bisitopenia

66
PRESENTASI KASUS ANEMIA, TROMBOSITOPENIA e.c. KEGANASAN Moderator : dr. A.D. Pasaribu, Sp.A, Kol. (CKM) Tutor : dr. Huiny Tjokrohusada, Sp.A, MH.Kes Disusun oleh : Dian Andikawati 1410221053 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

Upload: dianandika

Post on 07-Jul-2016

128 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS

ANEMIA, TROMBOSITOPENIA e.c. KEGANASAN

Moderator :dr. A.D. Pasaribu, Sp.A, Kol. (CKM)

Tutor :dr. Huiny Tjokrohusada, Sp.A, MH.Kes

Disusun oleh :Dian Andikawati

1410221053

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAKRUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA

PERIODE JANUARI – MARET 2016

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................................

BAB I. STATUS PASIEN.........................................................................................

A. Identitas.....................................................................................................

B. Anamnesa..................................................................................................

C. Pemeriksaan Fisik......................................................................................

D. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................

E. Resume.....................................................................................................

F. Diagnosis Banding....................................................................................

G. Diagnosis Kerja.........................................................................................

H. Rencana Pemeriksaan Penunjang..............................................................

I. Penatalaksanaan.........................................................................................

J. Prognosis...................................................................................................

K. Follow Up Harian......................................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................

BAB III. ANALISIS KASUS.......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................

2

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS

PASIEN

Nama : An. F

Tempat/tanggal lahir : Lampung, 10 Maret 2009

Usia : 6 tahun

Jenis Kelamin : Laki - laki

Pendidikan : Sekolah Dasar

Agama : Islam

Alamat : Jl. Mulyorejo I, Bunga Mayang, Lampung

Suku Bangsa : Lampung

No. Rekam Medik : 822179

Tanggal Masuk RS : 11 Januari 2016

ORANG TUA

Data Orang Tua Ayah – Tn.N Ibu – Ny.R

Umur sekarang 65 tahun 41 tahun

Perkawinan ke 1 1

Umur saat menikah 46 tahun 22 tahun

Pendidikan terakhir S1 SMA

Agama Islam Islam

Suka bangsa Lampung Lampung

Riwayat Penyakit Tidak ada Tidak ada

Kosangunitas Tidak ada Tidak ada

Hubungan pasien dengan orang tua adalah anak kandung.

B. ANAMNESA

3

Alloanamnesa dengan orangtua pasien pada tanggal 18 Januari 2016 pukul 01.00

WIB.

KELUHAN UTAMA

Lemas

KELUHAN TAMBAHAN

Pucat, perut terasa kembung, dada berdebar

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan lemas sejak 3 hari sebelum

masuk rumah sakit, lemas yang dirasakan muncul perlahan-lahan, lemas dirasakan diseluruh

tubuh, tidak didahului oleh aktivitas berat sebelumnya, lemas dirasakan terus menerus

sepanjang hari, 1 hari terakhir lemas semakin bertambah sehingga pasien dibawa ke rumah

sakit, lemas yang dirasakan juga disertai dada berdebar. Keluhan yang dirasakan memberat

saat beraktivitas pagi hari seperti sekolah dan berkurang bila berbaring. Pasien juga

mengeluh pusing, dada berdebar, mata kunang-kunang bila bangun dari tidur atau berdiri

dari jongkok, kelemahan anggota gerak tidak ada, sesak napas tidak ada, nyeri dada tidak

ada, perdarahan gusi tidak ada, mimisan tidak ada, bintik-bintik kemerahan pada kulit tidak

ada. Namun pasien mengeluh mudah bentol kemerahan dan lama hilangnya bila digigit

nyamuk serta pasien mengeluh kulitnya mudah memar kebiruan bila terbentur walaupun

tidak keras.

Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit orang tua pasien mengatakan bahwa

anaknya terlihat pucat tidak seperti biasanya. Pasien juga mengeluh perutnya terasa

kembung dan penuh sehingga pasien meresa tidak nyaman. Nafsu makan menurun, tidak

ada penurunan berat badan, tidak ada mual muntah, tidak ada demam, batuk pilek tidak ada.

BAK normal tidak nyeri, berwarna kuning dan banyak. BAB normal, tidak keras, tidak cair,

berwarna kekuningan tidak ada darah tidak ada lendir.

Pasien datang dengan rujukan dari RS Abdul Moeloek Bandar Lampung dengan

diagnosis Leukemia.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

4

Sebelumnya pasien dirawat di RS Abdul Moeloek Bandar Lampung selama 3

minggu dengan diagnosis leukimia. Selama dalam perawatan telah dilakukan pemeriksaan

laboratorium darah dan transfusi PRC 2 kantung trombosit 35 kantung.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Orangtua pasien mengatakan bahwa tidak terdapat anggota keluarga lainnya yang

mengalami keluhan serupa dengan pasien. Tidak ada riwayat penyakit kronis maupun

riwayat penyakit keganasan pada anggota keluarga lainnya.

RIWAYAT KEHAMILAN IBU

Pasien merupakan anak ketiga dari ibu P4A0 dengan usia kehamilan 38 minggu.

Ibu pasien mengatakan telah melakukan pemeriksaan kehamilan rutin ke dokter

kebidanan dan kandungan di RSPAD Gatot Soebroto dengan jumlah 1 kali sebulan saat

trimester pertama, 2 kali sebulan saat trimester kedua dan 4 kali sebulan saat trimester

ketiga.

Ibu pasien juga mengatakan telah melakukan pemeriksaan USG 1 kali pada trimester

ketiga di RSPAD Gatot Soebroto.

Selama kehamilan ibu mengaku dalam kondisi sehat, tidak mengonsumsi obat-obatan

selain vitamin kehamilan, tidak pernah minum minuman beralkohol, dan tidak merokok.

Riwayat abortus dan lahir mati tidak ada

RIWAYAT KELAHIRAN

Tempat lahir : RS Handayani, Kotabumi Lampung Utara

Penolong : Dokter

Cara persalinan : Normal

Berat lahir : 3.400 gram

Panjang lahir : 50 cm

Masa gestasi : Cukup bulan

5

Keadaan bayi setelah lahir : Langsung menangis, bergerak aktif,warna kulit tubuh

tampak kemerahan

Nilai APGAR : Tidak diketahui

Kelainan bawaan : Tidak ada

RIWAYAT IMUNISASI

Jenis

Imunisasi

I II III IV V

Hepatitis B Lahir 1 bulan 6 bulan - -

Polio Lahir 2 bulan 4 bulan 6 bulan -

BCG 2 bulan - - - -

DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - -

Campak 9 bulan - - - -

Kesan : imunisasi dasar lengkap dan imunisasi ulangan lengkap belum dilakukan

RIWAYAT PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN ANAK

Pertumbuhan gigi pertama : 4 bulan

Perkembangan Psikomotor

o Menegakkan kepala : 3 bulan

o Tengkurap : 4 bulan

o Duduk : 7 bulan

o Merangkak : 8 bulan

o Berdiri : 10 bulan

o Berjalan : 13 bulan

o Bicara : 12 bulan

Kesan : pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai umur

6

RIWAYAT MAKANAN

Usia (bulan) ASI/ PASI Buah/ Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0-2 ASI -/- - -

2-4 ASI -/- - -

4-6 ASI -/- - -

6-8 ASI+ Susu formula

Buah/Biskuit Bubur Susu -

8-10 ASI+ Susu formula

Buah/Biskuit - Nasi Tim

10-12 ASI+ Susu formula

Buah/Biskuit - Nasi Tim

Kesan : asupan makanan cukup.

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Penyakit Usia Penyakit UsiaDiare - Morbili -Otitis - Parotitis -

Radang paru - Demam berdarah -Tuberkulosis - Demam tifoid -

Kejang - Cacingan -Ginjal - Alergi -

Jantung - Pertusis -Darah - Varicella -Difteri - Biduran -Asma - Kecelakaan -

Penyakit kuning - Operasi -Batuk berulang - Lain-lain -

RIWAYAT KELUARGA

Corakan reproduksi ibu

Usia ibu saat hamil adalah 35 tahun dengan jumlah kelahiran sekali. P4A0

7

No. Tanggal Lahir

(umur)

Jenis

Kelamin

Hidup Lahir

Mati

Abortus Keterangan

1. 18 tahun Laki-laki √ - - Kakak pasien

2. 15 tahun Laki-laki √ - - Kakak pasien

3. 6 tahun Laki-laki √ - - Pasien

4. 4 tahun Laki-laki √ - - Adik pasien

Anggota keluarga lain yang serumah : Tidak ada

Status rumah tinggal : Rumah milik sendiri

Keadaan rumah : Terdapat 3 kamar tidur, 1 kamar mandi,

ventilasi baik, pencahayaan baik, rumah dibersihkan setiap hari, menggunakan air PAM

untuk keperluan sehari-hari.

Keadaan lingkungan : Tinggal didaerah perkampungan dengan

lingkungan rumah bersih, tidak padat penduduk, bukan merupakan kawasan industri dan

jauh dari jalan raya utama. Tidak terpapar oleh bahan kimia. Tidak merupakan daerah

rawan banjir dan jumlah pepohonan cukup.

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Pemeriksaan Umum

Dilakukan pada tanggal 18 Januari pukul 14.00 WIB.

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital

Frekuensi nadi : 120 kali per menit, reguler, isi cukup

Frekuensi nafas : 24 kali per menit,

Suhu tubuh : 36,7 oC di aksila

8

Data antropometri

Berat badan = 21 kg

Berat badan ideal menurut usia = 21 kg (CDC-NCHS)

Tinggi badan = 116 cm

Tinggi badan ideal menurut usia = 115 cm (CDC-NCHS)

Berat badan ideal menurut tinggi badan = 51 kg (CDC NCHS)

Status gizi :

- Berdasarkan BB/U = BB sekarang

BB ideal menurut usia

= 21

21

= 100 % (80-120% berat badan baik)

- Berdasarkan TB/U = TB sekarang

TB ideal menurut usia

= 116

115

= 100,1% (90-110% baik/normal)

- Berdasarkan BB/TB = BB sekarang

BB ideal menurut TB

= 21

24

= 87,5 % 70-90% gizi kurang)

- Berdasarkan LLA = LLA sekarang

LLA persentil 50

= 140

179

= 78,2 % (70-85% gizi kurang)

Kesan : Status gizi pasien gizi kurang.

x 100%

x 100%

x 100%

x 100%

x 100%

x 100%

x 100%

x 100%

9

2. Status Generalis

Dilakukan pada tanggal 18 Juni 2016 pukul 14.00 WIB.

Kepala

Bentuk dan ukuran : Normocephal

Ubun-ubun besar datar: Ubun-ubun besar tertutup

Rambut : Berwarna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Wajah : Simetris, tidak tampak adanya edema dan tidak terdapat

kelainan facies.

Mata : Palpebra superior dan inferior kanan dan kiri simetris dan

cekung, tidak ada edema, tidak terdapat perdarahan pada subkonjungtiva,

konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, kornea dan lensa jernih, pupil bulat dan

isokor dengan diameter 3 mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung positif,

bola mata normal. Terdapat air mata.

Telinga : Normotia, simetris kanan dan kiri, liang telinga lapang,

tidak ada serumen, tidak ada sekret, tidak ada darah, dan gendang telinga sulit

dinilai.

Hidung : Bentuk dan posisi normal, tidak ada napas cuping hidung,

tidak ada deviasi septum, mukosa tidak hiperemis, konka tidak edema tidak

hiperemis .

Tenggorokan : Faring tidak hiperemis dan tonsil T1-T1 tenang.

Mulut : Tidak sianosis, mukosa bibir sedikit kering, lidah tidak

kotor dan tidak tremor, gusi tidak berdarah.

Leher

Bentuk normal, kulit normal, pergerakan bebas ke segala arah, terdapat

limpadenopati multipel regio auricula anterior posterior, submandibula, coli

posterior dextra sinistra dengan konsistensi kenyal, mobile, ukuran 1x1cm tidak

nyeri tekan, tidak ada deviasi trakea.

10

Thoraks

Normochest, tidak ada retraksi, dinding dada simetris saat statis dan dinamis, tidak

ada sikatrik, tidak ada pelebaran vena, tulang-tulang iga intak dan sela iga dalam

batas normal.

Paru

Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis, tidak ada

retraksi

Palpasi : Tidak teraba massa, vokal fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler pada kedua lapang paru, tak ada ronkhi,

tidak ada wheezing.

Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus cordis teraba di sela iga IV linea midklavikularis sinistra

Perkusi : Tidak dapat diperiksa

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, tidak ada murmur, tidak

ada gallop

Abdomen

Inspeksi : Distensi abdomen, tidak ada pelebaran

pembuluh darah, tidak tampak gambaran usus, pergerakan usus

maupun benjolan.

Auskultasi : Bising usus positif normal 6 kali/menit.

Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen, tidak terdapat ascites.

Palpasi : Supel, turgor kulit baik, terdapat hepatomegali teraba 5 cm

dibawa arcus costae dan splenomegali teraba besar pada schuffner II.

Tulang Belakang

Tidak tampak skoliosis, kifosis, dan lordosis.

Genitalia Eksterna

dalam batas normal

11

Anus

Tidak tampak hiperemis, tidak ada massa, tidak ada fissura

Ekstremitas

Akral hangat, tidak ada edema, tidak ada sianosis, tonus otot baik, capillary refill

time <2 detik

Kulit

Tidak ikterik, sianosis tidak ada.

Pemeriksaan Neurologis

Refleks Fisiologis

- Refleks Biseps : ++/++

- Refleks Triseps : ++/++

- Refleks Patella : ++/++

- Refleks Achilles : ++/++

Refleks Patologis

- Refleks Hoffmann-Trommer : -/-

- Refleks Babinski : -/-

- Refleks Oppenheim : -/-

- Refleks Chaddock : -/-

Tanda Rangsang Meningeal

- Kaku Kuduk : -

- Brudzinski I : -/-

- Brudzinski II : -/-

- Kernig sign : -/-

- Laseque sign : -/-

12

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jenis

Pemeriksaan

Hari/Tanggal Nilai

Rujukan11/1/16 13/1/16 18/1/16 21/1/16 22/1/16

HEMATOLOGI

Hemoglobin 10,8 10,9 9,3 7,2 11,2 13-18 g/dl

Hematokrit 31 30 26 21 32 40-52 %

Eritrosit 3,8 3,7 3,3 2,5 3,8 4,3 – 6,0 Juta/µL

Leukosit 15280 15050 11140 112320 114070 4.800-10.800/µL

Trombosit 7000 41000 5000 39000 22000 150.000-400.000/µL

MCV 82 82 80 83 82 80-96 fL

MCH 29 29 28 29 29 27-32 pq

MCHC 35 36 35 34 36 32-36 g/dl

RDW 16,00 16,00 17,00 11,5-14,5 %

KOAGULASI

PT 25,6 9,3-11,8 detik

APTT 70,7 31-47 detik

KIMIA KLINIK

Bilirubin total 1,23 <1,5 mg/dL

SGOT 73 <35 U/L

SGPT 52 <40 U/L

Protein total 8,6 6-8,5 g/dL

Albumin 4,9 3,5-5,0 g/dL

Globulin 3,7 2,5-3,5 g/dL

Ureum 26 20-50 mg/dL

Kreatinin 0,5 0,5-0,7 mg/dL

Hasil pemeriksaan laboratorium selama perawatan

11-01-2016 HASIL NILAI RUJUKAN

13

HEMATOLOGI

Eritrosit Normositik normokrom.

Leukosit Kesan jumlah sedikit meningkat, dominasi sel-selmononuclear dengan sitoplasma

sempit, blast/sel muda (+).

Trombosit Kesan jumlah kurang, tidak ada kelainan morfologi.

Lain-lain -

Kesan Anemia normositik normokrom.

Leukositosis dan trrombositophenia e.c. DD/ infeksi virus, leukemia akut.

Saran Periksa:

Pewarnaan sitokemia

BMP

Dengue IgG+M.

Jenis

Pemeriksaan

Hari/Tanggal Nilai Rujukan

13/1/16

GAMBARAN SUMSUM TULANG

Fragmen sumsum Cukup

Selullaritas Meningkat

Megakariosit Tidak ditemukan

Trombosit Tidak terlihat

Eritropoiesis :

Aktifitas

Maturras

-

Tertekan

Kurang

Simpanan besi -

Granulopoiesis :

Aktifitas granulopoiesis

Maturasi granulopoiesis

-

Tertekan

Kurang

Rasio M : E Sulit dinilai

Limfo Blast 0

Limfosit 0

Sel Plasma 1

Sel Retikulum 0

Sel-sel Asing 0

Blas 98,0 0,2-1,5 %

14

Promielosit 0,0 2,1-4,1 %

Mielosit :

Netrofil Mielosit

Eosinofil Mielosit

-

0,0

0,0

8,2-15,7 %

1,2-5,3 %

Metamielosit :

Netrofil Metamielosit

Eosinofil Metamielosit

-

0,0

0

0,4-4,6 %

Batang :

Netrofil Batang

Eosinofil Batang

-

0,0

0,0

9,5-15,3 %

1,2-5,3 %

Segmen :

Netrofil Segmen

Eosinofil Segmen

-

2,0

0,0

%

1,2-5,3 %

Basofil 0,0 0-0,8 %

Rubriblas 0,0 0,2-1,3 %

Prorubrisit 0,0 0,5-2,4 %

Rubrisit 0,0 17,9-29,2 %

Metarubrisit 0,0 0,4-4,6 %

Sel Retikulum 0

Limfosit 0,0 11,1-23,2 %

Monosit 0,0 0-0,8 %

Sel Plasma 0,0 0-3 %

Sel-sel Asing 0

Rasio M : E -

Komentar/ KesimpulanSediaan fragmen sumsum tulang cukup, selularitas tinggi, eritropoesis tertekan,granulapoesis teretkan, atypical blast 98%, netropil 2%.

Kesan Suspec ALL, DD/ AML 0

Anjuran Imunnophenotyping

E. RESUME

Pasien seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dengan berat badan 21 kg datang ke

RSPAD Gatot Soebroto dengan rujukan dari Pasien datang dengan rujukan dari RS Abdul

15

Moeloek Bandar Lampung dengan Leukemia. 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien

mengeluh lemas lemas yang dirasakan muncul perlahan-lahan, lemas dirasakan diseluruh

tubuh, tidak didahului oleh apa pun, lemas dirasakan terus menerus sepanjang hari, 1 hari

terakhir lemas semakin bertambah sehingga pasien dibawa ke rumah sakit, lemas yang

dirasakan juga disertai dada berdebar. Keluhan yang dirasakan memberat saat beraktivitas

pagi hari seperti sekolah dan berkurang bila berbaring. Pasien juga mengeluh pusing, dada

berdebar, mata kunang-kunang bila bangun dari tidur atau berdiri dari jongkok, pasien juga

mengeluh mudah bentol kemerahan dna lama hilangnya bila digigit nyamuk serta pasien

mengeluh kulitnya mudah memar kebiruan bila terbentur walaupun tidak keras. Sejak 2 hari

sebelum masuk rumah sakit orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya terlihat pucat

tidak seperti biasanya. Pasien juga mengeluh perutnya terasa kembung dan penuh sehingga

pasien meresa tidak nyaman, nafsu makan pasien menurun.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan nadi 120x per menit, konjungtiva anemis

kanan dan kiri, terdpat limpadenopati multipel regio auricula anterior posterior,

submandibula, coli posterior dextra sinistra dengan konsistensi kenyal, mobile, ukuran

1x1cm tidak nyeri tekan. Pada pemeriksaan abdomen di dapatkan hepar teraba besar 3 jari di

bawah arcus costae dan Lien teraba besar pada schuffner II.

Dari hasil laboratorium saat pertama kali masuk rumah sakit, ditemukan pasien

dalam keadaan Hb menurun, Ht menurun, eritrosit normositik normokrom, leukosit jumlah

meningkat dominasi sel-sel mononuclear dengan sitoplasma sempit, blast/sel muda (+),

trombosit jumlah kurang tidak ada kelainan morfologi. MCV, MCH, MCHC menurun. PT

APTT meningkat. SGOT SGPT meningkat. Pemeriksaan sumsum tulang didapatkan

kesimpulan sediaan fragmen sumsum tulang cukup, selularitas tinggi, eritropoesis

tertekan,granulapoesis teretkan, atypical blast 98%, netropil 2%, dengan kesan Suspec ALL,

DD/ AML.

F. DIAGNOSA BANDING Bisitopenia e.c keganasan

Anemia defisiensi Fe

Anemia hemolitik

16

Anemia aplastik

Trombositopenia

Idiopatik Trombositopenia Purpura

Leukositosis

G. DIAGNOSA KERJA Bisitopenia e.c keganasan

H. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah lengkap

I. PENATALAKSANAAN

Diet makanan biasa 3 kali sehari, kalori 1200 kcal

Susu F100 4x150 cc

IVFD KA-EN 1b 1500 cc/24 jam

Paracetamol 3x200 mg (p.o)

Prednisone tab 4-3-3 tab

Transfusi TC 3x210 cc

J. PROGNOSIS

Qua ad vitam : dubia ad malam

Qua ad fuctionam : dubia ad malam

Qua ad sanationam : dubia ad malam

FOLLOW UP HARIAN

Tanggal 13 Januari 2016Hari perawatan ke 2

Tanggal 19 JanuariHari perawatan ke 7

S Pasien mengeluh masih lemas dan nyeri pada lutut sampai mata kaki pada kaki kanan, demam tidak ada, mual muntah tidak ada, perdarahan spontan

Pasien masih mengalami BAB cair sebanyak 2 kali, sudah lebih banyak ampas, warna kuning kehijauan, tidak ada darah dan lendir. Mual(-),

17

tidak ada, nafsu makan menurun, BAB dan BAK normal

Muntah(-), Demam (-), Batuk (-). Pilek (+), makan minum (+).

O KU : Tampak sakit sedangKesadaran: ComposmentisTanda-tanda vital :

Nadi : 112 x/menitPernapasan : 24 x/menit.Suhu : 36.50C

Kepala : nomochepal, rambut terdistribusi merata tidak mudah dicabutMata : Konjungtiva anemis +/+ , sklera ikterik tidak ada.Telinga : liang telinga lapang, sekret -/-Hidung : terdapat sekret +/+ berwana bening kental, tidak ada napas cuping hidung. Mulut: mukosa bibir lembab, tidak ada sianosisLeher : terdapat perbesaran kelenjar getah bening multipel pada regio submandibula, auricula anterior posterior, colli posterior dexra sinistra dengan konsistensi kenyal, mobile, ukuran 1x1 cm tidak nyeri tekanThorax : BJ I-II regular, tidak ada murmur, tidak ada gallop.Suara napas Vesikuler, tidak ada Rhonki dan Wheezing.Abdomen : distensi, bising usus positif 5x/menit, Hepar dan Lien tidak teraba.Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”

KU : Tampak sakit sedang, Kes: ComposmentisStatus mental : tampak tenang, bergerak aktifBB: 8,8 KgTanda-tanda vital :

Nadi : 90 x/menitPernapasan : 36x/menit.Suhu : 36.40C

Kepala : nomochepal, UUB datar.Mata : palpebracekung -/-, tidak ada Konjungtiva anemis , tidak ada sclera ikterik.Telinga : liang telinga lapang, sekret -/-Hidung : terdapat sekret +/+ berwarna bening kental, tidak ada napas cuping hidung. Mulut: mukosa bibir lembab, tidak ada sianosisLeher : tidak ada pembesaran KGBThorax : BJ I-II regular, tidak ada murmur, tidak ada gallop.Suara napas Vesikuler, tidak ada Rhonki dan Wheezing.Abdomen : datar, bising usus normal, supel,turgor kulit baik, Hepar dan Lien tidak teraba.Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”

A Diare akut dengan dehidrasi

ringansedang et causa suspek Rotavirus

+Anemia mikrositik hipokrom et causa

suspek Defisiensi besi + Rhino-

faringitis akut

Diare akut dengan dehidrasi

ringansedang et causa suspek Rotavirus

+Anemia mikrositik hipokrom et causa

suspek Defisiensi besi + Rhino-

faringitis akut

18

P IVFD Kaen 3B 1000cc/24jam

Inj. Cefotaxim 3x250 mg

Tablet Zinc 1x20 mg (p.o)

Domperidon 2x1,5 mg (p.o)

Preparat probiotik 2x1 sach

(p.o)

Oralit setiap kali BAB cair

IVFD Kaen 3B 1000cc/24jam

Inj. Cefotaxim 3x250 mg

Tablet Zinc 1x20 mg (p.o)

Preparat probiotik 2x1 sach

(p.o)

Oralit setiap kali BAB cair

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

DIARE AKUT PADA ANAK

A. DEFINISI

19

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau

lebih cair dari biasanya terjadi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Diare akut adalah buang air

besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja

menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari 1 minggu.

Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4 kali per hari,

keadaan ini masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat

normal maka tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat

belum sempurnanya perkembangan saluran cerna.1

B. EPIDEMIOLOGI

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang,

termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi

pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap

tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang.

Berdasarkan Riskesdas 2007, sebanyak 42% kematian bayi disebabkan oleh diare, untuk

golongan 1-4 tahun, kematian akibat diare mencapai 25.5%.2

C. CARA PENULARAN DAN FAKTOR RISIKO

Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan

atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan

penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui

lalat.Singkatnya, dapat dikatakan melalui “4F” yakni Ifinger (jari), flies (lalat), fluid (cairan),

dan field (lingkungan). Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen

antara lain:

Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4–6 bulan pertama kehidupan

Tidak memadainya penyediaan air bersih

Pencemaran air oleh tinja

Kurangnya sarana kebersihan (MCK)

Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk

Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis

Gizi buruk

20

Imunodefisiensi

Berkurangnya asam lambung menurunnya motilitas usus

menderita campak dalam 4 minggu terakhir

Faktor genetic

Faktor lainnya:

o Faktor umur

Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi

tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan

pendamping ASI.Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar

antibodyibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang

mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia

atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.

o Infeksi asimtomatik

Proporsi asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun

dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik yang

mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung

virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius.

o Faktor musim

Di daerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus

dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau,

sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.

o Epidemi dan pandemic

Vivrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1dapatmenyebabkan

epidemi dan pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan

kematian pada semuagolongan usia.

D. ETIOLOGI

Penyebab infeksi utama pada diare adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Pada

golongan virus, yang dapat menyebabkan diare akut adalah Astrovirus, Enteric Adenovirus,

Coronavirus, Rotavirus, Norwalk virus. Pada golongan bakteri, yang dapat menyebabkan

diare akut adalah Aeromonas, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium

21

perfringens, Clostidium defficile, Eschericia coli, Salmonella, Shigella, Staphylococcus

aureus, Vibrio cholera, Yersinia enterocolitica. Pada golongan parasit, yang dapat

menyebabkan diare akut adalah Balantidium coli, Entamoeba histolitica, Giardia lamblia,

Strongyloides Stercoralis, Trichuris trichiura. 2

Namun, telah diketahui bahwa penyebab utama diare pada anak adalah rotavirus.

Rotavirus diperkirakan sebagai penyebab diare akut pada 20-8-% anak di dunia. Juga

merupakan penyebab kematian pada 440.000 anak dengan diare per tahunnya di seluruh

dunia. Penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 55% kasus diare

akut pada balita disebabkan oleh rotavirus.2

E. PATOGENESIS

Patogenesis diare yang diakibatkan oleh virus diawali oleh hancurnya sel-sel ujung-

ujung villus pada usus halus. Kerusakan pada villus ini akan menyebabkan terjadinya

gangguan absorpsi usus halys. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan

dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna

akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus halus dan terjadi hiperperistaltik usus

sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus,

menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna.Enterosit

villus bagian atas juga berfungsi untuk menghidrolisis disakarida. Dengan rusaknya villus

tersebut akibat virus, maka akan terjadi juga malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama

laktosa.2

Patogenesis diare yang diakibatkan oleh bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme

yang berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus, seperti cAMP, cGMP

dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan oleh Salmonella, Shigella,

E coli agak berbeda dengan patogenesis diare akibat virus. Pada bakteri, terjadi invasi ke

dalam sel mukosa usus halus sehingga dapat mengakibatkan reaksi sistemik.2

F. PATOFISIOLOGI

Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atausekresi.

Terdapat beberapa pembagian diare:

22

1. Pembagian diare menurut etiologi

2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan gangguan

sekresi.

3. Pembagian diare menurut lamanya diare

a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari

b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi

c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi

Secara umum, diare disebabkan karena 2 hal, yaitu gangguan pada proses absorbsi

atau pada proses sekresi. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di

kolon lebih besar daripada kapasitas absorbsi. Terdapat gangguan pada usus halus atau

kolon yang mengakibatkan terjadinya penurunan pada proses absorpsi atau peningkatan

proses sekresi. Diare juga dapat terjadi akibat gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.2

Diare akibat gangguan absorpsi atau diare osmotik dapat disebabkan karena : a)

Konsumsi magnesium hidroksida, sehingga menurunkan fungsi absorpsi usus; b) Defisiensi

sukrase-isomaltase; c) Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal

pada usus halus bagian proksimal akan bersifat hipertonis dan menyebabkan

hiperosmolaritas. Akibat adanya perbedaan tekanan osmotik antara lumen usus dan darah,

maka pada segmen jejunum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen

hehunum, dan air akan terkumpul di dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam

lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na

yang normal.2

Diare akibat malabsorpsi umum biasanya disebabkan akibat kerusakan sel (yang

secara normal akan menyerap Na dan air) daoat disebabkan oleh infeksi virus atau kuman,

seperti Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Dapat juga disebabkan akibat inflamatory

bowel disease idiopatik, toksin, atau obat-obatan tertentu. Gambaran karakteristik penyakit

yang menyebabkan malabsorpsi usus halus adalah atrofi villi.2

Diare akibat gangguan sekresi atau diare sekretorik dapat terjadi karena hiperplasia

kripta, luminal secretagogues, dan blood-borne secretagogeus. Hiperplasia kripta umumnya

akan menyebabkan atrofi villi. Pada luminal secretagogues, sekresi lumen dipengaruhi oleh

23

enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam

empedu bentuk dihidroxyl, serta asam lemak rantai panjang. Pada blood-borne

secretagogeus, diare umumnya disebabkan karena enterotoksin E. Coli atau Cholera.2

Diare akibat gangguan peristaltik disebabkan karena adanya perubahan motilitas

usus yang akan berpengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan ataupun penurunan

motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan

bakteri tumbuh berlebihan yang pada akhirnya dapat menuebabkan diare. Diare akibat

hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena

hipermotilitas pada kasus kolon iritable pada bayi.2

Diare akibat inflamasi dapat terjadi akibat hilangnya sel-sel epitel dan kerusakan

tight junction, sehingga menyebabkan air, elektrolit, mukus dan protein menumpuk di dalam

lumen. Biasanya diare akibat inflamasi berkaitan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik

dan diare sekretorik. Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight

junction, menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade

inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis

dan fungsi absorpsi dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J dkk. 2003

menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terlerak pada perubahan

barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellular

cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh dari salah satu atau kedua hal tersebut

akan menyebabkan terjadinya hipersekresi klorida yang akan diikuti oleh natrium dan air.2

Diare yang terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III

dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan.

Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat

pada Coeliac disease dan protein loss enteropaties. Mediator-mediator kimia hasil dari

respon imun akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan

jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.2

G. MANIFESTASI KLINIS

24

Infeksi usus dapat memberikan gejala berupa gangguan pada sistem gastrointestinal

berupa diare, kram perut dan muntah. Apabila telah terjadi komplikasi ekstra intestinal,

maka dapat pula ditemukan manifestasi neurologik maupun sistemik yang akan berbeda-

beda sesuai dengan penyebabnya.2

Pasien diare dapat mengalami dehidrasi, asidosis metabolik maupun hipokalemia

yang disebabkan karena kehilangan cairan tubuh secara terus menerus tanpa diimbangi oleh

intake cairan yang cukup. Pada pasien diare, terjadi kehilangan ion-ion seperti natrium,

klorida dan bikarbonat, sehingga terjadi gangguan keseimbangan elektrolit. Apabila terjadi

dehidrasi, jika tidak diobati dengan cepat dan tepat dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps

kardiovaskular dan kematian.2

Apabila sudah terjadi infeksi ekstraintestinal, pasien akan menunjukkan manifestasi

neurologis berupa paresthesia, hipotoni, dan kelemahan otot.2Bila terdapat demam,

kemungkinan hal ini terjadi akibat proses peradangan atau akibat dehidrasi. Gejala ini

umumnya terjadi pada inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dam tenesmus yang

terjadi pada perut bagian bawah serta rektum terjadi bila terjadi infeksi pada usus besar.2

Mual dan muntah merupakan tanda non-spesifik yang diakibatkan oleh infeksi

saluran cerna bagian atas seperti enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin,

Giardia, dan Cryptosporidium. Muntah juga sering terjadi pada diare non inflammatory.2

Gejala Klinik

Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera

Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 47-72 jam

Panas + ++ ++ - ++ -

25

Mual muntah

Sering Jarang Sering + - -

Nyeri perut Tenesmus Tenesmus kramp

Tenesmus kolik

- Tenesmus kramp

Sering kramp

Nyeri kepala - + + - - -

Lamanya sakit

5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari

Sifat Tinja

Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak

Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus Menerus

Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair

Darah - ± Kadang - + -

Bau Langu Busuk + - Amis khas

Warna Kuning hijau Merah hijau kehijauan Tak berwarna Merah-hijau Seperti air cucian beras

Leukosit - + + - - -

Lain-Lain Anoreksia Kejang± Sepsis + Metorismus Infeksi sistemik

±

Tabel 1 Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab.H. DIAGNOSIS

1. AnamnesisPada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,

frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir, dan darah. Bila

disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang, atau

26

tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan

selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti batuk, pilek,

otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare:

member oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-

obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.

2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi

denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-

tanda utama dehidrasi: kesadara, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-

tanda tambahan lainnya, seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong

atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau

basah. Pernafasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolic.

Bisingusus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi.

Pemeriksaanekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat

menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila ada

tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis. 2

Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja adalah pada pemeriksaan

makroskopis dinilai konsistensi, warna, apakah terdapat lendir, apakah terdapat

darah, dan baunya. Pada pemeriksaan mikroskopis, dinilai hitung leukosit, eritrosit,

parasit dan bakteri. Pada pemeriksaan kimia, dinilai pH, clinitest, dan elektrolit (Na,

K, HCO3). Sedangkan pemeriksaan biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada

diare akut.2,3,4

Dapat pula dilakukan analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis

dicurigai adanya gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit..2

I. DERAJAT DEHIDRASI

Penilaian berat atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara objektif yaitu

dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare dan subjektif dengan

menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria MMWR dan lainnya.

27

Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003

Simptom Minimal atau tanpa dehidrasi, Kehilangan BB <3%

Dehidrasi Ringan-Sedang, Kehilangan BB 3%-9%

Dehidrasi Berat, Kehilangan BB > 9%

Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, irritable

Apatis, letargi, tidak sadar

Denyut jantung Normal Normal-meningkat Takikardia, bradikardia pada kasus berat

Kualitas nadi Normal Normal-melemah Lemah, kecil, tak teraba

Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowongAir mata Ada Berkurang Tidak adaMulut dan lidah Basah Kering Sangat keringCubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detikCapillary refill Normal Memanjang Memanjang, minimalEkstremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,

sianotikKencing Normal Berkurang minimal

Penentuan derajat dehidrasi menurut system pengangkaan-Maurice King (1974)

Bagian Tubuh Yang Diperiksa

Nilai Untuk Gejala Yang Ditemukan

0 1 2

Keadaan Umum Sehat Gelisah, cengeng, apatis, ngantuk

Mengigau, koma atau syok

Kekenyalan Kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang

Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Ubun-ubun Besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Mulut Normal kering Kering & Sianosis

Denyut Nadi/menit Kuat < 120 Sedang (120-140) Lemah >140

Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1, atau 2 sesuai dengan table, kemudian

dijumlahkan. Bilai nilai 0-2 maka ringan, 3-6 maka sedang dan 7-12 adalah berat.

28

Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995

Penilaian A B C

Lihat :

Keadaan umum

Mata

Air mata

Mulut dan lidah

Rasa haus

Baik, sadar.

Normal

Ada

Basah

Minum biasa, tidak

haus

*Gelisah, rewel

Cekung

Tidak ada

Kering

*Haus, ingin minum

banyak

*Lesu, lunglai atau tidak

sadar

Sangat cekung dan

kering.

Sangat kering

Sangat kering

*Malas minum atau

tidak bisa minum

Periksa :

Turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat lambat

Hasil

pemeriksaan :

Tanpa dehidrasi Dengan dehidrasi

ringan-sedang bila ada 1

tanda * ditambah 1 atau

lebih tanda lain

Dehidrasi berat bila ada1

tanda * ditambah 1 atau

lebih tanda lain.

Terapi : Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C

J. PENATALAKSANAAN

Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata

Laksana Pengobatan diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter

Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya

strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan

menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu,

Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare

yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit,

yaitu:

1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru

Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan kebutuhan

29

suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20%

serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah

direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak.

Oralit Baru Osmolaritas Rendah Mmol/LiterNatrium 75Klorida 65Glucose, anhydrous 75Kalium 20Sitrat 10Total Osmolalitas 245

Ketentuan pemberian Oralit Baru :

a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru.

b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan

24 jam.

c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketemtuan

sebagai berikut :

- Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB.

- Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB.

d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan

harus dibuang

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti mengurangi lama dan beratnya

diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan. Zinc juga dapat mengembalikan

nafsu makan anak.1,2,4

Dosis Zinc

30

Umur Dosis

< 6 bulan 10 mg (1/2 tablet)/ hari

> 6 bulan 20 mg (1 tablet)/ hari.

Efek pemberian zinc terhadap diare adalah dengan menjaga integritas usus

melalui pengaktivan enzim superoxide dismutase (SOD) Zinc juga berperan sebagai

antioksidan yang merupakan stabilisator intramolekular, mencegah pembentukan ikatan

disulfida, dan berkompetisi dengan Cu dan Fe. Selain itu, Zinc juga mampu untuk

menghambat sintesis Nitric Oxide (NO). Zinc juga berperan dalam penguatan sistem

imun, yaitu dalam modulasi sel T dan sel B. Peranan zinc juga terlihat dalam aktivasi

limfosit T dan menjaga keutuhan epitel. Semua kegunaan inilah yang mendukung

dilakukannya pemberian zinc dalam tatalaksana diare akut.1,2,4

3. ASI dan makanan tetap diteruskan

Makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu

anak sehat untuk mengganti nutrisi yang hilang serta mencegah agar tidak terjadi gizi

buruk. Pada diare berdarah, nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu

makan menandakan fase kesembuhan. ASI tetap diteruskan selama terjadinya diare cair

akut maupun pada diare akut berdarah dan diberikan dengan frekuensi lebih sering dari

biasanya. Anak umur 6 bulan ke atas ebaiknya mendapat makan seperti biasanya.1 Bila

anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat,

makanan ini harus diteruskan.2

4. Antibiotik selektif

Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, karena sebagian besar diare

infeksi disebabkan oleh rotavirus yang bersifat self limited dan tidak dapat dibunuh oleh

antibiotik.1,2 Pemberian antibiotik dilakukan atas indikasi yaitu pada diare berdarah dan

kolera.1,2,4

Pada disentri diberikan antibiotika oral selama 5 hari yang masih sensitif

terhadap Shigella menurut pola kuman setempat. Dahulu semua kasus disentri pada

31

tahap awal diberi antibiotika kotrimoksazol dengan dosis 5-8mg/KgBB/hari. Namun saat

ini telah banyak strain Shigella yang resisten terhadap amplisilin, amoksisilin,

mentronidazol,tetrasiklin, golongan aminoglikosida, kloramfenikol, sulfonamid, dan

kotromoksazol sehingga WHO tidak merekomendasikan penggunaan obat tersebut. Obat

pilihan untuk pengobatan disentri berdasarkan WHO 2005 adalah golongan Quinolon

seperti siprofloksasin dengan dosis 30-50mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5

hari. Pemantauan dilakukan setelah 2 hari pengobatan, dilihat apakah ada perbaikan

tanda-tanda seperti tidak adanya demam, diare berkurang, darah dalam feses berkurang

dan peningkatan nafsu makan. Jika tidak ada perbaikan, maka amati adanya penyulit,

hentikan pemberian antibiotik sebelumnya dan berikan antibiotik yang sensitif terhadap

Shigella berdasarkan area.1

5. Nasihat kepada orang tua

Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika ada demam, tinja

berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering

atau minum belum membaik selama 3 hari.1

Indikasi rawat inap pada penderita diare akut berdarah adalah malnutrisi, usia

kurang dari satu tahun, menderita campak pada 6 bulan terakhir, adanya dehidrasi dan

disentri yang datang sudah dengan komplikasi.1

Tatalaksana rehidrasi sesuai dengan derajat dehidrasi :

1. Tatalaksana Rehidrasi pada Pasien Diare Tanpa Dehidrasi

32

2. Rehidrasi pada Pasien Diare dengan Dehidrasi Ringan-Sedang

33

34

3. Rehidrasi pada Pasien Diare dengan Dehidrasi Berat

35

K. KOMPLIKASI

Komplikasi dari diare akut yang tidak tertangani dengan cepat dan tepat atau muncul

pada saat dilakukan terapi rehidrasi diantaranya adalah gangguan elektrolit berupa

hipernatremia, hiponatremia, hiperkalsemia, dan hipokalemia. Apabila upaya rehidrasi oral

mengalami kegagalan, dapat terjadi kejang yang disebabkan karena hipoglikemi,

hiperpireksia, hipernatremi atau hiponatremi.2

L. PENCEGAHAN

Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara mencegah penyebaran kuman

patogen penyebab diare, dengan cara : pemberian ASI yang benar, memperbaiki penyiapan

dan penyimpanan makanan pendamping ASI, penggunaan air bersih yang cukup,

membudayakan kebiasaan mecuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum

makan, penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga, dan

membuang tinja bayi yang benar.2

Selain itu, upaya pencegahan diare juga dapat dilakukan dengan meningkatkan daya

tahan tubuh dengan cara pemberian ASI paling tidak sampai 2 tahun, meningkatkan nilai

gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan dalam jumlah yang cukup untuk

memperbaiki status gizi anak, dan dilakukannya imunisasi campak.2

Salah satu upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik

dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Perbiotik adalah

mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang menunjang kesehatan

melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Pada sistematik

review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN (Eropean Society of Gastroenterology

Hepatology and Nutrition) pada tahun 2004, didapatkan laporan-laporan yang berkaitan

dengan peran probiotik untuk pencegahan diare.2

36

ANEMIA PADA ANAK

Anemia didefinisikan sebagai  penurunan kadar Hb di bawah normal : anak 6 bulan-

6 tahun Hb normal > 11g%, anak di atas 6 tahun > 12g% sehingga terjadi penurunan

kemampuan darah untuk menyalurkan oksigen ke jaringan. Dengan demikian anemia

bukanlah suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis yang

diuraikan dalam anamnesa, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan laboratorium

yang menunjang. Manifestasi klinik yang timbul tergantung pada kecepatan timbulnya

anemia, umur individu, sertamekanisme kompensasi tubuhseperti peningkatan curah jantung

dan pernapasan, meningkatkan pelepasan oksigen oleh hemoglobin, mengembangkan

volume plasma, redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.9

1. Klasifikasi

Anemia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian:9

Anemia defisiensi, anemia yang terjadi akibat kekurangan faktor-faktor pematangan

eritrosit, seperti defisiensi besi, asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin dan

sebagainya.

Anemia aplastik, yaitu anemia yang terjadi akibat terhentinya proses pembuatan sel

darah  oleh sumsum tulang.

Anemia hemoragik, anemia yang terjadi akibat proses perdarahan masif atau perdarahan

yang menahun.

Anemia hemolitik, anemia yang terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang

berlebihan. Bisa bersifat intrasel seperti pada penyakit talasemia, sickle cell anemia/

hemoglobinopatia, sferosis kongenital, defisiensi G6PD atau bersifat ektrasel seperti

intoksikasi, malaria, inkompabilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada transfusi

darah.

Menurut morfologi eritrosit:

1. Anemia mikrositik hipokromik (MCV < 80 fl ; MCH < 27 pg)

Anemia defisiensi besi

Thalassemia

37

Anemia akibat penyakit kronis

Anemia sideroblastik

2. Anemia Normokromik Normositik (MCV 80-95 fl; MCH 27-34 pg)

Anemia pascaperdarahan akut

Anemia aplastik-hipoplastik

Anemia hemolitik- terutama didapat

Anemia akibat penyakit kronik

Anemia mieloptisik

Anemia pada gagal ginjal kronik

Anemia pada mielofibrosis

Anemia pada sindrom mielodisplastik

Anemia pada leukemia akut

3. Anemia Makrositik

Anemia megaloblastik

Anemia defisiensi asam folat

Anemia defisiensi vitamin B12

4. Nonmegaloblastik

Anemia pada penyakit hati kronik

Anemia pada hipotiroid

Anemia pada sindrom mielodisplastik

Anak didiagnosa menderita anemia, menurut WHO jika kadar Hb kurang dari 12

g/dL untuk usia lebih dari 6 tahun dan kurang dari 11 g/dL usia di bawah 6 tahun

Tanda dan gejala yang sering timbul  adalah  sakit kepala, pusing, lemah, gelisah,

diaforesis (keringat dingin), takikardi, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif  cepat

atau syok, dan pucat (dilihat dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut dan

konjungtiva). Selain itu juga terdapat gejala lain tergantung dari penyebab anemia seperti

jaundice, urin berwarna hitam, mudah berdarah dan pembesaran lien.

Untuk menegakkan diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti

pemeriksaan sel darah merah secara lengkap, pemeriksaan kadar besi, elektroforesis

hemoglobin dan biopsi sumsum tulang.9

38

Untuk penanganan anemia diadasarkan dari penyakit yang menyebabkannya seperti jika

karena defisiensi besi diberikan suplemen besi, defisiensi asam folat dan vitamin B12 dapat

diberikan suplemen asam folat dan vitamion B12, dapat juga dilakukan transfusi darah,

splenektomi,  dan transplantasi sumsum tulang.9

ANEMIA DEFISIENSI BESI

1. Definisi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi

untuk eritropoietik.Cadangan besi yang kosong menyebabkan pembentukan hemoglobin

berkurang.Berbeda dengan anemia akibat penyakit kronik, berkurangnya penyediaan besi untuk

eritropoietik terjadi akibat pelepasan besi dari sistem retikuloendotelial yang berkurang, sementara

cadangan besi normal.Namun, kedua jenis anemia ini merupakan anemia dengan gangguan

metabolisme besi.

2. Epidemiologi

Anemia defiseinsi besi (ADB) merupakan jenis anemia yang paling banyak diderita oleh

penduduk di negara berkembang, termasuk di Indonesia.Sebanyak 16-50% laki-laki dewasa di

Indonesia menderita ADB dengan penyebab terbanyak yaitu infeksi cacing tambang (54%) dan

hemoroid (27%). 25-48% perempuan dewasa di Indonesia menderita ADB dengan penyebab

terbanyak menorragia (33%), hemoroid (17%), dan infeksi cacing tambang (17%).

3. Etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorbsi, serta

kehilangan besi akibat perdarahan kronik :

1. Faktor Nutrisi

Berkurangnya jumlah besi atau bioavailabilitas (kualitas) besi dalam asupan makanan,

misalnya : makanan banyak serat, rendah daging, dan rendah vitamin C.

2. Kebutuhan besi meningkat

Prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan kehamilan.

3. Gangguan absorbsi besi

Misalnya gastrektomi, kolitis kronis

4. Perdarahan kronik

a. Saluran cerna : tukak peptic, konsumsi NSAID, salisilat, kanker kolon, kanker

lambung, divertikulosis, infeksi cacing tambang, dan hemoroid.

39

b. Saluran genitalia wanita : menoragia, metroragia

c. Saluran kemih : hematuria

d. Saluran nafas : hemoptisis

4. Patofisiologi

Gejala Anemia Defisiensi Besi

Gejala umum anemia :

o Gejala yang akan timbul bila terjadi penurunan kadar hemoglobin hingga 7-8 gr/dl

o Lemah, lesu, lelah, mata berkunang-kunang, dan telinga berdenging.

Gejala khas anemis defisiensi besi :

o Koillnichya (spoon nail) yaitu kuku yang cekung seperti sendok, memiliki garis-

garis vertikal dan rapuh.

o Atrofi papil lidah sehingga permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap.

o Stomatitis angularis (cheilosis) yaitu adanya radang pada sudut mulut berupa bercak

keputihan.

o Disfagia

o Atrofi mukosa gaster

o Pica : keinginan makan makanan yang tidak lazim seperti tanah liat, lem, dll.

Gejala penyakit dasar :

o Gejala bergantung pada penyebab dasar yang menimbulkan anemia

o Pada infeksi cacing tambang terdapat gejala dyspepsia, parotis yang membengkak,

dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.

o Anemia akibat kanker kolon dapat disertai dengan gangguan BAB.

Diagnosis

Terdapat tiga tahap diagnosis anemia defisiensi besi, yaitu :

Penentuan adanya anemia

Anemia secara klinis dapat memberikan beberapa gambaran, yang disebut sebagai sindroma

anemia yakni lemah, letih, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, dan telinga sering

berdenging. Gejala simtomatis biasa ditemukan bila kadar Hb <7gram/dl.

Penatalaksanaan

40

Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta

memberikan terapi penggantian dengan preparat besi.

1. Terapi Kausal : terapi ini diberikan berdasarkan penyebab yang mendasari terjadinya anemia

defisiensi besi. Terapi kausal ini harus dilakukan segera agar pemberian preparat besi

berefek maksimal.

2. Terapi dengan preparat besi : pemberian dapat diberikan secara :

a. Oral, yaitu terapi yang banyak disukai oleh kebanyakan pasien karena lebih efektif,

aman, dan murah.

- Ferro Sulfat : preparat yang terbaik dengan dosis 3 x 200mg, diberikan sebelum

makan.

- Ferro Glukonat : preparat dengan kandungan besi lebih rendah daripada Ferro

Sulfat.

- Ferro Fumarat, Ferro Laktat

Waktu pemberian preparat besi oral harus dalam waktu yang lama untuk

memulihkan cadangan besi tubuh. Terapi preparat besi oral yang berhasil akan

menunjukkan peningkatan hemoglobin yang berarti dalam waktu 2-4 minggu, dan

akan menunjukan perbaikan sempurna anemia dalam waktu 1-3 bulan.

b. Parenteral : terapi ini diberikan pada pasien dengan malabsorbsi berat, penderita Crohn

aktif, penderita yang tidak respon baik dengan preparat besi oral, dan penderita yang

tidak patuh dengan pemberian preparat besi oral.

- Besi sorbitol sitrat (Jectofer), diberikan secara intramuscular dalam, dan diberikan

berulang.

- Ferri hidroksida-sukrosa (Venofer), diberikan dengan intravena lambat atau infus.

3. Terapi lain :

a. Diet : perbaikan gizi sehari-hari, dengan makanan bergizi dan tinggi protein.

b. Vitamin C : diperlukan untuk penyerapan besi. Dosis 3x 100mg.

c. Transfusi darah

BAB III.

41

ANALISIS KASUS

Pada pasien ini diagnosa Diare akut dengan dehidrasi ringansedang et causa Rotavirus,

Anemia mikrositik hipokrom et causa Defisiensi besi, Rhino-faringitis akutditegakkan

berdasarkan dari :

4. Anamnesa

Sejak 2 hari SMRS pasien mengalami BAB cair sebanyak lebih dari 5 kali

sehari.BAB cair tanpa ampas, berwarna kuning, tanpa darah, tanpa lendir, tanpa warna

kehitaman dan tidak berbau asam atau busuk dengan jumlah ½ gelas setiap kali

BAB.Sejak mengalami BAB cair, pasien tampak lemas, lebih rewel dan aktivitas

bermain berkurang.

Sejak 3 hari SMRS pasien mengalami muntah sebanyak lebih dari 3 kali

sehari.Muntah berisi makanan dan minuman, tanpa lendir, tanpa darah dengan jumlah ¼

gelas aqua setiap kali muntah.Muntah terjadi setelah pasien minum dan makan.Sejak

mengalami muntah, pasien mengalami penurunan nafsu makan dan minum.Muntah

disertai demam tidak terlalu tinggi dan tidak diukur suhunya.Sejak 6 hari sebelum

masuk rumah sakit, pasien juga batuk dan hidung keluar lendir, sudah diobati namun

kambuh kembali.

5. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan keadaan umum pasien tampak sakit sedang dan rewel.Tanda

vital didapatkan tidak ada peningkatkan suhu tubuh.Pemeriksaan kepala, ubun-ubun

besar agak cekung.Mata tampak palpebral agak cekung, mukosa bibir kering.Pada

pemeriksaan abdomen didapatkan turgor kulit menurun dan bising usus meningkat 8

kali/menit.Pada hidung mukosa tidak hiperemis, konka hiperemis danterdapat

sekretberwarnamucoid.

6. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb menurun, kurang dari 11,

keadaan ini disebut anemia. Anemia adalah sebagai  penurunan kadar Hb di bawah

normal : anak 6 bulan-6 tahun Hb normal > 11g%, anak di atas 6 tahun > 12g% sehingga

terjadi penurunan kemampuan darah untuk menyalurkan oksigen ke jaringan. Untuk

menentukan klasifikasi anemia, didapatkan penurunan MCV, MCH dan MCHC,

42

sehingga dapat diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom. Anemia Defisiensi

Besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk

eritropoiesis karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan

pembentukan hemoglobin berkurang. Hal ini dapat terjadi akibat kurangnya asupan zat

besi.Selain itu, pasien dalam masa pertumbuhan sehingga kebutuhan zat besi

meningkat.Gangguan absorbsi zat besi seperti pada gastrektomi atau kolitis kronis dapat menjadi

salah satu faktor penyebab anemia defisiensi besi.Pengambilan suspek anemia defisiensi besi

dikarena pada pasien didapatkan factor risiko yaitu BAB cair dan muntah yang

berkepanjangan serta intek makanan dan minuman yang sulit pada pasien Pada

pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan leukosit ataudisebut juga

leukositosis.Leukositosis, yang mengindikasikan adanya proses peradangan di dalam tubuh

pasien.

7. Penatalaksanaan

Pasien dirawat selama 3 hari di rumah sakit. Menurut literatur yang ada, pasien

dengan dehidrasi ringan-sedang masuk ke dalam tatalaksana rencana Terapi B, di mana

pasien dapat dirawat di rumah setelah orang tua pasien mendapatkan edukasi tentang

cara pembuatan dan pemberian oralit atau dapat di rawat di rumah sakit, sesuai dengan

indikasi. Pemilihan perawatan pasien ini disebabkan karena intek makanan dan

minuman pasien sulit.

Selama perawatan pasien masih tetap mengalami dehidrasi ringan-sedang. Oleh

karena itu, di ruang rawat inap pasien masih tetap diberikan cairan KaEN 3B sebanyak

900 cc per hari. Pasien diberikan paracetamol 120mg peroral sesuai dosis terhadap berat

badan pasien, paracetamol digunakan jika pasien demam sehingga pada hari perawatan

pertama sudah tidak deberikan paracetamol. Simptomatik lainnya, pasien diberikan

domperidon 2x1,5 mg peroralbertujuan untuk mengatasi muntahnya dan pada pasien ini

sudah tidak digunakan lagi pada hari perawatan ke 2, karena pasien sudah tidak ada

muntah.

Pemberian tablet zink yang merupakansalah satu dari Lima Lintas Tatalaksana

diare, diberikan selama 10-14 hari berturut-turut dengan dosis 1x20 mg peroral. Oralit

juga diberikan setiap kali BAB cair yang bertujuan untukTerapi Rehidrasi

43

Oral.Pemberian preparat probiotik sebanyak 2 x 1 sach, bertujuan untuk menciptakan

keseimbangan mikroflora intestinal.

Pasien diberikan injeksi antibiotik cefotaksim 3x250mg.Menurut literatur,

antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena sebagian

besar diare infeksi disebabkan oleh rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat

dibunuh dengan antibiotik. Pemberian antibiotik diindikasikan pada diare berdarah dan

kolera.

Terapi non-medikamentosa berupa tetap dilanjutkannya pemberian ASI dan susu

formula yang bertujuan untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi

yang hilang. Dilakukan diet makanan lunak dengan 1200 kcal, sebanyak 3 kali

sehari.Pada pasien ini diberikan makanan yang lunak dan makanan dengan rendah serat

bertujuan untuk memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi yang sedikit mungkin

meninggalkan sisa sehingga dapat membatasi volume feses, dan tidak merangsang

saluran cerna. Kebutuhan kalori pasien 1200, diet makanan lunak sebanyak 3 kali sehari.

Pada hari selanjutnya, tanda dehidrasi tidak ada pada pasien sehingga dapat

dikategorikan pasien berada pada keadaan tanpa dehidrasi sehingga pasien direncanakan

pulang. Dalam tata laksana diare, terdapat prinsip lintas diare yang meliputi rehidrasi,

pemberian tablet zinc, antibiotik yang sesuai, lanjutkan pemberian makanan, dan edukasi

pada pasien.

8. Diagnosis Banding

a. Diare akut yang disebabkan oleh infeksi bakteri secara umum tidak memiliki

perbedaan gejala klinis yang disebabkan oleh infeksi virus. Yang berbeda dari

gejalanya, diare yang disebabkan karena infeksi virus disertai dengan gelaja demam

yang tidak terlalu tinggi dan mual muntah, pada pemeriksaan darah tidak didapatkan

peningkatan leukosit. Sedangkan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri biasanya

disertai demam yang tinggi dan jarang ada mual muntah, serta pemeriksaan darah

didapatkan peningkatan leukosit dan limfosit. Diare yang disebabkan oleh infeksi

virus mempunyai karakter feses yang berbeda dengan diare yang disebabkan oleh

infeksi bakteri.Pada pasien ini didapatkan gejalan demam tidak terlalu tinggi, ada

keluhan mual muntah, dengan konsistensi feses yang cair tanpa ampashasil kadar

44

leukosit meningkat, namun tidak dilakukan pemeriksaan terhadap limfosit. Pada

pasien ini leukosit meningkat mungkin saja disebabkan oleh infeksi lain.

Infeksi virus Infeksi bakteri

Konsistensi Hanya berair Lembek, Lendir, kadang berdarah

Volume Sangat banyak Banyak

Frekuensi 5-10 x/hari 10x/hari

Warna Kuning hijau Kehijauan, merah hijau, tidak berwarna

Darah - Kadang ada, sering

Leukosit - +

Lain anoreksia Kejang, sepsis, meteorismus, infeksi sitemik

b. Anemia mikrositik hipokrimik yang disebabkan thalassemia minor. Pada thalassemia

minor tidak ditemukan adanya gejala klinis, sehingga harus dilakukan pemeriksaan

penunjang untuk menegakkan diagnosis.

9. Prognosis

Prognosis pada pasien ini quo ad vitam adalah bonam karena penyakit pada pasien saat

ini tidak mengancam nyawa. Untuk quo ad functionam bonam, karena organ-organ vital

pasien masih berfungsi dengan baik dan tidak terdapat adanya manisfestasi perdarahan.

Untuk quo ad sanactionam bonam karena kekambuhan pada diare akut dapat terjadi jika

terdapat infeksi dari pathogen penyebab diare.

45

DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY,Oswari

H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajarGastroentero-

hepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK GastroenterohepatologiIDAI 2011; 87-

120

2. Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, SoenartoSSY,

Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajarGastroentero-

hepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK GastroenterohepatologiIDAI 2011;

121-136

3. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson. eds.

Nelson textbook of Pediatrics 17ed. Saunders. 2004 : 1272-6

4. WHO, UNICEF. Oral Rehydration Salt Production of the new ORS.Geneva.

2006

5. WHO. Persistent diarrhea in children in developing

countries:memorandum from a WHO meeting. Bull World Health Organ. 1988;

66:709-17

6. Bhutta ZA. Persistent diarrhea in developing countries. Ann Nestle. 2006;64: 39-

47

7. Field M. Intestinal ion transport and the pathophysiology of diarrhea. J.Clin

Invest. 2003; 111(7): 931-943

8. Buku Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

KedokteranUniversitas Sriwijaya - Rumah Sakit Mohammad Hoesin, 2010.

9. Samitta, M. Bruce. Anemia, dalam Nelson, E Waldo., Kliegmen, Robert. Buku

Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EKG. 2000; h 1680-1712.

10. Kliegman, M. Robert; Stanton, Bonita F; St.Geme, Joseph W et.al. 2011. Nelson

Textbook of Pediatrics .19th Edition. Elseiver: Philadhelpia.

46