biopori

12
Tinggal di kawasan hunian yang padat sering kali membuat warganya kesulitan menemukan ruang terbuka. Di lokasi semacam ini biasanya hanya ada sedikit lahan terbuka, termasuk lahan untuk resapan air hujan. Parahnya, orang-orang tertentu malah justru menghilangkan area hijau di halamannya dengan menutup tanah atau selokan dengan semen atau beton demi memiliki rumah yang tampak lebih cantik. Padahal, hal ini dapat menjadi penyebab utama banjir, terutama bila terjadi hujan terus-menerus. Untuk mencegah hal tersebut terjadi, Anda bisa membuat sumur biopori untuk resapan air pada halaman depan atau belakang rumah. Biopori adalah lubang-lubang kecil pada tanah yang terbentuk akibat aktivitas organisme dalam tanah seperti cacing atau pergerakan akar- akar dalam tanah. Lubang tersebut akan berisi udara dan menjadi jalur mengalirnya air. Jadi air hujan tidak langsung masuk ke saluran pembuangan air, tetapi meresap ke dalam tanah melalui lubang tersebut. Sebuah rumah hijau idaman, wajib memiliki sumur biopori. Sumur biopori dapat dibuat dengan sederhana namun sangat berfungsi bagi kenyamanan rumah. Fungsi sumur biopori antara lain: • Menjadi tempat resapan air hujan, sehingga air tidak menggenang di halaman rumah, sehingga secara tidak langsung juga mengatasi masalah penyebab demam berdarah dan malaria. Terlebih bila daerah rumah Anda termasuk kawasan yang cukup rendah dibanding kawasan hunian lainnya. • Mengatasi banjir, karena meningkatkan daya resapan air. Bayangkan bila setiap rumah, kantor atau tiap bangunan di Jakarta memiliki sumur biopori, berarti jumlah air yang segera masuk ke tanah tentu banyak pula dan dapat mencegah terjadinya banjir. • Tempat penyimpanan cadangan air tanah, di kala musim kering dan kemarau, dengan cara menggali lebih dalam sumur tersebut sehingga dapat mengeluarkan air hujan yang selama ini ditampung. • Organisme dalam tanah mampu membuat sampah menjadi mineral yang larut dalam air. Hasilnya, air tanah menjadi berkualitas karena mengandung mineral. • Banyaknya sampah yang bertumpuk juga telah menjadi masalah tersendiri terutama bagi warga perkotaan. Sumur biopori dapat menjadi

Upload: cuteeve7102

Post on 16-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Cara membuat lubang biopori

TRANSCRIPT

Tinggal di kawasan hunian yang padat sering kali membuat warganya kesulitan menemukan ruang terbuka. Di lokasi semacam ini biasanya hanya ada sedikit lahan terbuka, termasuk lahan untuk resapan air hujan. Parahnya, orang-orang tertentu malah justru menghilangkan area hijau di halamannya dengan menutup tanah atau selokan dengan semen atau beton demi memiliki rumah yang tampak lebih cantik.

Padahal, hal ini dapat menjadi penyebab utama banjir, terutama bila terjadi hujan terus-menerus. Untuk mencegah hal tersebut terjadi, Anda bisa membuat sumur biopori untuk resapan air pada halaman depan atau belakang rumah.

Biopori adalah lubang-lubang kecil pada tanah yang terbentuk akibat aktivitas organisme dalam tanah seperti cacing atau pergerakan akar-akar dalam tanah. Lubang tersebut akan berisi udara dan menjadi jalur mengalirnya air. Jadi air hujan tidak langsung masuk ke saluran pembuangan air, tetapi meresap ke dalam tanah melalui lubang tersebut. Sebuah rumah hijau idaman, wajib memiliki sumur biopori.

Sumur biopori dapat dibuat dengan sederhana namun sangat berfungsi bagi kenyamanan rumah. Fungsi sumur biopori antara lain: Menjadi tempat resapan air hujan, sehingga air tidak menggenang di halaman rumah, sehingga secara tidak langsung juga mengatasi masalah penyebab demam berdarah dan malaria. Terlebih bila daerah rumah Anda termasuk kawasan yang cukup rendah dibanding kawasan hunian lainnya. Mengatasi banjir, karena meningkatkan daya resapan air. Bayangkan bila setiap rumah, kantor atau tiap bangunan di Jakarta memiliki sumur biopori, berarti jumlah air yang segera masuk ke tanah tentu banyak pula dan dapat mencegah terjadinya banjir. Tempat penyimpanan cadangan air tanah, di kala musim kering dan kemarau, dengan cara menggali lebih dalam sumur tersebut sehingga dapat mengeluarkan air hujan yang selama ini ditampung. Organisme dalam tanah mampu membuat sampah menjadi mineral yang larut dalam air. Hasilnya, air tanah menjadi berkualitas karena mengandung mineral. Banyaknya sampah yang bertumpuk juga telah menjadi masalah tersendiri terutama bagi warga perkotaan. Sumur biopori dapat menjadi alternatif pengolah pupuk kompos alami, berkat bantuan mikro organisme yang ada di dalam tanah. Dengan demikian akan mengatasi sampah karena dapat mengubah sampah organik menjadi kompos. Mengurangi emisi dari kegiatan mengkompos sampah organik. Menyuburkan tanah.

Cara membuat sumur biopori Gali lubang berbentuk silinder, dengan diameter 1030 cm, dan kedalaman 80100 cm (boleh kurang jika muka air tanah dangkal). Letak lubang-lubang sebaiknya berada pada posisi paling tepi dari halaman rumah. Yaitu sedikit merapat pada tembok pembatas rumah, agar tidak membahayakan atau mengganggu aktivitas kita saat berada di halaman. Jarak antara lubang yang satu dengan yang lain yaitu sekitar 50100 cm. Lubang-lubang kecil tersebut pertama-tama pada dasar lubangnya diisikan batu koral atau batu apung yang banyak lubangnya setinggi kira-kira 10cm(jangan terlalu padat). Lalu di atasnya isilah lubang dengan sampah organik (sampah dapur, daun, dan rumput). Tambah terus sampah organik jika isi lubang berkurang akibat pembusukan. Perkuat mulut lubang dengan memasukkan paralon (10 cm) dan pinggir mulut lubang disemen agar tidak longsor. Tutup dengan "loster" atau tutup saluran WC agar tidak membahayakan anak-anak. Atau, untuk tetap menjaga keindahan, Anda dapat menutup atau menyembunyikan lubang-lubang itu dengan tanaman perdu, rumput ataupun bunga-bungaan yang gampang tumbuh. Sehingga tampilannya tidak merusak keindahan halaman muka dan belakang rumah kita. (*/Nilam/dari berbagai sumber)PendahuluanPeningkatan jumlah dan aktivitas penduduk terutama di daerah perkotaan sebanding dengan peningkatan kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Percepatan pembangunan perumahan di lahan keras, perluasan lahan rumah pekarangan, pengurukan lahan baru dari lahan basah, dan perubahan hunian menjadi pertokoan maupun perkantoran menjadi penyebab penurunan daya tampung dan daya dukung lingkungan terhadap aktivitas manusia di atas permukaan bumi. Salah satu permasalahan krusial yang mengiringi peningkatan aktivitas manusia adalah ketersediaan air bersih sebagai salah satu kebutuhan utama manusia. Bahkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), air dinyatakan sebagai hak asasi manusia. Artinya, setiap manusia di muka bumi ini mempunyai hak dasar yang sama terhadap pemakaian air. Namun demikian, pemanfaatan alam yang tidak proporsional telah mengancam ketersediaan air bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan air terutama air tanah yang terus meningkat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap air tanah itu sendiri maupun lingkungan di sekitarnya. Dampak negatif tesebut antara lain yaitu berkurangnya kuantitas dan kualitas air tanah, penyusupan air laut (intrusion) dan amblesan tanah (land subsidence). Menurunnya kuantitas dan kualitas air tanah tersebut dapat memberikan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan. Kabupaten Pati merupakan salah satu kabupaten dengan wilayah luas dan penduduk besar. Namun demikian konsentrasi penduduk terpusat di beberapa wilayah terutama Kecamatan Pati. Jumlah penduduk di Kecamatan Pati adalah 102.873 jiwa atau 8,36% dari total penduduk Kabupaten Pati di tahun 2010. Luas wilayah Kecamatan Pati adalah 4.229 Ha atau 2,81% dari total luas Kabupaten Pati. Dari total tersebut, sekitar 33,60% atau 1.422 Ha digunakan sebagai rumah pekarangan (BPS Kab. Pati, 2011). Berdasarkan kondisi tersebut, terdapat kecenderungan lahan terbuka yang dapat dimanfaatkan sebagai resapan air semakin berkurang. Permasalahan lain berkaitan dengan kepadatan jumlah penduduk adalah permintaan air bersih yang tinggi dan pengelolaan sampah. Kombinasi dari berbagai masalah tersebut berpotensi memunculkan masalah lingkungan seperti krisis air bersih di musim kemarau dan bencana banjir di musim penghujan. Ketersediaan air dan pengelolaan sampah ramah lingkungan dapat ditanggulangi bersama dengan teknologi Lubang Resapan Biopori (LRB). Teknologi LRB dianggap efektif dan ramah lingkungan karena menggunakan jasa hewan-hewan di dalam tanah seperti cacing dan rayap serta bantuan sampah organik untuk membentuk pori-pori alami dalam tanah sehingga air bisa terserap dan struktur tanah dapat diperbaiki (Wahyudi dkk, 2008).Tujuan penulisan artikel ini adalah memberikan gambaran tentang lubang resapan biopori (LRB), mekanisme kerja LRB, dan faktor yang mempengaruhi efektifitas LRB.Lubang Resapan BioporiMenurut Brata dan Nelistya (2008) biopori adalah ruang atau pori di dalam tanah yang dibentuk oleh makhluk hidup, seperti mikroorganisme tanah dan akar tanaman. Bentuk biopori menyerupai liang (terowongan kecil) di dalam tanah dan bercabang cabang dan sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke dalam tanah. Liang pori terbentuk oleh adanya pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman, serta aktivitas fauna tanah seperti cacing tanah, rayap, dan semut di dalam tanah. Pori-pori yang terbentuk dapat meningkatkan kemampuan tanah menahan air dengan cara menyirkulasikan air dan oksigen ke dalam tanah. Jadi semakin banyak biopori di dalam tanah, semakin sehat tanah tersebut (Hakim, 2011). Gambar penampakan pori yang terbentuk dalam tanah diperlihatkan pada gambar 1. Gambar 1.Sayatan Penampang Tanah Dalam yang Telah Berkembang dengan Liang yang Memanjang ke Berbagai Arah(Sumber: Ginting, 2010)Teknologi Biopori menggunakan lubang silindris vertikal dengan diameter relatif tidak terlalu besar namun efektif untuk meresapkan air tanah. Teknologi ini dianggap lebih efektif dan mudah untuk meresapkan air ke dalam tanah dibandingkan dengan sumur resapan. Sumur resapan memiliki ukuran cukup besar serta bahan pengisinya tidak dapat dimanfaatkan oleh biota tanah sebagai sumber energi dalam penciptaan biopori. Bahan-bahan halus yang terbawa air dan tersaring oleh bahan pengisi menyumbat rongga bahan pengisi sehingga menyebabkan laju serapan menjadi lebih lamban. Selain itu, diameter lubang yang besar menyebabkan beban resapan meningkat dan menurunkan laju serapan (Alimaksum, 2010)Efektifitas LRB mampu mengembalikan keseimbangan flora dan fauna di dalam tanah dengan pembentukan pori alami dan menunjukkan kemampuan resapan air ke dalam tanah semakin besar sehingga dapat mengurangi genangan air yang terdapat di permukaan (Rahmawati, 2011). Teknologi LRB juga cukup efektif dalam mengurangi debit limpasan permukaan pada daerah aliran sungai sehingga dapat menjadi alternatif mengatasi masalah drainase yang ramah lingkungan (Prayitno, 2010).Pembuatan lubang resapan biopori (LRB) memberikan manfaat tidak hanya bagi manusia, tetapi juga tumbuhan, tanah, organisme bawah tanah dan komponen lingkungan lainnya. Tumbuhan mampu tumbuh subur karena didukung oleh pupuk kompos hasil pelapukan sampah organik. Sampah organik pun menjadi faktor penghidupan bagi organisme bawah tanah. Ketersediaan air di dalam tanah menjadi hal yang penting sebagai penopang daratan dan kelembaban tanah. Dengan teknologi biopori, upaya manusia untuk menyimpan air saat musim hujan dan mengambilnya kembali pada musim kemarau sangatlah mudah. Secara lebih rinci, manfaat LRB yaitu: (1) meningkatkan laju resapan air dan cadangan air tanah; (2) Meningkatkan peran biodiversitas tanah dan akar tanaman; (3) Mencegah terjadinya kerusakan tanah yang menyebabkan longsor dan kerusakan bangunan; (4) Memanfaatkan sampah organik menjadi kompos yang dapat menyuburkan tanah dan akar tanaman; (5) Mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit demam berdarah; dan (6) Mengurangi emisi gas rumah kaca CO2 dan Metan. MEKANISME KERJA LUBANG RESAPAN BIOPORIPrinsip utama LRB adalah menghindari air hujan mengalir ke daerah yang lebih rendah dan membiarkannya terserap ke dalam tanah melalui lubang serapan tersebut (Brata dan Nelistya, 2008). Untuk meminimalkan beban lingkungan oleh adanya pengumpulan air dan sampah organik di dalam lubang, maka dimensi lubang tidak boleh terlalu besar. Gambar 2Penampakan Samping Lubang Resapan Biopori di Dalam Tanah(sumber: Hakim, 2011)Dasar pertimbangan teknis pembuatan LBR adalah : (1) kemudahan pembuatan dan pemeliharaan lubang; (2) pengurangan beban resapan; (3) kemudahan penyebaran guna pengurangan beban lingkungan; dan (4) kecukupan ketersediaan oksigen bagi fauna tanah (Alimaksum, 2010). Diameter lubang yang disarankan adalah 10-30 cm dengan kedalaman 100 cm atau tidak melebihi kedalaman permukaan air bawah tanah (Hakim, 2011).Jumlah LRB yang diperlukan di satu kawasan bisa saja berbeda dengan kawasan lain. Untuk menentukan jumlah LRB dalam suatu kawasan dapat menggunakan rumus:

Intensitas Hujan (mm/jam) x Luas Bidang Kedap (m2) Jumlah LRB = ----------------------------------------------------------------------- Laju Resapan Air per Lubang (liter/jam)

Berdasarkan rumus tersebut, dapat dilihat apabila peningkatan laju resapan air dapat meningkatkan efektifitas LRB, sebagai contoh untuk daerah dengan curah hujan tinggi setiap 100 m2 luasan bidang kedap, infiltrasi air tanah dapat diganti dengan pembuatan 28 LRB. Peningkatan laju serap air memanfaatkan fauna tanah seperti cacing, rayap dan semut untuk membentuk pori alami. Fauna tanah tersebut mendapatkan sumber energi dari bahan organik yang dimasukkan ke dalam LRB. Penambahan bahan organik ke dalam LRB meningkatkan aktivitas biota tanah sehingga merangsang terbentuknya biopori. Biopori tersebut merupakan liang-liang kecil di sekitar LRB dan merupakan habitat fauna. Penelitian Alimaksum (2010) membuktikan bahwa lahan dengan LRB memiliki nilai hantaran lebih besar dibandingkan dengan lahan tanpa LRB. Penggunaan bahan organik pada LRB secara tidak langsung meningkatkan nilai hantaran hidrolik tanah melalui peningkatan pori makro, pori drainase yang sangat cepat, perbaikan struktur tanah dan kemantapan agregat.Selain memperbaiki struktur tanah melalui pergerakannya, fauna tanah juga melakukan dekomposisi bahan organik menjadi nutrisi yang diperlukan oleh tanah. Fauna tanah yang banyak berperan dalam proses tersebut adalah cacing tanah. Cacing tanah berperan mengubah nutrisi yang tidak terlarut menjadi bentuk terlarut dengan bantuan enzim yang terdapat di dalam alat pencernaannya. Bersama dengan organisme mikroskopik seperti fungi, bakteri, dan actnomycetes, cacing tanah memelihara pengurangan C:N rasio. Hasil pengolahan bahan organik oleh cacing tanah dapat berperan meningkatkan kemampuan menahan air, menyediakan nutrisi bagi tanaman, memperbaiki struktur tanah, dan menetralkan pH tanah. Selain itu dalam proses dekomposisi, bahan organik tidak menjadi panas atau mengeluarkan bau. Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas LRBJenis TanahJenis tanah dapat mempengaruhi jumlah dan aktivitas organisme dalam tanah. Setiap jenis tanah memiliki laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi yang berbeda. Laju infiltrasi diantaranya dipengaruhi oleh tekstur, struktur, dan porositas tanah. Tekstur tanah berhubungan dengan distribusi ukuran pori, sedangkan struktur tanah berkaitan dengan kemantapan ruang pori sehingga air lebih mudah bergerak tanah. Perkembangan struktur yang paling besar terdapat pada tanah-tanah permukaan dengan tekstur halus menyebabkan kerapatan massanya lebih rendah dibandingkan tanah berpasir. Semakin padat suatu tanah, maka semakin tinggi kerapatan massanya semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman. Jika terjadi pemadatan tanah, maka air dan udara sulit disimpan dan ketersediaannya terbatas dalam tanah menyebabkan terhambatnya pernafasan akar dan penyerapan air dan memiliki unsur hara yang rendah karena memiliki aktivitas organisme yang rendah (Hakim, 2011). Kerapatan tanah yang bertekstur halus biasanya antara 1,0 1,3 g/cm3 sedangkan struktur tanah kasar memiliki kerapatan massa 1,3 1,8 g/cm3. Pemberian bahan organik pada tanah dapat menurunkan kerapatan massa tanah. Hal ini disebabkan bahan organik yang ditambahkan mempunyai kerapatan jenis lebih rendah. Kemantapan agregat yang semakin tinggi dapat menurunkan kerapatan massa tanah sehingga persentase ruang pori-pori semakin kasar dan kapasitas mengikat air semakin tinggi (Kartosapoetra dan Sutedjo dalam Sinuraya, 2009)Indonesia memiliki berbagai macam jenis tanah. Beberapa jenis tanah resapan yang terdapat di Indonesia ditampilkan dalam tabel 1.

Tabel 1.Jenis Tanah di Daerah Resapan AirTaksonomi Tanah (PPT 1983)Taksonomi Tanah (USDA,1975)

Litosol, Regosol, PodsolikLitosol,RegosolAndosol CoklatPodsolik Coklat KekuninganEntisolEntisolInceptisolAlfisol

Sumber : Puslittan dalam Rizal, 2009

Penelitian mengenai laju serapan lubang biopori yang diisi dengan jerami membuktikan bahwa struktur tanah entisol menghasilkan laju serapan air tertinggi, sedangkan tanah yang memiliki laju serapan terendah adalah tanah ultisol (Ginting, 2010). Tanah entisol merupakan tanah yang baru berkembang. Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi, dan kandungan hara tersedia rendah. Tanah entisol mempunyai kejenuhan basa yang bervariasi, pH dari asam, netral sampai alkalin. Penambahan bahan organik ke dalam tanah jenis ini dapat membantu meningkatkan ukuran pori, distribusi ukuran pori serta meningkatkan agregat tanah sehingga tanah memiliki permeabilitas dan laju infiltrasi yang tinggi. Jenis Sampah OrganikSampah organik memegang peranan penting dalam efektivitas biopori. Oleh karena itu, sampah organik perlu dimasukkan ke dalam lubang resapan biopori secara berkala sebagai sumber bahan makanan bagi organisme yang berada dalam tanah. Sampah organik dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain sampah dapur rumah tangga, daun-daunan, ataupun sisa pertanian yang tidak dimanfaatkan. Proses dekomposisi bahan organik tergantung kepada jenis bahan, usia, ukuran partikel dan dan kadar Nitrogen yang terkandung di dalamnya. Bahan yang berasal dari sisa tanaman yang mengandung banyak air dan masih muda akan lapuk dengan cepat dibandingkan akar. Tanaman gula, tepung, asam amino dan protein yang mengandung jaringan muda dalam jumlah besar terlapuk dengan sangat cepat terutama hemicellulose dan lignin (Alimaksum, 2010).Penelitian oleh Sibarani dan Bambang (2010) membuktikan bahwa variasi umur dan jenis sampah berpengaruh terhadap kinerja biopori dengan meningkatkan laju resap air. Variasi umur sampah menunjukkan angka yang berbeda untuk dua tempat penelitian yang berbeda. Untuk jenis sampah didapatkan hasil sampah kulit buah lebih efektif daripada sampah daun dan sampah sayuran. Hal ini disebabkan aroma kulit buah yang sangat kuat dan terasa manis sehingga mampu menarik lebih banyak mikroba atau hewan pengurai lain seperti cacing, semut, rayap menuju sampah. Selain itu permukaan kulit yang licin / angka kekasarannya yang sangat kecil juga berpengaruh dalam melewatkan air menjadi lebih mudah. Sedangkan massa daun jauh lebih ringan / kecil daripada sampah sayuran kangkung yang memiliki batang yang tebal dan lebih lama untuk mengurainya.Kesimpulan Dan SaranKesimpulanBerdasarkan uraian mengenai LRB tersebut, kesimpulan dari tulisan ini adalah1. LRB merupakan teknologi yang efektif dalam mengatasi permasalahan drainase dan pengelolaan sampah ramah bagi lingkungan;2. Mekanisme kerja LRB adalah dengan memanfaatkan pergerakan fauna tanah terutama cacing untuk membentuk pori alami dari dalam tanah sehingga dapat memperbaiki struktur, kualitas tanah dan dapat meningkatkan laju serap air;3. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap efektifitas LRB adalah jenis tanah dan jenis sampah. Saran1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut luasan kedap dan non kedap di wilayah kota Pati guna mengetahui arah kebijakan permodelan drainase ramah lingkungan.2. Perlu dilakukan arahan lebih lanjut mengenai kegunaan biopori selain sebagai pengendali genangan, yaitu untuk konservasi air tanah dan menyuburkan tanah3. Perlunya peningkatan kajian, komunikasi, dan penyebarluasan untuk memasyarakatkan drainase ramah lingkungan dengan permodelan biopori agar lebih cepat diterapkan dan efisien dalam pelaksanaannya.Daftar PustakaAlimaksum, N. M. 2010. Evaluasi Hantaran Hidrolik Tanah Lubang Resapan Biopori pada Latosol Coklat Darmaga dan Latosol Merah Jakarta. Skripsi. Program Studi Ilmu Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian BogorBadan Pusat Statistik Kabupaten Pati. 2011. Pati dalam Angka Tahun 2011. PatiBrata, K. R. dan Nelistya. 2008 Lubang Resapan Biopori. Jakarta: Penebar Swadaya Hakim, Z. A. R. 2011. Biopori, Solusi Banjir di Perkotaan. http://zainalarif.wordpress.com/2010/05/21/biopori-solusi-banjir-di-perkotaan/. Diakses 6 Februari 2012.Ginting, R. B. 2010. Laju Resapan Air pada Berbagai Jenis Tanah dan Berat Jerami dengan Menerapkan Teknologi Biopori di Kecamatan Medan Amplas. Tesis. Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana. Medan: USUPrayitno, G. dkk. 2010. Studi Efektifitas Biopori sebagai Alternatif Teknologi Ekodrainase dalam Mengendalikan Banjir di Kota Malang (Studi Kasus: Sub DAS Metro). Laporan Penelitian. Fakultas Teknik. Malang: Universitas BrawijayaRahmawati, I dkk. 2011. Penerapan Sumur Resapan dan Lubang Resapan Biopori di Daerah Padat Penduduk (Penelitian Sumur Resapan di Kompleks Simpay Asih dan LRB di Desa pasir Biru). Jurnal Kimia Lingkungan.Rizal, M. K. 2009 Analisis Pemetaan Zonasi Resapan Air Untuk Kawasan Perlindungan Sumberdaya Air Tanah (Groundwater) PDAM Tirtanadi Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara.Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Medan: Universitas Sumatra UtaraSinuraya, M. B. 2009. Konservasi Lahan Kritis Bahorok Langkat Dengan Berbagai Bahan Organik Terhadap Perbaikan Sifat Fisik dan Kimia Tanah Ultisol dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.). Skripsi. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Medan: Universitas Sumatra UtaraSibarani, R. T dan D. Bambang. 2010. Penelitian Biopori untuk Menentukan Laju Resap Air Berdasarkan Variasi Umur dan Jenis Sampah. Skripsi. Jurusan Teknik Lingkungan FTSP. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh NopemberWahyudi, A. F., R. Sembara, dan A. H. Nasution. 2008. Lubang Resapan Biopori sebagai Teknologi untuk Mengurangi Sampah Organik dan Mengatasi Banjir. Karya Tulis Ilmiah. Bogor: IPB