bobot jenis.docx

22
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Setiap zat yang ada di muka bumi ini memiliki karakteristik tersendiri. Karakter-karakter tersebut berbeda dari segi fisik maupun segi kimia. Sifat fisik adalah sifat zat yang dapat diamati secara langsung, misalnya cairan, padat ataugas, serta sifat yang dapat diukur seperti massa, volume, warna dan sebagainya.Sifat kimia meliputi sifat zat yang tidak dapat diamati secara langsung, misalnya kelarutan zat, kerapatan dan lain-lain. Keadaan bahan secara keseluruhan dapat dibagi menjadi zat gas, fluida,dan padat. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa karakteristik suatu zat berbeda satu dengan yang lain. Demikian pula dengan kerapatan, yang juga merupakan suatu sifat zat, berbeda untuk setiap zat. Sebagai contoh minyak dan air ketika dicampur tercipta 2 fasa karena kerapatannya berbeda. Selain itu peristiwa mengapung, melayang dan tenggelam, merupakan kejadian lazim kita lihat yang dipengaruhi oleh perbandingan bobot jenis zat-zat tersebut. Kerapatan merupakan rasio massa suatu senyawa dengan volumenya. Bila kerapatan suatu senyawa

Upload: beonebb

Post on 29-Nov-2015

402 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

lkdh

TRANSCRIPT

Page 1: bobot jenis.docx

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Setiap zat yang ada di muka bumi ini memiliki karakteristik tersendiri.

Karakter-karakter tersebut berbeda dari segi fisik maupun segi kimia. Sifat

fisik adalah sifat zat yang dapat diamati secara langsung, misalnya cairan,

padat ataugas, serta sifat yang dapat diukur seperti massa, volume, warna

dan sebagainya.Sifat kimia meliputi sifat zat yang tidak dapat diamati secara

langsung, misalnya kelarutan zat, kerapatan dan lain-lain. Keadaan bahan

secara keseluruhan dapat dibagi menjadi zat gas, fluida,dan padat.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa karakteristik suatu

zat berbeda satu dengan yang lain. Demikian pula dengan kerapatan, yang

juga merupakan suatu sifat zat, berbeda untuk setiap zat. Sebagai contoh

minyak dan air ketika dicampur tercipta 2 fasa karena kerapatannya

berbeda. Selain itu peristiwa mengapung, melayang dan tenggelam,

merupakan kejadian lazim kita lihat yang dipengaruhi oleh perbandingan

bobot jenis zat-zat tersebut.

Kerapatan merupakan rasio massa suatu senyawa dengan volumenya.

Bila kerapatan suatu senyawa lebih besar daripada kerapatan air, maka

senyawa tersebut akan tenggelam dalam air. Namun, apabila kerapatannya

lebih kecil maka senyawa tersebut akan mengapung di atas air. Perbedaan

kerapatan suatu zat terkadang dapat pula dilihat dari kemampuannya

untuk bercampur. Kerapatan merupakan defenisi lama dari bobot jenis.

Bobot jenis yaitu perbandingan antara bobot sejumlah volume zat dengan

bobot

Dalam dunia kesehatan, cairan merupakan salah satu bahan dasar

untuk pembuatan obat. Zat aktif dapat larut dalam cairan dipengaruhi oleh

massa jenis. Dengan demikian maka penentuan bobot dan massa jenis

merupakan salah satu kegiatan yang sangat substansial dilakukan untuk

memformulasikan obat sehingga dapat diperoleh suatu sediaan farmasi yang

ideal dan sempurna.

Page 2: bobot jenis.docx

2

Oleh sebab itu dalam farmasi fisika ada bahasan tentang penetapan

bobot jenis dan rapat jenis dengan menggunakan suatu metode tertentu.

Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan bobot zat terhadap air volume

sama yang ditimbang di udara pada suhu yang sama (Dirjen POM, 1979).

Sedangkan rapat jenis adalah perbandingan yang dinyatakan dalam desimal,

dari berat suatu zat terhadap berat dari standar dalam volume yang sama

kedua zat mempunyai temperatur yang sama atau temperatur yang telah

diketahui. Air digunakan untuk standar untuk zat cair dan padat, hidrogen

atau udara untuk gas. Dalam farmasi, perhitungan bobot jenis terutama

menyangkut cairan, zat padat dan air merupakan pilihan yang tepat untuk

digunakan sebagai standar karena mudah didapat dan mudah dimurnikan

(Ansel, 1989).

Penentuan bobot jenis dan rapat jenis suatu zat ini juga sangat penting

dalam menentukan berbagai zat tambahan yang dapat dikombinasikan

dengan zat tersebut.

Dengan demikian percobaan penentuan massa dan bobot jenis perlu

dilakukan untuk mendapatkan formulasi dan sediaan akhir obat yang ideal.

Untuk itu sangat diperlukan kegiatan praktikum sebagai langkah proaktif

dalam memahami penentuan bobot dan massa jenis suatu sampel.

I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud percobaan

Mengetahui dan memahami cara-cara penetuan bobot jenis dan rapat

jenis sut zat cair dengan menggunakan metode tertentu

I.2.2 Tujuan percobaan

1. Menetukan bobot jenis dan rapat jenis dari paraffin cair dengan

menggunakan piknometer

2. Menetukan bobot jenis dan rapat jenis dari minyak kelapa dengan

menggunakan piknometer

Page 3: bobot jenis.docx

3

I.3 Prinsip percobaan

Penetapan bobot jenis suatu larutan dengan penimbangan piknometer

kosong dan piknometer yang berisi cairan, selisih kedua timbangan

dibandingkan volume larutan uji dan hasilnya adalah bobot jenis larutan

tersebut.

Page 4: bobot jenis.docx

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan antara bobot zat dibanding

dengan volume zat pada suhu tertentu (biasanya 25⁰ C). Rapat jenis (specific

gravity) adalah perbandingan antara bobot jenis suatu zat pada suhu tertentu

(biasanya dinyatakan sebagai 25o /25o, 25o/4o, 4o,4o). Untuk bidang farmasi

biasanya 25/25⁰ C (Pratama, 2008).

Rapat jenis adalah perbandingan yang dinyatakan dalam desimal, dari

berat suatu zat terhadap berat dari standar dalam volume yang sama kedua zat

mempunyai temperatur yang sama atau temperatur yang telah diketahui. Air

digunakan untuk standar untuk zat cair dan padat, hidrogen atau udara untuk

gas. Dalam farmasi, perhitungan bobot jenis terutama menyangkut cairan, zat

padat dan air merupakan pilihan yang tepat untuk digunakan sebagai standar

karena mudah didapat dan mudah dimurnikan (Ansel, 1989).

Metode penentuan bobot jenis dan rapat jenis untuk cairan (Voigt,

1994):

1. Metode Piknometer.

Prinsip metode ini didasarkan atas penentuan massa cairan dan

penentuan ruang, yang ditempati cairan ini. Untuk ini dibutuhkan

wadah untuk menimbang yang dinamakan piknometer. Ketelitian

metode piknometer akan bertambah hingga mencapai keoptimuman

tertentu dengan bertambahnya volume piknometer. Keoptimuman ini

terletak pada sekitar isi ruang 30 ml.

2. Metode Neraca Hidrostatik.

Metode ini berdasarkan hukum Archimedes yaitu suatu benda

yang dicelupkan ke dalam cairan akan kehilangan massa sebesar berat

volume cairan yang terdesak.

Page 5: bobot jenis.docx

5

3. Metode Neraca Mohr-Westphal.

Benda dari kaca dibenamkan tergantung pada balok timbangan

yang ditoreh menjadi 10 bagian sama dan disetimbangkan dengan bobot

lawan. Keuntungan penentuan kerapatan dengan neraca Mohr-Westphal

adalah penggunan waktu yang singkat dan mudah dlaksanakan.

4. Metode areometer.

Penentuan kerapatan dengan areometer berskala (timbangan

benam, sumbu) didasarkan pada pembacaan seberapa dalamnya tabung

gelas tercelup yang sepihak diberati dan pada kedua ujung ditutup

dengan pelelehan.

Pengujian bobot jenis dilakukan untuk menentukan 3 macam bobot

jenis yaitu (Lachman, 1994):

1. Bobot jenis sejati

Massa partikel dibagi volume partikel tidak termasuk rongga yang

terbuka dan  tertutup.

2. Bobot jenis nyata

Massa partikel dibagi volume partikel tidak termasuk pori/lubang

terbuka, tetapi termasuk pori yang tertutup.

3. Bobot jenis efektif

Massa partikel dibagi volume partikel termasuk pori yang tebuka dan

tertutup. Seperti titik lebur, titik didih atau indeks bias (bilangan bias).

Kerapatan relatif merupakan besaran spesifik zat. Besaran ini dapat

digunakan untuk pemeriksan  konsentrasi dan kemurniaan senyawa

aktif, senyawa bantu dan sediaan farmasi (Lachman, 1994).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi bobot jenis suatu zat adalah

(Lachman, 1994):

1. Temperatur, dimana pada suhu yang tinggi senyawa yang diukur berat

jenisnya dapat menguap sehingga dapat mempengaruhi bobot jenisnya,

demikian pula halnya pada suhu yang sangat rendah dapat

menyebabkan senyawa membeku sehingga sulit untuk menghitung

bobot jenisnya.

Page 6: bobot jenis.docx

6

2. Massa zat, jika zat mempunyai massa yang besar maka kemungkinan

bobot jenisnya juga menjadi lebih besar.

3. Volume zat, jika volume zat besar maka bobot jenisnya akan

berpengaruh tergantung pula dari massa zat itu sendiri, dimana ukuran

partikel dari zat, bobot molekulnya serta kekentalan dari suatu zat

dapat mempengaruhi bobot jenisnya.

4. Kekentalan/viskositas sutau zat dapat juga mempengaruhi berat

jenisnya.

II.2 Uraian Bahan

II.2.1 Air Suling (Dirjen POM, 1979) (Lachman, 1994)

Nama resmi : Aqua Destilata

Sinonim : Air suling, Aquadest, Aqua depurata .

RM/BM : H2O/18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

mempunyai rasa.

Kelarutan : -

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Khasiat : -

Kegunaan : Sebagai pembersih piknometer.

II.2.2 Alkohol (Dirjen POM, 1979) (Lachman, 1994)

Nama resmi : Aethanolum

Sinonim : Etanol, Alkohol, Etil Alkohol.

RM/BM : C2H5OH/46,07

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan

bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah terbakar

dengan memberikan nyala biru yangtidak berasap.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform Pdan

dalam eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung daricahaya,

ditempat sejuk, jauh dari nyala api.

Khasiat : Antiseptikum

Page 7: bobot jenis.docx

7

Kegunaan : Membersihkan lemak dan kotoran yang melekat.

II.2.3 Minyak Kelapa (Dirjen POM, 1979)

Nama resmi : Oleum cocus

Sinonim : Minyak kelapa

RM/BM : 0,940-0,950 g/mL

Pemerian : cairan jernih tidak berwarna, kuning pucat, bau khas,

tidak tengik.

Kelarutan : larut dalam 2 bagian etanol (95%) pada suhu 60oC,

sangat mudah larut dalam kloroform p dan dalam eter

p.

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, terlindungi cahaya, sejuk.

Khasiat : sebagai zat tambahan.

Kegunaan : sebagai larutan sampel.

II.2.4 Parafin Cair (Dirjen POM, 1979) (Parrot, 1971)

Nama resmi : Paraffinum liquidum

Sinonim : Parafin cair, petrol atum album, minerale oil.

RM/BM : 0,84-0,86 g/ml

Pemerian : cairan kental, transparan, tdak berfluorensi; tidak

berwarna; hampir tidak berbau; hampir tidak

mempunyai rasa.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%)

P; tidak larut dalam kloroform P dan dalam eter P.

Penyimpanan : dalam wadah ertutup baik, terlindung dari cahaya.

Khasiat : sebagai laksativum.

Kegunaan : sebagai larutan sampel.

Page 8: bobot jenis.docx

8

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat Dan Bahan

III.1.1 Alat

1. Baskom

2. Botol semprot

4. Gelas ukur 500 ml

5. Oven

6. Piknometer 25 ml

7. Termometer

8. Timbangan analitik

III.1.2 Bahan

1. Air suling

2. Alkohol

3. Aluminium foil

4. Es batu

5. Paraffin cair

6. Minyak kelapa

7. Tissue roll

III.2 Cara kerja

III.2.1 Kalibrasi piknometer

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Dibersihkan piknometer dengan air suling kemudian dibilas dengan

alkohol untuk menghilangkan lemak dan kotoran yang melekat

3. Dimasukkan sejumlah air suling dalam piknometer sampai batas leher

piknometer

4. Diberi tanda batas kalibrasi pada piknometer

5. Dituangkan air dalam piknometer ke dalam gelas ukur dan dilihat

berapa mL air tersebut.

Page 9: bobot jenis.docx

9

III.2.2 Penetuan bobot jenis dengan piknometer

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Dibersihkan piknometer dengan air suling kemudian dibilas dengan

alkohol untuk menghilangkan lemak dan kotoran yang melekat.

3. Dipanaskan piknometer pada suhu 100 C selama 1 jam⁰ .

4. Ditimbang massa piknometer kosong 25 ml pada neraca analitik

sebanyak tiga kali (a gram).

5. Dimasukkan sejumlah volume paraffin cair sampai penuh dan

dimasukkan ke dalam baskom yang berisi es batu.

6. Diukur suhunya dengan termometer sampai 25 C, piknometer ditutup,⁰

lalu diangkat, dilap dengan tissue dan ditimbang pada neraca analitik

sebanyak tiga kali (b gram).

7. Dicatat hasilnya dan diulangi untuk zat cair lain yaitu minyak kelapa.

8. Dihitung bobot jenis zat cair yaitu (b-a) gram/25 ml.

Page 10: bobot jenis.docx

10

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV. 1 Data Pengamatan

Tabel 1

No

Paraffin

Piknometer

kosong

(a) (g/ml)

Piknometer berisi

(b) (g/ml)

1 20,9002 41,0058

2 20,9001 41,0075

3 20,9000 41,0091

Rata-rata 20,9001 41,00747

Tabel 2

No

Minyak kelapa

Piknometer

kosong

(c) (g/ml)

Piknometer berisi

(d) (g/ml)

1 21,3772 42,8587

2 21,3771 42,8596

3 21,3771 42,8603

Rata-rata 21,3771 42,85953

IV.2 Perhitungan

Paraffin

Mencari bobot jenis

M=b−av

Page 11: bobot jenis.docx

11

M=41,00747−21,900125

M=19,1073725

M=0,764 g /ml

Mencari rapat jenis (RJ)

RJ= Mvolumeair

RJ=0,7640,994

RJ=0,769 g /ml

Minyak kelapa Sania

Mencari bobot jenis (BJ)

M=b−av

M=42,85953−21,3771325

M=21,482425

M=0,859 g /ml

Mencari rapat jenis (RJ)

RJ= Mvolumeair

RJ=0,8590,997

RJ=0,862 g /ml

Page 12: bobot jenis.docx

12

BAB V

PEMBAHASAN

Percobaan yang dilakukan dalam praktikum adalah penetapan bobot jenis

dan rapat jenis. Dimana yag dimaksud dengan bobot jenis adalah perbandingan

antara bobot zat dibanding dengan volume zat pada suhu tertentu, dan rapat jenis

adalah perbandingan yang dinyatakan dalam desimal, dari berat suatu zat terhadap

berat dari standar dalam volume yang sama kedua zat mempunyai temperatur

yang sama atau temperatur yang telah diketahui.

Dalam menentukan bobot jenis dan rapat jenis suatu zat, ada beberapa

metode yang bisa digunakan. Namun, percobaan ini hanya menggunakan metode

piknometer untuk menentukan bobot jenis dan rapat jenis paraffin cair dan

minyak kelapa, dengan menimbang piknometer kosong dan piknometer yang

berisi cairan. Kemudian selisih kedua timbangan dibandingkan volume larutan uji

dan hasilnya adalah bobot jenis larutan (Suharno, 2011).

Sebelum menentukan bobot jenis dan rapat jenis larutan sampel, terlebih

dahulu disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Selanjutnya dibersihkan

dengan menggunakan air suling dengan alkohol. Langkah ini bertujuan untuk

membebas lemakkan alat dari kotoran yang melekat (Muda, 2011).

Setelah itu dilakukan kalibrasi piknometer. Kalibrasi ini bertujuan untuk

mengetahui berapa volume yang mampu ditampung oleh satu piknometer

(Pratama, 2008). Kemudian piknometer kosong dipanaskan pada suhu 100 C⁰

selama 1 jam. Pemanasan ini bertujuan untuk memperoleh bobot kosong dari

piknometer dan mengembalikan piknometer pada keadaan murni. Jika masih

terdapat titik air di dalamnya, dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh (Suharno,

2011).

Setelah itu massa piknometer kosong ditimbang pada neraca analitik

sebanyak tiga kali. Pengulangan ini bertujuan meningkatkan ketepatan dan

ketelitian terhadap hasil percobaan (Sutresna, 2007). Massa piknometer kosong

setelah dirata-ratakan adalah 20,9001 g. Setelah itu piknometer tersebut

dimasukkan larutan sampel pertama yaitu paraffin cair serta dimasukkan ke dalam

baskom yang berisi es batu dan diukur dengan termometer sampai mencapai

Page 13: bobot jenis.docx

13

25 C. Kemudian ditimbang sebanyak tiga kali dan didapatkan rata-rata massa⁰

piknometer berisi paraffin cair adalah 41,00747 g. Setelah itu data yang diperoleh

dimasukkan dalam rumus untuk memperoleh bobot jenis dan rapat jenis dari

parrafin. Perhitungan bobot jenis parrafin cair didapatkan 0,764 g/ml sedangkan

rapat jenis paraffin cair adalah 0,769g/ml.

Selanjutnya sampel kedua yaitu minyak kelapa. Piknometer yang telah

dipanaskan ditimbang lagi sebanyak 3 kali dengan hasil rata-rata penimbangan

21,3771 g. Kemudian piknometer diisi minyak kelapa sampai batas kalibrasi dan

dimasukkan ke dalam baskom yng berisi es batu serta diukur dengan termometer

sampai mencapai 25 C. Kemudian ditimbang sebanyak tiga kali dan didapatkan⁰

rata-rata massa piknometer berisi minyak kelapa adalah 42,85953 g. Hasil yang

didapatkan dimasukkan ke dalam rumus untuk mengetahui bobot jenis dan rapat

jenis dari minyak kelapa dengan merk sania. Dari perhitungan bobot jenis minyak

kelapa didapatkan 0,859 gr/ml dan rapat jenis adalah 0,862 gr/ml.

Namun dalam Farmakope Indonesia Edisi Ketiga dinyatakan bahwa bobot

jenis paraffin adalah 0,870 g/ml sampai 0,890 g/ml dan bobot jenis minyak kelapa

murni adalah 0,940 g/ml sampai 0,950 g/ml. Perbedaan hasil ini disebabkan

karena kurangnya ketelitian praktikan dalam menggunakan alat yaitu setelah

pemanasan, piknometer terkontaminasi lagi dengan butiran air. Selain itu

perbedaan hasil disebabkan saat memasukkan termometer ke dalam piknometer

yang telah terisi penuh oleh parafin cair sehingga tekanan dari termometer

menyebabkan berkurangnya volume parafin. Begitu juga dengan minyak kelapa.,

perbedaan bobot jenis dan rapat jenis minyak kelapa disebabkan oleh komposisi

yang terkandung dalam minyak kelapa. Karena minyak kelapa yang digunakan

adalah hasil produksi pabrik bukan merupakan minyak kelapa murni lagi.

Page 14: bobot jenis.docx

14

BAB VI

PENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penentuan bobot jenis dan rapat jenis dari percobaan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Bobot jenis dan rapat jenis dari paraffin cair yaitu 0,764 g/ml dan

0,769 g/ml

2. Bobot jenis dan rapat jenis minyak kelapa yaitu 0,859 g/ml dan 0,865

g/ml

VI.2 Saran

Diharapkan agar alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum

Farmasi Fisika dapat dilengkapi, diperbanyak dan mengalami kemajuan

sehingga Farmasis UNG dapat tetap mengikuti perkembangan teknologi

yang semakin pesat dibidang Farmasi.

Page 15: bobot jenis.docx

15

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta:

UI Press

Dirjen, POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Tiga. Jakarta: Departemen

kesehatan RI

Lachman, Leon. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta:

Universitas Indonesia

Muda, M. 2011. Laporan Kimia Analisis. Makassar: Sekolah Tinggi Ilmu

Farmasi Kebangsaan

Parrot. 1971. Pharmaceutical Technology. Lowa: University of Lowa

Pratama, T. 2008. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Makassar: Jurusan

Farmasi UNHAS

Suharno, D. 2011. Laporan Penentuan Bobot Jenis Percobaan 2. Kendari:

Universitas Haluoleo

Sutresna, N. 2007. Cerdas Belajar Kimia. Bandung: Grafindo Media Pratama

Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press