bph

15
1 A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193). Pendapat lain mengatakan bahwa BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671). Dari kedua pengertian tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan prostatika dan umumnya terjadi pada pria dewasa lebih dari 50 tahun. Reseksi Transuretra pada Prostat (TURP) adalah pengangkatan sebagian atau seluruh kelenjar prostat melalui sistoskop atau resektoskop yang dimasukkan melalui uretra (Susan, M.T, 1998: 607). Sedangkan tokoh lain mengatakan bahwa TURP adalah prostat obstruksi dari lobus medial sekitar uretra diangkat dengan sistoskop atau resektoskop dimasukkan melalui uretra (Marilynn, E.D, 2000 : 679). Maka pengertian TURP menurut kesimpulan penulis adalah pengangkatan sebagian atau seluruh kelenjar prostat yang telah menyebabkan obstruksi uretra dengan sistoskop atau resektoskop yang dimasukkan melalui uretra. 2. Etiologi Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya hiperplasi prostat antara lain :

Upload: ahmad-ashari

Post on 11-Jul-2016

7 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bph

TRANSCRIPT

Page 1: Bph

1

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh

karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan

fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah

RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).

Pendapat lain mengatakan bahwa BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat

(secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi

uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671).

Dari kedua pengertian tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa BPH adalah pembesaran

progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasi beberapa atau semua

komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan prostatika dan umumnya terjadi pada

pria dewasa lebih dari 50 tahun.

Reseksi Transuretra pada Prostat (TURP) adalah pengangkatan sebagian atau seluruh

kelenjar prostat melalui sistoskop atau resektoskop yang dimasukkan melalui uretra (Susan,

M.T, 1998: 607).

Sedangkan tokoh lain mengatakan bahwa TURP adalah prostat obstruksi dari lobus medial

sekitar uretra diangkat dengan sistoskop atau resektoskop dimasukkan melalui uretra

(Marilynn, E.D, 2000 : 679).

Maka pengertian TURP menurut kesimpulan penulis adalah pengangkatan sebagian atau

seluruh kelenjar prostat yang telah menyebabkan obstruksi uretra dengan sistoskop atau

resektoskop yang dimasukkan melalui uretra.

2. Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang

pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat

kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan karena etiologi yang belum jelas maka

melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya hiperplasi prostat antara lain :

Page 2: Bph

2

1.) Dihydrotestosteron

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma

dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .

2.) Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron

Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan

testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.

3.) Interaksi stroma – epitel

Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan

transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.

4.) Berkurangnya sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel

dari kelenjar prostat.

5.) Teori sel stem

Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit (Roger Kirby, 1994 :

38).

3. Manifestasi Klinis1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :

a. Obstruksi :1) Hesistensi (harus menggunakan waktu lama bila mau miksi)2) Pancaran waktu miksi lemah3) Intermitten (miksi terputus)4) Miksi tidak puas5) Distensi abdomen6) Volume urine menurun dan harus mengejan saat berkemih.

b. Iritasi : frekuensi sering, nokturia, disuria.2. Gejala pada saluran kemih bagian atas :

Nyeri pinggang, demam (infeksi), hidronefrosis.3. Gejala di luar saluran kemih :

Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi prostat.Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehinggamengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Sjamsuhidayat, 2004). BenignaProstat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejalaklinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:

Page 3: Bph

3

a. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.b. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih,

hipertrofi kandung kemih dan cystitis (Hidayat, 2009).Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna ProstatHipertrofi:a. Retensi urin (urine tertahan di kandung kemih, sehingga urin tidak bisa keluar).b. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing.c. Miksi yang tidak puas.d. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia).e. Pada malam hari miksi harus mengejan.f. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria).g. Massa pada abdomen bagian bawah.h. Hematuria (adanya darah dalam urin).i. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk

mengeluarkan urin).j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi.k. Kolik renal (kerusakan renal, sehingga renal tidak dapat berfungsi).l. Berat badan turun.m. Anemia, kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui.n. Pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan

dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, makamudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal (Arifiyanto, 2008).

Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mualdan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth, 2001).Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok dubur)ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebihmenonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurangdari 100 ml.Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urinlebih dari 100 ml.Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total

4. PatofisiologiPembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan akanmenghambat aliran urin. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagaikompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dari buli – buliberkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urin keluar. Kontraksi yang terus –menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli – buli berupa hipertropi otot

Page 4: Bph

4

detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan difertikel buli – buli. Perubahanstruktur pada buli – buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kemih bagianbawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS (Basuki, 2000 : 76). Puncak darikegagalan kompensasi adalah ketidakmampuan otot detrusor memompa urine dan terjadiretensi urine. Retensi urin yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal(Sunaryo, H, 1999 : 11).

5. Pemeriksaan Penunjang :a. Laboratorium : Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan

urine.b. Radiologis : Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograde, USG, Ct Scannig,

cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsiginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal(TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengatuhui pembesaran prostatultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dankeadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (syamsuhidayat dan Wim DeJong, 1997).

c. Prostatektomi Retro Pubis : Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandungkemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melaluiinsisi pada anterior kapsula prostat.

d. Prostatektomi Parineal : Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melaluiperineum.

6. Penatalaksanaan MedisModalitas terapi BPH adalah :a. Watchful (observasi)

Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahuntergantung keadaan klien.

b. MedikamentosaTerapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa

disertai penyulit serta indikasi terapi pembedahan tetapi masih terdapat kontraindikasi

atau belum “well motivated” Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi

(misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan

golongan supresor androgen.

c. Pembedahan

Indikasi pembedahan pada BPH adalah :

a) Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.

b) Klien dengan residual urin 100 ml.

c) Klien dengan penyulit.d). Terapi medikamentosa tidak berhasil.

Page 5: Bph

5

d) Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.

Pembedahan dapat dilakukan dengan :

a) Pembedahan biasa/open prostatektomi.

b) TURP.

TURP dilakukan dengan memakai alat yang disebut resektoskop dengan

suatu lengkung diathermi. Jaringan kelenjar prostat diiris selapis demi selapis

dan dikeluarkan melalui selubung resektoskop. Perdarahan dirawat dengan

memakai diathermi, biasanya dilakukan dalam waktu 30 sampai 120 menit,

tergantung besarnya prostat. Selama operasi dipakai irigan akuades atau

cairan isotonik tanpa elektrolit.

Prosedur ini dilakukan dengan anastesi regional (Blok Subarakhnoidal / SAB

/ Peridural). Setelah itu dipasang kateter nomer Ch. 24 untuk beberapa hari.

Sering dipakai kateter bercabang tiga atau satu saluran untuk spoel yang

mencegah terjadinya pembuntuan oleh pembekuan darah. Balon

dikembangkan dengan mengisi cairan garam fisiologis atau akuades sebanyak

30 – 50 ml yang digunakan sebagai tamponade daerah prostat dengan cara

traksi selama 6 – 24 jam.Traksi dapat dikerjakan dengan merekatkan ke paha

klien atau dengan memberi beban (0,5 kg) pada kateter tersebut melalui

katrol. Traksi tidak boleh lebih dari 24 jam karena dapat menimbulkan

penekanan pada uretra bagian penoskrotal sehingga mengakibatkan stenosis

buli – buli karena ischemi. Setelah traksi dilonggarkan fiksasi dipindahkan

pada paha bagian proximal atau abdomen bawah. Antibiotika profilaksis

dilanjutkan beberapa jam atau 24 – 48 jam pasca bedah. Setelah urin yang

keluar jernih kateter dapat dilepas. Kateter biasanya dilepas pada hari ke 3–5.

Untuk pelepasan kateter, diberikan antibiotika 1 jam sebelumnya untuk

mencegah urosepsis. Biasanya klien boleh pulang setelah miksi baik, satu

atau dua hari setelah kateter dilepas (Doddy, M.S, 2000 : 6).

e. Alternatif lain (misalnya: TUIP, TUBD, Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi,

TUNA, Terapi Ultrasonik dan TULIP.

Page 6: Bph

6

7. KomplikasiMenurut Arifiyanto (2008) komplikasi yang dapat terjadi pada Benigne ProstatHyperplasia adalah :a. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis,

gagal ginjal.b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi.c. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu.d. Hematuria.e. Disfungsi seksual.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan merupakan proses pemecahan masalah yang dinamis dengan menggunakan

metode ilmiah secara sistematik untuk mengenal masalah klien dan mencarikan alternatif

pemecahannya dalam rangka memenuhi kebutuhan klien guna memperbaiki dan meningkatkan

derajat kesehatan hingga tahap maksimal. Adapun tahapan dari proses keperawatan meliputi :

pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Nasrul, E, 1995 : 3, 4).

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk

mengumpulan informasi / data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali

masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial dan

lingkungan (Nasrul, E,1995 : 18).

Pengkajian pada klien dengan benigne prostat hyperplesia diperoleh data sebagai berikut

a. Pola aktivitas dan latihan

Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah dan terpasang traksi

kateter selama 6-24 jam. Pada paha yang dilakukan perekatan kateter tidak boleh fleksi

selama traksi masih diperlukan.

b. Sistem sirkulasi

Tekanan darah dapat meningkat atau menurun pasca TURP. Lakukan cek Hb untuk

mengetahui banyaknya perdarahan dan observasi cairan (infus, irigasi, per oral) untuk

mengetahui masukan dan haluaran.

c. Pola eliminasi

Pada klien dapat terjadi hematuri setelah tindakan TURP. Retensi urine dapat terjadi bila

terdapat bekuan darah pada kateter. Sedangkan inkontinensia dapat tejadi setelah kateter

dilepas (Sunaryo, H, 1999: 235).

Page 7: Bph

7

d. Pola nutrisi dan motabolisme

Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah minum tiap

hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang mengganggu nutrisi seperti

stomatitis, anoreksia.

Pada pola ini umumnya tidak mengalami gangguan atau masalah.

e. Nyeri dan Kenyamanan

Batasan krakteristik nyeri yang meliputi data mayor dan data minor. Data mayor berupa

komunikasi verbal dan non verbal tentang gambaran nyeri, wajah meringis melindungi

daerah yang sakit, gelisah, perilaku distraksi (meringis dan menangis). Untuk data minor

berupa perubahan pada tonus otot, respon autonomic seperti diaroresis, tekanan darah dan

frekuensi nadi berubah, dilatasi pupil, peningkatan atau penurunan frekuensi pernafasan

(Trucker, 1998).

Gejala : Nyeri suprapubic, tanggul atau punggung, tajam kuat (pada prostatitis akut), nyeri

punggung bawah.

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan analisa data yang diperoleh maka dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada

klien BPH pasca TURP sebagai berikut :

a. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli : reflek spasme otot

sehubungan dengan prosedur bedah dan / atau tekanan dari traksi. ( Marilynn, E.D,

2000 : 683 )

b. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi

tentang rutinitas pasca operasi, gejala untuk dilaporkan, perawatan di

rumah dan intruksi evaluasi .

(Susan, M . T, 1998 : 609,610)

c. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder dari TURP.

Page 8: Bph

8

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa

Keperawatan

Tujuan-Kriteria

yang Diharapkan

Intervensi Rasional

1 Nyeri (akut)

berhubungan

dengan iritasi

mukosa

buli­buli:

reflek spasme

otot

sehubungan

dengan

prosedur

bedah dan

tekanan dari

traksi.

Tujuan :

Nyeri hilang /

terkontrol.

Kriteria hasil :

Klien

melapo

kan nyeri

hilang/

terkontrol

menunjuk

kan

ketrampil

an

relaksasi

dan

aktivitas

terapeutik

sesuai

indikasi

untuk

situasi

individu.

Tampak

rileks,

tidur /

istirahat

dengan

tepat.

1. Kaji nyeri,

perhatikan lokasi,

intensitas (skala 0–

10).

2. Pertahankan patensi

kateter dan sistem

drainase.

Pertahankan selang

bebas dari lekukan

dan bekuan.

3. Tingkatkan

pemasukan sampai

3000 ml/hari sesuai

toleransi.

4. Berikan tindakan

kenyamanan

(sentuhan

terapeutik,

1. Nyeri tajam,

intermitten dengan

dorongan

berkemih / masase

urin sekitar kateter

menunjukkan

spasme buli­buli,

yang cenderung

lebih berat pada

pendekatan TURP

(biasanya menurun

dalam 48 jam).

2. Mempertahankan

fungsi kateter dan

drainase sistem,

menurunkan resiko

distensi / spasme

buli – buli.

3. Menurunkan iritasi

dengan

mempertahankan

aliran cairan

konstan mukosa

buli – buli.

4. Menurunkan

tegangan otot,

memfokusksn

kembali perhatian

Page 9: Bph

9

pengubahan posisi,

pijatan punggung )

dan aktivitas

terapeutik. Dorong

tehnik relaksasi

termasuk latihan

napas dalam,

visualisasi dan

pedoman imajinasi.

5. Berikan rendam

duduk atau lampu

penghangat bila

diindikasikan.

6. Kolaborasi dalam

pemberian

antispasmodik,

contoh:

Oksibutinin

klorida (Ditropan),

B dan O

supositoria.

dan dapat

meningkatkan

kemampuan

koping.

5. Meningkatkan

perfusi jaringan dan

perbaikan edema

serta meningkatkan

penyembuhan

(pendekatan

perineal).

6. Relaksasi otot,

untuk menurunkan

spasme dan nyeri.

Propanteli bromida

(Pro­ Bantanin).

2 Kurangpengetahuanyangberhubungandengan kuranginformasitentangrutinitas pascaoperasi, gejala

Tujuan :Meningkatkanpengetahuanklien.Kriteria hasil :Klien dan / ataukeluargamengungkapkanmengerti tentang

1. Pertegas perlunyaasupan cairan oralyang adekuat 3000ml / hari kecualikontra indikasi.

1. hidrasi yangoptimal membantumenegakkankembali tonus ototbuli – buli setelahpencabutan kateterdengan merngsangmiksi, pengenceranurin dan

Page 10: Bph

10

untukdilaporkan,perawatan dirumah danintruksievaluasi.

rutinitas pascaoperasi, gejalayang harusdilaporkan,perawatan dirumah, intruksievaluasi sertademonstrasiulang perawatankateter danlatihan perineal.

2. Ajarkan perawatankateter :a. Cuci meatus

urinariusdengan sabundan air 2x /hari.

b. Tingkatkanfrekuensipembilasanjika tampakjelas drainasedi sekitartempatpemasangankateter.

3. Pertegaspembatasanaktivitas antaralain:a. Hindari

mengedan saatBAB,tingkatkanasupan diittinggi seratatau gunakanpencahar jikaada indikasi.

b. Jangangunakansupositoriaatau enema.

menurunkankerentanan infeksisaluran kemih danpewmbentukanbekuan darah

2. Membantumengurangi resikoinfeksi salurankencing.

3. Mengurangi resikoperdarahaninternal.

Page 11: Bph

11

c. Hindari dudukdengan kakitergantung.

d. Hindarimengangkatbenda beratdan aktivitasyang berat.

e. Hindarihubunganseksual hinggadiperbolehkan(biasanya 6 – 8minggu setelahpembedahan).

4. Anjurkan klienmelakukan halberikut:a. Berjalan

lama.b. Menggunakan

tangga.5. Jelaskan harapan

untuk mengontrolurin ketikadicabut:a. Tetesan,

frekuensi,urgensimungkinterjadi padaawal tetapisecarabertahap.

b. Latihanperineal(bokongtegang, tahandan lepaskanselama 10 –

4. Aktivitas ini tidakmenghalangipenyembuhantempatpembedahan.

5. Kesukaran untumelanjutkan polamiksi normal dapatberhubungandengan traumaleher buli-buli,ISK, atau iritasikateter. Drainaseakan menurunkankontrol otot.Kafein sebagaidiuretik ringanmembuatnya lebihsukar mengontrolurin. Alkoholmeningkatkansensasi terbakar.

Page 12: Bph

12

20 menit tiapjam) dapatmembantumempercepatmemulihkankontrol urin.

c. Lakukanlatihan sesuaitoleransi,hindari latihanyangmembutuhkankekuatan ototdanrencanakanwaktu istirahatsering.

d. Berkemihsesegeramungkin,mencegahretensi urin.

e. Menghindarikafein danalkohol dapatmembantumencegahmasalah.

f. Hematuritransienadalah normaldanseharusnyamenurundenganpeningkatanasupan cairan.

6. Diskusikan namaobat, dosis,jadwal

6. Klien mengetahuinama, dosis,jadwal, tujuan dan

Page 13: Bph

13

penggunaan,tujuan dan efeksamping.

7. Tinjau tanda dangejala komplikasi:a. Ketidakmamp

uan berkemihlebih dari 6jam.

b. Menggigil,nyeripunggung dandemam.

c. Peningkatanhematuri..

efek samping obatyang diresepkan.

7. Deteksi awalmemungkinkanintervensi cepatuntukmeminimalkankeparahankomplikasi.

a. Ketidakmampuan berkemihmenunjukkanISK.

b. Merupakangejala ISK.

c. Adanyaperdarahan.

3 Retensi urin

berhubungan

dengan

obstruksi

sekunder dari

TURP.

Tujuan :

Retensi urin

teratasi.

Kriteria hasil :

Eliminasi urin

kembali normal,

menunjukkan

perilaku

peningkatan

kontrol buli-buli.

1. Awasi masukan

dan haluaran serta

karakteristiknya.

2. Kolaborasi dalam

mempertahankan

irigasi secara

konstan selama 24

jam pertama.

3. Dorong

pemasukan 3000

ml / hari sesuai

toleransi.

4. Setelah kateter

diangkat, terus

1. Deteksi dini

terjadinya retensi

urin.

2. Mencuci buli-buli

dari bekuan darah

dan debris untuk

mempertahankan

patensi kateter /

aliran urin.

3. Mempertahankan

hidrasi adekuat dan

perfusi ginjal

untuk aliran urin.

4. Deteksi dini

terjadinya retensi.

Page 14: Bph

14

pantau gejala-

gejala retensi.

Page 15: Bph

15