bisnis syariah.docx

57
Tugas Individu BISNIS SYARIAH DISUSUN OLEH Ahmad Chairullah 1310071531834 SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI RIAU PEKANBARU 1

Upload: khaidarni

Post on 26-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: bisnis syariah.docx

Tugas Individu

BISNIS SYARIAH

DISUSUN OLEH

Ahmad Chairullah

1310071531834

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI RIAU

PEKANBARU

2014/2015

1

Page 2: bisnis syariah.docx

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan

kesempatan kepada kami untuk membuat makalah sebagai tugas bisnis

syariah.Shalawat serta salam kami curahkan kepada baginda nabi muhammad saw

yang telah membawa kami untuk menuntut ilmu sebagai jjihad kami di jalan allah

yang semoga saja diridho oleh allah swt.

Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba memberi sedikit penjelasan

tentang bisnis syariah. Saya sadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tidak

menutup kemungkinan adanya kekurangan atau kesalahan,oleh karenanya saya

mohon maaf apabila ada salah maksud atau pengertian didalamnya.

Makalah ini saya susun dengan maksud dan tujuan dapat membantu teman-

teman mahasiswa/i dalam rangka pembelajaran/diskusi bersama.

Pekanbaru, 24 Desember 2014

Penyusun

2

Page 3: bisnis syariah.docx

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………………. 2

Daftar Isi…………………………………………………………………………………….. 3

BAB I

Pendahuluan…………………………………………………………………………………. 4

BAB II

Bank Umum…………………………………………………………………………………. 6

Bank Syariah………………………………………………………………………………… 7

Sistem Keuangan Indonesia………………………………………………………………… 8

Prinsip-Prinsip Bisnis dalam Islam…………………………………………………………. 12

Manajemen Bank Umum…………………………………………………………………… 13

Manajemen Bank Syariah…………………………………………………………………… 16

Membangun Kerangka Kerja Bagi Keuangan Syariah……………………………………… 18

Bisnis Bank Syariah…………………………………………………………………………. 22

Prinsip Dasar Etika Bisnis Syariah………………………………………………………….. 23

Etika Bisnis Bank Syariah…………………………………………………………………… 24

Ciri Khas Bisnis Syariah…………………………………………………………………….. 25

Akad dalam Bisnis Syariah………………………………………………………………….. 26

Kerjasama dalam Bisnis Syariah……………………………………………………………. 29

Lembaga Bisnis Syariah…………………………………………………………………….. 34

BABIII

Penutup……………………………………………………………………………………… 37

Daftar Pustaka………………………………………………………………………………. 38

3

Page 4: bisnis syariah.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam lima tahun terakhir perkembangan bisnis dengan latar belakang agama, yaitu

Islam kian marak dan menjamur. Meski baru sebatas dibidang perbankan, asuransi, micro

finance, hotel (baru ada satu), pendidikan, kesemuanya merupakan fenomena yang menarik

untuk dicermati. Perkembangan tersebut bahkan mendorong seorang Hermawan Kartajaya dan

M. Syakir menerbitkan sebuah buku berjudul Syariah Marketing. Hingga saat ini kita sudah tidak

asing lagi dengan istilah Bank Syariah sebagaimana yang pertama kali dilakukan oleh Bank

Muamalat Indonesia, Asuransi Syariah, TK-SD Islam Terpadu, dan lain sebagainya. Maka tidak

berlebihan kalau kemudian M. Syafi’i Antonio mengatakan “Spiritual is the Soul of Advance and

Integrated Marketing”.

Seiring dengan kesadaran masyarakat Indonesia–yang mayoritas penduduknya muslim—

terhadap keharusan menggunakan dan memanfaatkan produk (barang maupun jasa) yang halal

dan barokah, maka peran produsen atau perusahaan-perusahaan berbasis syariah menjadi sebuah

alternative masa depan yang sangat menjanjikan. Barangkali ini dianggap terlalu optimis. Tapi

itulah trend yang sekarang sedang menuju ke arah sana. Jika melihat perkembangan bisnis

syariah termasuk juga lembaga-lembaga syariah di negara-negara muslim lainnya seperti

Kuwait, Uni Emirat Arab, Malaysia, bahkan Singapura, Indonesia sudah tertinggal cukup jauh.

Tak kalah heboh, Negara-negara Eropa pun kini sedang berpikir untuk membuka unit-unit usaha

syariah.

Satu sisi tentang perkembangan itu kita semua patut bersyukur. Namun pada sisi yang

lain, kita juga patut waspada. Mengapa? Karena bukan tidak mungkin berbagai variasi produk

syariah yang bermunculan saat ini ternyata tidak lebih dari sekedar ‘berganti nama’. Secara

paradigmatic sebuah perusahaan bisa saja tetap berpijak pada konsep bisnis sekuler-kapitalistik,

tapi di poles dengan polesan syariah atau tepatnya etika Islami, seperti : jujur, amanah dan

sejenisnya. Al hasil, yang penting bagi perusahaan itu mendapatkan market share yang

menguntungkan di pasar syariah.

4

Page 5: bisnis syariah.docx

Religion brand sebagaimana produk syariah kini, meski mungkin pangsa pasarnya lebih

spesifik dan sangat segmented, sangat mungkin dalam waktu dekat akan menjadi produk yang

banyak dibutuhkan oleh semua orang, bukan saja umat Islam. Inilah tantangan kita, khususnya

bagi pengusaha muslim untuk membangun peradaban bisnis yang syar’iy. Bukan saja sekedar

polesan, tapi juga asas, konsep, manusia, implementasi dan hasil yang benar-benar menampilkan

sosok bisnis berbasis syariah yang utuh, unik dan barokah. Dalam konteks perkuliahan lembaga

keuangan syariah, judul makalah ini sebenarnya merupakan titik temu dari materi sebelumnya.

Karena bisnis syariah sejatinya berupa perbankan syari’ah, asuransi syariah, pegadaian syariah

pasar modal syariah, penjaminan syariah, hotel syariah dan lainnya (lembaga keuangan dan

bukan keuangan).

5

Page 6: bisnis syariah.docx

BABII

PEMBAHASAN

BANK UMUM

Pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Bank disebutkan sebagai badan

usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya

kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan

atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran.

Kegiatan usaha yang dapat dilaksanakan oleh Bank Umum:

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka,

sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2. Memberikan kredit.

3. Menerbitkan surat pengakuan utang.

4. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas

perintah nasabahnya:

- Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa

berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-

surat dimaksud.

- Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya

tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.

- Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.

- Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

- Obligasi.

- Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu (1) tahun.

- Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu

(1) tahun

5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.

6

Page 7: bisnis syariah.docx

6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain,

baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek

atau sarana lainnya.

7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan

antar pihak ketiga.

8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.

9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak.

10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat

berharga yang tidak tercatat di bursa efek.

11. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat.

12. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah,

sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

13. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan

dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BANK SYARIAH

Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam,

maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam,

khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Falsafah dasar beroperasinya

bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan

kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk

memperoleh keuntungan sebesar mungkin.

Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang

matang atas proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu pada prinsip saling

menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas.

Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank

konvensional.

Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan

nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan

7

Page 8: bisnis syariah.docx

menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-

prinsip yang berlaku pada bank syariah.

a) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).

b) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah).

c) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah).

d) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah).

e) Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain

(ijarah wa iqtina).

Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada Alquran

dan hadis. Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu.

Bagi bank syariah, bunga bank adalah riba. Dalam perkembangannya kehadiran bank syariah

ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, akan tetapi juga masyarakat nonmuslim.

Saat ini bank syariah sudah tersebar di berbagai negara-negara muslim dan nonmuslim, baik di

Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan dunia yang telah membuka

cabang berdasarkan prinsip syariah. Contoh Bank Syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat

Indonesia, Bank Syariah Mandiri.

SISTEM KEUANGAN DI INDONESIA

Sistem Keuangan adalah kumpulan institusi, pasar, ketentuan perundangan, peraturan-

peraturan, dan teknik-teknik dimana surat-surat berharga diperdagangkan, tingkat bunga

ditetapkan,dan jasa-jasa keuangan (finansial service) dihasilkan serta ditawarkan ke seluruh

bagian dunia (Peter S. Rose, 7th Edition, 2000)

Menurut Peter S. Rose, ada 7 fungsi pokok sistem keuangan :

1. Fungsi Tabungan (savings function)

Sistem keuangan menyediakan suatu mekanisme dan instrumen tabungan. Misalnya: obligasi,

saham, dan instrumen utang lain yang diperjualbelikan di pasar uang dan pasar modal yang

menjanjikan suatu pendapatan dengan resiko relatif rendah.

2. Fungsi Kekayaan (wealth function)

8

Page 9: bisnis syariah.docx

Instrumen keuangan yang diperjual belikan dalam pasar keuangan menyediakan cara terbaik

untuk menyimpan kekayaan, yaitu menahan asset yang dimiliki sampai dana tersebut dibutuhkan

untuk dibelanjakan

3. Fungsi Likuiditas (liquidity function)

Kekayaan yang disimpan dalam bentuk instrumen keuangan, dapat dikonversi menjadi kas

atau uang tunai dipasar keuangan dengan resiko kecil. Dengan demikian, pasar keuangan

menyediakan likuiditas bagi penabung pemilik instrumen keuangan yang sedang membutuhkan

uang tunai.

4. Fungsi Kredit (credit function)

Pasar keuangan menyediakan kredit untuk membiayai kebutuhan konsumsi dan investasi.

Kredit merupakan pinjaman yang disertai janji untuk membayar kembali dimasa yang akan

datang

5. Fungsi Pembayaran (payment fuction)

Sistem keuangan juga menyediakan mekanisme pembayaran atas transaksi barang dan jasa.

Instrumen yang dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan pembayaran (medium of

exchange) antara lain: cek,giro,kartu kredit, dan kartu debit

6. Fungsi Resiko (risk function)

Sistem keuangan dewasa ini secara luas menawarkan proteksi terhadap jiwa, kesehatan, harta,

dan resiko penghasilan/kerugian, kepada semua unit usaha dan konsumen termasuk pemerintah

7. Fungsi Kebijakan (policy function)

Pasar keuangan pada dekade terakhir ini telah menjadi suatu alat utama bagi otoritas untuk

melakukan kebijakan guna menstabilkan ekonomi dan mempengaruhi inflasi

Sistem keuangan di Indonesia, terdiri dari Otoritas keuangan (financial authorities), sistem

perbankan, dan sistem lembaga keuangan bukan bank, pada dasarnya merupakan tatanan dalam

perekonomian suatu Negara yang memiliki peran utama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa

keuangan. Fasilitas jasa keuangan tersebut diberikan oleh lembaga-lembaga keuangan, termasuk

pasar uang dan pasar modal

Otoritas Keuangan

Otoritas Keuangan memiliki peran dalam pengaturan dan pengawasan di bidang keuangan

dan perbankan terdiri dari:

9

Page 10: bisnis syariah.docx

a. Bank Indonesia

b. Departemen Keuangan

c. Lembaga Penjamin Simpanan

Bank Indonesia

Pengertian

BI adalah Bank Sentral Republik Indonesia yang merupakan lembaga negara yang

independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak-pihak lainnya sesuai UU NO.3

Tahun 2004

Tujuan

“mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah”

Tugas Bank Indonesia

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

3. Mengatur dan mengawasi bank

Wewenang Bank Indonesia

1. Melaksanakan kebijakan nilai tukar bedasarkan sistem nilai tukar yang ditetapkan

2. Mengelola cadangan devisa untuk memenuhi kewajiban luar negeri

3. Memelihara keseimbangan neraca pembayaran

4. Menerima pinjaman luar negeri

Departemen Keuangan

Departemen keuangan adalah lembaga pemerintah yang melakukan pengaturan dan

pengawasan di bidang Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). LKBB adalah badan usaha

yang melakukan kegiatan di bidang keuangan, yang menghimpun dana dengan mengerluarkan

kertas berharga dan menyalurkannya untuk membiayai investasi perusahaan

Jenis-jenis Lembaga Keuangan Bukan Bank

a. Lembaga Pembiayaan (multifinance company)

b. Perusahaan Peransuransian (insurance companies)

c. Dana pensiun (pension fund)

d. Perusahaan Efek (securities company)

e. Reksa Dana

f. Perusahaan Modal Ventura

10

Page 11: bisnis syariah.docx

g. Pegadaian

Lembaga Penjamin Simpanan

LPS adalah lembaga keuangan yang berstatus independen yang tugas pokoknya memberi

jaminan atas simpanan kepada nasabah bank

Fungsi LPS

1. Menjamin simpanan nasabah penyimpanan

2. Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan

Tugas LPS

1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan

2. Melaksanakan penjaminan simpanan

3. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem

perbankan

4. Merumuskan, menetapkan dan melaksanakan kebijakkan penyelesaian bank gagal

5. Melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik

Wewenang LPS

1. Menetapkan dan memungut premi penjaminan

2. Menetapkan dan memungut konstribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta

3. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS

4. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, laporan

hasil keuangan bank, sepanjang tidak melanggar kerahasian bank

5. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan konfirmasi

6. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim

7. Menunjuk, menguasakan, dan menugaskan pihak lain guna melaksanakan sebagian tugas

tertentu

8. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat

9. Menjatuhkan sanksi administrative

Jenis simpanan yang dijamin oleh LPS :

a. Giro

b. Deposito

c. Sertifikat Deposito

d. Tabungan

11

Page 12: bisnis syariah.docx

Nilai simpanan yang dijamin oleh LPS setiap nasabah pada satu bank max Rp.

100.000.000 . Nilai tersebut dapat berubah apabila:

a. Terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah besar

b. Terjadi inflasi yang cukup besar

c. Jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya menjadi kurang dari 90% dari jumlah

nasabah penyimpan seluruh kantor

PRINSIP BISNIS DALAM ISLAM

Prinsip dasar muamalah dan bisnis islam menegaskan bahwa segala sesuatu itu

dibolehkan, kecuali ada larangan dalam al-Quran dan Hadits, sehingga dapat mengilhami dan

mendorong siapapun untuk melakukan inovasi dan kreatifitas (ijtihad) dalam memajukan bisnis.

Kebebasan bermuamalah tesebut wajib diikuti dengan identifikasi terhadap larangan yang tegas

mencakup haram terhadap objek bisnisnya (haram li dzatihi) maupun prosesnya. Keharaman

proses bisnis mencakup antara lain:

tadlis (penipuan), gharar (ketidakjelasan), ikhtikar atau hoarding (rekayasa pasar dengan

mengurangi pengadaan komoditas), ba‟i najasy (rekayasa pasar dengan menciptakan permintaan

palsu), riba, maysir (perjudian), risywah (penyuapan), serta tidak sahnya akad.

Kunci prinsip bisnis dimana setiap muslim wajib jalani adalah kode etik islam dan bagaimana

islam mendorong tanggung jawab individu dan akuntabilitas. Pedoman tersebut juga termasuk

1. kejujuran dan saling percaya;

2. memegang janji;

3. mencintai Allah melebihi cinta kepada jual beli;

4. mendukung perniagaan sesame muslim;

5. ber-rendah hati;

6. berpegang pada musyawarah dalam sengketa bisnis;

7. tidak terlibat kecurangan dan penyuapan; dan

8. bersikap adil.

12

Page 13: bisnis syariah.docx

Mendorong untuk tidak tergoda melakukan kebohongan tentang produk dan jasa saat penjualan

dan pemasaran; pentingnya kejujuran dan kebenaran juga disampaikan oleh baginda nabi saw:

Pedagang akan dibangkitkan saat hari kiamat termasuk golongan pelaku perbuatan jahat,

kecuali mereka yang takut kepada Allah, jujur dan menyampaikan kebenaran

MANAJEMEN BANK UMUM

Manajemen Bank memiliki sasaran dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya.

Sasaran tersebut pada prinsipnya dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu, yaitu sasaran

bersifat jangka pendek dan sasaran jangka panjang.

Sasaran Jangka Pendek

Sasaran jangka pendek ini berkaitan dengan penggunaan waktu dalam operasional bank untuk

mencapai tujuan yang bersifat jangka pendek. Sasaran manajemen bank jangka pendek antara

lain : pemenuhan likuditas, terutama untuk memenuhi likuiditas wajib minimum yang ditetapkan

oleh otoritas moneter disamping kebutuhan likuiditas untuk memenuhi penarikan dana oleh

nasabah sehari-hari, menyediakan jasa-jasa lalu lintas pembayaran, dan penanaman dana dalam

bentuk surat-surat berharga jangka pendek atau instrumen pasar uang.

Sasaran Jangka Panjang

Sasaran jangka panjang manajemen bank adalah bagaimana memeperoleh keuntungan dari

kegiatan bank untuk meningkatkan nilai perusahaan dan memaksimalkan kekayaan-kekayaan

pemilik bank. Untuk mencapai sasaran ini manajemen mempertimbangkan faktor-faktor risiko

yang dapat membahayakan kondisi usaha bank. Untuk mencapai sasaran jangka panjang ini,

bank tidak boleh mengorbankan sasaran jangka pendek dan mengabaikan praktik-praktik dan

prinsip-prinsip perbankan yang sehat.

Untuk mencapai sasaran tersebut, manajemen bank harus memperhatikan beberapa hal dalam

pengelolaan aktiva dan kewajiban sebagai berikut :

1. Mengelola likuiditasnya

2. Memperkecil risiko dengan mengalokasikan dananya pada aset yang berisiko rendah

atau melakukan diversifikasi

3. Memperoleh dana dengan biaya rendah

4. Menentukan jumlah modal yang harus dipertahankan dan meningkatkan modal sesuai

kebutuhan.

13

Page 14: bisnis syariah.docx

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Bank

Kegiatan usaha bank sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang pada akhirnya

mempengaruhi pola manajemen bank. Faktor-faktor tersebut bisa berasal dari dalam bank atau

faktor internal dan bisa pula bersumber dari luar bank itu sendiri atau faktor eksternal.

Faktor Internal

Faktor-faktor yang bersumber dari dalam bank yang mempengaruhi manajemen bank, antara lain

berkaitan dengan pengambilan kebijakan dan strategi operasional bank, yaitu :

1. Struktur organisasi bank yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan, kebijakan,

atau perencanaan

2. Budaya kerja perusahaan

3. Filosofi dan gaya manajemen : konservatif atau agresif

4. Strategi segmentasi pasar dan jaringan kantor

5. Ketersediaan sumber daya manusia dan penggunaan teknologi

6. Komitmen pemilik terhadap pengembangan usaha bank.

Faktor Eksternal

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi manajemen bank meliputi faktor di luar kendali

bank, yaitu :

a. Kebijakan moneter

b. Fluktuasi nilai tukar dan tingkat inflasi

c. Volatilitas tingkat bunga

d. Sekuritisasi

e. Treasury Management

f. Globalisasi

g. Persaingan antar bank maupun lembaga keuangan non bank

h. Perkembangan teknologi

  Bentuk Manajemen Risiko

Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu metode logis dan sistematik dalam identifikasi,

kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, serta melskuksn monitor dan pelaporan

risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses. Hubungan antara risiko dan hasil

secara alami berkorelasi secara linear negatif. Semakin tinggi hasil yang diharapkan, dibutuhkan

risiko yang semakin besar untuk dihadapi. Untuk itu, diperlukan upaya yang serius agar

14

Page 15: bisnis syariah.docx

hubungan tersebut menjadi kebalikannnya, yaitu aktivitas yang meingkatkan hasil pada saat

risiko menurun. Manajemen risiko diperlukan untuk :

a.    mendukung pencapaian tujuan

b.    memungkinkan untuk melakukan aktivitas yang memberikan peluang yang jauh lebih

tinggi dengan mengambil risiko yang lebih tinggi, risiko yang lebih tinggi diambil

dengan dukungan sikap dan solusi yang sesuai terhadap risiko

c.    mengurangi kemungkinan kesalahan fatal

d.    menyadari bahwa risiko dapat terjadi pada setiap aktivitas dan tingkatan dalam organisasi

sehingga  setiap individu harus mengambil dan mengelola risiko masing-masing sesuai

dengan wewenang dan tanggung jawabnya.

Regulasi terhadap bank terkait dengan institusi perbankan serta produk-produk dan

pelayanan yang ditawarkan oleh bank. Tujuan regulasi pada industri perbankan adalah untuk

melindungi nasabah dan meningkatkan kepercayaan mereka terhadap produk-produk dari

industri perbankan tersebut.

Beberapa pertimbangan penting mengapa bank perlu diregulasi adalah sebagai berikut :

1.      Komodita Uang Dan Sarat Perikatan

Aktivitas bank dalam memberikan layanan dan penawaran produk adalah uang.

Kepemilikikan uang, hak, dan kewajiban atas uang pada saat awal transaksi, serta hak, dan

kewajiban atas uang pada akhir transaksi merupakan kesepakatan antara bank dengan

nasabahnnya. Sifat dasar dari kepemilikan uang yang cenderung  ingin dimiliki oleh

siapapun sangat rawan untuk menimbulkan persengketaan.

2.      Rasio Utang Berbanding Modal

Bank adalah suatu institusi yang sebagian besar pasivanya adalah kewajiban atau utang.

Dengan posisi tersebut, berarti utang jauh lebih besar dibanding modal. Kondisi ini disebut

dengan highly gearing atau highly leverage, yang terjadi karena bank sangat bergantung

kepada utang (geared)

3.      Ketidakmampuan bank dalam Menyelesaikan Kewajiban

Ketidakmampuan bank dalam menyelesaikan kewajiban ( insolvency) merupakan suatu

keadaan dimana bank tidak mampu membayar semua kewajibannya pada saat jatuh tempo.

Dampak insolvency suatu bank secara sistemik dapat menimbulkan efek domino terhadap

15

Page 16: bisnis syariah.docx

bank lain hingga akhirnya menimbulkan dampak buruk pada perekonomian secara

keseluruhan.

4.      Stabilitas Keuangan

Stabilitas keuangan didfenisikan sebagai pemeliharaan situasi yang terlkait dengan kapasitas

lembaga keuangan dan pasar untuk memobilisasi dana dari surplus spending unit secra

efisdien, menyediakan likuidasi, serta mengalokasikan investasi tanpa masalah

5.      Stabilitas Moneter

Stabilitas moneter didefinisikan sebagai stabilitas dalam menjaga nilai uang yang dimaksud

digambarkan oleh tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Stabilitas moneter diperlukan

dalam suatu perekonomian dengan stabilitas moneter yang terjaga diharapkan memudahkan

pengelolaan ekonomi secara mikro oleh pihak swasta dan makro oleh pihak swasta.

6.      Persaingan Antarbank

Perkembangan produk dalam layanan bank pada dua dekade terakhir telah menunjukan

perkembangan yang sangat pesat, perkembangan produk yang ditawarkan   seperti produk

derivatif telah menjadi daya tarik tersendiri bagi nasabah untuk berinvestasi perkembangan

layanan bank terutama pada penggunaan teknologi telah memungkinkan nasabah untuk

melakukan transaksi secara virtual lintas batas negara.

MANAJEMEN BANK SYARIAH

Semua organisasi, baik yang berbentuk badan usaha swasta, badan yang bersifat publik

ataupun lembaga-lembaga social masyarakat tertentu mempunyai suatu tujuan sendiri-sendiri

yang merupakan motivasi dari pendiriannya. Manajemen di dalam suatu badan usaha, baik

industry, niaga dan jasa, tidak terkecuali jasa perbankan, didorong oleh motif mendapatkan

keuntungan. Untuk mendapat keuntungan yang besar manajemen haruslah diselenggarakan

dengan efisien. Sikap ini harus dimiliki oleh setiap pengusaha dan manajer di manapun mereka

berada. 

Strategi dan Kunci Sukses Manajemen Syari’ah

Tahun 2002 merupakan tahun ke sepuluh berdirinya Bank Syari’ah di Indonesia, utamanya

Bank Muamalat Indonesia ( BMI ). Dalam usia yang kesepuluh BMI ini tentunya dapat dijadikan

pijakan dalam  mengevaluasi dan memposisikan keberadaan bank syari’ah.

16

Page 17: bisnis syariah.docx

Perkembangan Bank Syari’ah di Indonesia mulai membaik secara kuantitas sejak adanya

perubahan Undang-Undang Perbankan No.7 Tahun 1992 menjadi Undang-undang No. 10 tahun

1998. Sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh  Bank Indonesia, pokok-pokok ketentuan

tersebut memuat antara lain :

a.     Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syari’ah

b.    Pembentukan dan tugas pokok Dewan pengawas Syari’ah

c.  Persyaratan bagi pembukaaan kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara

konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah

Memasuki tahun 2002 bank umum di Indonesia yang melakukan kegiatan operasional

dengan prinsip syari’ah, di antaranya: Bank Muamalah Indonesia, Bank IFI, Bank BNI Syari’ah,

Bank Mandiri Syari’ah, Bank BRI Syari’ah. Dan dimungkinkan akan bermunculan konversi

bank konvesional ke bank syari’ah.

Peranan perbankan syari’ah dalam mobilisasi dana dan penyaluran pembiayaan walaupun

masih kecil, namun mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan adanya peningkatan volume

penyaluran pembiayaan dari Rp 455 Milyar pada tahun 1998 menjadi Rp 472 miyar pada tahun

1999 dan pada saat bersamaan penyaluran kredit oleh perbankan konvensional menurun dari Rp

545 trilyun menjadi Rp 227 trilyun.

Memang tidak adil untuk membandingkan antara bank syari’ah dengan bank konvensional.

Sebab, bank konvensional telah berdiri sejak sebelum negeri Indonesia ini ada, sementara bank

syari’ah di Indonesia baru berawal pada tahun 1992. Pemberian fasilitas oleh pemerintah juga

menjadi faktor, terkait dengan situasi krisis, hampir semua bank konvensional pernah

mendapatkan dana rekapitalisasi dari pemerintah dalam hal penyehatan modalnya, sementara

bank syari’ah tidak pernah.

Strategi Pengembangan Bank Syari’ah

Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan bank syari’ah dalam

memberdayakan ekonomi umat, yaitu :

a.        Strategi Pengembangan: Islamic Full Branch

Di Indonesia dengan menggunakan sistem Islamic Full Branch, yaitu suatu cabang penuh

menerapkan sistem syari’ah. Dengan ciri-ciri sebagai berikut, cabang menerapkan sistem

17

Page 18: bisnis syariah.docx

syari’ah secara penuh.Pembukaannya secara terpisah dengan kantor induk Bank Induk

masih konvensional harus menyisihkan sejumlah modal untuk unit usaha syari’ah (UUS).

Sistem ini seperti yang diterapkan di Arab Saudi. Contoh Bank penerap Sistem Islamic Full

Branch: Bank IFI, Bank Syari’ah Mandiri, BNI Syari’ah.

b.        Strategi Pengelolaan: Pembiayaan

Para pengusaha kecil lebih mendambakan sistem pembiayaan dengan sistem bagi hasil,

karena dirasa leih sesuai dengan siklus bisnis usaha menengah kecil

c.         Strategi Pengelolaan : Persepsi Masyarakat

Persepsi masyarakat tentang bank syari’ah masih keliru. Implikasi kekeliruan persepsi

pertama berdampak pada pemahaman bahwa :

     Bank Syari’ah tidak boleh meminta jaminan dalam memberikan pembiayaan

     Bank Syari’ah tidak mengenakan denda bila nasabah tidak membayar tepat pada

waktunya

      Bank Syari’ah tidak boleh menyita jaminan

Kemudian implikasi dari kekeliruan persepsi kedua, memberikan efek atas

pandangan masyarakat tentang bank syari’ah sebagai berikut :

    Bagi hasil yang diberikan bank kepada nasabah harus lebih besar jika dibandingkan

dengan bunga dari bank konvensional, sehingga bagi hasil nasabah pembiayaan harus

lebih kecil dari pada bunga

      Bank akan turut memiliki perusahaan nasabah

      Bank akan turut campur dalam manajemen perusahaan nasabah

      Bagi hasil dibayar setahun sekali, seperti waktu pembayaran deviden

MEMBANGUN KERANGKA KERJA BAGI KEUANGAN SYARIAH

Dalam kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian

laporan keuangan bagi para penggunanya. Kerangka ini berlaku untuk semua jenis transaksi

syariah yang dilaporkan oleh entitas syariah maupun entitas konvensional baik sektor publik

maupun sektor swasta. Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi :

1.      Penyusun standar akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan tugasnya.

2.      Penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah yang belum

di atur dalam standar akuntansi keuangan syariah.

18

Page 19: bisnis syariah.docx

3.      Auditor dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai

dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum.

4.      Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam

keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah.

Sebagaimana diketahui proses melahirkan  laporan keuangan ini dalam Akuntansi Barat

sudah jelas dan sangat sudah teratur. Karena bukan saja diatur oleh penyusunan laporan

keuangan (General Accepted Accounting Principe) juga system atau proses melahirkannya

(Accounting System). Bahkan dalam Akuntansi Barat hasil penyusunan laporan keuangan ini

tidak begitu saja diterima oleh masyarakat harus melalui verifikasi (audit) dari lembaga

independen yang juga memiliki disiplin dan aturan tersendiri. Profesi pemeriksa ini disebut

independent auditor. Untuk menjadi independen auditor ini diperlukan persyaratan antara lain

diperoleh dari General Accepted Accounting Principle :

a)      Ia harus memiliki keahlian dalam bidang audit.

b)      Ia harus bertindak objektif tidak memihak dan independen.

c)      Dalam melaksanakan tugasnya ia harus menerapkan prinsip kehati-hatian.

d)     Untuk berbagai Negara diatur lagi persyaratan pemberian izin praktek.

e)      Profesi sendiri memiliki disiplin ilmu auditing ketat.

Asas Transaksi Syariah

Dalam penyusunan kerangka dasar dan penyajian laporan keuangan syariah terdapat asas-

asas transaksi syariah yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut :

1.      Persaudaraan (ukhuwah), yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi dalam

memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh mendapatkan keuntungan di atas

kerugian orang lain. Prinsip ini didasarkan atas prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling

memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin (tafakul), saling

bersinergi dan beraliansi (tahaluf).

2.      Keadilan (‘adalah), yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang berhak dan

sesuai dengan posisinya.

3.      Kemaslahatan (maslahah), yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi

duniawi dan ukhwari, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.

19

Page 20: bisnis syariah.docx

4.      Keseimbangan (tawazun), yaitu keseimbangan antara aspek material dan spiritual, antara

aspek privat dan publik, antara sektor keuangan dan sektor riil, antara bisnis dan sosial

serta antara aspek pemanfaatan serta pelestarian.

5.      Universalisme (syumuliyah), di mana esensinya dapat dilakukan oleh, dengan dan untuk

semua pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan

sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).

    Karakteristik Transaksi Syariah

Ada beberapa implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi

syariah harus memenuhi karakteristik dan persyaratan antara lain :

1.      Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling rida.

2.      Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib).

3.      Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai

komoditas.

4.      Tidak mengandung unsur riba.

5.      Tidak mengandung unsur kezaliman.

6.      Tidak mengandung unsur maysir.

7.      Tidak mengandung unsur gharar.

8.      Tidak mengandung unsur haram.

Karakteristik tersebut dapat diterapkan pada transaksi bisnis yang bersifat komersial maupun

yang bersifat nonkomersial.

Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan utama laporan  keuangan  adalah  menyediakan  informasi, menyangkut

posisi  keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat

bagi sebagian besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Dalam rangka mencapai

tujuan tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas  syari’ah yang

meliputi :

(a) Aset

(b) Kewajiban

(c) Dana syirkah temporer

(d) Ekuitas

(e) Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian

20

Page 21: bisnis syariah.docx

(f) Arus kas

(g) Dana zakat dan

(h) Dana kebajikan.

Dan beberapa tujuan lainnya adalah:

1.         Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan

usaha.

2.         Informasi kepatuhan entitas syariah tidak sesuai dengan prinsip syariah, serta informasi

aset, kewajiban pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada

dan bagaimana perolehan dan penggunaannya.

3.         Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tangung jawab entitas syariah

terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikan pada tingkat keuntungan

yang layak.

4.         Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal

dan  pemilik dana syirkah temporer dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban

(obligatio) fungsi social entitas termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak,

sedekah, dan wakaf.

Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan, dan

arus kas entitas syariah dengan menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan  secara

benar disertai pengungkapan yang diharuskan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan dalam

Catatan atas Laporan Keuangan. Informasi lain tetap diungkapkan  untuk menghasilkan

penyajian yang wajar walaupun pengungkapkan tersebut tidak diharuskan  oleh Pernyataan

Standar Akuntansi Keuangan.

Laporan keuangan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bersama sebagai pengguna

laporan keuangan, serta dapat digunakan sebagai bentuk laporan dan pertanggungjawaban

manajemen atas sumber daya yang dapat dipercayakan kepadanya.

Syarat-Syarat Laporan Keuangan

Salah satu untuk membuat laporan keuangan harus memenuhi beberapa syarat-syarat yang harus

dipenuhi, yaitu sebagai berikut :

1.      Relevan merupakan data yang diolah ada kaitannya dengan transaksi.

21

Page 22: bisnis syariah.docx

2.      Jelas dan dapat dipahami merupakan informasi yang disajikan harus ditampilkan

sedemikian rupa sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh semua pembaca laporan

keuangan.

3.      Dapat diuji kebenarannya merupakan data dan informasi yang disajikan harus dapat

ditelusuri pada bukti asalnya.

4.      Netral merupakan laporan keuangan yang disajikan dapat dipergunakan oleh semua pihak.

5.      Tepat waktu merupakan laporan keuangan harus memiliki periode pelaporan

6.      Dapat diperbandingkan merupakan laporan keuangan yang disajikan harus dapat

diperbandingkan dengan periode-periode sebelumnya.

7.      Lengkap merupakan data yang disajikan dalam informasi akuntansi harus lengkap.

PENGERTIAN BISNIS SYARIAH

Secara bahasa, Syariat (al-syari’ah) berarti sumber air minum (mawrid al-ma’ li al istisqa) atau

jalan lurus (at-thariq al-mustaqîm). Sedang secara istilah Syariah bermakna perundang-undangan

yang diturunkan Allah Swt melalui Rasulullah Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia

baik menyangkut masalah ibadah, akhlak, makanan, minuman pakaian maupun muamalah

(interaksi sesama manusia dalam berbagai aspek kehidupan) guna meraih kebahagiaan di dunia

dan di akhirat.

Menurut Syafi’I Antonio, syariah mempunyai keunikan tersendiri, Syariah tidak saja

komprehensif, tetapi juga universal. Universal bermakna bahwa syariah dapat diterapkan dalam

setiap waktu dan tempat oleh setiap manusia. Keuniversalan ini terutama pada bidang sosial

(ekonomi) yang tidak membeda-bedakan antara kalangan Muslim dan non-Muslim. Dengan

mengacu pada pengertian tersebut, Hermawan Kartajaya dan Syakir Sula memberi pengertian

bahwa Bisnis syariah adalah bisnis yang santun, bisnis yang penuh kebersamaan dan

penghormatan atas hak masing-masing. (Syariah Marketing, hal. 45). Pengertian yang hari lalu

cenderung normatif dan terkesan jauh dari kenyataan bisnis kini dapat dilihat dan dipraktikkan

dan akan menjadi trend bisnis masa depan.

22

Page 23: bisnis syariah.docx

PRINSIP DASAR DAN ETIKA DALAM BISNIS SYARI’AH

Ada empat prinsip (aksioma) dalam ilmu ikonomi Islam yang mesti diterapkan dalam bisnis

syari’ah, yaitu: Tauhid (Unity/kesatuan), Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium),

Kehendak Bebas (Free Will), dan Tanggung Jawab (Responsibility).[1]

Tauhid mengantarkan manusia pada pengakuan akan keesaan Allah selaku Tuhan semesta alam.

Dalam kandungannya meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini bersumber dan

berakhir kepada-Nya. Dialah pemilik mutlak dan absolut atas semua yang diciptakannya. Oleh

sebab itu segala aktifitas khususnya dalam muamalah dan bisnis manusia hendaklah mengikuti

aturan-aturan yang ada jangan sampai menyalahi batasan-batasan yang telah diberikan.

Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium) merupakan konsep yang menunjukkan adanya

keadilan sosial. Kehendak bebas (Free Will) yakni manusia mempunyai suatu potensi dalam

menentukan pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia tidak dibatasi. Tetapi

dalam kehendak bebas yang diberikan Allah kepada manusia haruslah sejalan dengan prinsip

dasar diciptakannya manusia yaitu sebagai khalifah di bumi. Sehingga kehendak bebas itu harus

sejalan dengan kemaslahatan kepentingan individu telebih lagi pada kepentingan umat.

Tanggung Jawab (Responsibility) terkait erat dengan tanggung jawab manusia atas segala

aktifitas yang dilakukan kepada Tuhan dan juga tanggung jawab kepada manusia sebagai

masyarakat. Karena manusia hidup tidak sendiri dia tidak lepas dari hukum yang dibuat oleh

manusia itu sendiri sebagai komunitas sosial. Tanggung jawab kepada Tuhan tentunya diakhirat,

tapi tanggung jawab kepada manusia didapat didunia berupa hukum-hukum formal maupun

hukum non formal seperti sangsi moral dan lain sebagainya.

Sementara menurut Beekun terdapat 5 aksioma dalam ekonomi islam. Sebagai yang kelima

adalah benovelence atau dalam istilah lebih familiar dikenal dengan Ihsan. Ihsan adalah

kehendak untuk melakukan kebaikan hati dan meletakkan bisnis pada tujuan berbuat kebaikan.

Kelima prinsip tersebut secara operasional perlu didukung dengan suatu etika bisnis yang akan

menjaga prinsip-prinsip tersebut dapat terwujud.

23

Page 24: bisnis syariah.docx

ETIKA BISNIS SYARIAH

Etika dipahami sebagai seperangkat prinsip yang mengatur hidup manusia (a code or set of

principles which people live). Berbeda dengan moral, etika merupakan refleksi kritis dan

penjelasan rasional mengapa sesuatu itu baik dan buruk. Menipu orang lain adalah buruk. Ini

berada pada tataran moral, sedangkan kajian kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk dan

apa alasan pikirnya, merupakan lapangan etika. Perbedaan antara moral dan etika sering kabur

dan cendrung disamakan. Intinya, moral dan etika diperlukan manusia supaya hidupnya teratur

dan bermartabat. Orang yang menyalahi etika akan berhadapan dengan sanksi masyarakat berupa

pengucilan dan bahkan pidana.Bisnis merupakan bagian yang tak bisa dilepaskan dari kegiatan

manusia. Sebagai bagian dari kegiatan ekonomi manusia, bisnis juga dihadapkan pada pilihan-

pilihan penggunaan factor produksi. Efisiensi dan efektifitas menjadi dasar prilaku kalangan

pebisnis. Sejak zaman klasik sampai era modern, masalah etika bisnis dalam dunia ekonomi

tidak begitu mendapat tempat. Ekonom klasik banyak berkeyakinan bahwa sebuah bisnis tidak

terkait dengan etika. Dalam ungkapan Theodore Levitt, tanggung jawab perusahaan hanyalah

mencari keuntungan ekonomis belaka. Atas nama efisiensi dan efektifitas, tak jarang, masyarakat

dikorbankan, lingkungan rusak dan karakter budaya dan agama tercampakkan.

Perbedaan etika bisnis syariah dengan etika bisnis yang selama ini dipahami dalam kajian

ekonomi terletak pada landasan tauhid dan orientasi jangka panjang (akhirat). Prinsip ini

dipastikan lebih mengikat dan tegas sanksinya. Etika bisnis syariah memiliki dua cakupan.

Pertama, cakupan internal, yang berarti perusahaan memiliki manajemen internal yang

memperhatikan aspek kesejahteraan karyawan, perlakuan yang manusiawi dan tidak

diskriminatif plus pendidikan. Sedangkan kedua, cakupan eksternal meliputi aspek trasparansi,

akuntabilitas, kejujuran dan tanggung jawab. Demikian pula kesediaan perusahaan untuk

memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat sebagai stake holder perusahaan.

Abdalla Hanafi dan Hamid Salam, Guru Besar Business Administration di Mankata State

Univeristy menambahkan cakupan berupa nilai ketulusan, keikhlasan berusaha, persaudaraan

dan keadilan. Sifatnya juga universal dan bisa dipraktekkan siapa saja. Etika bisnis syariah bisa

diwujudkan dalam bentuk ketulusan perusahaan dengan orientasi yang tidak hanya pada

keuntungan perusahaan namun juga bermanfaat bagi masyarakat dalam arti sebenarnya.

24

Page 25: bisnis syariah.docx

Pendekatan win-win solution menjadi prioritas. Semua pihak diuntungkan sehingga tidak ada

praktek “culas” seperti menipu masyarakat atau petugas pajak dengan laporan keuangan yang

rangkap dan lain-lain. Bisnis juga merupakan wujud memperkuat persaudaraan manusia dan

bukan mencari musuh. Jika dikaitkan dengan pertanyaan di awal tulisan ini, apakah etika bisnis

syariah juga bisa meminimalisir keuntungan atau malah merugikan ?. Jawabnya tergantung

bagaimana kita melihatnya. Bisnis yang dijalankan dengan melanggar prinsip-prinsip etika dan

syariah seperti pemborosan, manipulasi, ketidakjujuran, monopoli, kolusi dan nepotisme

cenderung tidak produktif dan menimbulkan inefisiensi.

Etika yang diabaikan bisa membuat perusahaan kehilangan kepercayaan dari masyarakat bahkan

mungkin dituntut di muka hukum. Manajemen yang tidak menerapkan nilai-nilai etika dan hanya

berorientasi pada laba (tujuan) jangka pendek, tidak akan mampu bertahan (survive) dalam

jangka panjang. Jika demikian, pilihan berada di tangan kita. Apakah memilih keuntungan

jangka pendek dengan mengabaikan etika atau memilih keuntungan jangka panjang dengan

komit terhadap prinsip-prinsip etika –dalam hal ini etika bisnis syariah-.

CIRI KHAS BISNIS SYARI’AH

Bisnis syariah merupakan implementasi/perwujudan dari aturan syari’at Allah. Sebenarnya

bentuk bisnis syari’ah tidak jauh beda dengan bisnis pada umumnya, yaitu upaya

memproduksi/mengusahakan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan konsumen. Namun

aspek syariah inilah yang membedakannya dengan bisnis pada umumnya. Sehingga bisnis

syariah selain mengusahakan bisnis pada umumnya, juga menjalankan syariat dan perintah Allah

dalam hal bermuamalah. Untuk membedakan antara bisnis syariah dan yang bukan, maka kita

dapat mengetahuinya melalui ciri dan karakter dari bisnis syariah yang memiliki keunikan dan

ciri tersendiri. Beberapa cirri itu antara lain:

1. Selalu Berpijak Pada Nilai-Nilai Ruhiyah. Nilai ruhiyah adalah kesadaran setiap manusia akan

eksistensinya sebagai ciptaan (makhluq) Allah yang harus selalu kontak dengan-Nya dalam

wujud ketaatan di setiap tarikan nafas hidupnya. Ada tiga aspek paling tidak nilai ruhiyah ini

harus terwujud , yaitu pada aspek : (1) Konsep, (2) Sistem yang di berlakukan, (3) Pelaku

(personil).

25

Page 26: bisnis syariah.docx

2. Memiliki Pemahaman Terhadap Bisnis yang Halal dan Haram. Seorang pelaku bisnis syariah

dituntut mengetahui benar fakta-fakta (tahqiqul manath) terhadap praktek bisnis yang Sahih dan

yang salah. Disamping juga harus paham dasar-dasar nash yang dijadikan hukumnya (tahqiqul

hukmi).

3. Benar Secara Syar’iy Dalam Implementasi. Intinya pada masalah ini adalah ada kesesuaian

antara teori dan praktek, antara apa yang telah dipahami dan yang di terapkan. Sehingga

pertimbangannya tidak semata-mata untung dan rugi secara material.

4. Berorientasi Pada Hasil Dunia dan Akhirat. Bisnis tentu di lakukan untuk mendapat

keuntungan sebanyak-banyak berupa harta, dan ini di benarkan dalam Islam. Karena di

lakukannya bisnis memang untuk mendapatkan keuntungan materi (qimah madiyah). Dalam

konteks ini hasil yang di peroleh, di miliki dan dirasakan, memang berupa harta.

5. Namun, seorang Muslim yang sholeh tentu bukan hanya itu yang jadi orientasi hidupnya.

Namun lebih dari itu. Yaitu kebahagiaan abadi di yaumil akhir. Oleh karenanya. Untuk

mendapatkannya, dia harus menjadikan bisnis yang dikerjakannya itu sebagai ladang ibadah dan

menjadi pahala di hadapan Allah . Hal itu terwujud jika bisnis atau apapun yang kita lakukan

selalu mendasarkan pada aturan-Nya yaitu syariah Islam.

Jika semua hal diatas dimiliki oleh seorang pengusaha muslim, niscaya dia akan mampu

memadukan antara realitas bisnis duniawi dengan ukhrowi, sehingga memberikan manfaat bagi

kehidupannya di dunia maupun akhirat. Akhirnya, jadilah kaya yang dengannya kita bisa

beribadah di level yang lebih tinggi lagi.

AKAD DALAM BISNIS SYARIAH

Dalam setiap transaksi islami, akan memegang peranan yang sangat penting. Akad ibaratnya

sebuah dinding yang sangat tipis dan dengannya terpisah antara yang sah dan tidak. Secara

bahasa, akad atau perjanjian itu digunakan untuk banyak arti, yang keseluruhannya kembali

kepada bentuk ikatan atau penghubungan terhadap dua hal. Sementara akad menurut istilah

adalah keterikatan keinginan diri dengan keinginan orang lain dengan cara yang memunculkan

adanya komitmen tertentu yang disyariatkan. Terkadang kata akad dalam istilah dipergunakan

dalam pe-ngertian umum, yakni sesuatu yang diikatkan seseorang bagi diri-nya sendiri atau bagi

orang lain dengan kata harus. Di antaranya adalah firman Allah : “Wahai orang-orang yang

26

Page 27: bisnis syariah.docx

beriman, penuhilah akad-akad kalian.” Jual beli dan sejenisnya adalah akad atau perjanjian dan

kesepakatan. Setiap hal yang diharuskan seseorang atas dirinya sendiri baik berupa nadzar,

sumpah dan sejenisnya, disebut sebagai akad.

Rukun-Rukun Akad/Perjanjian

Akad memiliki tiga rukun, yaitu: Adanya dua orang atau lebih yang saling terikat dengan akad,

adanya sesuatu yang diikat dengan akad, serta pengucapan akad/perjanjian tersebut.

1. Dua Pihak atau lebih yang Saling Terikat Dengan Akad

Dua orang atau lebih yang terikat dengan akad ini adalah dua orang atau lebih yang

secara langsung terlibat dalam per-janjian. Kedua belah pihak dipersyaratkan harus memiliki

kemam-puan yang cukup untuk mengikuti proses perjanjian, sehingga perjanjian atau akad

tersebut dianggap sah. Kemampuan tersebut terbukti dengan beberapa hal berikut:

Pertama: Kemampuan membedakan yang baik dan yang buruk. Yakni apabila pihak-pihak

tersebut sudah berakal lagi baligh dan tidak dalam keadaan tercekal. Orang yang tercekal karena

dianggap idiot atau bangkrut total, tidak sah melakukan perjanjian.

Kedua: Pilihan. Tidak sah akad yang dilakukan orang di bawah paksaan, kalau paksaan itu

terbukti. Misalnya orang yang berhutang dan butuh pengalihan hutangnya, atau orang yang

bangkrut, lalu dipaksa untuk menjual barangnya untuk menutupi hutangnya.

Kemudian ketiga, akad itu dapat dianggap berlaku (jadi total) bila tidak memiliki pengandaian

yang disebut khiyar (hak pilih). Seperti khiyar syarath (hak pilih menetapkan persyaratan),

khiyar ar-ru’yah (hak pilih dalam melihat) dan sejenisnya.

2. Sesuatu yang Diikat Dengan Akad

Yakni barang yang dijual dalam akad jual beli, atau sesuatu yang disewakan dalam akad

sewa dan sejenisnya. Dalam hal itu juga ada beberapa persyaratan sehingga akad tersebut

dianggap sah, yakni sebagai berikut:

27

Page 28: bisnis syariah.docx

Barang tersebut harus suci atau meskipun terkena najis, bisa dibersihkan. Oleh sebab itu,

akad usaha ini tidak bisa diber-lakukan pada benda najis secara dzati, seperti bangkai. Atau

benda yang terkena najis namun tidak mungkin dihilangkan najisnya, seperti cuka, susu dan

benda cair sejenis yang terkena najis. Namun kalau mungkin dibersihkan, boleh-boleh saja.

Barang tersebut harus bisa digunakan dengan cara yang disyariatkan. Karena fungsi legal

dari satu komoditi menjadi dasar nilai dan harga komoditi tersebut. Segala komoditi yang tidak

berguna seperti barang-barang rongsokan yang tidak dapat dimanfaatkan. (Yang perlu diingat di

sini, bahwa satu barang dikatakan bermanfaat atau tidak, itu bisa berubah melalui perkembangan

zaman. Sampah misalnya, dahulu dianggap sebagai barang rongsokan yang tidak dapat

dimanfaatkan. Namun dalam kehidupan modern kita sekarang ini, sampah dapat digunakan

dalam produksi pupuk dan sejenisnya. Maka komoditi ini tidak lagi dianggap sebagai barang

rongsokan) Atau bermanfaat tetapi untuk hal-hal yang diharamkan, seperti minuman keras dan

sejenisnya, semuanya itu tidak dapat diperjualbelikan.

Komoditi harus bisa diserahterimakan. Tidak sah menjual barang yang tidak ada, atau ada

tapi tidak bisa diserahterimakan. Karena yang demikian itu termasuk menyamarkan harga, dan

itu dilarang.Barang yang dijual harus merupakan milik sempurna dari orang yang melakukan

penjualan. Barang yang tidak bisa dimiliki tidak sah diperjualbelikan.

Harus diketahui wujudnya oleh orang yang melakukan akad jual beli bila merupakan

barang-barang yang dijual lang-sung. Dan harus diketahui ukuran, jenis dan kriterianya apabila

barang-barang itu berada dalam kepemilikan namun tidak berada di lokasi transaksi. Bila barang-

barang itu dijual langsung, harus diketahui wujudnya, seperti mobil tertentu atau rumah tertentu

dan sejenisnya. Namun kalau barang-barang itu hanya dalam kepemilikan seperti jual beli

sekarang ini dalam akad jual beli as-Salm, di mana seorang pelanggan membeli barang yang

diberi gambaran dan dalam kepemilikan penjual, maka disyaratkan ha-rus diketahui ukuran, jenis

dan kriterianya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :

� �ْو�ٍم َمْع�ُل َجٍل� َأ �َلى ِإ � �ْو�ٍم َمْع�ُل ٍن� َوَوْز� � �ْو�ٍم َمْع�ُل �ٍل� ْي َك فِي� ُل�ْم� �ْس� �ْي فُل ْم ُل ْس� َأ َمْن�

“Barangsiapa yang melakukan jual beli as-Salm hendaknya ia memesannya dalam satu takaran

atau timbangan serta dalam batas waktu yang jelas.”

28

Page 29: bisnis syariah.docx

KERJASAMA (SYIRKAH) DALAM BISNIS SYARI’AH

Bisnis syari’ah sebagaimana bisnis pada umumnya yang dibangun atas kerjasama

berbagai pihak dalam mengembangkan usahanya. Namun kerjasama dalam bisnis syari’ah tidak

hanya dibangun atas dasar keuntungan dan pertimbangan aspek duniawiyah saja, namun juga

dibangun atas dasar keridhoan Allah. Keridhoan Allah diperoleh melalui implementasi prinsip-

prinsip syariah dalam melaksanakan kerjasama bisnis.

Kerjasama dalam Islam disebut dengan istilah syirkah. Kata syirkah dalam bahasa Arab

secara terminologis berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi), yasyraku (fi’il mudhari’),

syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau serikat. Kata

dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh juga dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam

Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, dibaca syirkah lebih fasih (afshah). Sedangkan secara

etimologis, syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak

dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya. Adapun menurut makna syariat, syirkah

adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha

dengan tujuan memperoleh keuntungan.

Hukum Dan Rukun Syirkah

Syirkah hukumnya jaiz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi Saw berupa taqrîr

(pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat

itu telah bermuamalah dengan cara bersyirkah dan Nabi Saw membenarkannya. Nabi Saw

bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra:

Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang ber-

syirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat,

Aku keluar dari keduanya. (HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni).

Rukun syirkah yang pokok ada 3, yaitu: (1) akad (ijab-kabul), disebut juga shighat; (2)

dua pihak yang berakad (‘aqidani), syaratnya harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan

tasharruf (pengelolaan harta); (3) obyek akad (mahal), disebut juga ma’qud ‘alayhi, yang

mencakup pekerjaan (amal) dan/atau modal (mal). Adapun syarat sah akad ada 2, yaitu: (1)

29

Page 30: bisnis syariah.docx

obyek akadnya berupa tasharruf, yaitu aktivitas pengelolaan harta dengan melakukan akad-akad,

misalnya akad jual-beli; (2) obyek akadnya dapat diwakilkan (wakalah), agar keuntungan syirkah

menjadi hak bersama di antara para syarik (mitra usaha).

Macam-Macam Syirkah

Menurut An-Nabhani, berdasarkan kajian beliau terhadap berbagai hukum syirkah dan

dalil-dalilnya, terdapat lima macam syirkah dalam Islam: yaitu: (1) syirkah inan; (2) syirkah

abdan; (3) syirkah mudharabah; (4) syirkah wujuh; dan (5) syirkah mufawadhah. An-Nabhani

berpendapat bahwa semua itu adalah syirkah yang dibenarkan syariah Islam, sepanjang

memenuhi syarat-syaratnya. Pandangan ini sejalan dengan pandangan ulama Hanafiyah dan

Zaidiyah.

Menurut ulama Hanabilah, yang sah hanya empat macam, yaitu: syirkah inan, abdan,

mudharabah, dan wujuh. Menurut ulama Malikiyah, yang sah hanya tiga macam, yaitu: syirkah

inan, abdan, dan mudharabah. Menurut ulama Syafi’iyah, Zahiriyah, dan Imamiyah, yang sah

hanya syirkah inan dan mudharabah.

Syirkah Inan

Syirkah inan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi

konstribusi kerja (‘amal) dan modal (mal). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil as-

Sunnah dan Ijma Sahabat. Contoh syirkah inan: A dan B insinyur teknik sipil. A dan B sepakat

menjalankan bisnis properti dengan membangun dan menjualbelikan rumah. Masing-masing

memberikan konstribusi modal sebesar Rp 500 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam

syirkah tersebut.

Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqud); sedangkan barang

(‘urudh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang

itu dihitung nilainya (qimah al-‘urudh) pada saat akad.

Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-

masing mitra usaha (syarik) berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya

30

Page 31: bisnis syariah.docx

50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. Diriwayatkan oleh Abdur Razaq

dalam kitab Al-Jami’, bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata, “Kerugian didasarkan atas

besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan atas kesepakatan mereka (pihak-pihak yang

bersyirkah).”[12]

Syirkah ‘Abdan

Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya

memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mal). Konstribusi kerja itu dapat

berupa kerja pikiran (seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan

tukang kayu, tukang batu, sopir, pemburu, nelayan, dan sebagainya). Syirkah ini disebut juga

syirkah ‘amal. Contohnya: A dan B. keduanya adalah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk

mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi

dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.

Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda

profesi. Jadi, boleh saja syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang batu.

Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal dan tidak boleh

berupa pekerjaan haram, misalnya, beberapa pemburu sepakat berburu babi hutan. Keuntungan

yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan; nisbahnya boleh sama dan boleh juga tidak sama

di antara mitra-mitra usaha (syarik). Syirkah ‘abdan hukumnya boleh berdasarkan dalil as-

Sunnah.[13]

Ibnu Mas’ud ra. pernah berkata, “Aku pernah berserikat dengan Ammar bin Yasir dan

Sa’ad bin Abi Waqash mengenai harta rampasan perang pada Perang Badar. Sa’ad membawa

dua orang tawanan, sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun.” Hal itu diketahui

Rasulullah Saw dan beliau membenarkannya dengan taqrîr beliau. (HR. Abu Dawud dan al-

Atsram).

Syirkah Mudharabah

Syirkah mudharabah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu

pihak memberikan konstribusi kerja (‘amal), sedangkan pihak lain memberikan konstribusi

31

Page 32: bisnis syariah.docx

modal (mal). Istilah mudharabah dipakai oleh ulama Irak, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya

qiradh. Contoh: A sebagai pemodal (shahib al-mal / rabb al-mal) memberikan modalnya sebesar

Rp 10 juta kepada B yang bertindak sebagai pengelola modal (‘amil/ mudharib) dalam usaha

perdagangan umum (misal, usaha toko kelontong).

Ada dua bentuk lain sebagai variasi syirkah mudharabah. Pertama, dua pihak (misalnya,

A dan B) sama-sama memberikan konstribusi modal, sementara pihak ketiga (sebut saja C)

memberikan konstribusi kerja saja. Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi

modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi

modal, tanpa konstribusi kerja. Kedua bentuk syirkah ini masih tergolong syirkah mudharabah.

Hukum syirkah mudharabah adalah ja’iz (boleh) berdasarkan dalil as-Sunnah (taqrir Nabi

Saw) dan Ijma Sahabat. Dalam syirkah ini, kewenangan melakukan tasharruf hanyalah menjadi

hak pengelola (mudharib/‘amil). Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun

demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.

Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola

modal, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudharabah berlaku

hukum wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau

kerugian dana yang diwakilkan kepadany. Namun demikian, pengelola turut menanggung

kerugian, jika kerugian itu terjadi karena kesengajaannya atau karena melanggar syarat-syarat

yang ditetapkan oleh pemodal.

Syirkah Wujuh

Syirkah wujuh disebut juga syirkah ‘ala adz-dzimam. Disebut syirkah wujuh karena

didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat.

Syirkah wujuh adalah syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan

konstribusi kerja (‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan konstribusi modal

(mal). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini menurut An

Nabhani termasuk dalam syirkah mudharabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah

mudharabah padanya.

32

Page 33: bisnis syariah.docx

Bentuk kedua syirkah wujuh adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah

dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada

keduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak. Misal: A dan B adalah tokoh yang

dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujuh, dengan cara membeli barang dari seorang

pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing memiliki 50% dari

barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua,

sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).

Dalam syirkah wujuh kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan

berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh

masing-masing mitra usaha berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan

berdasarkan kesepakatan. Menurut An Nabhani Syirkah wujuh kedua ini hakikatnya termasuk

dalam syirkah ‘abdan.

Hukum kedua bentuk syirkah di atas adalah boleh, karena bentuk pertama sebenarnya

termasuk syirkah mudhârabah, sedangkan bentuk kedua termasuk syirkah ‘abdan. Syirkah

mudharabah dan syirkah ‘abdan sendiri telah jelas kebolehannya dalam syariat Islam.

Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahwa ketokohan (wujuh) yang dimaksud

dalam syirkah wujuh adalah kepercayaan finansial (tsiqah maliyah), bukan semata-semata

ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh

(katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur, atau suka menyalahi

janji dalam urusan keuangan. Sebaliknya, sah syirkah wujuh yang dilakukan oleh seorang biasa-

biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan finansial (tsiqah

maliyah) yang tinggi, misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan keuangan.

Syirkah Mufawadhah

Syirkah mufawadhah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan

semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, ‘abdan, mudharabah, dan wujuh). Syirkah mufâwadhah

dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah

ketika berdiri sendiri, maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya.

33

Page 34: bisnis syariah.docx

Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian

ditanggung sesuai dengan jenis syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi

modal (jika berupa syirkah inan), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah

mudharabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang

dimiliki (jika berupa syirkah wujuh).

Contoh: A adalah pemodal, berkonstribusi modal kepada B dan C, dua insinyur teknik

sipil, yang sebelumnya sepakat, bahwa masing-masing berkonstribusi kerja. Kemudian B dan C

juga sepakat untuk berkonstribusi modal, untuk membeli barang secara kredit atas dasar

kepercayaan pedagang kepada B dan C.

Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan, yaitu ketika B dan C

sepakat masing-masing ber-syirkah dengan memberikan konstribusi kerja saja. Lalu, ketika A

memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga terwujud syirkah

mudharabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C

sepakat bahwa masing-masing memberikan konstribusi modal, di samping konstribusi kerja,

berarti terwujud syirkah inan di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit

atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujuh antara B dan

C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang

ada, yang disebut syirkah mufawadhah.

LEMBAGA BISNIS SYARIAH

Secara umum lembaga bisnis syariah masih sebatas pada lembaga keuangan. Namun kini

lembaga bisnis syariah sudah mencakup pada perhotelan dan usaha sector riil. Lembaga bisnis

dapat dikategorikan dalam lembaga bisnis syariah apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Memproduksi barang yang halal

2. Tidak melakukan transaksi yang bertentangan dengan syariat

3. Mendapatkan modal (kerjasama) dengan cara-cara yang sah menurut Islam.

4. Terdapat pengawas syariah pada perusahaan tersebut.

34

Page 35: bisnis syariah.docx

Berdasarkan data dari Dewan Syariah Nasional, hingga 08 Mei 2008 telah terdapat 10

lembaga pembiayaan syariah, 1 lembaga pegadaian syariah, 2 DPLK Syariah, 4 usaha syariah, 1

modal ventura syariah, dan 1 lembaga penjamin syariah.

1. Pembiayaan Syariah

PT Federal Internasional Finance

PT Semesta Citra Dana

PT Mandala Multifinance, Tbk

PT Wahana Ottomitra Multiartha, Tbk

PT Amanah Finance

PT Fortuna Multi Finance

PT Trust Finance Indonesia, Tbk

PT Capitalinc Finance

PT Al-Ijarah Indonesia Finance

PT Trimamas Finance

2. Pegadaian Syariah

Perum Pegadaian Syariah

3. DPLK Syariah

DPLK Manulife Indonesia

DPLK Muamalat

4. Bisnis Syariah

PT Sofyan Hotels

PT Ahad-Net Internasional

PT Usahajaya Ficooprasional

PT Exer Indonesia

5. Modal Ventura Syariah

PT Bahana Artha Ventura

Modal Ventura, yakni penanaman modal dilakukan oleh lembaga keuangan Syariah

untuk jangka waktu tertentu, dan setelah itu lembaga keuangan tersebut melakukan

divestasi atau menjual bagian sahamnya kepada pemegang saham perusahaan.

6. Lembaga Penjaminan Syariah

35

Page 36: bisnis syariah.docx

Perum Sarana Pengembangan Usaha

Jika dilihat dari data MUI di atas, terlihat masih sangat minim pengembangan usaha

bisnis syariah kea rah sector riil. Lembaga-lembaga ekonomi syariah masih dimonopoli oleh

lembaga keuangan syariah. Hal ini tidak terlepas dari dua factor; factor sejarah munculnya

ekonomi syariah dan ketersediaan peraturan. Dari factor kesejarahan, memang sejak awal

lahirnya ekonomi islam lebih diarahkan untuk memberikan alternative bagi sector lembaga

pendanaan dan keuangan. Sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan

selanjutnya bagi sector usha lainnya dalam ekonomi islam seperti bisnis syariah.

Kedua karena factor belum tersedianya peraturan yang berkenaan dengan usaha bisnis

syariah. Bahkan yang berkenaan dengan pegadaian hanya diatur melalui fatwa MUI. Kendala-

kendala ini menyebabkan kurang bergairahnya sector usaha bisnis syariah jika dibandingkan

dengan lembaga keuangan syari’ah seperti Bank. Yang bahkan untuk perbankan telah tersedia

satu direktorat dalam BI tentang bank syariah dan perangkat undang-undang lainnya.

BAB III

36

Page 37: bisnis syariah.docx

PENUTUP

Demikian pembahasan dalam makalah ini, yang lebih penting dari ini semua adalah, sejauah

mana kesiapan kita untuk membut semakin banyak lagi usaha bisnis syariah. Dan tidak hanya

mampu merancang usaha bisnis syariah, namun juga mampu menjalankan usaha syariah

khususnya pada sector riil yang memproduksi baranga dan jasa.

37

Page 38: bisnis syariah.docx

Daftar Pustaka

Naqvi, Syed Nawab Haider, Islam, Economics And Society, London and New York: Kegan Paul

International, 1994.

Beekun, Rafik Isa, Islamic Business Ethics, Virginia: international institute of Islamic thought,

1997

M. Ridwan, Berbisnis dengan Etika Syari’ah, http://sahrazeida.wordpress.com/

2008/03/12/berbisnis-dengan-etika-syariah.

Laspriana, Bey, Bisnis Syari’ah antara Realita dan Idealita, http://wirausaha.com

Al-Mushlih, Abdullah & Shalah ash-Shawi, Hukum-hukum Umum dalam Perjanjian Usaha,

http://cindramataonline.blogspot.com/2007/02/html,

Al-Jaziri, Abdurrahman, Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah. Juz III. Cetakan I. Beirut: Darul

Fikr, 1996.

An-Nabhani, Taqiyuddin, An-Nizham al-Iqtishadî fî al-Islam. Cetakan IV. Beirut: Darul

Ummah, 1990.

Az-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu. Juz IV. Cetakan III. Damaskus: Darul

Fikr, 1984.

Al-Khayyath, Abdul Aziz, Asy-Syatikat fî asy-Syari‘ah al-Islamiyyah wa al-Qanun al-Wadh‘i.

Beirut: Mua’ssasah ar-Risalah, 1982.

Http://Www.Mui.Or.Id/Mui_In/Product_2/Lks_Lbs.Php?Id=69.

Syed Nawab Haider Naqvi, Islam, Economics And Society, London and New York: Kegan Paul

International, 1994, hal 44-45

Rafik Isa Beekun, , Islamic business ethics, Virginia: international institute of Islamic thought,

1997.

38

Page 39: bisnis syariah.docx

M. Ridwan, berbisnis dengan etika syari’ah,

http://sahrazeida.wordpress.com/2008/03/12/berbisnis-dengan-etika-syariah.

Bey Laspriana, bisnis syari’ah antara realita dan idealita, http://wirausaha.com

Abdullah al-Mushlih & Shalah ash-Shawi, Hukum-hukum Umum dalam Perjanjian Usaha,

http://cindramataonline.blogspot.com/2007/02/html,

Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah. Juz III. Cetakan I. Beirut: Darul

Fikr, 1996. Hal 58.

Taqiyuddin An-Nabhani,. An-Nizham al-Iqtishadî fî al-Islam. Cetakan IV. Beirut: Darul

Ummah, 1990 Hal. 146

Az-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu. Juz IV. Cetakan III. Damaskus: Darul

Fikr, 1984. hal 479.

Al-Khayyath, Abdul Aziz. 1982. Asy-Syatikat fî asy-Syari‘ah al-Islamiyyah wa al-Qanun al-

Wadh‘i. Beirut: Mua’ssasah ar-Risalah, hal 66.

http://www.mui.or.id/mui_in/product_2/lks_lbs.php?id=69.

39