bruxism.doc
DESCRIPTION
Bruxism.docTRANSCRIPT
Bruxism adalah aktivitas rongga mulut yang menggeretak dan menggrinding gigi, yang biasa terjadi saat tidur malam hari. Kerot atau dalam bahasa kedokteran gigiBruxism adalah suatu kondisi di mana menggiling gigi (menggeser gigi bolak-balik satu sama lain), menggertakkan atau mengepalkan gigi (berkontak rapat antara gigi atas dan bawah), yang terjadi tanpa sengaja atau tidak disadari.Mesioversi indikasi penyimpangan dari posisi normal (malposisi) perindividual gigi-geligi lebih ke mesial dari posisi normal Sariawan atau Stomatitis Aftosa adalah suatu kelainan pada selaput lendir mulut yang berbentuk luka pada mulut yang ditandai dengan bercak berwarna putih kekuningan dengan permukaan agak cekung.Linea Alba (White Line) adalah kondisi yang paling sering muncul di sepanjang mukosa bukal setinggi dataran oklusal gigi rahang atas dan rahang bawah yang disebabkan adanya tekanan, iritasi gesekan, dan trauma dari permukaan gigi (Neville dkk., 2009). Linea alba berbentuk garis putih keabuan memanjang di mukosa bukal, biasanya bilateral di kanan dan kiri, berawal dari sudut mulut hingga gigi posterior. Penampakan klinis berupa warna putih keabuan disebabkan hiperkeratosis epitel. Lesi ini tidak berbahaya dan tidak memerlukan perawatan berarti (Neville dkk., 2009).Edema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh terkumpulnya cairan - cairan berlebihan yang terperangkap pada jaringan tubuh.Edema (Oedema) atau sembab adalah meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan interstitium) yang disertai dengan penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa (jaringan ikat longgar dan rongga-rongga badan).
LINEA ALBA (pada rongga mulut)
A. DefinisiLinea alba merupakan alur horizontal pada mukosa setinggi bidang oklusal, meluas dari lip commissure sampai gigi posterior, biasanya berhubungan dengan tekanan, iritasi friksional, atau sucking trauma. Berupa garis putih yang lateral akibat dari hyperkeratosis trauma jaringan dari hasil gesekan gigi yang berdekatan dan sesuai dengan konfigurasi gigi di daerah ini. gesekakn gigi-gigi ini dapat menyebakan perubahan-perubahan epitel yang menebal dan terdiri dari jaringan hiperkeratotik.Terjadi pada individu yang memiliki susunan gigi yang posisinya tidak normal, patah, berjejal, atau keluar dari lengkung rahang ke arah pipi sehingga menyebabkan pipi bagian dalam sering bergesekan dengan gigi atau tidak sengaja tergigit maka lama kelamaan dapat timbul garis putih. Garis tersebut akibat friksi (gesekan) dengan gigi yang sesungguhnya hanya merupakan pembentukan jaringan keratin yang berlebihan. (disebut cheek biting)B. Etiologi
variasi dalam diet (pola makan) dan kebersihan mulut frekuensi kontak gesekan dengan makanan dan gigi efek dari merokok, tekstur makanan dan penyebab iritasi lainnya
iritasi---> penebalan epitel (hiperkeratotik)---> respon gesekan pada gigiC. Gambaran klinis
asimptomatik umumnya bilateral lebih sering pada individu dengan reduced overjet pada gigi posterior
terbatas pada rahang yang bergigi tidak dapat dihapus
D. Penanganan tidak perlu perawatan penyebabnya dihilangkan
E. Pemeriksaan penunjang Test diagnostic, berdasarkan gambaran klinis Biopsi, sangat jarang dilakukan, kecuali memiliki gambaran aptikal atau diagnosisnya
tidak pasti
LESI TRAUMA DALAM RONGGA MULUT
Dalam rongga mulut dapat timbul lesi yang salah satunya disebabkan karena adanya
trauma. Biasanya trauma tersebut diakibatkan oleh kerusakan mekanik seperti kontak dengan
makanan yang tajam, tergigit ketika makan, bicara, bahkan tidur. Lesi ini juga bisa terjadi akibat luka
bakar benda panas, listrik atau kimia. Lokasi lesi traumatik bisa terjadi pada mukosa pipi, mukosa
bibir, palatum dan tepi perifer dari lidah (Bricker dkk., 1994).
Tanda dan gejala klinik yaitu tampak membran fibrin kekuningan dengan tepi eritema
disertai rasa nyeri (Regezi dkk., 2003). Pada beberapa kasus tepi ulkus berwarna putih dikarenakan
adanya hiperkeratosis (Neville dkk., 2009). Ulkus traumatik dapat sembuh dalam beberapa hari atau
minggu setelah etiologi terjadinya ulkus dihilangkan. Rasa nyeri hilang dalam waktu 3-4 hari dan
sembuh dalam waktu 10-14 hari (Wood dan Goaz, 1997).
Ulkus traumatik dapat disebabkan oleh berbagai macam trauma, yaitu trauma fisik, trauma
termal, trauma elektrik, trauma kimiawi, dan trauma radiasi (Bricker dkk., 1994).
A. TRAUMA FISIK
Luka akibat trauma fisik pada kulit atau mukosa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 4,
yaitu:
a. Abrasion (luka lecet)
Merupakan luka di permukaan yang disebabkan karena kulit atau mukosa berkontak dengan
benda tajam maupun permukaan kasar seperti jalan raya/beton (saat terjatuh) yang akan
meninggalkan luka dangkal yang kasar dan berdarah. Luka ini dapat menyebabkan terlepasnya
jaringan epitelium dan benda asing menempel sehingga sering terjadi infeksi. Luka seperti ini sering
mengakibatkan rasa sakit, hal tersebut dikarenakan ujung saraf yang terbuka akibat luka.
Perawatan yang dilakukan adalah membersihkan luka dengan sabun desinfektan pada kulit,
sedangkan untuk gingiva dan mukosa oral dengan irigasi larutan saline. Antibiotik terkadang perlu
diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi.
b. Contusion (luka memar)
Merupakan luka yang terjadi akibat pukulan atau tertimpa benda tumpul. Luka ini tidak
merusak mukosa, namun hanya akan membuat darah berekstravasasi ke jaringan subkutan yang
menyebabkan area membiru (ecchymosis) dan memar. Bentuk luka ini adalah perdarahan dari
jaringan subkutan tanpa adanya kerusakan jaringan lunak di sekitarnya.
Perawatan yang dilakukan adalah aplikasi kompres dingin pada area luka. Apabila gingiva yang
mengalami luka seperti ini, dapat dilakukan perawatan dengan observasi, pembersihan lokal, dan
pemberian antibiotik. Luka seperti ini yang terisolasi pada jaringan lunak dalam jangka waktu yang
lama mungkin mengindikasikan adanya fraktur tulang.
c. Laceration (luka gores)
Merupakan luka dangkal maupun dalam pada jaringan lunak yang disebabkan tergores baik oleh
benda tajam dan tumpul, tepi luka biasanya disertai memar. Luka ini mungkin akan mengganggu
pembuluh darah, saraf, otot, dan kelenjar saliva. Area yang sering terlibat adalah bibir, mukosa oral,
gingiva, dan lidah. Luka ini sering terjadi karena terobeknya mukosa atau kulit pada kecelakaan
kendaraan bermotor. Perawatan yang dilakukan adalah pembersihan luka, pemberian antibiotik, dan
terkadang perlu dilakukan penjahitan (suturing).
Lacerations menurut bentuk lukanya dapat diklasifikasikan menjadi:
Crescent shaped (bulan sabit): disebabkan oleh benda tumpul yang mempunyai tepi
permukaan yang tajam (misalnya palu).
Linear with ’Y’ shaped ends (garis dengan ujung huruf Y): disebabkan oleh benda sempit
memanjang (batang besi, batang logam, pipa).
Stellate (bintang): disebabkan oleh benda yang mempunyai permukaan tajam dengan ujung
tumpul membulat.
Triangular (segitiga): disebabkan oleh pointed bayonet, seperti paku.
d. Soft tissue avulsion
Luka avulsi (hilangnya jaringan) merupakan luka yang terjadi karena gigitan hewan yang
menimbulkan luka lecet yang sangat dalam dan lebar.
e. Puncture wounds (luka tusuk)
Merupakan luka tusukan yang disebabkan oleh penetrasi benda tajam langsung ke dalam kulit,
seperti pisau dan tembakan senjata. Perawatan yang dilakukan adalah pembersihan luka dengan
desinfektan, pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi, dan mungkin juga dilakukan penjahitan
pada luka yang lebar. (Miloro, 2004 ; Balaji, 2007 ; Karmakar, 2007 ; Andreasen, 2011)
Macam-macam Lesi Trauma Fisik dalam Rongga Mulut:
Penyebab lain terjadinya lesi dalam rongga mulut akibat trauma fisik di antaranya: malposisi gigi,
menyikat gigi terlalu keras, tergigit, kebiasaan menggigit-gigit bibir atau pipi, pembuatan protesa gigi
yang salah (bagian flange yang terlalu menekan gingiva tau bagian baseplate terlalu menekan
palatum), restorasi gigi yang tajam, penggunaan instrumen kedokteran gigi (cotton roll, saliva
ejector, bur).
1. Linea Alba
Linea alba (white line) adalah kondisi yang paling sering muncul di sepanjang mukosa bukal
setinggi dataran oklusal gigi rahang atas dan rahang bawah yang disebabkan adanya tekanan, iritasi
gesekan, dan trauma dari permukaan gigi (Neville dkk., 2009). Linea alba berbentuk garis putih
keabuan memanjang di mukosa bukal, biasanya bilateral di kanan dan kiri, berawal dari sudut mulut
hingga gigi posterior. Penampakan klinis berupa warna putih keabuan disebabkan hiperkeratosis
epitel. Lesi ini tidak berbahaya dan tidak memerlukan perawatan berarti (Neville dkk., 2009).
2. Morsicatio Buccarum
Lesi putih pada rongga mulut ini disebabkan adanya iritasi kronis akibat mengisap-isap atau
menggigit-gigit pipi. Hal tersebut akan menyebabkan area trauma menjadi lebih tebal, luka, dan
lebih pucat daripada jaringan di sekitarnya. Lesi ini seringkali muncul pada orang yang sedang
mengalami stress tinggi atau orang yang mempunyai kebiasaan menggigit-gigit pipi, bibir maupun
lidah (Greenberg dan Glick, 2003).
Penampakan klinis dari lesi ini sering ditemukan bilateral pada mukosa bukal, namun ada juga
yang unilateral dikombinasikan dengan adanya lesi pada bibir, lidah, atau keduanya. Area putih
menebal seperti bekas cabikan didominasi dengan area eritematous dan permukaan yang kasar.
Pemeriksaan histopatologis hasil biopsi menyatakan adanya hiperkeratosis yang menyebar dengan
jumlah keratin yang banyak. Tidak ada perawatan yang perlu dilakukan selama lesi dirasa tidak
mengganggu pasien. Apabila pasien memerlukan perawatan dapat dilakukan dengan membuat
cetakan akrilik yang menutupi permukaan fasial gigi untuk menghindari akses mukosa bukal (Neville
dkk., 2009).
3. Frictional (Traumatic) Keratosis
Traumatic keratosis didefinisikan sebagai plak putih dengan permukaan kasar dan terluka yang
disebabkan iritasi mekanis dari gigi tiruan yang kasar atau tepi gigi yang tajam. Pemeriksaan
histologis menyatakan lesi dengan hiperkeratosis dan akantosis. Lesi ini tidak mengacu pada
keganasan. Lokasi lesi biasanya pada mukosa bukal, bibir, dan lidah (Greenberg dan Glick, 2003).
4. Toothbrush Injury
Trauma dari sikat gigi disebabkan iritasi mekanis dari bulu sikat gigi pada margin gingiva dan
gingiva cekat. Lokasi lesi ini dapat ditemukan pada seluruh permukaan gingiva, namun yang paling
sering terjadi pada gingiva rahang atas di antara gigi kaninus dan premolar (karena pada lokasi ini
biasanya menggunakan tekanan maksimal selama menyikat gigi). Penampakan klinis lesi berupa
erosi tunggal dengan area eritematous, berwarna putih atau merah, dan beberapa menyebabkan
rasa sakit. Lesi ini tidak memerlukan perawatan, namun mengurangi faktor lokal dengan memperbaiki
cara menyikat gigi (Purkait, 2003).
5. Traumatic Hematoma
Traumatic hematoma pada mukosa oral terjadi karena adanya tekanan mekanis yang
menyebabkan perdarahan pada jaringan di rongga mulut. Penampakan klinis berupa lesi irreguler
berwarna kemerahan. Lokasi yang paling sering terjadi lesi ini adalah lidah dan bibir, penyebab
utamanya adalah tergigitnya mukosa oral dan penggunaan yang tidak benar dari instrumen
kedokteran gigi. Tidak ada perawatan yang perlu dilakukan, lesi akan sembuh dalam waktu 4-6 hari
(Laskaris, 2003).
6. Cotton Roll Stomatitis
Cotton roll sangat biasa diaplikasikan pada praktek kedokteran gigi untuk menjaga permukaan
gigi tetap kering. Kekeringan yang berlebihan pada permukaan mukosa akan tampak setelah
gulungan kapas dilepas. Penampakan klinis lesi adalah erosi yang tertutupi pseudomembran putih,
yang akan sembuh dalam 4-6 hari dan tidak memerlukan perawatan yang berarti (Laskaris, 2003).
7. Denture Stomatitis
Denture stomatitis atau denture sore mouth sering terjadi pada pasien yang menggunakan gigi
tiruan dalam waktu lama. Lesi ini biasanya ditemukan pada palatum. Penampakan klinis berupa
mukosa yang tertutup plat gigi tiruan edema berwarna merah dengan titik-titik putih yang
merupakan akumulasi Candida albicans atau sisa makanan. Beberapa kasus tidak menimbulkan
gejala pada pasien, namun ada beberapa yang mengeluhkan sensasi rasa terbakar dan nyeri.
Penyebab yang biasa terjadi karena iritasi gigi tiruan, sisa-sisa makanan yang menumpuk di bawah
permukaan plat gigi tiruan, dan infeksi C. albicans. Perawatan yang perlu dilakukan adalah
memperbaiki gigi tiruan dan menjaga kebersihan mulut dengan baik (Laskaris, 2003).
8. Submucosal Hemorrhage (Petechiae, Ecchymosis, Hematoma)
Hemoragi intraoral disebabkan karena rupturnya pembuluh darah yang terjadi akibat trauma
fisik (ekstraksi gigi, tergigit, fellatio, batuk kronis, muntah), trauma sekunder pasca pembedahan,
dan kelainan perdarahan seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, dan terapi antikoagulan.
Petechiae adalah area perdarahan kecil yang tidak meninggi, purpura adalah area hemoragi yang
lebih besar dan tidak meninggi, ecchymosis adalah area hemoragi dengan diameter lebih dari 2 mm.
Hematoma adalah sekumpulan darah yang berekstravasasi dari pembuluh darah lokal ke jaringan
dan secara klinis menyebabkan pembengkakan. Hemoragi submukosal biasanya berwarna merah-
keunguan, ungu, atau biru-kehitaman. Hemoragi biasanya terbentuk bersama jaringan granulasi dan
sembuh dengan sendirinya tanpa perawatan. Hematoma yang ukurannya sangat besar dapat diinsisi
dan dilakukan drainase (Neville dkk., 2009).
9. Traumatic Atrophic Glossitis
Traumatic atrophic glossitis berupa area eritematous pada lidah yang disebabkan adanya
iritasi atau trauma fisik, di antaranya restorasi gigi yang tidak tepat, gigi tiruan yang patah atau
rusak, tepi insisal gigi yang tajam, kalkulus yang berlebihan pada gigi-gigi anterior rahang bawah, dan
gigi yang crowded. Lokasi lesi pada ujung dan lateral lidah dengan area yang terlibat trauma akan
menipis dan berwarna merah, papilla filliformis menghilang, papilla fungiformis membesar dan
memerah. Pemeriksaan histopatologis menyatakan adanya penipisan papilla lidah, vasodilatasi
jaringan ikat di bawahnya dengan infiltrasi sel inflamasi kronis yaitu limfosit dan sel plasma.
Perawatan yang dilakukan adalah mengurangi faktor iritasi dan meminimalisasi pergerakan lidah
(Purkait, 2003).
10. Traumatic Ulcerations
Ulkus traumatik paling sering terjadi di pipi, bibir, dan lidah. Tergigitnya lidah merupakan
ulkus tunggal yang seringkali terjadi pada tepi lateral lidah (Bricker dkk., 1994). Tanda dan gejala
klinik yaitu tampak membran fibrin kekuningan dengan tepi eritema disertai rasa nyeri (Regezi dan
Sciubba, 2003). Lokasinya bisa bersebelahan dengan gigi yang karies atau patah, tepi plat gigi tiruan
atau ortodontik. Ulkus traumatik biasanya tunggal, ukurannya bervariasi, bentuknya bulat atau oval.
Dasar lesi kekuningan, tepinya merah dan tidak ada indurasi. Ulkus traumatik sembuh dalam
beberapa hari, setelah penyebabnya dihilangkan (Birnbaum dan Dunne, 2009). Ulkus traumatik yang
ditemukan pada area anterior lidah bayi disebabkan oleh natal teeth disebut Riga-Fede disease
(Regezi dan Sciubba, 2003).
Pemeriksaan histopatologis ulkus traumatik akut menunjukkan hilangnya permukaan
epitelium yang digantikan oleh jaringan fibrin dengan neutrofil. Dasar ulkus terdiri dari kapiler yang
melebar dan jaringan granulasi. Regenerasi epitelium dimulai dari tepi ulkus, dengan sel-sel
proliferatif pindah dari dasar jaringan granulasi dan di bawah gumpalan darah (Regezi dan Sciubba,
2003). Beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dari ulserasi
yang terjadi ialah:
Hindari makanan yang dapat menyakitkan ulserasi.
Hindari makanan yang pedas dan asam yang dapat menyebabkan iritasi lebih lanjut. Lebih baik
mengkonsusmsi makanan yang lebih lembut dalam potongan yang kecil-kecil sebagai gantinya.
Sebaiknya hindari mengkonsumsi makanan panas atau dingin karena dapat membuat rasa sakit
ketika dimakan.
Gunakan sedotan ketika minum.
Penggunaan sedotan ketika minum akan membuat area luka aman terhadap cairan minuman.
Minuman yang mengandung alkohol yang diminum tanpa menggunakan sedotan akan dapat
menyebabkan luka teriritasi.
Menjaga dan meningkatkan kebersihan mulut.
Walaupun terdapat luka, tetapi kebersihan mulut harus tetap dijaga dan ditingkatkan seperti
menyikat gigi dengan lebih hati-hati agar tidak memperparah ulserasi, berkumur beberapa kali
sehari (Anonim, 2009).
B. TRAUMA TERMAL DAN ELEKTRIK
1. Trauma Termal
Trauma termal dapat disebabkan karena seseorang memakan pizza yang terlalu panas atau makanan
dengan keju yang meleleh di atasnya sehingga menyebabkan luka bakar pada palatum atau ventral
lidah (Bricker dkk., 1994). Lesi akibat trauma termal biasanya terjadi pada palatum dan mukosa
bukal posterior. Penampakan klinis lesi dengan area eritematous dan ulserasi dengan sisa jaringan
epitel di sekelilingnya. Tidak ada perawatan khusus yang dilakukan untuk lesi ini karena akan
sembuh dengan sendirinya (Neville dkk., 2009).
2. Trauma Elektrik
Trauma elektrik biasanya disebabkan oleh peralatan elektrik yang digigit dengan mulut. Lokasi yang
biasa terjadi lesi akibat trauma elektrik adalah mukosa bibir dan sudut mulut. Mulanya tidak terasa
adanya rasa sakit, area berwarna kekuningan dengan sedikit atau tidak ada perdarahan, terjadi
edema setelah beberapa jam dan berlangsung hingga 12 hari. Pada hari ke-empat, lesi akan menjadi
nekrosis dan mulai terjadi perdarahan. Area lipatan mukobukal, lidah, gigi di sekitarnya mungkin
akan terlibat dan gigi menjadi non vital dengan atau tanpa nekrosis di sekitar tulang alveolar.
Perawatan yang diberikan untuk pasien dengan lesi seperti ini adalah antibiotik profilaksis untuk
mencegah adanya infeksi sekunder (Neville dkk., 2009).
C. TRAUMA KIMIAWI
Trauma kimiawi di dalam rongga mulut biasanya akibat bahan-bahan kedokteran gigi yang
digunakan dalam praktek, misalnya aspirin, hidrogen peroksida, silver nitrat, fenol, larutan anestesi,
dan bahan perawatan saluran akar. Trauma kimiawi dapat disebabkan karena pemakaian obat-
obatan yang bersifat kaustik, seperti obat kumur yang tinggi kandungan alcohol, hydrogen
peroksida, atau fenol, dan penggunaan obat aspirin baik tablet maupun topikal pada mukosa sebagai
obat sakit gigi. Lesi biasanya terletak pada forniks atau lipatan mukobukal dan gingiva. Area yang
terluka berbentuk ireguler, berwarna putih, dilapisi pseudomembran, dan sangat sakit. Area yang
terlibat sangat mungkin meluas. Jika kontak dengan agen kimia terjadi cukup singkat, maka lesi yang
terbentuk berupa kerut-kerut berwarna putih tanpa nekrosis jaringan. Kontak dalam waktu lama
(biasanya dengan aspirin, sodium hipoklorid, dan fenol) dapat menyebabkan kerusakan yang lebih
berat dan pengelupasan jaringan yang nekrosis. Mukosa non-keratinisasi yang tidak cekat lebih
sering mengalami luka bakar dibandingkan mukosa cekat (Greenberg dan Glick, 2003).
1. Aspirin
Acetylsalicylic acid (aspirin) merupakan agen yang biasa menyebabkan trauma kimiawi
dalam rongga mulut. Jaringan rongga mulut rusak ketika aspirin diisap pada area lipatan mukobukal
dalam jangka waktu yang cukup lama untuk melegakan nyeri gigi.
2. Silver Nitrat
Silver nitrat biasa digunakan oleh dokter gigi sebagai agen kauterisasi untuk merawat kasus
stomatitis aptosa. Bahan ini mampu meredakan gejala secara instan dengan membakar akhiran saraf
pada ulkus. Namun, silver nitrat sering merusak jaringan di sekitarnya dan menghambat
penyembuhan atau bahkan dapat menyebabkan nekrosis di lokasi aplikasinya (jarang terjadi). Oleh
sebab itu, penggunaan silver nitrat sebaiknya dikurangi.
3. Sodium Hipoklorid
Sodium hipoklorid atau bahan pemutihan gigi, sering digunakan untuk irigasi saluran akar
dan dapat menyebabkan ulkus yang cukup parah akibat kontak dengan jaringan lunak di dalam
rongga mulut.
4. Hidrogen Peroksida
Hidrogen peroksida sering digunakan sebagai bahan irigasi intraoral untuk pencegahan
penyakit periodontal. Pada konsentrasi ≥3%, hidrogen peroksida dapat menyebabkan jaringan
nekrosis.
5. Pasta Gigi dan Obat Kumur
Beberapa kasus ulserasi dan luka jaringan di dalam mulut telah dilaporkan disebabkan
karena salah penggunaan obat kumur dan pasta gigi komersial. Reaksi hipersensitivitas, ulserasi, dan
pengelupasan epitel yang tidak biasa terjadi pernah dilaporkan terjadi pada penggunaan pasta gigi
yang mengandung kayu manis (cinnamons). Bahan yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas
diduga adalah kandungan aldehid. Reaksi ini tampak mirip dengan reaksi yang disebabkan oleh
bahan kimia lain seperti aspirin dan hidrogen peroksida. Selain itu, ditemukan pula kasus luka bakar
di bibir, mulut, dan lidah pada pasien yang menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol dan
klorheksidin (Greenberg dan Glick, 2003).
6. Smoker’s Melanosis
Individu yang merokok mungkin akan timbul area hiperpigmentasi melanin pada mukosanya
tergantung pada jumlah batang rokok sehari-hari. Smoker’s melanosis paling sering ditemukan di
area gingiva anterior pada maksila maupun mandibula. Pigmentasi bervariasi dari warna coklat
terang hingga gelap dan tampak difus. Perawatan yang dilakukan adalah biopsi, terutama pada area
palatum. Smoker’s melanosis akan menghilang sedikit demi sedikit selama 3 tahun setelah berhenti
merokok (Neville dkk., 2009).
7. Anesthetic Necrosis
Kasus yang jarang terjadi, nekrosis fokal jaringan dapat timbul pada lokasi injeksi anestesi
lokal. Predileksi terjadinya lesi pada palatum durum, yang jaringan mukosanya berikatan cekat
dengan tulang di bawahnya. Biasanya lesi ini timbul sebagai lesi ulser yang bertepi reguler yang
timbul beberapa hari setelah injeksi. Ulser terjadi akibat nekrosis iskemia yang kemungkinan
disebabkan karena trauma langsung dari larutan anestesi, vasokonstriksi epinefrin, atau keduanya.
Penyembuhan ulser memerlukan waktu beberapa minggu dan terkadang dapat menjadi kronis.
Stimulus lokal, misalnya usapan sitologi, cukup untuk merangsang penyembuhan ulser (Neville dkk.,
2009).
8. Soft Tissue Emphysema
Kasus ini merupakan fenomena yang jarang terjadi dimana udara atau gas masuk ke dalam
jaringan lunak. Pada regio orofasial, soft-tissue emphysema sering terkait dengan penggunaan
syringe udara atau handpiece dimana udara ditiupkan pada lokasi pembedahan, laserasi, atau duktus
kelenjar saliva. Kemungkinan penyebab lainnya adalah trauma, batuk keras, dan memainkan
instrumen musik tiup. Udara dapat memasuki jaringan dan menyebabkan pembengkakan
mendadak. Tanda klinis yaitu ditemukan krepitasi pada palpasi. Emfisema pada leher dapat
menyebar ke bawah dan menyebabkan pneumomediastinum. Pasien dengan soft-tissue emphysema
sebaiknya dirawat dengan antibiotik untuk pencegahan infeksi sekunder. Kebanyakan kasus sembuh
dalam 1–2 minggu (Neville dkk., 2009).
D. TRAUMA RADIASI
Perawatan kanker dengan kemoterapi dan radiasi pada daerah kepala dan leher dapat
menyebabkan timbulnya ulserasi. Hal tersebut dikarenakan perawatan kanker bertujuan untuk
membunuh pertumbuhan sel-sel dengan cepat seperti sel kanker. Beberapa sel yang sehat pada
tubuh membelah dan tumbuh dengan cepat, termasuk sel yang melapisi bagian mukosa. Sayangnya,
sel-sel sehat juga dirusak oleh kemoterapi dan radiasi ini. Kerusakan pada sel-sel di dalam mulut
membuat kemampuannya untuk sembuh dan melawan bakteri menjadi sulit sehingga dapat
menyebabkan luka dan infeksi (Anonim, 2009). Salah satu masalah yang sering terjadi akibat
kemoterapi atau radioterapi adalah mukositis (Scully, 2004).
Oral mucositis merupakan manifestasi oral akibat paparan radiasi yang timbul pada minggu kedua
setelah terapi pada area yang terkena sinar X secara langsung, misalnya mukosa bukal, ventral lidah,
palatum molle, dan dasar mulut. Gambaran klinis lesi awal berwarna keputihan dengan deskuamasi
pada keratin, selanjutnya atrofi pada mukosa dengan gambaran edematous dan eritematous. Oral
mucositis akan sembuh 2-3 minggu setelah terapi dihentikan (Neville dkk., 2009).