bruxism.doc

14
Bruxism adalah aktivitas rongga mulut yang menggeretak dan menggrinding gigi, yang biasa terjadi saat tidur malam hari. Kerot atau dalam bahasa kedokteran gigi Bruxism adalah suatu kondisi di mana menggiling gigi (menggeser gigi bolak-balik satu sama lain), menggertakkan atau mengepalkan gigi (berkontak rapat antara gigi atas dan bawah), yang terjadi tanpa sengaja atau tidak disadari. Mesioversi indikasi penyimpangan dari posisi normal (malposisi) perindividual gigi-geligi lebih ke mesial dari posisi normal Sariawan atau Stomatitis Aftosa adalah suatu kelainan pada selaput lendir mulut yang berbentuk luka pada mulut yang ditandai dengan bercak berwarna putih kekuningan dengan permukaan agak cekung. Linea Alba (White Line) adalah kondisi yang paling sering muncul di sepanjang mukosa bukal setinggi dataran oklusal gigi rahang atas dan rahang bawah yang disebabkan adanya tekanan, iritasi gesekan, dan trauma dari permukaan gigi (Neville dkk., 2009). Linea alba berbentuk garis putih keabuan memanjang di mukosa bukal, biasanya bilateral di kanan dan kiri, berawal dari sudut mulut hingga gigi posterior. Penampakan klinis berupa warna putih keabuan disebabkan hiperkeratosis epitel. Lesi ini tidak berbahaya dan tidak memerlukan perawatan berarti (Neville dkk., 2009). Edema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh terkumpulnya cairan - cairan berlebihan yang terperangkap pada jaringan tubuh. Edema (Oedema) atau sembab adalah meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan interstitium) yang disertai dengan penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa (jaringan ikat longgar dan rongga-rongga badan). LINEA ALBA (pada rongga mulut) A. Definisi Linea alba merupakan alur horizontal pada mukosa setinggi bidang oklusal, meluas dari lip commissure sampai gigi posterior, biasanya berhubungan dengan tekanan, iritasi friksional, atau sucking trauma. Berupa garis putih yang lateral akibat dari hyperkeratosis trauma jaringan dari hasil gesekan gigi yang berdekatan dan sesuai dengan konfigurasi gigi di daerah ini.

Upload: rezkiki

Post on 01-Dec-2015

31 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Bruxism.doc

TRANSCRIPT

Page 1: Bruxism.doc

Bruxism adalah aktivitas rongga mulut yang menggeretak dan menggrinding gigi, yang biasa terjadi saat tidur malam hari. Kerot atau dalam bahasa kedokteran gigiBruxism adalah suatu kondisi di mana menggiling gigi (menggeser gigi bolak-balik satu sama lain), menggertakkan atau mengepalkan gigi (berkontak rapat antara gigi atas dan bawah), yang terjadi tanpa sengaja atau tidak disadari.Mesioversi indikasi penyimpangan dari posisi normal (malposisi) perindividual gigi-geligi lebih ke mesial dari posisi normal Sariawan atau Stomatitis Aftosa adalah suatu kelainan pada selaput lendir mulut yang berbentuk luka pada mulut yang ditandai dengan bercak berwarna putih kekuningan dengan permukaan agak cekung.Linea Alba (White Line) adalah kondisi yang paling sering muncul di sepanjang mukosa bukal setinggi dataran oklusal gigi rahang atas dan rahang bawah yang disebabkan adanya tekanan, iritasi gesekan, dan trauma dari permukaan gigi (Neville dkk., 2009). Linea alba berbentuk garis putih keabuan memanjang di mukosa bukal, biasanya bilateral di kanan dan kiri, berawal dari sudut mulut hingga gigi posterior. Penampakan klinis berupa warna putih keabuan disebabkan hiperkeratosis epitel. Lesi ini tidak berbahaya dan tidak memerlukan perawatan berarti (Neville dkk., 2009).Edema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh terkumpulnya cairan - cairan berlebihan yang terperangkap pada jaringan tubuh.Edema (Oedema) atau sembab adalah meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan interstitium) yang disertai dengan penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa (jaringan ikat longgar dan rongga-rongga badan).

LINEA ALBA (pada rongga mulut)

A. DefinisiLinea alba merupakan alur horizontal pada mukosa setinggi bidang oklusal, meluas dari lip commissure sampai gigi posterior, biasanya berhubungan dengan tekanan, iritasi friksional, atau sucking trauma. Berupa garis putih yang lateral akibat dari hyperkeratosis trauma jaringan dari hasil gesekan gigi yang berdekatan dan sesuai dengan konfigurasi gigi di daerah ini. gesekakn gigi-gigi ini dapat menyebakan perubahan-perubahan epitel yang menebal dan terdiri dari jaringan hiperkeratotik.Terjadi pada individu yang memiliki susunan gigi yang posisinya tidak normal, patah, berjejal, atau keluar dari lengkung rahang ke arah pipi sehingga menyebabkan pipi bagian dalam sering bergesekan dengan gigi atau tidak sengaja tergigit maka lama kelamaan dapat timbul garis putih. Garis tersebut akibat friksi (gesekan) dengan gigi yang sesungguhnya hanya merupakan pembentukan jaringan keratin yang berlebihan. (disebut cheek biting)B. Etiologi

variasi dalam diet (pola makan) dan kebersihan mulut frekuensi kontak gesekan dengan makanan dan gigi efek dari merokok, tekstur makanan dan penyebab iritasi lainnya

iritasi---> penebalan epitel (hiperkeratotik)---> respon gesekan pada gigiC. Gambaran klinis

asimptomatik umumnya bilateral lebih sering pada individu dengan reduced overjet pada gigi posterior

Page 2: Bruxism.doc

terbatas pada rahang yang bergigi tidak dapat dihapus

D. Penanganan tidak perlu perawatan penyebabnya dihilangkan

E. Pemeriksaan penunjang Test diagnostic, berdasarkan gambaran klinis Biopsi, sangat jarang dilakukan, kecuali memiliki gambaran aptikal atau diagnosisnya

tidak pasti

LESI TRAUMA DALAM RONGGA MULUT

Dalam rongga mulut dapat timbul lesi yang salah satunya disebabkan karena adanya

trauma. Biasanya trauma tersebut diakibatkan oleh kerusakan mekanik seperti kontak dengan

makanan yang tajam, tergigit ketika makan, bicara, bahkan tidur. Lesi ini juga bisa terjadi akibat luka

bakar benda panas, listrik atau kimia. Lokasi lesi traumatik bisa terjadi pada mukosa pipi, mukosa

bibir, palatum dan tepi perifer dari lidah (Bricker dkk., 1994).

Tanda dan gejala klinik yaitu tampak membran fibrin kekuningan dengan tepi eritema

disertai rasa nyeri (Regezi dkk., 2003). Pada beberapa kasus tepi ulkus berwarna putih dikarenakan

adanya hiperkeratosis (Neville dkk., 2009). Ulkus traumatik dapat sembuh dalam beberapa hari atau

minggu setelah etiologi terjadinya ulkus dihilangkan. Rasa nyeri hilang dalam waktu 3-4 hari dan

sembuh dalam waktu 10-14 hari (Wood dan Goaz, 1997).

Ulkus traumatik dapat disebabkan oleh berbagai macam trauma, yaitu trauma fisik, trauma

termal, trauma elektrik, trauma kimiawi, dan trauma radiasi (Bricker dkk., 1994).

A.    TRAUMA FISIK

Luka akibat trauma fisik pada kulit atau mukosa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 4,

yaitu:

a.      Abrasion (luka lecet)

Merupakan luka di permukaan yang disebabkan karena kulit atau mukosa berkontak dengan

benda tajam maupun permukaan kasar seperti jalan raya/beton (saat terjatuh) yang akan

meninggalkan luka dangkal yang kasar dan berdarah. Luka ini dapat menyebabkan terlepasnya

jaringan epitelium dan benda asing menempel sehingga sering terjadi infeksi. Luka seperti ini sering

mengakibatkan rasa sakit, hal tersebut dikarenakan ujung saraf yang terbuka akibat luka.

Perawatan yang dilakukan adalah membersihkan luka dengan sabun desinfektan pada kulit,

sedangkan untuk gingiva dan mukosa oral dengan irigasi larutan saline. Antibiotik terkadang perlu

diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi.

b.      Contusion (luka memar)

Page 3: Bruxism.doc

Merupakan luka yang terjadi akibat pukulan atau tertimpa benda tumpul. Luka ini tidak

merusak mukosa, namun hanya akan membuat darah berekstravasasi ke jaringan subkutan yang

menyebabkan area membiru (ecchymosis) dan memar. Bentuk luka ini adalah perdarahan dari

jaringan subkutan tanpa adanya kerusakan jaringan lunak di sekitarnya.

Perawatan yang dilakukan adalah aplikasi kompres dingin pada area luka. Apabila gingiva yang

mengalami luka seperti ini, dapat dilakukan perawatan dengan observasi, pembersihan lokal, dan

pemberian antibiotik. Luka seperti ini yang terisolasi pada jaringan lunak dalam jangka waktu yang

lama mungkin mengindikasikan adanya fraktur tulang.

c.       Laceration (luka gores)

Merupakan luka dangkal maupun dalam pada jaringan lunak yang disebabkan tergores baik oleh

benda tajam dan tumpul, tepi luka biasanya disertai memar. Luka ini mungkin akan mengganggu

pembuluh darah, saraf, otot, dan kelenjar saliva. Area yang sering terlibat adalah bibir, mukosa oral,

gingiva, dan lidah. Luka ini sering terjadi karena terobeknya mukosa atau kulit pada kecelakaan

kendaraan bermotor. Perawatan yang dilakukan adalah pembersihan luka, pemberian antibiotik, dan

terkadang perlu dilakukan penjahitan (suturing).

Lacerations menurut bentuk lukanya dapat diklasifikasikan menjadi:

Crescent shaped (bulan sabit): disebabkan oleh benda tumpul yang mempunyai tepi

permukaan yang tajam (misalnya palu).

Linear with ’Y’ shaped ends (garis dengan ujung huruf Y): disebabkan oleh benda sempit

memanjang (batang besi, batang logam, pipa).

Stellate (bintang): disebabkan oleh benda yang mempunyai permukaan tajam dengan ujung

tumpul membulat.

Triangular (segitiga): disebabkan oleh pointed bayonet, seperti paku.

d.      Soft tissue avulsion

Luka avulsi (hilangnya jaringan) merupakan luka yang terjadi karena gigitan hewan yang

menimbulkan luka lecet yang sangat dalam dan lebar.

e.       Puncture wounds (luka tusuk)

Merupakan luka tusukan yang disebabkan oleh penetrasi benda tajam langsung ke dalam kulit,

seperti pisau dan tembakan senjata. Perawatan yang dilakukan adalah pembersihan luka dengan

desinfektan, pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi, dan mungkin juga dilakukan penjahitan

pada luka yang lebar. (Miloro, 2004 ; Balaji, 2007 ; Karmakar, 2007 ; Andreasen, 2011)

Macam-macam Lesi Trauma Fisik dalam Rongga Mulut:

Penyebab lain terjadinya lesi dalam rongga mulut akibat trauma fisik di antaranya: malposisi gigi,

menyikat gigi terlalu keras, tergigit, kebiasaan menggigit-gigit bibir atau pipi, pembuatan protesa gigi

yang salah (bagian flange yang terlalu menekan gingiva tau bagian baseplate terlalu menekan

Page 4: Bruxism.doc

palatum), restorasi gigi yang tajam, penggunaan instrumen kedokteran gigi (cotton roll, saliva

ejector, bur).

1.      Linea Alba

Linea alba (white line) adalah kondisi yang paling sering muncul di sepanjang mukosa bukal

setinggi dataran oklusal gigi rahang atas dan rahang bawah yang disebabkan adanya tekanan, iritasi

gesekan, dan trauma dari permukaan gigi (Neville dkk., 2009). Linea alba berbentuk garis putih

keabuan memanjang di mukosa bukal, biasanya bilateral di kanan dan kiri, berawal dari sudut mulut

hingga gigi posterior. Penampakan klinis berupa warna putih keabuan disebabkan hiperkeratosis

epitel. Lesi ini tidak berbahaya dan tidak memerlukan perawatan berarti (Neville dkk., 2009).

2.      Morsicatio Buccarum

Lesi putih pada rongga mulut ini disebabkan adanya iritasi kronis akibat mengisap-isap atau

menggigit-gigit pipi. Hal tersebut akan menyebabkan area trauma menjadi lebih tebal, luka, dan

lebih pucat daripada jaringan di sekitarnya. Lesi ini seringkali muncul pada orang yang sedang

mengalami stress tinggi atau orang yang mempunyai kebiasaan menggigit-gigit pipi, bibir maupun

lidah (Greenberg dan Glick, 2003).

Penampakan klinis dari lesi ini sering ditemukan bilateral pada mukosa bukal, namun ada juga

yang unilateral dikombinasikan dengan adanya lesi pada bibir, lidah, atau keduanya. Area putih

menebal seperti bekas cabikan didominasi dengan area eritematous dan permukaan yang kasar.

Pemeriksaan histopatologis hasil biopsi menyatakan adanya hiperkeratosis yang menyebar dengan

jumlah keratin yang banyak. Tidak ada perawatan yang perlu dilakukan selama lesi dirasa tidak

mengganggu pasien. Apabila pasien memerlukan perawatan dapat dilakukan dengan membuat

cetakan akrilik yang menutupi permukaan fasial gigi untuk menghindari akses mukosa bukal (Neville

dkk., 2009).

  3.      Frictional (Traumatic) Keratosis

Traumatic keratosis didefinisikan sebagai plak putih dengan permukaan kasar dan terluka yang

disebabkan iritasi mekanis dari gigi tiruan yang kasar atau tepi gigi yang tajam. Pemeriksaan

histologis menyatakan lesi dengan hiperkeratosis dan akantosis. Lesi ini tidak mengacu pada

keganasan. Lokasi lesi biasanya pada mukosa bukal, bibir, dan lidah (Greenberg dan Glick, 2003).

4.      Toothbrush Injury

Trauma dari sikat gigi disebabkan iritasi mekanis dari bulu sikat gigi pada margin gingiva dan

gingiva cekat. Lokasi lesi ini dapat ditemukan pada seluruh permukaan gingiva, namun yang paling

sering terjadi pada gingiva rahang atas di antara gigi kaninus dan premolar (karena pada lokasi ini

biasanya menggunakan tekanan maksimal selama menyikat gigi). Penampakan klinis lesi berupa

erosi tunggal dengan area eritematous, berwarna putih atau merah, dan beberapa menyebabkan

Page 5: Bruxism.doc

rasa sakit. Lesi ini tidak memerlukan perawatan, namun mengurangi faktor lokal dengan memperbaiki

cara menyikat gigi (Purkait, 2003).

5.      Traumatic Hematoma

Traumatic hematoma pada mukosa oral terjadi karena adanya tekanan mekanis yang

menyebabkan perdarahan pada jaringan di rongga mulut. Penampakan klinis berupa lesi irreguler

berwarna kemerahan. Lokasi yang paling sering terjadi lesi ini adalah lidah dan bibir, penyebab

utamanya adalah tergigitnya mukosa oral dan penggunaan yang tidak benar dari instrumen

kedokteran gigi. Tidak ada perawatan yang perlu dilakukan, lesi akan sembuh dalam waktu 4-6 hari

(Laskaris, 2003).

6.      Cotton Roll Stomatitis

Cotton roll sangat biasa diaplikasikan pada praktek kedokteran gigi untuk menjaga permukaan

gigi tetap kering. Kekeringan yang berlebihan pada permukaan mukosa akan tampak setelah

gulungan kapas dilepas. Penampakan klinis lesi adalah erosi yang tertutupi pseudomembran putih,

yang akan sembuh dalam 4-6 hari dan tidak memerlukan perawatan yang berarti (Laskaris, 2003).

  7.      Denture Stomatitis

Denture stomatitis atau denture sore mouth sering terjadi pada pasien yang menggunakan gigi

tiruan dalam waktu lama. Lesi ini biasanya ditemukan pada palatum. Penampakan klinis berupa

mukosa yang tertutup plat gigi tiruan edema berwarna merah dengan titik-titik putih yang

merupakan akumulasi Candida albicans atau sisa makanan. Beberapa kasus tidak menimbulkan

gejala pada pasien, namun ada beberapa yang mengeluhkan sensasi rasa terbakar dan nyeri.

Penyebab yang biasa terjadi karena iritasi gigi tiruan, sisa-sisa makanan yang menumpuk di bawah

permukaan plat gigi tiruan, dan infeksi C. albicans. Perawatan yang perlu dilakukan adalah

memperbaiki gigi tiruan dan menjaga kebersihan mulut dengan baik (Laskaris, 2003).

8.      Submucosal Hemorrhage (Petechiae, Ecchymosis, Hematoma)

Hemoragi intraoral disebabkan karena rupturnya pembuluh darah yang terjadi akibat trauma

fisik (ekstraksi gigi, tergigit, fellatio, batuk kronis, muntah), trauma sekunder pasca pembedahan,

dan kelainan perdarahan seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, dan terapi antikoagulan.

Petechiae adalah area perdarahan kecil yang tidak meninggi, purpura adalah area hemoragi yang

lebih besar dan tidak meninggi, ecchymosis adalah area hemoragi dengan diameter lebih dari 2 mm.

Hematoma adalah sekumpulan darah yang berekstravasasi dari pembuluh darah lokal ke jaringan

dan secara klinis menyebabkan pembengkakan. Hemoragi submukosal biasanya berwarna merah-

keunguan, ungu, atau biru-kehitaman. Hemoragi biasanya terbentuk bersama jaringan granulasi dan

sembuh dengan sendirinya tanpa perawatan. Hematoma yang ukurannya sangat besar dapat diinsisi

dan dilakukan drainase (Neville dkk., 2009).

9.      Traumatic Atrophic Glossitis

Page 6: Bruxism.doc

Traumatic atrophic glossitis berupa area eritematous pada lidah yang disebabkan adanya

iritasi atau trauma fisik, di antaranya restorasi gigi yang tidak tepat, gigi tiruan yang patah atau

rusak, tepi insisal gigi yang tajam, kalkulus yang berlebihan pada gigi-gigi anterior rahang bawah, dan

gigi yang crowded. Lokasi lesi pada ujung dan lateral lidah dengan area yang terlibat trauma akan

menipis dan berwarna merah, papilla filliformis menghilang, papilla fungiformis membesar dan

memerah. Pemeriksaan histopatologis menyatakan adanya penipisan papilla lidah, vasodilatasi

jaringan ikat di bawahnya dengan infiltrasi sel inflamasi kronis yaitu limfosit dan sel plasma.

Perawatan yang dilakukan adalah mengurangi faktor iritasi dan meminimalisasi pergerakan lidah

(Purkait, 2003).

10.  Traumatic Ulcerations

Ulkus traumatik paling sering terjadi di pipi, bibir, dan lidah. Tergigitnya lidah merupakan

ulkus tunggal yang seringkali terjadi pada tepi lateral lidah (Bricker dkk., 1994). Tanda dan gejala

klinik yaitu tampak membran fibrin kekuningan dengan tepi eritema disertai rasa nyeri (Regezi dan

Sciubba, 2003). Lokasinya bisa bersebelahan dengan gigi yang karies atau patah, tepi plat gigi tiruan

atau ortodontik. Ulkus traumatik biasanya tunggal, ukurannya bervariasi, bentuknya bulat atau oval.

Dasar lesi kekuningan, tepinya merah dan tidak ada indurasi. Ulkus traumatik sembuh dalam

beberapa hari, setelah penyebabnya dihilangkan (Birnbaum dan Dunne, 2009). Ulkus traumatik yang

ditemukan pada area anterior lidah bayi disebabkan oleh natal teeth disebut Riga-Fede disease

(Regezi dan Sciubba, 2003).

Pemeriksaan histopatologis ulkus traumatik akut menunjukkan hilangnya permukaan

epitelium yang digantikan oleh jaringan fibrin dengan neutrofil. Dasar ulkus terdiri dari kapiler yang

melebar dan jaringan granulasi. Regenerasi epitelium dimulai dari tepi ulkus, dengan sel-sel

proliferatif pindah dari dasar jaringan granulasi dan di bawah gumpalan darah (Regezi dan Sciubba,

2003). Beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dari ulserasi

yang terjadi ialah:

Hindari makanan yang dapat menyakitkan ulserasi.

Hindari makanan yang pedas dan asam yang dapat menyebabkan iritasi lebih lanjut. Lebih baik

mengkonsusmsi makanan yang lebih lembut dalam potongan yang kecil-kecil sebagai gantinya.

Sebaiknya hindari mengkonsumsi makanan panas atau dingin karena dapat membuat rasa sakit

ketika dimakan.

Gunakan sedotan ketika minum.

Penggunaan sedotan ketika minum akan membuat area luka aman terhadap cairan minuman.

Minuman yang mengandung alkohol yang diminum tanpa menggunakan sedotan akan dapat

menyebabkan luka teriritasi.

Menjaga dan meningkatkan kebersihan mulut.

Page 7: Bruxism.doc

Walaupun terdapat luka, tetapi kebersihan mulut harus tetap dijaga dan ditingkatkan seperti

menyikat gigi dengan lebih hati-hati agar tidak memperparah ulserasi, berkumur beberapa kali

sehari (Anonim, 2009).

 

B.     TRAUMA TERMAL DAN ELEKTRIK

1.      Trauma Termal

Trauma termal dapat disebabkan karena seseorang memakan pizza yang terlalu panas atau makanan

dengan keju yang meleleh di atasnya sehingga menyebabkan luka bakar pada palatum atau ventral

lidah (Bricker dkk., 1994). Lesi akibat trauma termal biasanya terjadi pada palatum dan mukosa

bukal posterior. Penampakan klinis lesi dengan area eritematous dan ulserasi dengan sisa jaringan

epitel di sekelilingnya. Tidak ada perawatan khusus yang dilakukan untuk lesi ini karena akan

sembuh dengan sendirinya (Neville dkk., 2009).

2.      Trauma Elektrik

Trauma elektrik biasanya disebabkan oleh peralatan elektrik yang digigit dengan mulut. Lokasi yang

biasa terjadi lesi akibat trauma elektrik adalah mukosa bibir dan sudut mulut. Mulanya tidak terasa

adanya rasa sakit, area berwarna kekuningan dengan sedikit atau tidak ada perdarahan, terjadi

edema setelah beberapa jam dan berlangsung hingga 12 hari. Pada hari ke-empat, lesi akan menjadi

nekrosis dan mulai terjadi perdarahan. Area lipatan mukobukal, lidah, gigi di sekitarnya mungkin

akan terlibat dan gigi menjadi non vital dengan atau tanpa nekrosis di sekitar tulang alveolar.

Perawatan yang diberikan untuk pasien dengan lesi seperti ini adalah antibiotik profilaksis untuk

mencegah adanya infeksi sekunder (Neville dkk., 2009).

C.    TRAUMA KIMIAWI

Trauma kimiawi di dalam rongga mulut biasanya akibat bahan-bahan kedokteran gigi yang

digunakan dalam praktek, misalnya aspirin, hidrogen peroksida, silver nitrat, fenol, larutan anestesi,

dan bahan perawatan saluran akar. Trauma kimiawi dapat disebabkan karena pemakaian obat-

obatan yang bersifat kaustik, seperti obat kumur yang tinggi kandungan alcohol, hydrogen

peroksida, atau fenol, dan penggunaan obat aspirin baik tablet maupun topikal pada mukosa sebagai

obat sakit gigi. Lesi biasanya terletak pada forniks atau lipatan mukobukal dan gingiva. Area yang

terluka berbentuk ireguler, berwarna putih, dilapisi pseudomembran, dan sangat sakit. Area yang

terlibat sangat mungkin meluas. Jika kontak dengan agen kimia terjadi cukup singkat, maka lesi yang

terbentuk berupa kerut-kerut berwarna putih tanpa nekrosis jaringan. Kontak dalam waktu lama

(biasanya dengan aspirin, sodium hipoklorid, dan fenol) dapat menyebabkan kerusakan yang lebih

berat dan pengelupasan jaringan yang nekrosis. Mukosa non-keratinisasi yang tidak cekat lebih

sering mengalami luka bakar dibandingkan mukosa cekat (Greenberg dan Glick, 2003).

1.      Aspirin

Page 8: Bruxism.doc

Acetylsalicylic acid (aspirin) merupakan agen yang biasa menyebabkan trauma kimiawi

dalam rongga mulut. Jaringan rongga mulut rusak ketika aspirin diisap pada area lipatan mukobukal

dalam jangka waktu yang cukup lama untuk melegakan nyeri gigi.

2.      Silver Nitrat

Silver nitrat biasa digunakan oleh dokter gigi sebagai agen kauterisasi untuk merawat kasus

stomatitis aptosa. Bahan ini mampu meredakan gejala secara instan dengan membakar akhiran saraf

pada ulkus. Namun, silver nitrat sering merusak jaringan di sekitarnya dan menghambat

penyembuhan atau bahkan dapat menyebabkan nekrosis di lokasi aplikasinya (jarang terjadi). Oleh

sebab itu, penggunaan silver nitrat sebaiknya dikurangi.

3. Sodium Hipoklorid

Sodium hipoklorid atau bahan pemutihan gigi, sering digunakan untuk irigasi saluran akar

dan dapat menyebabkan ulkus yang cukup parah akibat kontak dengan jaringan lunak di dalam

rongga mulut.

4.      Hidrogen Peroksida

Hidrogen peroksida sering digunakan sebagai bahan irigasi intraoral untuk pencegahan

penyakit periodontal. Pada konsentrasi ≥3%, hidrogen peroksida dapat menyebabkan jaringan

nekrosis.

5.      Pasta Gigi dan Obat Kumur

Beberapa kasus ulserasi dan luka jaringan di dalam mulut telah dilaporkan disebabkan

karena salah penggunaan obat kumur dan pasta gigi komersial. Reaksi hipersensitivitas, ulserasi, dan

pengelupasan epitel yang tidak biasa terjadi pernah dilaporkan terjadi pada penggunaan pasta gigi

yang mengandung kayu manis (cinnamons). Bahan yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas

diduga adalah kandungan aldehid. Reaksi ini tampak mirip dengan reaksi yang disebabkan oleh

bahan kimia lain seperti aspirin dan hidrogen peroksida. Selain itu, ditemukan pula kasus luka bakar

di bibir, mulut, dan lidah pada pasien yang menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol dan

klorheksidin (Greenberg dan Glick, 2003).

6.      Smoker’s Melanosis

Individu yang merokok mungkin akan timbul area hiperpigmentasi melanin pada mukosanya

tergantung pada jumlah batang rokok sehari-hari. Smoker’s melanosis paling sering ditemukan di

area gingiva anterior pada maksila maupun mandibula. Pigmentasi bervariasi dari warna coklat

terang hingga gelap dan tampak difus. Perawatan yang dilakukan adalah biopsi, terutama pada area

palatum. Smoker’s melanosis akan menghilang sedikit demi sedikit selama 3 tahun setelah berhenti

merokok (Neville dkk., 2009).

7.      Anesthetic Necrosis

Page 9: Bruxism.doc

Kasus yang jarang terjadi, nekrosis fokal jaringan dapat timbul pada lokasi injeksi anestesi

lokal. Predileksi terjadinya lesi pada palatum durum, yang jaringan mukosanya berikatan cekat

dengan tulang di bawahnya. Biasanya lesi ini timbul sebagai lesi ulser yang bertepi reguler yang

timbul beberapa hari setelah injeksi. Ulser terjadi akibat nekrosis iskemia yang kemungkinan

disebabkan karena trauma langsung dari larutan anestesi, vasokonstriksi epinefrin, atau keduanya.

Penyembuhan ulser memerlukan waktu beberapa minggu dan terkadang dapat menjadi kronis.

Stimulus lokal, misalnya usapan sitologi, cukup untuk merangsang penyembuhan ulser (Neville dkk.,

2009).

8.      Soft Tissue Emphysema

Kasus ini merupakan fenomena yang jarang terjadi dimana udara atau gas masuk ke dalam

jaringan lunak. Pada regio orofasial, soft-tissue emphysema sering terkait dengan penggunaan

syringe udara atau handpiece dimana udara ditiupkan pada lokasi pembedahan, laserasi, atau duktus

kelenjar saliva. Kemungkinan penyebab lainnya adalah trauma, batuk keras, dan memainkan

instrumen musik tiup. Udara dapat memasuki jaringan dan menyebabkan pembengkakan

mendadak. Tanda klinis yaitu ditemukan krepitasi pada palpasi. Emfisema pada leher dapat

menyebar ke bawah dan menyebabkan pneumomediastinum. Pasien dengan soft-tissue emphysema

sebaiknya dirawat dengan antibiotik untuk pencegahan infeksi sekunder. Kebanyakan kasus sembuh

dalam 1–2 minggu (Neville dkk., 2009).

 

D.    TRAUMA RADIASI

Perawatan kanker dengan kemoterapi dan radiasi pada daerah kepala dan leher dapat

menyebabkan timbulnya ulserasi. Hal tersebut dikarenakan perawatan kanker bertujuan untuk

membunuh pertumbuhan sel-sel dengan cepat seperti sel kanker. Beberapa sel yang sehat pada

tubuh membelah dan tumbuh dengan cepat, termasuk sel yang melapisi bagian mukosa. Sayangnya,

sel-sel sehat juga dirusak oleh kemoterapi dan radiasi ini. Kerusakan pada sel-sel di dalam mulut

membuat kemampuannya untuk sembuh dan melawan bakteri menjadi sulit sehingga dapat

menyebabkan luka dan infeksi (Anonim, 2009). Salah satu masalah yang sering terjadi akibat

kemoterapi atau radioterapi adalah mukositis (Scully, 2004).

Oral mucositis merupakan manifestasi oral akibat paparan radiasi yang timbul pada minggu kedua

setelah terapi pada area yang terkena sinar X secara langsung, misalnya mukosa bukal, ventral lidah,

palatum molle, dan dasar mulut. Gambaran klinis lesi awal berwarna keputihan dengan deskuamasi

pada keratin, selanjutnya atrofi pada mukosa dengan gambaran edematous dan eritematous. Oral

mucositis akan sembuh 2-3 minggu setelah terapi dihentikan (Neville dkk., 2009).

Page 10: Bruxism.doc