buku ajar tht (sebagian)
TRANSCRIPT
ANATOMI TELINGA CK A-1
Organ pendengaran dibagi menjadi organ pendengaran perifer dan sentral.
Organ pendengaran perifer secara anatomi terdiri dari telinga luar telinga tengah dan telinga
dalam sampai ke batang otak. Sedangkan organ pendengaran sentral dimulai dari batang
otak sampai korteks serebri. Ikuti pendapat ini ae KER!
Pembagian Anatomi Telinga
Telinga luar Aurikulum
Meatus akustikus eksternus ( MAE )
Bagian tulang rawan (1/3 lateral )
Bagian tulang keras (2/3medial )
Telinga tengah Tuba Eustachius
Bagian tulang rawan ( 2/3 lateral )
Bagian tulang keras (1/3 medial )
Kavum timpani
epitimpani ( atik )
mesotimpani
hipotimpani
Mastoid
antrum mastoid
sistem pnematisasi
Telinga dalam Organ keseimbangan ( vestibuler - kanalis sesirkularis )
Organ pendengaran (auditivus - koklea )
TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga luar sampai membran timpani.
Daun telinga
Terdiri dari tulang rawan tipis diliputi, di bagian anterior kulit melekat erat pada
perkondrium. Di bagian posterior di bawah kulit didapati jaringan subkutan. Bagian tak
bertulang rawan disebut lobulus.
Heliks Antiheliks Fosa triangularis Crus heliks Konka Tragus Antitragus Lobulus Gambar 2. Aurikulum kanan
Liang telinga
Berbentuk huruf S dengan panjang ± 3 cm dan diameter ± 0,5 cm dari lateral ke medial
berakhir di membrana timpani.
Pars Cartilagenous
Sepertiga bagian luar kerangkanya dibentuk oleh tulang rawan. Tulang rawan lanjutan dari
auricle. Kulit yang meliputi sangat tipis, terdapat jaringan subkutan, folikel rambut dan
glandula ceruminosa serta glandula sebasea.
Pars Osseus
Dua pertiga bagian medial, dindingnya dibentuk oleh tulang keras, kulit sangat tipis dan
melekat erat pada periostium dan tidak didapatkan adanya jaringan subkutan, folikel rambut
ataupun kelenjar seruminosa.
Aliran getah bening liang telinga dan aurikulum menuju ke kelenjar-kelenjar getah bening di
daerah pre aurikuler, retro aurikuler, infra aurikuler dan kelenjar di daaerah servikal.
Gambar. Penampang telinga
TELINGA TENGAH
Rongga berisi udara terletak di os temporales. Terdiri dari tuba eustachius, cavum timpani,
dan antrum mastoid dengan selulae mastoid serta selulae lainnya (os petrosus dan os
zygomaticus)
Tuba Eustachius
Menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring, berbentuk terompet, panjang kira-kira 37
mm.
Pars membranacea
2/3 sisi medial tuba, bermuara di kavum timpani dan merupakan lubang tertutup yang akan
membuka apabila ada kontraksi m. tensor dan levator palatini yang terjadi saat gerakan
mengunyah dan menelan.
Pars Osseus
1/3 sisi lateral bermuara di daerah nasofaring, selalu dalam keadaan terbuka. Pars
membranacea dan pars osseus dihubungkan oleh bagian sempit yang disebut ismus tuba.
Fungsi tuba
1. Menjaga agar tekanan di dalam kavum timpani sama dengan tekanan udara luar (1
atm).
2. Menjamin ventilasi udara di dalam cavum timpani
Pada orang dewasa posisi tuba miring dengan bagian lateral lebih tinggi dari medial sekitar
15 derajat, tetapi pada bayi posisi relatif lebih horizontal, pendek dan diameternya lebih
lebar.
Gambar. Beda tuba Eustachius dewasa dan bayi
Kavum timpani merupakan rongga yang berisi tulang, otot , ligamen , saraf dan
pembuluh darah. Kavum timpani dapat diumpamakan sebagai kotak dengan enam dinding
yang masing-masing dinding berbatasan dengan organ penting.
Dinding superior (tegmen timpani )
Berupa tulang yang sangat tipis dengan tebal kurang lebih 1mm, kadang tegmen ini tidak
utuh dan didapati dehisensi, sehingga kavum timpani berhubungan langsung dengan
intracranial. Arti klinis radang dikavum timpani dapat meluas ke dalam intracranial. Tegmen
timpani membatasi kavum timpani (epitimpani) dengan fossa kranii media (lobus temporalis).
Dinding inferior
Dibentuk oleh tulang tipis (tebal 1mm), merupakan batas antara hipotimpani dengan bulbus
vena jugularis.
Gambar. Anatomi kavum timpani
Dinding posterior
Terdapat aditus ad antrum saluran yang menghubungkan cavum timpani dengan antrum
mastoid. Atap dari aditus disebut tegmen antri, membatasi antrum dengan fosa kranii media
(lobus temporalis). Di dasar aditus ad antrum, pada dinding posterior, berjalan kanalis N. VII
yang berisi N. VII pars vertikalis. Syaraf ini akhirnya keluar dari tulang temporal melalui
foramen stilomastoid.
Dinding anterior
Dibentuk oleh arteri karotis interna, muara tuba Eustachius dan kanal muskulus tensor
timpani yang terletak disebelah superior muara tuba Eustachius.
Dinding medial
Merupakan pemisah kavum timpani dari labirin (telinga dalam). Struktur penting pada
dinding medial yaitu:
1. Kanalis semisirkularis pars horizontalis (merupakan bagian dari labirin)
2. Kanalis fasialis pars horizontalis dengan syarafnya
3. Foramen ovale yang ditutup oleh basis stapes dan menjadi pemisah antara kavum
timpani dan skala vestibuli (bagian labirin)
4. Promontorium merupakan tonjolan dinding labirin (lingkaran pertama koklea) kearah
kavum timpani
5. Foramen rotundum merupakan lubang yang ditutup oleh suatu membran disebut
membrana timpani sekundaria. Membran ini memisahkan kavum timpani dengan
skala timpani (bagian labirin).
Dinding lateral
Terdiri dari 2 bagian yaitu pars oseus merupakan dinding lateral dari epitimpani dan hanya
membentuk sebagian kecil dinding lateral kavum timpani dan pars membranasea (membrana
timpani ).
Membrana timpani memisahkan kavum timpani dengan meatus akustikus eksternus,
berbentuk kerucut dengan basis yang lebar dan oval sedang puncak kerucut cekung kearah
medial. Tepi membran timpani disebut margo timpani. Membrana timpani terpasang miring
dengan melekat pada suatu lekukan tulang yang disebut sulkus timpanikus dengan
perantaraan jeringan ikat (annulus timpanicus).
Pars flasida Posterosuperior Anterosuperior Manubrium mallei
Umbo Refleks cahaya Posteroinferior Anteroinferior Pars tensa Gambar. Membrana timpani
Bagian atas membran timpani berbentuk bulan sabit dan disebut pars flaksida atau
membrana Shrapnelli dan bagian bawah berbentuk oval dengan warna putih mutiara yang
disebut pars tensa. Reflek cahaya berbentuk segitiga terbentuk akibat posisi membrana
timpani yang miring 45 derajat dari sulkus timpanikus. Secara histologis pars tensa
membrana timpani terdiri dari
lapisan luar berupa epitel kulit yang merupakan lanjutan epitel kulit meatus akustikus
eksternus
lapisan tengah (lamina propia) terdiri dari lapisan jaringan ikat tersusun sirkular dan radiar
lapisan dalam yang dibentuk oleh mukosa kavum timpani.
Pars flaksida hanya terdiri dari dua lapis yaitu lapisan luar dan lapisan dalam tanpa lamina
propria.
Didalam kavum timpani terdapat:
Tulang-tulang pendengaran (ossicula auditus ) yaitu malleus, inkus dan stapes. Diantara
kaput malleus dengan korpus inkudis, prosesus longus inkus dengan kapitulum stapes
masing-masing dihubungkan dengan persendian, sehingga secara keseluruhan membentuk
rangkaian tulang pendengaran (ossicular chain ). Basis stapes menutupi foramen ovale
dengan perantaraan jaringan ikat yang disebut ligamentum annulare.
Muskulus tensor timpani yang terletak pada kanal dinding anterior kavum timpani di atas
tuba Eustachius. Keluar dari kanal otot ini melanjutkan diri sebagai tendon yang berjalan
pada dinding medial kavun timpani di dalam suatu semi kanal yang berakhir pada suatu
tonjolan tulang (processus cochlearis). Kemudian tendon m. tensor timpani berbelok ke
lateral dan berakhir pada kolum mallei dekat prosesus brevis. Fungsi otot ini adalah
meregangkan membrana timpani. Otot lain yaitu muskulus stapedius yang melekat pada
tonjolan tulang di dinding posterior kavum timpani (eminentia pyramidalis) dan tendonnya
berakhir pada kolum stapes. Fungsi otot ini adalah mengatur gerakan stapes.
Ligamen berfungsi mempertahankan posisi osikula didalam kavum timpani.
Syaraf yang berjalan didalam kavum timpani adalah N. korda timpani, keluar dari pars
vertikalis N. VII, kemudian kearah anterior, masuk kedalam fisura petrotimpanika pada
dinding anterior kavum timpani dan akhirnya menuju lidah.
Topografi Mastoid
Dinding anterior mastoid merupakan dinding posterior kavum timpani dan meatus
akustikus eksternus. Antrum mastoid dengan kavum timpani dihubungkan oleh aditus ad
antrum. Dinding atas (tegmen antri dan tegmen mastoid), merupakan dinding tulang yang
tipis. Dinding ini merupakan pembatas mastoid dan fossa kranii media. Dinding posterior dan
medial merupakan dinding tulang yang tipis. Dinding ini merupakan pembatas mastoid
dengan sinus sigmoideus. Pneumatisasi mastoid didalam prosesus mastoid terjadi setelah bayi
lahir.
Jenis pnematisasi yaitu :
Infantile, sel- sel yang timbul karena proses pneumatisasi sedikit sekali jumlahnya sehingga
korteks prosesus mastoideus menjadi sangat tebal.
Normal, sel- sel yang terjadi meluas hampir meliputi seluruh prosesus mastoideus. akibatnya
korteks prosesus mastoideus menjadi sangat tipis.
Hiperpneumatisasi, sel-sel yang terjadi sangat luas dapat sampai os zigomatikus dan
malahan sampai pada apeks piramis. Arti klinisnya bila terjadi keradangan didalam mastoid
dapat meluas sampai korteks piramidalis dengan akibat timbulnya beberapa gejala yang
disebut Trias dari Gradenigo berupa otore, neuralgi N.V dan parese N. VI.
Sklerotik, bentuknya seperti pada pneumatisasi tipe infantil.Tipe sklerotik ini adalah akibat
adanya keradangan kronik di dalam kavum timpani dan kavum mastoid (otitis media kronik
dan mastoiditis).
Auris Interna
Atas (pars superman eh kliru superior) : utrikulus dan tiga kanalis semisirkularis
Bawah (pars inferior) : koklea dan sakulus
Tengah (pars intermedius) : duktus dan sakus endolimfatikus
Utrikulus, sakulus dan tiga kanalis semisirkularis merupakan organ sistem keseimbangan
(vestibular) sedangkan koklea merupakan organ sistem pendengaran (auditif). Kedua alat
tersebut secara embriologis berasal dari ektoderm (otokista), terletak di dalam os piramidalis
dan letaknya saling berdekatan.
Tinjauan anatomis. kedua alat panca indera ini masing-masing terdiri dari 2 buah tabung.
Tabung yang pertama berdinding tulang (pars oseus), sedang tabung yang kedua berdinding
membran dan terletak/terdapat didalam tabung yang pertama. Tabung yang kedua dinamakan
pars membranaseus. Tabung kedua berisi cairan yang disebut endolimf. Diantara kedua
tabung juga didapati cairan yang disebut perilimf.
Tinjauan fisiologis. Aliran endolimf merupakan rangsang bagi reseptor pendengaran yang
berasal dari gelombang bunyi maupun reseptor keseimbangan yang berasal dari aselerasi/
gerakan tubuh dan kepala serta gerakan gravitasi.
Pada manusia koklea merupakan tabung tulang yang panjangnya 3,5 cm, berbentuk
melingkar seperti rumah siput yang terdiri dari dua setengah lingkaran. Pada penampang
melintang tampak tiga ruang yang dipisahkan dua membran. Dua ruang yang lebih besar
yaitu skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimf (mempunyai susunan elektrolit seperti
cairan ekstra sel dengan ion Na > ion K). Ujung skala vestibuli ditutup basis stapes pada
foramen oval, pada ujung skala timpani terdapat foramen rotundum yang ditutup oleh
membrana timpani sekunder. Skala media (duktus koklearis) berbentuk segitiga, dengan skala
vestibuli dipisahkan oleh membrana Reissner, dengan skala timpani dipisahkan oleh
membrana basilaris. Skala media berisi cairan endolimf ( mempunyai susunan elektrolit
seperti cairan intrasel dengan ion K > ion Na) dan organ Corti yang terletak pada membrana
basilaris. Di dalam organ Corti terdapat bermacam-macam sel, diantaranya sel-sel rambut.
Terdapat tiga baris sel rambut luar (outer haircells) dan satu baris sel rambut dalam (inner
haircells). Sel-sel rambut tersebut mempunyai stereosilia, diatasnya ditutup oleh membran
tektoria. Sel-sel rambut ini berfungsi sebagai reseptor. Gerakan stapes (akibat gelombang
suara), menimbulkan vibrasi cairan di koklea yang akan menggerakkan membrana basilaris.
Lokasi membrana basilaris yang bergerak tergantung dari frekuensi bunyi. Bunyi dengan
frekuensi tinggi menggerakkan membrana basilaris di daerah lingkar bawah koklea, membran
basilaris di tempat ini kecil dan kaku. Sebaliknya bunyi frekuensi rendah menggerakkan
membrana basilaris di daerah puncak (apeks) yang lebih lebar dan lentur. Gerakan
membrana basilaris ini menimbulkan gesekan diantara stereosilia dengan membrana tektoria,
sehingga menimbulkan perubahan potensial membran, terjadi depolarisasi sel-sel rambut.
Keadaan ini dinamakan cochlear microphonic (yang dapat diukur dengan elektro
kokleografi). Dengan demikian di dalam koklea terjadi perubahan energi mekanik
(gelombang bunyi) menjadi energi listrik (impuls syaraf). Impuls syaraf yang ditimbulkan
oleh elemen reseptor ini selanjutnya diteruskan oleh serabut-serabut syaraf ke nervus
kranialis VIII , nukleus di batang otak selanjutnya ke korteks serebri sehingga rangsang
bunyi dapat disadari dan dimengerti.
Utrikulus dan sakulus berada di dalam vestibulum. Didalamnya masing - masing terdapat
makula (makula utrikularis dan makula sakularis) yang berfungsi sebagai reseptor terhadap
rangsang gerakan/ akselerasi lurus (linier) vertikal maupun horisontal.
Makula terdiri dari sel penyangga dan sel- sel rambut. Rambut-rambut ini terendam didalam
masa gelatin (mukopolisakarida) dan diatasnya terletak otolit (statokonia) yang merupakan
kristal kalsium karbonat. Oleh karena itu utrikulus dan sakulus juga dinamakan organ otolit.
Gerakan linier yang horisontal misalnya naik mobil/motor sedangkan gerakan linier vertikal
misalnya terjun, naik lift dan lain-lain.
Kanalis semisirkularis terdiri dari tiga kanal, yaitu kanalis semisirkularis horisontal (lateral),
vertikal anterior (superior) dan vertikal posterior (inferior). Masing- masing dari ketiga
kanalis semisirkularis saling membentuk sudut 90 derajat. Ujung kanalis semisirkularis
melebar disebut ampula dan berhubungan dengan dengan utrikulus. Didalam ampula terdapat
krista ampularis yang merupakan reseptor gerakan/ aselerasi melingkar (angular/sentrifugal).
Gerakan melingkar misalnya tubuh memutar atau kepala menoleh / berputar atau menunduk
dan sebagainya. Krista ampularis juga memiliki sel-sel rambut dan rambut-rambut tersebut
membentuk kupula. Gerakan endolimf kearah ampula dinamakan gerak ampulopetal
(utrikulopetal), sedangkan gerakan menjauhi ampula dinamakan ampulofugal (utrikulofugal).
Serabut- serabut sayaraf dari reseptor-reseptor baik makula (utrikulus dan sakulus) serta
krista ampularis (dari tiga kanalis semisirkularis) bersatu menjadi nervus vestibularis. Nervus
vestibularis bersama nervus koklearis membentuk nervus vestibulokoklearis ( nervus
akustikus, nervus kranialis VIII) terletak didalam meatus akustikus internus.
Impuls sensoris dari reseptor tersebut diteruskan serabut aferen menuju sistem syaraf pusat
(SSP) melewati nukleus vestibularis dibagian dorso lateral batang otak (medula oblongata)
dan sebagian langsung ke serebelum. Kemudian impuls diteruskan ke berbagai tempat dari
SSP antara lain ke girus sentralis posterior pada sisi kontralateral, nukleus nervus III,IV dan
VI nodulus dan flokulus serebelum yang diteruskan menjadi traktus vestibulospinalis, kornu
anterior medula spinalis dan nukleus dorsalis nervus X. Dengan demikian dapat dimengerti
banyaknya gejala-gejala pada gangguan vestibular selain vertigo seperti gejala syaraf
autonom berupa mual, muntah, berdebar-debar, keringat dingin dan sebagainya.
Secara sederhana dapat disimpulkan sistem keseimbangan terdiri dari 4 subsistem
keseimbangan terdiri dari 4 subsistem :
1. Input (asupan) data sensoris ke otak dari 3 sumber : vestibular (labirin), proprioseptif (otot
dan sendi) dan visual.
2. Otak mengintegrasikan informasi tersebut dan mengkorelasikan dengan pola data
keseimbangan yang telah direkam di dalam memori, selanjutnya dilakukan pengaturan
perubahan dan adaptasai sebagai respons dari informasi tersebut.
3. Sistem okulomotor pada tingkatan supra nuklear, nuklear dan infra nuklear yang mengatur
gerakan otot- otot mata.
4. Sistem spinalmotor , terutama tungkai bawah yang mempunyai fungsi vital pada
keseimbangan tubuh.
PENYAKIT / KELAINAN TELINGA LUAR
1. KELAINAN KONGENITAL
Berbagai macam kelainan kongenital dapat terjadi di telinga. Kelainan tersebut dapat
berupa kelainan bentuk dan ukuran aurikel bat ear, anoti (aurikel tidak terbentuk), mikroti
(aurikel kecil). Kelainan ini seringkali bersamaan dengan kelainan lain berupa stenosis/
atresia koanal atau kelainan lain di telinga tengah.
Bat ear adalah suatu kelainan berupa hipertropi dan konka yang terlalu cekung atau daun
telinga yang berbentuk rata akibat tidak adanya antihelik. Pengobatannya adalah dengan
operasi plastik yang sebaiknya dilakukan saat usia pra sekolah.
Kelainan yang paling sering ditemukan adalah fistel pre aurikularis kongenital.
Merupakan kelainan sisa pertumbuhan celah brankialis pertama dan kedua. Dapat dikenali
dari adanya lubang yang terletak di daerah preaurikel, mengeluarkan sedikit cairan berbau
yang bila terkena infeksi dapat menyebabkan bengkak dan nyeri. Lubang tersebut bila diikuti
akan merupakan saluran bercabang yang dapat dikenali dengan cara menyuntikkan cairan
metilen biru.
Pengobatannya dengan melakukan eksterpasi lubang beserta seluruh saluran dan
cabang- cabangnya. Pengangkatan harus dilakukan secara total (lubang beserta saluran-
salurannya), sebab bila tersisa, saluran akan tetap memproduksi cairan sehingga akan timbul
lagi pembengkakan .
ERISIPELAS
Penyakit ini merupakan suatu keradangan di kulit, seringkali didahului oleh lesi yang
terjadi pada kulit meatus eksternus atau aurikel dan disertai dengan sekunder infeksi oleh
kuman Streptokokus. Gejalanya berupa pembengkakan aurikel, berwarna merah, nyeri hebat .
Infeksi dapat meluas sampai perbatasan kulit telinga dan kulit wajah.dapat disertai panas
badan tinggi, denyut nadi meningkat.
Pengobatan dapat diberikan dalam bentuk pengobatan lokal dengan kompres Burowi ,
antibiotika dan obat simtomatik
PERIKONDRITIS
Adalah suatu keradangan pada perikondrium, yang dapat diikuti dengan pembentukan
nanah ataupun cairan serous . Dapat terjadi akibat kartilago yang terbuka (exposed), karena
tindakan pembedahan, luka bakar, trauma , aspirasi othematom yang diikuti dengan infeksi
sekunder. Kuman penyebab terbanyak adalah Pseudomonas Aeroginosa.
Gejala berupa rasa nyeri pada telinga yang makin berat ,udem pada daun telinga yang
makin lama luas ,warna merah tua/kebiruan , keras, nyeri tekan. Beda dengan erisipelas, pada
perikondritis lobulus normal. Pada keadaan sudah terbentuk abses perlu dilakukan tindakan
insisi sambil memperhatikan adanya kartilago yang nekrosis ( warna kehitaman ).
Apabila ditemukan perlu dilakukan tindakan eksisi, dengan mengikut sertakan kartilago yang
sehat disekitarnya (sebaiknya dikerjakan dengan pembiusan ). Selain itu perlu diberikan
antibiotik dosis tinggi dan analgetik.
Penyembuhan dapat sempurna apabila belum ada jaringan tulang rawan yang rusak,
sebaliknya bila banyak tulang rawan yang rusak telinga akan mengkerut ( cauliflower )
OTITIS EKSTERNA
Adalah suatu keradangan pada kulit meatus eksternus akut maupun kronik.
Otitis eksterna dikenal beberapa jenis , tetapi pada umumnya memberikan gejala yang
utama berupa rasa gatal di meatus eksternus.
Keradangan dapat bersifat difus (otitis eksternaa difus) atau sirkumskripta (furunkel).
Keradangan yang terjadi dapat akibat infeksi virus , kuman ataupun jamur, tetapi juga dapat
akibat lain ( alergi , seboroik , nurogenik )
Faktor yang mempermudah timbulnya keradangan adalah lembabnya kulit meatus
eksternus karena telinga kemasukan cairan, alergi , diabet yang mengakibatkan menurunnya
daya elastisitas kulit dan atrofinya kelenjar serumenosa dan kelenjar sebasea.
Akibatnya liang telinga menjadi kering , keseimabngan kuman berubah dengan makin
meningkatnya aktifitas kuman ataupun jamur. Selain itu berubahnya PH di meatus ekternus
karena pengaruh suhu, kelembaban udara luar yang biasanya normal atau asam berubah menjadi
basa. Keadaan ini menurunkan daya tahan kulit terhadap kuman.
Bentuk meatus akustikus eksternus yang tidak lurus, menyebabkan liang telinga lebih sering
dalam keadaan lembab, merangsang pertumbuhan bakteri . Kebiasaan penderita melakukan
korek telinga dapat pula menyebabkan timbulnya radang di meatus eksternus.
Gejala yang paling menonjol adalah rasa gatal-gatal, sedikit nyeri , sekret yang kental,
purulen, tidak molor. Bila cairan memenuhi meatus eksternus dapat menyebabkan terjadinya
penurunan pendengaran ( ringan ). Tampak adanya udem , hiperemi , maserasi di kulit meatus
eksternus , lubang meatus menyempit. Pengobatan yang diberikan pada dasarnya adalah
mengupayakan agar meatus eksternus tetap kering dan bersih, mengusahakan agar PH di meatus
eksternus kembali dalam keadaan asam , menghilangkan faktor yang mempermudah terjadinya
keradangan dan bila diperlukan memberikan obat simtomatik.
Untuk mengupayakan agar PH tetap asam digunakan tampon yang terbuat dari kasa
berukuran ½ x 5 cm, yang dibasahi dengan larutan Burowi-filtrat sebagai kompres. Larutan
Burowi tersebut diteteskan setiap 2 jam sekali.
Sebagai pengganti Burowi, dapat digunakan larutan yang mengandung antiseptik dan
kortikosteroid. Tampon yang dipasang ditelinga perlu diganti setiap hari. Bila pengobatan ini
tidak berhasil perlu diingat adanya kemungkinan infeksi jamur (otomikosis).
Obat-obatan simtomatik misalkan antihistamin per-os dapat diberikan
OTITIS EKSTERNA MALIGNA
Adalah maligna adalah otitis eksterna yang disertai dengan terjadinya nekrosis yang berat
di daerah meatus eksternus dan sekitarnya dan umumnya terjadi pada penderita diabetes. Kuman
penyebab utama dalah Pseudomonas Aeroginosa. Infeksi meluas celah jaringan di bagian tulang
rawan meatus eksternus , menembus kedaerah retromandibular , basis kranium sampai foramen
jugularis dan menyebabkan osteitis dan osteomielitis tulang temporal. Infeksi dapat menyebar ke
jaringan lunak dasar tengkorak, mengenai jaringan parotis, tulang rawan, syaraf, pembuluh
darah dan dapat menyebabkan destruksi tulang tengkorak, foramen stilomastoid merusak N.VII
,foramen hipoglosus merusak N.XII , foramen jugularis merusak N.IX, X, XI . Selain itu dapat
masuk ke ruang telinga tengah ataupun ke intra kranial.
Gejala berupa yeri hebat didaerah telinga terutama malam hari ,udem,sekret purulen yang
keluar terus menerus dari liang telinga. Timbul jaringan granulasi terutama pada dasar dan
dinding belakang liang telinga luar. Apabila saraf fasial terkena akan timbul paralisis fasial .
Pengobatan terpenting adalah mengupayakan agar gula darah terkontrol , pemberian obat
anti Pseudomonas dari golongan antibiotik yang dkombinasikan dengan golongan
aminoglikosida, pembersihan jaringan nekrotik yang timbul. Bila diperlukan dilakukan operasi
mastoidektomi radikal , reseksi temporal , parotidektomi. Dapat pula dipertimbangan pemberian
oksigen tekanan tinggi O2 - 100% ( 3x30 menit ) dengan interval 10 menit , sebab pada diabet
terjadi keadaan sebagai berikut :
Diabetes ---> mikroangiopati ----> hipoperfusi jaringan ----> oksigen jaringan menurun
--> kemampuan membunuh kuman menurun dan memudahkan infeksi.
Prognosis dari penyakit ini adalah jelek , karena reaksi terhadap pengobatan kurang
baik , selain itu juga perluasan dari penyakit yangsulit dijangkau dengan tindakan operasi .
Kematian umumnya akibat septikemi atau sinustrombosis.
OTITIS EKSTERNA BULLOSA
Ada dua jenis yaitu otitis eksterna bullosa (pada meatus ) dan miringitis bullosa (pada membran
timpani ), ditandai dengan timbulnya kelainan berbentuk bulla. Cairan didalam bulla dapat
berupa cairan serus atau hemoragis. Penyakit ini timbul bersama dengan influensa, oleh karena
itu diduga penyebabnya adalah virus.
Gejalanya hanya berupa nyeri pada telinga (otalgi) , bila bulla pecah keluar sekret yang
bening atau campur darah, pendengaran penderita baik.
Pengobatan hanya bersifat simptomatik ,bila bulla besar dapat dipecahkan , membersih -
kan liang telinga bila ada cairan. Pada umumnya penyakit ini akan sembuh dengan sendirinya
(self limiting ).
OTO-MIKOSIS
Suatu infeksi jamur di liang telinga yang banyak dijumpai didaerah tropis, karena adanya
kelembaban yang terjadi di meatus eksternus. Penyakit ini dapat pula disebabkan oleh
penggunaan tetes telinga yang mengandung antibiotika terlalu lama. Jamur yang banyak
dijumpai adalah Aspergillus Niger dan Candida albicans.
Gejala paling banyak berupa rasa gatal yang hebat dibanding otitis eksterna yang bukan
akibat jamur.Selain itu juga adanya cairan telinga disertai masa yang berwarna abu-abu putih,
kadang disertai darah sedikit. Pada infeksi dengan Aspergilles Niger tampak sekret kehitaman
seperti kapas.
Pengobatan yang dilakukan adalah membuat supaya meatus akustikus kering dan bersih,
karena kondisi meatus eksternus yang basah/lembab akan menghambat penyembuhan infeksi
jamur. Setelah itu dapat diberi obat anti jamur , dapat dalam bentuk tetesan atau salep selama
paling sedikit 1 minggu. Selain itu dapat dipakai asam asetat 2% - 5 % dalam alkohol,
kecuali bila ada perforasi membran timpani obat ini tidak boleh digunakan.
HERPES ZOSTER OTIKUS ( PENYAKIT RAMSAY HUNT )
Ditandai dengan timbulnya vesikel - vesikel yang bergerombol didaerah aurikel , meatus
eksternus dan kadang - kadang di membran timpani. Keluhan berupa rasa nyeri hebat dan dapat
disertai paralisis wajah akibat infeksi pada ganglion genikulatum. Gejala yang lain berupa
gangguan pendengaran dan keseimbangan akibat terkenanya serabut- serabut saraf kedelapan.
Pengobatan berupa simtomatik untuk penghilang rasa sakit.
FURUNKEL MEATUS EKSTERNUS ( Otitis eksterna sirkumskripta )
Merupakan radang akut pada folikel rambut yang terdapat pada bagian tulang rawan
meatus eksternus. Penyebab terbanyak ialah kuman stafilokokus aureus dan stafilokokus albus.
Faktor yang mempengaruhi timbulnya furunkel sama dengan otitis eksterna.
Furunkel dapat timbul soliter atau multipel (furunkulosis). Mula-mula timbul infiltrat
dijaringan subkutis, udem yang terjadi meluas ke lumen dan menyebabkan lumen menjadi
sempit. Karena jaringan subkutis ini melekat erat dengan perikondrium, maka sulit untuk
meregang, sehingga bila terjadi udem menyebabkan rasa nyeri yang hebat.
Pada kasus yang berat udem dapat meluas ke belakang, ke sulkus retroaurikular, sehingga daun
telinga terdorong ke depan,keadaan ini mirip dengan mastoiditis akut. Perluasan yang lain berupa
pembesaran kelenjar getah bening.
Tergantung dari letak furunkel , keluhan yang terjadi dapat berupa nyeri telinga (otalgi)
spontan yang akan bertambah hebat bila tragus ditekan atau daun telinga ditarik atau bila
mengunyah atau membuka mulut.Pendengaran umumnya normal kecuali bila lumenmeatus
tertutup seluruhnya oleh furunkel , sehingga membran timpani sulit dilihat.
Pengobatan yang diberikan berupa tampon yang dibasahi larutan Burowi , analgetik .
Maksud pemberian tampon dan tetes dengan larutan Burowi dapat menyebabkan rasa dingin,
mengurangi rasa sakit ,menghilangkan udem dan menghancurkan sisa kotoran di liang telinga. Perbedaan antara Furunkel Meatus eksternus dan Mastoiditis akut
Furunkel Mastoiditis akut
Otore tidak ada beberapa minggu
Nyeri bila tragus ditekan, tidak nyeri
atau daun telinga ditarik,
mengunyah/membuka mulut.
Inspeksi udim dan hiperemi difus udim ,hiperemi terutama di daerah aurikel terdorong ke depan aurikel terdorong kedepan,
bawah Palpasi nyeri bila tragus ditekan tidak nyeri atau aurikulum ditarik, tulang mastoid ditekan tulang mastoid ditekan nyeri berkurang makin lama makin sakit pembesaran kelenjar getah bening tak ada pembesaran Otoskopi tak ada sekret di meatus eksternus ada mukopus di meatus eksternus udim pada semua bagian meatus udim pada bagian postero superior
Foto rontgen mastoid - normal sel-sel mastoid rusak ( kabur)
Antibiotik diberikan apabila furunkel sangat besar dan meluas kesekitar.Pada frurunkel yang
besar bila sudah terjadi abses dapat dilakukan insisi .
Komplikasi berupa limfadenitis, abses , perikondritis dan erisipelas
SERUMEN
Merupakan hasil produksi kelenjar sebasea dan kelenjar seruminosa yang terdapat pada kulit
bagian tulang rawan meatus eksternus yang bercampur dengan sel epitel yang lepas, rambut dan
partikel debu ,berwarna kuning kecoklatan , lembek . Ada tipe basah dan kering
Apabila memenuhi liang telinga dapat menimbulkan gangguan pendengaran, terutama bila
konsistensinya padat. Serumen yang padat apabila terkena cairan akan mengembang dan
menimbulkan rasa sakit. Serumen yang padat dapat dikeluarkan dengan pengait atau apabila
kesulitan serumen dilunakkan terlebih dahulu dengan memberi tetes telinga karbo gliserin 10%
selama 3 - 5 hari, setelah lunak dapat dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas
atau dilakukan irigasi. Sedangkan serumen yang lunak dapat dibersihkan langsung dengan kapas
atau irigasi.
KERATOSIS OBLITERAN
Terjadi akibat penumpukan dari deskuamasi lapisan keratin , dijumpai di bagian tulang keras
meatus eksternus. Dalam jumlah banyak tumpukan sel mati tersebut dapat mengakibatkan
penekanan dan destruksi pada tulang meatus ekternus terutama di bagian inferior dan posterior.
Selain itu dapat merusak anulus timpani dan masuk ke hipo timpani, ataupun merusak dinding
kanal saraf fasial. Penyebab dari kelainan ini belum diketahui , sering dijumpai pada umur
sekitar 20 tahun.
Keluhan yang dirasakan penderita adalah berkurangnya pendengaran penderita dan nyeri telinga
bila disertai infeksi .
Tindakan yang dilakukan adalah membersihkan telinga secara hati- hati, bila perlu dilakukan
secara bertahap setiap hari. Setelah liang telinga bersih penderita dikontrol setiap
3 bulan sekali untuk mencegah kekambuhan. Apabila telah terjadi destruksi tulang perlu
dilakukan operasi rekonstruksi.
BENDA ASING MEATUS EKSTERNUS
Benda asing dapat berupa binatang, biji-bijian, kapas , potongan korek api yang tertinggal waktu
penderita membersihkan telinga. Keadaan ini sering dijumpai pada penderita anak-anak ataupun
penderita dewasa. Benda asing serangga, perlu dimatikan lebih dahulu, dengan cara memasukkan
minyak kelapa, gliserin atau air pada meatus akustikus eksternus dan ditunggu sampai binatang
mati. Setelah itu binatang dapat dikeluarkan dengan irigasi atau ekstraksi dengan menggunakan
pengait . Biji- bijian yang berada di liang telinga kemudian kena cairan dapat menggembung dan
menimbulkan rasa nyeri . Bila benda asing tersebut besar dapat diambil dengan pengait . Apabila
penderita tidak kooperatif ( anak- anak) atau letaknya didalam dapat dibantu dengan anestesi
umum.
Cara yang lain adalah dengan irigasi meatus eksternus.Air yang digunakan ialah air hangat yang
temperaturnya sedikit diatas temperatur tubuh (± 38oC), tidak boleh digunakan air yang
terlampau panas ataupun terlampau dingin karena dikhawatirkan akan merangsang labirin
sehingga penderita vertigo/mual-mual (seperti pada test kalori).
Air tersebut dipompakan kedalam liang telinga (kearah postero superior), dan diulang sampai
korpus alienum tadi keluar. Perlu diingat bahwa air jangan sampai dipompakan langsung kearah
korpus alienum, karena hal tersebut akan membuat korpus alienum makin masuk kedalam.
Selain itu irigasi hanya boleh dilakukan pada penderita yang dalam anamnesis tidak pernah
menderita otitis media.
OTITIS MEDIA SUPURATIF AKUT
Otitis media supuratif akut (OMSA) atau dikenal dengan otitis media purulen akut (OMPA)
adalah suatu infeksi akut pada mukosa telinga tengah (kavum timpani, tuba Eustachius, antrum
mastoid, sel mastoid) yang diikuti dengan pembentukan mukopus (nanah). Dalam keadaan
normal kavum timpani merupakan rongga steril, meskipun letak kavum timpani dekat nasofaring
dan faring yang banyak mengandung kuman. Kondisi tersebut terjadi karena gerakan silia,
ensim penghasil mukus dan antibodi sebagai mekanisme pertahanan fisiologis, yang berfungsi
saat telinga terpapar mikroba kontaminan ketika gerakan menelan. Selain itu pada permukaan
didapat mekanisme pertahanan berupa anyaman kapiler subepitel yang didalamnya terdapat
faktor humoral, sel leukosit polimorfonuklear dan sel-sel fagosit lain.
Patogenesis. Infeksi ke dalam kavum timpani dapat terjadi secara rinogen (lewat tuba
Eustachius), hematogen atau eksogen .Penyebaran lewat tuba diawali dengan infeksi saluran
nafas bagian atas. Perluasan radang atau infeksi dari hidung atau nasofaring ke dalam kavum
timpani dimungkinkan karena ada hubungan langsung antara hidung dan kavum timpani melalui
tuba Eustachius. Selain itu juga adanya persamaan jenis mukosa di kedua tempat tersebut,
memudahkan perluasan proses keradangan dari hidung ke kavum timpani.
Otitis media akut lebih banyak dijumpai pada anak sebab (a) anak lebih mudah terkena infeksi
saluran nafas atas (ISPA), (b)bentuk tuba Eustachius pada bayi relatif lebih lebar, lurus, pendek
dan posisi lebih horisontal mempermudah sekret di hidung masuk ke kavum timpani, (c) posisi
bayi lebih banyak berbaring, minum susu dalam posisi tidur sehingga air susu dapat mengalir ke
kavum timpani. Penyebaran secara hematogen dijumpai pada infeksi yang menimbulkan
penurunan daya tahan tubuh berat misalkan morbili, atau tuberkulosis paru.
Penyebaran secara eksogen terjadi akibat trauma kepala, korek telinga atau sewaktu mengambil
korpus alienum yang menimbulkan lesi membrana timpani.
Perjalanan otitis media akut dibagi menjadi 4 stadium :
1. Stadium kataral, terjadi karena udem mukosa tuba menyebabkan lumen menyempit, fungsi
ventilasi terganggu . Untuk kebutuhan oksigenasi, mukosa kavum timpani mengabsorsi oksigen
yang ada sehingga tekanan di kavum timpani makin berkurang menyebabkan membrana
timpani tertarik ke dalam (retraksi). Terjadi perubahan berupa udem mukosa, eksudasi /
transudasi, kekakuan rantai osikel.
Diagnosis. Pada stadium ini terdapat keluhan berupa rasa penuh di telinga, pendengaran
terganggu, nyeri telinga, tinitus atau grebeg-grebeg. Pada umumnya penyakit ini didahului
infeksi saluran nafas atas yang memberi keluhan panas badan, batuk dan pilek. Dengan otoskopi
tampak membrana timpani hiperemi, retraksi, dapat dijumpai sedikit cairan di kavum timpani
yang tampak sebagai air-fluid level atau air bubbles.
Terapi . Pada dasarnya bertujuan untuk mengembalikan fungsi tuba Eustachius. Hal ini dapat
dilakukan dengan memberikan tetes hidung sebagai vasokonstriktor (misalnya solusio efedrin
1% (dewasa) atau 0,25 - 0,5% (bayi dan anak-anak).
2. Stadium supurasi (bombans)
Gangguan fungsi tuba yang berlangsung lama akan menyebabkan perubahan berupa :
a. Metaplasi mukosa telinga tengah dari epitel pipih menjadi epitel kubus bersilia dan
mengandung sel goblet.
b. Sekresi sel goblet bercampur dengan cairan eksudat / transudat membentuk sekret
seromusinus.
c. Perubahan kuman yang biasanya tidak patogen berubah menjadi patogen dan berkoloni.
Kuman tersebut masuk ke jaringan dan menimbulkan infeksi. Kuman berasal dari hidung dan nasofaring.
Stadium kataral dan supurasi ini pada umumnya berlangsung sekitar 1 - 2 hari.
Diagnosis. Keluhan yang dirasakan dapat berupa otalgi hebat dan panas tinggi. Pada bayi
seringkali disertai rewel dan gelisah. Keluhan yang dialami pada stadium kataral masih
dirasakan, malahan kualitasnya meningkat. Pendengaran makin berkurang
Pada otoskopi membrana timpani tampak sangat hiperemi, cembung ke lateral (bombans),
pembuluh darah yang melebar di permukaan membran timpani. Cairan sudah terbentuk dan
tampak sebagai air bubble atau air fluid level tetapi bila sangat sedikit tidak terlihat.
Terapi. Pada dasarnya adalah upaya mengeluarkan cairan di kavum timpani secepatnya, yang
dilakukan dengan tindakan parasentesis (miringotomi). Parasentesis sebaiknya dilakukan di pars
tensa kuadran postero inferior.
Tujuan parasentesis adalah untuk (a) mencegah perforasi spontan akibat membrana timpani
yang bombans, (b) menguarngi keluhan panas badan ataupun nyeri, (c) mencegah agar tidak
terjadi komplikasi berupa meningitis, kelumpuhan saraf fasialis.
Selain itu perlu diberikan antibiotik berspektrum luas, misalnya Amoksisillin atau golongan
penisilin yang lain selama 10 hari. Selain itu perlu diberikan tetes hidung untuk memperbaiki
fungsi tuba.
Diferensial diagnosis. Keadaan ini mirip dengan furunkel meatus eksternus. Perbedaannya pada
furunkel meatus terdapat nyeri tekan tragus, sekret tidak mukus tetapi berbentuk nanah encer,
pendengaran tidak atau sedikit berkurang .
3. Stadium perforasi
Apabila pada stadium supurasi terapi tidak segera diberikan, maka cairan di kavum timpani
semakin mengumpul, tekanan di kavum timpani semakin meningkat. Akibatnya pembuluh darah
di membrana timpani mengalami penekanan, terjadi iskemi, tromboflebitis vena - vena kecil,
terjadi nekrosis mukosa dan sub mukosa. Daerah nekrosis tersebut akan pecah berlubang
(perforasi), sekret mengalir lewat meatus eksternus (otore). Lubang perforasi yang terbentuk
spontan lebih sulit menutup dibanding luka parasentesis. Lubang perforasi pada umumnya
terletak di kuadran antero inferior. hal ini karena faktor penyebab terbanyak adalah rinogen.
Stadium ini berlangsung sekitar 3 - 8 hari.
Diagnosis. Penderita mengeluh adanya otore, karena cairan sudah dapat keluar maka nyeri yang
dirasa penderita jauh berkurang, tetapi penurunan pendengaran masih tetap dirasakan. Pada
otoskopi terlihat sekret di meatus eksternus, membrana timpani hiperemi, lubang perforasi yang
sering dijumpai di kuadran antero inferior. Besar lubang ataupun letak perforasi bervariasi,
tetapi pada umumnya berbentuk perforasi kecil, terletak sentral. Pulsasi (denyutan sesuai dengan
irama nadi) dapat ditemukan pada lubang perforasi. Pulsasi terjadi akibat hipervaskularisasi
mukosa kavum timpani (tanda proses radang akut), disertai dengan sekret yang ada di kavum
timpani mengakibatkan denyutan pembuluh darah tersebut dapat terlihat.
Terapi. Pada dasarnya terapi tidak berbeda dengan terapi pada stadium supurasi. Apabila
membrana timpani masih tampak bombans dilakukan tindakan ulang parasentesis. Untuk
membersihkan sekret di meatus eksternus dapat digunakan larutan perhidrol 3%.
4. Stadium resolusi (penyembuhan)
Pada stadium ini proses penyakit sudah dalam proses penyembuhan, infeksi sudah diatasi. Tidak
ada udema mukosa, sekret banyak berkurang atau bahkan telah berhenti. Bila membrana timpani
tidak sampai perforasi, perlahan-lahan membrana timpani akan kembali normal. Proses
penyembuhan ini berlangsung sekitar 2 - 4 mingu.
Diagnosis. Pada stadium ini keluhan yang dirasakan hanya berupa gangguan pendengaran,
keluhan-keluhan lain sudah tidak dirasakan lagi. Pada otoskopi meatus eksternus tampak bersih
dari sekret, membrana timpani tidak hiperemi, warnanya kembali seperti mutiara, posisi
membrana timpani telah normal kembali. Masih terlihat lubang perforasi pada pars tensa.
Terapi. Pada stadium ini sudah tidak diperlukan obat-obatan lagi. Penderita perlu dinasehati agar
telinga tidak kemasukan air agar penyakit tidak kambuh dan apabila terkena infeksi saluran nafas
atas supaya segera berobat.
Prognosis. Penderita dengan daya tahan tubuh yang baik atau bila virulensi kuman rendah
penyakit ini dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Masa penyembuhan otitis media akut
berkisar antara 10 hari sampai 2 minggu. Lubang perforasi yang tidak besar dapat menutup
kembali berupa jaringan sikatrik. Apabila tidak ada sekuele di dalam kavum timpani fungsi
pendengaran akan normal kembali setelah 1-2 bulan.
Pada kasus tertentu, perlu untuk diwaspadai telah terjadi komplikasi mastoiditis akut. Keadaan
ini terlihat apabila dalam waktu 2 - 3 minggu penyakit tidak sembuh, tetapi gejalanya malah
semakin berat. Komplikasi yang terjadi dapat diketahui dari (a) panas badan yang meningkat
lagi, (b) timbul kembali nyeri telinga dan otore, (c) sakit kepala, (d) penderita tampak sakit, (e)
peningkatan laju endap darah. Apabila terjadi komplikasi maka penangannya selain terapi obat-
obatan juga diperlukan tindakan operasi.
Otitis Media Supuratif Akut pada bayi dan anak.
Perjalanan penyakit OMSA pada bayi dan anak pada umumnya berjalan seperti pada penderita
dewasa, hanya pada beberapa kasus memberikan gejala lebih berat, misalkan panas tinggi, iritasi
meningeal dan serebral, muntah- munta, gangguan saat tidur. Makin muda usia anak, gejala
makin berat dan makin tidak khas. Seringkali disertai dengan gejala gastro intestinal yaitu
mencret dan muntah - muntah.
OMSA pada bayi dan anak lebih mudah terjadi dibanding dewasa karena bentuk tuba lebih
pendek, lebar dan horisontal. Selain itu juga dipengaruhi oleh tingginya frekuensi infeksi saluran
nafas pada bayi dan anak, hiperplasi jaringan limfoid di Ring Waldeyer dan reaksi imunologi
berbeda antara dewasa dan anak.
Diagnosis. Sering sulit ditegakkan mengingat gejala tidak khas pada telinga, meatus eksternus
sempit, membrana timpani sulit dibedakan dengan membrana timpani normal (pada bayi
menangis membrana timpani tampak hiperemi).
Terapi. Pengabatan OMSA pada bayi sama dengan pada dewasa, kecuali apabila infeksi meluas
ke arah mastoid (mastoiditis akut) perlu dilakukan mastoidektomi simpel.
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK ( OMSK )
OMSK atau biasa disebut otitis media purulen kronik (OMPK ) merupakan penyakit yang sering
dijumpai di masyarakat, tetapi seringkali kurang mendapat perhatian penderita. Seringkali
penderita baru datang berobat apabila sudah terjadi komplikasi berupa abses di belakang telinga,
meningitis atau kelumpuhan saraf fasialis.
OMSK adalah infeksi kronik di telinga tengah yang mengenai mukosa dan struktur tulang
telinga tengah. Penyakit ini ditandai dengan perforasi membrana timpani, sekret terus menerus
keluar atau hilang timbul disertai penurunan pendengaran. Sekret dapat berbentuk nanah,
mukoid, bercampur darah, bening, encer atau kental, pada beberapa kasus sekretnya berbau.
Pada kebanyakan kasus dijumpai adanya fase tenang, tidak ada keluhan atau gejala yang
dirasakan penderita.
Pada umumnya OMPK merupakan kelanjutan proses OMPA yang tidak mendapat pengobatan
secara adekuat atau terlambat diobati. Beberapa faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah (a)
Virulensi kuman tinggi atau daya tahan tubuh yang rendah, (b) Keadaan anatomi kavum timpani,
dalam hal ini pnematisasi mastoid, hubungan antara antrum- atik - kavum timpani dan tuba
Eustachius, (c) gangguan fungsi tuba yang bersifat kronik , misalnya pada palatoschisis, (d)
Penyakit kronik yang diderita, misalnya alergi, diabetes, kurang gizi, (e) Penderita kurang
menjaga kebersihan telinga (korek telinga, kemasukan air) setelah menderita OMPA, sehingga
kuman masuk lewat lubang perforasi yang masih belum menutup.
Pada OMPK dapat terjadi berbagai macam perforasi:
(a) Perforasi sentral. Perforasi terjadi pada pars tensa berupa perforasi sentral, bentuk ginjal atau total.
(b) Perforasi marginal. Perforasi terjadi di pinggir margo timpani, sebagian tepi perforasi
langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus timpanikus.
(c) Perforasi atik. Perforasi terjadi di pars flaksida
Pada OMK terjadi pada mukosa telinga tengah berupa :
a. Hipertrofi, mukosa mengalami pembesaran sel.
b. Degenerasi, mukosa mengalami degenerasi berubah menjadi jaringan granulasi
atau polip.
c. Metaplasi, mukosa kavum timpani mengalami perubahan dari sel kuboid menjadi
sel epitel dan dapat terbentuk kolesteatom.
Perubahan pada tulang dapat berupa osteitis, destruksi tulang karena desakan kolesteatom atau
nekrosis tulang yang terjadi akibat penyempitan pembuluh darah kapiler. OMPK dibagi menjadi
2 jenis, yaitu (1)OMK tipe benigna (tipe tubo timpanal, tipe hipertrofik, tipe aman) dan (2) OMK
tipe maligna (tipe bahaya, tipe tulang ).
Tabel . Perbedaan otoskopi OMPK tipe benigna dan maligna.
Jenis OMPK Tanda- tanda
OMK benigna (a) Perforasi sentral, perforasi pada pars tensa ,
(b) Mukosa kavum timpani menebal ,
(c) Tidak dijumpai granulasi atau kolesteatom
OMK
maligna
degeneratif
- Perforasi besar pada pars tensa
- Tampak ada granulasi atau polip pada mukosa
kavum timpani
metaplastik - Perforasi atik / marginal
- Tampak ada pembentukan kolesteatom
- Sering disertai destruksi tulang pada margo
timpani.
Gambaran klinik OMSK adalah berupa otore terus menerus atau kumat-kumatan sejak 6 minggu
atau lebih, kualitas sekret bervariasi tergantung patologi yang ada misalkan sekret kental dan
busuk biasanya akibat dari kolesteatom disertai destruksi tulang.Cairan yang encer dan tak
berbau biasanya akibat dari mukosa yang hipertrofik.
Kolesteatom adalah suatu tumpukan dari pengelupasan lapisan keratin epitel bertatah dalam
kavum timpani atau kavum mastoid. Kolesteatom terbentuk atas dasar dua teori yaitu (a)
invaginasi atau (b) migrasi.
Proses invaginasi disebabkan karena adanya tekanan negatip di kavum timpani menyebabkan
membran timpani tertarik kedalam.
Penarikan yang paling berat terjadi di pars flaksida karena sifatnya yang lebih tipisdibanding pars tensa, sehingga terjadi lekukan . Pada bagian yang melekuk terjadi penumpukan epitel hasil deskuamasi lapisan luar membran timpani. Proses migrasi terjadi akibat pertumbuhan sel epitel dari meatus eksternus kedalam kavum timpani melalui perforasi membrana timpani berubah menjadi sel-sel epitel bertatah. Pengelupasan lapisan epitel berlangsung terus didalam tempat yang tertutup, sehingga kolesteatom makin lama makin menumpuk , menekan jaringan tulang sekitarnya sehingga terjadi destruksi tulang. Keluhan lain berupa itu pendengaran penderita menurun dan berat ringan ketulian tergantung dari patologi yang terjadi .Penurunan pendengaran terjadi akibat (a) sekret yang menumpuk dalam liang telinga luar (b) perforasi membrana timpani dan (c) penebalan dari mukosa yang meliputi osikel , foramen ovale, foramen rotundum dan (d) kerusakan osikel, yang paling cepat terjadi adalah nekrosis dari prosesus longus inkus (e) perforasi membran timpani. Gangguan pendengaran yang terjadi pada OMPK berupa tuli konduksi , tetapi dapat disertai tuli persepsi bila sudah ada invasi ke labirin. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah tes pendengaran dengan penala atau audimeter , x-foto mastoid ( posisi Schueller ) yang akan tampak gambaran mastoid normal , sklerotik atau berbentuk rongga (sel- sel mastoid rusak akibat kolesteatom). Terapi .Tergantung jenis OMPK , pada tipe benigna stadium aktif diberikan antibiotik , pengobatan lokal telinga menjaga agar telinga tetap bersih. Membersihkan telinga dapat dilakukan dengan cara pembersihan sekret dengan kapas lidi, atau dengan memakai larutan perhidrol 3%. Selain itu perlu dicari faktor- faktor penyebabnya ( rinogen , eksogen ).
Pada stadium tenang dianjurkan untuk operasi miringoplasti, yaitu menutup perforasi membran
timpani.
Apabila tergolong tipe maligna terapi yang dilakukan adalah operasi mastoidektomi.
Komplikasi . Dari OMPK dapat terjadi komplikasi berupa mastoiditis kronik ,labirintitis atau
komplikasi kearah intrakranial antara lain berupa meningitis , abses sub dural , petrositis ,abses
otak .
MASTOIDITIS KRONIK
Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung lewat aditus ad
antrum . Oleh karena itu infeksi telinga tengah kronik biasanya disertai dengan infeksi kronik
di rongga mastoid ,sehingga keduanya disebut dengan otomastoiditis kronik.Gambaran klinik
sama dengan gambaran suatu otitis media. Terapi yang dilakukan adalah mastoidektomi ,
dengan tujuan untuk (a).menghilangkan sumber infeksi (b) mencegah terjadinya komplikasi
(c)sejauh mungkin mempertahankan fungsi pendengaran
Ada beberpa jenis matoidektomi , yaitu :
1. Rongga terbuka , terdiri dari (a) mastoidektomi radikal dan (b) mastoidektomi radikal
modifikasi.
Mastoidektomi radikal bertujuan untuk membersihkan jaringan patologi dalam sel - sel
mastoid, antrum dan kavum timpani. Seluruh tulang pendengaran diangkat kecuali basis
stapes.Dinding posterior m.e yang membatasi kavum mastoid dan meatus eksternus dibuat
menjadi satu rongga
Mastoidektomi radikal modifikasi bertujuan sama seperti diatas hanya tulang pendengaran
yang masih baik ditinggalkan, dinding posterior meatus eksternus diangkat sebagian
sehingga diharapkan masih dapat dilakukan rekonstruksi dikemudian hari.
2. Ronggga tertutup terdiri dari (a) simpel mastoidektomi ( Schwartze ) dan (b) atiko-
antrotomi. Simpel mastoidektomi ( Schwartze ) bertujuan untuk membersihkan jaringan
patologi dalam selulae mastoideum kemudian dipasang drain. Atiko antrotomi bertujuan
untuk selain membersihkan jaringan patologi dalam sel -sel mastoid, kemudian dilanjutkan
dengan membersihkan dan melebarkan antrum, aditus ad antrum dan epitimpani.
Bagan. Macam komplikasi akibat radang telinga tengah
A. Ekstra kranial - abses retro aurikuler
- abses Bezold
- Abses Moure
B. Intra temporal - labirintitis
- kelumpuhan saraf fasialis
C. Intra kranial - meningitis
- abses ektradural
- abses otak
Komplikasi dari mastoiditis pada dasarnya sama dengan komplikasi dari suatu otitis media ,
yaitu komplikasi : (A) ektrakranial (B) intra temporal dan (C) intra kranial.
A.Komplikasi ekstra kranial merupakan komplikasi kearah inferior , mengakibatkan terjadi
1. Abses retro aurikuler , terjadi karena kortek mastoid rusak akibat penekanan kolesteatom
dan terjadi abses subperiostal. Abses ini terbentuk didaerah planum mastoid sehingga daun
telinga terdorong kesisi yang sakit dan kepala miring kesisi yang sakit.
2. Abses Bezold , terjadi akibat kerusakan tip (ujung) mastoid menyebabkan pus masuk kedalam
fascia otot sternokleido mastoid dan menumpuk didalam otot tersebut.
3. Abses Moure , terjadi apabila nanah menembus otot digastrikus .
Terapi yang dilakukan adalah melakukan insisi dari abses dan dilanjutkan dengan ma
stoidektomi.
Komplikasi kearah intra temporal dapat berupa (a) labirintitis dan (b) kelumpuhan saraf fasialis.
(a)Labirintitis terjadi karena penjalaran infeksi kearah medial, karena adanya fistel pada kanal
semi sirkularis lateralis atau pada forovale akibat erosi dari kolesteatom Gejala penyakit adalah
vertigo, muntah-muntah yang akan bertambah berat bila kepala digerakkan, nistagmus horisontal
,”fistula sign" positif ( bila tragus ditekan secara mendadak akan terjadi vertigo).
Tindakan yang perlu dilakukan adalah mastoidektomi.
(b) Kelumpuhan saraf fasialis yang terjadi akibat otitis media adalah kerusakan saraf fasial yang
terletak di os temporal , yaitu pars horisontal dan pars vertikal .
Pada otitis media akut , paralise mungkin terjadi akibat adanya dehiscensi yang pada
kanal Fallopi,biasa terjadi pada bayi dan anak-anak. Pada otitis media kronik dan
mastoiditis, paralise ini banyak terjadi akibat kolesteatom yang mampu mengadakan
erosi pada tulang sekitarnya termasuk kanal Fallopi.
Komplikasi ke intra kranial merupakan komplikasi kearah superior yang mengakibatkan erosi
tegmen oleh kolesteatom , infeksi langsung menuju ke fosa kranii media dan posterior.
Komplikasi yang terjadi adalah (1) abses ekstra dura (2) meningitis (3) abses otak.
1. Abses ekstra dura , terjadi penimbunan nanah diantara tegmen dan duramater.
Keluhan yang terjadi adalah nyeri kepala dan telinga yang hebat.
Tindakan yang dilakukan adalah mastoidektomi dan dibuat drainase untuk mengeluarkan
nanah.
2. Meningitis ,adalah radang yang merata pada ruang sub araknoid. Penderita mengeluh nyeri
kepala hebat, muntah-muntah dan febris tinggi ,mula-mula penderita gelisah lama-lama
kesadaran dapat menurun ,didapatkan kaku kuduk dan reflek patologi meningkat .Lumbal
pungsi cairan liquor keruh , tekanan meningkat, protein meningkat, glucose menurun, sel
meningkat 100 - 10.000/mm2 ,, sel-sel polimorf.
Terapi yang perlu dilakukan adalah segera dirawat dengan memberi antibiotik dosis tinggi,
pengobatan simtomatik lain . Sedangkan operasi mastoidektomi dilakukan bila keadaan
penderita sudah tenang.
3. Abses otak , lebih sering mengenai lobus temporalis. Penderita mengeluh nyeri kepala
hebat, muntah-muntah. Terapi yang dilakukan adalah trepanasi oleh ahli bedah saraf ,
sedangkan mastoidektomi dilakukan bila abses sudah tenang.
4. OTITIS MEDIA SEROSA KRONIK ( Glue ear )
OM serosa , kadang disebut dengan otitis media sekretoria , glue ear merupakan radang kronik
mukosa telinga tengah yang ditandai dengan terbentuknya cairan yang tidak purulen dan tanpa
disertai dengan kerusakan membran timpani. Penyakit ini paling sering disebabkan karena
gangguan fungsi tuba Eustachius , misalkan infeksi saluran nafas bagian atas kronik ,
pembesaran adenoid dan tonsilla palatina, alergi,tumor nasofaring , palatoshizis. Gejala utama
adalah pendengaran menurun ,terdengar suara dalam telinga saat menelan atau saat menutup
mulut , telinga terasa penuh dan kadang-kadang disertai tinitus nada rendah. Pada otoskopi
tampak membran timpani retraksi ,kadang-kadang terlihat "air bubles" atau "air fluid level"
,fungsi tuba terganggu ( tes Valsava dan tes Politzer negatif ) ,tuli konduksi. Penyakit ini perlu
dibedakan dengan otitis media purulen akut stadium kataral. Terapi yang diberikan ialah
simtomatik (a) miringotomi (b) pasang gromet (c)dekongestan. Selain itu perlu diupayakan untuk
menghilangkan faktor penyebab Komplikasi dapat berupa otitis media kronik,mastoiditis kronik.
OTITIS MEDIA TUBERKULOSA
OM tuberkulosis adalah radang kronik dari kavum timpani yang disebabkan mikro bakteri
tuberkulosa yang berasal dari tuberkulosis paru yang menjalar ke kavum timpani melalui tuba
atau secara hematogen.
Diagnosis ditentukan dari keluhan pada umunya berupa sekret yang berbau busuk, tanpa disertai
nyeri , pendengaran sangat menurun .
Lewat otoskopi tampak sekret serus atau purulen ,apabila terjadi destruksi tulang sekret akan
berbau busuk. Perforasi membran timpani multipel ( lebih dari satu ) dan pada pemeriksaan
pendengaran ditemukan tuli berat jenis konduksi atau campuran .
Dengan foto paru terlihat suatu gambaran tuberkulosis .
Terapi diberikan berupa obat anti tuberkulosis dan menjaga supaya telinga tetap bersih.
Prognosis utuk pendengaran jelek , karena ketulian yang terjadi sulit diperbaiki.
Komplikasi terjadi karena OM tuberkulosis cepat meluas sehingga dapat merusak struktur
sekitarnya , misalkan ke kanal saraf fasialis .
TES PENDENGARAN
Kegunaan tes pendengaran saat ini makin penting, yaitu untuk :
- seleksi penerimaan pegawai/murid
- dalam program kesehatan industri, dimana pekerja yang terpapar bising (dari mesin pabrik)
harus menjalani tes pendengaran secara berkala.
- pada pembuatan visum (masalah “medico legal”) pada kecelakaan kerja atau lalu
lintas/trauma kapitis untuk mendapatkan ganti rugi.
- pada anak sekolah untuk mencari penyebab penurunan prestasi belajar (program UKS)
- pada balita untuk mencari penyebab gangguan perkembangan bicara
- yang terpenting untuk membantu menentukan diagnosis dan terapi penyakit telinga
Tujuan melakukan tes pendengaran ialah untuk :
1. Mengetahui seseorang menderita kurang pendengaran atau tidak
2. Mengetahui jenis ketulian, dengan demikian diketahui lokasi lesi, selanjutnya dapat
diketahui diagnosis dan ditentukan terapinya.
Umumnya tuli konduksi dapat disembuhkan (dengan obat atau operasi), sedangkan tuli sensori
neural sampai saat ini belum dapat disembuhkan.
Untuk mengetahui fungsi pendengaran dilakukan berbagai macam tes pendengaran
dengan cara memberikan rangsang/stimulus bunyi pada telinga, kemudian dinilai
respons/jawaban atas stimulus tersebut.
BUNYI
Bunyi adalah gerakan/getaran/vibrasi suatu benda/ molekul di dalam suatu medium yang elastis.
Energi bunyi yang timbul akan dipancarkan ke segala jurusan dengan cara peningkatan
tekanan/pemampatan (“compression”) dan penurunan tekanan/peregangan (rarefaction”) dari
medium tersebut menjadi gelombang bunyi.
Suatu getaran tunggal adalah gerakan bolak balik suatu benda. Hal ini dapat dijelaskan dengan
gerakan bandul jam, lihat gambar 6. Bila bandul ditarik dari titik A ke titik B, lalu dilepaskan
maka akan kembali ke arah titik A dan tidak berhenti dititik A, tetapi akan terus ke titik C,
kemudian akan kembali ke titik A, kemudian ke titik B, kembali ke A dst.
Jarak A-B (=A-C) disebut panjang getaran = amplitudo. Waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan satu getaran (gerakan dari B-A-C-A-B) disebut waktu periode. Jumlah getaran
dalam satu detik (cycle per second) disebut frekuensi, satuannya : Hertz (Hz).
Secara sederhana :
Bunyi dengan nada tinggi mempunyai frekuensi besar, nada rendah mempunyai frekuensi kecil.
Bunyi yang keras (intensitas tinggi) amplitudonya besar, bunyi yang lemah (intensitas rendah)
amplitudonya kecil.
Jadi pada bunyi terdapat 2 dimensi yang penting yaitu :
1. Intensitas, secara psiko akustik sesuai dengan keras-
lemahnya bunyi, dipakai satuan desibel (dB).
2. Frekuensi, secara psiko akustik sesuai dengan tinggi-
rendahnya bunyi, dipakai satuan Hertz (Hz).
MACAM-MACAM TES PENDENGARAN
Stimulus bunyi yang diberikan pada tes pendengaran dapat bermacam-macam yaitu suara
manusia (tes bisik dan tes konversasi), benda-benda yang berbunyi/dapat dibunyikan (misalnya
jam tangan, alat-alat permainan, garpu tala) dan alat elektro akustik (audio-meter).
1. Tes Bisik
Suara manusia merupakan rangsang bunyi yang paling alamiah untuk fungsi sosial
pendengaran.
Tes terdiri dari : tes berbicara (konversasi) dan tes berbisik. Tes bicara kurang stabil
(intensitas maupun frekuensi bervariasi tergantung individu) dan memerlukan ruang
pemeriksaan yang panjangnya 200 m karena intensitas bicara lebih keras dari pada
berbisik yaitu + 50 - 60 dB, sedang tes bisik lebih stabil (karena ada cara tertentu dalam
berbisik) dan hanya memerlukan jarak 6 m karena intensitas suara bisik + 25 dB. 1.
Syarat-syarat tes bisik :
1. Tempat: ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat tidak rata atau dilapis “soft
board”/korden), serta ada jarak sepanjang 6 m.
2. Pemeriksa :
Cara membisikkan, yaitu :
- Dengan udara cadangan sesudah ekspirasi biasa
- Kata-kata yang dibisikkan 1 atau 2 suku kata yang dikenal penderita, biasanya kata-kata
benda sekeliling kita.
3. Penderita (yang diperiksa)
- Mata ditutup/dihadangi agar tidak membaca gerak bibir
- Telinga yang diperiksa dihadapkan kearah pemeriksa, sedang telinga yang tidak
diperiksa ditutup dan dimasking dengan menekan-nekan tragus kearah MAE oleh
pembantu pemeriksa, bila tidak ada pembantu MAE ditutup kapas yang
dibasahi gliserin.
- Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan.
Pelaksanaan
Baik penderita maupun pemeriksa sama-sama berdiri, penderita tetap ditempat, sedang
pemeriksa yang berpindah tempat.
Mulai jarak 1 m dibisikkan 5 kata (dapat 10 kata), bila mendengar semua-mundur 2 m bisikkan
kata-kata lain dalam jumlah yang sama, bila mendengar semua-mundur lagi, sampai pada jarak
dimana penderita mendengar 80% kata-kata (mendengar 4 kata dari 5 kata yang dibisikkan),
pada jarak itulah merupakan tajam pendengaran telinga yang di tes. Untuk memastikan apa-kah
hasil tes benar maka dapat di tes ulang, misalnya tajam pendengaran 3 m, maka bila pemeriksa
maju ke jarak 2 m penderita akan mendengar semua kata yang dibisikkan (100%) dan bila
pemeriksa mundur ke jarak 4 m maka penderita hanya mendengar kurang dari 80% kata yang
dibisikkan.
1.3. Hasil tes.
- Kuantitatif (tajam pendengaran) menurut Leucher :
* Normal : 6 m
* Tuli ringan : 4 - 6 m (praktis normal)
* Tuli sedang : 1 - 4 m
* Tuli berat : < 1 m
* Tuli total : bila berteriak di depan telinga, penderita tetap tidak mendengar
- Kualitatif (jenis ketulian)
* Tuli konduksi tidak mendengar huruf lunak (frekuensi rendah)
* Tuli sensori-neural tak mendengar huruf desis (frekuensi tinggi)
Misalnya : susu - tuli konduksi mendengar s - s
tuli sensori neural mendengar u - u
Keadaan ini terjadi karena biasanya pada tuli konduksi terjadi penurunan pendengaran pada
frekuensi rendah (tuli bagian bas) dan pada tuli sensori neural penurunan pendengaran biasanya
pada frekuensi tinggi (tuli discant), sedangkan bunyi huruf lunak mempunyai frekuensi rendah
dan huruf desis mempunyai frekuensi tinggi.
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
40
TES BISIK MODIFIKASI
Tes ini dipergunakan untuk skrining pendengaran, yaitu untuk menapis/memisahkan
kelompok pendengaran normal dan kelompok tidak normal pada sejumlah besar populasi,
misalnya uji kesehatan penerimaan mahasiswa atau pegawai.
Caranya : Tes dikerjakan diruang kedap suara, dibisikkan 10 kata-kata, dengan intensitas
yang lebih rendah dari tes bisik biasa karena jaraknya lebih dekat. Untuk memperpanjang
jarak pemeriksa dapat menjauhkan mulutnya dengan telinga penderita yang diperiksa yaitu
dengan jalan menoleh atau duduk dibelakang penderita. Bila penderita dapat mendengar
dengan betul 80% kata-kata yang dibisikkan maka dinyatakan pendengarannya normal.
TES GARPU TALA
Tes garpu tala (GT) nama lain: garpu suara, garpu musik atau penala, merupakan salah
satu tes pendengaran selain tes bicara (konversasi / bisik) dan audiometri.
Tes bisik terutama berfungsi untuk menentukan tajam pendengaran (kwantitas). Tes GT
terutama untuk menentukan jenis gangguan pendengaran (kwalitas). Tes audiometri dapat
menentukan tajam pendengaran maupun jenis gangguan pendengaran dengan lebih tepat,
tetapi tes audiometri memerlukan alat dan tempat yang mahal, sehingga tidak semua rumah
sakit memiliki alat tersebut.
Tes bisik dan GT cukup sederhana karena tak memerlukan alat yang mahal serta dapat
dikerjakan ditempat praktek atau klinik dimana belum tersedia audiometer. Tetapi walaupun
demikian dinegara yang majupun dimana audiometer tersedia dengan mudah, tes ini tetap
dipakai terutama untuk konfirmasi hasil audiogram. Sebagai tes yang bersifat subyektif
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
41
hasilnya baru dapat dipercaya apabila pemeriksa dapat me lakukan tes tersebut dengan baik
dan penderita dapat memberi
kan respons dengan betul, untuk itu perlu kerjasama yang baik antara pemeriksa dan
penderita dimana pemeriksa perlu memberikan intruksi yang jelas.
Dengan demikian validitas tes dapat dicapai apabila pemeriksa sering melakukan/berlatih
pemeriksaan tersebut.
Dasar fisiologik tes GT
Untuk memahami cara dan hasil tes perlu diingat kembali fisiologi pendengaran yaitu :
1. Sensitivitas telinga dalam (kohlea) 2 kali lebih baik dalam menerima rangsang bunyi
lewat hantaran udara dibanding dengan hantaran tulang, karena lewat hantaran udara
getaran bunyi diperkeras 20 - 30 kali oleh membrana timpani dan osikulae, sehingga
bunyi lewat hantaran udara lebih kuat dan lama dibanding lewat tulang.
2. Telinga dengan tuli konduksi menerima rangsang bunyi lebih baik lewat tulang
dibanding lewat udara, karena pada tuli konduksi membrana timpani dan osikulae
yang rusak tidak dapat berfungsi lagi untuk memperkeras getaran bunyi yang lewat
udara.
Frekwensi GT yang dibuat untuk tes pendengaran merupakan pelipatan 2 yaitu frekwensi :
64,128,256,512, 1024,2048, dan 4096. Satu set GT dapat terdiri dari 4,5,6 atau 7 biji.
Yang sering dipakai yalah frekwensi : 512, 1024 dan 2048 (frekwensi bicara), tersering
dipakai 512, karena pada frekwensi rendah terlalu besar vibrasinya (lebih terasa daripada
terdengar) sedangkan pada frekwensi tinggi seringkali penderita bingung karena adanya
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
42
keluhan tinitus.
Jenis tes GT bermacam-macam (biasanya dinamakan sesuai nama penciptanya) antara lain:
tes Bing, tes Gele, tes Lewis, tes Rinne, tes Weber, Tes Schwabach dsb.
Disini yang dipakai ialah 4 macam tes :
1. Tes batas atas batas bawah.
2. Tes Rinne.
3. Tes Weber.
4. Tes Schwabach.
Tes-tes ini dipilih karena masing-masing memiliki tujuan khusus yang berbeda-beda.
Karena masing-masing tes memiliki keterbatasan, maka tes-tes tersebut dapat saling
melengkapi satu sama lain, sehingga hasil interpretasi bersama akan lebih tepat untuk
menentukan diagnose.
TES BATAS ATAS BATAS BAWAH (GARIS PENDENGARAN)
Tujuan: menentukan frekwensi mana yang dapat didengar penderita apabila GT dibunyikan
pada nilai ambang pendengaran normal.
Dasar: pada tuli konduksi biasanya penurunan pendengaran (hearing loss) pada frekwensi
rendah (tuli bas), sebaliknya tuli persepsi biasanya penurunan pendengaran pada frekwensi
tinggi (tuli discant).
Cara: semua GT (dapat dimulai dari frekwensi terendah berturutan sampai frekwensi
tertinggi atau sebaliknya) dibunyikan satu persatu, dengan cara dipegang tangkainya
kemudian kedua ujung kakinya dibunyikan dengan lunak (dipetik dengan ujung jari/kuku,
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
43
didengarkan terlebih dulu oleh pemeriksa sampai bunyi hampir hilang (untuk mencapai
intensitas bunyi yang terendah bagi orang normal/nilai ambang pendengaran normal),
kemudian diperdengarkan pada penderita dengan meletakkan GT didekat MAE pada jarak
1-2 cm dalam posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang menghubungkan MAE kanan dan
kiri.
Interpretasi:
Batas bawah naik (frekwensi rendah tak terdengar) biasanya pada tuli konduksi.
Batas atas turun (frekwensi tinggi tak terdengar) pada tuli persepsi.
Pada beberapa penyakit tidak mengikuti aturan tersebut, misalnya:
Penyakit Meniere pada stadium awal terjadi tuli persepsi dengan penurunan pendengaran
pada frekwensi rendah.
Ketulian yang lanjut baik tuli konduksi maupun tuli persepsi biasanya terjadi penurunan
pendengaran pada semua frekwensi.
Kesalahan tes: biasanya GT dibunyikan terlalu keras sehingga tidak dapat mendeteksi pada
frekwensi mana penderita tak mendengar.
TES RINNE.
Tujuan: membandingkan daya tangkap telinga terhadap rangsang bunyi lewat hantaran
tulang dan lewat hantaran udara (membandingkan konduksi tulang dan konduksi udara pada
satu telinga penderita).
Cara: terdapat 2 macam cara:
1. Bunyikan GT frek. 512, pancangkan tangkainya tegak lurus pada mastoid penderita
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
44
(posterior dari MAE) sampai penderita tak mendengar, kemudian secepatnya pindahkan ke
depan MAE penderita. Apabila GT didepan MAE penderita masih mendengar disebut
Rinne positif, tetapi bila tidak mendengar disebut Rinne negatif.
2. Bunyikan GT 512, kemudian penderita diminta untuk membedakan apakah bunyinya
lewat hantaran tulang lebih keras atau lebih lemah dibandingkan dengan hantaran udara.
Apabila hantaran tulang lebih baik dibanding udara ( BC > AC ) disebut Rinne negatif.
Apabila hantaran udara lebih baik dari pada tulang ( AC > BC ) disebut Rinne positif.
Apabila hantaran tulang sama dengan udara ( AC=BC ) disebut Rinne +.
Interpretasi:
Rinne positif pada telinga normal atau tuli persepsi, sedang
Rinne negatif pada tuli konduksi.
Kadang-kadang terjadi false Rinne (pseudo positif atau pseudo negatif) terjadi bila bunyi
GT ditangkap oleh telinga kontralateral yang pendengarannya jauh lebih baik.
Rinne baru negatif apabila tuli konduksi > 15 dB.
Kesalahan tes: GT tidak terpancang dengan baik pada mastoid karena miring, terkena
rambut, jaringan lemak tebal sehingga penderita tidak mendengar atau getaran terhenti
karena kaki GT tersentuh aurikulum. Kadang-kadang juga penderita terlambat
mengisyaratkan waktu GT sudah tak terdengar lagi, sehingga waktu dipindahkan didepan
MAE getaran GT sudah berhenti.
TES WEBER.
Tujuan: membandingkan daya tangkap kedua telinga penderita terhadap rangsang bunyi
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
45
lewat hantaran tulang (membandingkan konduksi tulang kedua telinga penderita).
Cara: GT 512 dibunyikan kemudian tangkainya dipancangkan tegak lurus digaris median
dengan kedua kaki pada garis horisontal, penempatan dapat pada vertex, dahi, dagu atau
pada gigi insisivus, pada umumnya GT diletakkan didahi.
Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih
keras. Bila mendengar pada satu telinga disebut lateralisasi kesisi telinga tersebut. Bila
kedua telinga tak mendengar atau sama-sama mendengar berarti
tak ada lateralisasi.
Interpretasi: terdapat beberapa kemungkinan apabila ada lateralisasi.
Misalnya lateralisasi ke kanan, kemungkinannya ialah:
1. Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal.
2. Tuli konduksi kanan dan kiri, tetapi kanan lebih berat.
3. Tuli persepsi kiri, telinga kanan normal.
4. Tuli persepsi kanan dan kiri, tetapi kiri lebih berat.
5. Tuli konduksi kanan dan persepsi kiri.
Kesalahan tes:
Bila GT dibunyikan terlalu keras (overtones), mungkin didengar lewat udara, sehingga
tujuan membandingkan konduksi lewat tulang tidak tercapai.
Kadang-kadang seorang penderita tidak mau mengakui apabila lateralisasi kesisi telinga
yang dirasanya sudah lama tuli.
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
46
4. TES SCHWABACH.
Tujuan: membanding hantaran lewat tulang antara penderita dengan pemeriksa.
Cara: GT 512 dibunyikan kemudian tangkainya dipancangkan tegak lurus pada mastoid
pemeriksa, apabila pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya GT dipindahkan ke
mastoid penderita.
Apabila:
1. Penderita masih mendengar maka Schwabach memanjang.
2. Penderita tidak mendengar, terdapat 2 kemungkinan yaitu Schwabach memendek atau
normal.
Untuk membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada penderita dulu
baru ke pemeriksa. GT 512 dibunyikan kemudian dipancangkan tegak lurus pada mastoid
penderita, apabila penderita sudah tidak mendengar maka secepatnya GT dipindahkan pada
mastoid pemeriksa, apabila pemeriksa tidak mendengar berarti sama-sama normal, apabila
pemeriksa masih mendengar berarti Schwabach penderita memendek.
Interpretasi:
Schwabach memanjang pada tuli konduksi.
Schwabach memendek pada tuli persepsi.
Kesalahan tes:
GT tidak terpancang dengan baik, kakinya tersentuh hingga bunyi menghilang atau isyarat
menghilangnya bunyi tidak segera diberikan oleh penderita.
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
47
RESUME
TULI KONDUKSI TULI PERSEPSI
Tak dengar huruf lunak Dengar huruf lunak
Dengar huruf desing TES BISIK Tak dengar huruf desing
Normal BATAS ATAS Menurun
Naik BATAS BAWAH Normal
Negatif RINNE Positif
False Rinne
Lateralisasi WEBER Lateralisasi
kesisi sakit kesisi sehat
Memanjang SCHWABACH Memendek
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
48
Audiometri Nada Murni
Audiometri nada murni adalah suatu alat untuk mengukur kemampuan seseorang untuk
mendengar bunyi nada murni. Alat ini dapat menghasilkan bunyi nada murni dari beberapa
frekuensi yaitu 125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz dan 8000 Hz serta
dapat diatur intensitasnya dalam satuan desibel (dB) mulai –10 dB sampai 100 dB. Bunyi
yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang masing-masing untuk
mengukur ketajaman pendengaran melalui hantaran udara dan hantaran tulang pada tingkat
nilai ambang, sehingga didapatkan gambaran audiogram yang berupa kurva hantaran udara
dan hantaran tulang. Kurva pada audiogram dapat memberikan gambaran jenis dan derajat
ketulian seseorang yaitu tuli konduksi, tuli sensorineural atau tuli campuran. Persentase
kecacatan penurunan pendengaran menurut Meyerhoff adalah sebagai berikut :
1. Dihitung rata-rata nilai ambang pendengaran masing-masing telinga pada
frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan 2000 Hz.
2. Nilai ambang rata-rata masing-masing dikurangi 25 dB, bila hasilnya minus
maka dianggap nol, kemudian masing-masing telinga dikalikan 1,5 %.
3. Telinga yang lebih baik dikalikan 5, telinga yang lebih jelek dikalikan 1 dan
keduanya dijumlahkan kemudian dibagi 6. Hasil terakhir ini adalah persentase
kecacatan penurunan pendengaran.
Tes SISI
Tes SISI (Short Increment Sensitivity Index) adalah tes untuk mengetahui adanya
kelainan koklea dengan memakai fenomena rekruitmen. Rekruitmen adalah suatu fenomena
dimana terjadi peningkatan sensitiftas peningkatan pendengaran yang berlebihan diatas
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
49
ambang dengar. Keadaan ini khas pada tuli koklea, yaitu koklea dapat mengadaptasi secara
berlebihan peninggian intensitas yang kecil sehingga penderita dapat membedakan selisih
intensitas yang kecil itu (1 dB) sedangkan pada orang normal baru dapat membedakan
bunyi 5 dB
Cara pemeriksaannya ialah dengan menentukan ambang dengar penderita terlebih
dahulu, kemudian diberikan rangsangan 20 dB diatas ambang dengar, kemudian tiap lima
detik dinaikkan 1 dB sampai 20 kali. Bila penderita mendengar maka mengangkat tangan
atau menekan tombol. Kemudian dihitung berapa kali penderita dapat membedakan
perbedaan itu. Bila 20 kali benar, berarti 100 %. Bila skor ≥ 70% berarti positif atau letak
lesi koklear. Bila skor ≤ 30 % berarti negatif atau tidak ada lesi koklear. Bila skor
diantaranya berarti masih meragukan (Gelfand, 1997). Pada pemeriksaan dipakai frekuensi
4000 Hz karena pada frekuensi ini kelainan koklea lebih sensitif terhadap perubahan
intensitas, dan pemeriksaan SISI dlakukan modifikasi dengan 10 kali (Martin, 1982).
Tes Tone Decay
Tes Tone decay disebut juga tes kelelahan. Kelelahan ( decay/fatigue ) merupakan
adaptasi abnormal, merupakan tanda khas pada retrokoklea. Saraf pendengaran cepat lelah
bila dirangsang terus menerus. Bila diberi istirahat maka akan pulih kembali. Terjadinya
kelelahan saraf oleh karena perangsangan terus menerus. Jadi kalau telinga yang diperiksa
dirangsang terus menerus maka terjadi kelelahan, tandanya ialah penderita tidak dapat
mendengar dengan telinga yang diperiksa tersebut.
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
50
Cara pemeriksaan tes Tone decay mula-mula dicari nilai ambang untuk sesuatu frekuensi
yang akan diperiksa. Lalu dengan intensitas pada nilai ambang frekuensi ini diperdengarkan
pada penderita tanpa interupsi. Bila setelah 60 detik penderita tetap mendengar bunyi
tersebut pada intensitas yang sama, maka hasil tes adalah negatif (normal). Sebaliknya bila
setelah 60 detik terdapat kelelahan, berarti tidak mendengar, tesnya positif. Kemudian
intensitas bunyi ditambah 5 dB. Maka penderita dapat mendengar lagi, rangsangan
diteruskan lagi dan seterusnya, dalam 60 detik dihitung berapa penambahan intensitasnya.
Bila penambahan ≤ 30 dB artinya negatif (tidak ada kelainan retrokoklea). Bila penambahan
> 30 dB berarti ada kelainan retrokoklea
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
51
ANATOMI HIDUNG
Hidung terdiri dari hidung luar, septum dan rongga hidung. Bagian puncak dari hidung
disebut apex. Dan sebelah postero superior dari apex disebut dorsum nasi yang berlanjut
sampai ke pangkal hidung yang selanjutnya menyatu dengan dahi. Dorsum nasi melebar ke
samping sebagai ala nasi. Sebelah kanan dan kiri kolumela terdapat lubang yang menuju
rongga hidung yang disebut Nares. Rangka hidung bagian lusr terdiri dari dua os. Nasal,
prosesus frontalis os. Maksila, kartilago lateralis superior, sepasang kartilago.
Gambar. 1. Anatomi hidung bagian luar
Septum nasi membagi rongga hidung menjadi dua bagian kanan dan kiri. Bagian posterior
dibentuk oleh lamina perpendikularis os, ethmoidalis, bagian anterior oleh kartilago
quadrangularis, bagian posterior dan inferior dibentuk oleh os. Vomer. Dasar hidung
dibentuk oleh prosesus palatina os ethmoidalis dan prosesus horisontalis os. Palatum. Atap
rongga hidung dibentuk oleh kartilago lateralis superior dan inferior, Os. Nasal, prosesus
frontalis os. Maksila, korpus os. Sphenoidalis dan korpus os. Ethmoidalis, dan lamina
cribosa os ethmoidalis yang ditutupi oleh mukosa olfaktoria.
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
52
Gambar Septum nasi
Gambar Sinus Paranasalis
Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os. Maksila, os.
Lakrimalis, konka superior dan konka media os. Ethmoidalis, konka inferior, lamina
perpendikularis os. Palatinus dan lamina pterigoideus medial. Konka nasalis membentuk
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
53
celah yang disebut meatus. Konka inferior dengan dasar hidung membentuk meatus inferior,
konka media dengan superior membentuk meatus medius, konka media dengan konka
superior membentuk meatus superior. Dinding belakang kavum nasi berbatasan dengan
nasofaring melalui koane dan dinding depan dibatasi oleh nares terhadap dunia luar.
Vaskularisasi hidung dalam bersumber dari tiga sumber utama yaitu A.ethmoidalis anterior,
A.ethmoidalis posteror cabang dari A.oftalmika dan A.spenofalatina cabang terminal
A.maksilaris interna yang berasal dari A.karotis externa. Sedangkan daerah septum
mendapat vaskularisasi dari A. ethmoidalis posterior, A. ethmoidalis anterior. Vena-vena
hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena
pada vestibulum dan struktur luar hidung mempunyai hubungan dengan sinus kavernosus
melalui Vena oftalmika superior.
Gambar Cavum nasi bagian lateral dan vaskularisasinya
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
54
HISTOLOGI
Rongga hidung dan sinus paranasalis dilapisi oleh mukosa yang berkesinambungan dengan
berbagai sifat dan ketebalan. Mukosa pada daerah rongga hidung terdiri dari dua regio yaitu
regio olfaktorius dan regio respiratorius. Epithel mucosa olfaktorius terletak pada atas
konka superiordan dibawahnya terdapat epithel mukosa respiratorius. Epithel pada regio
respiratorius bervariasi sesuai dengan lokasinya, terbuka atau terlindung. Di daerah
vestibulum nasi terdapat epithel squamous berlapis , yang dilengkapi dengan rambut yang
disebut vibrisae. Daerah tersebut terletak sepertiga anterior dari rongga hidung. Pada dua
per tiga posterior rongga hidung , mukosa dilapisi epithel thorak bersilia dan bertingkat
palsu ( Columnar pseudostratified ).
Gambar Epithel Columnar Pseudostratified bersilia
Epithel tersebut berbeda-beda dan bervariasi pada berbagai bagian hidung, dimana
tergantung dari kecepatan dan aliran udara, suhu dan derajat kelembaban udara. Lanjutan
epithel squamous berlapis pada vestibulum akan menjadi epithel berlapis gepeng tanpa silia
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
55
terutama pada ujung anterior konka dan ujung dari septum nasi. Kemudian pada sepanjang
daerah inspirasi maka epithel akan berbentuk thorak , silia pendek dan agak irreguler. Pada
sel-sel meatus media dan inferior dimana terutama menangani udara ekspirasi, akan
memiliki silia yang panjang dan tersusun rapi. . Dari anterior ke posterior jenis epithel
mukosa hidung adalah sebagai berikut :
1. Epithel squamous
2. Epithel transisional ( Epithel berlapis kubus pada mikrovilli pada permukaan)
3. Epithel Pseudo stratified Columnar ( mempunyai silia sedikit )
Ketebalan mukosa juga berbeda-beda , pada daerah septum nasi dan konka nasi
mempunyai mukosa yang tebal, daerah meatus nasi mempunyai mukosa yang lebih tipis,
dan mukosa yang paling tipis terdapat di daerah sinus paranasalis. Mukosa respiratorius
yang khas di dapati di daerah yang terlindung , terdiri dari:
1. Sel kolumnar bersilia, mampunyai 200 – 300 silia per sel. Tiap silia bergerak lebih
kurang 1000 kali per menit dengan arah ke belakang . Silia menggerakkan mukus
dengan ujungnya. Interaksi antara ujung silia dengan mukus diatur oleh suatu pengait
Sel kolumnar tidak bersilia yang terdiri dari :
a. sel mucous, atau yang sering disebut goblet sel banyak mengandung granul-granul –
dengan diameter 775 nm - dimana granul tersebut mengandung asam mucin. Sifat asam
tersebut disebabkan karena adanya sialic acid atau kelompok sulfat pada posisi terminal
rantai oligosacharida dari glicoprotein. Produksi mukus ini penting di dalam
maintenance mukosiliar. Sel-sel mukus akan meningkat jumlahnya pada penyakit
pernafasan yang kronis, Bronchitis misalnya.
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
56
b. sel serous, Sei ini mengandung granule-granule yang berdiameter sekitar 600 nm. Sel
sel ini mempunyai morfologi yang menyerupai sel serous pada kelenjar submukosa.
(Jefrey 1975). Sel ini mengandung mucin yang netral .
c. sel clara
d. Dense-Core Granulated sel
2. Sel Basalis.
Epithel columnar pseudostratified bersilia ini dilapisi oleh lapisan mukus dua lapis.
Disebelah dasar dilapisi mukus yang encer (serous) dan disebut periciliary fluid. Dan di
sebelah luarnya dilapisi mukus yang lebih kental dan liat. Kedua lapisan ini desebut sebagai
mukus blanket, yang diproduksi oleh kelenjar mukus, kelenjar seous dan sel goblet. Silia
epithel pernafasan ini mempunyai ultera struktur sesuai dengan dasar anatomi, agar dapat
berfungsi dengan harmonis.
Ultra struktur ini dibentuk oleh dua mikrotubulus sentral, yang disebelah luarnya
dikelilingi oleh sembilan pasang mikrotubulus, disebut sebagai outer double microtubulus.
Pada outer double microtubulus dapat dibedakan pada subfibril A, yang mempunyai
struktur dynein arm, sedangkan yang lain sub fibril B , yang tidak mempunyai dynein arm.
Pasangan mikrotubulus luar ini saling berhubungan melalui nexin links, sedang hubungan
ke mikrotubulus sentral melalui radial spokes.
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
57
FISIOLOGI
Fungsi respirasi
Sebagai Jalan Napas
Pada inspirasi udara masuk melalui nares anterior kemudian naik ke atas setinggi konka
medius, membelok 80o- 90o dan kemudian turun ke arah nasofaring, membelok lagi 80o-
90o ke arah bawah bergabung dengan aliran udara dari lubang hidung satunya, aliran udara
ini berbentuk busur atau lengkungan, pada inspirasi yang dalam maka udara dapat mencapai
regio olfaktorria sehingga dapat membau dengan lebih jelas. Arah udara ekspirasi
berlawanan dengan inspirasi, udara masuk melalui koana dan mengikuti jalan yang sama
dengan inspirasi, tetapi mengalami pusaran yang lebih banyak dari saat inspirasi
dikarenakan obstruksi yang relatif pada bagian anterior oleh nares dan lumen nasi.
Fungsi Pengatur Kondisi udara
Fungsi sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk
ke dalam alveolus paru, dengan cara dibasahi, dan dipanaskan. Fungsi pelembaban dan
pengaturan suhu dilakukan oleh mukosa hidung dikarenakan banyaknya pembuluh darah
kapiler subepithelial pada konka yang diatur oleh saraf otonom. Pelembaban udara
dimungkinkan karena evaporasi dari lapisan mukus yang melapisi permukaan mukosa
hidung.
Sebagai penyaring dan pelindung
Fungsi ini dilakukan oleh rambut atau vibrisae pada vestibulum, serta oleh karena bentuk
dari rongga hidung yang banyak tonjolannya mengakibatkan adanya turbulensi udara
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
58
sehingga terjadi penimbunan partikel di hidung. Selain vibrisae, fungsi ini dilakukan oleh
silia yang berada di bawah lapisan mukus menggerakkan mukus beserta debu atau bakteri
yang melekat pada mukus dengan gerakan yang teratur dan terkoordinasi. Faktor lain yang
berperanan adalah lisosim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri.
Sebagai penciuman.
Kemampuan hidung untuk mencium oleh karena adanya mukosa olfakrius pada atap rongga
hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Ada dua proses penciuman, yang
pertama secara kimia dimana partikel zat yang berbau bersama dengan udara akan
menyebabkan reaksi kimia pada epitel olfaktoria, sedang yang kedua karena adanya
turbulensi pada waktu inspirasi maka udara akan sampai ke ujung-ujung saraf olfaktoria.
Sebagai Resonansi suara.
Resonansi sangat penting terutama dalam pembentukan bunyi m, n, ng rongga mulut akan
tertutup dan hidung terbuka sedangkan pada waktu pembentukan huruf hidup, hidung dan
nasofaring akan lebih tertutup dibandingkan dengan rongga mulut.
Sebagai refleks nasal.
Mekanisme refleks nasal spesifik ditimbulkan oleh karena mukosa hidung merupakan
reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler, dan pernapasan
seperti rangsangan bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, dan lain-lain.
Sebagai drainase dan ventilasi.
Berhubungan dengan ostium – ostium sinus paranasal dan duktus nasolkrimalis, apabila ada
sekret di sinus paranasal maka sekret tersebut akan keluar melalui ostiumnya
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
59
PERANAN TRANSPORT MUKOSILIA
MUKUS BLANKET
Mukus blanket yang diproduksi kelenjar hidung mengandung mukopolisakarida,
sedangkan yang diproduksi sel goblet mengandung mukopolisakarida sulfat. Mekanisme
kerja mukus adalah : 7
- menahan bahan asing dan mengangkut bahan asing
- menghambat aktivitas listrik permukaan dan permeabilitas dari bahan asing dengan aksi
seperti mata jala.
- Melindungi mukosa
- Memindahkan panas dan memberikan kelembaban
TRANSPORT MUKOSILIA
Transport benda asing yang menempel pada mukus hidung dari udara inspirasi ke
nasofaring merupakan kerja silia yang menggerakkan lapisan mukus dengan partikel yang
terperangkap. Lapisan mukus bagian atas yang kental dan kaku mempunyai ketegangan
permukaan yang memungkinkan silia untuk bengkok dan bergerak bebas kembali ke posisi
semula atau disebit fase silia aktif dan bergerak bebas kembali ke posisi semula atau disebut
fase recovery. Setelah sampai faring , kedua komponen tersebut yang terdiri dari mukus
dan bahan asing akan ditelan atau dibatukkan. 1,2,6,8 Partikel dengan diameter 0,5 mm dapat
dibawa oleh transport mukosilia ini. Jika sistem ini intak maka bakteri sukar untuk
menembus sel epithelium, karena bakteri akan melewati kurang lebih 20 sel selama satu
detik. 1,2,5 Sedangkan pada daerah tepi depan konka inferior karena mukosanya tidak
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
60
mengandung silia maka lapisan mukus pada daerah tersebut bergerak karena tarikan mukus
dibelakangnya. Pada bagian depan sekresi menjadi kering dan biasanya dikeluarkan dengan
jari sebagai upil. 5 Fungsi dari silia saluran nafas atas dapat diketahui secara tidak langsung
dengan mengukur fungsi transport mukosilia. Kecepatan aliran dapat diukur dengan
beberapa metoda , diantaranya dengan monitoring partikel radioisotop berlabel, dan cara
yang paling sederhana adalah dengan pemberian sakarin pada mukosa dan diukur waktunya
sampai subyek merasakan manis di tenggorokannya
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GERAKAN TRANSPORT MUKOSILIA
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi transport mukosilia adalah :
1. Bahan kimia beracun, bahan kimia yang diketahui menurunkan aktivitas silia pada
manusia adalah sulfur dioksida, formaldehid dan debu kayu keras (hard wood). Akibat
jangka pajang sulfurdioksida dan formaldehida masih belum diketahui. Sedangkan
akibat debu kayu keraspada pengrajin perabot rumah tangga disebabkan oleh tanin yang
mempunyai efek memperlambat mukosiliar transport dan dihubungkan dengan
meningkatnya angka kejadian adeno karsinoma pada sinus ethmoidalis.
2. Perubahan pH , silia akan berfungsi pada pH netral , sedikit asam atau konstan.
3. Perubahan suhu, perubahan suhu udara inspirasi akan mempengaruhi kecepatan
transport mukosilia. Kecepatan maksimal dicapai pada suhu udara inspirasi 23 oC, suhu
kurang dari 7o C atau lebih dari 39 oC akan memperlambat transport mukosilia.
Meyerhoff menyatakan suhu optimal udara ispirasi untuk aktifitas silia adalah 18 oC –
37 oC dan aktifitas silia akan berhenti pada suhu 7 oC – 12 oC..
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
61
4. Kelembaban, Proetz yang dikutip meyerhoff menyatakan bahwa kekeringan adalah
musuh mukosilia. Aktifitas silia tidak berubah pada kelembaban relatif 70 % dari udara
inspirasi, tetapi pada kelembaban 50 % aktifitas silia akan berhentisetelah 6 – 10 menit.
Dan pada kelembaban relatif 30 % aktifitas silia akan berhenti setelah 3 – 5 menit.
Marshal menyatakan pada kelembaban 30 % aktivitas silia akan menurun dan dalam
waktu 3 jam akan mengalami kelumpuhan total. Pada keadaan ini silia tetap bergerak,
tetapi karena mukus yang kental akan tetap tersangkut pada saluran kelenjar yang
memproduksinya, sehingga mukus tidak dapat bergerak.
5. Keadaan yang lainnya yaitu : keadaan koloid, lebar rongga hidung dan polutan atmosfer
dan obat – obat intra nasal.
PERANAN LYSOZYME
Sistem pertahanan mukosa hidung merupakan salah stu fungsi dari hidung untuk
melindungi seluruh tubuh terhadap pengaruh lingkungan hidup yang merugikan.
Lysozyme berperan sebagai faktor non imunologis yang secara bersama sama dengan
faktor immunologis dalam menjalankan fungsi pertahanan mukosa hidung.
LYSOZYME
Lysozyme merupakan enzym dasar , yang pada manusia banyak diproduksi oleh
sekresi dari kelenjar eksokrin seperti pada air mata, mukopsa hidung dan sputum. Lysozym
pertama kali ditemukan oleh Fleming ( 1921 – 1922 ) pada mucous Blanket. Kemudian
Francis pada tahun 1940 menunjukkan adanya substansi anti virus pada mukosa hidung
orang dewasa yang terkena infeksi virus.
Lysozyme disebut pula muramidase. Tidak seperti pada protein yang lain, Lysozym
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
62
ini sangat mudah untuk membentuk kristal yang cantik. 13 Macromolekunya dikelilingi oleh
air. Dimana kristal – kristal tersebut mengandung 20 – 70 % solvent.
Gambar . Bentuk Lysozyme
Dimanakah Lysozyme diproduksi ?. Suatu study Immuno histokimia, telah
mengidentifikasikan bahwa kelenjar- kelenjar hidung memproduksi Lysozyme pada mukosa
hidung. ( Tachibana dkk). Boat (1971 ) menyatakan sebahagian besar Lysozyme pada
sekresi dari saluran respiratory normal yaitu pada epithel, hal tersebut dapat diketahui
dengan study kultur jaringan. Dengan study Immunohistokimia dapat diketahui pula bahwa
sel-sel serous dari kelenjar-kelenjar hidung adalah sebagai penghasil utama dari Lysozyme
pada mukosa hidung. Pada study tersebut menunjukkan bahwa sel-sel goblet juga
memproduksi lysozyme meskipun lebih sedikit daripada sel serous. 11,14
BUKU AJAR TELINGA HIDUNG TENGGOROK PPD UMM
63
FUNGSI LYSOZYME
Fungsi Lysozyme yaitu :
1. Mempunyai kemampuan lysis.
2. Mempunyai kemampuan bacteriocidal dan kemampuan aktivitas bacteriostatic untuk
kuman gram positif yang lolos dari proses lysis.
3. Mempercepat efek lysis dari aktivasi Antibody-Komplement pada bakteri gram negatif
termasuk E.Coli.
MEKANISME KERJA LYSOZYME
Lysozyme merupakan enzym yang diproduksi oleh kelenjar mukosa hidung dan ditemukan
di dalam lapisan mukus mukosa hidung..
Lysozymes berfungsi sebagai agen anti microba yang cara kerjanya sama dengan
efek penicillin , yaitu melemahkan dinding sel bakteri sehingga terjadi osmotic lysis dengan
cara menghambat secara irreversible enzym transpeptidase yang diperlukan dalam
pembentukan macromolekul peptidoglican pada biosintesis dinding sel bakteri. Atau dapat
dijelaskan bahwa enzym ini mempercepat hidrolisis dari ikatan 1,4 Beta antara N-acetyl
muramic acid dan N-acetyl D-Glucosamic pada peptidoglicans dan antara N-acetyl D-
glucosamine dalam Chitodextrin.