bph
TRANSCRIPT
BAB I
PRESENTASI KASUS
I.1 Identitas
• Nama : Tn.R
• Umur : 72 tahun
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Alamat : Bojonegara
• Pekerjaan : -
• Status perkawinan : Kawin
• Pendidikan : SD
• Tanggal masuk : 11 September 2012
I.2 Anamnesis
a. Keluhan utama : Sulit buang air kecil
b. Keluhan tambahan : Nyeri perut, perut kembung, BAK sering tidak tuntas,
keluar sedikit-sedikit kemudian menetes dan terasa
sakit, BAK sering disertai nyeri, sesak (+), batuk (+)
c. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poli Bedah RSUD Cilegon dengan keluhan sulit buang air
kecil. Pasien juga merasakan nyeri perut bagian bawah . Pasien mengatakan
kejadian ini sudah berlangsung hampir 1 minggu sebelum di bawa ke
rumah sakit. Pasien mengeluh urin sulit keluar sehingga harus mengedan
agar urin keluar dan kencing yang keluar menetes dan terasa nyeri. Pasien
menyatakan gejala yang dirasakan menjadi bertambah.
d. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat pernah kencing mengeluarkan batu disangkal
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit jantung disangkal
e. Riwayat penyakit keluarga :
1
Pasien menyangkal bahwa dalam keluarganya ada yang pernah
mengalami keluhan seperti ini.
I.3 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda – tanda vital
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Pernafasan : 26 x/menit
- Suhu : 37,50 C
d. Status Generalisata
Kepala : normocephal
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,
reflek cahaya (+/+)
Hidung : Tidak ada pernafasan cuping hidung, mukosa tidak
hiperemis, sekret tidak ada, tidak ada deviasi septum
Telinga : Simetris, tidak ada kelainan, otore (-/-)
Mulut : Bibir tidak sianosis, gusi tidak ada perdarahan, lidah tidak
kotor, faring tidak hiperemis
Leher : Tidak ada deviasi trakhea, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid dan getah bening, JVP tidak meningkat
Thorax
Paru-paru :
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan-kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan paru,
wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
2
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Batas atas sela iga III garis mid klavikula kiri
Batas kanan sela iga V garis sternal kanan
Batas kiri sela iga V garis midklavikula kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I – II murni, murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Perut datar simetris.
Palpasi : Hepar dan Lien tidak membesar, nyeri tekan
epigastrium (+), nyeri Lepas (-), defans muskuler (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)
Inferior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)
e. Status Lokalis
Regio Costovertebra
- Inspeksi : Bentuk pinggang simetris, benjolan (-)
- Palpasi : Bimanual Ballotement ginjal (-)
- Perkusi : Nyeri Ketok (-)
Regio Supra Pubis
- Inspeksi : Terdapat rambut pubis, tidak ada benjolan
- Palpasi : Nyeri Tekan (+), Nyeri Lepas (-), Defance Muscular (-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Regio Genetalia Eksterna
- Inspeksi : Orifisium uretra eksterna baik
3
- Palpasi : Testis teraba dua buah, kanan dan kiri. Konsistensi
kenyal.
Regio Anal
- Inspeksi : Bentuk Normal, benjolan(-)
- Rectal Toucher : Sfingter Ani Menjepit
Pada mukosa teraba massa yang konsistensinya
kenyal, permukaan rata, batas tegas, puncak agak sulit
dicapai, terasa nyeri
Tidak teraba nodul
- Handscoon : Darah, lendir dan feses tidak ada
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium ( tanggal 8 September 2012 )
• Hb : 12,4 g/dl
• Ht : 38,4 %
• Leukosit : 15.010/ul
• Trombosit : 565.000/ul
• Masa pendarahan : 2’
• Masa pembekuan : 10’
• Golongan darah : AB/Rh +
• Glukosa darah sewaktu : 89 mg/dl
• SGOT : 32 u/l
• SGPT : 30 u/l
• Ureum : 36 mg/dl
• Kreatinin : 1,7 mg/dl
• Asam urat : 5,6 mg/dl
• Natrium : 139,7 mol/l
• Kalium : 4,37 mol/l
• Chlorida : 103,7 mol/l
• HbsAg : non-reaktif
• Anti HIV : non reaktif
• Anti HCV : non reaktif
4
I.4 Resume
A. Anamnesis
Pasien laki-laki berumur 72 tahun datang dengan keluhan :
Nyeri perut, perut kembung, BAK sering tidak tuntas, keluar sedikit-
sedikit kemudian menetes dan terasa sakit, BAK sering disertai nyeri, sesak
(+), batuk (+)
B. Pemeriksaan fisik
Status generalisata : dalam batas normal
Status lokalis
- Regio Costovertebra : Tidak Ada Kelainan
- Regio Suprapubis : Nyeri tekan (+)
- Regio Genetalia Eksterna : Tidak ada kelainan
- Regio Anal
Rectal Toucher : Tonus Sfingter ani (+), pada mukosa teraba
massa konsistensi kenyal permukaan rata,
batas tegas, puncak agak sulit dicapai.
Handscoon : Darah, lendir dan feses tidak ada
I.5 Diagnosis Kerja
Benign prostat hiperplasia
I.6 Diagnosis Banding
- Striktur urethra
- Karsinoma prostat
- Prostatitis
I.7 Terapi
Operatif : Prostatektomi
I.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
5
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
I.9 Laporan Operasi ( 6 September 2011 )
Diagnosis pre-operasi : BPH
Diagnosis post-operasi : BPH
Tehnik operasi : Open prostatektomi
Follow Up
• 13 September 2011
• S/ - Pasien mengeluh nyeri pada luka operasi
- Nyeri saat BAK
- Perut terasa kembung
- Pusing (+), mual (+), muntah (-)
- Nafsu makan baik, DC (+), drainase (+), irigasi (+)
• O/ - KU : Tampak Sakit Sedang
- KS : CM
- Tekanan darah :110/70 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Pernafasan : 22 x/menit
- Suhu : 36,0 º C
• Status lokalis pubis
Inspeksi : tampak luka ditutupi oleh verband, rembesan darah (+)
drainase (+), DC (+), urine keruh, irigasi (+) dan lancar
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada daerah luka operasi
• A/ post-op BPH ( H+1)
• P/ - IVFD RL 28 tpm
- cefotaxim 2 x 1
- ketorolac 3 x 1
- asam traneksamat 3x1
- vitamin K 3x1
- irigasi vu 60tpm
Banyak minum 3 L
14 September 2011
6
• S/ - Pasien mengeluh nyeri pada luka operasi
- Nyeri saat BAK
- Perut terasa kembung
- Pusing (+), mual (+), muntah (-)
- Nafsu makan baik, DC (+), drainase (+), irigasi (+)
• O/ - KU : Tampak Sakit Sedang
- KS : CM
- Tekanan darah :110/70 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 37,0 º C
• Status lokalis pubis
Inspeksi : tampak luka ditutupi oleh verband, rembesan darah (+)
drainase (+), DC (+), urine keruh, irigasi (+) dan lancar
• Palpasi : Nyeri tekan (+) pada daerah luka operasi
• A/ post-op BPH ( H+1)
• P/ - IVFD RL 28 tpm
- cefotaxim 2 x 1
- ketorolac 3 x 1
- asam traneksamat 3x1
- vitamin K 3x1
- irigasi vu 60tpm
• Banyak minum 3 L
• 15 September 2011
• S/ - Pasien mengeluh nyeri pada luka operasi
- Nyeri saat BAK
- Pusing (+), mual (+), muntah (-)
- Nafsu makan baik, DC (+), drainase (+), irigasi (+)
• O/ - KU : Tampak Sakit Sedang
- KS : CM
- Tekanan darah :110/70 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
7
- Suhu : 37,0 º C
• Status lokalis pubis
Inspeksi : tampak luka ditutupi oleh verband, rembesan darah (+)
drainase (+), DC (+), urine keruh, irigasi (+) dan lancar
• Palpasi : Nyeri tekan (+) pada daerah luka operasi
• A/ post-op BPH ( H+1)
• P/ - IVFD RL 28 tpm
- cefotaxim 2 x 1
- ketorolac 3 x 1
- asam traneksamat 3x1
- vitamin K 3x1
- irigasi vu 60tpm
• Banyak minum 3 L
• 17 September 2011
• S/ - Pasien mengeluh nyeri pada luka operasi
- Nyeri saat BAK
- Pusing (-), mual (+), muntah (-)
- Nafsu makan baik, DC (+), drainase (+), irigasi (+)
• O/ - KU : Tampak Sakit Sedang
- KS : CM
- Tekanan darah :110/70 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 36,6 º C
• Status lokalis pubis
Inspeksi : tampak luka ditutupi oleh verband, rembesan darah (-)
drainase (+), DC (+), urine keruh, irigasi (+) dan lancar
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada daerah luka operasi
• A/ post-op BPH ( H+1)
• P/ - IVFD RL 25 tpm
- cefotaxim 2 x 1
- ketorolac 3 x 1
- asam traneksamat 3x1
8
- vitamin K 3x1
- irigasi vu 60tpm
• Banyak minum 3 L
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA
( BPH )
Pendahuluan
Pembesaran prostat jinak atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan
pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau beningn prostatic hyperplasia
sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma
dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh
sekitar 70% pria diatas usia 60 tahun. Angka ini meningkat hingga 90 % pada pria
usia diatas 80 tahun
Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH sering kali berupa LUTS (lower
urinar tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi atau gejala berkemih
(voiding symptomps) maupun gejala iritasi atau gejala penyimpanan (storage
symptomps) yang meliputi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah
dan sering terputus putus (intermitensi) dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan
tahap selanjutnya terjadi retensi urin. Tidak semua pasien BPH mengeluhkan
gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi disebabkan oleh BPH.
Banyak sekali faktor yang diduga berperan dalam proliferasi kelanjar prostat
tetapi pada dasarnya BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan masih
mempunyai testis yang masih berfungsi normal menghasilkan testosteron. Di samping
itu pengaruh hormon lain juga sangat berperan (estrogen, prolaktin), diet tertentu,
mikrotrauma juga bisa menyebabkan proliferasi kelenjar prostat.
10
I. Definisi
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan
dimana kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah oleh
karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan
kelenjar atau jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra
pars prostatika. Pembesaran prostat sering terjadi pada pria di atas 50 tahun.
II. Anatomi dan Fisiologi
Anatomi Prostat
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh
kapsul fibromuskuler yang terletak disebelah inferior vesika urinaria,
mengelilingi bagian proksimaluretra (uretra pars prostatika) dan berada
disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat
normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex
kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.
Kelenjar prostat terdiri atas 5 lobus :
- Lobus medius
- Lobus lateralis (2 lobus)
- Lobus posterior
- Lobus anterior
11
Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara
lain adalah: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler
anterior, dan zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada
zona transisional yang letaknya proksimal dari sfincter eksternus di kedua sisi
dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya
merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan
karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
1. Zona Anterior atau Ventral
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
2. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar
prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal
karsinoma terbanyak.
3. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus
tengah meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap
inflamasi.
12
4. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai
kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang
lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular
anterior menjadi benign prostatic hyperplasia (BPH).
5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar
abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.
Fisiologi
Prostat ialah suatu alat tubuh yang bergantung pengaruh endokrin dan
dapat dianggap imbangan (counterpart) dari pada payudara pada wanita.
Fungsi kelenjar prostat, menambah cairan alkalis pada cairan seminalis, yang
berguna melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang terdapat pada uretra.
Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis
inferior (cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a.
mesenterium inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna).
13
Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico
Prostatic Junction. Penyebaran arteri di dalam prostat dibagi menjadi 2
kelompok , yaitu:
1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico
prostatic junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan
kelompok kelenjar periurethral.
2. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa
cabang yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar
paraurethral).
Aliran Limfe
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat
yang kemudian bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang
menuju ke kelenjar limfe iliaca interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.
Persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus
dari Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.
III. Epidemiologi
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang
ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami
peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada
peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an.
Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hyperplasia.
Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat
benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang
lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.
14
IV. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab
terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan
kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (penuaan).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah:
1. Teori Hormonal
Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka
tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi.
Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya
BPH. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan
hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi
estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim
aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia
pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk
inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan
untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi
relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi
faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran
prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan
menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol
pertumbuhan prostat. Semakin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan
dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan
yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon
gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel
sertoli.
2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma
kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu: basic
15
transforming growth factor, transforming growth factor β1,
transforming growth factor β2, dan epidermal growth factor.
3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel
yang mati
Dalam keadaan normal, laju proliferasi sebanding dengan kematian sel.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis
menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi
meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.
4. Teori Sel Stem
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada
seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara
pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya
kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi
sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel
stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya
proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau
proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi
berlebihan.
5. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron
didalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim
NADPH.
V. Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars
prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli
harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-
menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi
16
otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan divertikel buli-buli.
Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan
pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS).
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke
dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi
sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan
diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara
ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik
urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya
gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik
ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan
mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine
(obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot
polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor.
Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot
polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari
stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh
komponen mekanik.
17
VI. Gambaran Klinis
Gejala hiperplasia prostat dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif.
Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika
karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk
berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama saehingga kontraksi terputus-
putus. Gejalanya ialah :
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)
2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)
3. Miksi terputus (Intermittency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying)
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat
masih tergantung tiga faktor yaitu :
1. Volume kelenjar periuretral
2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi,
sehingga meskipun volume kelenjar periuretal sudah membesar dan elastisitas
leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila
masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka
gejala obstruksi belum dirasakan.
18
Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga
mengganggu faal ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan
urolithiasis. Tindakan untuk menentukan diagnosis penyebab obstruksi
maupun menentukan kemungkinan penyulit harus dilakukan secara teratur.
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang
tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas
otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada
vesika, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh, gejalanya
disebut sindroma prostatismus :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Gejala iritatif yang sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi miksi
yang biasanya lebih dirasakan pada malam hari. Sering miksi pada malam hari
disebut nokturia, hal ini disebabkan oleh menurunnya hambatan kortikal
selama tidur dan juga menurunnya tonus sfingter dan uretra. Gejala obstruksi
biasanya lebih disebabkan oleh karena prostat dengan volume besar. Apabila
vesica menjadi dekompensasi maka akan terjadi retensi urin sehingga pada
akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam vesica, hal ini menyebabkan
rasa tidak bebas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat
akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Oleh
karena produksi urin akan terus terjadi maka pada suatu saat vesica tidak
mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesica akan naik terus dan
apabila tekanan vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan spingter akan
terjadi inkontinensia paradoks (over flow incontinence). Retensi kronik dapat
menyebabkan terjadinya refluk vesico uretra dan meyebabkan dilatasi ureter
dan sistem pelviokalises ginjal dan akibat tekanan intravesikal yang
diteruskam ke ureter dari ginjal maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal
ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat bila ada infeksi.
Disamping kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi
kronik penderita harus selalu mengedan pada waktu miksi, maka tekanan intra
abdomen dapat menjadi meningkat dan lama kelamaan akan menyebabkan
erjadinya hernia, hemoroid. Oleh karena selalu terdapat sisa urin dalam vesica
maka dapat terbentuk batu endapan didalam vesica dan batu ini dapat
menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Disamping
pembentukan batu, retensi kronik dapat pula menyebabkan terjadinya infeksi
19
sehingga terjadi systitis dan apabila terjadi refluk dapat terjadi juga
pielonefritis.Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat
gangguan miksi yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat
atau IPSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem skoring I-PSS
terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS)
dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap
pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai
dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi
nilai dari 1 hingga 7.
Dari skor IPSS dapat dikelompokkan gejala LUTS menjadi 3 derajat,
yaitu :
Ringan : Skor 0-7
Sedang : Skor 8-19
Berat : Skor 20-35
International Prostatic Symptom Score
Pertanyaan Jawaban dan skor
Keluhan pada bulan
terakhir
Tidak
sekali<20% <50% 50% >50%
Hampir
selalu
a. Adakah anda merasa
buli-buli tidak kosong
setelah berkemih
0 1 2 3 4 5
b. Berapa kali anda
berkemih lagi dalam
waktu 2 menit
0 1 2 3 4 5
c. Berapa kali terjadi arus 0 1 2 3 4 5
20
urin berhenti sewaktu
berkemih
d. Berapa kali anda tidak
dapat menahan untuk
berkemih
0 1 2 3 4 5
e. Beraapa kali terjadi arus
lemah sewaktu memulai
kencing
0 1 2 3 4 5
f. Berapa keli terjadi
bangun tidur anda
kesulitan memulai untuk
berkemih
0 1 2 3 4 5
g. Berapa kali anda
bangun untuk berkemih di
malam hari
0 1 2 3 4 5
Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali
VII. Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis ditemukan adanya gejala-gejala hiperplasia prostat,
yaitu gejala obstruktif dan gejala iritatif.
21
b. Pemeriksaan Fisik
Abdomen
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kemih yang terisi
penuh dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin
dan kadang terdapat nyeri tekan supra simfisis.
Colok Dubur (Rectal Toucher/Digital Rectal Examination)
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang
keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum,
adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan tentu saja teraba
prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
2. Adakah asimetris
3. Adakah nodul pada prostate
4. Apakah batas atas dapat diraba
5. Sulcus medianus prostate
6. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba
membesar, konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung,
permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan
menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat, batas
atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada karsinoma prostat,
konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat
tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.
22
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria
bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi
pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang.
Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah
inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia.
Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan
sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di
fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis,
kondiloma di daerah meatus.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya
komplikasi.
1. Darah
Ureum, Kreatinin dan Blood Urea Nitrogen (BUN)
Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas.
Elektrolit
Prostate Specific Antigen (PSA)
Prostate-spesific antigen (PSA) merupakan antigen spesifik yang
dihasilkan oleh kapsul prostat dan kelenjar periuretral. Pasien dengan
BPH atau prostatitis menghasilkan banyak PSA. PSA juga dapat
menjadi penanda keganasan. PSA bersifat organ spesifik bukan kanker
spesifik. Jika PSA meningkat dapat diinterpretasikan :
a. Pertumbuhan volume prostat lebih cepat
b. Keluhan akibat BPH / pancaran urin lebih jelek
c. Lebih mudah terjadinya retensi urin
Rentang kadar normal PSA berdasarkan usia :
- 40-90 tahun : 0-2,5mg/ml
- 50-59 tahun : 0-3,5 mg/ml
- 60-69 tahun : 0-4,5 mg/ml
- 70-79 tahun : 0-6,5 mg/ml
23
Gula darah
Pemeriksaan gula darah dimaksudkan untuk mencari
kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada vesica urinaria.
2. Urin :
Kultur urin + sensitifitas test
Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik
Sedimen
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya
proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan
kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang
menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman
terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
d. Pemeriksaan pencitraan
1. Foto polos abdomen (BNO)
Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan
misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung
kemih juga dapat untuk mengetahui adanya metastasis ke tulang dari
karsinoma prostat.
2. Pielografi Intravena (IVP)
- Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras
(filling defect/indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau
ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata kail
(hooked fish)
- Mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa
hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada
buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli
- Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin
3. USG Transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)
24
Dimaksudkan untuk mengetahui besar atau volume kelenjar
prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai
petunjuk untuk melakukan biopsi aspirat prostat, menentukan jumlah
residual urin dan mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam
buli-buli.
4. USG Transabdominal
Mampu untuk mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun
kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.
5. Cystoscopy
Digunakan untuk melihat ukuran kelenjar prostat dan
mengidentifikasi lokasi dan derajat penyumbatan.
25
e. Pemeriksaan Lain
1. Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin
ditentukan oleh :
daya kontraksi otot detrusor
tekanan intravesica
resistensi uretra
Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan
puncak laju pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan,
laju pancaran melemah menjadi 6 – 8 ml/detik dengan puncaknya
sekitar 11 – 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi semakin
lemah pancaran urin yang dihasilkan.
2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan
uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah
obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk
membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan
pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan
cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin
dapat diukur.
3. Pemeriksaan Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan
dengan cara sangat sederhana dengan memasang kateter uretra dan
mengukur berapa volume urin yang masih tinggal. Pemeriksaan sisa
urin dapat juga diperiksa (meskipun kurang akurat) dengan membuat
foto post voiding atau USG
Pada hiperplasi prostat terdapat volume residu urin yang
meningkat sesuai dengan beratnya obstruksi (lebih dari 150 ml
dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi)
VIII. Kriteria Pembesaran Prostat
26
Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan
beberapa cara, diantaranya adalah :
1. Rektal grading
Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :
derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum
derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum
derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum
derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum
2. Berdasarkan jumlah residual urine
derajat 1 : <50 ml
derajat 2 : 50-100 ml
derajat 3 : >100 ml
derajat 4 : retensi urin total
IX. Diagnosis Banding
Carsinoma Prostat
Prostatitis
Batu buli kecil/batu urethra
Tumor buli yang tumbuh pada bladder inlet
BNC ( Bladder Neck Contraction )
Striktur urethra ,stenosis urethra
X. Komplikasi
Komplikasi Urologik
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat
dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
1. Inkontinensia Paradoks
2. Batu Kandung Kemih
3. Hematuria
4. Sistitis
5. Pielonefritis
27
6. Retensi Urin Akut Atau Kronik
7. Refluks Vesiko-Ureter
8. Hidroureter
9. Hidronefrosis
10. Gagal Ginjal
Komplikasi Non Urologic :
a. Hernia
b. Hemorrhoid
c. Gangguan Cardiovaskuler
XI. Penatalaksanaan
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk
menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHOProstate
Symptom Score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan
pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap
dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan
WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul
obstruksi.
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan
untuk menentukan cara penanganan, yaitu :
Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan
dapat diberikan pengobatan secara konservatif.
Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi
operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih
ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita
masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa
dicoba dengan pengobatan konservatif.
Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup
berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih
dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga
28
reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan
operasi terbuka.
Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah
membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang
kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi definitif dapat
dengan TURP atau operasi terbuka.
Algoritma Penatalaksanaan BPH
29
Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna
Observasi Medikamentosa Operasi Invasif Minimal
Watchfull waitingPenghambat
adrenergik α
Prostatektomi
terbuka
TUMT
TUBD
Penghambat
reduktase α
Fitoterapi
Hormonal
Endourologi
1. TURP
2. TUIP
3. TULP (laser)
Strent uretra
dengan prostacath
TUNA
Terapi Konservatif Non Operatif
1. Observasi (Watchful waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang
diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk
mengurangi nokturia, menghindari obat-obatan dekongestal
(parasimpatolitik), mengurangi minum kopi, dan tidak diperbolehkan
minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan lakukan kontrol
keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan
golongan α blocker (penghambat alfa adrenergik)
2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dehidrotestosteron (DHT)
Obat Penghambat α adrenergik
Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di
dalam prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan
30
alpha adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot polos prostat dan leher
vesica banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-obatan yang sering
digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat penghambat
alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu
α1a (tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari pemakai
obat ini dapat dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis
tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik
untuk mengurangi obstruksi pada vesica tanpa merusak kontraktilitas
detrusor.
Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran
urine, menurunkan sisa urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga
memberi penyulit hipotensi, pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat
jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai merasakan
berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.
Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase
Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5
mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan
dehidrotestosteron sehingga prostat yang membesar dapat mengecil.
Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan alpha blocker dan
manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek
samping obat ini adalah melemahkan libido dan ginekomastia.
Terapi Operatif
1. Prostatektomi terbuka
a. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada
subservikal
Mortaliti rate rendah
Langsung melihat fossa prostat
Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli
31
Perdarahan lebih mudah dirawat
Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu
selama bila membuka vesika
Kerugian :
Dapat memotong pleksus santorini
Mudah berdarah
Dapat terjadi osteitis pubis
Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal
Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus
dikerjakan dari dalam vesika
Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis
b. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)
Keuntungan :
Baik untuk kelenjar besar
Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat
Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan
penyulit : batu buli, batu ureter distal, divertikel, uretrokel, adanya
sistostomi, retropubik sulit karena kelainan os pubis, kerusakan
sphingter eksterna minimal.
Kerugian :
Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada
dinding vesica sembuh
Sulit pada orang gemuk
Sulit untuk kontrol perdarahan
Merusak mukosa kulit
Mortality rate 1 -5 %
Komplikasi :
Striktura post operasi (uretra anterior 2 – 5 %, bladder neckstenosis
4%)
Inkontinensia (<1%)
32
Perdarahan
Epididimo orchitis
Recurent (10 – 20%)
Carcinoma
Ejakulasi retrograde
Impotensi
Fimosis
Deep venous trombosis
c. Transperineal
Keuntungan :
Dapat langssung pada fossa prostat
Pembuluh darah tampak lebih jelas
Mudah untuk pinggul sempit
Langsung biopsi untuk karsinoma
Kerugian :
Impotensi
Inkontinensia
Bisa terkena rektum
Perdarahan hebat
Merusak diagframa urogenital
2. Prostatektomi Endourologi
a. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
Keuntungan :
Luka incisi tidak ada
Lama perawatan lebih pendek
Morbiditas dan mortalitas rendah
Prostat fibrous mudah diangkat
Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol
Kerugian :
33
Teknik sulit
Resiko merusak uretra
Intoksikasi cairan
Trauma sphingter eksterna dan trigonum
Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar
Alat mahal
Ketrampilan khusus
Komplikasi:
Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi
Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik
Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi
retrograd, dan striktura uretra.
b. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)
Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif,
tetapi ukuran prostatnya mendekati normal.Pada hiperplasia prostat
yang tidak begitu besar dan pada pasien yang umurnya masih muda
umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-buli atau
bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga
dilakukan secara endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat
seperti yangg dipakai pada TUR P tetapi memakai alat pemotong yang
menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter
sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak
kapsul prostat.
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan
menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara
TUR.
c. Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)
Keuntungan bedah laser ialah :
Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi
retensi akibat bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi
Teknik lebih sederhana
34
Waktu operasi lebih cepat
Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat
Tidak memerlukan terapi antikoagulan
Resiko impotensi tidak ada
Resiko ejakulasi retrograd minimal
Kerugian :
Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional).
3. Invasif Minimal
a. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat
memancarkan microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena
temperatur pada antene akan tinggi maka perlu dilengkapi dengan
surface costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses
pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga
berkurang.
b. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)
Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan
dengan jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan
jalan melalui operasi terbuka (transvesikal).
Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar.
Mekanismenya :
1. Kapsul prostat diregangkan
2. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut
3. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars
prostatika dirusak
c. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)
Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi
untuk menghasilkan ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai
35
prospek yang baik guna mencapai tujuan untuk menghasilkan prosedur
dengan perdarahan minimal, tidak invasif dan mekanisme ejakulasi dapat
dipertahankan.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo, Basuki B. Hiperplasia prostat dalam: Dasar – dasar urologi.,
Edisi ke – 2. Jakarta: Sagung Seto. 2003. p. 69 – 85
2. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. Jakarta
: EGC, 2004. pp. 782-786
3. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Konsensus sementara benign prostatic
hyperplasia di Indonesia, 2000
4. Rahardjo D. Prostat: Kelainan-kelainan jinak, diagnosis, dan
penanganan. Jakarta: Asian Medical, 15, 1999
5. Kuliah Staf Subbagian Urologi Bagian Bedah FK UI R.S. Dr. Cipto
Mangunkusumo, 1993.
6. Priyanto J.E. Benigna Prostat Hiperplasi, Semarang : Sub Bagian
Bedah Urologi FK UNDIP.
7. Nasution I. Pendekatan Farmakologis Pada Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH), Semarang : Bagian Farmakologi dan Terapeutik FK UNDIP.
8. Soebadi D.M. Fitoterapi Dalam Pengobatan BPH, Surabaya :
SMF/Lab. Urologi RSUD Dr. Soetomo-FK Universitas Airlangga, 2002.
9. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar ± Dasar Urologi, Jakarta :
CV.Sagung Seto, 2000.
37