliputi Pulau Sumatra, Kalimantan,

Sulawesi, dan Jawa. Lokasi serangannya

tidak menetap, sporadic, namun harus selalu

waspada terhadap kehadirannya.

Ekobiologi:

Telur diletakkan pada bagian bawah

daun, berkelompok, memanjang sebanyak

50-100 butir, dilindungi oleh lapisan tipis

berwarna kehitam-hitaman.

Larva hidup pada batang dan

berkembang dengan memakan daun dan tu-

nas. Larva aktif pada malam hari, dan siang

hari apabila populasi tinggi. Lama hidup

larva 13-18 hari, larva yang baru menetas

berwarna hijau rumput dengan garis abu-

abu, kemudian menjadi hitam dengan garis

kuning bersih, dengan ukuran hingga 4 cm.

Pembentukan pupa terjadi pada tem-

pat yang kering yaitu diantara batang pada

pangkal tanaman padi atau rerumputan.

Perkembangan dari telur hingga ngengat

memerlukan waktu 25 hari. Ngengat ber-

warna putih kusam dengan noda hitam pada

sayap dan berwarna kemerah-merahan pada

sekitar sayap.

Gambar imago.ngengat ulat grayak atas dan larva sedang beraksi memotong malai padi

(Foto; Yadi Kusmayadi)

Ngengat juga meletakkan telur pada daun

rerumputan dan setelah menjadi larva ber-

pindah dan berkembang pada tanaman padi.

Inang utama ulat grayak adalah rumput liar,

sedangkan padi biasanya hanyalah inang

kedua.

Gejala Kerusakan:

Larva ulat grayak menyerang

tanaman padi dimulai dengan kerusakan

pada tepi daun hingga daun habis, yang

tersisa hanya tangkai daun. Pada serangan

populasi tinggi daun menjadi gundul hingga

tanaman mati. Serangan yang terjadi pada

stadia generatif, selain memakan daun juga

memotong motong malai. Serangan yang

terjadi pada keadaan tersebut sangat

merugikan apabila menyerang pada saat

pengisian bulir. Petani yang tanamannya

terserang ulat grayak berat ditandai dengan

adanya potongan malai yang berserakan

diatas permukaan tanah.

Page 10: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

10

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Pemanfaatan Musuh Alami :

Pengendalian secara biologi; upaya

melestarikan dan memanfaatkan peran

predator seperti laba-laba antara lain Oxyopes

sp., Lycosa sp., dan parasitoid Eurytoma

poloni, serta penggunaan jamur patogen

serangga antara lain Beauveria bassiana. Hal

penting dalam menjaga kelestarian musuh

alami di lapangan adalah bahwa pestisida

digunakan hanya apabila populasi ulat grayak

mencapai ambang pengendalian, dilakukan

secara cermat yaitu tepat jenis, dosis,

konsentrasi, cara, waktu, dan tepat sasaran.

Faktor Pemicu Kerusakan:

Daerah pertanaman padi yang sering

mengalami kekeringan, terutama

daerah dengan pola pengairan tadah

hujan.

Sanitasi lingkungan yang kurang baik

(banyak rerumputan di lahan ataupun

belukar di sekitar pertanaman padi).

Sulit diketahuinya/menemukan kelom-

pok telur di pertanaman, sehingga larva

instar kecil (instar 1 - 3 ) yang paling

peka jika dikendalikan dengan

pestisida, tidak terdeteksi.

Larva umumnya muncul di pertanaman

pada saat umur tanaman 6 – 7 MST

(instar 4), pada siang hari larva tidak

aktif dan bersembunyi pada pangkal

batang sehingga menyulitkan dalam

pengamatan. Banyak kasus di

lapangan serangan terjadi seolah-olah

secara tiba-tiba, dan langsung menim-

bulkan kerusakan yang serius.

Pengendalian pada saat instar besar

(instar 5-6) hasilnya tidak efektif.

Gejala serangan ulat grayak pada berbagai fase tanaman padi (Foto :Yadi Kusmayadi).

Gb. 1

Gb. 2

Gambar 1. Predator ulat grayak Oxyopes sp. (Repro IRRI) Gambar 2. Ulat terserang jamur patogen serangga

Pengendalian:

Sanitasi lingkungan di sekitar lahan/pesemaian/ pertanaman.

Penggenangan persemaian/pertanaman. Pengendalian dengan insektisida efektif, yang

terdaftar dan diijinkan, pada saat larva ulat grayak masih kecil (instar 1-4), apabila dite-mukan rata-rata ≥2 ekor per rumpun.

Penggenangan agar ulat naik ke batang, dan penyemprotan insektisida pada malam hari hasilnya lebih efektif.

Kata Mutiara: Kejujuran adalah mata uang yang berlaku di-

mana-mana (Orang Bijak)

Page 11: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

11

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

3. Walang Sangit (Leptocorisa oratorius F

= L.. acuta Thunb)

W alang sangit (Leptocorisa oratorius

F = L.. acuta Thunb.) merupakan

hama yang merusak bulir padi

pada fase pemasakan. Serangga dewasa

apabila diganggu akan mempertahankan diri

dengan mengeluarkan bau. Selain sebagai

mekanisme pertahanan diri, bau yang

dikeluarkan juga digunakan untuk menarik

walang sangit lain dari spesies yang sama.

Fase pertumbuhan tanaman padi yang

rentan terhadap serangan walang sangit

adalah dari keluarnya malai sampai masak

susu. Kerusakan yang ditimbulkannya

menyebabkan beras berubah warna dan

mengapur, serta hampa.

Ambang ekonomi walang sangit

adalah lebih dari 1 ekor walang sangit per

dua rumpun pada masa keluar malai sampai

fase pembungaan. Mekanisme merusaknya

yaitu menghisap butiran gabah yang sedang

mengisi. Bioekologi

Telur:

Pipih lonjong

Panjang 1 mm

Menjelang menetas telur berwarna coklat

tua atau agak hitam (semula putih)

Siklus hidup 35-56 hari

Bertelur 200-300 butir

Diletakkan secara berkelompok, satu

persatu atau berbaris dalam kelompok

sebanyak 10-12 butir dibagian tepi daun

bendera bagian atas.

Nimfa:

Nimfa dan imago menghisap bulir padi

yang sedang masak susu

Bentuk ramping

Sayap belum berkembang penuh

Berwarna hijau terang, berubah coklat

abu-abu.

Imago:

Panjang tubuh 14 - 17 mm

Bersayap

Berwarna coklat

Menghisap bulir yang sedang masak

susu

Aktif pada sore dan malam hari

Siang hari bersembunyi di bagian

bawah tanaman padi atau rerumputan.

Mengeluarkan bau khas apabila

terganggu.

Stadia keluar malai sampai masak susu merupakan fase yang paling rentan terhadap serangan Walang Sangit,

cara merusak dengan mengisap butiran gabah. (Foto: Baskoro SW)

Page 12: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

12

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Pengendalian Walang sangit dilaksanakan sesuai konsep PHT dengan prinsip 1) budidaya tanaman sehat,2) pelestarian/pemanfaatan musuh alami, (3) pengamatan intensif/berkala, (4) kemandirian petani.

Strategi pengendalian dini dengan pengelolaan ekososistem tanaman padi terhadap hama Walang sangit meliputi:

Pengendalian:

1 Pola tanam. Tanam serentak dalam

hamparan sawah yang cukup luas

dengan perbedaan waktu tanam paling lama

2 minggu. Keserentakan tanam disini

diartikan sebagai keserentakan memasuki

fase masak susu. Dengan demikian periode

waktu yang cocok bagi penyerangan walang

sangit berlangsung pendek.

2 Sanitasi. Dilakukan sanitasi atau

pembersihan tanaman inang dan tanam

-tanaman yang digunakan sebagai tempat

bersembunyi di sekitar pertanaman padi

yang diusahakan.

3 Cara Mekanik. Dilakukan

pengumpulan serangga dengan

menggunakan alat perangkap, kemudian

dimatikan. Sebagai alat perangkap dapat

digunakan perangkap berupa bangkai

kepiting, ketam, tulang-tulang, dan

sebagainya yang ditanam disawah. Dapat

pula dilakukan dengan membakar jerami

atau memasang lampu perangkap.

4 Penggunaan insektisida.

Penyemprotan dengan insektisida yang

efektif dan diijinkan apabila ditemukan

walang sangit rata-rata > 10 ekor/rumpun

pada stadia setelah berbunga.

Panduan praktis pengenalan dan

pengendalian OPT bagian 3 ini habis/tamat,

selanjutnya pada edisi yang akan datang

mengulas OPT pada komoditas yang lain

atau OPT padi baru yang mempunyai

prospek merugikan terhadap usaha

budidaya. Salam..!!!(BP)****

Pengelolaan Ekosistem :

1. Pratanam, Pengolahan tanah:

Sanitasi lahan

2. Persemaian:

Monitoring secara rutin

3. Tanaman muda (tanam, anakan

maksimum):

Tanam serentak minimal 1 hamparan agar diperoleh keserentakan fase masak susu.

Pembersihan gulma disekitar tanaman padi.

Pemantauan rutin antara lain pemasangan lampu perangkap.

4. Tanaman tua (primordia-berbunga):

Penggunaan insektisida yang diijinkan

dan efektif bila populasi > 5 ekor/m2

Penggunaan cendawan Beauveria sp.

Pemasangan perangkap umpan

kepiting.

5. Pemasakan bulir (pengisian bulir-

panen):

Pengumpulan serangga dengan menggunakan alat perangkap dapat dipakai bangkai kepiting, tulang dan lain-lain, untuk mengumpulkan walang sangit kemudian mematikannya.

Pengeringan lahan pada saat pemasakan bulir, untuk mempercepat proses pemasakan bulir dan mempersempit waktu kemungkinan terserang walang sangit dan hama pengisap bulir lainnya.

Penggunaan insektisida diijinkan dan efektif apabila populasi > 10 ekor/m2,

pada saat bulir padi masak susu.

Telur Walang sangit (Foto Repro))

Page 13: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

13

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

HARI PANGAN SEDUNIA XXX DAN MUNAS MPTHI VIII 2010 DI NUSA TENGGARA BARAT

19 - 22 OKTOBER 2010

U ntuk memperkuat kesadaran masyarakat terhadap

permasalahan pangan dunia memperkuat solidaritas

dalam berjuang memerangi kelaparan, kekurangan

gizi dan kemiskinan, serta mendukung diversifikasi pangan

pada tanggal 19 – 22 Oktober 2010 diselenggarakan peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS)

XXX tingkat nasional di Kebun Inti Puyung, Kabupaten Lombok Tengah, Propinsi Nusa

Tenggara Barat. Tema Internasional dari pelaksanaan Hari Pangan Sedunia XXX Ta-

hun 2010 adalah “United Against Hunger” dan tema nasional dari pelaksanaan Hari Pan-

gan Sedunia XXX Tahun 2010 adalah “Kemandirian Pangan Untuk Memerangi Kela-

paran”.

Latar Belakang

Hari Pangan Sedunia (HPS) dideklarasikan pada tahun 1979 pada saat sidang Umum

ke 20 Food and Agriculture Organization (FAO) di Roma, dengan tanggal yang sama den-

gan tanggal berdirinya lembaga FAO pada tanggal 16 Oktober 1945. Tujuan dari HPS

adalah untuk memperkuat kesadaran masyarakat terhadap permasalahan pangan dunia,

memperkuat solidaritas dalam berjuang memerangi kelaparan, kekurangan gizi dan kemiski-

nan. Pada tahun 1980 Sidang Umum PBB mengeluarkan resolusi tentang HPS dengan fakta

yang berkonsideran pada “food is a requisite for human survival and well-being and a fun-

damental human necessity” (resolution 35/70 of 5 December 1980).

Page 14: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

14

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Masalah pangan yang kompleks me-

merlukan penanganan yang tepat dan bersi-

fat menyeluruh. Dibutuhkan upaya koordi-

nasi dan komunikasi dengan berbagai stake-

holders dalam memberikan kontribusi untuk

menyelesaikan permasalahan secara inovatif

dan berkelanjutan. Keterlibatan stake-

holders yang efektif juga diyakini memberi-

kan kesempatan untuk mengelola tantangan-

tan-tantangan tersebut, sehingga menemu-

kan solusi inovatif dan kreatif, serta mencip-

takan nilai tambah bagi siapa saja yang terli-

bat.

Terkait dengan upaya untuk mem-

promosikan potensi serta produk-produk

pangan unggulan berbagai daerah kepada

kalangan dunia usaha, serta sekaligus men-

dorong kesadaran pemanfaatan teknologi

pendukung usaha pengolahan pangan di

tanah air, diperlukan event-event promosi

yang bersifat spesifik serta memberi pe-

luang lebih besar kepada pesertanya untuk

berinteraksi langsung dengan komunitas

yang menjadi sasarannya, salah satunya

adalah melalui pelaksanaan peringatan

“Hari Pangan Sedunia (HPS) XXX tahun

2010”. (Buku Panduan Acara HPS XXX

2010)***

Pada saat ini terdapat 1,02 milyar

individu yang kekurangan gizi di seluruh

dunia, bersamaan dengan sekitar 1/6 dari

penduduk di dunia sedang menghadapi kela-

paran. Berdasarkan estimasi FAO

diperkirakan terjadi kenaikan penduduk

dunia yang kelaparan sebanyak 105 juta

orang pada tahun 2009.

Pada saat krisis global ekonomi,

dunia perlu memperhatikan lebih mendalam

bahwa tidak semua orang mempunyai ke-

sempatan bekerja di perkantoran dan pabrik.

Usaha tani kecil dan daerah pedesaan adalah

yang paling buruk menerima dampak krisis

tersebut dan persentase terbesar dari pen-

duduk yang kelaparan hidup dan bekerja di

lingkungan tersebut.

Semakin tingginya tuntutan akan

pentingnya peningkatan kesadaran masyara-

kat dan kalangan dunia usaha dalam menyi-

kapi masalah ketahanan pangan nasional,

regional, serta global guna memperkokoh

solidaritas antar bangsa dalam usaha menga-

tasi masalah kekurangan pangan dan gizi di

berbagai belahan dunia.

Di Indonesia, pelaksanaan HPS se-

cara nasional dimaksudkan sebagai media

untuk meningkatkan pemahaman, kepe-

dulian dan menggalang kerjasama dengan

pihak-pihak terkait dalam meningkatkan

sinergi menangani masalah pangan yang

sedang aktual. Di masa mendatang, upaya

pemenuhan pangan akan menghadapi tan-

tangan yang semakin berat. Isu perubahan

iklim dan pemanasan global yang menjadi

pembicaraan dan perhatian dunia interna-

sional membuktikan bahwa iklim sangat

berpengaruh besar terhadap keberlanjutan

kehidupan manusia. Pertumbuhan pen-

duduk selalu diiringi oleh meningkatnya

kebutuhan hidup, sementara itu,

ketersediaan lahan dan air tidak signifikan

perkembanganya. Fenomena ini menyebab-

kan tekanan terhadap kedua sumberdaya ini

semakin berat.

Untuk mampu menghadapi berbagai tan-

tangan tersebut, diperlukan kesatuan kerja

multisektor dalam satu kesepahaman yang

sama.

Page 15: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

15

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

M asalah yang berkaitan dengan pemecahan pangan perlu segera diantisipasi peme-

cahannya secara kompre Aspek-aspeknya diberbagai tingkatan baik di lingkup

global (dunia), regional, maupun nasional diperlukan pendalaman, sehingga

upaya pemenuhan pangan dapat segera ditingkatkan, baik mutu, jumlah maupun distribus-

inya. Pangan merupakan masalah yang begitu penting sehingga sejak tahun 1981 masyara-

kat dunia memperingati tanggal 16 Oktober sebagai Hari Pangan Sedunia, dan terus diperin-

gati oleh seluruh Negara di dunia ini. Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen yang

tinggi dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan ketahanan pangan beserta selu-

ruh aspeknya.

Tema Internasional peringatan Hari

Pangan Sedunia Tahun 2010 ini adalah

“United Against Hunger” sedangkan tema

nasionalnya adalah “Kemandirian Pangan

untuk Memerangi Kelaparan”. Tema na-

sional ini ditetapkan untuk merespon situasi

dunia saat ini dimana terjadi kenaikan pen-

duduk dunia yang kelaparan dan kekurangan

gizi. Bagi Indonesia peringatan Hari Pangan

Sedunia (HPS) tahun 2010 merupakan mo-

mentum yang penting dalam rangka mem-

perkuat diversifikasi pangan, meningkatkan

produksi dan kesejahteraan petani, serta mem-

perkuat ketahanan pangan.

Ketahanan pangan di Indonesia pada

saat ini dalam kondisi yang aman. Hal ini di-

tunjukkan oleh ketersediaan pangan yang cu-

kup, terdistribusi merata dengan harga yang

terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.

Pada tahun 2009, kita berhasil mencapai kem-

bali swasembada beras. Kedepan, dengan

kerja keras seluruh komponen bangsa, kita

yakin kondisi ini dapat terus dipertahankan

melalui peningkatan produksi dan produktivi-

tas hasil pertanian. Upaya tersebut dapat di-

wujudkan apabila diimbangi dengan pe-

lestarian sumberdaya alam dan lingkungan

sebagai penopang utama keberlanjutan

ketahanan pangan nasional.

Ketahanan pangan Indonesia pada saat ini dalam situasi dan kondisi aman. Hal ini ditunjukkan oleh ketersediaan pangan yang cukup, terdistribusi merata dengan harga yang terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. (Foto: Urip SR)

Page 16: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

16

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Kita menyadari bahwa sebagian dari

masyarakat Indonesia belum lepas dari ka-

sus-kasus rawan pangan dan kemiskinan.

Masih terdapat masalah kurang gizi dan gizi

buruk yang menimpa bayi, balita, serta ibu

hamil dan menyusui. Inilah tantangan besar

bagi kita ke depan. Pemerintah telah dan

akan terus berupaya dengan sungguh-

sungguh untuk menangani hal tersebut me-

lalui penyediaan anggaran yang cukup un-

tuk menangani kasus tersebut, revitalisasi

penyuluhan dan penguatan kelembagaan,

pelayanan dan pemberdayaan masyarakat

antara lain dalam bentuk Pengembangan

Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Lem-

baga yang Mandiri dan Mengakar pada

Masyarakat (LM3), Program Aksi Desa

Mandiri Pangan serta Program-program

pemberdayaan masyarakat lainnya. Salah

satu upaya yang dapat kita lakukan untuk

memantapkan ketahanan pangan adalah

dengan mengurangi ketergantungan kita ter-

hadap pangan pokok beras. Kita memiliki

sumberdaya pangan local yang sangat ber-

agam yang dapat dioptimalkan peman-

faatannya. Oleh karena itu, terbitnya Pera-

turan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2009

tentang Kebijakan Percepatan Pengane-

karagaman Konsumsi Pangan Berbasis

Sumberdaya Pangan Lokal merupakan salah

satu langkah penting bagi upaya ketahan

pangan berkelanjutan dan pengembangan

kualitas manusia Indonesia yang prima.

Kita dapat mengambil langkah-langkah

yang lebih nyata untuk mewujudkan pen-

ganekaragaman konsumsi pangan dengan

memanfaatkan sumberdaya dan potensi

yang sangat besar dalam menghasilkan

pangan lokal yang beraneka ragam di setiap

wilayah.

Penganekaragaman konsumsi pangan

akan memberikan dorongan dan intensif

kepada penyediaan produk pangan yang le-

bih beragam dan aman untuk dikonsumsi

termasuk produk pangan yang berbasis sum-

berdaya lokal. Dengan kebijakan terpadu

dan diikuti dengan kerja keras kita semua,

maka masalah kerawanan pangan, gizi bu-

ruk, dan kemiskinan akan terkikis dari bumi

Indonesia. Kita akan memiliki sistem

ketahanan pangan dan gizi yang handal, dan

diharapkan dapat menjadi model global

dalam melaksanakan salah satu sasaran

Milenium Development Goals (MDGs),

yaitu untuk menurunkan jumlah penduduk

miskin dan kelaparan. Dalam kerangka ker-

jasama Internasional dalam penanganan ma-

salah pangan ini, Pemerintah Indonesia telah

berperan aktif dalam forum-forum regional

dan global. Indonesia juga telah menan-

datangani “Letter of Intent” dengan FAO

untuk berbagi pengalaman membantu pem-

bangunan ketahanan pangan dengan Negara-

Negara berkembang dalam kerangka ker-

jasama Selatan-Selatan. Sebagai implemen-

tasinya, Indonesia telah memberikan ban-

tuan teknis di bidang pertanian dan pangan

kepada Negara-Negara Myanmar, Timor

Leste, Samoa, Tonga, Laos, amboja, Papua

New Guenea, Vanuatu, dan Madagaskar.

Dalam kaitannya dengan pembangunan per-

tanian yang berkelanjutan, Indonesia dalam

forum-forum internasional selalu mengin-

gatkan akan pentingnya penerapan konsep

pembangunan “The Second Green Revolu-

tion”. Pada dasarnya konsep ini adalah kon-

sep pembangunan pertanian dan pangan

yang mendorong peningkatan produksi dan

produktivitas pangan dengan menerapkan

prinsip-prinsip ramah lingkungan dengan

mengoptimalkan pemanfaatan inovasi

teknologi di bidang: 1) optimalisasi peman-

faatan lahan dan air, 2) pengembangan

teknologi perbenihan/pembibitan, 3) penera-

pan usaha tani terpadu, dan 4) pengemban-

gan kelembagaan usaha tani pedesaan.

(Tim Liputan BP)*** Sumber: Panduan Acara HPS XXX 2010

Page 17: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

17

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

D i era globalisasi ini, “pemberdayaan” menjadi sebuah kata yang manis untuk diucap-

kan, meski keberhasilan upaya tersebut tidaklah semudah membalik telapak tangan.

Setumpuk harapan untuk memperkuat posisi tawar dan peningkatan kesejahteraan pun harus

terus dikembangkan secara mandiri. Bersatu, bekerjasama dan saling membantu, akan men-

jadi kata kunci untuk lebih memperkuat upaya tersebut.. Pemberdayaan khususnya di

bidang pertanian, penguatan petani melalui penumbuhan kelembagaan, merupakan hal yang

tepat dan layak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Muaranya adalah penguatan

posisi tawar dan peningkatan pendapatan petani.

Adalah Kelompok Tani “Wargi Mukti” yang bergerak di

jalur itu. Kelompok Tani (KT) yang ada di Rawamerta

Karawang ini merupakan wadah atau tempat berpadunya

kesadaran yang tumbuh dari bawah (petani), untuk bersatu

dan bekerja keras meraih kesejahteraannya. Namun ke-

mudian, selanjutnya mampukah KT Wargi Mukti ini men-

jadi salah satu aset pembangunan SDM pertanian di Kara-

wang atau bahkan nasional? Inilah tantangan sang ketua

dan anggota KT Wargi Mukti. Ditangan H. Umar Syahid

(44), harapan ini sedang berusaha diraih, meskipun jalan

itu masih terlalu panjang. Sebagai ketua Kelompok Tani

Wargi Mukti yang baru berdiri pada sejak bulan Agustus

2008, Ia menyadari betul bahwa masih membutuhkan

bimbingan teknis dari para aparat di lapangan (PPL dan

POPT). Kelompok tani ini sendiri baru memproklamirkan

diri sebagai kelompok tani semi organik (secara bertahap

menuju organik).

H. Umar Syahid (44) ketua kelompok Tani “Wargi Mukti”

Kelompok Tani

“WARGI MUKTI”

GO ORGANIK

Page 18: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

18

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Sedangkan untuk 100% organik ten-

tunya belum siap terutama dari sisi

prasarana. Sebagai kelompok tani rintisan,

kelompok tani yang satu ini tentunya

menghadapi banyak kendala, baik dari

perseorangan maupun dari kelompok.

Adalah Kelompok Tani “Wargi Mukti”

yang bergerak di jalur itu. Kelompok

Tani (KT) yang ada di Rawamerta Kara-

wang ini merupakan wadah atau tempat

berpadunya kesadaran yang tumbuh dari

bawah (petani), untuk bersatu dan bekerja

keras meraih kesejahteraannya. Namun ke-

mudian, selanjutnya mampukah KT Wargi

Mukti ini menjadi salah satu aset pemban-

gunan SDM pertanian di Karawang atau

bahkan nasional? Inilah tantangan sang

ketua dan anggota KT Wargi Mukti. Ditan-

gan H. Umar Syahid (44), harapan ini se-

dang berusaha diraih, meskipun jalan itu

masih terlalu panjang. Sebagai ketua

Kelompok Tani Wargi Mukti yang baru ber-

diri pada bulan Agustus 2008, Ia menyadari

betul bahwa masih membutuhkan bimbin-

gan teknis dari para aparat di lapangan (PPL

dan POPT). Kelompok tani ini sendiri baru

memproklamirkan diri sebagai kelompok

tani semi organik (secara bertahap menuju

organik). Sedangkan untuk 100% organik

tentunya belum siap terutama dari sisi

prasarana. Sebagai kelompok tani rintisan,

kelompok tani yang satu ini tentunya

menghadapi banyak kendala, baik dari

perseorangan maupun dari kelompok.

Secara administrasi, kelompok tani

ini berdiri di lingkungan pondok Pesantren

Tarbiyatul Athfal, yang ada di Desa Su-

kamerta, Kec. Rawamerta Karawang, yang

dikelola oleh Yayasan Annihiyah. Adapun

pengelolaan lahan yang menjadi tanggung

jawab KT Wargi Mukti ini meliputi be-

berapa lahan diantaranya sawah seluas: 40

Ha milik keluarga pesantren, 50 Ha lahan

sawah milik masyarakat, dan 25 Ha lahan

sawah milik orang tua wali murid. Hingga

kini, Kelompok Tani Wargi Mukti memiliki

laboratorium lapang seluas 6×6 m, sebagai

tempat percobaan perbanyakan agens hayati

dan bahan pengendali OPT alami, serta

pembuatan kompos jerami untuk memenuhi

kebutuhan sendiri. Beberapa agens hayati

yang sudah diperbanyak secara massal

antara lain Corynebacterium, Pseudomonas

fluorescens (PF), Beauveria Bassiana,

Metarrhizium sp, Parasitoid Trichogramma

sp dan Pestisida Nabati. Haji Umar Syahid

sendiri sebagai ketua dan inisiator, mengel-

ola lahan seluas 2,8 ha yang ditanami padi

secara semi organik dengan tanam bibit se-

batang. Pemupukan organik menggunakan

kompos jerami, sebanyak 3 ton hasil dari

rumah kompos yang dikelola bersama

kelompok taninya. Untuk sementara ini, ke-

butuhan kompos hanya untuk memenuhi

kebutuhan kelompoknya, namun tidak

mustahil suatu saat bersama binaannya akan

mampu menghasilkan kompos untuk seluruh

anggotanya.

Salah seorang anggota KT Wargi Tani sedang membuat kompos dari limbah jerami (Foto: Urip SR)

Wawancara dengan H.Umar dilakukan di Saung Kelompok Tani yang merangkap laboratorium lapang (Foto: Urip SR)

Page 19: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

19

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Menurut H. Umar, sudah saatnya

kita (kusususnya petani) mengurangi keter-

gantungan akan pupuk anorganik (pupuk

pabrikan). Hal inilah yang diterapkan pada

kelompoknya terlebih dahulu. Awal mula

ketertarikan Haji Umar terhadap pertanian

organik ini, dimulai dari hobinya membaca

literatur mengenai padi organik. K e -

yakinan itu, bertambah tebal manakala dia

mendapat kesempatan menimba ilmu or-

ganik ketika menjadi peserta magang di

Ciamis, yang diselenggarakan oleh Ikatan

Petani Pengendali Hama Terpadu Indonesia

(IPPHTI).

Secara umum, H. Umar dan kelom-

pok taninya berkeinginan merubah imej

Karawang sebagai kota yang terkenal akan

“Goyang Karawang” yang cenderung berko-

notasi negatif, menjadi kota lumbung padi

organik. Harapan ini, tidaklah berlebihan

apabila dimulai dari kelompoknya, artinya

tidak sekedar wacana belaka.

Selama ini, hasil padi yang diperoleh men-

capai 6 ton per hektarnya, dengan modal 10

juta dan hasil 12,5 juta. Jadi, Ia hanya men-

dapatkan keuntungan sebesar 2,5 juta se-

lama satu musim tanam. Keuntungan yang

sangat minim tentunya, yang tidak sesuai

dengan jerih payahnya. Namun begitu,

seiring perjalanan dan perenungannya H.

Umar dan kelompoknya tidak menyerah be-

gitu saja, Ia memutar otak tentang bagai-

mana caranya memenuhi kebutuhan pupuk

sendiri tanpa 100% tergantung pada pupuk

pabrikan dan kalau bisa mengurangi biaya

produksi, tetapi hasilnya tidak berkurang.

Dalam hal ini, Ia menyadari betul

bahwa apabila bertani padi organik tidak

serta merta mendapatkan hasil yang instan

atau cepat, namun minimal dalam rentang

tiga tahun barulah lambat laun akan terasa

hasilnya, terutama seiring dengan kondisi

tanah yang kembali subur secara alami,

kondisi tanahnya sehat produksi dan ten-

tunya pertanian yang ramah lingkungan.

Lebih lanjut, menurut H. Umar se-

benarnya di sawah sehabis panen sudah

tersedia pupuk dalam bentuk jerami. Dalam

satu hektar pasca panen, sawah akan men-

inggalkan kurang lebih 15 ton jerami. Menu-

rut penelitian, dalam setiap ton jerami jika

diolah akan memberikan pupuk setara den-

gan 23,5 kg urea, artinya setiap panen sawah

sudah menyediakan 15 ton X 23,5 kg urea =

362,5 kg urea. Pengolahannya pun sesung-

guhnya tidaklah susah, cukup dengan meng-

gunakan Trichoderma agens hayati multi-

guna, karena selain mempercepat proses pe-

lapukan, sehingga efektif untuk pembuatan

pupuk bokhasi, selain itu juga berfungsi se-

bagai musuh alami cendawan-cendawan

penyakit tanaman. Dalam hal ini, H. Umar

secara khusus berterimakasih kepada mereka

yang telah mengajarkan bagaimana cara

memperbanyak Trichoderma sp.

Diakhir obrolannya, H. Umar mem-

berikan slogan sekaligus pesan khususnya

untuk para petani di Karawang : ”Padinya

Organik, Petaninya Enerjik, Obatnya

Generik!” – Entah apa maksud dari ungka-

pan itu, namun jika kita terjemahkan barang-

kali hasilnya bisa dipahami bahwa padi yang

dihasilkan organik bebas pestisida menjadi

makanan sehat sehingga tubuh petaninya

menjadi enerjik, kuat, dan pengobatannya

generik artinya biaya pengendalian OPT-nya

murah karena membuat ramuan pestisida

nabati sendiri.([email protected])***

Kata Mutiara: Kegagalan adalah sukses yang tertunda

(Orang Bijak)

Page 20: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

20

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Kompas, 8 Mei 2010: Wereng Coklat Meluas, Pemda Harus Aktif

Jakarta, Kompas Serangan hama wereng batang coklat pada tanaman padi meluas, padahal sudah

relatif lama petani bebas dari serangan hama ini.

Oleh karena itu, pemerintah daerah diminta lebih cepat merespons setiap laporan adanya serangan

agar tidak meluas.Imbauan tersebut disampaikan Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi di Jakarta, Jumat (7/5). ”Petani juga harus lebih waspada dan mempelajari kembali pola penanggu-

langan wereng coklat melalui pendekatan pola tanam dan teknis budidaya,” ujar Bayu.

Menurut Bayu, dari aspek luasan, areal tanaman padi yang terserang wereng coklat memang tidak signifikan dibandingkan dengan total luasan areal panen padi.

Pada April-Mei 2010 total luas areal panen padi mencapai 3,3 juta hektar.”Serangan ini tidak ber-

dampak serius pada produksi pangan nasional, tetapi jelas sangat merugikan petani karena petani gagal panen,” kata Wakil Menteri Pertanian.Menurut Bayu, yang harus diwaspadai adalah meluas-

nya serangan, terutama di wilayah pantai utara Jawa.Wilayah yang tanaman padinya terpapar wereng

coklat adalah Subang (Jawa Barat), Jember dan Banyuwangi (Jawa Timur), serta Klaten, Jepara,

Pati, dan Pekalongan (Jawa Tengah). Kementerian Pertanian, kata Bayu, saat ini mengupayakan agar ada mekanisme bantuan khusus bagi

petani yang tanaman padinya terserang wereng.Selama ini bantuan bagi petani yang berasal dari

dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya dalam bentuk pupuk dan benih.Padahal, petani korban hama wereng perlu mendapat ganti rugi supaya kelangsungan hidup-

nya terjaga pasca-gagal panen. Menurut Bayu, ada empat faktor yang memengaruhi meluasnya wa-

bah wereng coklat. Faktor-faktor tersebut adalah adanya perubahan iklim dan tata air yang membuat situasi pola tanam tidak menentu, pola penanaman padi tidak lagi bisa dilakukan serempak, intro-

duksi benih padi hibrida yang tidak tahan wereng coklat, serta petani lupa cara melakukan antisipasi.

Kliping harian Kompas tanggal 8 Mei 2010 membuka tulisan ini, yang membahas tentang

pengalaman penanggulangan wereng batang cok-

lat (WBC) secara ekologis, yang dilakukan dalam

kurun waktu tahun 1980-1n hingga sekarang. Ini dimulai dengan Instruksi Presiden No.3 tahun

1986 tentang Pengendalian Hama Terpadu seba-

gai strategi nasional perlindungan tanaman, ke-mudian berlanjut dengan penyelenggaraan Pro-

gram Nasional Pengendalian Hama Terpadu

(1989-1999) yang dimulai di bawah koordinasi BAPPENAS dan mulai tahun 1994 dilaksanakan

langsung oleh Departemen Pertanian.

Imbauan dari Wakil Menteri Pertanian ini

seakan-akan menunjukkan bahwa Kementerian Pertanian juga mengalami “lupa” tentang sebab-

sebab klasik ledakan hama WBC di pertanaman

padi dan langkah penanggulangannya.

MAMPUKAH KITA BELAJAR DARI SEJARAH.? Oleh: Dr. Hermanu Triwidodo, MSc, IPB

dan Ir. Nugroho Wienarto, Yayasan Field

Populasi wereng batang coklat sayap panjang (Foto: Harsono Lanya)

Page 21: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

21

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Sejarah Serangan Wereng Batang Coklat.

Bila kita mau menengok sejarah maka ma-

salah yang dihadapi Indonesia dengan WBC

adalah mirip dengan pengalaman negara-negara lain di Asia. Di Indonesia WBC mulai

menjadi perhatian sejak tahun 1970 dan 1971.

Survei tentang kerusakan tanaman padi akibat penggerek di beberapa wilayah di Jawa Barat

mendapatkan data bahwa para petani meng-

gunakan insektisida, yang berakibat tidak hanya meningkatnya serangan penggerek tetapi

juga jumlah populasi WBC sepuluh kali lipat

dibandingkan lahan padi yang tidak disemprot

pestisida (Soeharjan 1972). Sebelum tahun tujuh puluhan WBC tidak diperhitungkan seba-

gai hama. Situasi ini segera berubah. Sebagai

bagian dari BIMAS Gotong Royong di akhir 1960-an dan awal 1970-an maka ratusan ribu

hektar padi sawah disemprot insektisida organ-

ofosfat berspektrum luas secara massal dengan menggunakan pesawat udara. Program ini juga

menyediakan paket kredit dalam bentuk pupuk

kimia dan pestisida. Sejalan dengan pertumbu-

han produksi yang meningkat maka meningkat pula serangan WBC. Pada tahun 1975, sejalan

dengan kebijakan pemerintah secara langsung

menyubsidi insektisida, maka kehilangan hasil akibat dari WBC sama dengan 44% impor

beras tahunan (Kenmore 1991). Sejak 1976

Pemerintah memulai penyemprotan dari udara

dengan formulasi insektisida dari jenis ultra low volume sehingga bisa menjangkau wilayah

yang luas. Hasilnya adalah pada tahun

1976/1977, WBC mengakibatkan serangan be-rat pada 450.000 hektar padi sawah. Perkiraan

kehilangan hasil sekitar 364.500 ton beras,

suatu jumlah yang cukup untuk memberi makan 3 juta orang dalam satu tahun. (Oka

1997).

Ini bukan kejadian yang terisolasi. Kebija-

kan-kebijakan perlindungan tanaman Indonesia yang mempromosikan penggunaan pestisida

telah mengakibatkan dua ledakan hama di ta-

hun 1979 dan 1986. Thailand, Vietnam, Kam-boja dan Malaysia juga mengalami ledakan

hama yang mirip. Para ahli ekologi populasi

mampu mendokumentasikan proses ini (Kenmore et al. 1984; Ooi 1988; Settle et al.

1986). WBC ditemukan berada pada tingkat

populasi yang tidak berarti di lahan padi sawah

intensif yang tidak disemprot insektisida karena dikendalikan oleh populasi musuh

alami.

Sekalipun ada imigrasi sejumlah besar serangga WBC dewasa yang bereproduksi ke

suatu lahan, maka populasi musuh alami mampu

merespon dan mengakibatkan tingkat kematian

WBC yang tinggi sehingga hasil panen tidak terganggu. Penggunaan insektisida telah dite-

mukan menjadi penyebab terganggunya mekan-

isme pengendalian alami. Tingkat hidup WBC didalam suatu sistem yang terganggu insektisida

telah ditemukan meningkat lebih dari sepuluh

kali lipat. Selama satu musim tanam kepadatan populasi WBC bisa meningkat ratusan kali lipat.

Mencoba mengendalikan ledakan hama ini den-

gan insektisida seperti menuang minyak ke-

dalam api. Dengan ledakan hama WBC yang masif

maka para pemulia tanaman mengembangkan

varietas yang tahan kepada WBC. Strateginya adalah mengganti penggunaan insektisida den-

gan menanam varietas padi yang tahan WBC.

Tetapi di lapangan, penggunaan insektisida yang intensif berlangsung terus. Penggunaan insek-

tisida yang intensif mendorong seleksi yang ce-

pat terhadap populasi WBC yang mampu

mengatasi ketahanan varietas baru (Gallagher 1984).

Runtuhnya varietas-varietas baru ini secara

cepat berarti dana dan waktu yang diinvestasi-kan dalam pengembangannya telah terbuang sia-

sia. Apa yang terjadi? Ini menunjukkan

bahwa kebijakan dan metode perlindungan tana-

man yang baku dari pemerintah di tahun 1970-an dan 1980-an secara nyata meningkatkan re-

siko ledakan hama. Contoh ledakan hama WBC

ini adalah ilustrasi, karena secara umum ini juga mengakibatkan ledakan-ledakan hama padi lain-

nya di daerah tropis. Insektisida melemahkan

sebuah sistem sehingga populasi musuh alami menjadi rendah dan tidak mampu memberikan

perlindungan terhadap sistem tersebut. Kebija-

kan pemerintah juga gagal memperhitungkan

“buffer” lain agar agroekosistem padi terhindar dari kehilangan hasil. Ini adalah kemampuan

tanaman untuk mengkompensasi kehilangan

daun dan malai produktif hingga 30-40 hari sete-lah tanam. Beberapa varietas unggul ini me-

mungkinkan tanaman bertahan dari serangan

hama yang diakibatkan oleh penggerek, peng-gulung daun dan yang lain (Way Heong 1994).

Makalah Way Heong pada tahun 1994 berke-

simpulan bahwa insektisida tidak diperlukan

sehingga insektisida dan “hama” ini perlu secara kritis dikaji ulang dan dibuktikan sebelum peng-

gunaan insektisida dipikirkan.

Page 22: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

22

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Apakah kita bisa belajar dari sejarah

penanggulangan hama WBC di tanah air kita

sendiri? Untuk itu kita perlu meninjau sejarah

tentang keluarnya INPRES 3/86 dan terseleng-

garanya Program Nasional PHT dalam kurun

waktu 1989-1999.

PHT sebagai Kebijakan Nasional

INPRES 3/86

Setelah bertahun-tahun menjadi negara

pengimpor beras terbesar didunia, Indonesia

berhasil mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Atas prestasi ini, Indonesia mendapat

pujian dari seluruh dunia serta penghargaan dari

FAO. Perubahan yang menakjubkan ini terjadi

karena introduksi pupuk dan varietas unggul yang disebarkan secara luas, pengembangan

sistem irigasi, dan adanya kebijakan-kebijakan

pendukung yang tepat. Namun demikian, pencapaian tersebut

memiliki kelemahan. Insektisida berspektrum

luas selalu diikutsertakan bersama dengan masu-kan lainnya. Insektisida tersebut telah memicu

ledakan populasi hama wereng coklat secara

luas, sehingga varietas-varietas padi berproduksi

tinggi yang dikembangkan oleh Indonesia, seperti Krueng Aceh dan Cisadane menjadi

“patah” ketahanannya. Pada akhir 1985, hampir

70% produksi padi di Pulau Jawa terancam oleh hama tersebut.

Untunglah, penelitian yang dilakukan oleh

badan penelitian nasional dan internasional se-

lama tahun 1979 hingga 1986 secara meyak-inkan membuktikan bahwa: 1) wereng batang

coklat merupakan hama yang ledakan populas-

inya disebabkan oleh penggunaan pestisida se-cara berlebihan, dan 2) populasi hama tersebut

dapat dikendalikan oleh agens pengendali hayati

berupa predator/pemangsa yang secara alami ada di lahan sawah.

Pada 5 Nopember 1986 Presiden Soeharto menandatangani Instruksi Presiden Nomor 3

tahun 1986 yang menyatakan bahwa Pengenda-

lian Hama Terpadu menjadi strategi nasional

pengendalian hama. Inpres 3/86 juga melarang 57 jenis insektisida, sebagian besar adalah jenis

organofosfat yang sangat beracun, untuk

digunakan di tanaman padi, dan memerintahkan diselenggarakannya program pelatihan PHT

skala besar kepada petugas lapangan dan pet-

ani. Kebijakan PHT ini diperkuat dengan

penghapusan subsidi pestisida dua tahun beri-

kutnya sehingga Pemerintah bisa menghemat $

120 juta per tahun. Selama 10 tahun sebelum-nya Pemerintah telah mengeluarkan dana sub-

sidi pestisida sebesar $1,5 milyar.

Program Nasional PHT 1989-1999

Sebagai kelanjutan dari terobosan ilmiah

dan kebijakan yang dilakukan pada akhir tahun

1980-1n tersebut, Pemerintah Indonesia melun-curkan program PHT dengan skala paling besar

dari yang pernah dilaksanakan. Sejaka tahun

1990, Program Nasional PHT telah mencetak

lebih dari 500.000 petani Indonesia menjadi alumni dari Sekolah Lapangan PHT (SLPHT)

yang dilakukan selama satu musim penuh di 12

propinsi lumbung beras. Pada tahun 1997/1998, hampir 200.000 petani terlibat

dalam SLPHT per tahun. Hingga 1998, hampir

setiap desa di daerah lumbung beras di Indone-

sia memiliki setidaknya satu SLPHT yang dise-lenggarakan di lahan di desa tersebut.

Dalam rangka mencapai jumlah tersebut,

lebih dari 2.000 Pengamat Hama dan Penyakit (PHP) menjalani pelatihan Ahli Lapangan PHT

secara intensif selama 14 bulan. Lebih jauh,

untuk mendukung pelaksanaan di lapangan, lebih dari 5.000 Penyuluh Pertanian Lapangan

(PPL) tanaman pangan juga menjalani latihan

PHT di lahan. Pada kurun waktu 1989-1993,

Program Nasional PHT dikoordinasikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(Bappenas) yang melibatkan Departemen Perta-

nian, Kesehatan, Lingkungan Hidup, serta Pen-didikan dan Kebudayaan. Sejak 1994, program

ini dikoordinir oleh Departemen Pertanian.

Selama kedua periode ini, Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) memberikan bantuan

teknis. Dana untuk program ini, disamping

berasal dari Pemerintah Indonesia, juga ber-

sumber dari hibah USAID dan pinjaman Bank Dunia.

Fot

o: H

arso

no L

anya

/BB

PO

PT

Page 23: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

23

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Program PHT yang berintikan usaha pengembangan sumberdaya manusia menghasil-

kan perubahan besar dalam perilaku dan praktek

budidaya di lahan, yang memungkinkan petani

untuk terbebas dari kebiasaan-kebiasaan sebe-lumnya dan dari ancaman kampanye perusahaan

pestisida. Lebih dari 40 tahun yang lalu, diawal

Revolusi Hijau, pestisida dikenalkan secara luas melalui metoda “pesan dan sanksi” yang mem-

bujuk petani untuk menggunakan pestisida ber-

subsidi dengan sistem kalender. Sistem kalen-der kemudian digantikan dengan sistem ambang

ekonomi yang memerlukan pengamatan yang

cermat, peramalan, dan teknik “hitung dan sem-

prot”. PHT di Indonesia telah meninggalkan konsep tersebut dengan cara mempertajam

ketrampilan petugas lapangan dan petani dalam

metoda-metoda ekologis, yaitu pengambilan keputusan dan pengelolaan lahan yang didasar-

kan pada analisa agroekosistem dan pengamatan

di lahan.

Manfaat dan Hasil PHT

Manfaat yang diperoleh dari program PHT

bagi lingkungan, Pemerintah, petani, dan

masyarakat, antara lain:

Pemerintah dapat menghemat dana sub-

sidi sekitar 120 milyar dolar Amerika per

tahun, sementara pada saat yang sama

ledakan populasi hama yang menjadi an-

caman terhadap keamanan penyediaan

pangan juga telah menurun drastis.

Petani dapat menghemat biaya produksi,

panen lebih terjamin, dan keadaan kese-

hatan keluarga serta masyarakat menjadi

lebih baik.

Kerusakan lingkungan akibat peng-

gunaan pestisida menjadi berkurang, baik

untuk jangka panjang maupun jangka

pendek.

Konsumen terlindungi dari residu racun

yang tidak diperlukan.

Setelah mengikuti SLPHT selama satu musim penuh, petani menurunkan penggunaan

insektisida, baik yang terlarang maupun yang

tidak, sementara itu hasil panen tetap dapat

dipertahankan. Namun demikian, bagi kebanya-kan petani, ada yang lebih penting daripada ke-

untungan ekonomi tersebut, yaitu berkembang

pesatnya kemampuan mereka untuk melakukan analisa, pengambilan keputusan, dan pengel-

olaan lahan.

Mengacu kepada perkembangan di lapan-gan maka pada tahun 1999, Menteri Pertanian

M. Prakosa menulis surat kepada Pemerintah

Daerah agar melanjutkan program PHT di ting-

kat lapangan dari anggaran daerah, sehingga usailah Program Nasional PHT.

Pengembangan sumberdaya manusia menghasilkan pe-rubahan besar dalam perilaku dan praktek budidaya di lahan, ini semua karena program PHT. (Foto: Urip SR)

Mutiara Kata

“Semaikan benih dan bumi akan memberi kamu bunga. Mimpikan impianmu sampai ke langit dan ia akan

memberimu yang kamu cintai” (Kahlil Gibran)

Page 24: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

24

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Resiko Penggunaan Pestisida terhadap Eko-

nomi dan Kesehatan Petani

Selama tahun 1970-an, teknologi Revolusi Hijau

memasukkan insektisida ke dalam paket kompo-

nen input produksi bersama dengan pupuk, iri-gasi, kredit, dan benih unggul.

Di pertanaman padi daerah tropis, penelitian

yang dilakukan selama 25 tahun oleh lembaga nasional Indonesia dan badan-badan interna-

sional seperti IRRI dan FAO tidak pernah mem-

buktikan bahwa insektisida memberikan sum-bangan bagi peningkatan produksi padi ataupun

peningkatan keuntungan petani. Dalam ken-

yataannya, penggunaan insektisida secara sem-

barangan, bahkan dapat mengakibatkan kehilan-gan hasil panen yang sangat besar akibat timbul-

nya resurjensi hama, seperti yang terjadi pada

tahun 1975 sampai 1979, sehingga produksi padi mengalami krisis akibat serangan hama

wereng coklat.

Di seluruh dunia 80% dari seluruh pestisida digunakan di negara maju. Namun demikian,

diperkirakan 90% kasus keracunan pestisida,

terjadi di negara berkembang. WHO mem-

perkirakan bahwa 25 juta manusia mengalami keracunan pestisida setiap tahunnya.

Dengan kondisi pedesaan yang para petaninya

miskin, maka “penggunaan secara aman” dari bahan-bahan kimia yang sangat beracun terse-

but, praktis tidak mungkin dilakukan. Disamp-

ing itu, secara agronomis, perlu tidaknya peng-

gunaan pestisida pun masih dipertanyakan. Studi yang dilakukan pada tahun 1993 tentang

hubungan antara penyemprotan pestisida dengan

keracunan akut pada petani Indonesia menyata-kan bahwa 21% kegiatan penyemprotan men-

gakibatkan timbulnya tiga atau lebih gejala dan

tanda keracunan pada saraf, saluran pernafasan, dan pencenaan. Studi tersebut juga menunjuk-

kan bahwa frekuensi penyemprotan per minggu,

penggunaan pestisida berbahaya, dan tingkat

pemaparan kulit oleh pestisida berhubungan secara signifikan dan independen dengan

keracunan akut (Kinshi, et al, 1995).

Ketidakmampuan petani untuk membeli per-lengkapan pelindung, panasnya iklim tropis, dan

kesulitan untuk menegakkan pelaksanaan pen-

gaturan pestisida mengakibatkan kesehatan pet-ani dan kondisi tanamannya menjadi terkena

resiko penggunaan pestisida, sekalipun dalam

penggunaan yang “normal”.

Resiko terhadap kesehatan akibat pestisida tidak hanya dijumpai selama penggunaan di lahan,

melainkan juga ditemukan di rumah, tempat para

petani penyemprot tinggal. Delapan puluh em-

pat persen (84%) petani yang disurvey, ternyata menyimpan bahan kimia beracun tersebut di

dalam rumah dalam keadaantidak aman dan mu-

dah dijangkau oleh anak-anak. Racun kimia yang berbahaya bagi lingkungan,

beresiko terhadap keberhalian panen, dan men-

gancam kesehatan manusia tersebut dipasarkan dengan menggunakan siasat pemasaran yang

membujuk masyarakat, dan seringkali secara

langsung melanggar Standar Pengedaran Pes-

tisida (FAO Code of Conduct of Production and Distribution of Pesticide) yang dikeluarkan oleh

FAO. Program PHT memerangi hal ini dengan

cara memberikan berbagai alat analisa kepada petani agar mereka dapat mengambil keputusan

sendiri, sehingga uang dan sumberdaya mereka

tidak terbuang percuma, kesehatan mereka tidak terancam, tanaman mereka tidak mengalami

kerugian, dan lingkungan mereka tidak men-

galami kerusakan.

Penggunaan insektisida secara sembarangan, dapat men-gakibatkan kehilangan hasil panen yang sangat besar aki-bat timbulnya resurjensi hama, seperti yang terjadi pada MK. 2010. (Foto: Dok. BBPOPT).

Kamus Pertanian: OPT adalah semua organisme yang dapat merusak, meng-

ganggu kehidupan atau menyebabkan kematian pada tanaman, termasuk di dalamnya adalah hama, penyakit

dan gulma.

Page 25: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

25

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

PHT oleh Petani: Pendekatan Ekologis

“PHT merupakan pendekatan ekologis sehingga

sistem pertanian dipandang sebagai suatu sis-

tem yang kompleks dan hidup. Petani belajar

untuk bekerjasama dengan alam dan belajar untuk membuat dirinya mampu mencapai ka-

pasitas yang diperlukan untuk mengelola perta-

nian yang produktif dan berkelanjutan. PHT juga merupakan program pengembangan sum-

berdaya manusia. Pelatihan PHT membantu

petani untuk belajar tentang mengorganisir diri mereka sendiri dan dan masyarakatnya, untuk

mengumpulkan dan menganalisa data, untuk

mengambil keputusan sendiri, dan untuk men-

ciptakan suatu jaringan kerja yang kokoh antara petani dengan petani lainnya, serta antara pet-

ani dengan penyuluh dan peneliti.” Menteri Per-

tanian, Prof. Dr. Sjarifudin Baharsjah, 1994.

Lebih dari Soal Hama dan Pestisida

Program Nasional PHT Indonesia berusaha

memperkuat kemampuan petani, membangun organisasi petani, mempertajam ketrampilan

petugas lapangan, dan menciptakan manajer la-

pangan yang berkualitas. Alumni SLPHT lebih

sedikit menggunakan pestisida dan memperoleh lebih banyak keuntungan, dapat menjaga pro-

duksi tetap stabil, dan mampu mengambil kepu-

tusan yang didasarkan pada analisa ekosistem di lahan mereka sendiri.

Dengan menjadi kelompok inti dalam perenca-naan, pelatihan, dan penelitian lapangan di

wilayahnya, para petani terlibat dalam pengem-

bangan dan penyebaran PHT. Di tahun angga-

ran proyek (1997/1998), SLPHT “Dari petani ke petani” melibatkan lebih dari 75.000 petani pe-

serta.

Secara keseluruhan, analisa dan tindakan di dalam program PHT selalu berkisar diantara em-

pat prinsip dasar:

Membudidayakan tanaman yang sehat Melestarikan dan mendayagunakan peranan

musuh alami (predator dan parasit)

Mengamati kondisi lahan secara mingguan

untuk mengambil keputusan tentang pengel-olaan lahan.

Memampukan petani menjadi ahli PHT

dalam pengelolaan ekologi lahannya. Metoda latihan ditekankan pada penemuan

sendiri, perbandingan, dan analisa. Petani bela-

jar untuk bekerja secara efektif dalam kelompok-kelompok kecil untuk melalukan percobaan

lapangan, dan kemudian menguasai ketrampilan

yang lebih kompleks seperti pelatihan, perenca-

naan, penelitian lapangan, dan pengorganisasian masyarakat.

Alumni SLPHT lebih sedikit menggunakan pestisida dan memperoleh lebih banyak keuntungan, dapat menjaga produksi tetap stabil. (Foto: Urip SR).

Metoda latihan ditekankan pada penemuan sendiri, per-bandingan, dan analisa. Petani belajar untuk bekerja se-cara efektif dalam kelompok-kelompok kecil untuk melalu-kan percobaan lapangan. (Foto: Urip SR).

Page 26: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

26

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Pemberdayaan Petani melalui Sekolah

Lapangan PHT

Program Nasional PHT menghidupkan kem-

bali sistem penyuluhan dan jaringan kelom-

pok petani yang ada melalui pengor-

ganisasian dan pelaksanaan SLPHT. Den-

gan rancangan berupa “sekolah tanpa dind-

ing”, Sekolah Lapangan petani ini melaku-

kan pertemuan mingguan sebanyak 12 kali

selama satu musim tanam penuh, mulai dari

tanam hingga panen. Setiap Sekolah Lapan-

gan memiliki 1000 meter persegi “Petak Be-

lajar”, yang terdiri dari 2 petak perbandin-

gan, yaitu petak perlakuan petani dan petak

PHT. Setiap minggu, petani mempraktekan

analisa agro-ekosistem yang mencakup ke-

sehatan tanaman, pengelolaan air, kondisi

cuaca, gulma, pengamatan penyakit, serta

pengamatan dan pengumpulan serangga

hama dan serangga berguna. Petani meny-

impulkan hasil pengamatannya sesuai den-

gan pengalaman mereka, mereka meng-

gunakan analisa agro-ekosistem untuk mem-

buat keputusan pengelolaan lahan dan

mengembangkan cara pandang tentang

proses ekologis yang seimbang.

Fasilitator memberikan kesempatan kepada

petani untuk menjadi ahli yang aktif, dan

membantu mereka untuk mengungkapkan

dan menganalisa pengalaman mereka

sendiri. Selama proses tersebut, para petani:

Membuat sendiri alat dan bahan belajar,

yang meliputi koleksi serangga, “kebun

serangga”, percobaan lapangan, poster,

dan catatan pengamatan lapangan.

Menciptakan dan menggunakan perang-

kat analisis berupa bagan analisis agro-

ekosistem mingguan yang dibuat dengan

krayon diatas kertas plano dan contoh

hidup untuk melakukan analisis SWOT,

untuk mengembangkan rencana rencana

tindakan selanjutnya.

Memecahkan permasalahan dan mengam-

bil keputusan: petani PHT belajar untuk

mengelola program mereka sendiri dan

mengadakan serta menjalankan kegiatan

belajar dan percobaan yang makin kom-

pleks.

Membangun organisasi petani yang lebih

kuat dengan cara mempelajari ketrampi-

lan dalam bidang kepemimpinan, komu-

nikasi, dan manajemen, yang akan ber-

guna di masa-masa berikutnya setelah

Sekolah Lapangan selesai.

Semenjak 1990, lebih dari 20.000 SLPHT

telah diselenggarakan. Disamping padi, Se-

kolah Lapangan juga diselenggarakan untuk

komoditas lain, yaitu kedelai, kubis, ken-

tang, cabe dan bawang merah. Model

SLPHT juga telah diadopsi oleh berbagai

kegiatan penyuluhan pertanian, dan

“diekspor” ke berbagai negara di Asia, Af-

rika dan Amerika Latin.

Keberhasilan SLPHT telah memicu muncul-

nya dukungan politis yang spontan dan ban-

tuan dana dari pemerintah setempat. Para

kepala Desa, Bupati, dan Gubernur secara

terbuka di depan publik telah menyatakan

bahwa SLPHT merupakan program pelati-

han pertanian pedesaan yang paling efektif

yang pernah dilaksanakan, dan mereka me-

wujudkan dukungan tersebut dalam bentuk

bantuan dana dari anggaran pemerintah

setempat.

Petani sedang melaksanakan praktek analisa agroekosis-temyang mencakup kesehatan tanaman, pengelolaan air, kondisi cuaca, gulma, pengamatan penyakit, serta penga-matan dan pengumpulan serangga hama dan serangga berguna. (Foto: Urip SR).

Kamus Pertanian:

Ambang pengendalian adalah intensitas serangan atau tingkat populasi yang melandasi keputusan untuk men-

gambil tindakan pengendalian guna mencegah meningkat-nya serangan ke tingkat kerugian ekonomi.

Page 27: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

27

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Kunci Kesuksesan Program PHT

Percaya pada Kemampuan Petani

Falsafah “PHT oleh Petani” telah me-

nempatkan petani sebagai pusat pengembangan

PHT. Hal ini merupakan falsafah penuntun pro-gram PHT Indonesia, sekaligus merupakan

penentu utama keberhasilan program ini. Me-

lalui SLPHT, petani mampu menguasai ekologi di lahan tempat mereka bekerja, dan dengan

demikian, mereka menjadi ahli di lahannya. Na-

mun, ini baru merupakan titik awal. Lebih jauh, peran mereka semakin meningkat dan meluas,

yaitu melalui pelatihan dari petani-ke petani,

studi petani, dan media petani untuk menciptakan

pola “komunikasi horisontal”.

Dukungan Kebijakan Menyeluruh

Agar PHT dapat berhasil, maka pelak-sanaannya di lapangan dan pengaturan kebijakan-

kebijakan pendukungnya haruslah berjalan seir-

ing dan saling mendukung. Di tingkat pusat, para pembuat kebijakan perlu menciptakan dan

memelihara pola kebijakan yang kondusif, yang

mencakup pengaturan pestisida, dukungan dana,

dan program pelatihan dan penelitian PHT. Di tingkat daerah, dukungan nyata dari pemerintah

daerah tingkat propinsi, kabupaten, kecamatan,

dan desa mendorong kelanjutan momentum pengembangan PHT. Untuk lebih memperkuat

Gerakan PHT, maka dilakukan kerjasama dengan

organisasi kemasyarakatan, kelompok konsumen,

pers, dan badan-badan pendukung yang terlibat dalam bidang kesehatan, lingkungan, dan pen-

didikan.

Penelitian Pendukung

PHT membutuhkan penelitian di semua

tingkatan untuk mendukung pengembangan pro-gram. Terobosan penelitian dalam PHT Padi

yang dihasilkan oleh badan penelitian dan uni-

versitas memungkinkan program di fase awal

dapat dibangun dengan dasar ilmiah yang kuat. Penelitian yang berorientasi lapangan tentang

sistem budidaya tanaman yang lain membuka

jalan bagi pengembangan dan perluasan PHT. Yang paling penting, kegiatan penelitian dan

studi lapangan telah dipadukan langsung ke

dalam sistem yang berbasis petani sehingga me-mungkinkan petani, petugas penyuluhan, dan

peneliti bekerja bersama untuk memperkuat dan

memurnikan PHT, sebagai jawaban atas keadaan

ekologi pertanian di darah tropika yang bersifat lokal spesifik.

PENGHALAU WALANG SANGIT

H ambatan menanam padi organik adalah serangan hama walang

sangit khususnya pada musim hujan seperti pada saat ini. Saat serangan parah para petani di Desa Peniwen, Kec. Kromengan, Malang menggunakan ra-muan nabati yang dibuat sendiri. Ra-muannya adalah 1 kg gadung, brotowali, daun pucung, dan temu ireng, serta 1 genggam daun mindi dan rimpang bengle ditumbuk halus atau diparut. Semua ba-han dicampur dengan 10 liter air dan dis-impan 7 hari. Tiga gelas campuran itu dilarutkan dalam 16 liter air dan disem-protkan ke tanaman padi. ***

TIPS

Page 28: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

28

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Belajar dengan Cara Menentukan Sendiri Inti keberhasilan program PHT adalah proses

belajar partisipatoris dan inovatif, yang me-

mungkinkan petani dan pemandu untuk mene-

mukan sendiri prinsip-pronsip PHT di lahan mereka. Melalui proses ini petani menjadi

pemilik – tidak hanya sekedar menjadi pelak-

sana – dari pengetahuan dan cara/metoda PHT. Metoda belajar PHT memungkinkan petani un-

tuk menguasai teknik pengelolaan tanaman

yang efektif, sekaligus memperoleh ketrampi-lan dalam hal komunikasi antar pribadi, peme-

cahan masalah, dan kepemimpinan melalui

praktek langsung.

Manajemen yang Tanggap dan Mendukung

Kebutuhan Lapangan

Pelaksanaan PHT dalam skala luas memerlukan

sistem manajemen lapangan yang efektif, yang dapat dengan cepat memberikan tanggapan ter-

hadap setiap kebutuhan yang selalu berkem-

bang, dan muncul dari kelompok dan jaringan petani. Dalam PHT, petugas lapangan, dan

tentu saja petani, tidak pernah hanya bergelut

dengan hal-hal teknis saja karena latihan selalu

berkaitan dengan pengembangan ketrampilan berorganisasi dan manajemen di semua tingkat

hingga kelompok tani. Salah satu kunci keber-

hasilan program PHT Indonesia adalah terben-tuknya suatu sistem yang kuat yang terdiri dari

2.000 Pemandu Lapangan PHT dan Petugas

Lapangan yang berasal dari Direktorat Per-

lindungan Tanaman. Para manajer lapangan ini bertanggung jawab untuk mengembangkan

strategi lokal dan memberikan tanggapan terha-

dap kebutuhan teknis petani, sekaligus mem-bangun kemampuan berorganisasi para petani

dalam rangka pelembagaan PHT di tingkat

petani sendiri.

Pendekatan Ekologis Hal yang pertama kali diperhatikan orang ketika

mengunjungi SLPHT adalaha gambar analisa

agro-ekosistem yang dibuat oleh petani. Dari

awal, pendekatan PHT menerapkan wawasan ekologis dalam pengelolaan budidaya pertanian.

PHT tidak hanya berbicara tentang serangga, me-

lainkan lebih merupakan pendekatan yang men-yeluruh/holistik, yang mencakup keseluruhan

sistem secara lengkap: tanah, air, cuaca, tanaman,

siklus unsur hara, jaring-jaring makanan, aliran energi, komunitas aquatik, serta isu ekonomi per-

tanian dan kesehatan petani. Pendekatan ini

membedakan Program PHT yang sedang berjalan

saat ini dengan program-program pendahulunya, dan memberikan landasan luas, yang memung-

kinkan PHT untuk memberikan sumbangan bagi

pembangunan pertanian yang berkelanjutan.***

Rujukan: Departemen Pertanian. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 390/Kpts/TP/600/5/1994 tentang Penyelenggaraan Pro-gram Nasional PHT, Jakarta 1994. Gallagher, K.D. Effect of Host Plant Resistance on the Microevolution of the Rice Brown Planthopper, Nilaparvata lugens (STAL) (Homoptera: Delphacidae). Ph.D. thesis. University of California, Berkeley.1994. Kenmore, P.E. Indonesia’s Integrated Pest Management: A Model for Asia. FAO Inter-Country Programme for Integrated Pest Control in Rice in South and Southeast Asia, 1991. Kishi, M., N. Hirschorn, M. Djajadisastra, L.N. Saterlee. S. Strowman dan R. Dilts. “Relationship of Pesticide Spraying to Sighns and Symtoms in Indonesia Farmers”. Scandinavian Journal of Workplace and Enviromental Helth, 21:124-33, 1995. Ministry of Agriculture of the Republik of Indonesia. IPM By Farmers: The Indonesian Integrated Pest anagement (IPM) Program. World Food Summit- FAO, Rome, 1996. Oka, I.N. “Integrated Crop Pest Management with farmer participation in Indonesia”. Reasons for Hope: Instructive Experiences in Rural develop-ment. A. Khrisna, N. Uphoff, M.J. Esman, eds. Kumarian Press, Connecticut, 1997.

(Makalah ini disampaikan pada Workshop

Nasional WBC di Jakarta Tgl 19 Mei 2010)

Mutiara Kata Hargailah setiap detik yang kita miliki. Terlebih karena kita menggunakannya bersama-sama dengan orang-orang yang tercinta dalam menjalani hidup ini. Ingat,

kemarin merupakan sejarah. Besok masih misteri. Hari ini adalah hadiah. (Orang Bijak)***

Page 29: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

29

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

D alam usaha pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), banyak cara

yang dapat ditempuh yaitu dengan cara bercocok tanam, menanam varietas tahan,

mekanis, fisis, biologis, genetis, peraturan perundang-undangan dan kimiawi

(pestisida). Masing-masing cara tersebut di atas mempunyai keuntungan dan kelemahan,

dan pada kenyataannya tidak ada satupun yang dapat selalu memberikan hasil yang me-

muaskan apabila dilaksanakan sendiri-sendiri.

Kebijaksanaan pemerintah dewasa ini

dalam pengendalian OPT adalah menerapkan

sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

Dalam sistem PHT tersebut, penggunaan pes-

tisida hanya apabila perlu dan merupakan

alternatif terakhir yaitu apabila cara-cara

pengendalian yang lain tidak memberikan ha-

sil yang memuaskan.

Walaupun secara konsepsional peng-

gunaan pestisida merupakan alternatif yang

terakhir, namun demikian kenyataan di lapan-

gan menunjukkan bahwa penggunaan pes-

tisida sering merupakan pilihan utama karena

banyak keuntungan yang diperoleh yaitu

antara lain: dapat memberikan hasil dengan

cepat, aplikasi di lapangan relatif mudah,

dapat diaplikasikan hamper pada setiap waktu

dan tempat, dapat diaplikasikan pada areal

yang luas dalam waktu singkat, dapat

diperoleh dengan mudah, dan harga relatif

murah dan memberikan keuntungan secara

ekonomi.

Dengan keuntungan-keuntungan terse-

but, mengakibatkan pestisida digunakan

secara luas dan berulang-ulang bahkan terus

menerus, dan kini dalam sistem pertanian

mutakhir telah menempatkan pestisida seba-

gai salah satu masukan yang merupakan

bagian integral yang tidak dapat dipisahkan

dalam usaha meningkatkan dan memper-

tahankan produksi pada taraf tinggi.

Selain keuntungan-keuntungan tersebut,

perlu pula disadari bahwa penggunaan

pestisida mempunyai banyak kelemahana-

tau kerugian yaitu antara lain: a) menim-

bulkan resistensi dan resurgensi OPT, b)

menimbulkan OPT sekunder yaitu OPT

yang semula tidak merugikan menjadi me-

rugikan, atau yang semula bukan meru-

pakan OPT penting menjadi OPT penting,

c) menimbulkan keracunan terhadap

manusia, ternak maupun hewan peliharaan

lainnya, d) menimbulkan kematian musuh

alami OPT sasaran, e) menimbulkan ke-

matian OPT bukan sasaran lainnya baik

yang berguna maupun yang tidak berguna,

f) menimbulkan masalah residu

pestisida,g) menimbulkan pencemaran

lingkungan.

Pakailah sarung tangan dan peralan lainnya sebelum melakukan pekerjaan aplikasi penyemprotan pestisida (Gambar: Repro CropLife)

BAGIAN .1

Page 30: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

30

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Menyadari hal-hal tersebut diatas,

maka pestisida harus ditangani dengan se-

baik-baiknya, memberikan manfaat yang

maksimal dan dampak negatif yang ditim-

bulkannya minimal.

Untuk dapat menangani hal itu,

maka masyarakat dan dan petugas dinas/

pemerintah perlu mempunyai pengetahuan

yang memadai tentang pestisida, sehubun-

gan dengan hal tersebut, maka pada rubrik

“Mimbar Proteksi” pada edisi 2/2010 kali

ini mencoba mengingatkan kembali untuk

digunakan sebagai pedoman bagi petugas

pemerintah di subsector pertanian tanaman

pangan dalam menangani masalah pestisida

di lapangan.

Definisi Pestisida

Banyak definisi digunakan untuk

pestisida yang asal katanya bersalal dari

kata pest (jasad pengganggu) dan cida

(mematikan). Secara umum pestisida dapat

didefinisikan sebagai bahan yang digunakan

untuk mengendalikan populasi jasad yang

dianggap sebagai pest yang langsung mau-

pun tidak langsung merugikan kepentingan

manusia. Pengertian pest dalam definisi

tersebur umumnya tidak mencakup jasad

renik dan jasad lain yang endoparasitik yang

menyebabkan penyakit pada manusia dan

hewan. Bahan untuk membunuh jasad-jasad

penyebab penyakit manusia dan hewan ini

tidak disebut pestisida tetapi lazim disebut

obat. Yang termasuk pest tersebut antara

lain adalah jasad-jasad yang merupakan

hama dan penyakit yang merusak tanaman

dan hasil pertanian.

Jenis Pestisida

Ditinjau dari jenis jasad yang men-

jadi sasaran penggunaan pestisida, maka

pestisida dibedakan menjadi beberapa jenis

antara lain seperti :

Akarisida untuk mengendalikan tungau

(akarina)

Algisida untuk mengendalikan gang-

gang (algae).

Avisida untuk mengendalikan burung

(Aves).

Bakterisida untuk mengendalikan bak-

teri.

Fungisida untuk mengendalikan cen-

dawan (fungus)

Herbisida untuk mengendalikan gulma/

tumbuhan penggangu (herba)

Insektisida untuk mengendalikan ser-

angga (insekta)

Moluskisida untuk mengendalikan bi-

natang bertubuh lunak (moluska) seperti

siput, keong dan bekicot.

Nematisida untuk mengendalikan cacing

(nematode).

Pisisida untuk mengendalikan ikan preda-

tor (pices).

Rodentisida untuk mengendalikan bi-

natang mengerat (rodentia), khususnya

tikus.

Zat pengatur tumbuh tanaman (ZPT) un-

tuk mengatur pertumbuhan tanaman atau

bagian-bagian tanaman.

Disamping yang tersebut diatas,

dikenal pula beberapa istilah lain untuk pes-

tisida yang digunakan terhadap jasad sasaran

pada stadium atau tingkat pertumbuhan ter-

tentu, misalnya insektisida yang efektif ter-

hadap telur atau larva serangga disebut ber-

turut-turut sebagai ovisida dan larvisida.

Senyawa yang bukan merupakan

biosida tetapi karena kegunaannya dimak-

sudkan untuk membantu tercapainya tujuan

penggunaan pestisida yang lebih baik

umumnya disebut ajuvan, yang terdiri dari

antara lain:

Bahan penyebar (dispersing agent): un-

tuk memperbaiki daya sebar pestisida

pada bidang sasaran.

Bahan perata (Spreading agent): untuk

memperbaiki daya merata pestisida pada

bidang sasaran.

Bahan perekat (Sticker): untuk memper-

baiki daya merekat pestisida pada bidang

sasaran.

Bahan pembasah (Wetting agent) untuk

memperbaiki daya membasahi.

Bahan untuk membantu daya trobos

(masuk) pestisida ke dalam jaringan sa-

saran, umumnya digunakan untuk mem-

bantu masuknya herbisida sistemik ke

dalam jaringan gulma.

Page 31: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

31

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Formulasi Pestisida

Bahan terpenting daalam pestisida

yang bekerja aktif terhadap jasad sasaran

disebut bahan aktif. Dalam pembuatan pes-

tisida di pabrik, bahan aktif tersebut umum-

nya tidak dihasilkan sebagai bahan aktif

yang murni seratus persen, tetapi bercampur

dengan sedikit bahan-bahan pengotor lain.

Produk pertama yang dihasilkan tersebut

dinamakan bahan teknis.

Bahan teknis dengan kadar bahan

aktif yang tinggi tersebut umumnya sulit

untuk digunakan begitu saja dan bahkan ba-

han teknis tertentu praktis tidak mungkin

dapat digunakan apabila tidak diubah ben-

tuk atau sifat-sifat fisis tertentu lainnya dan

dicampur dengan bahan lain. Di pabrik pes-

tisida pencampuran bahan teknis dengan

bahan lainnya tersebut perlu dilakukan su-

paya bahan aktif pestisida dalam bahan tek-

nis tersebut dapat disimpan, diangkut dan

digunakan dengan aman, efektif dan ekono-

mis. Produk jadi yang merupakan campu-

ran fisik antara bahan aktif dengan bahan

tambahan yang inert (tidak aktif) tersebut

dinamakan formulasi.

Formulasi sangat menentukan bagai-

mana.pestisida dengan bentuk dan kom-

posisi tertentu harus digunakan, berapa

dosis atau takaran yang harus digunakan,

berapa frekuensi dan interval penggunaan

serta terhadap jasad sasaran tertentu pes-

tisida dengan formulasi tersebut dapat

digunakan efektif. Selain itu formulasi pes-

tisida juga menentukan aspek keamanan

penggunaan pestisida terhadap manusia dan

lingkungan.

Dewasa ini pestisida dibuat dan

diedarkan dalam berbagai bentuk formulasi,

yaitu cair, padat, dan gas yang merupakan

hasil proses penggunaan bentuk cair dan

padat. (Bersambung) ***

Daftar Pustaka: Penanganan Pestisida untuk Pertanian Tanaman Pangan. Ditlin, Jakarta (1989)

Jangan menyemprot berlawanan dengan arah angin dan saat angin kencang (Gambar: Repro CropLife).

Belilah Produk Perlindungan Tanaman di toko/kios yang dapat dipercaya dan jangan terima Produk yang kema-sannya rusak.(Gambar: Repro CropLife)

Cucilah pakaian dan perlengkapan kerja serta mandilah setelah menggunakan Produk Perlindungan Tanaman(Gambar: Repro CropLife).

Page 32: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

32

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

S elama beberapa tahun terakhir ini pemanfaatan agens hayati sebagai pengendali

OPT mendapat perhatian besar dan perbanyakannya telah dilakukan perguruan

tinggi, Balai Penelitian, LPHP maupun petani, bahkan sebagian telah diproduksi

secara komersial.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan agens hayati untuk menunjang pengembangan

dan pemanfaatannya dalam jumlah banyak dan memenuhi syarat kualitas yang baik tanpa

terkontaminasi, maka perlu perbanykan/pengembangbiakan agens hayati secara massal den-

gan teknik-teknik perbanyakan yang telah

Dalam pengembangan agens hayati

perlu ditempuh langkah-langkah berikut:

Eksplorasi, isolasi dan identifikasi.

Uji efektifitas.

Uji keamanan.

Uji kestabilan.

Uji potensi produksi massal.

Formula agens antagonis yang efisien

dan efektif.

Uji kestabilan dalam bentuk formulasi

dan lama simpan.

Uji potensi pasar.

Evaluasi biaya produksi.

Analisis perolehan infestasi.

Pengujian lapangan.

Membuat hak paten, dan

Komersialisasi dan pemasyarakatan pro-

duk (biopestisida)

Perbanyakan agens hayati secara mas-

sal dengan cara yang sederhana telah dilaku-

kan di Balai Besar Peramalan Organisme Pen-

ganggu Tumbuhan (BBPOPT) Jatisari, LPHP,

Perguruan Tinggi, dan kelompok tani. Agens

hayati tersebut antara lain Beauveria bassi-

ana, Metarrihizium anisopliae, Trichoderma

sp, Gliocladium sp, dan Pseudomonas fluores-

cens.

Cara perbanyakan agen hayati

sebagai berikut:

Page 33: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

33

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Perbanyakan Bakteri

Pseudomonas fluorescens

Untuk memperbanyak P. fluores-

cens dilaksanakan dua tahapan yaitu pem-

buatan media dan perbanyakan bakteri.

Pembuatan Media

1. Bahan

Adaan dua media yang diperlukan

(media King’s B untuk perbanyakan

starter dan media cair untuk perbanyakan

massal) dengan komposisi sebagai berikut:

Takaran

Bahan King’s B Cair

Gliserol 10 gr -

Protease pepton 20 gr -

MgSO47H2O 1,5 gr -

K2HPO4 1,5 gr -

Agar Swallow

Kentang - 300 gr

Sukrosa - 17 gr

Air destilasi 1 lt 1 lt

KOH -

HCL -

Kapas -

Aluminium foil

2. Alat

Cara Kerja Pembuatan:

Media Padat/Media King’s B

Capurkan bahan-bahan: Gliserol (10 gr),

protease pepton (20 gr), MgSO47H2O

(1,5 g), K2HPO4 (1,5 gr), agar murni

(15 gr), dan air destilasi (1 ltr), kemudian

panaskan dalam panci, aduk sampai agar

larut dan terlihat homogen.

Tes pH larutan sampai 7,2 dengan pH-

meter. Tambahkan KOH (setetes demi

setetes), kalau pHnya kurang dari 7,2,

tetapi kalau pHnya lebih dari 7,2 tam-

bahkan HCL.

Masukkan larutan ke dalam tabung reaksi

sebanyak 7-10 ml per tabung reaksi.

Masukkan tabung reaksi ke dalam erle-

meyer, kemudian sterilkan dengan auto-

clave pada suhu 1210C, tekanan 1 atm

dan waktu 15 menit.

Setelah tekanan dalam autoclave turun,

keluarkan media, dan buatlah agar

miring. Setelah dingin simpan dalam

lemari es.

Media Cair:

Cuci 300 gr kentang hingga bersih, po-

tong tipis-tipis dengan ketebalan 3 mm.

Masukkan ke dalam panci dan tambahkan

air destilasi sebanyak 1 liter.

Rebus diatas api sedang sampai irisan

kentang memutih (kurang lebih 10

menit).

Saring ekstrak larutan kentang tersebut

dan tampung/pindahkan dalam erlemeyer

dengan aluminium foil.

Sterilkan dalam autoclave selama 15

menit pada suhu 1210C dan tekanan 1

atmosfir.

Keluarkan media setelah tekanan auto-

clave turun dan kemudian media di

dinginkan.

Autoclaf

Fermentor

Kotak pemindah

pH-meter

Jarum ose

Tabung reaksi

Erlemeyer

Panci

Kompor

Saringan

Page 34: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

34

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Perbanyakan Bakteri

Perbanyakan Isolat Bakteri (Starter)

Sterilkan kotak pemindahan, jarum ose,

dan tangan dengan NaOCL 1%.

Masukkan bahan media agar miring

King’s B, isolat P.fluorescens, jarum ose,

dan lampu Bunsen ke dalam kotak

pemindah, kemudian nyalakan lampu

bunsen.

Jepitkan tabung isolat P.fluorescens dian-

tara media agar miring dan isolate starter

diantara jari tangan kiri (dekat mulut

tabung dekat ujung api lampu Bunsen).

Buka tutup tabung reaksi dan inokulasi-

kan isolat P.fluorescens ke media miring

dengan jarum ose yang telah disterilkan.

Kembalikan tutup tabung masing-masing

dan simpan dalam incubator atau tempat

yang bersih.

Isolat Pf akan tumbuh setelah 2-3 hari.

Untuk identifikasi letakkan isolate di-

bawah lampu UV. Bila isolat berpendar

maka isolat tersebut adalah benar gol

fluorescens.

Perbanyakan Massal Bakteri:

Sterilkan kotak pemindahan, alat-alat,

dan tangan dengan NaOCL 1%.

Masukkan isolate bakteri P. fluorescens

(starter) pada media King’s B diatas dan

alat-alat ke dalam tabung pemindahan,

kemudian nyalakan lampu bunsen.

Tambahkan 5 ml aquades steril ke dalam

tabung isolate starter P. fluorescens dan

lepaskan koloni bakteri dengan bantuan

jarum ose steril (lakukan dalam kotak

pemindahan).

Masukkan/pindahkan larutan bakteri P.

fluorescens diatas ke dalam media per-

banyakan (media cair) secara aseptik.

Inkusibasikan dengan menggunakan fer-

mentor sederhana dalam ruangan bersih

pada suhu antara 25-27 0C.

Bersambung…!!!!***

KAMI PEDULI

Merapi… Kami ada bersamamu Untukmu korban merapi, kami menangis Ratusan jiwa yang mati menjadi duka yang dalam Derita saudara kita menjadi kesakitan kita pula Hanya do’a dan uluran tangan yang bisa diberi-kan untuk membantu meringankan derita. Duka ini… Duka kita bersama… Staf dan Redaksi Buletin Peramalan BBPOPT Jatisari Turut berduka cita atas musibah meletusnya Gunung Merapi yang melanda Yogyakarta dan Jawa Tengah. Semoga kita semua Diberi ketabahan dan kesabaran.

Fot

o: D

evie

d A

priy

anto

Page 35: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

35

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Kepada Yth

Redaksi Peramalan OPT

Saya adalah pelaku pertanian yang

berdomisili di desa Dieng Kulon, Batur,

Banjarnegara, Jawa tengah. Ada 2 (dua)

pertanyaan yang ingin saya tanyakan kepada

Redaksi:

1. Apa yang dimaksud dengan sistem

Tanpa Olah Tanah (TOT)

2. Bagaimana saya bisa mendapatkan biji

Mimba, dan kandungan apa saja yang

terdapat pada biji mimba sebagai bahan-

Pestisida nabati (Pesnab).

Demikian pertanyaan saya, terima kasih.

Yahya

Desa Dieng Kulon

Kec. Batur, Kab. Banjarnegara

Jawa Tengah.

Jawab:

Yth Bp. Yahya di Dieng Kulon.

1. Sistem tanpa olah tanah merupakan bagian

dari konsep olah tanah konservasi yang men-gacu kepada suatu sistem olah tanah yang meli-

batkan pengolahan mulsa tanaman ataupun

gulma. Budidaya pertanian tanpa olah tanah sebetulnya berangkat dari corak pertanian tra-

disional yang dimodifikasikan, dengan mema-

sukkan unsur kimiawi untuk mengendalikan

gulma, dalam hal ini herbisida. Persiapan lahan cukup dilakukan dengan penyemprotan, gulma

mulai mati dan mengering, lalu direbahkan se-

lanjutnya dibenamkan dalam lumpur Pada saat musim hujan, lahan yang ditumbuhi gulma dis-

emprot dengan herbisida. Setelah gulma

mengering dan mati (memakan waktu 30-40 hari) gulma dirobohkan dengan cara dilindas

dengan kayu/bambu. Dapat juga dibabat. Sete-

lah itu membuat lubang tanam dengan tugal

untuk menanam benih (umumnya tanaman pan-gan seperti jagung, kacang hijau, kedelai).

2. Siapa diantara pembaca yang mau mem-

bantu menyediakan biji mimba?

Mimba (Azadirachta indica A. Juss)

mengandung azadirachtin C35H44O16, meli-

antriol, salanin, nimbin dan lainnya.

Bahan aktif ini terdapat di semua bagian

tanaman, tetapi yang paling tinggi terdapat

pada bijinya. Bijinya mengandung minyak

sebesar 35-45%. Tanaman mimba mampu

mengendalikan sekitar 127 jenis hama dan

mampu berperan sebagai fungisida,

bakterisida, antivirus, nematisida, serta mo-

luskisida.

Demikian jawaban dari kami semoga

bermanfaat bagi bapak.(Red)***

Tanaman jagung sistem TOT pada hamparan yang luas (Foto: Urip SR)

Tanaman Mimba (Foto: Repro Trubus)

Page 36: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

36

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

J eringau (Acorus calamus L.) merupakan tanaman herba yang

biasa tumbuh di lingkungan sekitar kita atau tempat yang lembab seperti saluran air,

empang atau rawa-rawa. Tumbuhan ini yang dimanfaatkan rimpangnya. Rimpang

jeringau dapat digunakan sebagai bahan insektisida yang bekerja sebagai penolak serangga

(repellent), penurun nafsu makan (antifeedant), dan pemandul (antifertilitas/

chemosterilant). Rimpang jeringau dapat digunakan dalam 2 bentuk yaitu berbentuk tepung

dan minyak. Cara mendapatkan minyak jeringau dengan cara di suling sedangkan untuk

membuat tepung, rimpang jeringau diiris-iris, dikeringkan kemudian ditumbuk halus.

Hama yang dikendalikan

Tepung rimpang jeringau dapat

digunakan untuk melindungi hasil panen

yang disimpan di gudang, yaitu dengan men-

campurkannya pada biji-bijian dengan kon-

sentrasi 1-2% (b/b) atau sekitar 1-2 kg

tepung jeringau dicampur dengan 100 kg biji

-bijian. Pembuatan sederhana dengan ek-

strak air dapat dilakukan dengan mencampur

sekitar 1% (b/v) atau 10 gram rimpang jer-

ingau dalam 1 liter air yang ditambahkan

0,1% atau 1 cc deterjen dan diendapkan se-

malam.

Tepung rimpang jeringau dengan

konsentrasi 3-5% berpengaruh terhadap mor-

talitas serangga Sitophilus sp. Rimpang jer-

ingau sering digunakan sebagai insektisida di

berbagai negara. Sebagai contoh di Tiong-

kok dan India rimpang jeringau ini diman-

faatkan untuk membasmi beberapa jenis

kutu, di Malaysia dimanfaatkan untuk mem-

basmi rayap, dan di Filipina untuk mengusir

walang sangit.

Kandungan bahan aktif

Komposisi minyak rimpang jeringau

terdiri dari zat asarone (82%), kolamenol

(5%), kolamen (4%), kolameone (1%), metil

eugenol (1%) dan eugenol (0,3%) yang ber-

fungsi sebagai insektisida nabati.

Bagaimana cara perbanyakannya?

Perbanyakan tanaman jeringau

menggunakan stek batang, rimpang, atau

dengan tunas-tunas yang muncul dari buku-

buku- rimpang dan akar serabut.

Tanaman jeringau pada edisi

II/2010 kali ini melengkapi koleksi tumbu-

han penghasil pestisida nabati yang sebe-

lumnya pernah diulas di buletin ini, walau-

pun sebenarnya sangat banyak, yaitu sekitar

2.400 jenis yang termasuk ke dalam 235

famili. Insya Allah secara rutin pada setiap

penerbitan Buletin Peramalan OPT akan

selalu menghadirkan ulasan mengenai tum-

buhan penghasil pestisida nabati. Semoga

ulasan singkat ini berguna bagi petani yang

bermasalah dengan OPT.(BP)***

Daftar Pustaka:

Pestisida nabati: Ramuan dan Aplikasi

Oleh Ir. Agus Kardinan, MSc.

PT. Penebar Swadaya, 2000.

Acorus calamus. L

Fot

o: U

rip S

R

Page 37: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

37

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

T imbulnya keinginan untuk menghimpun resep-resep obat tradisional dalam rubric ini, sebenarnya didorong oleh beberapa factor. Faktor utama karena kesadaran akan pentingnya melestarikan warisan nenek moyang yang amat

berfaedah itu agar tetap bias dimanfaatkan generasinya. Faktor kedua, karena sampai saat ini masih banyak penduduk yang belum terjangkau sistem pengobatan modern. Melalui rubrik ini secara bersambung akan mengular cara-cara pengobatan tra-disional yang masih dipakai di daerah pedesaan hingga saat ini. Seperti diketahui, lebih dari 25 persen penduduk Indonesia belum terjangkau pengobatan modern. Bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan yang mengalami kesulitan transportasi, peranan resep obat tradisional sangat banyak membantu. Tak ada yang memung-kiri manfaat resep tradisional, terlebih kalau digunakan sebagai pertolongan per-tama sebelum dibawa ke rumah sakit.

Penyakit sembelit atau sulit buang air besar, lebih tepat kalau disebut gejala dari suatu penyakit. Sebab terjadinya sembelit sangat banyak sekali. Misal-nya, bisa saja disebabkan kurang makan buah-buahan atau sayur-sayuran, terlalu banyak duduk, dan sebagainya. Pengobatan:

1. Wortel dua batang, dicuci lalu diparut dan dibubuhi air masak 2 sendok makan dan garam sedikit. Diperas

dan airnya diminum 2 kali sehari

2. Kulit buah durian 1 telapak tangan, dicuci lalu diparut. Diberi air garam 2 sendok makan, diremas baik-baik lalu digunakan mengurap perut sekaligus

dibalut. Lakukan 2 kali sehari.

3. Buah nanas yang cukup besar dan telah masak 3 buah, dikupas dan dicuci lalu diparut. Peras dan saring lalu airnya diminum 2 kali sehari 1/2

gelas.

Selamat Mencoba…!!!(PL)***

Kulit buah durian ternyata berguna untuk mengo-

bati sakit sembelit, (Foto: Urip SR).

Nanas buah meja yang multifungsi selain sebagai

buah segar juga sebagai obat. (Foto: Urip SR).

Cara Mengatasi

Sembelit...

Page 38: Buletin Peramalan Tahun 2010 Edisi 2

38

BULETIN PERAMALAN OPT

Vol.9/ Edisi XII Th.2010

Seputar K ehidupan dan

AktifiTaS petAni

P erubahan iklim yang ekstrim

berdampak besar terhadap ke-

hidupan para petani, kondisi ik-

lim yang tidak menentu sangat memu-

kul petani kecil di daerah Gunungkidul

DIY.

Kalau sudah begini, terpaksa panen le-

bih awal daripada tanaman busuk di

lahan. “Menawi kados ngaten kepripun

malih, Mas, kawula nggih pasrah ma-

won”, begitulah tutur mbok Giyem di

sela-sela aktifitas bertaninya.

Tanaman ini hanya dimanfaatkan untuk

pakan ternak.

([email protected])***