bonnie setiawan - paper kemiskinan dalam konteks global

6
Pembelajaran kemiskinan dalam konteks Global: Apa yang bisa dilakukan Indonesia? Oleh: Bonnie Setiawan Kemiskinan Struktural Kemiskinan adalah isu utama bagi Negara seperti Indonesia. Meskipun sudah merdeka selama 68 tahun, tetapi kemiskinan tetap meliputi hampir separuh lebih masyarakat Indonesia. Ukuran kemiskinan BPS tidak bisa dipakai, karena menetapkan angka yang sangat rendah (dibawah 2100 kilokalori perhari dan non-makanan sebesar Rp 212.000/bulan), sehingga ada 30,02 juta orang miskin. Bila definisi kemiskinan diperluas, misalnya penduduk yang hidup di bawah Kebutuhan Hidup Layak (KHL), maka kaum miskin bisa meliputi lebih dari separuh penduduk Indonesia. tanjabbarkab.bps.go.id Di tahun 1982, kongres HIPIIS (Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial) telah mengemukakan konsep “kemiskinan struktural”, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh ketidakadilan dari struktur masyarakatnya, sementara sebagian kecil elit menguasai sebagian besar aset-aset produktif. Kemiskinan karenanya bukanlah bersifat alamiah, tetapi merupakan buatan, produk sosial dan produk sistemnya. Semakin Makalah untuk Lokakarya Lesson Learned Penanggulangan Kemiskinan yang diselenggarakan oleh Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk Penanggulangan Kemiskinan, di hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta tanggal 19 November 2013. Penulis adalah Direktur Eksekutif di Resistance and Alternatives to Globalization (RAG), Jakarta. Kontak ke: [email protected] 1

Upload: hs-dillon

Post on 29-Nov-2015

42 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Presentasi Bonnie Setiawan. Pada acara Lokakarya "Lessons Learned" Penanggulangan Kemiskinan , Utusan Khusus Presiden RI untuk Penanggulangan Kemiskinan. Grand Sahid Jaya,Jakarta pada 18-19 November 2013.

TRANSCRIPT

Page 1: Bonnie Setiawan - PAPER Kemiskinan Dalam Konteks Global

Pembelajaran kemiskinan dalam konteks Global:Apa yang bisa dilakukan Indonesia?

Oleh: Bonnie Setiawan

Kemiskinan Struktural

Kemiskinan adalah isu utama bagi Negara seperti Indonesia. Meskipun sudah merdeka selama 68 tahun, tetapi kemiskinan tetap meliputi hampir separuh lebih masyarakat Indonesia. Ukuran kemiskinan BPS tidak bisa dipakai, karena menetapkan angka yang sangat rendah (dibawah 2100 kilokalori perhari dan non-makanan sebesar Rp 212.000/bulan), sehingga ada 30,02 juta orang miskin. Bila definisi kemiskinan diperluas, misalnya penduduk yang hidup di bawah Kebutuhan Hidup Layak (KHL), maka kaum miskin bisa meliputi lebih dari separuh penduduk Indonesia.

tanjabbarkab.bps.go.id

Di tahun 1982, kongres HIPIIS (Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial) telah mengemukakan konsep “kemiskinan struktural”, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh ketidakadilan dari struktur masyarakatnya, sementara sebagian kecil elit menguasai sebagian besar aset-aset produktif. Kemiskinan karenanya bukanlah bersifat alamiah, tetapi merupakan buatan, produk sosial dan produk sistemnya. Semakin sistemnya tidak berpihak kepada kaum miskin dan mengabaikan kaum miskin, maka kemiskinan akan semakin melebar dan meluas. Hal ini nampak sekali dijumpai di dalam negeri Indonesia sekarang ini.

Ada banyak strategi penghapusan kemiskinan yang telah ditulis dan dirumuskan. Bagi saya, strategi-strategi tersebut haruslah menyentuh kemiskinan struktural

Makalah untuk Lokakarya Lesson Learned Penanggulangan Kemiskinan yang diselenggarakan oleh Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk Penanggulangan Kemiskinan, di hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta tanggal 19 November 2013. Penulis adalah Direktur Eksekutif di Resistance and Alternatives to Globalization (RAG), Jakarta. Kontak ke: [email protected]

1

Page 2: Bonnie Setiawan - PAPER Kemiskinan Dalam Konteks Global

tersebut. Bila tidak, maka hanya cenderung melestarikannya. Mengapa? Karena tidak menyentuh akar masalahnya, yaitu faktor-faktor struktural yang merupakan asal-muasal terjadinya kemiskinan. Kemiskinan disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu: faktor struktural dalam negeri (nasional) dan faktor struktural luar negeri (global). Keduanya memegang peranan besar dan saling berhubungan dalam memiskinkan masyarakat. Faktor struktural dalam negeri adalah rezim ekonomi politik dan Negara/pemerintah serta kelompok-kelompok elit di masyarakatnya yang: apakah (a) berkomitmen memberdayakan rakyat dan menghapus kemiskinan; atau (b) justru melestarikan dan menyebabkan kemiskinan terus berlanjut. Dalam tulisan ini khusus akan menyorot faktor luar negeri atau faktor global yang menyebabkan kemiskinan tersebut (atau yang dikenal sebagai globalisasi).

Tiga tahap globalisasi (penjajahan)

Sudah diketahui bahwa globalisasi tahap pertama dikenal sebagai Kolonialisme-Imperialisme klasik. Ini berlangsung pada masa penjarahan dan pembagian negeri-negeri Selatan pada abad 15-19 untuk dikuasai oleh Negara-negara kolonialis Eropa, terutamanya Spanyol, Portugal, Inggeris, Perancis, Jerman, Belanda, Belgia, Italia dan sebagainya. Masyarakat yang menjadi koloninya dihisap dan dijarah semua kekayaannya, sehingga menjadi masyarakat terbelakang dan miskin. Tidak dapat disangkal bahwa disinilah bermulanya kemiskinan structural tersebut. Masyarakat miskin bukan karena alamiah, tetapi karena dimiskinkan oleh struktur-dan-sistemnya.

Tahap kedua, yang dikenal sebagai neo-kolonialisme-imperialisme (Nekolim), semenjak akhir abad 19 hingga abad 20. Disini dimulai imperium baru yang bernama Amerika Serikat, yang kemudian menggantikan posisi Inggeris sebagai pusat Imperium dunia. Meskipun demikian kebanyakan Negara Eropa juga masih menjalankan posisi yang sama. Nekolim ini terutama beroperasi lewat mekanisme ekonomi (hutang bilateral dan operasi MNCs-Multi-National Corporations), meskipun politiko-militer tetap berjalan bersamaan.

Tahap ketiga (dan terakhir) yang dikenal sebagai Globalisasi ekonomi atau imperialisme baru, semenjak pertengahan abad 20 hingga sekarang. Mekanismenya adalah melalui aturan-aturan global yang dipaksakan kepada Negara-negara Selatan untuk kepentingan korporasi transnasional (TNCs), mulai dari PBB, Bank Dunia, IMF, GATT, WTO, ADB, hingga kepada mekanisme-mekanisme global yang paling baru semacam REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation), FTA (Free Trade Agreement), APEC (Asia Pacific Economic Cooperation), BIT (Bilateral Investment Treaties), CEP (Comprehensive Economic Partnership), GVC/GSC (Global Value Chain/ Global Supply Chain), dan GPN (Global Production Network).

Dalam ketiga tahapan tersebut, kelihatan sekali pergantiannya dari sebuah mekanisme penjajahan yang sifatnya sangat kasar dan kelihatan jelas, hingga sampai sekarang sudah hampir-hampir tidak lagi kelihatan dan sangat halus beroperasinya. Beroperasinya kini melalui berbagai aturan-aturan yang berasal dari kesepakatan internasional/multilateral, regional atau antar-negara, sehingga sangat legal dan absah di mata hukum. Akan tetapi intinya masih tetap sama, yaitu penjajahan.

2

Page 3: Bonnie Setiawan - PAPER Kemiskinan Dalam Konteks Global

Karenanya bisa dikatakan bahwa berbagai rezim perdagangan, seperti APEC, WTO, AFTA yang kemudian berubah menjadi ASEAN Community (khususnya AEC-ASEAN Economic Community), merupakan bagian dari penjajahan tidak langsung ini, yang berpengaruh negatif terhadap upaya pemerdekaan dan penghapusan kemiskinan masyarakat Indonesia. Programnya yang bernama liberalisasi perdagangan dan investasi terbukti telah menghancurkan kemerdekaan, keswadayaan, kedaulatan dan kemandirian yang hendak dibangun bangsa Indonesia. Kini bisa disaksikan sendiri bahwa Indonesia harus defisit milyaran dollar untuk mengimport semua kebutuhan-kebutuhan pangannya (beras, gula, kedele, jagung, gandum, susu, daging, buah-buahan, hortikultura dan sebagainya, bahkan garam), tergantung pada konten-import dalam membangun industrinya dan juga pertaniannya (pupuk, benih, obat-obatan, pestisida) dan juga terutama perbankannya yang sebagian besar dikuasai bank-bank asing.

Berbagai program pemerintah dalam upaya penanggulangan dan penghapusan kemiskinan, meskipun didasari oleh niat yang baik dan serius, akan tetapi akan selalu terhalang oleh adanya tembok struktural-global tersebut. Ini karena semua program kemiskinan tersebut berasal dari mekanisme global (hutang dan bantuan dari multilateral/regional/bilateral) yang hanya merupakan lips-service (pemulas bibir) dan permen-permen dari mekanisme penjajahan baru tersebut. Sementara upaya dari anggaran pemerintah sendiri terbatas jumlahnya, karena banyak pendapatan Produk Domestik Bruto (PDB) sudah diangkut keluar oleh korporasi-korporasi transnasional (misal Freeport, Exxon, Newmont dan lain-lainnya). Ditambah lagi kebocoran anggaran karena korupsi birokrasi dan DPR.

Membangun kemandirian

Untuk benar-benar mengatasi (dan bukan tambal-sulam) kemiskinan, jalan satu-satunya adalah lewat membangun kemandirian atau Berdikari, sebagaimana telah dicontohkan oleh negeri Jepang dan China. Kedua Negara tersebut bisa menghapus kemiskinan dengan cepat, karena fokus pada satu program utama: yaitu kemandirian bangsa.

Jepang dan China mengajarkan formula sederhana yang saya ringkas sebagai berikut: “menciptakan manusia-manusia yang mandiri dan produktif lewat sistem pendidikan yang berkualitas dan sistem sosial-ekonomi yang gotong-royong serta sistem politik yang terpimpin, yang dibangun di atas dasar kemandirian (berdikari) nasional yang sepenuhnya”.

Kedua Negara tersebut mengirimkan puluhan ribu murid dan mahasiswanya untuk belajar ke Barat untuk mengejar ketertinggalannya, disamping memprioritaskan kualitas sistem pendidikan nasionalnya. Kedua Negara tersebut memperkuat kohesi masyarakatnya atas dasar gotong-royong sesuai tradisi sosial mereka. Kedua Negara tersebut tidak punya atau sedikit berhutang ketika menjalankan pembangunan tahap awalnya. Kedua Negara tersebut memberlakukan kontrol atas modal dan keuangan. Juga kedua Negara tersebut membangun industri dan pertaniannya secara mandiri, sehingga membangun fondasi dasar yang kuat di dua sektor dasar tersebut. Kedua Negara tersebut mempunyai Negara dan pemerintah yang terpimpin penuh dan tidak liberal. Kasus Jepang memperlihatkan lamanya jangka waktu mereka membangun kemandiriannya (sejak Tokugawa abad 17-19 dan Meiji abad 19). Sementara contoh mutakhir adalah kasus pembangunan di

3

Page 4: Bonnie Setiawan - PAPER Kemiskinan Dalam Konteks Global

China yang luar biasa berhasil, sejak merdeka di tahun 1949 hingga menjadi Negara ekonomi terbesar kedua di dunia hanya dalam waktu 50 tahunan, meskipun termasuk dalam kategori Negara yang terlambat dalam proses industrialisasinya.

Indonesia sudah punya semua formula sederhana tersebut, tinggal membuat sistemnya. Bahkan mempunyai nilai Plus-Plus dibandingkan Jepang dan China: yaitu kekayaan alamnya. Indonesia SDMnya adalah kualitas unggul (dibuktikan lewat anak-anak Indonesia yang menjuarai berbagai olimpiade fisika, kimia dan lainnya); tradisi sosial-ekonominya adalah gotong-royong yang masih kuat di desa-desa dan berbagai komunitas; serta sistem politiknya yang musyawarah-mufakat, demokrasi terpimpin bukan demokrasi liberal. Semua keunggulan itu sebenarnya sudah dibuatkan jalannya di dalam UUD 45 (yang asli) dan Pancasila. Tinggal dilaksanakan dengan konsekuen dan konsisten. Orde Baru dan Orde Reformasi telah merusak semua itu. Sistem ekonomi pasal 33 UUD 45 adalah sistem ekonomi heterodoks (Azas Kekeluargaan Sosialisme Indonesia), dan bukan ekonomi ortodoks (liberalisme-kapitalisme pasar) sebagaimana yang dianut sekarang.

Era Kebangkitan Asia dan Indonesia

Saat ini dari tiga pusat pertumbuhan ekonomi dunia, yaitu Amerika Utara, Eropa, dan Asia Timur, maka hanya Asia Timur-lah yang tidak digoncang oleh krisis akut. Amerika Serikat dan Negara-negara Eropa Barat sedang dilanda krisis hutang yang sangat besar dan dalam, yang sulit diketahui kapan akan bisa selesai. Hanya Asia Timur yang masih tetap bertumbuh kuat, terutama didorong oleh China dan Jepang. Dengan masuknya India dalam Asia Timur, maka neraca global akan semakin berbalik kepada kebangkitan Asia. Diproyeksikan di tahun 2030, China dan India akan menjadi kekuatan ekonomi nomer 1 dan 3 di dunia, sementara Amerika ada di posisi ke-2.

4

Page 5: Bonnie Setiawan - PAPER Kemiskinan Dalam Konteks Global

Indonesia sebagai Negara besar Asia, harus ada di dalam era kebangkitan ini. Tetapi bila pengelolaannya masih sama seperti sekarang, maka jangan diharap. Sesungguhnya potensi Indonesia adalah jauh lebih besar dari India, dan masih di bawah China. Resepnya hanya satu dalam menghapus kemiskinan struktural tersebut, yaitu melalui formula kemandirian seperti dijelaskan di atas. Masih ada waktu dan momentum ke depan sampai tahun 2030 untuk bangkit dan maju.

Era kebangkitan Asia tinggal sebentar lagi. Bila secara alamiah saja seperti prediksi pemerintah sekarang, Indonesia bisa naik dari posisi 15 ke posisi 7 dunia, tetapi tetap banyak kemiskinan. Sementara dengan formula kemandirian, maka posisi Indonesia sudah pasti akan naik ke posisi ke-3 menggeser India, serta dengan dihapusnya kemiskinan sama sekali dari bumi Indonesia. Hal ini bisa terwujud dan haqul-yakin bisa!

***

5