biogas s

40
BAB III BIOGAS 3.1 Biogas Sebagai Sumber Daya Energi Biogas merupakan sumber daya energi bio, yang sebenarnya masih termasuk dalam klasifikasi biomassa, yaitu hasil konversi energi biomassa secara biologi dan kimiawi, yang terutama menghasilkan gas metan. Biogas bersumber dari bahan-bahan organik, yang terdapat baik di dalam residu atau limbah tumbuhan, hewan, dan bahkan manusia. Dengan demikian biomassa dapat dengan mudah ditemui dalam bentuk antara lain: berbagai kotoran hewan, ekskremen manusia, limbah tumbuhan, sampah makanan, sampai dengan kertas koran. Sejak abad ke-18 orang sudah bisa membuat gas metan dari bahan-bahan organik. Seorang fisikawan bernama Volta yang menemukan keberadaan gas metan di alam, yang waktu itu disebutnya sebagai gas rawa. Disebut demikian karena terbentuknya gas metan saat itu merupakan hasil proses pembusukan dari limbah pertanian di dalam air rawa. Selanjutnya penelitian dan pengembangan terus dilakukan sampai dengan pertengahan abad ini, dalam rangka menekan biaya produksi gas yang bermanfaat bagi pembakaran tersebut. Keberadaan gas metan secara bebas di alam terutama disebabkan oleh terjadinya proses pembusukan limbah

Upload: ukiwisanggeni

Post on 01-Jan-2016

31 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

tentang biogas

TRANSCRIPT

Page 1: Biogas s

BAB III

BIOGAS

3.1 Biogas Sebagai Sumber Daya Energi

Biogas merupakan sumber daya energi bio, yang sebenarnya masih

termasuk dalam klasifikasi biomassa, yaitu hasil konversi energi biomassa secara

biologi dan kimiawi, yang terutama menghasilkan gas metan. Biogas bersumber

dari bahan-bahan organik, yang terdapat baik di dalam residu atau limbah

tumbuhan, hewan, dan bahkan manusia. Dengan demikian biomassa dapat dengan

mudah ditemui dalam bentuk antara lain: berbagai kotoran hewan, ekskremen

manusia, limbah tumbuhan, sampah makanan, sampai dengan kertas koran.

Sejak abad ke-18 orang sudah bisa membuat gas metan dari bahan-bahan

organik. Seorang fisikawan bernama Volta yang menemukan keberadaan gas

metan di alam, yang waktu itu disebutnya sebagai gas rawa. Disebut demikian

karena terbentuknya gas metan saat itu merupakan hasil proses pembusukan dari

limbah pertanian di dalam air rawa. Selanjutnya penelitian dan pengembangan

terus dilakukan sampai dengan pertengahan abad ini, dalam rangka menekan

biaya produksi gas yang bermanfaat bagi pembakaran tersebut.

Keberadaan gas metan secara bebas di alam terutama disebabkan oleh

terjadinya proses pembusukan limbah pertanian dan perkebunan, serta limbah

kotoran hewan dan manusia. Dengan demikian pembebasan gas metan di udara

turut memegang peranan atas peningkatan efek rumah kaca (tribe-house effect),

sama seperti terjadinya pembebasan karbon-dioksida (CO2) di atmosfir. Unsur-

unsur yang mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca di atmosfir, ditunjukkan

dalam Gambar 3.1.

Page 2: Biogas s

Gambar 3.1 Penyebab terjadinya efek rumah kaca di atmosfir bumi

Sumber daya energi biogas rata-rata mengandung 60% gas metan (CH4),

lebih dari 36% karbon-dioksida (CO2), kurang dari 3% belerang (H2S), dan kurang

dari 1% hidrogen (H2). Satu meter kubik biogas memiliki tingkat panas/energi

sekitar 20-22MJ (= 6kWh). Tabel 3.1 berikut menunjukkan kesebandingan nilai

energi dari beberapa sumber energi komersial.

Tabel 3.1 Kesebandingan nilai energi biogas dengan sumber energi komersial

Bahan BakarNilai

EnergiBiogas (m3)

Gas alam (m3)

Solar (I) Bensin (I)Listrik (kWh)

1m3 Biogas 22,1 MJ 1,00 0,66 0,61 0,72 6,10

1m3 Gas alam 33,5 MJ 1,52 1,00 0,93 1,10 9,30

1 ltr Solar 36,0 MJ 1,63 1,07 1,00 1,18 10,00

1 ltr Bensin 30,5 MJ 1,38 0,91 0,85 1,00 8,50

1 kWh Listrik 3,6 MJ 0,16 0,11 0,10 0,12 1,00

Tabel 3.1 di atas dapat memperjelas kesebandingan nilai energi antara

biogas dengan beberapa sumber energi komersial lainnya. Sebagai ilustrasi, 1m3

biogas nilai energinya sama dengan 0,66m3 gas alam, atau 0,61 liter solar, atau

0,72 liter bensin, atau setara dengan 6,1 kwh listrik, dan bisa sebaliknya.

Page 3: Biogas s

Sedangkan jika nilai energi biogas tersebut dibandingkan dengan sumber

energi tradisional lain, seperti: kayu bakar (kering), arang kayu, pupuk kandang,

limbah organik, angka kesebandingannya dapat dilihat dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Kesebandingan nilai energi biogas dengan sumber energi tradisional

Sumber EnergiNilai

Energi Biogas (m3)

Kayu bakar (kg)

Arang kayu (kg)

Pupuk kandang

(kg)

Limbah organik

(kg)

1m3 Biogas 22,1 MJ 1,00 1,23 0,82 2,17 1,51

1kg kayu bakar 18,0 MJ 0,81 1,00 0,67 1,76 1,23

1kg arang kayu 27,0 MJ 1,22 1,50 1,00 2,65 1,85

1kg pukuk knd. 10,2 MJ 0,46 0,57 0,38 1,00 0,70

1kg limbah org. 14,6 MJ 0,66 0,81 0,54 1,43 1,00

Dari tabel 3.2 di atas dapat dilihat lebih jelas kesebandingan nilai energi

antara biogas dengan beberapa sumber energi tradisional lainnya. Sebagai

ilustrasi, 1m3 biogas nilai energinya sama dengan 1,23 kg kayu bakar, atau 0,82

kg arang kayu, atau 2,17 kg pupuk kandang, atau 1,51 kg limbah organik, dan bisa

sebaliknya.

3.2 Proses Pembentukan Biogas

Pada prinsipnya, proses biologi dan kimiawi (biokimia) pembentukan

biogas, terutama gas metan, merupakan proses peragian/pembusukan bahan

organik dengan tanpa aliran udara segar (anaerob), yang melalui 3 (tiga) tahapan

proses konversi, yaitu: penguraian, pembentukan asam, dan pembentukan gas

metan, seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.2.

Page 4: Biogas s

Ikatan molekul tingkat tinggi

Gambar 3.2 Proses biokimia pembentukan biogas (gas metan)

(Sumber : Rehling, 1995)

Bahan baku:(umumnya berupa kotoran)

Protein lemak karbohidrat

Rantai molekul panjang

1. Konversi:Pencairan/pelunakan bahan baku melalui pemecahan enzim dan perendaman di dalam air

Asam asam mono dan Amino lemak disakarida peptid

Rantai molekul pendek

2. Konversi:Pembentukan asam (pengasaman)

Asam lemak, alkohol, aldehid, amoniak, karbon-dioksida, hidrogen, dan air

Satu molekul metan

3. Konversi:Pembentukan gas metan

Produk Akhir:Biogas dan pupuk,

metan, air, karbon-dioksida

H

C

H

HH CH4

Page 5: Biogas s

Berdasar gambar 3.2, terlihat bahwa tahapan konversi pertama, dikenal

dengan istilah proses pencairan atau pelunakan. Pada tahap ini bahan baku,

umumnya berupa kotoran hewan, yang mengandung: protein, lemak, dan

karbohidrat, mengalami proses penghancuran dan penguraian di dalam air. Dalam

bahasa kimia dikenal sebagai proses reduksi polimer, melalui hidrolisis dan

fermentasi, ke dalam bentuk monomer. Akhir tahap pertama ini ditunjukkan

dengan terbentuknya rantai molekul panjang, dalam bentuk asam amino, asam

lemak, dan gula (mono dan disakarida).

Tahapan konversi kedua terjadi proses reduksi dari rantai molekul panjang

menjadi rantai molekul pendek, dengan bantuan bakteri. Rantai pendek ini berupa:

asam lemak, alkohol, karbon-dioksida, hidrogen, dan air.

Pada tahapan konversi ketiga, bakteri yang tumbuh tersebut selanjutnya

membongkar rantai molekul pendek menjadi molekul tunggal berupa gas metan,

yang juga dikenal sebagai biogas. Biogas yang dihasilkan ini tersusun atas: 60%

metan, lebih dari 36% karbon-dioksida, kurang dari 3% belerang, dan 1%

hidrogen. Limbah produksi biogas ini, berupa limbah organik encer yang

memiliki kandungan pupuk dengan kualitas sangat baik.

3.2.1 Rasio C/N

Pada prinsipnya gas metan (biogas) mengandung unsur karbon (C) dan

hidrogen (H). Dengan demikian semua bahan organik yang memiliki kandungan

kedua unsur di atas dapat digunakan sebagai bahan baku pembentukan biogas,

seperti: limbah makanan, kotoran hewan, dan sebagainya. Bahan organik yang

mengandung serat (lignin) tidak cocok sebagai bahan baku biogas, karena sukar

diuraikan oleh bakteri. Proses pembentukan biogas ini sangat bermanfaat merubah

limbah tanaman dan hewan menjadi sesuatu yang memiliki nilai manfaat lebih

tinggi, yaitu gas metan dan pupuk.

Unsur karbon (C) di dalam bahan organik sangat diperlukan sebagai

penyedia energi bagi bakteri anaerob (bakteri yang tidak memerlukan oksigen

untuk pertumbuhannya). Disamping unsur karbon tersebut, unsur lain yang

memegang peranan penting dalam proses ini adalah nitrogen (N), karena sangat

dibutuhkan bagi pertumbuhan/pembiakan bakteri.

Page 6: Biogas s

Jika kandungan nitrogen pada suatu bahan organik terlalu rendah, maka

pertumbuhan bakteri menjadi terhambat, sehingga jumlah bakteri yang ada tidak

mampu menyerap unsur karbon yang ada, yang berarti tidak semua bahan organik

tersebut dapat diuraikan. Sebaliknya, jika unsur nitrogennya terlalu berlebihan,

sehingga tidak bisa diserap semua oleh bakteri, maka dari sisa nitrogen tersebut

akan terbentuk amoniak (NH3), yang justru menghambat bahkan mematikan

pertumbuhan bakteri.

Oleh sebab itu, dalam proses pembentukan biogas ini perbandingan antara

jumlah unsur karbon dan nitrogen sangat menentukan keberhasilan proses

pembentukan biogas. Perbandingan antara karbon dan nitrogen ini dikenal dengan

istilah “rasio C/N”. Secara empiris diketahui, bahwa rasio C/N yang paling

menguntungkan adalah pada kisaran 10-30. Jika rasio C/N terlalu tinggi, berarti

kandungan karbonnya tinggi, produksi biogas menjadi tidak optimal. Sebaliknya,

jika rasio C/N terlalu rendah (< 9) akan terbentuk amoniak yang akan

mengakibatkan proses penguraian tidak dapat berjalan secara optimal.

Tabel 3.3 berikut menunjukkan beberapa angka rasio C/N dari berbagai

macam bahan organik.

Tabel 3.3 Rasio C/N beberapa bahan organik

Bahan organik%C

(kering)%N

(kering)Rasio C/N

% kadar air (bahan segar)

Kotoran sapi 30,0 1,7 18 80-85

Kotoran kambing 83,6 3,8 22 75-80

Kotoran burung 87,5 6,6 14 70-80

Kotoran babi 76,0 3,8 20 75-80

Kotoran kuda 33,4 2,3 15 80-85

Kotoran angsa 54,0 2,0 27 70-80

Kotoran merpati 50,0 2,0 25 70-80

Kotoran unta 75,0 1,8 42 70-85

Kotoran gajah 60,0 1,3 46 70-85

Urin 15,0 15,0 1 90-95

Darah 36,0 12,0 3 90-95

Page 7: Biogas s

Limbah ikan 56,0 7,0 8 55-75

Serbuk tulang 21,0 7,0 3 15-35

Limbah jagal hewan 64,0 8,0 8 55-75

Ekskremen manusia 48,0 6,0 8 75-80

Ekskr. Manusia + urin 70,0 7,0 10 80-85

Kulit kerang 37,5 1,5 25 50-70

Kertas koran 40,0 0,05 800 5-15

Rumput 48,0 4,0 12 40-60

Jerami padi 18,0 0,3 60 20-40

Tangkai + daun padi 55,0 1,0 55 25-40

Tangkai kacang tanah 40,0 2,0 20 25-40

Tebu 45,0 0,3 150 25-40

Kol atau kubis 43,2 3,6 12 40-50

Limbah sayuran 24,0 1,5 16 40-60

Pupuk kompos 42,0 3,0 14 75-80

(Sumber: Rehling, 1995)

Dari tabel 3.3 tampak bahwa tidak semua kotoran hewan memiliki rasio

C/N yang sesuai untuk proses pembentukan biogas. Demikian pula dari angka

rasio C/N-nya terbukti bahwa bahan organik berserat tidak sesuai untuk bahan

baku pembentukan biogas. Dalam kenyataan di lapangan, beberapa bahan organik

tersebut biasanya saling dicampur satu sama lain untuk mengoptimalkan ataupun

memperbaiki rasio C/N-nya.

Contoh kasus 3.1 berikut akan memperjelas keterangan tentang pencampuran

bahan organik di atas.

Apabila 100kg kotoran sapi dicampur dengan 50kg kotoran burung, dan kotoran

kambing 10kg (berat kering semua), berapa rasio C/N-nya?

Page 8: Biogas s

Tabel 3.4 Ilustrasi perhitungan campuran bahan organik

Bahan organik Berat %C dan kg %N dan kg

Kotoran sapi 100 kg 30,0% = 30,0 kg 1,7% = 1,7 kg

Kotoran burung 50 kg 87,5% = 43,7 kg 6,6% = 3,3 kg

Kotoran kambing 10 kg 83,6% = 8,3 kg 3,8% = 0,4 kg

Jumlah 81,0 kg 5,4 kg

Dari kurva pada gambar 3.3 banya bahwa temperature yang paling

menguntungkan untuk keseluruhan proses terjadi pada 33oC.

Gambar 3.3 Temperatur penguraian dan biogas yang dihasilkan (Sumber: Baader, et.at, 1978)

3.2.3 Periode Penyimpanan (retention period)

Di samping temperatur, periode penyimpanan (retention period) juga

memiliki peran penting dalam proses produksi biogas. Pada prinsipnya, yang

dimaksud dengan periode penyimpanan (PP), atau lebih dikenal dengan istilah

“retention period” adalah lama waktu yang diperlukan oleh suatu bahan organik

di dalam tangki untuk menghasilkan sedikitnya 80% dari total gas yang bisa

dihasilkan. Dengan demikian setiap bahan organik boleh di kata memiliki periode

penyimpanan (PP) sendiri-sendiri. Pada prakteknya periode penyimpanan (PP)

tersebut berada di antara 30 sampai 60 hari, dan hanya pada kondisi klima yang

terkendali bisa mencapai 90 hari. Setelah batas periode penyimpanan tersebut

Page 9: Biogas s

tercapai, perlu segera ditambahkan bahan organik baru ke dalam tangki. Gambar

3.4 berikut menunjukkan hubungan antara periode penyimpanan dengan volume

biogas yang dihasilkan per satuan berat (m3/kg)

Gambar 3.4 Periode penyimpanan dan volume biogas yang dihasilkan (Sumber: GATE-modul, tanpa tahun)

Proses penguraian dari setiap bahan organik memiliki durasi yang berbeda

satu dengan lainnya. Demikian pula dengan jumlah biogas yang dihasilkan dalam

jangka waktu tertentu, sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 3.5.

Tabel 3.5 Produksi biogas beberapa bahan organik

Bahan organik Durasi proses (hari)Produksi gas dalam 20 hari

(liter/kg, berat kering)

Kotoran kuda 112 300

Kotoran bagi 115 206

Kotoran sapi 117 158

Daun kol/lobak 105 235

Rumput 24 490

Jerami (2 cm) 80 347Sumber : Biogasgruppe, 1980

Page 10: Biogas s

Dalam hubungannya dengan periode penyimpanan, yang dalam hal ini diambil

pedoman selama 50 hari, maka biogas yang bisa diproduksi atau dihasilkan oleh

beberapa bahan organik hewani, pada dasarnya dipengaruhi pula oleh ukuran

hewan dan kadar airnya, sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Produksi biogas beberapa bahan organik

Jenis hewanKotoran

harian (kg)

% kadar air (bahan segar)

Produk gas (l/Kg)

Produk Gas setelah 50 hr (liter)

Rasio air dan

kotorannya A:K

Sapi : 1 : 1

- Besar 15,00 80-85 40 600

- Sedang 10,00 80-85 40 400

- Kecil 8,00 80-90 40 320

- Muda 4,00 80-90 40 160

Kerbau : 1 : 1

- Besar 20,00 80-85 40 800

- Sedang 15,00 80-85 40 600

- Kecil 10,00 80-85 40 400

- Muda 5,00 85-90 40 200

Babi : 2 : 1

- Besar 2,00 75-80 70 140

- Sedang 1,50 75-80 70 100

- Kecil 1,00 75-80 70 70

Unggas : 3 : 1

- Besar 0,15 70-80 60 9

- Sedang 0,10 70-80 60 6

- Kecil 0,05 70-80 60 3

Kambing : 3 : 2

- Besar 5,00 75-80 50 250

- Sedang 2,00 75-80 50 100

- Kecil 1,00 75-80 50 50

Angsa 0,15 70-80 50 8 3 : 2

Merpati 0,05 70-80 50 3 3 : 1

Kuda 15,00 80-85 40 600 3 : 2

Unta 20,00 70-85 30 600 2 : 1

Page 11: Biogas s

Gajah 40,00 70-85 20 800 3 : 2

Manusia : 7 : 3

- Dewasa 0,40 75 – 80 70 28

- Anak 0,20 75 – 90 70 14Sumber: Myles R.M, tanpa tahun

Contoh kasus 3.2 :

Berapa kg kotoran kambing yang yang diperlukan untuk memproduksi sekitar

3m3 biogas?

Dari tabel 3.6, setiap 1kg kotoran kambing menghasilkan 50 liter biogas, maka

untuk menghasilkan 1m3 (= 1000 liter) biogas diperlukan 20kg, sehingga untuk

3m3 biogas akan diperlukan 60kg kotoran kambing.

Jika dipilih kambing berukuran besar, kotorannya per hari seberat 5kg. Dengan

demikian, agar bisa diperoleh kotoran seberat 60kg per hari, dibutuhkan

setidaknya 12 (dua belas) ekor kambing.

Banyaknya air yang diperlukan untuk mencairkan kotoran dihitung dengan

melihat rasio A:K (pada kambing adalah 2:1). Artinya, untuk mencairkan

60kg kotoran diperlukan tambahan air seberat 120kg (= 120 liter), sehingga

total cairan kotorannya menjadi 180 liter per hari.

Jika periode penyimpanannya diasumsikan 50 hari, maka ke dalam tangki

harus dimasukkan cairan kotoran sebanyak 50 hari x 180 liter/hari atau sama

dengan 9.000 liter (= 9m3), agar setiap hari dapat diproduksi 3m3 biogas. Jadi

volume tangkinya (belum termasuk ruang penyimpan gas) setidaknya antara 9-

10m3. Catatan: penentuan volume yang harus disediakan untuk ruang

penyimpanan gas, perlu mempertimbangkan volume gas yang dimanfaatkan

setiap harinya serta bentuk dan tipe tangki yang digunakan.

Contoh kasus 3.3:

Jika diketahui bahwa: (a) sebuah lampu gas memerlukan ± 0,15 m3 per jam nyala,

(b) untuk memasak diperlukan 0,25 m3 biogas per orang per hari, dan (c) sebagai

penggerak mula (motor) memerlukan 0,6 m per kWh.

Page 12: Biogas s

Sebuah keluarga (terdiri atas 3 orang dewasa dan 3 anak-anak), setiap harinya:

menggunakan 2 lampu gas, masing-masing dengan 3 jam nyala

memasak untuk 6 orang

menggunakan pompa air dengan daya 2,0 kW, dan dioperasikan selama 1 jam

setiap harinya.

Keluarga tersebut memiliki 4 ekor sapi dan 3 ekor kambing, yang semuanya

berukuran sedang.

Berapa banyak biogas yang diperlukan setiap harinya, dan berapa besar volume

tangki yang harus disediakan.

Total kebutuhan biogas per hari:

a. Penerangan : 2 lp x 0,15 m3 x 3 jam = 0,9 m3

b. Memasak : 6 org x 0,25 m3 = 1,5 m3

c. Pompa air : 2 kW x 0,6 m3 x 1 jam = 1,2 m3

Total kebutuhan harian = 3,6 m3

Potensi ketersediaan bahan organik untuk pembentukan biogas:

Sapi : kotoran dari setiap ekor 10 kg/hari 400 liter (0,4 m3) biogas

Jadi untuk 4 ekor diperoleh kotoran 40 kg/hari 1,6 m3/hari biogas

Kambing: kotoran dari setiap ekor = 2kg/hari 100 liter (0,1 m3) biogas

Jadi untuk 3 ekor diperoleh kotoran 6 kg/hari 0,3 m3/hari biogas

Manusia:

Dewasa : ekskremen per orang 0,4 kg/hari 28 liter (0,028 m3) biogas

Untuk 3 orang diperoleh ekskremen 1,2 kg/hari 0.084 m3/hari biogas

Anak: ekskremen per anak 0,2 kg/hari = 14liter (0,014 rnt) biogas

Untuk 3 orang diperoleh ekskremen 0,6 kg/hari 0,042 m3/hari biogas

Total biogas yang bisa diproduksi:

dari Sapi = 1,6 m3/hari

dari Kambing = 0,3 m3/hari

dari Manusia = 0,126 m3/hari

Total = 2,026 m3/hari hanya mencukupi untuk memasak + 1 lampu atau pompa air + 2 lampu.

Page 13: Biogas s

Volume cairan kotoran (tinja) dapat dihitung sebagai berikut:

Sapi (rasio A:K = 1:1) 40 kg kotoran + 40 kg air

Kambing (rasio A:K = 3:2) 6 kg kotoran + 9 kg air

Manusia (rasio A:K = 7:3) 1,8 kg ekskrem + 4,2 kg air

Volume total harian 47,8 kg kotoran + 53,2 kg air

Volume cairan kotoran (tinja) harian total = 101 kg 100 liter

Jika diasumsikan periode penyimpanannya 50 hari, tangki yang disiapkan

minimal memiliki volume = 50 hari x 100 l/hari = 5.000 liter ( 5 m3)

3.3 Konstruksi Tangki Biogas

Secara teknis ketiga tahapan proses konversi energi secara biokimia pada

pembentukan biogas dapat dilakukan di dalam suatu tangki, yang konstruksinya

didesain dan dibuat sedemikian rupa berdasarkan beberapa kriteria dan

persyaratan tertentu. Hal ini dimaksudkan agar proses pembentukan biogas dapat

berjalan dengan sempurna, dalam arti volume gas yang dihasilkan bisa maksimal.

Pada dasarnya konstruksi tangki biogas terbagi menjadi dua bagian, bagian

bawah sebagai tempat terjadinya proses produksi, dan kubah tempat penyimpan

gas produk di bagian atas.

Tahapan dasar proses pembentukan biogas di dalam tangki pada prinsipnya

tidak berbeda antara tangki dengan kubah mengambang maupun dengan kubah

tetap. Pertama kali bahan organik dicampur air dengan perbandingan yang sesuai,

misal untuk kotoran sapi 1:1, kambing 2:3. Selanjutnya cairan kotoran tersebut

dimasukkan ke dalam tangki melalui pipa inlet (masukan) hingga volume optimal

tercapai.

Di dalam tangki akan terjadi proses pembusukan dan penguraian secara

anerob. Ketika pembentukan gas dimulai, gas yang terbentuk akan melayang di

bagian atas tangki. Dengan kata lain gas ditampung di dalam kubah (tempat

penyimpan gas), seiring dengan bertambahnya volume gas yang terbentuk,

tekanan gas di dalam kubah juga meningkat.

Setiap hari, ke dalam tangki ditambahkan cairan kotoran baru. Penambahan

harian ini mengakibatkan bahan organik di dalam tangki bergerak. Karena masa

Page 14: Biogas s

jenis bahan yang baru lebih tinggi dari pada bahan lama yang sudah mengalami

proses penguraian, bahan lama tersebut secara bertahap akan terdorong ke atas,

kemudian secara perlahan kembali turun dan terus bergerak mendekati lubang

pembuangan, dan akhirnya keluar melalui pipa outlet (keluaran). Hubungan antara

pipa inlet (masukan) dan pipa outlet (keluaran) merupakan hubungan kapilaritas.

Periode pergerakkan bahan organik, sejak masuk ke dalam tangki sampai dengan

ke luar dari tangki, sesuai dengan lama periode penyimpanannya (retention time).

Di tinjau dari segi konstruksinya, tangki biogas dapat dibedakan menjadi 2

(dua) jenis, yaitu: (1) tangki dengan kubah tetap (fix dome), dan (2) tangki dengan

kubah mengambang (floating dome). Kedua jenis konstruksi tersebut masing-

masing memiliki kelebihan dan kekurangan, sebagaimana ditunjukkan dalam tabel

3.7.

Tabel 3.7 Perbandingan antara dua jenis konstruksi tangki biogas

Jenis kubah mengembang

(floating dome)

Jenis Kubah Tetap

(fix dome)

(-) Biaya investasi tinggi (+) Biaya investasi relatif rendah, dalam hubungannya dengan volume gas hasil

(-) Adanya tempat penyimpanan gas sendiri yang biasanya terbuat dari baja, perlu cara periodik, karena korositas

(+) Tidak memerlukan tempat penyimpanan gas secara khusus dari baja

(-) Biaya pemeliharaan relatif tinggi (+) Karena tidak ada bagian yang bergerak, biaya pemeliharaan relatif rendah.

(-) Usia guna tangki prosesnya > 30 tahun, tetapi penyimpan gasnya hanya 5-8 tahun

(+) Kedua bagian tersebut memiliki usia guna yang lebih panjang.

(-) Pengaruh temperatur rendah cukup besar

(+) Pengaruh temperatur rendah kecil saja

(+) Konstruksi bagian bawah relatif lebih mudah

(-) Konstruksi bagian kubah cukup rumit dan perlu keahlian dalam pengerjaannya.

(+) Kerusakan atau kebocoran kubah lebih mudah memperbaikinya

(-) Jika terjadi kerusakan atau kebocoran pada kubah, sulit perbaikannya

Page 15: Biogas s

(+) volume pekerjaan penggalian relatif tidak rendah

(-) Volume pekerjaan penggalian relatif lebih tinggi

(+) Pengerjaan konstruksi secara keseluruhan relatif lebih mudah

(-) Pengerjaan konstruksi secara keseluruhan lebih sukar dan rumit

3.3.1 Tangki Jenis kubah mengambang (floating dome)

Gambar 3.5 Tangki jenis kubah mengambang (floating dome)(Sumber: Rehling, 1995)

Konstruksi sebuah tangki jenis kubah mengambang pada prinsipnya terdiri

atas: (1) tangki yang terpendam dalam tanah, (2) kubah, tempat menampung gas,

serta (3) saluran masukan dan keluaran.

Kotoran hewan yang telah dikumpulkan dimasukkan ke dalam bak dan

dicampur dengan air, sesuai perbandingan. Setelah bercampur, cairan kotoran

tersebut dimasukkan ke dalam tangki melalui pipa masukan. Di dalam tangki

terjadilah proses pembentukan biogas.

Gas yang dihasilkan akan mengambang di bagian atas tangki, atau

ditampung dalam kubah. Kubah mengambang tersebut biasanya terbuat dari

lembaran baja, yang dilengkapi dengan saluran pengeluaran gas. Kestabilan

tekanan gas yang dihasilkan dapat dipertahankan oleh gerakan naik turun dari

kubah.

Page 16: Biogas s

3.3.2 Tangki jenis kubah tetap (fix dome)

Gambar 3.5 Tangki jenis kubah tetap (fix dome)(Sumber: Rehling, 1995)

Perbedaan paling mendasar konstruksi tangki jenis kubah tetap dengan

jenis kubah mengambang, terutama pada kubah tempat menampung biogas yang

dihasilkan. Pada jenis kubah tetap, konstruksi kubahnya menyatu dengan tangki,

dan biasanya terbuat dari material yang sama. Dengan konstruksi kubah jenis ini,

tekanan gas yang dihasilkan sukar dipertahankan.

Dewasa ini banyak macam konstruksi tangki yang biasa digunakan sebagai

tempat terjadinya proses pembentukan biogas, baik jenis konstruksi kubah

mengambang, maupun jenis kubah tetap, antara lain seperti: (Rehling, 1995).

a. Tangki silinder dengan kubah mengambang (floating dome) - Gambar 3.6

Page 17: Biogas s

b. Tangki kubah mengambang dengan pipa outlet di dalam - Gambar 3.7

c. Tangki kubah mengambang dengan pipa outlet di luar - Gambar 3.8

d. Tangki dengan kubah tetap (fix dome) – Gambar 3.9

Page 18: Biogas s

e. Tangki dengan kubah plastik tebal (terpendam) – Gambar 3.10

f. Tangki dengan kubah tetap tipe “Janata” (India) – Gambar 3.11

Page 19: Biogas s

g. Tangki dengan kubah tetap tipe “Deenbandhu" (lndia) - Gambar 3.12

h. Tangki plastik tebal (di permukaan tanah) – Gambar 3.13

Page 20: Biogas s

Keputusan memilih jenis tangki biogas yang akan dipergunakan sangat

bergantung pada antara lain: ketersediaan material, biaya, kemampuan dan

keahlian penduduk setempat. Beberapa kriteria berikut akan memudahkan dalam

pengambilan keputusan.

a. Kriteria umum

1. Tersediakah bahan organik yang cukup di tempat tersebut?

2. Apakah ukuran kebutuhan biogas kurang dari 20m3?

3. Tersediakah air yang cukup untuk pencampuran kotoran setiap hari?

4. Tersediakah tukang batu dan ahli konstruksi yang cukup?

5. Adakah bantuan teknis dari pihak lain?

6. Apakah material bahan bangunan tersedia cukup?

7. Adakah dukungan finansial dari pihak lain?

8. Siapa yang mengurus dan pengelola tangki tersebut?

9. Sudah tersediakah peralatan rumah tangga yang akan memanfaatkan gas

tersebut?

10. Adakah bantuan konsultansi dari pihak luar, baik dalam pembangunan

maupun operasionalnya?

b. Kriteria khusus (lokal)

Uraian Kubah tetapKubah

mengembang

Jika termasuk daerah bersuhu > 15oC

Jika di malam/dini hari suhu sangat dingin

Jika bahan logam tersedia banyak dan murah

Jika lebih mudah didapatkan semen & batu

Jika ada tukang las yang baik

Jika ada tukang bangunan yang bisa membuat kubah dengan baik

Jika tersedia material anti bocor untuk bangunan

Jika kubah dapat dicat setahun sekali untuk menghindar korosi

Page 21: Biogas s

Konstruksi yang manakah yang mudah direalisasikan oleh para tukang setempat?

O kubah tetap atau O kubah mengambang

Pembangunan tangki dengan kubah yang mana, yang lebih murah biayanya?

O kubah tetap atau O kubah mengambang

Jenis tangki manakah yang sudah pernah dibuat sebelumnya?

O kubah tetap atau O kubah mengambang

Beberapa kondisi di lokasi pembangunan yang juga perlu menjadi perhatian,

antara lain:

Tangki jangan ditempatkan di daerah rendah, agar pada saat musim hujan

tidak tergenang air.

Jarak lokasi tangki dengan keberadaan kotoran hewan jangan terlalu jauh.

Usahakan lokasi tangki dekat dengan pemakai, sehingga pipa saluran gasnya

tidak perlu terlalu panjang.

Lokasi tangki sebaiknya dekat pula dengan sumber air yang akan digunakan

dalam pencampuran kotoran.

Perlu disediakan tempat lapang untuk pengeringan kotoran, maupun pupuk

yang dihasilkan.

Lokasi tangki sedikitnya berjarak 15-20 meter dari sumur atau sumber air

minum, dan sedikitnya 2-3 meter dari pondasi bangunan/rumah.

3.4 Aspek Sosio-kultur Biogas

Perkembangan pemanfaatan biogas, sebagai salah satu sumber energi bagi

pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari sangat dipengaruhi pula oleh

aspek sosio-kultur, terutama karena proses pembentukan biogas ini berkaitan erat

dengan pemanfaatan limbah kotoran, baik hewan, tumbuhan, maupun manusia.

Mulai dari dataran Asia, termasuk Indonesia, sampai dengan daerah

pedesaan di Eropa, banyak masyarakat yang masih beranggapan bahwa kotoran

hewan dan manusia ini termasuk sesuatu yang di-“tabu”-kan, Khususnya masih

dianggap menjijikkan dan merupakan benda kotor yang tidak boleh disentuh,

apalagi diolah.

Page 22: Biogas s

Kebanyakan masyarakat belum bisa menerima kenyataan bahwa, bagaimana

kotoran hewan tersebut dimasukkan ke dalam suatu tangki, kemudian dari dalam

tangki timbul suatu gas, dan gas tersebut harus mereka gunakan untuk memasak,

menerangi rumah, atau aktivitas lainnya. Ditambah lagi, pada beberapa wilayah

beberapa jenis binatang masih dianggap sebagai “hewan suci” yang tentunya

harus diperlakukan secara khusus. Lebih-lebih lagi pemanfaatan ekskremen

manusia. Banyak sekali masyarakat yang belum bisa menerima kenyataan bahwa

mereka harus memasak makanannya dengan sumber energi yang diperoleh dari

kotorannya sendiri. Di Indonesia pun pemanfaat biogas belum begitu bisa

diterima oleh masyarakat. Padahal dengan proses yang paling sederhana saja,

yaitu kotoran dikeringkan dan dipadatkan, sudah bisa dimanfaatkan untuk bahan

bakar sebagaimana kayu bakar.

Aspek sosio-kultur ini merupakan aspek non teknis yang sangat menentukan

perkembangan pemanfaatan biogas di masyarakat. Pada kelompok masyarakat

yang sudah bisa menerima kehadiran teknologi biogas sebagai teknologi alternatif

penyediaan sumber energi, masalah penempatan dan volume tangki bisa menjadi

polemik. Keberadaan tangki biogas di halamannya dianggap dapat meningkatkan

status sosial mereka, sehingga terjadi perebutan penempatan tangki biogas. Di

samping itu, makin besar tangki yang dibuat akan dapat makin meningkatkan

status sosial, sehingga pada akhirnya pemanfaatannya menjadi tidak optimal.

Padahal konsep pemanfaatan biogas di kalangan masyarakat, pada dasarnya

merupakan konsep penyediaan energi secara komunitas dan bukan secara

individual.

Pemanfaatan dan pengembangan teknologi biogas sebenarnya dimaksudkan

untuk bisa menggantikan kedudukan kayu bakar dan minyak tanah dan sekaligus

memungkinkan terwujudnya produksi pupuk organik berkualitas tinggi. Salah

satu dampak positif yang ditimbulkannya, adalah terjadinya pergeseran tugas

kaum perempuan, yang sebelumnya harus pergi meninggalkan rumah mencari

kayu bakar di hutan, dengan adanya unit biogas akan lebih meringankan tugas

mereka.

Page 23: Biogas s

Permasalahan lain adalah kebiasaan masyarakat yang tidak selalu memberi

makan hewan peliharaannya di dalam kandang, melainkan membiarkannya atau

melepasnya di tanah lapang atau padang rerumputan. Hal ini mengakibatkan

hilangnya kotoran yang seharusnya terkumpul di dalam kandang sampai 60%-nya.

Ditambah lagi, apabila daerah tersebut merupakan daerah yang sulit air, maka

pencampuran air dengan kotoran menjadi tidak optimal, karena masyarakat lebih

membutuhkan air untuk memenuhi keperluan sehari-hari lainnya.

Permasalahan khas lainnya, yang biasa terjadi di daerah dengan beberapa

unit biogas, kotoran hewan, misalnya kotoran sapi akan menjadi bahan perebutan

diantara kelompok pemilik unit biogas. Pertanyaannya adalah “siapa pemilik

kotoran sapi?”. Ilustrasi di bawah ini memberikan gambaran lebih jelas tentang

pola kepemilikan kotoran hewan ternak, dalam hal ini sapi, berdasarkan kebiasaan

yang dilakukan oleh si pemilik atas hewan ternak tersebut.

Saat pagi hari, ketika sapi masih berada di dalam kandang, maka kotorannya

menjadi milik peternaknya. Menjelang pukul 09.00 pagi hari kedua ekor sapi

tersebut di bawa ke padang rumput untuk digembalakan oleh sang anak, dan di

padang rumput kotoran sapi ini akan menjadi milik siapapun yang

menemukannya. Pada siang atau sore hari sapi di bawa pulang kembali ke

kandang. Saat di perjalanan sang sapi mengeluarkan kotoran, jika saat itu tidak

langsung diambil oleh si penggembala, maka kembali kotoran tersebut menjadi

milik siapapun yang menemukannya. Dengan pola demikian, hanya sepertiga

volume kotoran yang benar-benar bisa dimanfaatkan oleh pemilik ternak.

Pada kehidupan keluarga sehari-hari, keuntungan yang bisa diperoleh dari

pemanfaatan biogas sebagai sumber energi, dibanding dengan sumber energi

konvensional lainnya, seperti kayu bakar dan arang, antara lain:

a. biaya lebih rendah dari pada pemakaian minyak tanah, juga kayu bakar

b. waktu yang dibutuhkan dalam memasak bisa lebih cepat

c. mengurangi waktu kaum ibu meninggalkan rumah, karena tidak lagi harus

mencari kayu di hutan untuk memasak

d. tidak menimbulkan asap

e. permukaan panci dan penggorengan tetap bersih

Page 24: Biogas s

f. tidak terpengaruh musim, khususnya musim hujan

Sedangkan beberapa kerugiannya antara lain:

a. gas yang dihasilkan terkadang tidak mencukupi atau cepat habis,

b. tekanan gas terkadang tidak stabil,

c. lampu biogas, selain belum terdapat banyak di pasaran, juga tidak bisa seterang

lampu petromaks misalnya,

d. penghematan biaya pemakaian lampu tidak terlalu besar.

3.5 Aspek Ekonomi Biogas

Pemanfaatan biogas sebagai salah satu sumber energi bagi pemenuhan

kehidupan masyarakat sehari-hari, sangat dipengaruhi oleh pola perilaku dan

kehidupan masing-masing kelompok masyarakat atau keluarga. Dasar perbedaan

pola perilaku tersebut umumnya terletak pada tradisi, budaya, jumlah

kepala/orang, status sosial dan ekonomi. Ilustrasi pada gambar 3.14 berikut

menunjukkan komposisi pemanfaatan energi dari dua keluarga yang berbeda.

Gambar 3.14 Perbedaan pola perilaku kehidupan dua keluarga

Dari gambar 3.14 di atas bisa diprediksi bagaimana pola perilaku kehidupan

(kebiasaan) sehari-hari dari kedua keluarga tersebut. Keluarga A kemungkinan

tidak memiliki banyak anak yang masih sekolah, sehingga tidak memerlukan

banyak penerangan di malam hari. Keluarga ini juga memiliki kebiasaan makan

Page 25: Biogas s

bersama pada setiap waktu makan, sehingga setiap kali perlu memasak atau

sekedar menghangatkan makanan.

Sedangkan keluarga B diprediksi sebagai keluarga yang memiliki beberapa

anak yang masih sekolah, sehingga membutuhkan penerangan cukup banyak di

malam hari, dan karena kesibukan masing-masing (suami-isteri bekerja), makan

bersama seluruh keluarga seringkali hanya dilakukan pada malam hari, sedangkan

di siang hari makanan hanya untuk anak-anak yang sudah datang dari sekolah,

tidak dipersiapkan secara khusus.

Perbedaan pola kebiasaan tersebut tentunya akan berdampak pula pada

penentuan kapasitas tangki biogas, jenis tangki, serta konstruksi tangkinya, yang

pada akhirnya bermuara pada penentuan biaya investasi dan operasional.

Seperti telah diuraikan sebelumnya, sampai saat ini banyak ragam

konstruksi tangki yang digunakan untuk tempat terjadinya proses pembentukan

biogas. Untuk itu sebagai dasar tinjauan aspek ekonomi di sini, contoh yang

diambil adalah salah satu jenis tangki dengan kubah tetap tipe “Deenbandhu”,

yang berasal dari negara India. Tangki ini cukup sederhana dan mudah dalam

pembuatannya, sehingga banyak digunakan oleh masyarakat.

Material yang dibutuhkan untuk pembuatan tangki “Deenbandhu” antara

lain adalah: batu bata, semen, batu ceper, pasir, pasir kuarsa, pipa, dan pelengkap

lainnya. Tabel 3.8 menunjukkan kebutuhan material untuk beberapa dimensi

tangki.

Tabel 3.8 Kebutuhan material untuk berbagai dimensi tangki “Deenbandhu”

Ukuran tangki 1m3 2m3 3m3 4m3 6m3

Material Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah

Batu bata kelas 1 700 1.000 1.300 1.600 2.200

Semen (50kg) per zak 8 14 16 22 28

Batu ceper (m3) 0,9 1,1 1,4 1,7 2,3

Pasir (m3) 0,9 1,1 1,4 1,7 2,5

Pasir kuarsa (m3) 0,9 1,1 1,4 1,7 2,5

Pipa gas 0,5” + soket (m) 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

Pipa PVC 6” (m) 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0

Page 26: Biogas s

Ukuran tangki 1m3 2m3 3m3 4m3 6m3

Material Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah

Plat baja 6mm (kg) 5 7 10 12 15

Cat bagian dalam (liter) 1,0 1,0 1,5 2,0 3,0

Tenaga penggali (org/hari) 8 10 14 18 24

Tukang (org/hari) 8 11 13 16 22

Tenaga konstruksi (org/hari) 16 22 26 30 44

Lain-lain (transportasi, dll) ls ls ls ls ls

(Sumber: AFPRO, 1989)

Apabila diasumsikan akan dibangun tangki biogas “Deenbandhu”

berkapasitas 2m3, dengan prediksi usia guna 10 tahun dan tingkat suku bunga

diperhitungkan 12% per tahun, komposisi biaya investasi, biaya depresiasi dan

biaya operasional, yang diperhitungkan secara tahunan berdasarkan analisis nilai

tahunan, ditunjukkan dalam Gambar 3.15.

Gambar 3.15 Komposisi biaya investasi, depresiasi dan operasional (2m3)

Sebagai pembanding, untuk tangki biogas “Deenbandhu” dengan kapasitas

6m3, berdasarkan prediksi usia guna dan tingkat suku bunga yang sama,

komposisi biaya investasi, biaya depresiasi dan biaya operasional, yang

diperhitungkan secara tahunan berdasarkan analisis nilai tahunan, ditunjukkan

dalam Gambar 3.16.

Page 27: Biogas s

Gambar 3.16 Komposisi biaya investasi, depresiasi dan operasional (6m3)

Dari kedua gambar di atas tampak bahwa komposisi biaya investasi dan

biaya operasional antara tangki biogas berkapasitas kecil (2m3) dengan tangki

biogas berkapasitas sedang (6m3) adalah hampir sama. Di dalam pembahasan

aspek ekonomi ini tidak dibahas besaran pasti, mengingat harga material

bangunan sangat bervariasi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.

Mengingat dimensi tangki yang relatif cukup besar, maka akan lebih

ekonomis apabila pembuatan tangki biogas ini dilakukan dalam kelompok

keluarga yang saling berdekatan tempat tinggalnya, sehingga pemakaian bersama

bisa dimungkinkan. Atau seseorang yang membangun untuk dipergunakan pula

oleh tetangganya dengan cara memberikan kontribusi dana secara periodik atas

gas yang digunakannya.