bph

52
BAB I STATUS PEMERIKSAAN PASIEN DEPARTEMEN BEDAH RSAL Dr. MINTOHARDJO I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. S Umur : 62 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Status : Menikah Alamat : Jl Delima no.17 RT 10/01 Kec. Kembangan Kel. Srengseng Pekerjaan : Karyawan Swasta Tgl. Masuk RS : 12 November 2012 Ruangan : P. Salawati II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 23 November 2012, pukul 14.00 WIB. Keluhan Utama : Sulit BAK sejak 1 tahun SMRS Keluhan Tambahan : Perut kembung Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 1

Upload: mohammad-bismo-wismoyo

Post on 31-Oct-2014

67 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

case

TRANSCRIPT

Page 1: BPH

BAB I

STATUS PEMERIKSAAN PASIEN

DEPARTEMEN BEDAH

RSAL Dr. MINTOHARDJO

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 62 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Menikah

Alamat : Jl Delima no.17 RT 10/01 Kec. Kembangan Kel. Srengseng

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Tgl. Masuk RS : 12 November 2012

Ruangan : P. Salawati

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 23 November 2012, pukul

14.00 WIB.

Keluhan Utama : Sulit BAK sejak 1 tahun SMRS

Keluhan Tambahan : Perut kembung

A. Riwayat Penyakit Sekarang

OS datang ke UGD Rumah Sakit RSAL Mintohardjo dengan keluhan BAK

berdarah sejak empat jam SMRS. BAK berdarah diawali dengan keluarnya gumpalan

darah. lalu urin berdarah saat awal berkemih dan kembali kuning. BAK berdarah

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 1

Page 2: BPH

disertai dengan aliran urin yang terputus dan pancaran yang lemah sejak satu hari

SMRS sehingga harus mengedan dan menekan perut bagian bawah saat BAK, tidak

membaik jika berubah posisi. OS merasakan nyeri saat BAK. Nyeri seperti tertusuk

dirasakan di daerah perut bagian bawah saat ingin berkemih dan nyeri tidak menjalar.

Demam dirasakan pasien.Aliran urin yang terbelah dan keluarnya batu atau pasir saat

berkemih disangkal pasien. Tidak pernah mengeluh terasa panas atau nyeri disekitar

kemaluan saat berkemih. OS tidak pernah mengalami kecelakaan atau jatuh yang

mengenai kemaluannya, pasien juga tidak pernah mengeluh nyeri didaerah punggung.

Pasien tidak mengeluhkan mual, muntah maupun keluhan sulit BAB

Satu hari sebelum masuk SMRS, OS baru pulang pasca perawatan di RS karena

keluhan sulit BAK yang disertai nyeri. OS mendapat tindakan citoskopi. Satu bulan

SMRS, OS mengaku merasakan sulit BAK disertai nyeri, pancaran yang lemah dan

kadang hanya menetes setelah BAK. Anyang-anyangan juga dikeluhkan disertai

dengan sering terbangun untuk BAK saat malam hari dan sulit untuk menahan

BAK.Lalu pasien dirawat di RSAL dan mendapat tindakan TURP lalu di diagnosa

BPH.

Lima hari pasca perawatan, keluhan berupa BAK yang berdarah tidak lagi

dialami pasien, tetapi nyeri di daerah perut bawah masih dirasakan. Demam telah

menghilang.

Pasien minum cukup ± 8 gelas perhari, pasien tidak mempunyai kebiasaan

merokok .pasien juga mengaku 1 bulan terakhir berat badan turun disertai penurunan

nafsu makan.

B. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit Vesicolith (+) Riwayat penyakit Hipertensi disangkal Riwayat penyakit Diabetes Melitus disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal Riwayat penyakit paru disangkal Riwayat penyakit ginjal disangkal Riwayat penyakit infeksi saluran kemih disangkal Riwayat trauma pada bagian perut bawah disangkal Riwayat batuk-batuk lama disangkal Riwayat alergi disangkal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 2

Page 3: BPH

C. Riwayat Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan

pasien

Tidak ada riwayat keganasan

D. Riwayat Pengobatan

Pasien mengaku sering mengkonsumsi obat-obatan herbal

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedangKesadaran : Compos MentisTanda Vital

Tekanan darah : 130/80 mmHgNadi : 80 x/menitSuhu : 36 ˚CPernapasan : 20 x/menit

A. Status generalis

Kulit

Warna : Sawo matang Pigmentasi : Merata

Effloresensi : Tidak ada Lapisan Lemak : Distribusi merata

Jaringan Parut : Tidak ada Pembuluh darah : Normal

Pertumbuhan rambut : Merata Turgor : Baik

Suhu Raba : Hangat Ikterus : Tidak ikterus

Keringat : Umum Edema : Tidak edema

Lembab/Kering : Lembab Lain-lain : Tidak ada

Kelenjar Getah Bening

Submandibula : Tidak teraba membesar

Supraklavikula : Tidak teraba membesar

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 3

Page 4: BPH

Lipat paha : Tidak teraba membesar

Leher : Tidak teraba membesar

Ketiak : Tidak teraba membesar

Kepala

Ekspresi wajah : Biasa Simetri muka : Simetris

Rambut : Hitam dan distribusi Pembuluh darah temporal : Normal

Mata

Exophthalmus : Tidak ada Enopthalmus : Tidak ada

Kelopak : Oedem negatif Lensa : Jernih

Konjungtiva : Tidak anemis Sklera : Tidak ikterikGerakan Mata : Normal

Telinga

Tuli : -/- Selaput : Utuh

Lubang : Lapang Pendengaran : +/+

Serumen : +/+ Penyumbatan : Tidak ada

Cairan : -/- Perdarahan : Tidak ada

Hidung

Dorsum nasi : Perubahan bentuk (-), perubahan warna (-), edema (-), krepitasi (-)

Vestibulum nasi : Sekret (-), furunkel (-), krusta (-)

Kavum nasi : Lapang, polip (-)

Konkha inferior : Eutrophi, hiperemis (-), edema (-)

Mulut

Bibir : Normal Tonsil : T1 –T1, tenang

Langit-langit : Normal Gigi geligi : Normal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 4

Page 5: BPH

Faring : Tidak hiperemis Selaput lendir : Normal

Lidah : Tidak kotor

Leher

Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar

Kelenjar Limfe kanan : Tidak teraba membesar

Dada

Bentuk : Datar, tidak cekung, simetris, spider nevy (-)

Pembuluh darah : Pelebaran pembuluh darah (-)

Buah dada : Normal, tidak membesar

Paru – Paru

- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris saat inspirasi maupun ekspirasi- Palpasi : Vocal fremitus simetris pada dinding dada sebelah kanan dan kiri- Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru- Auskultasi : Suara vesikuler, Wheezing (-/-), Ronki (-/-)

Jantung

Inspeksi : Tampak pulsasi iktus cordis, 1 cm medial dari linea midklavikula kiri, tidak melebar, tidak ada lesi kulit atau bekas operasi

Palpasi : Teraba iktus cordis pada sela iga V, 1 cm medial dari linea midklavikula kiri, tidak kuat angkat, tidak teraba adanya massa

Perkusi :

Batas kanan : Sela iga V linea parasternalis kanan.

Batas kiri : Sela iga V, 1cm sebelah medial linea midklavikula kiri.

Batas atas : Sela iga II linea parasternalis kiri.

Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 5

Page 6: BPH

Perut

Inspeksi : tampak buncit

Palpasi :

Dinding perut : Teraba supel, tidak ada defans muscular

Hati : Tidak teraba pembesaran

Limpa : Tidak teraba membesar

Ginjal : Ballotement ginjal kanan dan kiri negatif, nyeri ketok CVA kanan dan kiri (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Refleks dinding perut : Normal

Anggota Gerak

Lengan Kanan Kiri

Otot :

Tonus : normotoni normotoni

Massa : eutrofi eutrofi

Sendi : tidak ada kelainan tidak ada kelainan

Gerakan : aktif aktif

Kekuatan : normal (+5) normal (+5)

Oedem : tidak ada tidak ada

Petechiae : tidak ada tidak ada

Palmar eriteme : tidak ada tidak ada

Lain-lain : tidak ada tidak ada

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri

Luka : tidak ada tidak ada

Varises : tidak ada tidak ada

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 6

Page 7: BPH

Otot :

Tonus : normotoni normotoni

Massa : eutrofi eutrofi

Sendi : normal normal

Gerakan : aktif aktif

Kekuatan : normal (+5) normal (+5)

Oedem : tidak ada tidak ada

Lain-lain : tidak ada tidak ada

Petechiae : tidak ada tidak ada

A. Status Urologi

Regio CVA dextra-sinistra

Inspeksi : Tidak terlihat edema

Palpasi :

Ballotement -/-

Perkusi :

Nyeri ketok -/-

B. Regio supra pubis

- Inspeksi : Tampak datar, tidak terlihat massa, tidak ada hematom dan jejas- Palpasi : Vesica urinaria tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)-

C. Regio genetalia eksterna Penis

Inspeksi :

Sirkumsisi (+), edema (-), kemerahan dan tanda-tanda radang (-), kelainan bawaan (-), masa (-), sikatrik (-)

Terpasang kateter, berisi urin 100 cc, berwarna kuning Scrotum

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 7

Page 8: BPH

Inspeksi :

Terdapat 2 testis berada pada scrotum Tidak ada tanda-tanda radang, udema (-)

Palpasi :

Tidak terdapat kelainan Nyeri (-)

Rectal Toucher

Tonus Sphincter ani baik Mukosa recti licin Prostat: teraba membesar, simetris, konsistensi kenyal, nodul (-), nyeri(-)

B. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Darah rutin, tanggal 10 JULI 2011

Leukosit : 74000 (5000-10000 uL)

Eritrosit : 4.14 (4.45-5.5 juta/mm3)

Hemaglobin : 11.1 (14-18 g/dL )

Hematokrit : 35 (43-51 % )

Trombosit : 297.000 (150-400 ribu/ mm3 )

C. Pemeriksaan Penunjang

Cystogram, Tanggal 12 November 2012Kesan: Tidak tampak kelainan

USG, Tanggal 13 November 2012Kesan: BPH

Rontgen Thorax: tidak tedapat kelainan

D. Resume

A. Anamnesa (autoanamnesa)

Pasien laki-laki umur 66 tahun datang dengan keluhan :

BAK (buang air kecil) 4 jam SMRS

BAK diawali dengan keluarnya bekuan darah

Darah keluar diawal lalu kembali kuning

Nyeri pada perut bawah,

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 8

Page 9: BPH

Demam (+), suhunya tidak diukur sewaktu dirumah, tidak menggigil.

Tidak ada mual dan muntah.

OS ada riwayat pembesaran prostat, sudah dioperasi 1 bulan lalu

B. Pemeriksaan Fisik Status Generalisata : Dalam Batas Normal Status Urologikus

Regio CVA dextra-sinistraInspeksi :

Tidak terlihat edema

Palpasi :

Ballotement -/-

Perkusi :

Nyeri ketok -/-

Regio supra pubis

Inspeksi : Tampak datar, tidak terlihat massa, tidak ada hematom dan jejas

Palpasi :

visica urinaria tidak teraba membesar Nyeri tekan (+)

Regio genetalia eksterna

Penis Sirkumsisi (+),edema (-), kemerahan dan tanda-tanda radang (-), kelainan

bawaan (-), masa (-), sikatrik (-) Terpasang kateter, berisi urin 100 cc, berwarna kuning

Scrotum

Inspeksi :

Terdapat 2 testis berada pada scrotum Tidak ada tanda-tanda radang, udema (-)

Palpasi :

Tidak terdapat kelainan Nyeri (-)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 9

Page 10: BPH

Rectal Toucher

Tonus Sphincter ani baik Mukosa recti licin Prostat: teraba membesar, simetris, konsistensi kenyal, nodul (-), nyeri(-)

E. Diagnosa Kerja

BPH

F. Diagnosa Banding

Ca Prostat

Striktur Uretra

Uretrolithiasis

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah rutin tanggal 10 Juli, Cystogram 12 November 2012, USG 13

November 2012

H. Terapi

A. Penatalaksanaan

Operasi

TURP

Pengobatan Umum

Bed Rest

Infus RL 20 tpm

Medikamentosa

Ceftriasxone 2 x 1 gram IV

Transamin 2 x 1 amp IV

Sankorbin (Vit C) 1 x 1 amp IV

Velchrome 3 X 1 AMP IV

( Carbazochrome)

I. Prognosis

a. Ad vitam : dubia ad bonam

b. Ad fungsionam : dubia ad bonam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 10

Page 11: BPH

c. Ad sanationam : dubia ad bonam

Follow up

Tanggal

12/07/12 OPERASI TD: 120/80mmHg N: 76/menit RR : 20x/menit S: 3,76 CInstruksi post operasi

1. Puasa sampai dengan BU+/sadar betul2. Infuse kaen 3B 30 tetes/menit3. Hb < 10 tranfusi PRC4. Starquin ( Ciprofloxacin)2 x 200 mg

Katesse (Dexketoprofen trometamol) 5mg 2 x1Vit C injeksi 1 x 400 IUAdona 3 x 1Kalnex ( asam traneksamat)3 x 1Vit K 3 x 1

5. Produksi urin/jam6. Cek H2TL, LED, diff count

Lab 20/07/12 15:11 (post operasi)Leukosit 7.100 /uLEritrosit 4,25 juta/mm3Hb 11,8 gr/dLHt 36 %Trombosit 331.000 /mm3LED: 91Basofil -Eosinofil 2%

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 11

Page 12: BPH

Batang 1 %Segmen 65%Limfosit 24 %Monisit 8%

13/07/12

S : Nyeri perut bawah dan daerah kelaminO : TD: 130/80 N: 96x/menit RR : 20x/menit S: 36,8 C Urin bag: 700 ml, urin kuningA : post TURP hari ke 1P : Starquin 2 x 200 mg

Katesse 5mg 2 x1Vit C injeksi 1 x 400 IUAdona 3 x 1Kalnex 3 x 1Vit K 3 x 1As mefenamat 3 x 1

14/07/12

S : Nyeri berkurangO : TD: 130/80mmHg N: 86x/menit RR : 20x/menit S: 36 CA : post TURP hari ke 2P : Starquin 2 x 200 mg Katesse 5mg 2 x1

Vit C injeksi 1 x 400 IUAdona 3 x 1Kalnex 3 x 1Vit K 3 x 1

As mefenamat 3 x 1

16/07/12

S : tidak ada keluhanO : TD: 120/70mmHg N: 91x/menit RR : 20x/menit S: 36,2 CA : post TURP hari ke 4P : Starquin 2 x 200 mg As mefenamat 3 x 1 Proza 3 x 1(Ekstrak echinacea (polinacea) 250 mg, Vit C 250 mg, Zn Picolinate 10 mg) Renax 3 x 1(Sericocalyx Folium 21,4 %, Orthosiphonis Herba 21,4 %, Sonchus Folium 17,85 %, Plantago Folium 7,15 %) Provital plus 1 x 1 Aff kateter, miksi spontan boleh pulang

17/07/12 S : tidak ada keluhan, miksi spontanO : TD: 110/70mmHg N: 84x/menit RR : 20x/menit S: 36 CA : post TURP hari ke 5

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 12

Page 13: BPH

P : Starquin 2 x 200 mg As mefenamat 3 x 1 Proza 3 x 1 Renax 3 x 1 Provital plus 1 x 1 Pasien boleh pulang

BAB II

PEMBAHASAN

1. Anatomi Kelenjar Prostat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 13

Page 14: BPH

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah

inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid

terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars

prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan

menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar

aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4

cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian

posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.3

Gambar 1. Anatomi Prostat

Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang

mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini

bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam

stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen

dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan

kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan

sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan

keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat

berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai

kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma

mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya

satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil. 3

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 14

Page 15: BPH

Gambar 2. Anatomi Kelenjar Prostat Potongan Longitudinal

Batas-batas prostat 3

a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot

polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.

b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis.

Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.

c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan

dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum

retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan

posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada

pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi vascia pelvis.

d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior

ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia Denonvillier).

Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio

rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus

perinealis.

e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani

waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius menembus

bagian atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars prostatica pada

pinggir lateral orificium utriculus prostaticus

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 3

a. Lobus medius

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 15

Page 16: BPH

b. Lobus lateralis (2 lobus)

c. Lobus anterior

d. Lobus posterior

5 zona pada kelenjar prostat: 3

a. Zona Anterior atau Ventral .

Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular.

Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.

b. Zona Perifer

Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.Zona ini

rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak.

c. Zona Sentralis.

Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi

25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.

Gambar 3. Posisi Zona Perifer dan Transisional

d. Zona Transisional.

Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar

preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat

melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic

hyperpiasia (BPH).

e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra

Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar

sepanjang segmen uretra proksimal.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 16

Page 17: BPH

Aliran darah prostat

Merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis inferior dan

arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan stroma, dan

berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam lamina propria. Pembuluh

vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena

mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam

stroma dan mengikuti pembuluh darah dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama

dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari

pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat

persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel

ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin

terutama simpatis, tampak mempersarafi sel- sel otot polos di stroma dan kapsula sama

seperti dinding pembuluh darah. 3

2. Fisiologi Kelenjar Prostat

Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari

vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah

asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang

bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret

prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga

menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32%

dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah

pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol. 3

3. Definisi Hiperplasia Prostat Jinak

BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang hanya

timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut. 4

Gambar 4. Normal Prostat dan Prostat yang membesar

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 17

Page 18: BPH

4. Etiologi Hiperplasia Prostat Jinak

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya

hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat

kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging

(menjadi tua) . Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia

prostat jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara

estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4)

Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel.5

Teori dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting

pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat

oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk

berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan

sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel

prostat.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh

berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-

reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan

pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi

dibandingkan dengan prostat normal. 5

Ketidakseimbangan antara estrogen –testosterone

Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar

estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relatif

meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya

proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat

terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan

menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan

ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan

testosterone menurun, tetapi sel – sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih

panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 5

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 18

Page 19: BPH

Interaksi stroma-epitel

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel

prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator

(growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan

estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi

sel- sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel- sel epitel

secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun

stroma. 5

5. Faktor Predisposisi Hiperplasia Prostat Jinak

Pada usia 40an, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena BPH sebesar 25%.

Menginjak usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi 50%. Dan pada usia diatas 70

tahun, akan menjadi 90%.4

6. Patofisiologi Hiperplasia Prostat Jinak

Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan

pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini

sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat

hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan

enzim 5α reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di

dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu

pertumbuhan kelenjar prostat. 5

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan

menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.

Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan

tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomi buli- buli

berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel

buli- buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai

keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS)

yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus. 5

Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak

terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat

menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter.

Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis,

bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. 5

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 19

Page 20: BPH

Hiperplasia Prostat↓

Penyempitan lumen uretra posterior↓

Tekanan intravesika meningkat ↓ ↓Buli-buli: Ginjal dan ureter: Hipertrofi otot detrusor Refluks VU Trabekulasi Hidroureter Selula Hidronefrosis Divertikel buli-buli Gagal ginjal

Bagan1. Pengaruh Hiperplasia prostat Pada Saluran Kemih

Gambar 5. Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih

7. Gambaran klinis

a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) 5

Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi

Obstruksi Iritasi

Hesitansi

Pancaran miksi lemah

Intermitensi

Miksi tidak puas

Menetes setelah miksi

Frekuensi

Nokturi

Urgensi

Disuria

Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 20

Hidronefrosis

Hipertofi otot detrusor

Hidroureter

Benigna prostat hiperplasi

Page 21: BPH

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk

mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue)

sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi

urin akut.

Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain :

1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang

mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)

2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi

prostat)

3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor

(golongan antikolinergik atau adrenergic α)

Sistem skoring I-PSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan

miksi (LUTS) dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Skor

ringan (0-7), sedang (8-19), berat (≥ 20)

b. Gejala pada saluran kemih bagian atas5

Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri

pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis)

8. Pemeriksaan fisik5,6,7:

a. Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat

retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan

pertanda dari inkontinensia paradoksa.

b. Pada colok dubur yang harus diperhatikan

1) tonus sfingter ani/reflex bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan buli-

bulineurogenik

2) mukosa rectum

3) keadaan prostat antara lain :

Kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetris antar lobus dan

batas prostat. Pada colok dubur pembesaran prostat benigna menunjukan konsistensi

prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak

didapatkan nodul. Volume yang normal pada dewasa adalah 20-30 g. Pengukuran

lebih tepat dapat menggunakan transrektal ultrasonografi (TRUS). Raba apakah

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 21

Page 22: BPH

terdapat fluktuansi (abses prostat)/ nyeri tekan (prostatitis). Konsistensi prostat

keras/teraba nodul dan mungkin diantara lobus prostat tidak simetris.

Gambar 6. Pemeriksaan Rektal Digital (DRE)

9. Diagnosa banding 8

Diagnosa banding BPH

Kondisi Gejala

Diabetes mellitus Frekuansi, aliran dan volume urin normal

Sistitis , kanker buli, batu buli Gejala iritasi

Prostatitits

Divertikulum buli

Kondisi neurologis (injuri medulla spinalis,

kelainan medulla spinalis dsb)

Riwayat minum obat (antikolinergik,

antidepresan, dekongestan, tranquilezer)

Gejala iritasi dan obstruksi

Kanker prostat

Striktur uretra

Kontraktur/striktur buli

Gejala obstruksi

Tabel 2. Diagnosa Banding Benigna Prostat Hiperplasia

10. Pemeriksaan laboratorium 5,7,9:

a. Sedimen urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran

kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau glukosa.

b. Kultur urin

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 22

Page 23: BPH

Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensifitas

kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan

c. Faal ginjal

Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas.

Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal kronis pada pasien

yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi.

d. Gula darah

Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan

kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)

e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)

Jika curiga adanya keganasan prostat

11. Pemeriksaan Patologi Anatomi 9

BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di prostat.

Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni, meskipun

kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia

Gambar 7. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia

12. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia:

a. Foto polos5

Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa

prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang

merupakan tanda suatu retensi urine

b. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)5,7,10

Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam

rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola gelombang suara

merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 23

Page 24: BPH

apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan

gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum

mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan

mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki

keganasan prostat.

Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur volume

prostat, caranya antara lain :

Metode “step planimetry”. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal

diukur dari dasar sampai puncak.

Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar

(W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : ½ (H x W x L).

c. Sistoskopi 7,11

Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan urethra di

dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian dalam penis

sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah “cystoscope” , berisi lensa

dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung

kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan

mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.

Gambar 8. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia

d. Ultrasonografi trans abdominal 10,11

Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan pembesaran bagian

dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding zona perifer. Zona transisi

hipoekoik cenderung menekan zona central dan perifer. Batas yang memisahkan

hyperplasia dengan zona perifer adalah “surgical capsule”.

USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun

kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 24

Page 25: BPH

Gambar 9. Gambaran Sonografi Prostat Normal

Gambar 10. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia

e.Sistografi buli11

Gambar 11.Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat Hiperplasia

13. Pemeriksaan lain5,12 :

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:

Residual urin :

Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah

miksi

Pancaran urin/flow rate :

Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik)

atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran

yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang

dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void residual mengukur jumlah

air seni yang tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang

dari 50 mL umum menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan

pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 25

Page 26: BPH

untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau

kateterisasi.

Gambar 12. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH

Keterangan :

Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari

15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.

Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat, terlihat

waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien ini urin

residunya 100 mL.

14. Komplikasi 13

Retensi urine akut – ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi kandung

kemih, nyeri suprapubik

Retensi urine kronik –residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba, tidak nyeri

Infeksi traktus urinaria

Batu buli

Hematuri

Inkontinensia-urgensi

Hidroureter

Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal

15. Penatalaksanaan5

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-kadang

mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 26

Page 27: BPH

apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi

medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.

Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)

meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan

fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi

dan (6) mencegah progresifitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa,

pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.

Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimalWatchful waiting

Penghambat adrenergik α

Prostatektomi terbuka TUMT TUBD Stent uretra TUNA

Penghambat reduktese α

Endourologi

Fisioterapi 1. TURP2. TUIP3. TULP

Elektovaporasi

Hormonal

Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna5

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 27

RiwayatPemeriksaan fisik & DREUrinalisaPSA (meningkat/tidak)

Indeks gejala AUA

Gejala ringan (AUA≤7)/tdk ada

Gejala sedang

Retensi urinaria+gejala yang berhubungan dg BPHHematuria persistentBatu buliInfeksi saluran urinaria berulangInsufisiensi renal

Operasi

Tes diagnosticUroflowResidu urin postvoid

Pilihan terapi

Terapi non-invasif Terapi invasif

Page 28: BPH

Bagan 2. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia14

Penatalaksanaan Nilai indeks gejala BPH Efek samping Wactfull waiting Gejala hilang/timbul Risiko kecil , dapat terjadi retensi

urinariaPenatalaksanaan medisAlpha-blockers Sedang 6-8 Gaster/usus halus-11%

Hidung berair-11%Sakit kepala-12%Menggigil-15%

5 alpha-reductase inhibitors Ringan 3-4 Masalah ereksi-8%Kehilangan hasrat sex-5%Berkurangnya semen-4%

Terapi kombinasi Sedang 6-7 kombinasiTerapi invasi minimalTransuretral microwave heat Sedang-berat 9-11 Urgensi/frekuensi-28-74%

Infeksi-9%Prosedur kedua dibutuhkan-10-16%

TUNA Sedang 9 Urgensi/frekuensi-31%Infeksi-17%Prosedur kedua dibutuhkan-23%

Operasi TURP, laser & operasi sejenis

Berat 14-20 Retensi urinaria-1-21%Urgensi&frekuensi-6-99%Gangguan ereksi-3-13%

Operasi terbuka Berat Inkontinensia 6%

Tabel 4. Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat Hiperplasia15

a. Watchful waiting 5

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 28

Tes diagnosticPressure flowUretrosistoskopiUSG prostat

Watchful waiting

Terapi medis

Terapi minimal invasif Operasi

Page 29: BPH

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu

keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat etrapi

namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk

keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2)

kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3)

batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi

makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.

Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya apakah

menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan

pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek

daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.

b. Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot polos

prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan

penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume prostat

sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone

testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-reduktase.

Penghambat reseptor adrenergik α

Penghambat 5 α reduktase

Fitofarmaka

1) Penghambat reseptor adrenergik α. 5,11

mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk

meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH.

Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.

Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin

(Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin

(Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan

perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 29

Page 30: BPH

Gambar 13. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari

Gambar 14. Lokasi Reseptor a1-Adrenergik (a1-ARs)

2) Penghambat 5 α reduktase 5,13

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT)

dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 α reduktase di dalam sel prostat.

Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat

menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT,

sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari

6 sampai 12 bulan.

Gambar 15. Model Aksi Penghambat 5 α reduktase

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 30

Page 31: BPH

Contoh obat penghambat 5 α reduktase berdasarkan tipenya :

Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI

Proscar(finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI

3) Fitofarmaka5

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala

akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif

yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum diketahui

dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen,

menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast

growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolism

prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow resistance dan memperkecil

volume prostat. Diantara fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah: Pyegeum

africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.

c. Terapi Invasif Minimal

Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan

1) Microwave transurethral. Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang

menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan

prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy

transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk

memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah

sistem pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur.

Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat

jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi ereksi

atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi

mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 31

Page 32: BPH

Gambar 16. Microwave Transurethral

2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral

jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA

memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region

prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas.

Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping

yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).

Gambar 17. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

3) Thermotherapy dengan air. Terapi ini menggunakan air panas untuk

menghancurkan jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter mengandung

beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga balon pengobatan terletak di

tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu air, yang mengalir ke balon dan

memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini memfokuskan panas di wilayah

yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra dan kandung kemih dilindungi.

Jaringan yang hancur keluar melalui urin

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 32

Page 33: BPH

Gambar 18. Thermotherapy dengan Air

4) Intra-Prostatic Stent

Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena

pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di

sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra

prostatika. Stent temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang

tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi jaringan. Stent yang permanen terbuat dari

anyaman dari bahan logam super alloy, nikel atau titanium. Sayangnya setelah

pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif,

perdarahan uretra atau rasa tidak enak di daerah penis.

Gambar 19. Intra-Prostatic Stent

d. Bedah

1) Operasi transurethral. 5,11,13,16,17

Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan anestesi,

ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui uretra.

Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan untuk 90

persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan TURP, alat yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 33

Page 34: BPH

disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The resectoscope, yaitu panjang

sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi lampu, katup untuk mengendalikan

cairan irigasi, dan loop listrik yang memotong jaringan dan segel pembuluh darah.

Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades adalah sifatnya

yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan menyebabkan

hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindrom TURP.

Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen dan tekanan darah meningkat

dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak

dan jatuh ke dalam koma. Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP

operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan

haru smemasang sistostomi terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan dapat

mengurangi penyerapan air ke sistemik.

Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope untuk

menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu. Potongan-potongan

jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan kemudian dibuang keluar pada

akhir operasi. Prosedur transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka

dan memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek samping yang

mungkin TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini,

semen mengalir mundur ke dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar

uretra.

Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjutPerdarahan Perdarahan InkontinensiSindrom TURP Infeksi lokal/sistemik Dinsfungsi ereksiPerforasi Ejakulasi retrograde

Striktur uretra

Tabel 4. Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 34

(a)

Page 35: BPH

Gambar 20. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP

Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini

melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di

mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang

tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya

masih muda.

Gambar 21. Prosedur Trans Uretral Incision Prostat (TUIP)

2) Open surgery. 5,12

Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat digunakan,

operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan. Open surgery

sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada

komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki.

Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer)

atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia

uirn (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher

buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%.

3) Operasi laser 5, 7,11

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 35

(b)

(c)

Page 36: BPH

Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu

yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit

komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun.

Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi

(kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah

yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah

operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui

uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan

beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser

menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.

Gambar 22. Operasi Laser pada Prostat

a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser

interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan prostat untuk

menghancurkannya.

Gambar 23. Interstitial laser coagulation

b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).

PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama

dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan

mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar

prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat operasi.

Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50

gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 36

Page 37: BPH

Gambar 24. Potoselectif vaporisasi prostat

e. Kontrol berkala 5

Watchfull waiting

Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah

terdapat perbaikan klinis

Pengobatan penghambat 5α-reduktase

Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6

Pengobatan penghambat 5α-adrenegik

Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan

pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi

Terapi invasive minimal

Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor

miksi, juga diperiksa kultur urin

Pembedahan

Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit.

DAFTAR PUSTAKA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 37

Page 38: BPH

1. Emil A. Tanagho, Jack W.McAninch.Smith’s General Urology.17th

Edition.USA:McGraw-Hill;2008.

2. Purnomo B. Prostat. Dasar-dasar urologi. Edisi 3. Malang: Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya; 2011.

3. Sjamsuhidajat, de Jong. Hiperplasia prostat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta:

EGC; 2010.

4. Snell RS. Prostat. Anatomi Klinik. Ed.6. Jakarta : EGC; 2006; p.345-50

5. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. Prostate Hyperplasia. Harrison’s Manual of

Medicine. Ed. 17. USA : The McGraw Company; 2009.

6. Sherwood L. Sistem Reproduksi. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed.2. Jakarta :

EGC; 2001.

7. Price SA, Wilson LM. Hiperplasia Prostat. Patofisiologi. Ed. 6. Jakarta : EGC; 2005.

8. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. Available at

http://www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf.

9. Prostate. Available at http://en.wikipedia.org/wiki/Prostate.

10. Benign Prostatic Hyperplasia. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview.

11. BPH. Available at http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-furqan.pdf.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 38