bj dan kerapatan zat (2)

Upload: phiapiaphia

Post on 10-Jul-2015

1.378 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

LABORATORIUM FARMASEUTIKA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN PRAKTIKUM PENETAPAN BOBOT JENIS DAN KERAPATAN

OLEH : KELOMPOK II

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2011

BAB I

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pengidentifikasian suatu zat kimia dapat diketahui berdasarkan sifatsifat yang khas dari zat tersebut. Sifat-sifat tersebut dapat dibagi dalam beberapa bagian yang luas. Salah satunya ialah sifat intensif dan sifat ekstensif. Sifat ekstensif adalah sifat yang tergantung dari ukuran sampel yang sedang diselidiki. Sedangkan sifat intensif adalah sifat yang tidak tergantung dari ukuran sampel. Kerapatan atau densitas merupakan salah satu dari sifat intensif. Dengan kata lain, kerapatan suatu zat tidak tergantung dari ukuran sampel. Kerapatan merupakan perbandingan antara massa dan volume dari suatu senyawa. Makin besar volume dan massa dari suatu senyawa, makin kecil kerapatannya. Begitu juga sebaliknya, makin kecil volume dan massa suatu senyawa, kerapatannya makin besar. Kebanyakan zat padat dan cairan mengembang sedikit bila dipanaskan dan menyusut sedikit bila dipengaruhi penambahan tekanan eksternal. Kerapatan kebanyakan zat padat dan cairan hampir tidak bergantung pada temperatur dan tekanan. Sebaliknya kerapatan gas sangat bergantung pada temperatur dan tekanan. Kerapatan gas diberikan pada kondisi standar (tekanan atmosfer pada ketinggian dan temperatur 00C). Kerapatan gas sangat kecil bila dibandingkan dengan kerapatan zat padat. Kerapatan dan bobot jenis dari tiap senyawa berbeda- beda. Berdasarkan pada teori ini, maka dilakukanlah percobaan penentuan kerapatan dan bobot jenis beberapa larutan.

2. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu : a. b. Menentukan bobot jenis beberapa cairan Menentukan kerapatan beberapa padatan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 1. Dasar Teori Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air, dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 25o (Anonim,2011) Massa jenis atau kerapatan zat (p) merupakan karakteristik mendasar yang dimiliki zat. Kerapatan suatu zat merupakan perbandingan massa dan volume zat itu, sehingga nilai kerapatan dapat diukur melalui pengukuran massa dan volumenya (Anonim,2011). Volume gas akan berubah dengan adanya perubahan suhu dan tekanan. Karenanya, berat jenis gas juga akan berubah bila suhu dan tekanan berubah. Semakin tinggi tekanan suatu jumlah tertentu gas pada suhu yang konstan akan menyebabkan volume menjadi semakin kecil dan akibatnya berat jenis akan semakin besar (Bird, 1993). Kerapatan air adalah 1,00 g/ml pada 4oC. Sistem perhitungan untuk kerapatan larutan didasari pada nilai ini. Untuk menghitung nilai kerapatan suatu larutan, umumnya larutan itu dibandingkan dengan air. Hal ini memudahkan untuk melihat apakah suatu larutan akan bercampur atau tidak, karena dua larutan dengan kerapatan yang sangat berbeda biasanya tidak dapat bercampur. Terdapat pengecualian, dimana larutan ionik seperti larutan garam akan larut dalam air karena keduanya bersifat polar. Minyak yang nonpolar tidak dapat larut dalam air meskipun kerapatan keduanya tidak jauh berbeda. Keduanya gagal dicampurkan lebih disebabkan oleh sifat tersebut, dibandingkan dengan kerapatannya. Contoh, kerapatan merkuri (13,5 g/ml) dan air (1,0 g/ml) relatif berbeda. Perbedaan kerapatan relatif ini (kadang disebut Gravitas Spesifik) menyebabkan merkuri terbenam di dasar wadah

yang berisi air. Kerapatan relatif (gravitas spesifik) adalah rasio dari kerapatan sampel pada 20oC dibagi dengan kerapatan air pada 4oC (Williams, 2003). Menurut Tipler (1991), kerapatan air berubah dengan berubahnya temperatur. Persamaan di atas menyatakan nilai maksimumnya yang terjadi pada suhu 4 oC. Satuan yang biasa dijumpai untuk volume adalah liter (L): 1 L = 103 cm3 = 10-3 m3 Rapatan diperoleh dengan membagi massa suatu objek dengan volumenya. (d) = Suatu sifat yang besarnya tergantung pada jumlah bahan yang sedang diselidiki disebut sifat ekstensif. Baik massa maupun volumenya adalah sifatsifat ekstensif. Suatu sifat yang bergantung pada jumlah bahan adalah sifat intensif. Rapatan yang merupakan perbandingan antara massa dan volume adalah sifat intensif. Sifat-sifat intensif umumnya dipilih oleh para ilmuwan untuk pekerjaan ilmiah karena tidak tergantung pada jumlah bahan yang sedang diteliti. Karena volume berubah menurut suhu sedangkan massa tetap, maka rapatan merupakan fungsi suhu (Petrucci, 1999). Kerapatan relatif tidak dinyatakan dalam suatu satuan karena ia adalah besaran relatif, yaitu perbandingan dua besaran sejenis. Sudah merupakan kebiasaan untuk menyatakan kerapatan relatif dengan menggunakan air sebagai acuan (Alonso, 1992). Bila kerapatan suatu benda lebih besar daripada kerapatan air maka benda akan tenggelam dalam air. Bila kerapatan lebih kecil maka benda akan mengapung. Untuk benda-benda yang mengapung bagian volume sebuah benda tercelup ke dalam cairan. Walaupun kebanyakan zat padat dan cairan mengembang sedikit bila dipanaskan dan menyusut sedikit bila dipengaruhi

pertambahan eksternal, perubahan dalam volume ini relatif kecil sehingga dapat dikatakan bahwa kerapatan kebanyakan berasal dari zat padat dan cairan hampir tidak bergantung pada temperatur dan tekanan. Sebaliknya kerapatan gas sangat bergantung pada temperatur dan tekanan, sehingga tekanan dan temperatur harus dinyatakan bila memberikan kerapatan gas (Tipler, 1998). Teori fungsi kerapatan adalah akar dari ilmu mekanika kuantum yang nantinya akan dibahas dimulai dengan perkenalan materi atau yang lebih dengan pengulangan konsep dasar mekanika kuantum molekul yang difokuskan pada bagian praduga Hartree-Fock klasik. Sejak teori fungsi kerapatan modern ini diperbincangkan hubungannya dengan teori HartreeFock, maka orang-orang pun mulai meresponnya. Penghargaan yang mutlak diberikan atas munculnya pengetahuan baru dalam bidang fisika sebagai dasar pengembangan pengetahuan kedepannya (Koch, 2001). Berat jenis suatu benda adalah massa jenis benda dibagi dengan massa jenis standar. Massa jenis udara dipakai sebagai massa jenis standar untuk keadaan gas. Massa jenis air dipakai sebagai patokan untuk benda cair dan benda padat. Jadi, berat jenis hanyalah suatu perbandingan dari massa jenis suatu benda terhadap massa jenis substansi standar (Bresnick, 2002). 2. Uraian Bahan a. Alkohol (Ditjen POM, 1995 : 63) Nama resmi Nama lain RM / BM Pemerian : : : : AETHANOLUM Etanol / Alkohol C2H6O / 46,07 Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna. Bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78o. Mudah terbakar.

Kelarutan

:

Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik.

Penyimpanan : Kegunaan :

Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api. Sebagai pelarut

b. Air Suling (Ditjen POM, 1979 : 96) Nama resmi Nama lain RM / BM Pemerian : : : : AQUA DESTILLATA Air suling H2O / 18,02 Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa. Penyimpanan : Kegunaan : Dalam wadah tertutup baik. Sebagai pelarut

c. Asam Sitrat (Ditjen POM, 1995 : 48) Nama resmi Nama lain RM / BM Pemerian : : : : ACIDUM CITRICUM Asam Sitrat C6H8O7 / 192,12 Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul sampai halus, putih; tidak berbau atau praktis tidak berbau; rasa sangat asam. Bentuk hidrat mekar dalam udara kering. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam etanol; agak sukar larut dalam eter. Penyimpanan : Kegunaan : Dalam wadah tertutup rapat. Sebagai pelarut

d. Gliserin (Ditjen POM, 1995 : 413) Nama resmi Nama lain RM / BM : : : GLYCEROLUM Gliserin C3H8O3 / 92,09

Pemerian

:

Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa manis; hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak). Higroskopik; netral terhadap lakmus.

Kelarutan

:

Dalam bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemah dan dalam minyak menguap.

Penyimpanan : Kegunaan :

Dalam wadah tertutup rapat. Sebagai pelarut

e. Parafin (Ditjen POM, 1995 : 652 ) Nama resmi Nama lain RM / BM Pemerian : : : : PARAFFINUM Parafin C3H8O3 / 92,09 Hablur tembus cahaya atau agak buram; tidak berwarna atau putih; tidak berbau; tidak berasa; agak berminyak. Kelarutan : Tidak larut dalam air dan dalam etanol; mudah larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak menguap, dalam hampir semua jenis minyak lemak hangat; sukar larut dalam etanol mutlah. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan cegah pemaparan terhadap panas berlebih. Kegunaan : Sebagai pelarut

BAB III

PROSEDUR KERJA 1. Alat dan Bahan 1.1. Alat Adapun alat yang digunakan, yaitu botol semprot, gelas arloji, gelas ukur 10 ml dan 100 ml, Piknometer 25 ml dan 50 ml, pipet tetes, sendok tanduk, timbangan digital. 1.2. Bahan Adapun bahan yang digunakan, yaitu Alkohol, Asam Sitrat, Aquades, Gliserin, kertas timbang, Parafin, Tissu. 2. Langkah Percobaan a. Menentukan Kerapatan Bulk Timbang zat padat sebanyak 10 g, kemudian masukkan ke dalam gelas ukur 50 ml. Ukur volume zat padat. Hitung kerapatan Bulk. b. Menentukan Kerapatan Mampat Timbang zat padat sebanyak 10 gram. Masukkan ke dalam gelas ukur. Ketuk sebanyak 100 dan 500 kali ketukan. Ukur volume yang terbentuk. Hitung Kerapatan Mampat. c. Menentukan Kerapatan Sejati Timabng piknometer yang bersih dan kering bersama tutupnya. Isi piknometer dengan zat padat kira-kira mengisis 1/3 bagian volumenya. Timbang piknometer berisi zat padat beserta tutupnya. Isikan parafin cair perlahan-lahan kedalam piknometerberisi zat padat, kocokkocok, dan isi sampai penuh sehingga tidak ada gelembunh didalamnya. Bersihkan piknometer berisi penuh dengan parafin cair hingga tidak ada gelembung didalamnya.

Timbang piknometer berisi penuh parafin cair dan tutupnua. Hitung kerapatan zat menggunakan persamaan d. Menentukan Bobot Jenis Cairan Gunakan piknometer yang bersih dan kering Timbang piknometer kosong lalu isi dengan air dengan air suling, bagian luar piknometer dila sampia kering dan ditimbang. Buang air suling tersebut, keringkan piknometer lalu isi dengan cairan yang akan diukur bobot jenisnya pada suhu yang sama pada saat pemipetan, dan ditimbang. Hitung bobot jenis ciran menggunakan persamaan (Ia)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil dan Perhitungan a. Tabel Kerapatan Bulk Bobot zat (g) Volume bulk (ml) Kerapatan Bulk (g/ml) 2 gram 2 ml 1 gr/ml

Kerapatan Mampat Bobot zat (g) Volume bulk (ml) Kerapatan Bulk (g/ml) 2 gram 1,7 ml 1.1769 gr/ml

Kerapatan Sejati Bobot Piknometer Kosong (g) Bobot pikno + Zat cair (g) Bobor pikno + zat padat (g) Bbot jenis zat padat + cair (g/ml) 14 gram 36 gram 19 gram 37 gr/ml

Bobot Jenis zat cair Bahan Bobot Piknometer Kosong (g) Bobot pikno + air (g) Bobot pikno + zat cair (g) Bobot jenis zat cair (g/ml) 63 77 75 67 77 14 22 26 18 28 Parafin Minyak kelapa Sirup DHT Alkohol Gliserin

55

71

91

58

69

0,83

0,88

1,326

0,816

0,836

b. Perhitungan Kerapatan Bulk Kerapatan bulk = = = 1 gr/ml Kerapatan Mampat Kerapatan mampat = = = 1.176 gr/ml Kerapatan Sejati

P padatan = = = = 1,25 gr Kerapan Bobot jenis zat cair Kelompok 1 Dt = = = 0,83 gr/ml Kelompok 2 Dt = = = 0,88 gr/ml Kelompok 3 Dt = = = 1,326 gr/ml Kelompok 4 Dt = = = 0,816 gr/ml Kelompok 5 Dt = =

= 0,836 gr/ml 2. Pembahasan Kerapatan atau densitas merupakan salah satu dari sifat intensif. Dengan kata lain, kerapatan suatu zat tidak tergantung dari ukuran sampel. Kerapatan merupakan perbandingan antara massa dan volume dari suatu senyawa. Makin besar volume dan massa dari suatu senyawa, makin kecil kerapatannya. Begitu juga sebaliknya, makin kecil volume dan massa suatu senyawa, kerapatannya makin besar. Pada praktikum kali ini, didapatkan hasil bobot jenis zat cair yang berbeda-beda pada saat menggunakan parafin, minyak kelapa, sirup DHT, alkohol, dan gliserin. Pada saat penggunaan sirup DHT menghasilkan bobot jenis zat cair yang lebih tinggi, yaitu 1,326 daripada zat cair yang lain. Kerapatan bulk lebih ringan daripada kerapatan mampat karena lubang udara pada kerapatan bulk lebih banyak daripada kerapatan mampat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi bobot jenis suatu zat adalah : 1. Temperatur, dimana pada suhu yang tinggi senyawa yang diukur berat jenisnya dapat menguap sehingga dapat mempengaruhi bobot jenisnya, demikian pula halnya pada suhu yang sangat rendah dapat

menyebabkan senyawa membeku sehingga sulit untuk menghitung bobot jenisnya. Oleh karena itu, digunakan suhu dimana biasanya senyawa stabil, yaitu pada suhu 25oC (suhu kamar). 2. Massa zat, jika zat mempunyai massa yang besar maka kemungkinan bobot jenisnya juga menjadi lebih besar. 3. Volume zat, jika volume zat besar maka bobot jenisnya akan berpengaruh tergantung pula dari massa zat itu sendiri, dimana

ukuran partikel dari zat, bobot molekulnya serta kekentalan dari suatu zat dapat mempengaruhi bobot jenisnya. 4. Kekentalan/viskositas sutau zat dapat juga mempengaruhi berat jenisnya. Hal ini dapat dilihat dari rumus :

V = kxdxt Dari rumus tersebut, viskositas berbanding lurus dengan bobot jenis (d). Jadi semakin besar viksositas suatu zat maka semakin besar pula berat jenisnya. Adapun pada praktikum ini alat yang digunakan seperti piknometer harus dalam keadaan bersih dan kering agar tidak mempengaruhi berat piknometer yang dapat membuat data pengamatan menjadi salah. Selain pengaruh kebersihan alat, tumpahnya bahan dan kurangnya bahan seperti pada saat penimbangan juga merupakan salah satu faktor kesalahan pada percobaan ini. Adapun manfaat penentuan bobot jenis dan kerapatan dalam bidang farmasi, yaitu faktor memungkinkan pengubahan jumlah zat dalam formula farmasetika juga digunakan untuk mengubah pernyataan kekuatan adalah b/b, b/v, dan v/v.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan, yaitu : a. Pada percobaan Kerapatan Bulk didapatkan hasil 1 gr/ml b. Pada percobaan Kerapatan Mampat didapatkan hasil 1,176 gr/ml c. Pada percobaan Kerapatan Sejatin didapatkan hasil 1,25 gr d. Pada percobaan bobot jenis farafin adalah 0,839 gr/ml e. Pada percobaan bobot jenis minyak kelapa adalah 0.88 gr/ml f. Pada percobaan bobot jenis sirup DHT adalah 1,326 gr/ml g. Pada percobaan bobot jenis alkohol adalah 0,816 gr/ml h. Pada percobaan bobot jenis gliserin adalah 0,836 gr/ml

2. Saran a. Sebaiknya sebelum melakukan praktikum, semua praktikan

mengetahui prosedur kerja atau langkah-langkah kerja yang akan dilakukan. b. Praktikan dan asisten sebaiknya melakukan kerjasama yang baik agar tidak terjadi kesalahan dan hal-hal yang tidak diinginkan pada saat praktikum

DAFTAR PUSTAKA Bird, T., 1993, Kimia Fisik untuk Universitas, PT Gramedia : Jakarta. Bresnick, S., 2002, Intisari Fisika, Hipokrates : Jakarta. Petrucci, R.H., 1999, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 1, Erlangga: Jakarta. Taba, P., Zakir, M., dan Fauziah, S., 2010, Penuntun Praktikum Kimia Fisika, Universitas Hasanuddin : Makassar. Tipler, P.A., 1998, Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 1, Erlangga : Jakarta. Williams, L.D., 2003, Chemistry Demystified, McGraw Hill, New York

LABORATORIUM FARMASEUTIKA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN PRAKTIKUM VISKOSITAS

OLEH : KELOMPOK II

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2011

BAB I

PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sebelum mengetahui lebih jauh tentang viskositas, kita harus mengetahui pengertian dari viskositas. Viskositas adalah ukuran resistensi zat cair untuk mengalir. Semakin besar resistensi suatu zat cair untuk mengalir semakin besar pula viskositasnya. Viskositas cairan dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu : a. Metode Viskometer Ostwald. Metode ini ditemukan berdasarkan hukum Paseorlle menggunakan alat viscometer Ostwald. b. Metode Viskometer bola jatuh. Metode ini berdasarkan hukum stokes, penetapannya dilakukan bola kelereng dari logam dan alat gelas silender berupa tabung. Dalam bidang farmasi, viskositas dapat diaplikasikan dalam pembuatan krim, suspensi, emulsi, losion, pasta, penyalut tablet, dan lain-lain. Selain itu digunakan uga untuk karakteristik produk sediaan farmasi. 2. TUJUAN PRAKTIKUM Adapun tujuan dari praktikum ini yakni untuk menentukan viskositas zat cair.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 1. DASAR TEORI Viskositas adalah ukuran resistensi zat cair untuk mengalir. Semakin besar resistensi suatu zat cair untuk mengalir semakin besar pula viskositasnya. (Mirawati, 2011) Viskositas merupakan salah satu sifat fisik zat cair yang pada umumnya dapat berubah oleh zat terlarut dan suhu. Zat cair dan larutannya dapat ditatapkan viskositasnya dengan cepat dan mudah dengan alat yang sederhana. Tetapan fisis ini, dapat digunakan untuk membedakan satu zat dengan zat lain. Satu zat juga dapat memiliki beberapa viskositas misalnya parafin cair dapat dibagi menjadi dua yaitu heavy paraffin dan light paraffin. (Mirawati, 2011) Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau fluida. Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir. Beberapa cairan ada yang dapat mengalir cepat, sedangkan lainnya mengalir lambat. Cairan yang mengalir cepat seperti air, alkohol, bensin yang mempunyai viskositas kecil. Sedangkan cairan yang mengalir lambat seperti gliserin, minyak castor dan madu mempunyai viskositas besar. Jadi viskositas tidak lain menentukan kecepatan mengalirnya suatu cairan. (Estien, 2005) Faktor yang mempengaruhi viskositas suatu zat cair yaitu (Martin, 1993) : 1. Suhu, semakin tinggi suhu maka viskositas dari bahan tersebut semakin kecil. 2. Konsentrasi, semakin besar konsentrasi suatu bahan maka viskositasnya akan semakin besar.

3. Berat molekul, terjadi hubungan langsung non-linier antara berat molekul dan viskositas larutan pada konsentrasi yang sama. 4. Derajat kekentalan zat cair, semakin besar viskositas zat cair, maka semakin susah susah benda padat bergerak di dalam zat cair. Meskipun viskositas merupakan tetapan zat cair namun ternyata dapat digunakan untuk menetapkan gas, menetapkan pelarut murni dan tidak murni. Pemahaman viskositas dapat dijelaskan sebagai berikut : Daerah A memperoleh gaya tertentu (f) dengan kecepatan (v) dan menempuh jarak (y), maka gaya (f) sebanding dengan luas daerah A. (Anonim, 2008) Viskositas cairan dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu (Sukardjo, 1997) : c. Metode Viskometer Ostwald. Metode ini ditemukan berdasarkan hukum Paseorlle menggunakan alat viscometer Ostwald. (Sukardjo, 1997) d. Metode Viskometer bola jatuh. Metode ini berdasarkan hukum stokes, penetapannya dilakukan bola kelereng dari logam dan alat gelas silender berupa tabung. (Soedojo, 2000) Viskositas dari kebanyakan cairan turun dengan naiknya suhu, menurut teori Lubans terdapat kekosongan ini, sehingga kekosongan akan bergerak keliling. Proses ini menyebabkan aliran, tetapi memerlukan energy karena adanya energi pengaktifan. (Alberty, 1984) Viskositas dari kebanyakan cairan tubuh dengan naiknya suhu. Menurut teori Lubans terdapat kekosongan dalam cairan dan molekul bergerak secara kontinu kedalam kekosongan ini. (Alberty, 1984) Viskositas (kekentalan) cairan akan menimbulkan oleh gaya kohesi dalam air. Sedangkan viskositas gas ditimbulkan oleh peristiwa tumbukan yang terjadi antara-antara molekul-molekul gas. (Soedojo, 2000) Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran viskositas yakni (Martin, 1993) : a. Viskometer kapiler / Ostwald. Viskositas dari cairan newton bisa ditentukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan bagi cairan tersebut untuk lewat

antara dua tanda ketika ia mengalir karena gravitasi melalui Viskometer Ostwald. Waktu alir dari cairan yang diuji dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan bagi suatu zat yang viskositasnya sudah diketahui (biasanya air) untuk lewat dua tanda tersebut. b. Viskometer Hoppler. Berdasarkan hokum stokes pada kecepatan bola maksimum, terjadi keseimbangan sehingga gaya gesek = gaya berat gaya Archimedes. Prinsip kerjanya adalah menggelindingkan bola (yang terbuat dari kaca) melalui tabung gelas yang hamper tidak berisi zat cair yang diselidiki. Kecepatan jatuhnya bola merupakan fungsi dari harga resiprok sampel. c. Viskometer Cup dan Bob. Prinsip kerjanya sampel digeser dalam ruangan antara dinding luar dari Bob dan dinding dalam dari Cup dimana Bob masuk persisi ditengah-tengah. Kelemahan viskositas ini adalah terjadinya lairan sumbat yang disebabkan geseran yang tinggi disepanjang keliling bagian tube sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi. Penurunan konsentrasi ini menyebabkan bagian tengah zat yang ditekan keluar memadat. Hal ini disebut aliran sumbat. d. Viskometer Cone dan Plate. Cara pemakaiannya adalah sampel ditempatkan ditengah-tengah papan, kemudian dinaikkan hingga posisi dibawah kerucut. Kerucut digerakkan oleh motor dengan bermacam kecepatan dan sampelnya digeser di dalam ruang sempit antara papan yang diam dan kemudian kerucut yang berputar. Viskositas dengan aliran reologi. Reologi adalah ilmu yang mempelajari tentang aliran zat cair dan deformasi zat padat. Reologi erat kaitannya dengan viskositas. Viskositas merupakan suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. (Martin, 1993) Cara menentukan koefisien viskositas dengan rumus stokes, yang memerlukan kelereng dari bahan yang amat ringan misalnya aluminium berukuran kecil dengan jari-jari 21 cm saja. Sewaktu kelereng hendak dijatuhkan kedalam bejana kecil yang berisi cairan yang hendak ditentukan

koefisien viskositasnya oleh gaya beratnya, kelereng akan semakin cepat jatuhnya, sesuai rumus stokes. (Martin, 1993) 2. URAIAN BAHAN 1. Alkohol (Ditjen POM, 1979 : 65) Nama resmi Nama lain RM / BM Pemerian : AETHANOLUM : Etanol : C2H6O / 46,02 : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas; mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam

kloroform P dan dalam eter P. Penyimpanan Kegunaan : Dalam wadah tertutup baik : Sebagai pereaksi

2. Aquades (Ditjen POM, 1979) Nama resmi Nama lain RM / BM Pemerian : AQUA DESTILLATA : Air Suling /Aquades : H2O / 18,02 : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa. Kelarutan Penyimpanan Kegunaan : Murni diperoleh dari penyaringan. : Dalam wadah tertutup baik. : Sebagai zat tambahan.

3. Gliserin (Ditjen POM, 1979) Nama resmi Nama lain RM / BM Pemerian : GLYCEROLUM : Gliserol / Gliserin : C3H8O3 / 92,10 : Cairan seperti sirop, jernih, tidak berwarna; tidak berbau; manis diikuti rasa hangat.

Kelarutan

: Dapat campur dengan air dan dengan etanol (95%) P; praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter P dan dalam minyak lemak.

Penyimpanan Kegunaan

: Dalam wadah tertutup baik : Sebagai sampel.

4. Minyak Kelapa (Ditjen POM, 1979) Nama resmi Nama lain Pemerian : OLEUM COCOS : Minyak Kelapa : Cairan jernih; tidak berwarna atau kuniing pucat; bau khas; tidak tengik. Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95%) P pada suhu 600; sangat mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P. Penyimpanan Kegunaan : Dalam wadah tertutup baik : Zat tambahan atau sebagai sampel

5. Parafin (Ditjen POM, 1979) Nama resmi Nama lain Pemerian : PARAFFINUM LIQUIDIUM : Parafin Cair : Cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi; tidak berwarna; hamper tidak berbau; hamper tidak mempunyai rasa. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; larut dalam kloroform P dan dalam eter P. Penyimpanan Kegunaan : Dalam wadah tertutup baik : Sebagai sampel

BAB III

PROSEDUR KERJA 1. ALAT DAN BAHAN 1.1 Alat yang Digunakan 1. Viskometer Kapiler 2. Statif 3. Botol Semprot 4. Pipet Tetes 5. Corong 6. Spindel 7. Buret 1.2 Bahan yang Digunakan 1. Minyak Kelapa 2. Alkohol 70% 3. Aquades 4. Parafin 5. Sirup DHT 6. Gliserin 2. LANGKAH PERCOBAAN a. Penentuan koefisien Viskositas mengguanakan buret 1. Tentukan bobot jenis zat cair menggunakan piknometer. 2. Bersihkan buret 50 ml dengan alkohol.

3. Pasang buret tegak lurus menggunakan statif. 4. Isi buret dengan aquadest sebanyak 25 ml. 5. Buka kran buret dan ukur waktu alir dengan menggunakan stopwatch. 6. Lakukan hal diatas sebanyak tiga kali. 7. Lakukan hal yang sama untuk parafin, gliserin, dan propilenglikol. 8. Hitung koefisien viskositas menggunakan persamaan (2b). b. Penentuan Koefisien Viskositas dengan menggunakan Viskometer Ostwald 1. Pasang viscometer Ostwald pada statif dengan menggunakan klem. 2. Masukkan cairan kedalam tabung B hingga sampai dibagian atas yang diberi tanda. 3. Jalankan stopwatch ketika cairan sampai ditanda bagian bawah tabung A, biarkan cairan mengalir hingga ke tanda bagian atas dari tabung A dan matikan stopwatch. Catat waktunya. 4. Ulangi sebannyak 3 kali untuk cairan yang sama. 5. Keluarkan isi cairan dang anti dengan cairan lainnya. c. Penentuan Viskositas dengan menggunakan Viskometer Brookfield 1. Pilih spindle sesuai dengan viskositas cairan yang hendak diukur. 2. Pasang spindle pada gantungan spindle. 3. Turunkan spindle sedemikian rupa sehingga batas spindle tercelup dalam cairan yang akan diukur viskositasnya. 4. Pasangkan stop kontak. 5. Atur RPM, hidupkan motor. Catat angka yang terbaca. Angka tersebut adalah viskositas dalam satuan senti poise (cP).

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. HASIL DAN PERHITUNGAN A. KOEFISIEN VISKOSITAS MENGGUNAKAN BURET Bobot jenis Air Viskositas Air Bobot Jenis Zat Cair (Parafin) Waktu Tempuh Air Waktu Tempuh Zat Cair (Parafin) Koefisien Viskositas Zat Cair (Parafin) Perhitungan : Kelompok I (Parafin) : I. = = 2 = 1,76 cP II. = = 2 = 1,66 cP 1 gr/ml 0,89 cP 0,83 mg/ml 15,03 s; 15,07 s; 17,46 s 36,00 s; 33,84 s; 43,87 s 1,76 cP; 1,66 cP; 1,86 cP

III.

= = 2 = 1,86 cP

Kelompok III (Sirup DHT) I. = = 2 = 11,725 cP II. = = 2 = 9,595 cP III. = = 2 = 11,333 cP Kelompok IV (Alkohol) : I. = = 2 = 0,968 cP II. =

= 2 = 1,180 cP III. = = 2 = 1,163 cP Kelompok V (Gliserin) : I. = = 2 = 19,25 cP II. = = 2 = 16,44 cP III. = = 2 = 21,27 cP

B.

KOEFISIEN

VISKOSITAS

MENGGUNAKAN

VISKOMETER

OSTWALD Bobot Jenis Air Viskositas Air Bobot Jenis Zat Cair (Minyak Kelapa) Waktu Tempuh Air Waktu Tempuh Zat Cair (Minyak Kelapa) 1 gr/ml 0,89 cP 0,88 gr/ml 10 sekon 67,28 sekon

Koefisien Viskositas Zat Cair (Minyak Kelapa dan air) 5,247 cP Perhitungan : = = 2 = 5,247 cP C. MENENTUKAN VISKOSITAS DENGAN VISKOMETER

BROOKFIELD NAMA CAIRAN Sirup DHT Sirup DHT Sirup DHT NO SPINDLE 61 61 61 RPM 50 50 50 VISKOSITAS 508,2 508,8 508,8

2. PEMBAHASAN Viskositas merupakan salah satu sifat fisik zat cair yang pada umumnya dapat berubah oleh zat terlarut, dan suhu. Tetapan fisis ini, dapat digunakan untuk membedakan satu zat dengan zat lain. Satu zat juga dapat memiliki beberapa viskositas misalnya parafin cair dapat dibagi menjadi dua yaitu heavy paraffin dan light paraffin. Viskositas adalah resistensi zat cair untuk mengalir. Pada percobaan viskositas menggunakan viscometer kapiler dan buret, alkohol 70% dimasukkan pada viscometer kapiler dan buret yang berguna untuk membersihkan viscometer kapiler dan buret. Lalu dilakukan percobaan pada masing masing bahan yakni : 1. Pada bahan Parafin dengan waktu tempuh air 15,03 sekon, 15,07 sekon, 17,46 sekon. Waktu tempuh parafin 36,00 sekon, 33,84 sekon, 43,87 sekon. Koefisien viskositas yakni pertama ialah 1,76 cP, kedua ialah 1,66 cP, ketiga ialah 1,86 cP. 2. Pada bahan minyak kelapa dengan waktu tempuh air 10 sekon. Waktu tempuh minyak kelapa 67,28 sekon. Koefisien viskositas yakni 5,247 cP. 3. Pada bahan Sirup DHT dengan waktu tempuh air 16,26 sekon, 17,59 sekon, 15,20 sekon. Waktu tempuh Sirup DHT 162,29 sekon, 143,67 sekon, 146,64 sekon. Koefisien viskositas yakni 11,725 cP, 9,595 cP, 11,333 cP. Pada Viskometer Brookfield, nomor spindle ialah 61 dan RPM ialah 50. Viskositasnya ialah 508,2; 508,8; 508,8. 4. Pada bahan alkohol dengan waktu tempuh air 18 sekon, 16 sekon, 17 sekon. Waktu tempuh alkohol 24 sekon, 24 sekon, 27 sekon. Koefisien viskositas yakni 0,968 cP, 1,180 cP, 1,163 cP.

5. Pada bahan gliserin dengan waktu tempuh air 17,54 sekon, 17,78 sekon, 13,74 sekon. Waktu tempuh alkohol 454 sekon, 393 sekon, 450 sekon. Koefisien viskositas yakni 19,25 cP; 16,44 cP; 21,27 cP. Dalam bidang farmasi, viskositas dapat diaplikasikan dalam pembuatan krim, suspensi, emulsi, losion, pasta, penyalut tablet, dan lain-lain. Selain itu digunakan uga untuk karakteristik produk sediaan farmasi. Kesalahan yang mungkin terjadi pada praktikum yakni ketika memasukkan zat cair pada viscometer kapiler terlalu berlebih pada batas bawah dan ketika menghitung waktunya dapat pula terjadi kesalahan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 1. KESIMPULAN Dari hasil praktikum dapat disimpulkan yakni : 1. Pada bahan Parafin dengan waktu tempuh air 15,03 sekon, 15,07 sekon, 17,46 sekon. Waktu tempuh parafin 36,00 sekon, 33,84 sekon, 43,87 sekon. Koefisien viskositas yakni pertama ialah 1,76 cP, kedua ialah 1,66 cP, ketiga ialah 1,86 cP. 2. Pada bahan minyak kelapa dengan waktu tempuh air 10 sekon. Waktu tempuh minyak kelapa 67,28 sekon. Koefisien viskositas yakni 5,247 cP. 3. Pada bahan Sirup DHT dengan waktu tempuh air 16,26 sekon, 17,59 sekon, 15,20 sekon. Waktu tempuh Sirup DHT 162,29 sekon, 143,67 sekon, 146,64 sekon. Koefisien viskositas yakni 11,725 cP, 9,595 cP, 11,333 cP. Pada Viskometer Brookfield, nomor spindle ialah 61 dan RPM ialah 50. Viskositasnya ialah 508,2; 508,8; 508,8. 4. Pada bahan alkohol dengan waktu tempuh air 18 sekon, 16 sekon, 17 sekon. Waktu tempuh alkohol 24 sekon, 24 sekon, 27 sekon. Koefisien viskositas yakni 0,968 cP, 1,180 cP, 1,163 cP. 5. Pada bahan gliserin dengan waktu tempuh air 17,54 sekon, 17,78 sekon, 13,74 sekon. Waktu tempuh alkohol 454 sekon, 393 sekon, 450 sekon. Koefisien viskositas yakni 19,25 cP; 16,44 cP; 21,27 cP. 2. SARAN Sebaiknya untuk viscometer kapiler jangan menggunakan minyak kelapa, sebab dalam membersihkan viskometer kapiler sangat sulit, karena terdapat endapan pada alat.

DAFTAR PUSTAKA Alberty, Robert. 1984. Kimia Fisika. Erlangga : Jakarta. Anonim. 2008. Penuntun Praktikum Kimia Fisika. Universitas Muslim Indonesia : Makassar. Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta. Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisika. UI Press : Jakarta. Mirawati. 2011. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika 1. Universitas Muslim Indonesia : Makassar. Soedojo. 2000. Fisika Dasar. Andi : Jakarta. Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Rineka Cipta : Yogyakarta. Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Andi : Jakarta.

LABORATORIUM FARMASEUTIKA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN PRAKTIKUM pH dan DAPAR

OLEH : KELOMPOK II

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2011

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Sebelum membahas lebih jauh tentang praktikum pH dan dapar. Maka kita harus mengetahui terlebih dahulu pengertian pH dan larutan dapar. pH atau potensial hydrogen adalah ukuran keasaman atatu kebasaan dari larutan air. Air murni memiliki pH netral, yaitu mendekati 7 pada suhu 250C, larutan dengan pH kurang dari 7 disebut asam dan larutan dengan pH diatas 7 disebut basa atau alkali. Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan pH terhadap penambahan sedikit asam atau basa. Peniadaan perubahan pH tersebut dikenal sebagai aksi dapar. Faktor-faktor yang penting dalam pembuatan dapar farmasi meliputi bahan-bahan kimia yang tersedia. Sterilitas larutan akhir, kestabilan obat dan dapar untuk waktu yang cukup lama, contoh dapar borat karena sifatnya yang toksik tidak dapat digunakan dalam menstabilkan larutan yang dipakai secara oral ataupun parental. 2. TUJUAN PRAKTIKUM Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut : a. menentukan pH beberapa zat cair b. membuat larutan dapar pada berbagai pH c. menghitung kapasitas dapar yang telah dibuat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Dasar Teori pH atau potensial hydrogen adalah ukuran keasama atau kebasaan dari larutan air. Air murni memiliki pH netral, yaitu mendekati 7 pada suhu 25 oC. larutan dengan pH kurang dari 7 disebut asam dan larutan dengan pH diatas 7 disebut basa atau alkali (Mirawati, 2011). pH dalam larutan kira sama dengan negative logaritma dari konsentrasi ion hidronium (H3O+). pH rendah menunjukkan tingginya konsentrasi ion hidronium sedangkan pH tingginya menunjukkan konsentrasi yang rendah (Mirawati, 2011). Teori tentang asam dan basa ada tiga yaitu (Mirawati, 2011): 1. Arrhenius (Svante August Arrhenius) Asam adalah suatu zat atau bahan yang bila dilarutkan dalam air akan melepaskan ion H+. HA + H2O ion OH-. BOH + H2O 2. Bronsted dan Lowry Asam adalah baik ion atau molekul yang dapat melepaskan proton atau donor proton. Basa adalah baik ion atau molekul yang dapat menerima proton atau akseptor proton. HCl A1 + NH3 B2 NH4+ + ClA2 B1 B+aq + OHH3O + A

Basa adalah suatu bahan/zat yang bila dilarutkan dalam air akan melepaskan

Setiap asam atau basa mempunyai basa atau asam konjugasi. A1 adalah asam dari basa konjugasi B1

B2 adalah basa dari asam konjugasi A2 3. Lewis Asam adalah suatu spesies yang dapat menerima pasangan electron, sedangkan basa adalah suatu spesies yang dapat menyumbangkan pasangan elektronnya. A + :B A+B

A adalah asam karena dapat menerima electron dan B adalah basa karena dapat, menyumbangkan pasangan elektronnya. Larutan dapar (buffer solution) merupakan nama lain dari penyangga. (Purpasari, 2010) Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat

meniadakan perubahan pH terhadap penambahan sedikit asam atau basa. Peniadaan perubahan Ph tersebut dikenal sebagai aksi dapar. Bila kedalam air larutan natrium klorida ditambahkan sedikit asam atau basa kuat, pH larutan akan berubah. Sistem semacam ini dikatakan tidak beraksi dapar (Martin, 1990). Kombinasi asam lemah denga basa konjugasinya yaitu garamnya, atau basa lemah dengan asam konjugasinya bertindak sebagai dapar. Jika 1 mol 0,1 N larutan HCl ditambahkan kedalam 100 ml air murni, Ph air akan turun dari 7 menjadi 3. Jika asam kuat ditambahkan ke 0,01 M larutan yang mengandung asam asetat dan natrium asetat dalam jumlah yang sama, Ph larutan itu hanyaberubah sebesar 0,09 satuan Ph, karena basa Ac- mengikat ion hydrogen sebagai berikut (Martin, 1990) : Ac- + H3O+ HAc + H2O

Jika suatu basa kuat, NaOH misalnya ditambahkan kedalam campuran dapar itu, asam asetat akan menetralisir ion hidroksilnya (Martin, 1990). Efek ion sejenis dan persamaa dapar untuk asam lemah dan garamnya. pH dari suatu larutan dapar dan perubahan pH larutan akibat penambahan asam atau basa dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dapar. Pernyataan ini berkembang dengan mengenggap adanya pengaruh garam

pada ionisasi asam lemah apabila garam dan (Martin, 1990).

asam memilki ion sejenis

Sebagai contoh ketika natriun asetat ditambahkan ke asam asetat, tetapan disosiasi asam lemah itu : (Martin, 1990). [ H3O+] [ Ac-] Ka = [ HAc] Untuk asetat lamanya terganggu, karena ion asetat yang diberikan oleh garam meningkatkan Acdi pembilang. Untuk mencapai harga Ka yang -5 konstan pada 1,75 x 10 ion hydrogen H3O+ di pembilang segera berkurang, diikuti peningkatan HAc . Dengan demikian, tetapan Ka tidak berubah dengan kesetimbangan bergerak kearah reaktan. Akibatnya ionisasi asam asetat (Martin, 1990). Bila ke dalam air atau larutan natrium klorida ditambahkan dengan sedikit asam atau basa kuat, pH larutan akan berubah. Sistem semacam ini dikatakan tidak beraksi dapar. (Martin, 1990) Larutan dapar terdiri dari dua tipe yaitu (Mirawati, 2011): 1. Asam lemah dengan basa konyugasinya (garamnya). 2. Basa lemah dengan asam konyugasinya (garamnya). Mekanisme sebagai pendapar dapat digambarkan oleh larutan dapar asam asetat (CH3COOH) dan natrium asetat (CH3COONa), bila ditambahkan basa (OH-) maka reaksi yang terjadi adalah (Mirawati, 2011): CH3COOH + OHterjadi adalah : CH3COONa + H+ CH3COOH + Na+ CH3COO- + H2O Bila yang ditambahkan dalam larutan adalah asam (H+) maka reaksi yang = 1,75 x 10-5

Faktor-faktor yang mempengaruhi pH larutan dapar. Penambahan garamgaram netral ke dalam larutan dapar mengubah pH larutan dengan berubahnya kekuatan ion. Temperatur juga berpengaruh terhadap larutan-larutan dapar. Kolthff dan Takelenburg menyatakan istilah koefisien temperatur pH yaitu perubahan pH akibat pengaruh temperatur. pH dapar asetat dijumpai meningkat

dengan naiknya temperatur sedang pH dapar asam borat-natrium borat turun. (Martin, 1990).

2. URAIAN BAHAN a. NaOH (DITJEN POM,1979) Nama resmi Nama lain RM / BM Pemerian : : : NATRII HYDROXYDUM Natrium Hidroksida NaOH / 40,00

: Bentuk batang, butiran, ,massa hablur atau keping, kering, keras, rapuh, dan menunjukkan susunan hablur; mudah meleh basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap karbondioksida.

Kelarutan

: Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) P

Penyimpanan Kegunaan

: Dalam wadah tertutup rapat : Sebagai zat tambahan

b. HCl encer (DITJEN POM, 1979) Nama resmi Nama lain RM /BM Rumus struktur Pemerian : ACIDUM HYDROCHLORIDUM : Asam klorida : HCl/36,46 : H Cl : Cairan, tidak berwarna,berasap bau merangsang .Jika diencerkan dengan 2 bagian air asap dan bau hilang. Penyimpanan Kegunaan : Dalam wadah tertutup baik : Zat tambahan

c. Air suling (DITJEN POM, 1979) Nama resmi : AQUA DESTILATA

Nama lain RM / BM Rumus struktur Pemerian

: Air suling : H2O / 18,02 : HOH : Cairan jernih;tidak berwarna;tidak berbau;tidak mempunyai rasa

Penyimpanan Kegunaan

: Dalam wadah tertutup baik : Sebagai pelarut

d. Dinatrium Hidrogenfosfat (DITJEN POM, 1979) Nama resmi Nama lain RM / BM Pemerian : DINATRII HYDROGENPHOSPHAS : Dinatrium Hidrogenfosfat, Natrium Fosfat : Na2HPO4 / 358,14 : Hablur tidak berwarna; tidak berbau; rasa asin. Dalam udara kering merapuh. Kelarutan : Larut dalam 5 bagian air; sukar larut dalam etanol (95%) P. Penyimpanan Kegunaan : Dalam wadah tertutup baik : Sebagai zat tambahan

e. Natrium Dihidrogenfosfat (DITJEN POM, 17979) Nama resmi Nama lain RM / BM Pemerian : NATRII DIHYDROGENPHOSPHAS : Natrium Dihidrogenfosfat : NaH2PO4 / 156,01 : Hablur tidak berwarna atau serbuk habkur putih; tidak berbau; rasa asam dan asin. Kelarutan Penyimpanan Kegunaan : Larut dalam 1 bagian air : Dalam wadah tertutup rapat : Sebagai zat tambahan

BAB III

PROSEDUR KERJA 1. ALAT DAN BAHAN 1.1 Alat yang Digunakan 1. Botol semprot 2. Gelas kimia 3. Labu ukur 50 ml 4. pH meter 5. Sendok tanduk 6. Timbangan analitik 1.2 Bahan yang Digunakan 1. Aquades 2. HCl 1 N 3. NaH2PO4 4. Na2HPO4 5. Kertas timbang

2. LANGKAH PERCOBAAN a. Menentukan pH beberapa zat cair 1. Masukkan beberapa zat cair dalam gelas kimia. 2. Ukur pHnya dengan menggunakan indicator universal dan pH meter. b. Membuat larutan dapar 1. Hitung jumlah asam dan garamnya atau basa dan garamnya yang digunakan untuk membuat larutan dapar 6; 6,5; 7; 7,5; dan 8. 2. Buat dapar sesuai perhitungan di atas.

3. Ukur pH dari larutan yang dibuat. 4. Hitung kapasitas dapar dari dapar yang dibuat.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. HASIL DAN PERHITUNGAN a. Menentukan pH dari beberapa zat cair Nama zat cair pH cairan pH meter HCl 0,01 M HCl 0,1 M HCl 1 M NaOH 0,01 M NaOH 0,1 M NaOH 1 M Kertas pH 6 2 4 10 13 14

b. pH dapar Jenis dapar Dapar fosfat Dapar fosfat Dapar fosfat Dapar fosfat Dapar fosfat Kapasitas dapar 1,7461 x 10-14 1,547 x 10-12 10,28 x 10-12 4,359 x 10-14 1,046 x 10-13 pH dapar 6,5 6 7 7,5 8 Kadar dapar 6,0 5 6 7 7

c. Perhitungan berat sampel Diketahui : PKa = 7,2 BM Na2HPO4 = 141,956

BM Na2H2PO4 = 119, 98 Volume = 50 ml = 0,05 ml 1) Kelompok I pH = PKa + log 6 = 7,2 + log log = 6 7,2 = antilog 1,2 = 0,063 [garam] Gram = 0,063 = BM x M x V = 141,96 x 0,063 M x 0,05ml = 0,447 gram [asam] = 1 M Gram = BM x M x V = 119,98 x 1 M x 0,05 ml = 5,999 2) Kelompok II Diketahui : pH = 6,5 pH = PKa + log 6,5 = 7,2 + log log = 6,5 7,2

log

= - 0,7 = antilog -0,7 = 0,1995

[garam] = 0,1995 Gram = BM x M x V = 141, 96 x 0,1995 M x 0,05 ml = 1,416 [asam] = 1 M

= 141,96. 1.0,05 gram 3) Kelompok 3 BM Na2HPO4 = 141,96 BM NaH2PO4 = 119,98 Dik : pH = 7 pKa = 7,2

= 0,63 M

141,96. 0,63.0,05 gram

= 141,96. 1.0,05 gram 4) Kelompok 4 BM Na2HPO4 = 141,96 BM NaH2PO4 = 119,98 Dik : pH = 7,5 pKa = 7,2

141,96. 1,995.0,05 gram

141,96. 1.0,05 gram 5) Kelompok 5 BM Na2HPO4 = 141,96 BM NaH2PO4 = 119,98 Dik : pH = 8 pKa = 7,2

141,96. 6,31.0,05 gram

141,96. 1.0,05 gram Perhitungan PH dapar 1) Kelompok 1 = 2,3 .C (Ka [ H3O+] (Ka + [H3O+]

= 2,3.(1,063) (15,8 X 106) (1X10-2) (15,8 X 106 + 1X 10-5)2 = 2,444 15,8 X 10 6,329 X10-13 = 1,547 X 10-12 2) Kelompok 2 = 2,3 .C (Ka [ H3O+] (Ka + [H3O+] = 2,3.(1,1995) (15,8 X 107) (1X106) (15,8 X 10-7 + 1X 106)2 = 2,75885 x 6,329 x 10-13 = 1,7460 X 10-14 3) Kelompok 3 = 2,3 .C (Ka [ H3O+] (Ka + [H3O+] = 2,3.(4,47) (15,8 X 106) (1X10-6) (15,8 X 106 + 1X 10 -6)2 = 10,281 1,58 1,58 x 1012 = 10,28 X 10-12

4) Kelompok 4 = 2,3 .C (Ka [ H3O+] (Ka + [H3O+] = 2,3.(2,995) (15,8 X 107) (1X10-7)

(15,8 X 107 + 1X 10-7)2 = 6,8885.6,329.10-12 = 4,359x 10-14 5) Kelompok 5 = 2,3 .C (Ka [ H3O+] (Ka + [H3O+] = 2,3.(7,31) (15,8 X 107) (1X10-7) (15,8 X 107 + 1X 10-7)2 = 16,813 15,8 2,4964.1014 = 16,813 x 6,33.10-15 = 1,064 x 10-13 2. Pembahasan pH atau potesial hydrogen adalah ukuran keasaman atau kebasaan dari larutan air, dimana air memiliki pH netral, yaitu 7. Sedangkan dapar adalah larutan yang dapat mempertahankan harga pH tertentu terhadap usaha pengubahan asam, basa atau pengenceran. Dimana larutan dapar tersebut terdiri dari dua tipe, yaitu : a. asam lemah dengan basa konjugasinya (garamnya) b. basa lemah dengan asam konjugasinya (garamnya) Pada percobaan ini dilakukan penentuan pH pada zat cair, dimana cara kerja pada percobaan tersebut adalah dimasukkan beberapa zat cair dalam gelas kimia, dimana zat cair yang digunakan adalah HCl 1 N. Kemudian diukur pHnya, dimana pada pengukuran pH ini diperoleh pH zat cair tersebut adalah 4. Selain dilakukan penentuan pH, pada percobaan ini juga dibuat larutan dapar. Adapun cara kerja pada pembuatan larutan dapar tersebut adalah

pertama dihitung jumlah asam dan garam sampel yang akan digunakan, dengan pH 6,5. Dimana dari perhitungan ini diperoleh berat asam (Na2HPO4) adalah 5,999 gram dan garamnya (NaH2PO4) adalah 1,416 gram. Setelah diperoleh berat sampel, diambil NaH2PO4 dan Na2HPO4 dan ditimbang sesuai dengan hasil perhitungan. Kemudian dibuat larutan dapar, yaitu dengan melarutkan Natrium biofosfat dengan aquadesh, dalam gelas kimia dan ditambahkan natrium dihidrosulfat, diaduk, kemudian dimasukkan dalam labu ukur. Larutan dihomogenkan dan dikocok. Setelah itu, diukur pHnya dengan menggunakan kertas pH. Pada percobaan ini pembuatan larutan dapar, diperoleh kapasitas dapar (kelompok II) adalah 1,7460 x 10-14. Dimana pH awal larutan adsalah 6,5, tetapi setelah dihomogenkan pH larutan 6,0. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa larutan tersebut dapat mempertahankan pHnya. Adapun hasil percobaan pada masing-masing kelompok adalah sebagai berikut : 1. Pada kelompok I kapasitas dapar yang diperoleh adalah 1,547 X 10-12 dengan berat asam 5,999 gram dan berat garam 0,447 gram 2. Pada kelompok III kapasitas dapar yang diperoleh adalah 10,28 X 10-12 dengan berat asam 5,999 gram dan berat garam 1,47 gram 3. Pada kelompok IV kapasitas dapar yang diperoleh adalah 4,359x 10-14 dengan berat asam 5, 999 gram dan berat garam 14,160 gram 4. Pada kelompok V kapasitas dapar yang diperoleh adalah 1,064 x 10-13 dengan berat asam 5,99 gram dan berat garam 44,79 gram Aplikasi dapar dalam bidang farmasi adalah digunakan untuk mengetahui bahwa larutan obat yang merupakan larutan elektrolit lemah juga dapat memperlihatkan kerja seperti dapar.

BAB V

KESIMPILAN DAN SARAN V. 1. KESIMPULAN Dari percobaan ini dapat disimpulakn bahwa :

1. Pada kelompok I kapasitas dapar yang diperoleh adalah dengan berat asam 5,999 gram dan berat garam 0,447 gram

1,547x 10-12

2. Pada kelompok II kapasitas dapar yang diperoleh adalah 1,7460 x 1014 dengan berat asam 5,999 gram dan berat garam 1,416 gram 3. Pada kelompok III kapasitas dapar yang diperoleh adalah 10,28 x 10-12 dengan berat asam 5,999 dan berat garam 1,47 gram 4. Pada kelompok IV kapasitas dapar yang diperoleh adalah 4,359x 10-14 dengan berat asam 5, 999 gram dan berat garam 14,160 gram 5. Pada kelompok V kapasitas dapar yang diperoleh adalah 1,064 x 10-13 dengan berat asam 5,99 gram dan berat garam 44,79 gram V.2 Saran Sebaiknya semua praktikan mengetahui cara kerja yang akan dilakukan agar tidak bertanya-tanya pada saat praktikum berlangsung agar tidak mengganggu praktikan yang lain sehingga praktikum dapat berjalan dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2011. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika 1. Universitas Muslim Indonesia : Makassar. Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia; Edisi III. Departemen Kesehatan RI: Jakarta.

Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia; Edisi IV. Departemen Kesehatan RI: Jakarta Martin, A., dkk. 1990. Farmasi Fisika, Edisi III. UI Press : Jakarta Puspasari, D., dan Setyorini, D. 2010.Kamus Lengkap Kimia. Dwimedia Press : Jakarta Yazid, E. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Penerbit Andi : Yogyakarta

LABORATORIUM FARMASEUTIKA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN PRAKTIKUM KOEFISIEN DISTRIBUSI

OLEH : KELOMPOK II

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2011

BAB I

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul. Koefisien distribusi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak saling bercampur. Suatu zat dapat larut kedalam dua macam pelarut yang keduanya tidak saling bercampur. Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri diantara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan kedalam pelarut yang tidak saling bercampur dalam umlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut atan tetap terdistribusikan diantara kedua lapisan dengan konsentrasi tertentu. Pengetahuan tentang partisi penting untuk ahli farmasi, karena prinsip ini melibatkan beberapa bidang ilmu farmasetik. Termasuk disini pengawetan sistem minyak dalam air, kerja obat pada tempat yang tidak spesifik, absorbsi dan distribusi obat keseluruh tubuh. Kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan kedalam campuran dari dua cairan tidak saling bercampur, zat itu akan mendistribusi diri diantara kedua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Aplikasi dalam bidang farmasi adalah apabila ada zat pengawet senyawa organik berada dalam emulsi maka pengawet ini sebagian larut dalam air dan segaian larut dalam minyak ini berarti kadar pengawet akan

menguraikan pengawet akan meninggalkan air menuju minyak, padahal kita ketahui bahwa zat pengawet bekerja dalam media air.

2. Tujuan Praktikum 1. Untuk menetapkan perbandingan kadar asam borat dalam pelarut minyak dan air yang tidak saling ebrcampur. 2. Untuk menentukan koefisien distribusi asam borat dalam pelarut air dan minyak yang tidak saling bercampur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Teori Umum Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri di antara kedua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan ke dalam pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut tetap berdistribusi di antara kedua lapisan dengan perbandingan konsentrasi tertentu (Martin, 1993). Jika C1 dan C2 adalah konsentrasi kesetimbangan zat dalam pelarut 1 dan pelarut 2, persamaan kesetimbangan menjadi ; C1 / C 2 = K Tetapan keseimbangan K di kenal sebagai perbandingan distribusi, koefisien distribusi atau koefisien patisi. Persamaan di atas yang di kenal dengan hokum distribusi,jelas hanya dapat dipakai dalam larutan encer dimana koefisien keaktifan dapat diabaikan (Martin, 1993). Kelarutan asam organic lain dapat mempunyai keadaan demikian, yaitu dapat laryt dalam air atau pun dapat larut dalam minyak. Aplikasi dalam bidang farmasi adalah aplikasi ada zat pengawet senyawa organic berada dalam emulsi maka pengawet ini sebagian larut dalam air dan sebagian larut dalam minyak. Ini berarti kadar pengawet yang di tambahkan harus berlebih dari semestinya, karena sebagian zat pengawet akan meninggalkan air menuju minyak,padahal kita ketahui bahwa zat pengawet bekerja dalam media air (Nurmaya, 2007). Perlu diketahui bahwa perbandingan kelarutan ini di pengaruhi juga oleh beberapa factor seperti yang telah disinggung seperti factor suhu. Factor lain yang berpengaruh adalah pH larutan. Hubungan ini dapat terlihat sebagai berikut (Nurmaya, 2007): (HA)w=C/Ka + 1 + Ka (H30+) Dimana;

(HA)w C K Q Ka

= kadar asam dalam air = kadar asam total = koefisien distribusi = perbandingan volume kedua cairan = konstanta asam Zat terlarut dapat berada segagian atau keseluruhan sebagai molekul

terasosiasi dalam salah satu fase atau dapat terdisosiasi dalam ion-ion pada salah satu fase tersebut.hukum distribusi digunakan hanya untuk konsentrasi yang umum pada kedua fase, yaitu monomer atau molekul sederhana dari zat terlarut (Martin,1993). Misalkan ada distribusi dalam benzoat diantara fase minyak dan fase air. Apabila asam benzoate tidak berasosiasi dalam fase minyak dan tidak juga terdisosiasi menjadi ion-ionnya dalam air, persamaan C1/C2=K dapat digunakan untuk menghitung tetapan distribusi. Tetapi apabila terjadi asosiasi dan disosiasi keadaan menjadi lebih rumit. Kasus umum dimana asam

benzoate berasosiasi dalam fase minyak dan terdisosiasi dalam fase cair di perlihatkan secara skematik (Martin,1993). Larutan makanan ,obat dan kosmetik merupakan sarana kerusakan oleh enzim mikroorganisme yang bekerja sebagai katalis dalam reaksi penguraian. Enzim-enzim ini di hasilkan oleh ragi,kapang,dan bakteri, dan organism seperti ini harus dimatikan atau pertumbuhannya dihambat untuk mencegah pengrusakan,sterilisasi dan penambahan zat kimia pengawet

adalah metode umum yang digunaklan dalam bidang farmasi untuk mengawetkan larutan obat terhadap serangan dari berbagai

mikroorganisme.asam benzoate dalam bentuk garam larut yaitu natrium benzoat, kadang-kadang digunakan untuk tujuan ini karena natrium benzoate tidak memberikan efek yang membahayakan karena natrium benzoate tidak memberikan efek yang membahayakan bagi manusia apabila termakan dalam jumlah kecil (Martin,1993).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam larutan, yaitu (Cammarata, 1995) : 1. Temperatur Kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira 2 atau 3 tiap kenaikan suhu 10oC. 2. Kekuatan Ion Semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi makin kecil. 3. Konstanta Dielektrik Efek konstanta dielektrik terhadap konstanta laju reaksi ionik diekstrapolarkan sampai pengenceran tak terbatas, yang pengaruh kekuatan ionnya 0. Untuk reaktan ion yang kekuatannya bermuatan berlawanan maka laju distribusi reaktan tersebut adalah positif dan untuk reaktan yang muatannya sama maka laju distribusinya negatif. 4. Katalisis Katalisis dapat menurunkan laju - laju distribusi (Katalis negatif). Katalis dapat juga menurunkan energi aktivitas dengan mengubah mekanisme reaksi sehingga kecepatan bertambah. 5. Katalis Asam Basa Spesifik Laju distribusi dapat dipercepat dengan penambahan asam atau basa. Jika laju peruraian ini terdapat bagian yang mengandung konsentrasi ion hidrogen atau hidroksi. 6. Cahaya Energi Cahaya seperti panas dapat memberikan keaktifan yang diperlukan untuk terjadi reaksi. Radisi dengan frekuensi yang sesuai dengan energi yang cukup akan diabsorbsi untuk mengaktifkan molekul molekul. Molekul tidak terdisosiasi, yang terdiri dari bagian non polar yang besar, larutan dalam membran lipid dari mikroorganisme dan menembus membran ini dengan cepat.

2. Uraian Bahan

1. Aquadest (Dirjen POM F1 III 1979 hal : 96) Nama Resmi Nama Lain RM/BM Rumus stuktur Pemerian : Aqua destillata : Aquadest/air suling : H2O/ 18,02 : H-O-H : Cairan jernih,tidak berwarna,tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa Kelarutan Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat : Sebagai pelarut

2. Asam Borat (Dirjen POM F1 III 1979 hal : 49) Nama Resmi Nama Lain RM/BM Rumus stuktur Pemerian : Acidum boricum : Asam borat : NaOH /40,00 : H3BO3 / 61,83 : Hablur, serbuk hablur putih, atau sisik menkilap tidak berwarna, kasar, tidak berbau, rasa agak

asam dan pahit kemudian manis. Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air mendidih, dalam 16bagian etanol (95%) P, dan

dalam 5 bagian gliserol P. Penyimpanan Kegunaan : Dalam wadah tertutup baik : Sebagai sampel

3. Indikator PP (Dirjen POM F1 III 1979 hal : 675) Nama Resmi Nama Lain RM Pemerian : Fenolftalein : Fenolftalein, PP : C20H14O : larutan tidak berwarna dalam suasana asam dan alkali lema h dan memberikan warna merah

dalam larutan alkali kuat.

Kelarutan

: Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol, agak sukar larut dalam eter : 8,3 10,0 : Dalam wadah tertutup baik : Sebagai indikator

Trayek PH Penyimpanan Kegunaan

4. Minyak kelapa (Dirjen POM F1 III 1979 hal : 456) Nama resmi Nama lain Pemerian : Oleum cocos : Minyak kelapa : Cairan jernih , tidak berwarna atau kuning pucat, bau khas tidak tengik Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95%) P, pada suhu 600 sangat dan eter P Penyimpanan Kegunaan : Dalam wadah tertutup baik : Sebagai pelarut mudah larut dalam kloroform P,

5. Natrium Hidroksida (Dirjen POM F1 III 1979 hal : 412) Nama Resmi Nama Lain RM/BM Rumus stuktur Pemerian : Natrii hydroxydum : Natrium Hidroksida : NaOH /40,00 : Na-O-H : Bentuk batang, butiran, massa hablur, atau keping, kering, keras, rapuh dan menunjukkan susunan hablur putih, mudah meleleh basah sangat alkalis dan korosit, segera menyerap karbondioksida. Kelarutan Penyimpanan Kegunaan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%) P. : Dalam wadah tertutup baik : Sebagai titran

3. Prosedur Kerja (Anonim, 2011)

a.

Menentukan koefisien distribusi 1. Timbang 100mg asam borat, lalu masukkan ke dalam labu takar 100ml 2. Larutkan dengan aquadest, kemudian dicelupkan volume larutan hingga 100ml dengan aquadest 3. Ambil 25ml dari larutan tersebut, masukkan dalam corong pisah, dan tambahkan dengan minyak kelapa. Sebanyak 25ml 4. Kocok beberapa menit campuran tsb, diamkan selama 10 15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain. 5. Buka tutup corong pisah, lalu pisahkan air dari minyak dengan menampung dalam Erlenmeyer. 6. Tambahkan indicator fenolftalein sebanyak 3 tetes ke dalam Erlenmeyer 7. Titrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna indicator dari bening menjadi merah muda. 8. Ambil 25 ml larutan no.2 diatas. Kemudian 9. Ulangi prosedur diatas untuk asam benzoate 10. Hitung koefisien distribusi

BAB III

METODE KERJA

1. Alat dan Bahan 1.1 Alat yang digunakan 1. Buret 2. Corong pisah 3. Gelas kimia 100 ml 4. Erlnemeyer 5. Gelas ukur 50 ml 6. Pipet tetes 7. Statif 1.2 Bahan yang digunakan 1. Aquadest 2. Asam borat 3. Minyak kelapa 4. Phenolftalein (PP) 5. NaOH 0,1 N 6. Kertas timbang 7. Tissue

2. Cara Kerja 1. Ditimbang asam borat sebanyak 50 mg 2. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

3. Dimasukkan asam borat 50 mg kedalam corong pisah kemudian ditambahkan air sebanyak 25 ml lalu dikocok hingga homogen 4. Setelah homogen ditambahkan lagi minyak kelapa 25 ml. 5. Dikocok selama 10 menit, dimana setiap 10 detik penutup corong pisah dibuka agar uap dan tekanan yang didalam corong keluar. 6. Setelah 10 menit corong pisah dibiarkan hingga air dan minyak terpisah 7. Setelah terpisah fase air dikeluarkan dari corong 8. Dimasukkan kedalam Erlenmeyer 9. Ditambahkan indicator PP sebanyak 3 tetes lalu dititrasi dengan menggunakan NaOH hingga terjadi perubahan warna larutan dari bening ke ungu. 10. Catat volume akhir titrasi dan dihitung kadar air, Wair, Wminyak dan koefisien distribusi.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil dan Perhitungan a. Penentuan kadar asam borat dan asam benzoat No Sampel I 1 Asam borat : Minyak Tanpa Minyak 2 Asam benzoat : Minyak Tanpa minyak 0,4 1,1 0,7 2,0 0,5 1,3 0,3 1,5 0,3 1,7 1,1 3,2 1,2 1,7 0,6 2,5 0,7 0,8 0,5 0,6 II Volume titran III IV V

b. Penentuan % kadar asam borat dan asam benzoat No Sampel I 1 Asam borat: Minyak Tanpa minyak 2 Asam Benzoat: Minyak Tanpa minyak 3,85 10,59 3,40 9,7 2,41 6,28 1,49 7,22 1,46 8,25 27,15 79,98 29,32 41,54 14,60 60,85 14,60 19,51 12,36 14,84 II % Kadar III IV V

c. Penentuan koefisien distribusi No Sampel I 1 Asam borat: Minyak Tanpa minyak 2 Asam Benzoat: Minyak Tanpa minyak 1,75 1,85 0,3 4,01 4,65 1,91 0,42 1,5 0,14 0,20 II Koefisien distribusi III IV V

Perhitungan KELOMPOK I A. % Kadar ( C ) 1. Asam Borat Dengan menggunakan minyak %Kadar = = = x 100% x 100% x 100%

= 29,618 % Tidak menggunakan minyak %Kadar = = x 100% x 100%

=

x 100%

= 37,023 % 2. Asam Benzoat Dengan menggunakan minyak %Kadar = = = x 100% x 100% x 100%

= 1,949 % Tidak menggunakan minyak %Kadar = = = x 100% x 100% x 100%

= 9,261 % B. Koefisien Distribusi 1. Asam Borat Koefisien Distribusi = = = 0,2500 % 2. Asam Benzoat Koefisien Distribusi = =

= 3,751 %

KELOMPOK II (1) Asam Borat (a) Asam borat tanpa minyak

= 41,54 % (b) Asam borat dengan minyak

=29,32 % Jadi = 0,20 % (2) Asam Borat (a) Asam benzoat tanpa minyak

= 9,7 % (b) Asam benzoat dengan minyak

= 3,40 % Jadi =1,85 %

KELOMPOK IV asam borat 1. Dengan minyak CA= % Kadar = = = 29,38 % 2. Tanpa minyak CB= % Kadar = = = 95,499 % Perhitungan asam benzoat 1. Dengan Minyak CA= % Kadar = = = 4,854 % 2. Tanpa minyak CB= % Kadar = = = 9,709 %

Perhitungan koefisien distribusi asam borat K=

= = 2,25 Perhitungan koefisien distribusi asam benzoat K= = = 1,0002 KELOMPOK V Perhitungan asam borat 1. Dengan minyak CA= % Kadar = = = 49,16 % 2. Tanpa minyak CB= % Kadar = = = 73,75 % Perhitungan asam benzoat 1. Dengan Minyak CA= % Kadar = = = 2,43 % 2. Tanpa minyak CB= % Kadar = = = 9,75 % Perhitungan koefisien distribusi asam borat

K= = = 0,50 Perhitungan koefisien distribusi asam benzoat K= = = 3,01 2. Pembahasan Koefisien distribusi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat dalam 2 pelarut yang berbeda yang tidak bercampur. Sedangkan fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara 2 fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam 2 fase yaitu struktur dan molekul. Dalam praktikum ini digunakan sampel asam borat dan asam benzoate karena metode titrasi kali ini menggunakan metode alkalimetri. Selain itu, digunakan larutan baku NaOH karena dalam meode alkalimetri digunakan larutan baku basa untuk menitrasi asam lemah. Pada prakttikum kali ini pertama-tama ditimbang sampel uji sebanyak 50 gram kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml. dilarutkan dengan aquadest kemudian dicukupkan hingga 100 ml dalam labu ukur. Setelah itu ambil 25 ml dari larutan tersebut dan masukkan ke dalam corong pisah, tambahkan dengan 25 ml minyak kelapa. Dikocok selama beberapa menit kemudian didiamkan selama 10-15 menit hingga kedua larutan terpisah satu sama lain. Dibuka tutup corong pisah dan pisahkan air dan minyak dengan menampungnya dalam Erlenmeyer. Setelah itu tambahkan indicator fenolftalin 3 tetes karena metode alkalimetri memang menggunakan indicator fenolftalin. Kemudian dititrasi dengan larutan baku NaOH warna bening

menjadi merah muda. Setelah itu, hitung volume titran dan hitung koefisien distribusinya. Jika koefisien distribusi 1 maka kelarutan dalam air dan minyak sama. Jika koefisien distribusi lebih kecil dari satu maka kelarutan dalam air lebih banyak dan sebaliknya apabila koefisien distribusi lebih besar dari 1 maka kelarutan dalam minyak lebih banyak. Jadi pada asam borat, kelarutan dalam air lebih banyak dan pada asam benzoate kelarutan dalam minyak lebih banyak.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan 1. Kelompok 1 Koefisien distribusi asam borat adalah 1,91 % dan koefisien distribusi asam benzoate 1,75 %. 2. Kelompok 2 Koefisien distribusi asam borat adalah 0,42% dan koefisien distribusi asam benzoate 1,85 %. 3. Kelompok 3 Koefisien distribusi asam borat adalah 1,5 % dan koefisien distribusi asam benzoate 0,3 %. 4. Kelompok 4 Koefisien distribusi asam borat adalah 0,14 % dan koefisien distribusi asam benzoate 4,01 %. 5. Kelompok 5 Koefisien distribusi asam borat adalah 0,20 % dan koefisien distribusi asam benzoate 4,65 %.

2. Saran Saran saya sebelum melakukan praktikum, bahan-bahan dan alat-alat telah disiapkan terlebih dahulu agar lebih mengefisienkan waktu.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2007. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Universitas Muslim Indonesia, Makassar. Ditjen POM, 1979. Farmakope Indinesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Ditjen POM,1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Lachman, L, 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Martin, A. 1990. Farmasi Fisika, Universitas Indonesia Press, Jakarta.