bu let in hukum 10010104

Download Bu Let in Hukum 10010104

If you can't read please download the document

Upload: ridho-manix

Post on 07-Aug-2015

159 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

ISSN : 1693 - 3265 Volume 10, Nomor 1, Januari - April 2012 BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Nota Kesepahaman Bank Indonesia, Kepolisian, Dan Kejaksaan Sebagai Bentuk Koordi nasi Penanganan Tindak Pidana Perbankan Aspek Hukum Transaksi Bisnis Pada Internet Banking Telaah Atas Eksistensi Lembaga Pengawas Dan Pengatur Menurut UU Pencegahan Dan P emberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Bank Indonesia Dan UU Otoritas Jasa Keuangan Efektivitas Pemblokiran Dan Upaya Penyitaan Oleh Juru Sita Pajak Terhadap Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang Telah Dilakukan Sita Agunan Oleh Bank Mencermati Celah Independensi OJK Dalam UU OJK Daftar Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia, Januari April 2012 Ringkasan Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia, Janu ari April 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - April 2012 BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Departemen Hukum Bank Indonesia Pelindung Deputi Gubernur Bidang Hukum Bank Indonesia Penanggung Jawab Ahmad Fuad, Christina Sani, Wahyudi Santoso, Libraliana Badilangoe Pemimpin Redaksi Libraliana Badilangoe Sekretaris Redaksi Dyah Pratiwi Dewan Redaksi Imam Subarkah, Sukarelawati Permana, Amsal C. Appy, Rosalia Suci, Arief R. Permana, Hari Sugeng Raharjo, Endang R. Budi Astuti Redaksi Pelaksana Agus Susanto Pratomo, Ellia Syahrini, Kesumawati, Kuwat Wijayanto, Chandra Herwibowo, Veri Dyatmika Adhiraharja Mitra Bestari Prof. Dr. Erman Radjagukguk, SH., LLM Prof. Dr. Nindyo Pramono, SH., LLM Prof. Dr. Huala Adolf, SH., LLM Dr. Inosentius Samsul, SH., LLM Dr. Lastuti Abubakar, SH., MH Penanggung Jawab Pelaksana dan Distribusi Tim Perundang-undangan dan Pengkajian Hukum, Departemen Hukum Bank Indonesia Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Huku m Bank Indonesia. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisan dalam buletin ini sepenuhnya tanggung jawab para penulis d an bukan merupakan pandangan resmi Bank Indonesia. Buletin ini pada awal tahun penerbitan, tahun 2003, diterbitkan 6 (enam) bulan s ekali, yaitu pada bulan Juli dan Desember. Mulai tahun 2004 buletin ini terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember, dan mulai tahun 2009, buletinditerbitkan pada bulan Januari, Mei, dan September. Peminat buletin ini dapat me nghubungi Bagian Administrasi Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Gedung B Lt. 16, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 1 0350, telepon (021) 381 8629, facsimile (021) 350 1931, email: [email protected] Redaksi menerima sumbangan tulisan berupa artikel ilmiah atau semi ilmiah serta resensi buku berkenaan dengan hukum perbankan dan kebanksentralan. Tulisan tersebut dapat disampaikan kepada Tim Per undang-undangan dan Pengkajian Hukum, Departemen Hukum Bank Indonesia, Gedung Tipikal Lt. 9 Jl. M.H Thamrin No. 2 Jaka rta 10350, telepon (021) 381 7346, facsimile (021) 380 1430. Atas dimuatnya artikel dan resensi buku dimaksud, Reda ksi memberikan uang jasa penulisan. Buletin ini dapat diakses melalui website Bank Indonesia di http://www.bi.go.id, pilih links riset, survey dan publikasi, kemudian pilih publikasiHalaman ini sengaja dikosongkanDARI MEJA REDAKSI DARI MEJA REDAKSI Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Volume 10 Nomor 1, Edisi Jan uari s.d April 2012 kembali hadir ditengah-tengah para pembaca dan pencintanya dalam format dan nuansa baru. Pener bitan kali ini merupakan edisi khusus dalam rangka memperingati Kartini. Sebagai bentuk ekspresinya, seluruh pe nulis dalam edisi kali ini adalah perempuan dengan segala keindahan dan keahlian di bidangnya masing-masing. Topik utama Buletin menyoroti mengenai Nota Kesepahaman Bank Indonesia, Kepolisi an, Dan Kejaksaan Sebagai Bentuk Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perbankan, yang ditulis oleh Dr. Tini Kustini, SH. Dalam rangka penanganan Tipibank, Bank Indonesia melakukan koordinasi dengan beberapa instansi terkait, antara lain dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia yang dituangkan dalam bentuk Nota Kesepahaman. Tujuan dari koordinasi tersebut adalah untuk penegakan hukum di lingkungan perbankan menging at bank dapat digunakan sebagai sarana dan/atau sasaran Tipibank, dan agar industri perbankan menjadi bersih dar i praktik penyimpangan yang dilakukan oleh bank ataupun Tipibank, serta untuk memperlancar, mempercepat dan mengoptima lkan penanganan Tipibank. Selain itu, dalam edisi kali ini Buletin juga menurunkan 4 artikel lainnya, yait u : 1. Aspek Hukum Transaksi Bisnis Pada Internet Banking, Prof. Dr. Etty S.Su hardo, SH, MS. 2. Telaah Atas Eksistensi Lembaga Pengawas Dan Pengatur Menurut UU Pencega han Dan Pemberantasan Tindak Pidana . Pencucian Uang, UU Bank Indonesia Dan UU Otoritas Jasa Keuangan, Dr. Go Lisanawa ti SH, MH. 3.. Efektivitas Pemblokiran Dan Upaya Penyitaan Oleh Juru Sita Pajak Terhadap Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang Telah Dilakukan Sita Agunan Oleh Bank, Dyah Pratiwi, SH, MH (Analis Hukum Senior ) dan Ayu Deviana, SH (Penasehat Hukum Yunior). 4.. Mencermati Celah Independensi OJK Dalam UU OJK, Fransiska Ari Indrawati, SH, (An alis Bank Muda), Akhirnya, guna memberikan pengkinian informasi produk perundang-undangan Bank In donesia, buletin ini akan memuat daftar Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran (SE) Ekstern Bank Indonesia dari bulan Januari sampai dengan April 2012, yang dilengkapi dengan Ringkasan Peraturan Bank Indonesia, de ngan harapan agar semakin mempermudah pembaca dalam menelusuri dan mencari regulasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Selamat membaca. Jakarta, April 2012RedaksiHalaman ini sengaja dikosongkanBULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN VOLUME 10, NOMOR 1, JANUARI APRIL 2012 Halaman Dari Meja Redaksi............................................................... ................................................................... i Daftar Isi...................................................................... .......................................................................... iii Nota Kesepahaman Bank Indonesia, Kepolisian, Dan Kejaksaan Sebagai Bentuk Koordi nasi Penanganan Tindak Pidana Perbankan......................................................... .............................................................. 1 - 12 Dr. Tini Kustini, SH, (Analis Bank Madya Senior), Departemen Investigasi dan Med iasi Perbankan, Bank Indonesia Aspek Hukum Transaksi Bisnis Pada Internet Banking.............................. ................................................ 13 - 28 Prof. Dr. Etty S. Suhardo, SH, MS, Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Dipo negoro Telaah Atas Eksistensi Lembaga Pengawas Dan Pengatur Menurut UU Pencegahan Dan P emberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Bank Indonesia Dan UU Otoritas Jasa Keuangan .. ............................ 29 - 40 Dr. Go Lisanawati SH, MH, Fakultas Hukum Universitas Surabaya Efektivitas Pemblokiran Dan Upaya Penyitaan Oleh Juru Sita PajakTerhadap Harta K ekayaan Penanggung Pajak Yang Telah Dilakukan Sita Agunan Oleh Bank..................... ........................................ 41 - 46 Dyah Pratiwi, SH, MH (Analis Hukum Senior) dan Ayu Deviana, SH (Penasehat Hukum Yunior), Departemen Hukum, Bank Indonesia Mencermati Celah Independensi OJK Dalam UU OJK.................................. ............................................. 47 - 54 Fransiska Ari Indrawati, SH, (Analis Bank Muda), Departemen Investigasi dan Medi asi Perbankan, Bank Indonesia Daftar Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia, Januari - April 2012.............. 55 - 58 Tim Informasi Hukum (Departemen Hukum, Bank Indonesia) Ringkasan Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia, Janu ari - April 2012........ 59 - 85 Tim Informasi Hukum (Departemen Hukum Bank Indonesia)Halaman ini sengaja dikosongkanNOTA KESEPAHAMAN BANK INDONESIA, KEPOLISIAN, DAN KEJAKSAAN SEBAGAI BENTUK KOORDINASI PENANGANAN TINDAK PIDANA PERBANKAN Oleh : Dr. Tini Kustini, SH, Analis Bank Madya Senior, Departemen Investigasi dan Mediasi Perbankan, Bank Ind onesia Abstrak MoU-Tipibank-Koordinasi. Nota Kesepahaman Penanganan Tipibank merupakan suatu MoU dengan bentuk gentlemen s agreement yang pelaksanaannya didasarkan pada itikad baik (good faith), sehingga mempunyai keku atan mengikat secara moral (moral obligation). A. PENDAHULUANPerkembangan dalam industri perbankan dan teknologi informasi, disamping berdampak positif dapat pula menimbulkan dampak negatif berupa semakin beragamnya tindak pidana perbankan (Tipibank). Bank sering dijadikan sebagai sarana dan/atau sasaran untuk memperkaya diri sendiri, keluarga atau kelompok tertentu secara melawan hukum yang dapat dilakukan oleh anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank, pihak terafiliasi, dan/atau pemegang saham baik dilakukan secara sendirisendiri maupun bersama-sama dengan pihak di luar bank. Dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pengawas bank, Bank Indonesia dapat menemukan adanya dugaan Tipibank yang selanjutnya penanganannya akan ditindaklanjuti melalui proses hukum. Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang pelakunya diancam hukuman pidana berdasarkan Undang-Undang. Unsur dari tindak pidana adalah subyek (pelaku) dan wujud perbuatan baik yang bersifat positif yaitu melakukan suatu perbuatan, maupun negatif yaitu tidak melakukan suatu perbuatan yang wajib dilakukan. Tindak pidana perbankan melibatkan dana masyarakat yang disimpan di bank, oleh karenanya Tipibank merugikan kepentingan berbagai pihak, baik bank itu sendiri selaku badan usaha maupun nasabah penyimpan dana, sistem perbankan, otoritasperbankan, pemerintah dan masyarakat luas, sehingga memerlukan penanganan yang tuntas. Bank Indonesia ikut serta dalam penegakan hukum (law enforcement) dalam bentuk investigasi dan/atau pemeriksaan forensik terhadap Tipibank yang terjadi pada suatu bank. Hasil investigasi dilaporkan kepada penegak hukum sesuai dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku, dan pada akhirnya menghasilkan suatu putusan pengadilan. Peranan perbankan yang strategis dan karakteristik bank sebagai lembaga kepercayaan, maka setiap hal yang mengganggu kegiatan perbankan seperti Tipibank memerlukan penanganan yang baik. Mengingat, Bank Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan, maka penanganan dugaan Tipibank memerlukan koordinasi dengan lembaga lain, salah satunya adalah koordinasi antaraBuletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - AprilBank Indonesia dengan penegak hukum. Selanjutnya, 2) Tindak pidana yang dila kukan dalam untuk memperlancar, mempercepat, dan menjalankan fungsi dan usahanya sebagai mengoptimalkan penanganan Tipibank dilakukan bank berdasarkan Undang-Undang koordinasi antara Bank Indonesia, Kepolisian Negara Perbankan.4 Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia yang ditetapkan dalam suatu Nota Kesepahaman. b. Tindak pidana di bidang perbankan adalah: 1) Segala jenis perbuatan melanggar hukum yang B. TINDAK PIDANA PERBANKAN berhubungan dengan kegiatan dalam menjalankan usaha bank, baik bank sebagai Pemakaian istilah Tipibank dan tindak pidana di bidang sasaran maupun sebagai sa rana.5 perbankan belum ada kesamaan pendapat. Apabila 2) Tindak pidana yang tida k hanya mencakup ditinjau dari segi yuridis tidak satupun peraturan pelanggaran terhadap Undang-U ndang perundang-undangan yang memberikan pengertian Perbankan saja, melainkan mencakup pula tentang Tipibank dengan tindak pidana di bidang tindak pidana penipuan, penggela pan, perbankan.1 pemalsuan dan tindak pidana lain sepanjang berkaitan dengan lembaga perbankan.6 Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Departemen Kehakiman memberikan pengertian Apabila ditinjau dari kedua pengertia n istilah tersebut yang berbeda untuk kedua Tipibank dan tindak di atas, maka terlihat perbedaan ya ng cukup mendasar. pidana di bidang perbankan, yaitu2 Secara terminologis, istilah Tipibank berbeda dengan a. Tindak pidana perbankan adalah: tindak pidana di bidang perbankan. Tind ak pidana 1) Setiap perbuatan yang melanggar peraturan di bidang perbankan mempunyai pengertian yang perundang-undangan sebagaimana diatur lebih luas, yaitu segala jenis perbuatan m elanggar dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegi atan tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dalam menjalankan usaha bank, s ehingga terhadap dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 perbuatan tersebut dapat diperlakukan per aturan( Undang-Undang Perbankan).3 peraturan yang mengatur kegiatan-kegiatan perbankan yang memuat ketentuan pidana maupun peraturan-peraturan Hukum Pidana umum/khusus, 1 BPHN, Departemen Kehakiman, Laporan Akhir Penelitian Masalahselama belum ada peraturan-peraturan Hukum Pidana Masalah Hukum Kejahatan Perbankan, BPHN, Jakarta, 1992, hlm. 68. Istilah tindak pidana di bidang perbankan terdapat dalam Pasal 2 ayat yang secara khusus dibuat untuk mengancam dan (1) huruf g Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, namun dalam UndangUndang tersebut tidak terdapat definisi atau pengertian tentang tindak pidana di bidang perbankan. 2 Ibid., bandingkan dengan Marulak Pardede, Hukum Pidana Bank, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm. 14, yang mengemukakan bahwaperbedaan yang cukup mendasar atas pengertian tindak pidana di bidang perbankan dan Tipibank adalah: 4 Ibid, hlm. 8. H.A.K. Moch. Anwar, Tinda k Pidana di Bidang Perbankan, a. Tipibank merupakan setiap perbuatan yang melanggar ketentuan Cet. 2, Al umni, Bandung, 1986, hlm. 44, menyebut tindak pidana di sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 bidang perbankan sebagai kejahatan perbankan untuk menampung tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undangsegala jenis pe rbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan Undang No. 10 Tahun 1998 (Undang-Undang Perbankan). kegiatan-kegiatan dalam menj alankan usaha bank. Istilah kejahatan b. Tindak pidana di bidang perbankan merupakan setiap perbuatan perbankan digunakan mengingat belum ada peraturan-peraturan yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Hukum Pidana yang khusu s dibuat untuk mengancam dan menghukum Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, KUHP, dan Peraturan perbuatan-perbuat an tersebut di atas. Selain itu kejahatan perbankan Hukum Pidana Khusus, seperti Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 mempunyai arti luas, karena dapat berarti bank sebagai korban maupun tentang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No. 11 PNPS Tahun bank sebagai pela ku. 1963 tentang Subversi, dan Undang-Undang No. 7 Drt 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi. 5 BPHN, Departemen Kehakiman, Laporan Akhir ..... op.cit., hlm. 18. 3 BPHN, Departemen Kehakiman, Laporan Akhir ..... op.cit., hlm. 18. 6 Ibid, hlm.12-13.Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012 7 8 9 10Volume 10, Nomor 1, Januari - Aprilmenghukum perbuatan-perbuatan tersebut.7 Artinya tindak pidana di bidang perbankan menyangkut perbuatan yang berkaitan dengan perbankan dan diancam dengan pidana, meskipun diatur dalam peraturan lain,8 atau disamping merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Perbankan Syariah, juga merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan di luar Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Perbankan Syariah yang dikenakan sanksi berdasarkan antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, perbuatan mana berhubungan dengan kegiatan menjalankan usaha bank seperti money laundering dan korupsi yang melibatkan bank. Sementara itu, Tipibank lebih tertuju kepada perbuatan yang dilarang, diancam pidana yang termuat khusus hanya dalam Undang-Undang yang mengatur perbankan.9 Sementara itu, Moch. Anwar membedakan pengertian Tipibank dengan tindak pidana di bidang perbankan berdasarkan perlakuan peraturan terhadap perbuatan-perbuatan yang telah melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan dalam menjalankan usaha bank.10 Khusus untuk Tipibank, Indriyanto Seno Adji melihat dalam dua sisi pengertian, yakni sempit dan luas. Dalam pengertian sempit, Tipibank hanya terbatas kepada perbuatan yang dikategorikan sebagai perbuatan pidana menurut Undang-Undang Perbankan. Sementara dalam pengertian luas, Tipibank tidak terbatas hanya kepada yang diatur oleh Undang-Undang Perbankan, namun mencakup pula perbuatan-perbuatan yang dirumuskan dalam perbuatan pidana yang mengganggu sektor ekonomi secara luas, yang juga meliputi kejahatan pasar modal (capital market crime), kejahatan komputer (computer crime), baik dengan itu timbul akibat kerugian pada perusahaan swasta, maupun Pemerintah dan BUMN, fiskal dan bea cukai (custom crime).11 Dalam rangka kesamaan persepsi atas pengertian Tipibank, Bank Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.12/35/INTERN tanggal 23 Juli 2010 tentang Pedoman Mekanisme Koordinasi Penanganan Dugaan Tindak Pidana Perbankan, memberikanpengertian Tipibank sebagai tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 50A Undang-Undang Perbankan atau Pasal 59 sampai dengan Pasal 66 Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Undang-Undang Perbankan Syariah). Unsur-unsur tindak pidana meliputi subyek (pelaku) dan wujud perbuatannya baik yang bersifat positif yaitu melakukan suatu perbuatan, maupun yang bersifat negatif yaitu tidak melakukan suatu perbuatan yang wajib dilakukan. H.A.K. Moch. Anwar, Tindak Pidana ... Op. Cit., hlm. 44. Bandingkan dengan M. Solehuddin, Tindak Pidana Perbankan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hlm. 11, yang menyatakan bahwa istilah tindak pidana perbankan sebenarnya terkandung tidak hanya mencakup setiap perbuatan yang melanggar ketentuan Undang-Undang Perbankan, melainkan juga Undang-Undang Bank Indonesia, KUHP, dan peraturan tindak pidana khusus seperti Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Tindak PidanaPencucian Uang, Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-Undang Lalu Lintas Devisa, dan Undang-Undang Anti Subversi. Muhammad Jumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 274. Ibid, hlm. 274. Istilah Tindak Pidana di Bidang Perbankan dipergunakan oleh Brigjen Pol Drs. HAK Moch Anwar, SH dan Prof. Mardjono Reksodiputro, SH, MA. Lihat, H.A.K. Moch Anwar, Tindak Pidana ..... op.cit. Lihat pula Marjono Reksodiputro, Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan, Kumpulan Karangan, Buku Kesatu, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta, 1994, hlm. 74. Dimensi bentuk tindak pidana di bidang perbankan dapat berupa tindak pidana seseorang terhadap bank, tindak pidana bank terhadap bank lain, ataupun tindak pidana bank terhadap perorangan, sehingga bank dapat menjadi korban ataupun pelaku. Sedangkan dimensi ruang tindak pidana di bidang perbankan tidak terbatas pada suatu tempat tertentu, namun dapat melewati batas-batas teritorial suatu 11 N.H.T. Siahaan, Money Laundering & Kejahatan Perbankan, Edisi Ketiga,Cetakan Ketiga, Jala Permata, Jakarta, 2008, hlm. 212.Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - Aprilnegara. Demikian pula dengan dimensi waktu, tindak pidana di bidang perbankan dapat terjadi seketika, namun dapat pula berlangsung beberapa lama. Sementara itu, ruang lingkup terjadinya tindak pidana di bidang perbankan dapat terjadi pada keseluruhan lingkup kehidupan dunia perbankan atau yang sangat berkaitan dengan kegiatan perbankan dan mencakup dengan lembaga keuangan lainnya. Undang-Undang Perbankan membedakan sanksi pidana kedalam dua bentuk, yaitu kejahatan dan pelanggaran. Tindak pidana perbankan dengan kategori kejahatan terdiri dari tujuh, yaitu Pasal 46, 47, 47A, 48 ayat (1), 49, 50, dan Pasal 50A. Sementara itu, Tipibank dengan kategori pelanggaran dengan sanksi pidana yang lebih ringan daripada tindak pidana yang digolongkan sebagai kejahatan, terdiri dari satu pasal, yaitu Pasal 48 ayat (2). Penggolongan Tipibank ke dalam kejahatan didasarkan pada pengenaan ancaman hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan pelanggaran. Hal ini mengingat bahwa bank adalah lembaga yang menyimpan dana yang dipercayakan masyarakat kepadanya, sehingga perbuatan yang dapat mengakibatkan rusaknya kepercayaan masyarakat kepada bank, yang pada dasarnya juga akan merugikan bank maupun masyarakat, perlu selalu dihindarkan. Harapan penggolongan Tipibank sebagai kejahatan, agar dapat lebih terbentuk ketaatan yang tinggi terhadap ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan.12 Sementara Undang-Undang Perbankan Syariah tidak membedakan sanksi Tipibank dan mencantumkannya ke dalam delapan pasal, yaitu Pasal 59 sampai dengan Pasal 66. Perbandingan antara Undang-Undang Perbankan yang mengenakan sanksi kumulatif pidana penjara dengan pengenaan terendah 2 tahun sampai dengan tertinggi selama 15 tahun ditambah denda terendah sebesar Rp.4 miliar dan tertinggi sebesar Rp.200 12 Pasal 51 berikut penjelasannya Undang-Undang Perbankan.miliar,13 dengan beberapa sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain seperti UndangUndang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU) yang hanya mengenakan sanksi pidana penjara tertinggi selama 20 tahun ditambah denda tertinggi sebesar Rp.10 miliar,14 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mengenakan sanksi pidana dengan empat variasi, yaitu kumulatif dengan pengenaan pidana penjara terendah 1 tahun dan tertinggi seumur hidup ditambah denda terendah sebesar Rp.50 juta dan tertinggi Rp.1 miliar, kumulatif dengan sanksi tertinggi pidana penjara paling lama 3 tahun ditambah dendapaling banyak Rp.50 juta, kumulatif dan alternatif dengan sanksi tertinggi pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.150 juta, kumulatif dan alternatif pidana penjara terendah 1 tahun dan tertinggi 20 tahun dan/atau pidana denda terendah sebesar Rp.50 juta dan tertinggi 13 Undang-Undang Perbankan mengatur sanksi pidana untuk perbuatan yang dikategorikan kejahatan secara kumulatif, sementara perbuatan yang dikategorikan sebagai pelanggaran secara alternatif dan kumulatif, yaitu: 1. Kumulatif: a. Pidana penjara: 5 s.d 15 tahun ditambah pidana denda: Rp.10 s.d Rp.200 miliar (Pasal 46); b. Pidana penjara: 2 s.d 4 tahun ditambah pidana denda: Rp.10 s.d Rp.200 miliar (Pasal 47 ayat (1)); c. Pidana penjara: 2 s.d 4 tahun ditambah pidana denda: Rp.4 s.d Rp.8 miliar (Pasal 47 ayat (2)); d. Pidana penjara: 2 s.d 7 tahun ditambah pidana denda: Rp.4 s.d Rp.15 miliar (Pasal 47A); e. Pidana penjara: 2 s.d 10 tahun ditambah pidana denda: Rp.5 s.d Rp.100 miliar (Pasal 48 ayat (1)); f. Pidana penjara: 5 s.d 15 tahun ditambah pidana denda: Rp.10 s.d Rp.200 miliar (Pasal 49 ayat (1)); g. Pidana penjara: 3 s.d 8 tahun ditambah pidana denda: Rp.5 s.d Rp.100 miliar (Pasal 49 ayat (2)); h. Pidana penjara: 3 s.d 8 tahun ditambah pidana denda: Rp.5 s.d Rp.100 miliar (Pasal 50); i. Pidana penjara: 7 s.d 15 tahun ditambah pidana denda: Rp.10 s.d Rp.200 miliar (Pasal 50A); 2.. Kumulatif dan Alternatif: Pidana kurungan: 1 s.d 2 tahun dan/atau pidana denda: Rp.1 s.d Rp.2 miliar (Pasal 48 ayat (2)). 14 Undang-Undang PPTPPU mengatur sanksi pidana secara kumulatif, namun hanya mengatur sanksi tertinggi, sehingga sanksi terendah diserahkan kepada pengadilan, yaitu: 1. Pidana penjara: paling lama 20 tahun ditambah pidana denda: paling banyak Rp.10 miliar (Pasal 3); 2. Pidana penjara: paling lama 20 tahun ditambah pidana denda: paling banyak Rp.5 miliar (Pasal 4); 3. Pidana penjara: paling lama 5 tahun ditambah pidana denda: paling banyak Rp.1 miliar (Pasal 5).Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - AprilRp.1 miliar,15 dan KUHP, seperti penggelapan yang mengenakan sanksi pidana penjara maksimal selama 4 tahun dan denda maksimal sebesar Rp.900,-, maka sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan untuk pidana penjara sudah seimbang dengan pengaturan dalam Undang-Undang PPTPPU, Undang-Undang Tipikor, dan KUHP, sementara untuk sanksi pidana denda, Undang-Undang Perbankan mengenakan sangat tinggi bahkan tertinggi bisa mencapai Rp.200 miliar. C. KOORDINASI PENANGANAN TINDAK PIDANA PERBANKAN Dalam rangka penanganan Tipibank, Bank Indonesia melakukan koordinasi dengan beberapa instansi terkait, antara lain dengan Kepolisian Negara Republik 15 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi mengatur sanksi pidana secarakumulatif dan gabungan antara kumultatif dan alternatif, yaitu: 1. Kumulatif: a. Pidana penjara: 4 s.d 20 tahun ditambah pidana denda: Rp.200 juta s.d Rp.1 miliar (Pasal 2); b. Pidana penjara: 3 s.d 15 tahun ditambah pidana denda: Rp.150 juta s.d Rp.750 juta (Pasal 6); c. Pidana penjara: 2 s.d 7 tahun ditambah pidana denda: Rp.100 juta s.d Rp.350 juta (Pasal 7); d. Pidana penjara: 3 s.d 15 tahun ditambah pidana denda: Rp.150 juta s.d Rp.750 juta (Pasal 8); e. Pidana penjara: 1 s.d 5 tahun ditambah pidana denda: Rp.50 juta s.d Rp.250 juta (Pasal 9); f. Pidana penjara: 2 s.d 7 tahun ditambah pidana denda: Rp.100 juta s.d Rp.350 juta (Pasal 10); g. Pidana penjara: 1 s.d 5 tahun ditambah pidana denda: Rp.50 juta s.d Rp.250 juta (Pasal 11); h. Pidana penjara: seumur hidup atau pidana penjara 4 s.d 20 tahun ditambah pidana denda: Rp.200 juta s.d Rp.1 miliar (Pasal 12); i. Pidana penjara: 4 s.d 20 tahun ditambah pidana denda: Rp.200 juta s.d Rp.1 miliar (Pasal 12B). 2. Kumulatif dengan sanksi tertinggi: Pidana penjara: paling lama 3 tahun ditambah pidana denda: paling banyak Rp.50 juta(Pasal 12A). 3. Kumulatif dan Alternatif dengan sanksi tertinggi: a. Pidana penjara: paling lama 3 tahun dan/atau pidana denda: paling banyak Rp.150 juta(Pasal 13); b. Pidana penjara: paling lama 3 tahun dan/atau pidana denda: paling banyak Rp.150 juta(Pasal 24). 4. Kumulatif dan Alternatif: a. Pidana penjara: 1 s.d 20 tahun dan/atau pidana denda: Rp.50 juta s.d Rp.1 miliar (Pasal 3); b. Pidana penjara: 1 s.d 5 tahun dan/atau pidana denda: Rp.50 juta s.d Rp.250 juta (Pasal 5); c. Pidana penjara: 3 s.d 12 tahun dan/atau pidana denda: Rp.150 juta s.d Rp.600 juta (Pasal 21);d. Pidana penjara: 3 s.d 12 tahun dan/atau pidana denda: Rp.150 juta s.d Rp.600 juta (Pasal 22); e. Pidana penjara: 1 s.d 6 tahun dan/atau pidana denda: Rp.50 juta s.d Rp.300 juta (Pasal 23). Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia yang dituangkan dalam bentuk Nota Kesepahaman. Tujuan dari koordinasi tersebut adalah untuk penegakan hukum di lingkungan perbankan mengingat bank dapat digunakan sebagai sarana dan/atau sasaran Tipibank, dan agar industri perbankan menjadi bersih dari praktik penyimpangan yang dilakukan oleh bank ataupun Tipibank, serta untuk memperlancar, mempercepat dan mengoptimalkan penanganan Tipibank. Koordinasi antara Bank Indonesia dan penegak hukum telah dilaksanakan sejak tahun 1997 dengan penetapan Surat Keputusan Bersama Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Gubernur Bank Indonesia No.KEP126/ JA/11/1997, KEP/10/XI/1997, No.30/6/KEP/GBI tanggal 6 November 1997 tentang Kerjasama Penanganan Kasus Tindak Pidana di Bidang Perbankan, yang kemudian pada tanggal 20 Desember 2004 diganti dengan Surat Keputusan Bersama No.KEP902/ A/J.A/12/2004; No.POL:Skep/924/XII/ 2004; dan No.6/91/KEP.GBI/2004 tentang Kerjasama Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perbankan (SKB Tipibank),16 dan akhirnya pada tanggal 19 Desember 2011 diganti dengan Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia No.13/104/KEP.GBI/2011, No.B/31/XII/2011, No.Kep-261/A/JA/ 12/2011 tentang Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perbankan (NK Penanganan Tipibank).17 16. SKB Tipibank merupakan ketentuan baku dalam penanganan Tipibank, hal ini diakui oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan menyampaikan Surat No.S-241/M.EKON/10/2005 tanggal 20 Oktober 2005 kepada Presiden Republik Indonesia yang menginformasikan bahwa Bank Indonesia, Kejaksaan RI dan Kepolisian Negara RI sepakat penyelesaian dugaan Tipibank mengacu pada SKB Tipibank. 17. Jangka waktu berlakunya Nota Kesepahaman ini selama tiga tahun terhitung sejak penandatanganan tanggal 19 Desember 2011, dan dapat diperpanjang sesuai dengan kesepakatan para pihak. Lihat Praemisi NK Penanganan Tipibank yang menyatakan bahwa para pihak adalah: a. Darmin Nasution selaku Gubernur Bank Indonesia, selaku Gubernur Bank Indonesia, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama BANK INDONESIA, berkedudukan di Jalan M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta Pusat, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - AprilSKB Tipibank merupakan ketentuan baku dalam penanganan Tipibank, hal ini diakui oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian melalui Surat No. S-241/M.EKON/10/2005 tanggal 20 Oktober 2005 kepada Presiden Republik Indonesia yang menginformasikan bahwa Bank Indonesia, Kejaksaan RI, dan Kepolisian Negara RI sepakat penyelesaian dugaan Tipibank dengan mengacu pada SKB Tipibank, yang berlaku pula untuk NK Penanganan Tipibank sebagai pengganti dari SKB Tipibank. Nota Kesepahaman Penanganan Tipibank terdiri dari 7 Bab dan 28 Pasal, dengan ruang lingkup koordinasi antara Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia dalam penanganan Tipibank sebagaimana diatur dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 50A Undang-Undang Perbankan, atau Pasal 59 sampai dengan Pasal 66 Undang-Undang Perbankan Syariah, dengan bentuk koordinasi meliputi pembahasan dan pelaporan dugaan Tipibank, penyediaan saksi dan ahli, pemblokiran rekening, penyitaan uang dan dokumen, tukar menukar informasi, evaluasi, dan kegiatan lainnya.18 Maksud NK Penanganan Tipibank adalah sebagai landasan bagi Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia untuk melakukan koordinasi memperkuat penerapan tata kelola kepemerintahan yang baik dan bersih di lingkungan Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia. Adapun tujuan Nota Kesepahaman ini adalah tercapainya koordinasi dalam rangka memperlancar, mempercepat, dan mengoptimalkan penanganan Tindak Pidana Perbankan. b. JENDERAL POLISI Drs. TIMUR PRADOPO selaku Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, berkedudukan di Jalan Trunojoyo Nomor 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA. c. BASRIEF ARIEF selaku Jaksa Agung Republik Indonesia, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, berkedudukan di Jalan Sultan Hasanudin 1, Jakarta Selatan, selanjutnya disebut PIHAK KETIGA. 18 Pasal 2 NK Penanganan Tipibank.Bank Indonesia melakukan investigasi atas dugaan Tipibank pada bank, selanjutnya hasil investigasi dibahas pada rapat Tim Kerja dan apabila diperlukan dibahas pula pada rapat Tim Pleno. Apabila hasil pembahasan terdapat indikasi kuat adanya dugaan Tipibank, maka selanjutnya Bank Indonesia melaporkan kepada penyidik disertai informasi antara lain jenispelanggaran, kasus posisi, ketentuan yang dilanggar, barang bukti, dan pelaku. Dalam rangka mencapai maksud dan tujuan NK Penanganan Tipibank, pelaksanaan koordinasi NK Penanganan Tipibank dilakukan oleh Tim Koordinasi dengan dibantu oleh Sekretariat yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia.19 Tim Koordinasi terdiri atas Tim Pengarah, Tim Koordinasi Tingkat Pusat dan Tim Koordinasi Tingkat Daerah, yang masing-masing terdiri dari Tim Pleno dan Tim Kerja.20 Tim Pleno dan Tim Kerja terdiri dari perwakilan dari Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia. Tim Pengarah terdiri dari atas tiga anggota, yaitu Gubernur Bank Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Jaksa Agung Republik Indonesia. Tim Pengarah mempunyai tugas memberikan arahan dan/atau keputusan yang bersifat strategis.21 Tim Pleno dibagi menjadi Tim Pleno Tingkat Pusat dan Tim Pleno Tingkat Daerah, yang menyelenggarakan rapat sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun. Tim Pleno Tingkat Pusat terdiri atas anggota tetap dan anggota tidak tetap.22 Anggota tetap Tim Pleno Tingkat Pusat mempunyai hak suara dan wewenang 19. Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (2), dan Pasal 10 s.d Pasal 12 NK Penanganan Tipibank. 20 21 22 Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (1) NK Penanganan Tipibank. Pasal 5 NK Penanganan Tipibank. Pasal 6 ayat (1) NK Penanganan Tipibank.Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012 23 27Volume 10, Nomor 1, Januari - Aprilmemutus,sedangkan anggota tidak tetap Tim memutus, sedangkan anggota tidak tetap Tim Kerja Pleno Tingkat Pusat memberikan masukan kepada Tingkat Pusat dapat hadir pada rap at Tim Kerja anggota tetap Tim Pleno Tingkat Pusat.24 Tingkat Pusat dan memberikan masukan ke pada anggota tetap Tim Kerja Tingkat Pusat sepanjang Tim Pleno Tingkat Daerah terdiri atas Pemimpin Bank ditunjuk oleh Ketua Tim Kerj a Tingkat Pusat.28 Indonesia, Kepala Kepolisian Daerah, dan Kepala Sementara Tim Kerja Tingkat Daer ah terdiri atas Kejaksaan Tinggi.25 perwakilan masing-masing lembaga.29 Tim Pengarah atau Tim Pleno dapat melakukan siaran Tim Kerja menyelenggarakan ra pat sekurangpers terkait penanganan Tipibank sesuai dengan tugas kurangnya dua kali dalam satu ta hun untuk dan wewenang masing-masing lembaga, dengan mengevaluasi tindak lanjut atau perke mbangan mempertimbangkan dampak bagi kelangsungan penanganan dugaan Tipibank yang sedang diproses usaha bank dan industri perbankan pada umumnya. oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Kejaksaan Republik Indonesia. Tim Kerja dibagi menjadi Tim Kerja Tingkat Pusat yang menyelenggarakan rapat sekurang-kurangnya Dalam rangka pelaksanaan dari NK Penanganan empat kali dalam setahun dan Tim Kerja Tingkat Tipibank, maka diterbitkan ketent uan pelaksana Daerah yang menyelenggarakan rapat sekurang-yang mengatur pelaksanaan koordinasi , yaitu kurangnya dua kali dalam setahun. Petunjuk Pelaksanaan No.13/10/KEP. DpG/2011; No.B/4768/XII/2011/Bareskrim; No.Kep-04/E/EJP/12/ Tim Kerja Tingkat Pusat terdiri atas anggota tetap 2011; No.Juk 12/F/Fsp/12/ 201 1 tanggal 19 Desember dan anggota tidak tetap.26 Anggota tetap Tim Kerja 2011 tentang Tata Cara Pelaks anaan Koordinasi Tingkat Pusat mempunyai hak suara dan wewenang Penanganan Tindak Pidana Perbanka n. Petunjuk Pelaksanaan yang mengatur antara lain persiapan dan pelaksanaan Rapat Tim Koordinasi, tata cara 23 Pasal 6 ayat (2) NK Penanganan Tipibank yang berbunyi:pelaksanaan koordinasi meliputi antara lain Anggota tetap Tim Pleno Tingkat Pusat mempunyai hak suara dan wewenang memutus, terdiri atas empat anggota, yaitu: pembahasan dugaan Tipibank, pelaporan dugaana.Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia yang membawahkanBidang Investigasi; b. Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia; c. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia; 27 Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) NK Penanganan Tipibank yang menya takan d. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Republik bahwa Ti m Kerja Tingkat Pusat terdiri atas 17 anggota, yaitu Kepala Biro Indonesia. Investigasi Perbankan Bank Indonesia, sebagai Ketua, dan beranggotakan perwakilan dari masing-masing lembaga Kepolisian Negara RI dan 24. Pasal 6 ayat (3) NK Penanganan Tipibank yang berbunyi: Kejaksaan RI. Anggota tidak tetap Tim Pleno Tingkat Pusat memberikan masukan kepada anggota tetap Tim Pleno Tingkat Pusat, terdiri atas delapan 28 Pasal 8 ayat (6) NK Penanganan Tipibank yang menyatakan bahwa terdiri anggota, yaitu: atas 9 (sembilan) anggota dari perwakilan masing-masing lembaga. a. Direktur Investigasi dan Mediasi Perbankan Bank Indonesia; b. Direktur Hukum Bank Indonesia; 29 Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) N K Penanganan Tipibank yang berbunyi: c. Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya dan sekitarnya; (1) Tim Kerja Tingka t Daeraj terdiri atas sebanyak-banyaknya tujuh d. Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta; anggota, yaitu: e. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus pada Badan Reserse Kriminal a. Deputi Pemimpin Bank Indonesia yang membawahkan Bidang Kepolisian Negara Republik Indonesia; Perbankan; f. Direktur Tindak Pidana Korupsi pada Badan Reserse Kriminal b. Pejabat Kantor Bank Indonesia yang membawahkan Bidang Kepolisian Negara Republik Indonesia; Perbankan dan/atau Pejabat Kantor Bank Ind onesia yang g. Direktur Tindak Pidana Umum Lainnya pada Jaksa Agung Bidang melaksanaka n fungsi Sekretariat Tingkat Daerah; Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia; dan c. Direktur Resers e Kriminal Khusus Kepolisian Daerah; h. Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Bidang Tindak Pidana Umum d. Kepala Sub Direktorat yang menangani Perbankan pada Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah; e. Asisten Tindak Pidana Umum pada Kejaksaan Tinggi; dan 25 Pasal 7 ayat (1) NK Penanganan Tipibank. f. Asisten Tindak Pidana K husus pada Kejaksaan Tinggi. (2) Tim Kerja Tingkat Daerah diketuai oleh Deputi Pemimpin Bank 26 Pasal 8 ayat (1) NK Penanganan Tipibank. Indonesia yang membawahkan Bid ang Perbankan.Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - AprilTipibank, penyediaan saksi dan ahli, pemblokiran rekening, penyitaan uang dan dokumen, tukar menukar informasi, evaluasi, kegiatan lainnya, dan siaran pers. D. KEKUATAN MENGIKAT NOTA KESEPAHAMANJenis peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terdiri dari UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota, dan Peraturan yang dikeluarkan oleh MPR/DPR/ DPD/MA/MK/BPK/KY/BI/Menteri/badan/lembaga atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan UndangUndang/ Pemerintah atas perintah Undang-Undang/ DPRD Provinsi/Gubernur/DPRD Kabupaten/Kota/ Bupati/Walikota/Kepala Desa atau yang setingkat. Kekuatan hukum mengikat peraturan perundangundangan adalah sesuai dengan hierarkinya. Artinya, Nota Kesepahaman bukan merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Oleh karenanya timbul suatu pertanyaan, jenis apakah Nota Kesepahaman? dan bagaimana kekuatan mengikat dari suatu Nota Kesepahaman? Nota Kesepahaman adalah sama dengan Memorandum of Understanding (MoU) yang sering menjadi dasar bagi suatu kerjasama diantara beberapa lembaga. Memorandum of Understanding berasal dari kata Memorandum dan Understanding. Pengertian Memorandum dalam Black s Law Dictionary adalah a brief note, in writing, of some transaction or an outline of some intended instrument drawn up in brief and compendious form.30 Sementara, pengertian Understanding adalah in the law of contracts, an 30 Black s Law Dictionary, Third Edition, New York, 1991, hlm.295.agreement. An implied agreement resulting from the express terms of another agreement, whether written or oral.31 Wikipedia menyatakan bahwa: A Memorandum of Understanding is a document describing a bilateral or multilateral agreement between parties. It expresses a convergence of will between the parties, indicating an intended common line of action. It most often is used in cases where parties do not intend to imply a legal commitment. It is a more formal alternative to a gentlemen's agreement. In some cases, dependingon the exact wording, MoUs can have the binding power of a contract; as a matter of law, contracts do not need to be labeled as such to be legally binding. Whether or not a document constitutes a binding contract depends only on the presence or absence of well-defined legal elements in the text proper of the document (the so-called "four corners"). This can include express disclaimers of legal effect, or failure of the MoU to fulfill the elements required for a valid contract (such as lack of consideration in common law jurisdictions). For example, a binding contract typically must contain mutual consideration - a legally enforceable obligations of the parties, and its formation must take place free of the so-called real defenses to contract formation (fraud, duress, lack of age or mental capacity, etc.).32 MoU merupakan suatu dokumen hukum yang menjelaskan persetujuan para pihak, namun MoU tidaklah seformal sebuah perjanjian. Memorandum of Understanding dibuat antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum lainnya, baik dalam suatu negara maupun antar negara untuk melakukan kerjasama dalam berbagai aspek kegiatan dengan jangka waktu tertentu. Dasar penyusunannya adalah sama dengan perjanjian atas dasar hasil 31. Black s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co, St Paul Minn, 1997, hlm.1526. 32. Dikutip pada http://en.wikipedia.org/wiki/Memorandum_of_understanding (14 Februari 2012).Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - Aprilpermufakatan para pihak. Namun demikian, MoU bukanlah merupakan suatu perjanjian secara utuh, namun merupakan suatu perjanjian pendahuluan, dalam arti akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain yang mengatur secara lebih terinci. Oleh karenanya, MoU berisikan hal-hal yang pokok saja. Dengan perkataan lain, MoU merupakan suatu dokumen yang memuat saling pengertian di antara para pihak sebelum perjanjian dibuat. Isi dari MoU harus dimasukkan ke dalam perjanjian, sehingga MoU mempunyai kekuatan mengikat. Hal ini sesuai dengan pendapat beberapa pakar, yaitu Munir Fuady yang menyatakan bahwa MoU merupakan perjanjian pendahuluan, yang nanti akan dijabarkan dan diuraikan dengan perjanjian lainnya yang memuat aturan dan persyaratan secara lebih detail. Sebab itu materi MoU berisi hal-hal yang pokok saja. Selanjutnya, Erman Radjagukguk menyatakan bahwa MoU merupakan dokumen yang memuat saling pengertian dan pemahaman para pihak sebelum dituangkan dalam perjanjian yang formal yang mengikat kedua belah pihak. Oleh sebab itu muatan MoU harus dituangkan kembali dalam perjanjian sehingga menjadi kekuatan yang mengikat. Di Inggris, MoU sering dinamakan dengan concordat yang merupakan perjanjian sukarela (voluntary agreement).33 Sementara dalam Hukum Perdata Amerika, MoU biasanya dipersamakan dengan letter of intent (LoI).34 Tujuan lembaga menggunakan MoU adalah untuk menetapkan koordinasi. LoI vice versa 33. Dikutip pada http://en.wikipedia.org/wiki/Memorandum_of_understanding (14 Februari 2012), An example is the 2004 The Concordat between bodies inspecting, regulating and auditing health or social care is a "voluntary agreement between organisations that regulate, audit, inspect or review elements of health and healthcare in England". It is made up of 10 objectives designed to promote closer working between the signatories. Each objective is underpinned by a number of practices that focus developments on areas that will help to secure effective implementation. The term is often used in the context of devolution, for example the 1999 concordat between the central Department for Environment, Food and Rural Affairs and the Scottish Environment Directorate. 34. Dikutip pada http://en.wikipedia.org/wiki/Memorandum_of_understanding (14 Februari 2012), In private U.S. law, MoU is a common synonym for a letter of intent. One example is the MoU between Bush and Kerry for the 2004 debates iii. MoU, atau LoI sering dirujuk sebagai MoU dan demikian sebaliknya MoU sering dirujuk sebagai LoI. MoU vice versa LoI sebagai perjanjian pendahuluan dan bukan sebagai suatu perjanjian yang formaltercermin dalam pengertian dan karakteristik suatu LoI, yaitu LoI is a document outlining an agreement between two or more parties before the agreement is finalized. The concept is similar to a heads of agreement. Such agreements may be Asset Purchase Agreements, Share Purchase Agreements, JointVenture Agreements and overall all Agreements which aim at closing a financially large deal. LoI is resemble written contracts, but are usually not binding on the parties in their entirety. Many LoI, however, contain provisions that are binding, such as non disclosure agreements, a covenant to negotiate in good faith, or a stand stil l or no-shop provision promising exclusive rights to negotiate. A LoI may sometimes be interpreted by a court of law as binding the parties to it, if it too closely resembles a formal contract. 35 Namun demikian, terdapat perbedaan yang sepesifik antara MoU dan LoI, yaitu LoI menguraikan maksud dari salah satu pihak kepada pihak lainnya sehubungan dengan suatu perjanjian, dan dapat ditandatangani hanya oleh pihak yang mempunyai maksud tersebut, sementara MoU harus ditandatangani oleh semua pihak agar menjadi sah sebagaimana halnya suatu perjanjian. Beberapa unsur yang terdapat dalam MoU adalah: (1) MoU merupakan perjanjian pendahuluan; (2) Materi muatan MoU merupakan hal-hal yang pokok; (3) Materi muatan MoU akan dituangkan lebih lanjut dalam perjanjian. Mengingat perjanjian (meskipun MoU dikategorikan sebagai perjanjian pendahuluan) berada dalam ranah Hukum Perdata, maka MoU tunduk pada ketentuan perikatan sebagaimana diatur dalam Buku Ke Tiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Artinya, syarat sahnya MoU 35. Dikutip http://en.wikipedia.org/wiki/Memorandum_of_understanding (14 Februari 2012),Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - Aprilsama dengan syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, yaitu (1) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; (2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan; (3) suatu hal yang tertentu; (4) suatu sebab yang halal. Perjanjian yang bertujuan untuk mengatur hubungan hukum dan melahirkan seperangkat hak dan kewajiban diantara para pihak, sehingga hanya mengikat para pihak yang mengadakan kesepakatan,36 mengakibatkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya.37 Berdasarkan hal tersebut di atas, maka kekuatan mengikat dan memaksa suatu MoU dapat ditinjau dari dua hal, yaitu perjanjian dan perjanjian pendahuluan. Dalam hal MoU disamakan dengan perjanjian, maka MoU mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa yang sama dengan perjanjian, yaitu MoU yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Artinya, MoU yang telah dibuat secara sah memenuhi persyaratan sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata, maka MoU tersebut mempunyai kekuatan mengikat dapat disamakan dengan sebuah Undang-Undang yang memiliki kekuatan mengikat dan memaksa atas muatan materi dalam MoU. Apabila terjadi pelanggaran atau kelalaian atas MoU dari salah satu pihak, maka upaya hukum yang dapat dilakukan adalah pihak yang lain dapat melakukan upaya Hukum Perdata atas dasar wanprestasi. Dalam hal MoU disamakan dengan perjanjian pendahuluan, sebagai bukti awal suatu kesepakatan dengan muatan materi hal-hal pokok, serta harus diikuti oleh perjanjian lain, maka MoU mempunyai kekuatan mengikat hanya sebatas moral, meskipun 36 Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, SH, Azas-Azas Hukum Perjanjian,Cetakan Ke-IX, Mandar Maju, Bandung, 2011, hlm. 9. 37 Lihat Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.pengaturan MoU tunduk pada ketentuan perikatan dalam KUHPerdata. Dengan perkataan lain, MoU merupakan gentlemen s agreement berisi pernyataan kesepakatan dari para pihak yang pelaksanaannya didasarkan pada suatu itikad baik (good faith), sebagaimana halnya suatu gentlemen s agreement is generally an unsigned and unforceable agreement made between parties who expect its performance because of good faith.38 Mengingat MoU merupakanperjanjian pendahuluan dimana kesepakatan para pihak hanya bersifat ikatan moral (moral obligation), maka harus ditindaklanjuti dengan perjanjian agar mengikat para pihak secara hukum. Apabila terjadi pelanggaran atau kelalaian atas MoU dari salah satu pihak, maka para pihak tidak dapat melakukan upaya hukum. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka NK Penanganan Tipibank merupakan MoU yang disamakan dengan perjanjian pendahuluan atau merupakan gentlemen s agreement yang hanya bersifat ikatan moral (moral obligation), dengan dasar penyusunan perjanjian atas dasar hasil permufakatan Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia yang pelaksanaannya didasarkan pada itikad baik (good faith). Hal ini sesuai dengan praemisi NK Penanganan Tipibank bahwa NK dilaksanakan sesuai dengan tugas dan wewenang para pihak sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan. Artinya pelaksanaan tugas dan wewenang para pihak tetap berlandaskan pada peraturan perundang-undangan bukan pada NK Penanganan Tipibank. Dengan perkataan lain, NK Penanganan Tipibank tidak dapat dijadikan dasar hukum dalam pelaksanaan tugas dan wewenang para pihak. Disamping itu untuk memperkuat bahwa NK Penanganan Tipibank berbeda dengan perjanjian, maka dapat ditinjau pula dari Pasal 31 ayat (1) UndangUndang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan yang 38 Black s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co, St Paul Minn, 1997, hlm.686.Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - Aprilmenyatakan bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan 4. Nota Kesepahaman Penang anan Tipibank dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang merupakan suatu MoU dengan bentuk melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah gentlemen s agreement yang pelaksan aannya Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau didasarkan pada itikad baik (g ood faith), sehingga perseorangan warga Negara Indonesia.39 Artinya, mempunyai kekuatan mengikat seca ra moral pengertian antara nota kesepahaman dibedakan (moral obligation). dengan perjanjian, karena disebutkannya keduanya 5. Apabila terjadi pelangg aran atau kelalaian atas dalam satu klausul, sehingga bukan merupakan suatu NK Penanganan Tipibank, maka para pihak tidak kesetaraan. dapat melakukan upaya hukum. E. PENUTUP Berdasarkan uraian tersebut di atas, sebagai penutup dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bank Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan, oleh karenanya penanganan dugaan Tipibank memerlukan koordinasi dengan lembaga lain antara lain penegak hukum. 2. Koordinasi penanganan Tipibank ditetapkan dalam suatu Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia. 3. Tujuan Nota Kesepahaman Penanganan Tipibank adalah untuk memperlancar, mempercepat, dan mengoptimalkan penanganan tipibank. 39 Pasal 31 Undang-Undang No.24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan berbunyi: (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam notakesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaganegara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembagaswasta Indonesia atau perseorangan warga negaraIndonesia. (2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimanadimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asingditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebutdan/atau bahasa Inggris. Penjelasan Pasal 31 Undang-Undang No.24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan berbunyi: Ayat (1) Yang dimaksud dengan perjanjian adalah termasuk perjanjian internasional, yaitu setiap perjanjian di bidang hukum publik yang diatur oleh hukum internasional, dan dibuat olehpemerintah dan negara, organisasi internasional, atau subjekhukum internasional lain. Perjanjian internasional ditulis dalambahasa Indonesia, bahasa negara lain, dan/atau bahasa Inggris.Khusus dalam perjanjian dengan organisasi internasional yang digunakan adalah bahasa-bahasa organisasi internasional. Ayat (2) Dalam perjanjian bilateral, naskah perjanjian ditulis dalambahasa Indonesia, bahasa nasional negara lain tersebut, dan/ataubahasa Inggris, dan semua naskah itu sama aslinya.DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA 1.. BPHN, Departemen Kehakiman, Laporan Akhir Penelitian Masalah-Masalah Hukum Kejah atan Perbankan, BPHN, Jakarta, 1992. 2. 5 Marulak Pardede, Hukum Pidana Bank, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994. H.A.K. Moch. Anwar, Tindak Pidana di Bidang Perbankan, Cet.2, Alumni, B andung, 1986 3. Muhammad Jumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Ban dung, 1996 5. N.H.T. Siahaan, Money Laundering & Kejahatan Perbankan, Edisi Ketiga, C etakan Ketiga, Jala Permata, Jakarta, 2008 6. R. Wirjono Prodjodikoro, SH, Prof. Dr. Azas-Azas Hukum Perjanjian, Ceta kan Ke-IX, Mandar Maju, Bandung, 2011, 7. Black s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co, St Paul Minn, 1997, 8. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan U U No. 10 Tahun 1998. 9. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 6 Tahun 2009. 10. Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Neg ara serta Lagu Kebangsaan 11. UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana P encucian Uang.ASPEK HUKUM TRANSAKSI BISNIS PADA INTERNET BANKING Oleh : Prof. Dr Etty S.Suhardo, SH, MS *) Abstrak Pemanfaatan teknologi informasi dalam beberapa waktu terakhir sangat berkembang, khususnya pada pengelolaan informasi dan transaksi elektronik yang diakses melalui internet, kondisi ini me mpunyai peranan penting dalam meningkatkan perdagangan dan perekonomian nasional, khususnya dalam rangka mengh adapi perdagangan bebas. Dalam perkembangnya industri perbankan sebagian besar telah menggunakan teknolog i informasi dan media elektronik sebagai basis layanannya. Sesuai dengan tuntutan dari sebagian besar nasabah ban k, pelayanan internet banking memberikan pelayanan berupa Anjungan Tunai Mandiri ( ATM) dan Short Message Serv ice (SMS) Banking. Dalam kaitan hal ini perlu diperhatikan aspek hukum dari transaksi transaksi pada internet ba nking, SMS maupun ATM. Aspek hukum transaksi elektronik diawali dengan perjanjian yang dilakukan pada i nternet banking. Perjanjian tersebut dituangkan ke dalam kontrak elektronik yang mengikat para pihak (UU ITE Ps.18 (1 ) ), dengan demikian seperti yang diatur pada Ps 1338 KUH Pdt bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlak u sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Keabsahan pada transaksi Internet Banking terletak pada Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai alat bukti hukum yang sah (Pa sal 5 ayat (1) UU ITE) A. PENDAHULUAN semuanya sudah serba transparan yang mempengaruhi dunia perdagangan pada umumnya dan perbankan Dunia pebankan saat ini telah berkembang pada khususnya. Dalam upaya meningkatka n sedemikian pesat, seiring dengan berkembangnya pelayanan global, bank dituntut u ntuk mengakomodasi bidang teknologi dan informasi. Perkembangan kebutuhan nasabah, baik berupa sara na maupun teknologi informasi yang sangat pesat tersebut telah prasarana yang memadai, den gan berbasiskan mempengaruhi sebagian besar bangsa di dunia, perangkat teknologi. termasuk masyarakat Indonesia yaitu adanya perubahan pola kehidupan yang terjadi hampir di Sejalan dengan berkembangnya ind ustri perbankan semua bidang, baik sosial, budaya, maupun bidang sebagian besar telah menggunaka n teknologi politik dan ekonomi. informasi dan media elektronik1 sebagai basis layanannya. Teknologi informasi telah digunakan Pemanfaatan teknologi informasi yang berkembangkhususnya pada pengelolaan informasi dan transaksi *) Prof.Dr.Etty S.Suhardo, SH.MS, Staf Pengajar Fakultas Hukum UNDIPelektronik yang diakses melalui internet mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perdagangan 1. Perkembangan teknologi informasi yang pesat telah merubah total sistem perbankan konvensional, pada sistem ini selalu diikuti dengan dokumen dan perekonomian nasional, khususnya dalam rangka pada kertas tertentu disertai tanda tangan, dalam perkembangannya menghadapi perdagangan bebas. Saat ini dunia sudah pada transaksi elektronik, do kumen tanpa kertas dan pesan-pesan elektronik dianggap sebagai dasar untuk keabsahan suatu transaksi mengglobal, tidak ada lagi batas-batas negara dan perbankan, hal ini telah berlaku sebagai suatu kebiasaan.Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - Aprilsebagai salah satu pelayanan dari Bank, yang menyediakan fasilitas bagi nasabah pengguna, berupa tabungan, simpanan, dan fasilitas lain yang disediakan sebagai sarana yang saling menguntungkan bagi pengguna fasilitas perbankan maupun bagi bank itu sendiri. Sesuai dengan tuntutan dari sebagian besar nasabah bank, pelayanan internet banking memberikan pelayanan berupa Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan Short Message Service (SMS) Banking. Interaksi melalui teknologi tidak lagi secara fisikal sebagaimana yang telah dilakukan selama ini, namun interaksi tersebut dilakukan secara virtual yaitu bertransaksi pada dunia maya (cyberspace) yang berkolaborasi pada media komputer untuk mengakses data melalui internet2. Electronic Banking (e-banking) memberikan layanan melalui Internet, sehingga istilah yang digunakan adalah Internet Banking yaitu sebagai media alternatif yang memberikan kemudahan-kemudahan bagi nasabah suatu bank hal ini menjadi solusi yang cukup efektif, yang tidak terlepas dari kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh internet itu sendiri, dimana seseorang ketika ingin melakukan transaksi melalui layanan i-banking, dapat melakukannya dimana dan kapan saja. Tujuan dari suatu bank dalam memperluas layanan jasanya melalui internet banking, antara lain3: 1. Produk-produk yang lebih kompleks dari bank dapat ditawarkan dalam kualitas yang sama dengan biaya yang murah dan potensi nasabah yang lebih besar; 2. Dapat melakukan hubungan di setiap tempat dan dimana saja, baik pada waktu siang dan malam. 2. Etty Susilowati Suhardo, Kemampuan Ilmu Hukum mengantisipasi Hak Kekayaan Intelektual pada Realitas Dunia Maya, Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum UNDIP, 6 Desember 2008, hal. 2. 3. Juergen Seitz dan Eberhard Stickel Internet Banking: An Overview http://www.arraydev.com/commerce Tujuan lain diantaranya untuk mempermudah para pebisnis dalam melakukan transaksi-transaksi bisnis sehingga lebih efektif dan efisien, karena dapat diakses secara mudah dan cepat. Perkembangan teknologi perbankan pada internet banking membuat pihak bank harus memperhatikanaspek perlindungan nasabah khususnya keamanan yang berhubungan dengan privasi nasabah. Keamanan layanan online ada empat, yaitu: - keamanan koneksi nasabah, - keamanan data transaksi, keamanan koneksi server, dan - keamanan jaringan sistem informasi dari server. Selain itu aspek penyampaian informasi produk perbankan sebaiknya disampaikan secara proporsional, artinya bank tidak hanya menginformasikan keunggulan atau kekhasan produknya saja, tapi juga sistem keamanan penggunaan produk yang ditawarkan. Saat ini msih banyak nasabah yang kurang yakin untuk menggunakan i-banking dengan berbagai alasan, karena masyarakat belum memahami apa dan bagaimana i-banking. Tidak percaya pada kapasitas jaringan internetnya, jika banyak pihak yang mengakses pada bank yang sama dalam waktu yang bersamaan, maka dimungkinkan akan bermasalah. Keadaan tersebut sangat mempengaruhi nasabah bank yang tidak yakin untuk melakukan transaksi elektronik, khususnya yang berhubungan dengan simpanan uangnya di kas bank, kekhawatirannya adalah salah tekan tombol, sehingga uangnya menghilang dari rekening Bank. Nasabah bank sebagai pengguna i-banking, walaupun belum semua nasabah memahami tentang rangkaian kegiatan yang dilakukan, akan tetapi untuk nasabah tertentu karena kebutuhan akan praktis dan efisiennya penggunaan i-banking, maka para nasabah pengguna i-banking tetap menggunakan i-banking dalam bertransaksi. Pada transaksi perbankan pada umumnya secara riil selalu ada dokumen-dokumen disertai tanda tanganBuletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - Aprilpetugas Bank dan nasabah yang bersangkutan serta cap dari Bank, sedangkan pada i-banking hanya ada dokumen-dokumen tanpa kertas (paperless) serta pesan-pesan elektronik saja, tanpa ada tanda tangan, tanpa cap lembaga bank, untuk itu kita akan melihat bagaimana aspek hukum transaksi elektronik pada Internet Banking, khususnya meninjau dari segi hukum keabsahan transaksi elektronik tersebut. B. Transaksi Electronic Commerce dan Internet Banking Transaksi bisnis senantiasa membutuhkan media bank yang berfungsi sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, serta jasa-jasa Bank lainnya. Pada perkembangannya bidang perbankan telah menerapkan dan memanfaatkan media elektronik, khususnya di dalam memberikan layanan kepada masyarakat luas, yaitu transaksi elektronik berupa layanan internet banking. Para pelaku bisnis bertransaksi untuk melakukan penawaran dan permintaannya melalui perangkat lunak yang tersedia sehingga dapat bertransaksi di dunia maya. Transaksi bisnis melalui e-commerce merupakan kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen (consumers), manufaktur (manufactures), services providers dan pedagang perantara (intermediateries) dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer yaitu internet4. Pengertian e-commerce adalah pembelian dan penjualan barang dan jasa konsumen melalui online di internet. Model transaksi seperti ini dikenal dengan istilah transaksi e-commerce. Istilah e-commerce menurut ECEG (Electronic Commerce Expert Group) Electronic Commerce is a broad concept that covers any commercial transaction that is effected via electronic means and would include such means as faxcimile, telex, EDI, internet and the telephone5. 4. Abdulhalim Barkatulah dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-Commerce, Pustaka Pelajar, Jogyakarta, 2005 hal. 10. 5. http: //www. Law.gov.au/aghome/advisory/eceg/single.htm diakses 10 Oktober 2011. Pengertian transaksi electronik adalah: A transaction formed by electronic messages in which of one or both parties will not be ret be reviewed by an individual as an expected step in forming a 6contract. Pada Undang-Undang Informasi dan Teknologi No. 11 Tahun 2008, Pasal 1 point 1 pengertian informasi elektronik sebagai berikut: Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronic (electronic mail), telegram, teleks, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode, akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Pengertian yang dikemukakan oleh ECEG Australia, e-commerce adalah transaksi perdagangan melalui media internet, juga meliputi media elektronik lainnya seperti facsimile, EDI dan telepon. Pengertian ini mempunyai makna bahwa e-commerce pada suatu transaksi perdagangan dapat dilakukan melalui internet, hal ini seperti yang dikemukakan oleh UU Informasi dan Teknologi No. 11 Tahun 2008, tentang Informasi Elektronik meliputi semua data elektronik, yang dikemukakan secara luas, sedang menurut ECEG lebih singkat, akan tetapi mempunyai makna yang sama. Pemahaman informasi elektronik menurut penulis lebih tepat seperti yang dikemukakan oleh UU ITE Pasal 1 point 1, hanya perlu ditambahkan bahwa untuk mengakomodasi perkembangan teknologi secara luas hendaknya disebutkan uraian jenis teknologi yang digunakan, sehingga mempunyai makna yang cukup luas, utamanya supaya hukum dapat mengikuti perkembangan teknologi informasi, walaupun demikian jenis informasinya tetap harus disebutkan untuk mendapatkan kepastian hukum. 6. Ibid, 1999, page 530.Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - AprilBerdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat umum sebagai berikut: disimpulkan bahwa rangkaian kegiatan bisnis dapat Trading partners berkom unikasi tentang bisnis dilakukan melalui transaksi elektronik, walaupun dilakukan atas dasar kebutuhan dan kepercayaan. sama sekali tidak menyebutkan tentang program Pertukaran yang dilakukan berul ang-ulang dan komputer , sehingga dapat menimbulkan pertanyaan berkala, dengan format data yang telah disepakati, apakah rangkaian kegiatan tersebut termasuk dalam menggunakan system dan standar yang sama, pengertian informasi elektronik. Para pelaku bisnis tidak harus menunggu partners untuk mengirimkan data, Menurut Undang-Undang Hak Cipta No.19 Tahun Model yang digunakan adalah pee r to peer dimana 2002, program komputer termasuk pada Hak cipta processing intelegence dapat didi stribusikan pada atas ciptaan (Pasal 30), secara harfiah yang dimaksud kedua pelaku bisnis7 . dengan hak cipta atas komputer adalah : suatu program yang dibuat untuk tujuan tertentu sesuai Karakteristik dari para pelaku bisnis kepada konsumen dengan program yang dikehendaki, sehingga dengan sistem e-banking diantaranya me mpunyai memungkinkan komputer melakukan fungsi tertentu . ciri-ciri sebagai berikut: Informasi terbuka untuk umum Pada UU ITE rumusan tentang Informasi Elektronik service yang diberikan bersifat umum, sehingga yang diakses melalui komputer termasuk program mekanisme dapat digunakan oleh um um, komputer merupakan sekumpulan data elektronik, service diberikan atas dasar permintaan konsumen, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, yang telah disediakan oleh j asa-jasa Bank gambar, peta, rancangan, foto, electronic data pendekatan dilakukan cl ient-server, pihak interchange (EDI), surat elektronic (electronic mail), konsumen sebagai klien me nggunakan sistem telegram, teleks, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, yang minimal (berbasis w eb) dan penyedia barang kode, akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah, atau jasa (bussines proce dure) berada pada pihak hal ini akan mempunyai makna yang multitafsir, server, apakah juga termasuk program komputer. Menurut penulis program komputer termasuk juga disini, Peran strategis dalam upaya menin gkatkan pelayanan walaupun diciptakan khusus untuk program tertentu, i-banking sebagai sarana yang memadai dalam hal ini mempunyai makna yang cukup luas sehingga transaksi bisnis untuk mengakom odasi kebutuhan memungkinkan komputer melakukan fungsi tertentu. para nasabah bank, sebagian bes ar bank saat ini mengandalkan teknologi informasi dan media Ruang lingkup e-commerce meliputi tiga aspek, yaitu: elektronik sebagai basis la yanannya. Masyarakat pada 1. bussines to bussines (sistem komunikasi bisnis umumnya dan pebisnis pada khususnya merasa lebih antara para pelaku bisnis). aman setelah terbitnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2. bussines to consumer (sistem komunikasi antara 2008, tentang Informasi dan transaksi elektronik, pebisnis dengan konsumen) walaupun masih minim yang mengatur tentang 3. consumer to consumer (sistem komunikasi antar bisnis, akan tetapi keten tuan ini setidaknya dapat konsumen). melengkapi Undang-Undang Perbankan, sehingga dapat melindungi masyarakat yang menggunakan Dari ke tiga ruang lingkup e-commerce tersebut, e-commerce dalam rangka kepastia n hukum yang e-banking termasuk pada lingkup sistem komunikasi sangat dibutuhkan pada transak si bisnis. antara pelaku bisnis dan sistem komunikasi antara pebisnis dan konsumen. Karakteristik antara para pelaku bisnis pada e-banking mempunyai ciri-ciri 7 Dianalisis dari Onno W Purbo, Aang Arif Wahyudi Mengenal E-Commerce, 2001 PT. Elax Media Komputerindo, Jakarta. 2001 hal. 5 - 7.Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - AprilPihak perbankan saat ini telah berlomba-lomba untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi nasabahnya dan bahkan tidak menutup kemungkinan dengan internet banking, keuntungan (profits) dan pembagian pasar (marketshares) akan semakin besar dan luas, disamping keuntungan tersebut internet banking memiliki beberapa kelemahan yang ditandai dengan banyaknya modus kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dalam hal ini pihak perbankan seringkali tidak dapat mengatasi secara cepat, walaupun sudah merugikan pihak nasabah Bank. C. Aspek Hukum Transaksi Bisnis pada Internet Banking, 1. Perjanjian Dasar pada Internet BankingPerjanjian antara bank dengan nasabah, dapat dilihat dari formulir yang dibuat oleh pihak Bank dan diisi oleh nasabah pengguna, selanjutnya ditanda tangani sebagai tanda setuju atas syaratsyarat yang dikemukakan oleh pihak bank. Kesepakatan yang tercantum pada isi formulir pendaftaran ditentukan bahwa bank menerima dan menjalankan setiap instruksi dari nasabah sebagai instruksi yang sah berdasarkan penggunaan user ID dan PIN. Perjanjian dasar pada Internet Banking senantiasa mengacu pada Pasal 1338 KUH Pdt, Pasal 1313 KUH Pdt dan 1320 KUH Pdt. Bank tidak mempunyai kewajiban untuk meneliti atau menyelidiki keaslian maupun keabsahan atau kewenangan pengguna user ID dan PIN atau menilai maupun membuktikan sebaliknya. Untuk melakukan instruksi transaksi finansial nasabah harus memasukkan PIN sebagai tanda persetujuan. Instruksi tersebut bersifat sah dan mengikat nasabah pada saat transmisi diterima oleh pihak bank, walaupun pelaksanaannya baru terjadi pada saat bank telah mendapat konfirmasi dari nasabah mengenai instruksi transaksi yang ingin dilakukan. Ketentuan yang ada dalam perjanjian tersebut merupakan aturan yang dapat digunakan sebagai dasar kesepakatan para pihak, sedangkan perjanjian itu sendiri menjadi tolok ukur untuk menentukan sejauh mana kewenangan dan tanggung jawab para pihak. yaitu hak dan kewajiban masing-masing pihak. Pada layanan Internet Banking, perjanjian antara pihak bank dengan nasabah tidak berbeda dengan perjanjian pada umumnya. Pihak bank telahmembuat syarat dan ketentuan yang dibakukan pada suatu formulir perjanjian (dalam hal ini termasuk syarat dan ketentuan yang terdapat dalam screen ATM dari bank yang bersangkutan dan situs internet bank yang bersangkutan) untuk disetujui oleh nasabah, hampir tidak memberikan kebebasan kepada pihak nasabah untuk melakukan negosiasi atas syarat dan ketentuan tersebut, dalam hal ini take it or leave it bagi pengguna i-banking, karena Bank lain yang menawarkan hal yang sama masih banyak, tinggal pilih yang sesuai dengan keinginannya. Bagi nasabah yang sudah setuju dengan syarat dan ketentuan tersebut secara sukarela telah mengikatkan diri, maka dianggap bahwa nasabah telah melakukan kesepakatan dengan pihak bank. Konfirmasi dari nasabah dalam melakukan transaksi pada i-Banking adalah ketika nasabah menekan tombol "kirim". Untuk itu nasabah tidak dapat membatalkan semua transaksi yang telah diinstruksikan kepada bank, kecuali instruksi tersebut dibatalkan oleh nasabah dengan menekan tombol "batal" sebelum nasabah menekan tombol "kirim". Pasal 1320 KUH Perdata tentang sah nya perjanjian sebenarnya tidak mempermasalahkan media yang digunakan dalam transaksi, dengan kata lain Pasal 1320 KUH Perdata tidak mensyaratkan bentuk dan jenis media yang digunakan dalam bertransaksi, dengan demikian dapat saja dilakukan secara langsung oleh para pihak maupun secara elektronik.Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - AprilPada asas kebebasan berkontrak yang dianut KUH berhak untuk menikmati fasilitas Internet Perdt, para pihak dapat dengan bebas menentukan Banking. dan membuat suatu perjanjian yang dilakukan b. Untuk dapat menggunakan fasilit as Internet dengan itikad baik, sebagaimana disebutkan dalam Banking tersebut, nasabah harus memiliki Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata. identitas pengguna Internet Banking (user ID) dan Personal Identification Number (PIN) yang Ditinjau dari Undang-Undang tentang Dokumen diperoleh pada saat nasabah melakuka n Perusahaan dalam, melaksanakan kegiatan registrasi di mesin ATM tersebut. transaksi bisnis dapat dilakukan dengan corak c. User ID yang diberikan pihak bank bersifat apapun seperti yang tersirat pada Pasal 1 angka permanen dan tidak dapat diubah kecuali 2 Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang nasabah mengganti kartu yang dapat digu nakan Dokumen Perusahaan yang menyebutkan bahwa: untuk melakukan transaksi perbankan d i ATM Data, catatan, dan/atau keterangan yang dibuat karena rusak atau hilang. Sehingga pihak yang atau diterima oleh perusahaan dalam rangka dapat menggunakan fasilitas Internet Banking pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di atas yang ditawarkan pihak bank penyed ia layanan kertas atau sarana lain maupun terekam dalam Internet Banking tersebut hanya nas abah bank bentuk corak apapun yang dapat dilihat, dibaca yang bersangkutan saja. Untuk itu nasabah atau didengar . tersebut harus tunduk pada ketentuanketentuan yang telah disepakati bersama Pada Pasal 12 ayat (1) dan (2) Undang-undang dengan pihak bank8 . tersebut dinyatakan bahwa: a) Dokumen perusahaan dapat dialihkan ke dalam Ketentuan yang ada dalam pe rjanjian tersebut mikrofilm atau media lainnya. merupakan aturan yang dapat digunakan sebagai b) Pengalihan dokumen perusahaan ke dalam landasan atau dasar, sedangkan p erjanjian itu mikrofilm atau media lainnya sebagaimana sendiri menjadi tolok ukur untuk menent ukan dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan sejak sejauh mana kewenangan dan tanggun g jawab dokumen tersebut dibuat atau diterima oleh masing-masing pihak. perusahaan yang bersangkutan. Pada layanan Internet Banking, nasabah dan bank Berdasarkan ketentuan tersebut dan dikaitkan yang setuju dan sepakat menggunakan layanannya dengan Pasal 1320 dan Pasal 1338 ayat (1) KUH harus mematuhi syarat dan ketentua n yang telah Pdt maka transaksi melalui media elektronik ditetapkan dalam perjanjian, karena syarat dan adalah sah menurut hukum, demikian juga pada ketentuan tersebut bersifat mengika t dan sah Undang-Undang tentang Dokumen Perusahaan demi hukum. Dalam hal salah satu pihak di dalamyang menyebutkan dapat dialihkan pada dokumen perjanjian tidak melaksanakannya, maka pihak lainnya. lain dalam perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan jalur Pada perjanjian internet banking, disebutkan hukum yang berlaku. mengenai persyaratan nasabah untuk menggunakan fasilitas internet banking yang ditawarkan oleh Perjanjian Internet Banking dibu at dalam bentuk bank tersebut. Adapun persyaratan tersebut berupa: formulir-formulir yang telah dibakukan secara a. Setiap nasabah yang menyimpan dana di bank dan mempunyai kartu yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi perbankan di ATM, 8 http://www.internetbanking.html /virtual_banks/, hoc. Cit. Diakses Tanggal 21 Oktober 2011,Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - Aprilcermat dan rinci. Dalam perjanjian Internet Banking, isinya direncanakan terlebih dahulu oleh pihak bank. Nasabah tinggal menyetujuinya saja apabila nasabah bersedia menerima aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan serta yang ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh bank. Setelah formulir diisi oleh nasabah tersebut, selanjutnya hanya tinggal memilih untuk menerima atau menolak menggunakan jasa internet banking di bank tersebut. Nasabah tidak mempunyai kewenangan untuk mengajukan syarat-syarat yang diinginkannya, perjanjian baku yang sifatnya take it or leave it 9. tanpa ada negosiasi sebelumnya. Perjanjian yang demikian itu dinamakan perjanjian standar atau perjanjian baku10. Perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya telah dibakukan dan dituangkan dalam suatu bentuk formulir. Dapat juga dikatakan bahwa perjanjian baku adalah suatu perjanjian yang berlaku dan akan mengikat antara pihak yang saling berkepentingan dan yang isinya dituangkan dalam suatu bentuk tertentu yang dijadikan tolak ukur oleh pihak yang satu tanpa membicarakan isinya terlebih dahulu. Pengertian klausula baku terdapat dalam Pasal 1 point 10 Undang -Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu: setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Yang dibakukan dalam perjanjian tersebut adalah klausul-klausulnya bukan perjanjiannya . 9. Gunawan Widjaja, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001, hal. 53. 10 Ibid 2001Kedudukan nasabah disini sangat lemah sehingga ia menerima saja aturan dan syarat-syarat yang disodorkan oleh pihak bank, karena jika tidak demikian tidak akan mendapatkan pelayanan jasa Internet Banking. Hal ini menunjukkan ketidak seimbangan antara pihak bank dengan pihak nasabah di dalam membuat perjanjian dahulu dengan pihak yang lain, tetapi para pihak dianggap telah menyetujuinya.Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka perjanjian dengan klausula baku telah dilarang. Larangan membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian diatur dalam Pasal 18 ayat (1), berupa: a) Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha. b) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen. c) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli konsumen. d) Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. e) Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen. f) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa. g) Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - Aprilh) Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa pada dunia usaha, walaupun demi kian diperlukan kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak batasan-batasan tertentu sehingga adany a tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan keseimbangan bagi para pihak yang terkai t. terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. Pada perjanjian Internet Banking antara bank dengan nasabah banyak ditemukan syarat-syarat Pasal 18 ayat (2) baku yang sangat merugikan kepentingan nasabah pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula tersebut. Perjanjian dengan syarat-sy arat baku baku yang letaknya atau bentuknya sulit terlihat, yang telah memuat syarat-syara t yang membatasi atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang kewajiban kreditur. Syarat ini d inamakan eksonerasi pengungkapannya sulit dimengerti . klausul, hal ini berarti tanggung jawab salah s atu pihak yang dibatasi. Pasal 18 ayat (3) dinyatakan bahwa: setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh Beban tanggung jawab yang mungkin diberikan pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang oleh peraturan perundang-undangan dihapus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud terhadap penyusun perjanjian dengan syar atpada ayat (1) dan (2) dinyatakan batal demi syarat eksonerasi11. Hal ini dapat ditemu i dalam hukum . perjanjian Internet Banking berupa: (1) Bank tidak bertanggung jawab terhadap Diberlakukannya Undang-undang No. 8 Tahun segala akibat apapun yang timbul karen a 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ketidaklengkapan, ketidakjelasan data atau memberikan pemahaman bahwa perjanjian ketidaktepatan instruksi dari nasabah. dengan klausula baku telah dilarang khususnya Sehingga ini menjadi tanggung jawa b nasabah tentang segala sesuatu yang pengungkapannya yang melakukan transaksi Internet Ba nking sulit dimengerti dan apabila dilakukan maka itu sendiri. perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum (2) Bank tidak bertanggung j awab atas segaia (Pasal 18 ayat (3). Hal Ini merupakan penegasan kegagalan pengiriman informasi k e alamat kembali akan sifat kebebasan berkontrak yang e-mail nasabah yang terjadi bukan k arena diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata yo Pasal kesalahan atau kelalaian Bank. 1337 KUH Perdata. Artinya perjanjian yang (3) Bank tidak berkewajiban untuk me nyimpan memuat klausula baku dilarang oleh Pasal 18 dan/atau mengirimkan ulang informasi yang ayat (1) atau yang memiliki format seperti ayat gagal dikirim ke alamat e-mail n asabah. (2), UUPK No. 8 Tahun 1999 dianggap tidak pernah ada dan mengikat para pihak. Bank dapat mengelak atas semua tanggung jawab, sekiranya Bank dapat membuktikan bahwa Pada kenyataannya perjanjian ini masih kesalahan bukan pada pihak Bank, sehinggadipergunakan oleh dunia usaha, bahkan telah nasabah harus menanggung semua trans aksi atas menjadi kebiasaan bisnis termasuk dalam perjanjian kasalahannya. Internet Banking, walaupun larangan yang sulit dipahami oleh konsumen sebagai klausula baku Hubungan kontraktual antara bank de ngan tidak ditaati oleh pihak pembuat perjanjian yang nasabah merupakan suatu bentuk kontrak tentunya ada pada pihak yang lebih kuat. Untuk itu eksistensi perjanjian baku masih tetap eksis karena cukup praktis dan masih tetap dibutuhkan 11 A.Z. Nasution, Hukum Pe rlindungan Konsumen (Suatu Pengantar), Cet. I, Jakarta : Daya Widya,1999 ,hal. 104Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - Aprilcampuran, yaitu disatu pihak terjadi kontrak pada sisi lain memperlihatkan ciri-ciri perjanjian pemberian kuasa (lastgeving), sebagaimana diatur dalam Pasal 1792 KUH Perdata. Hal ini tercantum dalam perjanjian Internet Banking, bahwa nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mendebet rekening nasabah sesuai dengan transaksi yang diinstruksikan nasabah dan untuk pembayaran biaya atas transaksi. Pemberian kuasa oleh nasabah ini tidak akan berakhir selama nasabah masih memiliki kewajiban terhadap bank.12 Pemberian kuasa yang diberikan oleh nasabah kepada Bank sesuai dengan kuasa yang diberikan kepada Bank, sehingga diberlakukan Pasal-Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1819 KuH Pdt, tentang pemberian kuasa. Perjanjian antara Bank dan nasabah pengguna internet Banking akan berakhir sesuai dengan perjanjian yang dilakukan, seperti juga yang diatur pada Pasal 1381 KUH Perdata, Perikatan hapus karena adanya: 1. pembayaran, 2. penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan, 3. pembaharuan utang, 4. perjumpaan utang atau kompensasi, 5. pencampuran utang; 6. pembebasan utang; 7. musnahnya barang yang terutang, 8. kebatalan atau pembatalan, 9. berlakunya suatu syarat pembatalan dan 10. karena kadaluwarsa. Berakhirnya perjanjian antara bank dan nasabah pengguna internet banking menunjukkan bahwa tidak ada lagi hubungan hukum diantara keduanya. Nasabah akan mengakhiri penggunaan kartu ATM dan menutup semua rekening yang terhubung pada kartu ATM yang disediakan oleh layanan internet Banking, maka e-mail yang diterima oleh nasabah berakhir satu bulan setelah layanan internet banking berakhir. 12 Ibid hal. 1262. Keabsahan Perjanjian pada Transaksi Internet Banking Transaksi bisnis secara on line yang menggunakan internet banking secara yuridis maupun ekonomis sebenarnya sangat riskan, terlalu banyak risiko yang timbul, baik bagi lembaga perbankan maupun bagi nasabah bank, utamanya hal ini ketika belum diberlakukannya UU ITE No. 11 Tahun 2008 yaitu tentang validitas keabsahan dari pesan elektronik sebagai alat bukti seperti yang dimaksud oleh Buku ke IV BW dan HIR/Rbg. Alat bukti mempunyai peran yang sangat sentraldalam memberikan keamanan dan sarana perlindungan pada transaksi elektronik. Pesan elektronik digunakan pada transaksi elektronik berupa massage yang dikirim dan langsung ada yang menerima, maka validitasnya dianggap sah menurut hukum apabila electronic massage yang dimaksud masih utuh artinya tidak ada yang mengubah substansinya, sehingga penerima akan percaya penuh atas massage yang dikirim oleh pengirim. Informasi elektronik dapat berupa data elektronik, pesan electronik (electronic massage) dan rekam elektronic (electronic record). Electronic Massage yang dikirim dan diterima oleh pihak lain maksudnya adalah merupakan data yang diakses, dan digunakan dalam ruang lingkup komersial perdagangan, sepanjang sudah ada kata penerimaan oleh pihak penerima massage (yang diajukan oleh pihak pengirim), maka sudah terjadi kata sepakat, sehingga informasi elektronik sudah dianggap sah. Pada UU ITE terdapat pada Pasal 6, diantaranya dikatakan bahwa: ........informasi elektronik dan/atau Dokumen elektronik dianggap sah, sepanjang informasi yang tercantum didalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan . Pelayanan jasa internet bagi nasabah Bank memberikan layanan perbankan yang dapatBuletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - Aprildiakses secara langsung sesuai kebutuhan, sehingga memudahkan dalam melakukan transaksi di segala bidang. Aktivitas pelayanan jasa internet diatur melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP/2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko, yang dimaksud dengan Internet banking adalah: Salah satu pelayanan jasa bank yang akan memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet dan bukan merupakan bank yang menyelenggarakan layanan perbankan melalui internet, sehingga pendirian dan kegiatan Internet Online Bank tidak diperkenankan. Layanan yang diberikan internet banking kepada nasabah berupa transaksi pembayaran tagihan, informasi rekening, pemindah bukuan antar rekening, informasi terbaru mengenai suku bunga dan nilai tukar valuta asing, administrasi mengenai perubahan Personal Identification Number (PIN), alamat rekening atau kartu, data pribadi dan lainlain, terkecuali pengambilan uang atau penyetoran uang, karena pengambilan yang masih memerlukan layanan ATM dan penyetoran uang masih memerlukan bantuan bank cabang lainnya13. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP/2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko Pasal 1, menyebutkan bahwa: Internet banking merupakan suatu pemanfaatan media internet oleh bank untuk mempromosikan dan sekaligus melakukan transaksi secara online, baik produk yang sifatnya komersial maupun yang baru. Internet banking merupakan salah satu pelayanan perbankan tanpa cabang, yaitu berupa fasilitas yang akan memudahkan nasabah untuk melakukan transaksi perbankan tanpa perlu datang ke kantor cabang . Ditinjau dari segi perbankan pemanfaatan layanan internet banking menjadikan lembaga perbankan tidak lagi memerlukan pengembangan kantor baru atau wilayah layanan baru, dimana biaya yang diperlukan sangat besar. Persepsi ini didukung semata-mata karena adanya inovasi pada perusahaan yang memungkinkan berinteraksinya secara lebih baik dan sekaligus dapat mempromosikan layanannya sendiri14. Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 ayat (1) UU ITE), apabila ditinjau dari Hukum Pembuktian Perdata berarti bahwaessensi perdagangan pada e-commerce terletak pada informasi elektronik dan electronic signature sebagai kunci pengamanannya. Keabsahan electronic signature (termasuk digital signature) sama dengan tanda tangan biasa karena belum ada acuan baku untuk menandatangani sesuatu dengan menggunakan tinta berbasis kertas, Keabsahan suatu tanda tangan pada dasarnya adalah berhubungan dengan otentisitas, keaslian suatu akta, dokumen atau surat. Pada perjanjian yang dilakukan pada e-commerce dikatakan bahwa transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik mengikat para pihak (UU ITE Pasal 18 (1)), dengan demikian seperti yang diatur pada Pasal 1313 KUH Pdt bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian tersebut Sah apabila memenuhi syarat seperti yang tercantum pada Pasal 1320 KUH Pdt, yaitu: 1. Syarat subyektif yang meliputi kata sepakat dan cakap bertindak, 2. Syarat obyektif berisi hal tertentu dan kausa yang halal, 13 Ono W Purbo dan Aang Arif Wahyudi, Mengenai E-Commerce, Jakarta, 14 Budi Agus Riswandi, Hukum Dan Internet Di Indonesia, UII Press, Elex Media Komputindo, 2001, hal. 85. Yogyakarta. hal. 15.Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 2012Volume 10, Nomor 1, Januari - AprilPada sahnya suatu perjanjian apabila diterapkan pada transaksi e-commerce, 1. Kesepakatan dapat terjadi bilamana masing masing pihak (pengirim dan penerima data) melakukan pernyataan kehendaknya atas penawaran dan penerimaan yang akan menimbulkan hubungan hukum, walaupun kedua orang yang bertransaksi tersebut tidak saling bertemu muka. 2. Cakap bertindak untuk bertransaksi, pada Pasal 1329 KUH Pdt disebutkan bahwa setiap orang cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh Undang-Undang tidak dinyatakan tak cakap. Pada transaksi e-commerce syarat ini harus dipenuhi, walaupun masing-masing tidak saling bertatap muka. 3. Hal tertentu diatur pada Pasal 1333 KUH Pdt, Suatu perjanjian mempunyai sebagai pokok, suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal jumlah itu terkemukakan dapat ditentukan atau dihitung. Pada transaksi e-commerce, obyek hukum yang ditawarkan harus ada dalam arti jelas dan riil apa yang menjadi obyek hukum perjanjian. 4. Sebab yang halal, tentu saja pada transaksi e-commerce tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang dan kepentingan umum. Esensi kontrak sebagai suatu perjanjian selalu harus memenuhi empat syarat tersebut diatas, selanjutnya mengikat para pihak. Demikian juga pada e-commerce, kontrak tersebut mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, dalam pelaksanaannya harus tetap dibatasi oleh itikad baik, sebelum, selama ataupun berakhirnya suatu kontrak. Apapun bentuk dan media dari kesepakatan tersebut, tetap berlaku dan mengikat para pihak karena perikatan tersebut merupakan undang-undang bagi mereka yang membuatnya. (Pasal 1338 ayat (1)). Pada setiap kontrak senantiasa dibubuhi tanda tangan para pihak.Tanda tangan