bst abortus imminens
TRANSCRIPT
Bed Side Teaching
ABORTUS IMMINENS
Oleh :
Silfia Mandasari 05120089
Oswaldo 05923087
Pembimbing:
Dr. Hj. Putri Sri Lasmini, SpOG(K)
Bagian/ SMF Obstetri dan Ginekologi
FK Unand/RS. Dr. M. Djamil Padang
2010
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Abortus adalah pengakhiran kehamilan dengan cara apapun sebelum janin
cukup berkembang untuk dapat hidup diluar kandungan. Di Amerika serikat
dikhususkan untuk pengakhiran kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu yang
didasarkan pada tanggal hari pertama haid normal terakhir. Defnisi lain yang
digunakan secara umum adalah kelahiran janin-neonatus yang beratnya kurang
500 gr.
Menurut Eastman abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan
dimana fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus dengan berat antara 400-
1000 gram, atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu. Sedangkan menurut
Jeffcoat, abortus adalah pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilan
28 minggu, yaitu fetus belum viable by law. Beda lagi menurut Holmer, abortus
terjadi sebelum kehamilan minggu ke-16. kesimpulan dari beda pendapat di atas
adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
Apabila abortus terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk
mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain
yang luas digunakan adalah keguguran (miscarriage).
II.2 Etiologi dan faktor resiko
Lebih dari 80 persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama, dan setelah
itu angka ini eepat menurun (Harlap dan Shiono, 1980). Risiko abortus spontan
meningkat seiring dengan paritas serta usia ibu dan ayah (Warburton dan Fraser,
1964; Wilson dkk., 1986). Frekuensi abortus yang secara klinis terdeteksi
meningkat dari 12 persen pada wanita berusia kurang dari 20 tahun menjadi 26
persen pada mereka yang usianya lebih dari 40 tahun. Untuk usia ayah yang sama,
peningkatannya adalah dari 12 sampai 20 persen. Akhirnya, insidensi abortus
meningkat apabila wanita yang bersangkutan hamil dalam 3 bulan setelah
melahirkan bayi aterm (Harlap dan Shiono, 1980).
Mekanisme pasti yang menyebabkan abortus tidak selalu jelas, tetapi pada
bulan-bulan awal kehamilan, ekspulsi ovum seeara spontan hampir selalu
didahului oleh kematian mudigah atau janin. Karena itu, pertimbangan etiologis
pada abortus dini antara lain meneakup pemastian penyebab kematian janin
(apabila mungkin). Pada bulan-bulan selanjutnya, janin sering belum meninggal
in utero sebelum ekspulsi, dan penyebab ekspulsi tersebut perlu diteliti.
Hal-hal yang menyebabkan abortus dapat dibagi sebagai berikut :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin
atau cacat. Kelainan berat dapat biasanya menyebabkan kematian mudigah
pada hamil muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam
pertumbuhan ialah sebagai berikut :
a. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom adalah penyebab langsung abortus spontan.
Suatu metaanalysis menemukan bahwa kelainan kromosom terjadi pada
49 persen abortus spontan. Autosomal Trisomi yang paling sering
diidentifikasi anomali (52 persen), diikuti oleh poliploidi (21 persen) dan
monosomi X (13 persen) .9 Kelainan Kromosom terbanyak yang
mengakibatkan aborsi spontan adalah kejadian acak, seperti kesalahan
gametogenesis ibu dan ayah, dispermia, dan nondisjunction.
Kelainan structural kromosom individu (misalnya, translokasi,
inversi) dilaporkan dalam 6 persen dari wanita yang melngalami abortus
spontan, dan sekitar satu setengah dari kelainan ini adalah inherited.
Kelainan kromosom lebih cenderung dikaitkan dengan aborsi spontan
berulang, tetapi kejadian ini jarang bahkan dalam sampel hanya 4 sampai
6 persen.
Hubungan antara kelainan kromosom yaitu 50% dari aborsi
tersebut mempunyai kariotipe abnormal, Pada 21 dari 40 pasien dengan
dua aborsi karyotyped, aborsi pertama merupakan kromosom normal,
sedangkan di 19 kasus, abnormal.
b. Lingkungan kurang sempurna
c. Pengaruh dari luar (teratogen)
2. Kelainan pada genitalia ibu
Misalnya pada ibu yang menderita :
a. Anomali kongenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dan lain-lain)
b. Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksi uteri fiksata
c. Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menerima nidasi dari ovum
yang sudah dibuahi, seperti kurangnya progesteron atau estrogen,
endrometritis, mioma submukosa.
d. Uterus terlalu cepat teregang (pada kehamilan ganda, mola)
e. Distorsio uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis
3. Gangguan sirkulasi plasenta
Kita jumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi, toksemia
gravidarum, anomali plasenta, dan endartritis oleh karena lues.
4. Penyakit ibu
Misalnya pada pnemonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria, anemia
berat, keracunan, peritonitis, toksoplasmosis, sifilis, tuberkulosis, diabetes
mellitus, dan penyakit sistemik yang berat.
Hipertensi jarang menyebabkan abortus di bawah 20 minggu, tetapi dapat
menyebabkan kematian janin dan pelahiran preterm. Celiac sprue (sindrom
malabsorbsi) dilaporkan menyebabkan infertilitas wanita dan pria serta
abortus rekuren (Sher dkk, 1994).
5. Antagonis Rhesus
Pada antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus,
sehingga terjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.
6. Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi
Umpamanya : obat-obatan uteretonika, ketakutan, laparatomi, dan lain-lain.
Atau dapat juga karena trauma langsung terhadap fetus : selaput janin rusak
langsung karena instrumen, benda dan obat-obatan.
7. Penyakit bapak :
penyakit kronis seperti : TBC, anemi, malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan
(alkohol, nikotin, Pb dan lain-lain) sinar Rontgen.
Faktor Risiko untuk Aborsi Spontan
Ibu usia lanjut
Resiko dari abortus spontan adalah 8,9% pada wanita berusia 20-24
tahun dan 74,7% pada mereka yang berusia 45 tahun atau lebih. Tua usia
ibu adalah faktor risiko yang untuk abortus spontan terlepas dari jumlah
keguguran sebelumnya, paritas, atau periode kalender. Risiko terjadinya
ektopik kehamilan dan kelahiran mati juga meningkat dengan meningkatnya
usia ibu. Kesimpulan kehilangan janin tinggi pada wanita di akhir
30-an atau lebih tua, terlepas dari riwayat reproduksi. Ini
harus dipertimbangkan dalam perencanaan dan konseling kehamilan.(1708)
Suatu study berjudul “Maternal age and fetal loss: population based
register linkage study: meneliti pengaruh dari usia ibu dan kematian
janin. Berdasarkan data kesehatan penduduk Denmark. Lebih dari satu
per lima dari seluruh kehamilan pada wanita berusia 35 tahun
mengakibatkan kematian janin, dan pada usia 42 tahun lebih dari setengah
kehamilan (54,5%) mengakibatkan kematian janin.
Peningkatan risiko kematian janin berkurang pada wanita berusia kurang
dari 20 tahun dan risiko meningkat pada wanita berusia lebih dari 35
tahun. (1708) Grafik
Mengkonsumsi Alkohol
Menggunakan gas anestesi (misalnya, oksida nitrat)
Penyakit kronis ibu: diabetes tak terkontrol, penyakit celiac.
Abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat pada
wanita dengan diabetes dependen-insulin. Risiko ini berkaitan dengan derajat
kontrol metabolik pada trimester pertama. Dalam suatu studi prospektif, Mills
dkk (1988) melaporkan bahwa pengendalian glukosa secara dini (dalam 21
hari setelah konsepsi) menghasilkan angka abortus spontan yang setara
dengan angka pada kelompok kontrol nondiabetik Namun, kurangnya
pengendalian glukosa menyebabkan peningkatan angka abortus yang
mencolok Dalam sebuah penelitian dari Children's Hospital of Pittsburgh,
Dorman dkk (1999) melaporkan angka abortus spontan yang secara bermakna
lebih tinggi pada wanita diabetik dibandingkan dengan pasangan nondiabetik
dari pria dengan diabetes tipe I (27 versus 8 persen). Terjadi penurunan
sementara angka abortus spontan pada para wanita diabetik ini dari 26 persen
sebelum tahun 1969 menjadi 5,7 persen dari tahun 1980 sampai 1989. Para
penulis ini mendalilkan bahwa penurunan ini mungkin disebabkan oleh
perbaikan dalam penanganan medis, misalnya swapemantauan glukosa.
Penyakit autoimun (khususnya sindrom antifosfolipid antibodi)
Merokok
Merokok dilaporkan menyebabkan peningkatan risiko abortus euploidi
(Harlap dan Shiono, 1980). Bagi wanita yang merokok lebih dari 14 batang
per hari, risiko tersebut sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan kontrol
normal (Kline dkk, 1980). Armstrong dkk (1992) menghitung bahwa risiko
abortus meningkat secara linier 1,2 kali untuk setiap 10 batang rokok yang
diisap per hari
Pemakai Kokain
Konsepsi dalam waktu tiga sampai enam bulan setelah melahirkan
Menggunakan alat Intrauterine
Infeksi ibu: vaginosis bakteri; mycoplasmosis, herpes simpleks virus,
toksoplasmosis, listeria, klamidia, HIV,
sifilis, parvovirus B19, malaria, gonore, rubella, cytomegalovirus
Konsumsi kopi dalam jumlah lebih dari empat cangkir per hari tampaknya
sedikit meningkatkan risiko abortus (Armstrong dkk, 1992). Risiko
tampaknya meningkat seiring dengan peningkatan jumlah. Dalam suatu studi
oleh Klebanoff dkk., (1999), kadar paraxantin (suatu metabolit kafein) dalam
darah ibu menyebabkan peningkatan dua kali lipat risiko abortus spontan
hanya apabila kadar tersebut sangat tinggi.
Obat: misoprostol (Cytotec), retinoid, methotrexate, non steroid
obat anti-inflamasi
Aborsi spontan sebelumnya
Racun: arsenik, timbal, etilen glikol, karbon disulfida, poliuretan,
logam berat, pelarut organic
Banyak bahan kimia berbahaya yang merupakan predisposisi aborsi
spontan. Mereka termasuk stirena dan monomer lainnya pada industri plastik,
karbon disulfida dan hidrogen sulfida di industri rayon trichloroethylene, dan
tetrachlorethylene di laundry, dan bahan kimia reaktif banyak industri
farmasi. Analisa frekuensi aborsi spontan di antara perempuan dengan
abortus spontan dianalisis antara pekerja kimia Finlandia 1973-1976
Informasi pada pekerja (9000 wanita)
diperoleh dari file Persatuan Pekerja Kimia; kejadian
abortus diperoleh dari Rumah Sakit Discharge Registry of the National, 52
abortus spontan dicatat pada pekerja kimia, aborsi spontan adalah 8 54%
(abortus spontan/ kehamilan) dan 15 57% (abortus spontan /
Kelahiran), yang secara signifikan lebih tinggi daripada proporsi masing-
masing antara semua wanita Finlandia. Bagian yang memiliki risiko yaitu
plastik, terutama stirena, viscose rayon, dan industri farmasi dan laundry.
Patologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan desidua basalis, diikuti nekrosis
jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda
asing oleh uterus. Kemudian uterus berkontraksi uterus yang menyebabkan
ekspulsi untuk mengeluarkan hasil konsepsi tersebut. Apabila kantung dibuka,
biasanya dijumpai janin keeil yang mengalami maserasi dan dikelilingt. oleh
eairan, atau mungkin tidak tampak janin di dalam kantung dan disebut blighted
ovum.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi khorialis belum menembus
desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada
kehamilan 8-12 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak
dilepaskan secara sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada
kehamilan lebih dari 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu daripada plasenta.
Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk seperti kantong kosong amnion atau
benda kecil yang tak jelas bentuknya, janin lahir mati, janin masih hidup, mola
kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
Pada abortus tahap lebih lanjut, terdapat beberapa kemungkinan hasil.
Janin yang tertahan dapat mengalami maserasi. Tulang-tulang tengkorak kolaps
dan abdomen kembung oleh eairan yang mengandung darah. Kulit melunak dan
terkelupas in utero atau dengan sentuhan ringan, meninggalkan dermis. Organ-
organ dalam mengalami degenerasi dan nekrosis. Cairan amnion mungkin
terserap saat janin tertekan dan mengering untuk membentuk fetus kompresus.
Kadang-kadang, janin akhimya menjadi sedemikian kering dan tertekan sehingga
mirip dengan perkamen, yang disebut juga sebagai fetus papiraseus.
Ovulasi dapat kembali terjadi sedini 2 minggu pasea-abortus. Uihteenmaki
dan Luukkainen (1978) mendeteksi lonjakan luteinizing hormone (LH) 16 sampai
22 hari setelah abortus pada 15 dari 18 wanita yang diteliti. Selain itu, kadar
progesteron plasma-yang merosot setelah abortus-meningkat segera setelah
lonjakan LH.
Perubahan-perubahan hormon ini berlangsung seiring dengan perubahan
histologis pada biopsi endometrium seperti yang diuraikan oleh Boyd dan
Holmstrom (1972). Karena itu, kontrasepsi yang efektif perlu dimulai segera
setelah abortus.
Klasifikasi dan Gejala Klinis Abortus spontan
Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanik atau
medisinalis, semata-mata karena faktor alamiah.
a. Abortus komplet
Artinya seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga
rongga rahim kosong.
b. Abortus inkomplet
Hanya sebagian hasil konsepsi yang dikeluarkan, sisanya yang ketinggalan
adalah plasenta atau desidua basalis.
Tanda-tandanya adalah:
1. Terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan dan perdarahan masih
berlangsung terus.
2. Cervix tetap terbuka karena masih ada benda didalam rahim yang
dianggap corpus alienum, maka uterus akan berusaha mengeluarkannya
dengan mengadakan kontraksi.
c. Abortus insipien
Suatu abortus yang tidak dapat dipertahankan lagi, pada pemeriksaan fisik
ditandai dengan pecahnya selaput janin dan pembukaan servik dan kontraksi
uterus.
Pada abortus insipiens didapatkan tanda-tanda :
1. Perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah.
2. Nyeri karena kontraksi rahim kuat
3. Akibat kontraksi rahim terjadi pembukaan.
4. Hasil konsepsi masih dalam uterus.
d. Abortus imminens
Abortus ini baru mengancam dan masih ada harapan untuk
mempertahankannya.
Abortus imminens didiagnosis kalau pada kehamilan muda terdapat :
1. Perdarahan pervaginam yang sedikit
2. Nyeri memilin karena kontraksi tidak ada atau sedikit sekali.
3. Pada pemeriksaan dalam belum ada pembukaan.
4. Tidak ditemukan kelainan pada serviks.
Pada abortus imminens masih ada harapan bahwa kehamilan masih
berlangsung terus.
e. Missed abortion
Keadaan janin sudah mati tetapi masih tetap dalam rahim dan tidak
dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
f. Abortus habitualis
Adalah suatu keadaan dimana telah terjadi abortus 3 kali atau lebih secara
berurutan.
g. Abortus infeksi
Abortus yang disertai infeksi pada genitalia, diagnosis ditegakkan dengan
adanya tanda infeksi pada genitalia seperti panas, takikardia, perdarahan
pervaginam yang bau, uterus yang besar dan lembek, nyeri tekan dan
leukositosis.
ABORTUS IMMINENS
Diagnosis
Diagnosis abortus imminens (threatened abortion) dipikirkan apabila :
Terjadi perdarahan atau rabas (discharge) per vaginam pada paruh pertama
kehamilan. Hal ini sangat sering dijumpai, dan satu dari empat atau lima
wanita mengalami bercak (spotting) atau perdarahan per vaginam yang lebih
banyak pada awal gestasi.
Mereka yang mengalami perdarahan pada awal kehamilan, sekitar separuhnya
akan keguguran.
Perdarahan umumnya sedikit, tetapi dapat menetap selama beberapa hari
sampai beberapa minggu. Sayangnya, akan terjadi peningkatan risiko hasil
kehamilan yang suboptimal dalam bentuk pelahiran preterm, berat lahir
rendah, dan kematian perinatal (Batzofin dkk., 1984; Funderburk dkk., 1980).
Yang utama, risiko malformasi janin tampaknya tidak meningkat.
Nyeri abortus mungkin terasa di anterior dan jelas bersifat ritmis; nyeri dapat
berupa nyeri punggung bawah yang menetap disertai perasaan tertekan di
panggul; atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis tengah suprapubis.
Apapun bentuk nyerinya, prognosis keberlanjutan kehamilan apabila terjadi
perdarahan yang disertai nyeri adalah buruk. Peningkatan angka kematian
perinatal dijumpai pada wanita yang kehamilannya mengalami penyulit
abortus iminens pada awal gestasi.
Sonografi vagina, pemeriksaan kuantitatif serial kadar gonadotropin
korionik (hCG) serum, dan kadar progesteron serum, yang diperiksa tersendiri
atau dalam berbagai kombinasi, terbukti bermanfaat untuk memastikan apakah
terdapat janin hidup intrauterus. Fossum dkk. (1988) melaporkan bahwa kantung
janin biasanya dapat dilihat dengan sonografi vagina antara 33 sampai 35 hari
sejak hari pertama haid terakhir (Tabel 33-3). Hal ini disertai dengan kadar
gonadotropin korionik sekitar 1000 mlU/ml. Oleh karena itu, apabila kantung
gestasi terlihat dan hCG serum kurang dari 1000 mlU/ml, kedl kemungkinannya
gestasi dapat dipertahankan. Namun, apabila timbul keraguan, perlu dilakukan
pengukuran kadar gonadotropin serial.
AI-Sebai dkk. (1995) melaporkan bahwa pengukuran progesteron satu kali
memiliki sensitivitas dan spesifisitas 88 persen dalam memperkirakan janin
intrauterus hidup versus mati atau kehamilan tuba. Stovall dkk. (1992)
melaporkan bahwa hanya sekitar 1 persen kehamilan abnormal (abortus inkomplet
spontan dan kehamilan ektopik) yang kadar progesteron serumnya 25 ng/ml atau
lebih. Kadar progesteron serum yang kurang dari 5 ng/ ml berkaitan dengan
konseptus yang telah meninggal, tetapi hal ini tidak dapat menentukan apakah
lokasi kehamilan intra atau ekstrauterus. Hahlin dkk. (1990) melaporkan bahwa
tidak ada kehamilan intrauterus hidup yang kadar progesteronnya kurang dari 10
ng/ ml; dan 88 persen dari kehamilan ektopik dan 83 persen dari abortus spontan
memiliki kadar yang lebih rendah. Oleh karena itu, apabila kantung janin tampak
jelas, kadar gonadbtropin kurang dari 1000 mIU / ml, dan kadar proges teron
serum kurang dari 5 ng/ml, hampir pasti menandakan bahwa tidak terdapat
kehamilan intrauterus.
Dibuktikannya cincin gestasional yang jelas dan berbatas tegas dengan
echo di tengah dari mudigah secara sonografis menandakan bahwa produk
konsepsi cukup sehat (Tabel 33-3). Kantung gestasi tanpa echo sentral dari
mudigah atau janin merupakan isyarat kuat, tetapi belum membuktikan, bahwa
konseptus meninggal. Apabila abortus tidak terhindarkan, rata-rata diameter
kantung gestasi sering lebih kecil daripada ukuran untuk usia gestasinya. Semua
kehamilan intrauterus hidup dapat. dilihat dengan ultrasonografi transvagina pada
hari ke-41 gestasi (Lipscomb dkk., 2000). Selain itu, pada sekitar 45 hari setelah
haid terakhir dan sesudahnya, gerakan jantung janin seharusnya terlihat dengan
ultrasonografi real-time. Emerson dkk., (1992) serta Pellerito dkk., (1992)
melaporkan hasil-hasil yang sangat baik dengan teknik pencitraan color and
pulsed Doppler flow per vaginam daiam mengidentifikasi gestasi intrauterus hid
up.
Diagnosis Banding
Serviks abnormal (e.g., excessive friability, malignancy, polyps, trauma)
Kehamilan Ektopik
Perdarahan idiopatik pada kehamilan
Infeksi vagina dan serviks
Mola hidaditosa
Abortus spontan
Perdarahan subkhorion
Trauma vagina
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan pènunjang yang diperlukan adalah:
1) USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
2) Test Kehamilan
3) Fibrinogen pada missed abortio
Ketika pada pemeriksaan USG transvaginal, ditemukan uterus kosong dan
jumlah kuantitatif serum hCG lebih besar dari 1.800 mIU per mL (1.800 IU per
L), maka kehamilan ektopik harus difikirkan. Jika ditemukan kosong pada
pemeriksaan USG mungkin aborsi spontan selesai, tetapi diagnosis tidak pasti
sampai kehamilan ektopik disingkirkan. Jika pemeriksaan USG menemukan
sebuah kehamilan intrauterin, kemungkinan KET tersingkirkan, meskipun
kehamilan heterotopic telah dilaporkan (yaitu, secara simultan kontrasepsi dan
kehamilan ektopik) .
Risiko abortus spontan menurun 50 hingga 3 persen bila detak jantung
janin diidentifikasi pada USG. Ketika pemeriksaan klinis didapatkan leher rahim
melebar, aborsi spontan tidak bisa dihindari.. Namun, evaluasi serviks tidak dapat
digunakan untuk membedakan antara yang abortus complete dan incomplete.
Transvaginal USG harus dilakukan dan sangat dapat digunakan untuk
menemukan jaringan konsepsi, dengan sensitivitas 90 hingga 100 persen dan 80-
92, persen specificity.7 8 Sebuah aborsi spontan biasanya didiagnosis dengan
ultrasonografi rutin atau ketika USG scan diperoleh karena gejala dan tanda-tanda
fisik kehamilan (griebel)
Pemeriksaan laboratorium harus mencakup hidroksida kalium dan "wet
prep" pemeriksaan mikroskopis dari cairan vagina, hitung darah lengkap, hitung
darah dan Rh, dan tes hCG serum kuantitatif. pemeriksaan gonore dan klamidia
juga harus dipertimbangkan. Ultrasonografi sangat penting dalam
mengidentifikasi status kehamilan dan memverifikasi bahwa kehamilan di
intrauteri.
Penatalaksanaan
Abortus imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan
tanpa adanya dilatasi servik.
Penanganan abortus imminens :
1. Istirahat-baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan,
karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan
berkurangnya rangsang mekanik
2. Jangan melakukan aktifitas fisik berlebihan dan coitus dilarang selama 2
minggu.
3. Pemberian progesteron memang tidak banyak manfaatnya.
4. Pemeriksaan ultrasonografi penting dilakukan untuk menentukan apakah
janin masih hidup.
Macam dan lamanya perdarahan menentukan prognosis kelangsungan
kehamilan. Prognosis menjadi kurang baik bila perdarahan berlangsung lama,
mules-mules yang disertai pendataran dan pembukaan servik.
Komplikasi
1. Perdarahan
2. Perforasi
3. Infeksi
4. Gagal ginjal akut
5. Syok
DAFTAR PUSTAKA
1. Winkjosastro, H : Ilmu Kebidanan edisi ketiga cetakan keempat. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. 1999; 302-312.
2. Mochtar R. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis
Obstetri. Edisi kedua. Editor : Lutan D. EGC, Jakarta, 1998; 209-217
3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ. In: William’s Obstetrics. Ed 23.
The Mc Graw-Hill Companies. New York, 2001
4. Latest Research : spontaneous Abortion. Diakses dari
http://www.fertilitysolution.com/PDF/abort.pdf
5. Estronaut : Signs of a Spontaneus Abortion. Diakses dari
http://www.gennexhealth.com
6. Mansjoer A, dkk. Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam : Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta, 2001; 260-265.
7. K Hemminki', dkk. Spontaneous Abortions Among Female Chemical
Workers in Finland.'Department of Industrial Hygiene and Toxicology,
Institute of Occupational Health, Haartmaninkatu 1, SF-00290 Helsinki
29, Finland. Journal of Assisted Reproduction and Genetics, Vol. 15, No.
5, 1998
8. INFECTION AND IMMUNITY, Jan. 1993, p. 124-134
9. Am J Hum Genet. A Cytogenetic Study of Repeated Spontaneous
Abortions. 32:723 -730, 1980
10. AnneMarie Nybo Andersen, dkk.Maternal age and fetal loss: population
based register. BMJ VOLUME 320 24 JUNE 2000 bmj.com
11. Management of Spontaneous Abortion CRAIG P. GRIEBEL, M.D.,
JOHN HALVORSEN, M.D., THOMAS B. GOLEMON, M.D., and
ANTHONY A. DAY, M.D., University of Illinois College of Medicine at
Peoria, Peoria, Illinois. October 1, 2005. Volume 72, Number 7 di akses
dari www.aafp.org/afp American Family Physician
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien wanita umur 23 tahun datang ke IGD RSUP DR. M.
Djamil Padang tanggal 28 Oktober 2010 pukul 13.00 WIB dengan :
Keluhan Utama : Keluar darah sedikit-sedikit dari kemaluan sejak 2 jam sebelum
masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluar darah sedikit-sedikit dari kemaluan sejak 2 jam sebelum masuk
rumah sakit, darah berwarna merah kehitaman dan membercaki celana
dalam. Keluar jaringan seperti daging disangkal,
Riwayat keluar jaringan seperti mata ikan disangkal
Riwayat trauma (-), demam (-), keputihan (-)
Terlambat haid sejak + 2 bulan yang lalu
HPHT 23 oktober 2010
BAB dan BAK biasa.
Riwayat menstruasi : menarche usia 13 tahun, siklus 1xsebulan, lamanya
6-7 hari, banyaknya 2-3 x ganti duk/hari, nyeri (-)
Ini adalah kehamilan yang ke 2, anak terkecil berusia 2 tahun 4 bulan
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah menderita penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal,
penyakit diabetes melitus dan hipertensi.
Riwayat keguguran sebelumnya tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, penyakit
menular dan penyakit kejiwaan
Riwayat perkawinan :
1 x tahun 2003
Riwayat kehamilan / abortus / persalinan : 2 / 0 / 1
1. Tahun 2008, perempuan, 3400 gram, cukup bulan, bidan, normal, hidup
2. Sekarang
Riwayat Imunisasi : Tidak ada
Riwayat kontrasepsi : Tidak ada
Pemeriksaan Fisik :
Status Generalis :
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,90C
Keadaan Gizi :
Tinggi Badan : 152 cm
Berat Badan : 53 kg
Edema : -
Anemis : -
Ikterus : -
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5 – 2 cmH2O, kelenjer tiroid tidak membesar
Thorax : Jantung dan Paru dalam batas normal
Abdomen : Status Obstetri
Genitalia : Status Obstetri
Ekstreinitas : Reflek fisiologis +/+ , reflek patologis -/-
Status obstetri
Muka : cloasma gravidarum (-)
Mammae : membesar, tidak menegang, areola dan papila
hiperpigmentasi, kolustrum (+)
Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit, linea mediana hiperpigmentasi
Palpasi : Fundus Uteri teraba 1 jari diatas simfisis pubis,
defans muskuler (-),nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia :
Inspeksi : v/u tenang
Inspekulo :
Vagina : tumor (-), laserasi (-), Fluxus (+), tampak cairan berwarna
merah kehitaman sedikit menumpuk di fornix posterior
Portio : MP : sebesar jempol kaki orang dewasa, tumor (-), laserasi
(-), fluxus (+) tampak cairan berwarna merah kehitaman
merembes dari canalis cervicalis, OUE tertutup
Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 11,8 gr/dl
Leukosit : 6.900/mm3
Trombosit : 312.000/mm3
Ht : 37
Plano test : (+)
Diagnosis
G2P1A0H1 gravid 9-10 mg + Abortus Imminens
Sikap
Rawat / Bed Rest Total
Pemeriksaan USG
Kontrol vital sign dan perdarahan pervaginam
Hasil USG
Tampak GS intrra uterine
Fetal echo (+) FHM (+)
Biometri : CRL 2,5 cm
Kesan : Gravid 9-10 minggu sesuai biometri
Terapi
Amoxicillin
Antalgin
DISKUSI
Telah dilaporkan sebuah kasus seorang pasien wanita umur 23 tahun
datang ke IGD RSUP. M. Djamil Padang pada tanggal 28 Oktober 2010 dengan
Diagnosis G2P1A0H1 gravid 10 – 11 mg + Abortus Imminens.
Dari anamnesis amenore sejak 2 bulan yang lalu dan terdapatnya
perdarahan pervaginam yang membercaki celana dalam pada paruh pertama
kehamilan disertai nyeri.
Pada Status obstetrikus didapatkan perut tidak tampak membuncit, FUT
teraba 1 jari diatas simfisis pubis. Dari pemeriksaan inspekulo didapatkan tampak
cairan berwarna merah kehitaman sedikit menumpuk di fornix posterior, dan
cairan berwarna merah kehitaman merembes dari kanalis servikalis, serta OUE
tertutup.
Perawatan konservatif dipilih sebagai penanganan abortus imminens,
karena dengan istirahat baring selama 48 jam akan bisa diketahui suatu kehamilan
bisa dipertahankan atau tidak, yaitu dikontrol dari perdarahan pervaginamnya.
Jika suatu konsepsi bisa dipertahankan maka perdarahan akan berhenti dengan
sendirinya dengan istirahat 48 jam tersebut. Selain itu dengan tidur berbaring
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang
mekanik