biodegradasi hidrokarbon dalam pengolahan air …

63
BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH TERCEMAR MINYAK PELUMAS DENGAN SEQUENCING BATCH REACTOR (SBR) EKA NOVIA MAHESTI PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018/1439 H

Upload: others

Post on 15-Nov-2021

7 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN

AIR LIMBAH TERCEMAR MINYAK PELUMAS DENGAN

SEQUENCING BATCH REACTOR (SBR)

EKA NOVIA MAHESTI

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018/1439 H

Page 2: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

i

BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN

AIR LIMBAH TERCEMAR MINYAK PELUMAS DENGAN

SEQUENCING BATCH REACTOR (SBR)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

EKA NOVIA MAHESTI

11140950000032

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M / 1439 H

Page 3: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …
Page 4: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …
Page 5: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …
Page 6: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

v

ABSTRAK

EKA NOVIA MAHESTI. Biodegradasi Hidrokarbon dalam Pengolahan Air

Limbah Tercemar Minyak Pelumas dengan Sequencing Batch Reactor (SBR).

Skripsi. Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dibimbing oleh Dr. Ing. M. Abdul Kholiq,

M.Sc dan Etyn Yunita, M.Si. 2018

Pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas salah satunya dapat dilakukan

dengan metode lumpur aktif yang memanfaatkan mikroorganisme. Waktu tinggal

menjadi variabel operasional sekaligus seringkali menjadi faktor kegagalan dalam

pengolahan air limbah dengan lumpur aktif. Penelitian ini bertujuan untuk

mempercepat proses pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas dengan

SBR dalam lumpur aktif. Penelitian dilakukan dengan variasi waktu tinggal 8 jam,

16 jam dan 24 jam pada percobaan pertama serta 8 jam dan 24 jam pada

percobaan kedua. Parameter yang diamati adalah Chemical Oxygen Demand

(COD), minyak dan lemak serta pH pada percobaan pertama; COD dan Mixed-

Liquor Suspended Solids (MLSS) pada percobaan kedua. Penurunan kadar COD,

minyak dan lemak serta pH pada waktu tinggal 16 jam menunjukan hasil yang

lebih baik dibandingkan dengan waktu tinggal lainnya. Pada percobaan kedua,

penurunan kadar COD dan MLSS terbaik terjadi pada waktu tinggal 24 jam yaitu

secara berturut-turut 85 mg/l dan 3,942 mg/l. Penelitian ini menunjukkan metode

SBR dalam lumpur aktif mampu mempercepat proses pengolahan air limbah

tercemar minyak pelumas, dimana terjadi biodegradasi hidrokarbon yang terlihat

dari penurunan CODnya sebesar 77% dengan waktu tinggal efektif 24 jam

sehingga memenuhi baku mutu PERMENLH nomor 5 tahun 2014.

Kata kunci: Biodegradasi hidrokarbon, lumpur aktif (activated sludge),

Sequencing Batch Reactor, waktu tinggal

Page 7: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

vi

ABSTRACT

EKA NOVIA MAHESTI, Biodegradation of Hydrocarbons in the Treatment of

Contaminated Wastewater Lubricant Oil by Sequencing Batch Reactor (SBR).

Skripsi. Study Program of Biology. Faculty of Science and Technology. State

Islamic University Syarif Hidayatullah, Jakarta. Supervised by Dr. Ing. M.

ABDUL KHOLIQ, M.Sc and ETYN YUNITA, M.Si. 2018

Polluted wastewater treatment lubricating oil is one of them can be done by

activated sludge method that utilizes microorganisms. Retention time becomes an

operational variable and is often a failure factor in wastewater treatment using

activated sludge. This research aims to accelerate the process of contaminated

wastewater treatment with lubricant oil. In this research using variation of

retention time of 8 hours, 16 hours and 24 hours in the first experiment along 8

hours and 24 hours in the second experiment. Test parameters performed to

determine the results of the Chemical Oxygen Demand (COD), oil and greece and

pH in the first experiment along COD and Mixed-Liquor Suspended Solids

(MLSS) in the second experiment. The results get that in the first experiment the

decrease of the level of COD, oil and greece, and pH occured at the retention time

of 16 hours shows better result compared to other retention time. The second

experiment resulted in a decrease in the level of COD and MLSS is the best

occuring at 24 hours concecutive time is 85 mg/l dan 3,942 mg/l. This study

shows that the SBR method in activated sludge is able to accelerate the process of

contaminated wastewater treatment lubricating oil where trehe is hydrocarbon

biodegradation which can be seen from the decrease in COD amount 77 % with a

effective retention time of 24 hours until fill quality standard of PERMENLH

number 5 year 2014.

Keywords : Biodegradation of hydrocarbons, Activated sludge, Sequencing Batch

Reactor, retention time

Page 8: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat

Allah Subhanahu Wa Ta’ala, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat

menyelesaikan Skripsi ini sebagai suatu upaya dalam menjalankan kewajiaban

dalam perkuliahan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda

umat seluruh alam yang telah membawa peradaban manusia dari zaman jahiliyah

menuju zaman syarat akan ilmu dan pengetahuan. Dialah Nabi besar Muhammad

SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, serta para pengikutnya yang InsyaAllah

selalu siap wasiat yang diberikan.

Salah satu tujuan dilaksanakan penelitian ini ialah bertujuan untuk

mempercepat proses pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas dengan

SBR. Hal demikian merupakan salah satu upaya untuk melakukan pengolahan air

limbah tercemar minyak dengan menggunakan variasi waktu tinggal yang dapat

bermanfaat untuk mengurangi tingkat pencemaran air di lingkungan. Tetapi

betapapun itu, besar harapan dari dilakukannya penelitian ini dapat memberikan

sumbangsih yang dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas kemudian

menimbulkan motivasi untuk senantiasa menjaga lingkungan sekitar sehingga

terhindar dari pencemaran lingkungan.

Penyelesaian penelitian bukanlah tidak mengalami hambatan, mulai dari

pencarian sumber referensi, proses pengerjaan hingga penyusunan skripsi, penulis

telah banyak mendapatkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak baik itu dalam

hal materi, nasihat maupun motivasi yang luar biasa, oleh karena itu dalam

Page 9: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

viii

kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang luar biasa kepada semua

pihak, khususnya kepada :

1. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, serta penguji I seminar proposal dan seminar hasil yang

telah memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya.

2. Dr. Dasumiati, M.Si selaku Ketua Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan

Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Ing. Abdul Kholiq, M.Sc selaku Pembimbing I yang telah membimbing

penulis selama proses pelaksanaan dilapangan dan dalam penyusunan skripsi.

4. Etyn Yunita, M.Si selaku Pembimbing II yang telah membimbing penulis

dalam penulisan skripsi.

5. Nanda Sari Dewi, M.Si selaku penguji II seminar proposal dan seminar hasil

yang telah memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya.

6. Keluarga yang telah mencurahkan materi, doa, semangat dan kasih sayang

yang tidak terukur dalamnya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan penuh semangat.

7. Mutiara Az Zahra atas segala waktunya untuk berdiskusi dan atas bantuannya

dalam menyusun skripsi.

8. Keluarga besar biologi 2014 sebagai teman seperjuangan dan saling

memberikan semangat serta masukkan yang sangat luar biasa bermanfaat bagi

penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Page 10: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

ix

9. Seluruh pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih banyak.

Semoga apa yang telah kalian berikan dapat bermanfaat dan dibalas oleh

Allah Subhanahu Wa ta’ala, aamiin.

Wassalamua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Tangerang Selatan, 16 Agustus 2018

Penulis

Page 11: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK ..................................................................................................... v

ABSTRACT ................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 2

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 4

2.1 Karakteristik Air Limbah Tercemar Minyak Pelumas ........... 4

2.2 Karakteristik Tanah Tercemar Minyak .................................. 5

2.3 Sequencing Batch Reactor (SBR) ......................................... 6

2.4 Waktu Tinggal ........................................................................ 9

2.5 Hidrokarbon ........................................................................... 11

2.6 Biodegradasi Hidrokarbon ..................................................... 12

2.7 Chemical Oxygen Demand (COD) ......................................... 14

2.8 Derajat Keasaman (pH) .......................................................... 14

2.9 Mixed-Liquor Suspended Solids (MLSS) ............................... 16

2.10 Kerangka Berpikir ................................................................. 17

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 18

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................. 18

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ...................................................... 18

3.3 Rancangan Penelitian ............................................................. 21

3.4 Metode Kerja ........................................................................... 21

3.4.1 Pengambilan sampel air limbah tercemar minyak ........ 21

Page 12: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

xi

3.4.2 Pengambilan starter bakteri dari tanah tercemar

minyak .......................................................................... 21

3.4.3 Persiapan reaktor ........................................................... 22

3.4.4 Seeding / aklimatisasi .................................................... 22

3.4.5 Pengoperasian ............................................................... 22

3.4.6 Sampling ....................................................................... 23

3.4.7 Chemical Oxygen Demand (COD) ............................... 24

3.4.8 Analisis minyak dan lemak (hidrokarbon) .................... 25

3.4.9 Pengukuran pH ............................................................. 26

3.4.10 Mixed-Liquor Suspended Solids (MLSS).................... 26

3.4.11 Analisis data ............................................................... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 27

4.1 Hasil Percobaan Pertama ........................................................ 27

4.1.1 Chemical Oxygen Demand (COD) .............................. 27

4.1.2 Minyak dan lemak (hidrokarbon) ................................. 29

4.1.3 Nilai pH ........................................................................ 30

4.2 Hasil Percobaan Kedua .......................................................... 32

4.2.1 Chemical Oxygen Demand (COD) .............................. 33

4.2.2 Mixed-Liquor Suspended Solids (MLSS) ..................... 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 38

5.1 Kesimpulan.............................................................................. 38

5.2 Saran ........................................................................................ 38

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 39

LAMPIRAN

Page 13: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Alur kerja SBR .......................................................................... 8

Gambar 2. Rancang bangun tangki SBR ..................................................... 9

Gambar 3. Ilustrasi pengoperasian atau running ......................................... 23

Gambar 4. Kadar COD air limbah tercemar minyak pelumas pada

percobaan pertama..................................................................... .27

Gambar 5. Kadar minyak dan lemak pada air limbah tercemar minyak

pelumas ...................................................................................... 29

Gambar 6. Nilai pH air limbah tercemar minyak pelumas .......................... 31

Gambar 7. Kadar COD air limbah tercemar minyak pelumas pada

percobaan kedua ........................................................................ 33

Gambar 8. Nilai MLSS lumpur aktif ........................................................... 35

Page 14: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Baku mutu air limbah bagi usaha atau kegiatan industri

perbengkelan ................................................................................... 17

Page 15: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air limbah merupakan air sisa dari hasil proses produksi suatu kegiatan

usaha yang keberadaannya dapat memberikan dampak negatif bagi lingkungan

(Siregar,2005). Salah satu kegiatan usaha yang menghasilkan air limbah adalah

usaha bengkel kendaraan. Usaha ini menghasilkan air limbah yang tercemar

minyak, khususnya minyak pelumas. Menurut Akrom (2009), minyak pelumas

adalah campuran kompleks hidrokarbon dan senyawa-senyawa organik lain yang

digunakan untuk melumasi bagian-bagian mesin kendaraan. Senyawa hidrokarbon

dalam air dapat menyebabkan degradasi kualitas lingkungan (Udiharto, 2000).

Keberadaan air limbah di lingkungan merupakan salah satu bentuk kerusakan

lingkungan yang merupakan perbuatan manusia, seperti yang dijelaskan dalam

Al-Qur’an surah Ar Rum : 41.

لي ذيقه م الناس أيدي كسبت بما والبحر البر في الفساد ظهر بع

م عمل وا الذي ض رجع ون ي لعله

Artinya : “Telah nampak (nyata) kerusakan di darat dan di laut disebabkan

perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada sebagian dari (akibat)

perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang lurus) (Q.S. Ar Rum : 41).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan air

limbah tercemar minyak pelumas adalah melakukan proses pengolahan air limbah

dengan lumpur aktif (Activated sludge). Lumpur aktif bekerja secara biologis

Page 16: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

2

dengan memanfaatkan mikroorganisme yang berperan dalam biodegradasi

hidrokarbon yang terkandung didalam air limbah. Proses lumpur aktif memiliki

keunggulan karena dapat mengolah air limbah dengan beban organik yang besar,

sehingga tidak memerlukan tempat yang besar. Proses ini cocok digunakan untuk

mengolah air limbah dalam jumlah besar. Pengolahan air limbah yang

menerapkan sistem lumpur aktif diantaranya dengan Sequencing Batch Reactor

(SBR).

Sistem SBR adalah sistem pengolahan lumpur aktif isi atau fill dan tuang

atau draw (Metcalf & Eddy, 1991). Sistem SBR memanfaatkan sistem lumpur

aktif yang bekerja dengan proses biologis menggunakan mikroorganisme untuk

mendegradasi bahan-bahan organik yang terkandung dalam air limbah menjadi

CO2, H2O, NH4 dan sel biomassa baru. Kelebihan dari SBR dibandingkan dengan

sistem konvensional lainnya adalah seluruh rangkaian proses terjadi dalam satu

reaktor tunggal sehingga dapat menghemat area. Hasil penelitian sebelumnya

membuktikan bahwa SBR efektif dalam pengolahan air limbah terproduksi

menghasilkan penyisihan COD sebesar 87% dengan Food-to-microorganism

(F/M) 0,3/hari selama 48 jam (Fadli, 2010). Pada penelitian lainnya, SBR dapat

menurunkan senyawa organik hingga mencapai 50,32% dengan waktu stabilisasi

selama 7 hari (Purwinta & Soewondo, 2010). Sistem SBR pada penelitian Winda

dan Suharto (2015) juga dapat menurunkan senyawa organik air limbah tempe

sebesar 218,4 ppm (persentase penurunan 90%) dengan kecepatan pengadukan

100 rpm dan konsentrasi inokulum 10% (2 gram).

Pengolahan air limbah dengan lumpur aktif dapat menyebabkan terjadinya

biodegradasi hidrokarbon didalam air limbah. Biodegradasi hidrokarbon dapat

Page 17: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

2

diartikan sebagai proses penguraian oleh aktivitas mikroorganisme yang

mengakibatkan terjadinya perubahan struktur suatu senyawa hidrokarbon (Juni &

Wenti, 2010). Proses pengolahan air limbah dengan lumpur aktif seringkali

mengalami kegagalan diantaranya diakibatkan oleh faktor waktu tinggal yang

terlalu singkat.

Waktu tinggal adalah variabel operasional yang merupakan waktu rata-rata

yang diperlukan oleh air limbah pada tangki aerasi untuk melakukan proses

pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif (Said, 2014 ; Ningtyas, 2015).

Menurut Sudaryati et al. (2004) waktu tinggal yang lebih lama dapat

meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme di dalam lumpur aktif untuk

melakukan biodegradasi. Waktu tinggal yang lebih lama juga memerlukan energi

yang lebih besar, pertumbuhan mikroorganisme akan semakin baik apabila energi

yang diterima di dalam tangki aerasi semakin besar

Hasil penelitian Haque (2017) menunjukan bahwa waktu tinggal 10 jam

dapat menurunkan COD sebesar 81% pada pengolahan air limbah rumah sakit

menggunakan SBR. Namun belum ada penelitian mengenai waktu tinggal yang

efektif dalam pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas dengan SBR.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan untuk melakukan pengolahan air

limbah tercemar minyak pelumas dengan waktu tinggal yang efektif.

1.2 Rumusan Masalah

1. Berapa besar biodegradasi hidrokarbon dalam pengolahan air limbah

tercemar minyak pelumas dengan SBR ?

2. Berapa waktu tinggal yang efektif dalam pengolahan air limbah tercemar

minyak pelumas dengan SBR ?

Page 18: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

2

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempercepat proses pengolahan air limbah

tercemar minyak pelumas dengan SBR. Adapun tujuan umum ini dapat dicapai

dengan cara :

1. Mengetahui besar biodegradasi hidrokarbon dalam pengolahan air limbah

tercemar minyak pelumas dengan SBR

2. Mengetahui waktu tinggal yang efektif dalam pengolahan air limbah

tercemar minyak pelumas dengan SBR

1.4 Manfaat

1. Memberikan informasi mengenai seberapa besar biodegradasi hidrokarbon

dalam pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas dengan SBR

2. Memberikan informasi mengenai waktu tinggal yang efektif dalam

pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas sehingga proses

pengolahan dapat berlangsung lebih cepat

Page 19: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik air limbah tercemar minyak pelumas

Air limbah merupakan air sisa dari hasil proses produksi suatu kegiatan

usaha yang keberadaannya dapat memberikan dampak negatif bagi lingkungan

(Siregar, 2005). Karakteristik air limbah digunakan untuk mengetahui lebih dalam

tentang kandungan dan sifat-sifat yang terdapat pada air limbah. Air limbah

memiliki karakteristik yang dapat dikelompokan menjadi tiga bagian diantaranya

karakteristik fisik, kimia, dan biologi.

Ciri-ciri fisik utama air limbah adalah kandungan bahan padat, warna, bau dan

suhunya. Air yang terpolusi selalu mengandung padatan yang dapat dibedakan

atas empat kelompok berdasarkan besar partikelnya dan sifat-sifat lainnya. Empat

kelompok tersebut yaitu padatan terendap (sedimen), padatan tersuspensi dan

koloid, padatan terlarut dan minyak dan lemak. Warna adalah ciri kualitatif yang

dapat dipakai untuk mengkaji kondisi umum air limbah. Air buangan industri

serta bangkai benda organik yang menentukan warna air limbah itu sendiri. Bau

pada air limbah dapat disebabkan adanya pembusukan air limbah yang merupakan

sumber dari bau air limbah. Hal ini disebabkan karena adanya zat organik terurai

secara tidak sempurna dalam air limbah. Ciri fisik lainnya adalah suhu air limbah

biasanya lebih tinggi daripada air bersih, karena adanya tambahan air hangat dari

perkotaan (Tchobanoglous, 2003).

Minyak pelumas adalah campuran kompleks hidrokarbon dan senyawa-

senyawa organik lain yang digunakan untuk melumasi bagian-bagian mesin

Page 20: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

5

kendaraan (Akrom, 2009). Kandungan minyak pelumas dapat ditentukan melalui

contoh air limbah. Minyak pelumas tergolong bahan organik yang tetap dan tidak

mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Terbentuknya emulsi air dalam minyak

pelumas akan membuat lapisan yang menutupi permukaan air dan dapat

merugikan, karena penetrasi sinar matahari ke dalam air berkurang serta lapisan

minyak menghambat pengambilan oksigen dari udara menurun (Nugroho, 2006).

Minyak pelumas dapat sampai ke saluran air limbah, sebagian besar

minyak pelumas ini mengapung di dalam air limbah. Akan tetapi ada juga yang

mengendap dan terbawa oleh lumpur. Minyak pelumas mengandung senyawa

volatil yang mudah menguap dan mengandung sisa minyak yang tidak menguap.

Karena minyak pelumas tidak larut dalam air, maka sisa minyak pelumas akan

mengapung di dalam air limbah. Kuantitas hidrokarbon yang nanti terdegradasi

sangat tergantung pada kondisi lingkungan, struktur senyawa di dalam air limbah,

serta jenis dan ketersediaan minyak pelumas (Olajire & Essien, 2014).

Umumnya minyak pelumas mengandung 90% minyak dasar (base oil) dan

10% zat tambahan (Surtikanti & Surakusumah, 2004). Hidrokarbon pada minyak

pelumas mengandung hidrokarbon alifatik, hidrokarbon alisiklik dan hidrokarbon

aromatik. Keberadaan senyawa ini dalam air dapat menyebabkan degradasi

kualitas lingkungan (Udiharto, 2000).

2.2 Karakteristik tanah tercemar minyak pelumas

Pencemaran tanah yang mengandung hidrokarbon dapat disebabkan oleh

tumpahan solar, oli serta bahan bakar minyak lainnya pada saat proses produksi

ataupun transportasi (Van gestel et al., 2003). Solar, oli serta bahan bakar minyak

lainnya mengandung senyawa hidrokarbon yang sulit diuraikan dan bersifat toksik

Page 21: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

6

akan mengganggu pertumbuhan tanaman dan organisme lainnya yang hidup di

dalamnya.

Distribusi mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk

mendegradasi senyawa hidrokarbon berhubungan dengan lama waktu paparan

tanah terhadap minyak. Tanah yang telah tercemar minyak memiliki persentase

mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon yang lebih tinggi dibandingkan

dengan tanah yang belum tercemar minyak. Tanah yang belum tercemar minyak

terdapat keberadaan mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon kurang dari 0,1%

dan pada tanah yang telah tercemar hidrokarbon terdapat 100% mikroorganisme

yang berpotensi dalam mendegradasi hirokarbon (Zhu et al., 2001).

Mikroorganisme yang terdapat dalam tanah tercemar minyak telah mampu

beradaptasi pada lingkungan dengan kandungan hidrokarbon yang tinggi.

Kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa hidrokarbon menjadi

sumber karbon yang diperlukan oleh mikroorganisme merupakan suatu proses

adaptasi dan dipengaruhi oleh kondisi tanah (Nkweng, 2008).

2.3 Sequencing Batch Reactor (SBR)

Pengolahan air limbah adalah proses yang dilakukan untuk menghilangkan

atau mengurangi senyawa polutan di dalam air limbah. Pengolahan air limbah

dapat dilakukan secara fisika, kimia dan biologi (Siregar, 2005). Pengolahan air

limbah secara fisika dapat dilakukan dengan cara filtrasi, screening ataupun press

filtration. Pengolahan air limbah juga dapat dilakukan secara kimia dengan cara

mengoksidasi senyawa-senyawa kimia, fosfor, logam berat, zat organik beracun

melalui penambahan bahan-bahan kimia. Salah satu cara yang dapat dilakukan

untuk mengolah air limbah yang ramah lingkungan adalah melalui proses

Page 22: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

7

biologis. Proses pengolahan air limbah secara biologis, pada hakikatnya adalah

memanfaatkan mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk menguraikan

senyawa-senyawa polutan tertentu di dalam suatu reaktor biologis yang

kondisinya dibuat agar sesuai dengan pertumbuhan mikroorganisme (Said, 2002).

Salah satu pengolahan air limbah secara biologis adalah dengan sistem lumpur

aktif. Menurut Ningtyas (2015), sistem lumpur aktif secara prinsip merupakan

proses aerobik dimana senyawa organik dioksidasi menjadi CO2, H2O, NH4 dan

sel biomassa baru. Suplai oksigen biasanya dengan menghembuskan udara secara

mekanik. Proses lumpur aktif dimanfaatkan dalam sistem SBR.

Sistem SBR adalah sistem pengolahan lumpur aktif isi atau fill dan tuang

atau draw (Metcalf & Eddy, 1991). Sistem SBR memanfaatkan sistem lumpur

aktif yang bekerja dengan proses biologis menggunakan mikroorganisme untuk

mendegradasi bahan-bahan organik yang terkandung dalam air limbah menjadi

CO2, H2O, NH4 dan sel biomassa baru. Proses lumpur aktif SBR mirip dengan

proses dalam sistem konvensional dimana air buangan diaduk dengan flokulan

biomassa pada proses pengolahan. Jumlah mikroorganisme (biomassa) diukur dari

padatan tersuspensi atau MLSS karena laju pertumbuhan sama dengan laju

perombakan mikroorganisme (Badjoeri & Suryono, 2002).

Menurut Syafila et al. (2000), siklus proses yang terjadi dalam SBR terdiri

dari beberapa tahap yaitu pengisian atau fill, reaksi atau react, pengendapan atau

settle, pengeluaran atau decant dan idle. Pengisian atau fill merupakan tahap

mengisi reaktor dengan air limbah yang akan diolah (air buangan). Pada pengisian

ini volume meningkat dari 25% (pada akhir idle) menjadi 100%. Waktu yang

dibutuhkan sekitar 25% dari cycle time. Reaksi atau react adalah proses

Page 23: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

8

pengolahan secara batch. Pada kedua fase awal ini, proses pengolahan sudah

dimulai dimana pada kedua fase ini telah terjadi aktivitas biomassa dan dilakukan

pengadukan atau mixing. Pengendapan atau settle yaitu tahap mengendapkan

lumpur biomassa dari cairan yang diolah, pengendapan ini bertujuan untuk

memisahkan mikroorganisme yang akan digunakan untuk pengolahan berikutnya.

Pengeluaran atau decant yaitu tahap mengeluarkan air limbah yang telah diolah

(supernatan air buangan yang telah diolah). Waktu yang dibutuhkan sekitar 5-30%

dari cycle time. Waktu untuk pengendapan dan pengeluaran berlangsung kurang

dari 3 jam. Serta Idle adalah tahapan diam menunggu pengisian kembali. Biasa

digunakan untuk multi SBR, sedangkan untuk 1 reaktor, proses ini sering

dihilangkan. Meskipun demikian, idle kadang diperlukan untuk menstabilkan

lumpur biomassa sebagaimana yang terjadi dalam proses kontak stabilisasi

(Gambar 1). Alur kerja SBR dapat digambarkan melalui gambar berikut :

Gambar 1. Alur kerja SBR (Syafila et al. ,2000)

Mode operasi SBR adalah kontinu, maka equalisasi aliran, pengolahan dan

pengendapan dapat dicapai dalam satu reaktor sehingga mengeliminasi kebutuhan

clarifier. Sistem SBR mempunyai keuntungan dalam segi fleksibilitas dalam

pengoperasian, dimana siklus operasi dapat diatur untuk menghasilkan kualitas

Fill

React

SettleDraw

Idle

Page 24: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

9

efluen yang dikehendaki. Meskipun SBR secara sempurna digunakan untuk debit

air buangan kecil (<10 Million galon/ day), tetapi dalam aplikasi lebih lanjut pada

debit besar juga menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Selain itu, dua atau

lebih tangki SBR dapat dioperasikan secara paralel (Gambar 2).

Gambar 2. Rancang bangun tangki SBR (Syafila et al., 2000)

Hasil penelitian sebelumnya membuktikan bahwa SBR efektif dalam

pengolahan air limbah terproduksi menghasilkan penyisihan COD sebesar 87%

dengan Food-to-microorganism (F/M) 0,3/hari selama 48 jam (Fadli, 2010).

Adapun yang membedakan bahwa SBR merupakan reaktor siklik yang

dirancangkan berdasarkan beberapa tahapan proses yang berlangsung dalam satu

reaktor (Irvine & Davis, 2000). Pada penelitian lainnya, SBR dapat menurunkan

senyawa organik hingga mencapai 50,32% dengan waktu stabilisasi selama 7 hari

(Purwinta & Soewondo, 2010). SBR digunakan juga dalam pengolahan air limbah

lainnya seperti air limbah tempe, menurut penelitian Winda dan Suharto (2015)

Keterangan: satuan dalam cm

Page 25: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

10

didapatkan bahwa SBR dapat menurunkan senyawa organik sebesar 218,4 ppm

(persentase penurunan 90%) dengan kecepatan pengadukan 100 rpm dan

konsentrasi inokulum 10% (2 gram).

2.4 Waktu Tinggal

Waktu tinggal adalah salah satu variabel operasional yang digunakan

dalam proses lumpur aktif (Activated sludge). Retention time atau waktu tinggal

yang artinya berapa lama limbah akan menginap di dalam sistem pengolahan.

Lebih lama limbah menginap maka proses pengolahan lebih baik tetapi konstruksi

menjadi besar. Sebaliknya bila terlampau cepat maka praktis hanya lewat saja,

sehingga tidak terjadi proses pengolahan. Waktu tinggal adalah waktu minimal

yang diperlukan oleh campuran fluida untuk memisah secara gravitasi di dalam

suatu tanki, dalam hal ini adalah separator (Said, 2002).

Waktu tinggal dianggap sebagai waktu rata-rata pengolahan pakan dalam

satu volume reaktor tertentu dan diukur pada kondisi tertentu. Waktu tinggal tidak

hanya berkaitan dengan waktu tinggal hidrolik tapi juga berkaitan dengan waktu

tinggal mikroorganisme. Proses lumpur aktif, nilainya berbanding terbalik dengan

laju pengenceran (Dilution rate, D) (Said, 2002). Penelitian (Haque, 2017)

didapatkan bahwa waktu tinggal 10 jam dapat menurunkan COD sebesar 81%

pada pengolahan air limbah rumah sakit menggunakan SBR

Proses pengendapan yang tidak baik dapat terjadi akibat gangguan yang

terjadi secara tiba-tiba pada parameter fisik (suhu dan pH), kekurangan makanan

(contoh N, suhu, mikro – nutrien) dan terdapat logam berat di dalam air limbah

yang dapat menyebabkan hancurnya sebagian flok yang sudah terbentuk (Said,

2002). Menurut Sudaryati et al. (2004) waktu tinggal yang lebih lama dapat

Page 26: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

11

meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme di dalam lumpur aktif untuk

melakukan biodegradasi. Waktu tinggal yang lebih lama juga memerlukan energi

yang lebih besar, pertumbuhan mikroorganisme akan semakin baik apabila energi

yang diterima di dalam tangki aerasi semakin besar (Budiyono et al., 2003).

2.5 Hidrokarbon

Hidrokarbon merupakan salah satu kontaminan paling umum yang

membutuhkan pengolahan karena sangat berkaitan dengan kesehatan manusia dan

indikasi adanya pencemaran air (Kirk et al., 2004). Senyawa hidrokarbon berasal

dari sumber minyak bumi, termasuk bahan bakar umum seperti bensin, solar,

minyak tanah, minyak pelumas, dan lemak. Meskipun hidrokarbon adalah zat

organik yang hanya terdiri dari karbon dan hidrogen, namun hidrokarbon

termasuk senyawa dengan jenis-jenis yang berbeda berdasarkan perbedaan jumlah

rantai karbon penyusunnya sehingga mempunyai sifat kimia dan fisika yang

berbeda-beda pula (Baldan et al., 2015).

Adanya kontaminasi senyawa organik maupun senyawa kimia lainnya

yang sulit didegradasi dan bersifat toksik di dalam air menjadi pengganggu

pertumbuhan tanaman dan organisme lain yang hidup di dalamnya. Pencemaran

pada lingkungan akan mengurangi kualitas dan daya dukung lingkungan terhadap

makhluk hidup. Salah satu kontaminan yang relatif sulit didegradasi ialah

senyawa hidrokarbon yang terdapat di dalam air limbah tercemar minyak (Kirk et

al., 2004).

Hidrokarbon merupakan suatu senyawa sederhana yang terdiri atas atom

karbon dan atom hidrogen. Air limbah tercemar minyak yang mengandung

senyawa hidrokarbon dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan diataranya,

Page 27: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

12

menyebabkan hilangnya organisme di dalam air, munculnya berbagai jenis

penyakit serta mencemari air tanah (Baldan et al., 2015).

Minyak di dalam air limbah tercemar minyak yang mengandung senyawa

hidrokarbon bersifat tidak larut dalam air, mengapung dan menutupi permukaan

air. Jika mengandung senyawa volatil maka akan lebih mudah menguap, minyak

sulit terdegradasi oleh mikroorganisme dalam waktu lama. Hal ini terjadi karena

menghalangi difusi oksigen dari udara ke dalam air, menghalangi cahaya matahari

sehingga menggaggu proses fotosintesis dan air tanah yang tercemar air limbah

mengandung minyak bersifat beracun (Ali, 2012).

2.6 Biodegradasi Hidrokarbon

Biodegradasi hidrokarbon dapat diartikan sebagai proses penguraian oleh

aktivitas mikroorganisme yang mengakibatkan terjadinya perubahan struktur

suatu senyawa hidrokarbon (Juni & Wenti, 2010). Proses biodegradasi terjadi

perubahan dari bahan-bahan kimia kompleks menjadi produk-produk

termineralisasi seperti karbon dioksida (CO2) (Olajire & Essien, 2014). Aktivitas

mikroorganisme tersebut dapat mengubah senyawa komplek menjadi senyawa

yang lebih sederhana sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan. Kecepatan

degradasi hidrokarbon bergantung pada jenis dan komponen penyusun yang

terdapat di dalam air limbah (Olajire & Essien, 2014).

Proses biodegradasi senyawa hidrokarbon tidak dapat dilakukan hanya

dengan satu jenis mikroorganisme saja, melainkan dengan bantuan berbagai

mikroorganisme yang membentuk suatu konsorsium (Nugroho, 2006). Solusi

mengatasi permasalahan air limbah tercemar minyak, proses pengolahan air

limbah dengan bantuan mikroorganisme merupakan salah satu cara yang efektif

Page 28: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

13

untuk mendegradasi senyawa hidrokarbon yang terkandung di dalam air limbah

karena tidak menghasilkan hasil samping berupa racun ataupun blooming

(peledakan jumlah mikroorganisme), dapat dilakukan dengan biaya penanganan

yang murah, lebih aman dan tidak merusak lingkungan dibandingkan dengan cara

fisika-kimia (Yani & Eka, 2011). Mikroorganisme ini akan mati seiring dengan

terdegradasinya senyawa hidrokarbon di dalam air (Das & Chandran, 2011).

Konsorsium mikroorganisme merupakan campuran berbagai populasi

mikroorganisme dalam sebuah komunitas yang mempunyai hubungan kooperatif,

komensalisme maupun mutualisme. Mikroorganisme yang saling berasosiasi akan

lebih mudah mendegradasi hidrokarbon dibandingkan apabila dilakukan oleh

masing-masing mikroorganisme. Sehingga tidak ada satupun mikroorganisme

yang mampu mendegradasi seluruh senyawa hidrokarbon. Oleh karena itu,

degradasi sangat ditentukan oleh peran serta dari asosiasi antar mikroorganisme di

dalam suatu konsorsium (Nugroho, 2006).

Hidrokarbon merupakan senyawa hidrofob. Mikroorganisme yang

memiliki kemampuan untuk mendegradasi hidrokarbon memanfaatkan

hidrokarbon sebagai sumber energi dan sumber karbon (Olajire & Essien, 2014).

Kemampuan mikroorganisme dalam memecahkan rantai hidrokarbon diawali

dengan pelarutan hidrokarbon dalam fase cair oleh surfaktan yang dihasilkan oleh

mikroorganisme tersebut (Zam, 2010). Menurut Kasmidjo (1991) pada umumnya

terdapat spesies bakteri dari genus Bacillus, Enterobacter, Pseudomonas, Zooglea

dan Nitrobacter pada tanah tercemar minyak pelumas. Mikroorganisme ini

memenuhi akan sumber karbon dan energinya dengan cara menguraikan senyawa

hidrokarbon di dalam tanah tercemar minyak pelumas.

Page 29: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

14

Terdapat tiga cara transport hidrokarbon ke dalam sel bakteri secara

umum, yakni interaksi sel dengan hidrokarbon terlarut dalam fase air, kontak

langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar

melalui proses difusi dan transport, dan interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon

yang teremulsi oleh sel mikroorganisme (Juni & Wenti, 2010).

2.7 Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand menjadi salah satu parameter kualitas air.

Kualitas air dapat dikatakan baik apabila memenuhi standar baku mutu air limbah.

Keberadaan senyawa organik didalam air limbah dapat diketahui dengan cara

melakukan pengukuran COD. Senyawa organik didalamnya termasuk

hidrokarbon. Apabila kadar COD tinggi maka didalam air limbah terdapat

kandungan hidrokarbon yang juga tinggi (Wardhana, 2001).

Menurut Bettelheim (2005), senyawa organik adalah golongan besar

senyawa kimia yang molekulnya mengandung karbon, kecuali karbida, karbonat

dan oksida karbon. Beberapa golongan senyawa organik adalah senyawa alifatik

(rantai karbon yang dapat diubah gugus fungsinya), hidrokarbon aromatik

(senyawa yang mengandung sedikitnya satu cincin benzena), senyawa

heterosiklik (mencakup atom-atom non karbon dalam struktur cincinnya) dan

polimer (molekul panjang gugus berulang). Hidrokarbon termasuk kedalam

senyawa organik yang dapat dideteksi melalui pengukuran parameter kualitas air.

Chemical Oxygen Demand merupakan jumlah oksigen yang diperlukan

agar bahan buangan yang terdapat di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi

kimia. Hal ini minyak pelumas yang terdapat di dalam air limbah akan terurai

menjadi senyawa yang lebih sederhana. Penguraian tersebut dilakukan dengan

Page 30: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

15

teroksidasi minyak pelumas oleh kalium bikromat (K2Cr2O7) yang digunakan

sebagai sumber oksigen (Oxidizing agent) (Wardhana, 2001).

Bahan COD dapat diuraikan secara biologis melalui dinding sel akan

secara cepat di metabolisme. Bahan COD partikel yang lambat diuraikan secara

biologis akan diadsorb ke dalam organisme dn disimpan. Reaksi cepat ini

menguraikan COD partikulat dan koloidal. Seiring berjalannya waktu, COD

tersimpan akan dihancurkan melalui enzim ekstraseluler, kemudian dipindahkan

melalui dinding sel dan di metabolisme. Sebagian COD di metabolisme

dikonversi menjadi sel baru, sedangkan sisanya hilang dalam proses energi

sebagai panas yang dibutuhkan untuk sintesis sel baru. Oksigen disuplai secara

eksternal digunakan di dalam proses perubahan energi sebanding dengan

hilangnya COD. Pada saat yang sama, terdapat kehilangan biomassa yang disebut

endogenous mass loss, dimana terdapat beberapa mikroorganisme menggunakan

makanan dari yang tersimpan di dalam sel dan dari sel yang mati (Soeparman,

2001).

Pengujian COD pada air limbah memiliki beberapa keunggulan

dibandingkan pengujian BOD yaitu mampu menguji air limbah yang mengandung

racun serta waktu pengujian yang lebih singkat (kurang lebih hanya 3 jam). Air

limbah dengan kadar COD yang tinggi dapat berbahaya apabila masuk ke dalam

lingkungan perairan ataupun tanah (Effendi, 2003).

2.8 Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) adalah salah satu faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan mikroorganisme. Umumnya mikroorganisme yang memiliki

kemampuan untuk mendegradasi hidrokarbon dapat tumbuh dalam kisaran pH

Page 31: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

16

netral. Tingkat keasaman dapat berubah selama pertumbuhan mikroorganisme.

Peningkatan pH dapat terjadi karena adanya proses reduksi nitrat yang

membentuk amoniak atau gas nitrogen. Sedangkan penurunan pH dapat terjadi

karena adanya pembentukan asam-asam organik dari proses fermentasi (Fahrudin,

2010). Pemanfaatan minyak sebagai sumber karbon dan sumber energi oleh

bakteri yang digunakan untuk proses pertumbuhan, seiring dengan produksi asam.

Hal ini akan menyebabkan menurunnya nilai pH (Okerentugba & Ezeronye,

2003).

Kisaran pH optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme adalah 6-8

(Yani & Eka, 2011). Menurut penelitian Wicaksono (2016) menyatakan bahwa

semakin lamanya waktu tinggal dalam pengolahan air limbah maka akan terjadi

peningkatan pH. Tingkat optimal pertumbuhan mikroorganisme dan degradasi

hidrokarbon dapat berlangsung dapat kondisi lingkungan yang cukup nutrisi,

oksigen yang cukup dan pH yang sesuai. Penurunan nilai pH dapat disebabkan

karena adanya aktivitas mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon yang

menghasilkan asam-asam organik dan hasil samping lainnya (Nugroho, 2006).

Pengaruh pH terhadap pertumbuhan mikroorganisme ini berkaitan dengan

aktivitas enzim. Enzim tersebut diperlukan oleh bakteri untuk mengkatalisis

reaksi-reaksi yang berhubungan dengan pertumbuhan mikroorganisme. Apabila

pH dalam suatu medium atau lingkungan tidak optimal maka akan mengganggu

kinerja enzim-enzim tersebut sehingga akan mengganggu pertumbuhan

mikroorganisme (Suriani, 2013).

Hasil penelitian (Suriani, 2013) menyatakan bahwa pH sangat

berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme dan dapat tumbuh secara

Page 32: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

17

optimal pada pH 6-8. Perubahan kondisi lingkungan akan memengaruhi

pertumbuhan mikroorganisme awal, sehingga mikroorganisme tidak mampu

beradaptasi dalam kondisi lingkungan tersebut dan akan mengalami kematian

karena kondisi lingkungan tidak mendukung bagi metabolisme mikroorganisme

tersebut.

2.9 Mixed-Liquor Suspended Solids (MLSS)

Mixed-Liquor Suspended Solids merupakan campuran antara air limbah

dengan biomassa mikroorganisme serta padatan tersuspensi lainnya. MLSS adalah

jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral,

termasuk di dalamnya mikroorganisme (Said, 2002). Nilai MLSS digunakan

untuk mengukur kecukupan mikroorganisme dalam pengolahan air limbah secara

biologis. Pengukuran ini menjadi faktor penting untuk mengetahui kecukupan

mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon di dalam air limbah tercemar minyak.

Jumlah MLSS di dalam reaktor umumnya mencapai 3000 mg/l. Namun dapat pula

berada pada kisaran 100 – 2000 mg/l (Lee et al., 2001).

Page 33: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

18

Nilai pH, COD dan minyak telah di atur melalui Peraturan Menteri Negara

Lingkungan Hidup (PERMENLH) nomor 5 tahun 2014 mengenai baku mutu air

limbah bagi usaha atau kegiatan industri perbengkelan yang di tampilkan dalam

tabel 1 :

Tabel 1. Baku mutu air limbah bagi usaha atau kegiatan industri

perbengkelan

No. Parameter Kadar Maksimum

1. pH 6 – 9

2. COD 100 mg/L

3. Minyak atau lemak 10 mg / L

(Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5

Tahun 2014)

Page 34: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

19

2.10 Kerangka Berpikir

Air Limbah

Air Limbah Organik

Air Limbah Domestik

Air Limbah Tercemar Minyak

Pengolahan Air Limbah secara

Biologis

Suspended Culture

Lumpur Aktif

Sequencing Batch Reactor (SBR)

Waktu Tinggal

Biodegradasi Hidrokarbon

Attached Culture Lagoon/ kolam

Page 35: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

19

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2018 hingga Februari 2018 di

Pusat Teknologi Lingkungan (PTL), Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi

(BPPT), Serpong.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak pelumas, tanah

tercemar minyak pelumas, air, sabun cair, n-heksan, larutan pereaksi destruksi,

HCl, pelarut organik, Na2SO4 anhidrat dan akuades. Alat yang digunakan adalah 1

buah tangki Sequencing Batch Reactor (SBR), 1 buah pompa pump, 5 buah selang

dengan panjang 50 cm, 4 buah batu aerator berdiameter 5 cm, 1 buah wadah

berukuran 10 L, 20 L dan 30 L, saringan, kain lap, pipa pengaduk, gayung,

spektrofotometer tipe JAS.CO V-530, cuvet, heating block, labu ukur 100 ml,

neraca analitik, pengaduk vortek, pipet ukur 2 ml, 5 ml dan 10 ml serta tabung

reaksi borosilikat 12 ml dengan tutup model TFE-lined screw, corong pisah 2000

ml, labu destilasi 125 ml, corong gelas, kertas saring diameter 11 cm, alat

sentrifugasi, pompa vakum, penangas air, wadah buangan pelarut, desikator dan

botol gelas mulut lebar.

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Penelitian dilakukan

dalam 2 kali percobaan yaitu percobaan pertama dan percobaan kedua. Pada

Page 36: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

21

percobaan pertama dilakukan perlakuan waktu tinggal 24 jam, 16 jam dan 8 jam

Parameter yang diamati adalah COD, minyak dan lemak serta pH. Percobaan

kedua dilakukan perlakuan waktu tinggal terendah (8 jam) dan tertinggi (24 jam)

dengan pengukuran COD dan MLSS. Masing-masing perlakuan dilakukan dengan

3 kali pengulangan.

3.4 Metode Kerja

Metode pengolahan air limbah yang di gunakan adalah lumpur aktif

(Activated sludge) dengan menggunakan reaktor SBR yang dilakukan dalam

beberapa tahap yakni sebagai berikut :

3.4.1 Persiapan Sampel Air Limbah Tercemar Minyak

Air limbah tercemar minyak adalah air limbah buatan yang merupakan

campuran air dan minyak pelumas. Air limbah yang dibuat sebanyak 20 L. Air

sebanyak 20 L dimasukkan ke dalam wadah berukuran 30 L yang telah

dimodifikasi dengan penambahan kran air untuk keluarnya air limbah.

Selanjutnya minyak pelumas ditimbang sebanyak 1 g menggunakan timbangan

analitik. Minyak pelumas kemudian dimasukkan ke dalam air dan diaduk

menggunakan pengaduk.

3.4.2 Pengambilan Starter Mikroorganisme dari Tanah Tercemar Minyak

Tanah tercemar minyak sebagai starter mikroorganisme yang menjadi

sumber lumpur aktif diambil di Terminal Bayangan Roxy Ciputat, Tangerang

Selatan. Lokasi tersebut berada di Jalan Dewi Sartika Kav. 3, Ciputat, Tangerang

Selatan yang telah berdiri selama 20 tahun. Tanah tercemar minyak yang diambil

dengan kriteria berminyak, berwarna lebih gelap dan berbau minyak yang

Page 37: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

22

menyengat. Tanah yang sesuai kriteria diambil menggunakan sekop sebanyak 1

ember berukuran 10 L.

3.4.3 Persiapan Reaktor

Reaktor yang digunakan adalah Sequencing Batch Reactor (SBR). Tangki

SBR memiliki kapasitas 20 L. Selanjutnya disiapkan alat lain yang dibutuhkan

seperti selang aerator, batu aerator dan pompa pump. Selang aerator dihubungkan

dengan batu aerator sebanyak 4 buah berdiameter 5 cm, pompa pump dan

stopkontak.

3.4.4 Seeding atau Aklimatisasi

Proses seeding atau aklimatisasi pada tanah tercemar minyak pelumas

(calon lumpur aktif) merupakan suatu proses yang bertujuan untuk memberikan

waktu untuk mikroorganisme beradaptasi terhadap suatu limbah atau lingkungan

baru. Proses ini dilakukan dengan cara memasukkan air dan tanah tercemar

minyak pelumas ke dalam sebuah wadah dengan perbandingan 1:1 yaitu sebanyak

10 L air dan 10 L tanah tercemar minyak pelumas. Kemudian dilakukan

penambahan nutrisi berupa gula, NPK dan urea. Penambahan minyak pelumas,

gula, NPK dan urea selanjutnya ditambahkan melalui perhitungan stoikiometri

dengan perbandingan C:N:P 100:5:1 (Zam, 2010) yaitu 29 g minyak pelumas, 1,9

g gula, 1,4 g NPK dan 1,9 g urea lalu dilakukan aerasi. Lalu campuran air dan

tanah tercemar minyak yang telah diberikan nutrisi, ditambahkan sedikit demi

sedikit minyak sebagai proses adaptasi mikroorganisme terhadap lingkungan

tercemar minyak. Pada percobaan pertama proses seeding berlangsung selama 14

hari. Kemudian dilakukan penambahan waktu 7 hari setelah percobaan pertama.

Page 38: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

23

Penambahan waktu seeding setelah percobaan pertama dilakukan dengan

mengendapkan lumpur aktif didalam reaktor SBR hingga tidak terdapat air limbah

buatan. Selanjutnya ditambahkan nutrisi berupa gula, NPK dan urea dengan

perbandingan yang sama seperti proses seeding sebelumnya dan di aerasi selama

7 hari. Hasil seeding tersebut kemudian digunakan untuk percobaan kedua.

3.4.5 Pengoperasian atau running

Setelah proses seeding dilakukan, selanjutnya dilakukan pengoperasian

dengan menggunakan reaktor SBR yang dilakukan variasi terhadap waktu tinggal.

Kemudian dimasukkan hasil seeding dan air limbah buatan dengan perbandingan

1:2 ke dalam reaktor yaitu sebanyak 5 L hasil seeding dan 10 L air limbah buatan.

Selanjutnya dilakukan aerasi selama 24 jam untuk waktu tinggal 24 jam. Setelah

proses aerasi selesai dilakukan, batu aerator dikeluarkan dari SBR lalu lumpur

aktif diendapkan selama 15 menit. Air hasil pengolahan kemudian dikeluarkan

dari SBR dan dilakukan pengukuran COD, minyak dan lemak serta pH akhir.

Lumpur aktif yang mengendap digunakan kembali untuk pengoperasian

berikutnya pada waktu tinggal 16 jam dan 8 jam dalam reaktor yang sama. Proses

pengoperasian ditunjukan dalam gambar berikut (Gambar 3).

Page 39: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

24

Gambar 3. Ilustrasi pengoperasian atau running menggunakan SBR

3.4.6 Sampling

Proses sampling dilakukan pada air limbah buatan sebelum pengoperasian

dan air hasil pengolahan setelah pengoperasian. Sampling juga dilakukan pada ½

jam, 1 jam, 2 jam, 4 jam dan 8 jam ketika pengoperasian untuk mengetahui

kisaran pH bagi pertumbuhan mikroorganisme didalam lumpur aktif.

3.4.7 Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) Air Limbah

Pengukuran COD dilakukan pada percobaan pertama dan percobaan

kedua. Pengukuran COD dilakukan dengan cara membuat sampel yang disimpan

dalam botol gelas bersih dan resisten, dengan volume minimum 50 ml. sampel

diukur 1 ml secara duplo, dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian

ditambahkan 2 ml pereaksi destruksi dan diaduk dengan pengaduk vortex. Sampel

selanjutnya dimasukkan ke dalam heating block dan destruksi larutan selama 2

Analisis COD,

MLSS, pH, minyak

dan lemak

Page 40: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

25

jam. Heating block dimatikan dan dipindahkan tabung reaksi ke dalam rak tabung.

Sampel didinginkan perlahan-lahan hingga tercapai suhu ruang. Lalu suspensi

dibiarkan mengendap dan dipastikan bagian yang diukur benar-benar jernih.

Sampel dimasukkan ke dalam cuvet pada alat spektrofotometer. Hasil absorbansi

diukur pada panjang gelombang 420 nm.

Perhitungan kadar COD dalam sampel dengan memasukkan nilai hasil

pembacaan absorbansi ke dalam kurva kalibrasi atau menggunakan persamaan

garis regresi linier (y= A + Bx) sesuai dengan SNI 6989.2-2009.

Kadar COD (mgO2/L) = 𝑪 𝒙 𝒇

Keterangan :

C = kadar COD sampel (mg/L)

f = faktor pengenceran

3.4.8 Analisis Minyak dan Lemak Air Limbah

Pengukuran konsentrasi minyak dan lemak hanya dilakukan pada

percobaan pertama. Hal ini dikarenakan hasil pengukuran COD proporsional

terhadap konsentrasi minyak dan lemak sehingga pengukuran tidak dilakukan

pada percobaan kedua. Untuk mengetahui kadar minyak dan lemak sebelum dan

sesudah pengolahan dilakukan dengan metode gravimetri. Analisis ini dilakukan

dengan cara sampel dipindahkan ke dalam corong pisah. Volume sampel

ditentukan seluruhnya (botol sampel ditandai pada meniskus air atau ditimbang

berat sampel). Botol sampel dibilas dengan 30 ml pelarut organik dan

ditambahkan pelarut pencuci ke dalam corong pisah. Selanjutnya dikocok dengan

kuat selama 2 menit dan dibiarkan lapisan memisah lalu dikeluarkan lapisan air.

Lapisan pelarut dikeluarkan melalui corong yang telah dipasang kertas

saring dan 10 g Na2SO4 anhidrat yang keduanya telah dicuci dengan pelarut ke

Page 41: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

26

dalam labu bersih yang telah ditimbang. Jika tidak dapat diperoleh lapisan pelarut

yang jernih (tembus pandang), dan terdapat emulsi lebih dari 5 ml maka dilakukan

sentrifugasi selama 5 menit pada putaran 2400 rpm. Bahan yang disentrifugasi

lalu dipindahkan ke dalam corong pisah dan dikeringkan lapisan pelarut melalui

corong dengan kertas saring dari 10 g Na2SO4 yang keduanya telah dicuci

sebelumnya ke dalam labu bersih yang telah ditimbang. Selanjutnya lapisan air

dan emulsi sisa digabungkan ke dalam corong pisah. Dilakukan ekstraksi 2 kali

lagi dengan pelarut 30 ml tiap kalinya, sebelumnya dicuci dahulu wadah sampel

dengan tiap bagian pelarut.

Ekstrak yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam labu destilasi,

termasuk cucian terakhir dari saringan dan Na2SO4 anhidrat dengan tambahan 10

ml dampai dengan 20 ml pelarut. Pelarut didestilasi dalam penangas air pada suhu

85oC. Saat terlihat kondensasi pelarut berhenti, labu dipindahkan dari penangas

air. Lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit yang dipastikan bahwa

labu kering dan ditimbang sampai diperoleh berat tetap.

Jumlah minyak dan lemak dalam sampel dapat diketahui dengan

menggunakan perhitungan sesuai dengan SNI 6989. 10 – 2004).

Kadar minyak dan lemak (mg/l) = (𝑨−𝑩 )×𝟏𝟎𝟎𝟎

𝒎𝒍 𝒄𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 𝒖𝒋𝒊

Keterangan :

A = berat labu dan ekstrak (mg)

B = berat labu kosong (mg)

3.4.9 Pengukuran pH Air Limbah

Pengukuran pH dilakukan dengan pH meter yang telah dikalibrasi

menggunakan akuades kemudian dimasukan ke dalam sampel yang akan diukur.

Page 42: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

27

Selanjutnya ditunggu hingga angka pada pH meter stabil lalu didapatkan pH

sampel.

3.4.10 Analisis Mixed-Liquor Suspended Solids (MLSS) Lumpur Aktif

Metode yang dilakukan untuk pengukuran MLSS adalah metode filtrasi.

Pengukuran ini dilakukan dengan cara menyaring lumpur yang berasal dari tangki

aerasi sebanyak 200 ml menggunakan kertas saring yang sebelumnya telah

diketahui berat keringnya (berat awal). Selanjutnya kertas saring yang telah berisi

lumpur di oven dengan suhu 105oC selama 30 menit. Kertas saring dimasukan ke

dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang berat keringnya (berat akhir).

Penimbangan dilakukan sebanyak 3 kali.

3.4.11 Analisis Data

Parameter COD, minyak dan lemak, pH serta MLSS dianalisis secara

deskriptif dan dibandingkan dengan baku mutu Peraturan Menteri Lingkungan

Hidup (PERMENLH) Nomor 5 Tahun 2014.

Page 43: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan Pertama

4.1.1 Chemical Oxygen Demand (COD)

Pengukuran COD dilakukan untuk mengetahui keberadaan senyawa

organik di dalam air limbah, termasuk hidrokarbon. Apabila kadar COD tinggi,

maka kandungan hidrokarbon di dalam air limbah juga tinggi (Wardhana, 2001).

Hasil analisis COD pada hasil pengoperasian dapat dilihat dalam gambar 4.

Gambar 4. Kadar COD air limbah tercemar minyak pelumas pada percobaan

pertama

Keterangan : LTP = Limbah tanpa pengolahan

LSP = Limbah setelah pengolahan

Pada waktu tinggal 24 jam penurunan COD lebih rendah dibandingkan

waktu tinggal lainnya yaitu sebesar 23% dari 368 mg/l menjadi 285 mg/l. Hal ini

dapat disebabkan karena pada waktu tinggal 24 jam dilakukan pertama kali dalam

368

285

153

197

0

50

100

150

200

250

300

350

400

LTP LSP 24 Jam LSP 16 Jam LSP 24 Jam

CO

D (

mg/l

)

Waktu Tinggal

Page 44: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

29

proses pengoperasian sehingga diduga konsorsium mikroorganisme hasil seeding

atau aklimatisasi belum siap, baik dari segi jumlah maupun jenisnya untuk

dilakukan proses pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas. Said (2002)

menyatakan bahwa jika limbah menginap lebih lama maka proses pengolahan

lebih baik. Artinya, penurunan COD lebih baik seharusnya pada waktu tinggal

yang lebih lama. Keadaan tersebut menyebabkan biodegradasi hidrokarbon tidak

berlangsung secara sempurna sehingga hasil tersebut belum mencapai baku mutu.

Pada waktu tinggal 16 jam kadar COD mengalami penurunan sebesar 58

% dari 368 mg/l menjadi 153 mg/l karena mikroorganisme telah berkembang biak

dengan baik sehingga mampu mengolah air limbah tercemar minyak pelumas.

Pada waktu tinggal 8 jam, mikroorganisme memerlukan waktu lebih lama dalam

proses pengolahan sehingga dalam waktu tersebut proses pengolahan air limbah

tercemar minyak pelumas belum dapat berlangsung secara sempurna yang terlihat

pada penurunan kadar COD yakni sebesar 46 % dari 368 mg/l menjadi 197 mg/l.

Pada waktu tinggal 8 jam dan 16 jam belum memenuhi standar baku mutu

PERMENLH nomor 5 tahun 2014 yakni >100 mg/l.

Penurunan COD pada masing-masing waktu tinggal membuktikan bahwa

konsorsium mikroorganisme yang terdapat didalam lumpur aktif telah mampu

mendegradasi hidrokarbon yang terkandung didalam air limbah. Menurut Nkweng

(2008), mikroorganisme ini memenuhi akan sumber karbon dan energinya dengan

cara menguraikan senyawa hidrokarbon di dalam air tercemar minyak pelumas.

Page 45: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

30

4.1.2 Minyak dan lemak

Minyak dan lemak menunjukan jumlah hidrokarbon yang terdapat di

dalam air limbah tercemar minyak pelumas. Berdasarkan hasil analisis, maka

didapatkan hasil seperti yang ditunjukan dalam gambar 5.

Gambar 5. Kadar minyak dan lemak pada air limbah tercemar minyak pelumas

Keterangan : LTP = Limbah tanpa pengolahan

LSP = Limbah setelah pengolahan

Berdasarkan analisis minyak dan lemak, terlihat bahwa pada waktu tinggal

awal, 8 jam, 16 jam dan 24 jam memiliki perbedaan pada masing-masing waktu

tinggal (Gambar 5). Pada hasil tersebut terlihat penurunan kadar minyak dan

lemak pada masing-masing perlakuan. Pada waktu tinggal 24 jam persentase

penurunan kadar minyak dan lemak lebih rendah yakni sebesar 54 % dari 5 mg/l

menjadi 2,31 mg/l sedangkan pada waktu tinggal 8 jam terjadi penurunan sebesar

66 % dari 5 mg/l menjadi 1,7 mg/l dan waktu tinggal 16 jam terjadi penurunan

5

2,31

1,331,7

0

1

2

3

4

5

6

LTP LSP 24 Jam LSP 16 Jam LSP 8 Jam

Kad

ar M

inyak

dan

Lem

ak (

mg/l

)

Waktu Tinggal

Page 46: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

31

sebesar 73 % dari 5 mg/l menjadi 1,33 mg/l. Pada proses pengoperasian, waktu

tinggal 24 jam dilakukan pertama kali sehingga diduga konsorsium

mikroorganisme belum siap, baik dari segi jumlah maupun jenismya untuk

melakukan proses pengolahan maka diperlukan proses seeding atau aklimatisasi

yang lebih lama lagi. Pada analisis minyak dan lemak masing-masing waktu

tinggal telah memenuhi baku mutu PERMENLH nomor 5 tahun 2014 yakni <10

mg/l.

Terlihat bahwa hasil analisis kadar minyak dan lemak pada waktu tinggal

8 jam, 16 jam dan 24 jam (Gambar 5) proporsional dengan hasil analisis COD

pada waktu tinggal yang sama (Gambar 4). Kadar COD menjadi salah satu

parameter kualitas air untuk mengetahui kandungan senyawa organik, termasuk

hidrokarbon. Berdasarkan hasil ini, didapatkan bahwa kadar COD

merepresentasikan jumlah hidrokarbon di dalam air limbah sehingga pada

percobaan kedua parameter yang diukur hanya COD.

4.1.3 Nilai pH pada air limbah

Keadaan awal sebelum proses pengolahan nilai pH berada pada kisaran

5,33-5,37 (Gambar 6). Setelah mengalami proses pengolahan dengan variasi

waktu tinggal 8 jam, 16 jam dan 24 jam, pH mengalami kenaikan pada kisaran

6,73-7,24 yang merupakan pH optimum. Pertumbuhan mikroorganisme dalam

proses biodegradasi berada pada kisaran pH optimum 6-8 yang menunjukan

bahwa mikroorganisme beraktivitas pada kisaran pH tersebut (Yani & Eka, 2011).

Page 47: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

32

Gambar 6. Nilai pH pada air limbah tercemar minyak pelumas

Keterangan : LTP = Limbah tanpa pengolahan

LSP = Limbah setelah pengolahan

Hasil analisis pH menunjukan bahwa umumnya dalam periode waktu

awal, ½ jam, 1 jam, 2 jam, 4 jam, 8 jam dan akhir pengoperasian pH mengalami

kenaikan. Hal ini diduga karena mikroorganisme telah beraktivitas dengan baik

pada lingkungan tercemar minyak pelumas. Semakin lama waktu tinggal air

limbah di dalam tangki aerasi, maka akan meningkatkan nilai pH. Hal ini sesuai

dengan penelitian Wicaksono (2016) yang menyatakan bahwa semakin lamanya

waktu tinggal dalam pengolahan air limbah maka akan terjadi peningkatan pH.

Mikroorganisme memanfaatkan minyak sebagai sumber karbon dan sumber

energi yang digunakan untuk proses pertumbuhannya (Okerentugba & Ezeronye,

2003). Proses pertumbuhan mikroorganisme ini akan terganggu apabila pH dalam

suatu medium atau lingkungan tidak optimal. Pada waktu tinggal 8 jam, pH

optimum tercapai pada waktu 1 jam. Waktu tinggal 16 jam dan 24 jam, pH

optimum tercapai pada waktu 2 jam (Gambar 6). Pada waktu tinggal 16 jam

5,335,72

5,986,21

6,45 6,54 6,73

5,35

5,67 5,9 6,38 7,24

5,37

6,436,74 6,75 6,93 7,02 7,04

0

1

2

3

4

5

6

7

8

LTP LSP 1/2 Jam LSP 1 Jam LSP 2 Jam LSP 4 Jam LSP 8 Jam LSP

pH

Waktu Tinggal

24 Jam 16 Jam 8 Jam

Page 48: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

33

pengukuran pH tidak dilakukan pada jam ke 4 dan ke 8, hal ini dikarenakan

keterbatasan waktu pengukuran sehingga pengukuran pH dilakukan pada akhir

pengoperasian.

Nilai pH setelah pengolahan berada pada pH 6,73-7,24 (Gambar 6), pH

tersebut secara efektif dapat mendegradasi hidrokarbon dalam pengolahan air

limbah tercemar minyak pelumas. Hal ini sesuai dengan baku mutu PERMENLH

Nomor 5 Tahun 2014 bahwa standar pH di dalam air limbah adalah 6-9. Hasil

tersebut menghasilkan dugaan sementara yaitu mikroorganisme belum siap untuk

melakukan proses pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas, baik dalam

segi jumlah atau jenisnya sehingga diperlukan waktu seeding atau aklimatisasi

yang lebih lama.

4.2 Hasil Percobaan Kedua

4.2.1 Chemical Oxygen Demand (COD)

Berdasarkan hasil percobaan kedua, Terlihat bahwa terjadi penurunan

kadar COD pada masing-masing waktu tinggal (Gambar 7). Hal ini menunjukan

bahwa semakin lama waktu tinggal air limbah di dalam tangki aerasi maka

reduksi COD akan semakin tinggi. Keadaan ini sesuai dengan penjelasan

sebelumnya yang menjelaskan bahwa lebih lama air limbah berada di dalam

tangki aerasi maka pengolahan akan lebih baik (Said, 2002).

Page 49: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

34

Gambar 7. Kadar COD air limbah tercemar minyak pelumas pada percobaan

Kedua

Keterangan : LTP = Limbah tanpa pengolahan

LSP = Limbah setelah pengolahan

Waktu tinggal 24 jam efektif untuk biodegradasi hidrokarbon dalam

pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas (Gambar 7). Penurunan kadar

COD menurun yakni sebesar 77 % dari 368 mg/l menjadi 85 mg/l.

Mikroorganisme didalam lumpur aktif telah mampu berasosiasi dengan baik

untuk mendegradasi hidrokarbon didalam air limbah. Nugroho (2006)

menjelaskan bahwa mikroorganisme yang saling berasosiasi akan lebih mudah

mendegradasi hidrokarbon dibandingkan apabila dilakukan oleh masing-masing

mikroorganisme. Mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk

mendegradasi hidrokarbon memanfaatkan hidrokarbon sebagai sumber energi dan

sumber karbon untuk proses pertumbuhannya (Okerentugba & Ezeronye, 2003).

Kemampuan mikroorganisme dalam memecahkan rantai hidrokarbon diawali

dengan pelarutan hidrokarbon dalam fase cair oleh surfaktan yang dihasilkan oleh

mikroorganisme tersebut (Zam, 2010). Menurut Kasmidjo (1991) pada umumnya

368

85

260

0

50

100

150

200

250

300

350

400

LTP LSP 24 jam LSP 8 Jam

CO

D (

mg/l

)

Waktu Tinggal

Page 50: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

35

terdapat spesies bakteri dari genus Bacillus, Enterobacter, Pseudomonas, Zooglea

dan Nitrobacter pada tanah tercemar minyak pelumas.

Waktu tinggal 8 jam mengalami penurunan kadar COD yakni sebesar 29

% dari 368 mg/l menjadi 260 mg/l. Hal ini disebabkan karena mikroorganisme

pendegradasi memerlukan waktu lebih lama dalam proses pengolahan air limbah

untuk mengurai hidrokarbon yang terkandung di dalam air limbah. Dalam hasil

ini, waktu tinggal 24 jam efektif untuk menurunkan kadar COD sehingga

memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan PERMENLH Nomor 5 Tahun 2014

yaitu <100 mg/l. Kadar COD yang menurun menunjukan terjadinya proses

reduksi bahan organik yang khususnya minyak pelumas sebagai indikator bahwa

hidrokarbon di dalam air limbah telah terdegradasi secara sempurna pada waktu

tinggal 24 jam.

Penelitian lain yang menggunakan SBR memerlukan waktu tinggal 10 jam

untuk menurunan COD pada air limbah rumah sakit sebesar 81%. Berbeda dengan

pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas memerlukan waktu tinggal 24

jam untuk menurunkan COD sebesar 77%. Hal ini disebabkan oleh perbedaan

kandungan didalam air limbah. Menurut Nugroho (2006) menjelaskan bahwa

minyak pelumas tergolong bahan organik yang tetap dan tidak mudah diuraikan

oleh mikroorganisme. Air limbah tercemar minyak pelumas mengandung

senyawa hidrokarbon. Baldan et al. (2015), meskipun hidrokarbon adalah zat

organik yang hanya terdiri dari karbon dan hidrogen, namun hidrokarbon

termasuk senyawa dengan jenis-jenis yang berbeda berdasarkan perbedaan jumlah

rantai karbon penyusunnya sehingga mempunyai sifat kimia dan fisika yang

berbeda-beda pula sehingga lebih sulit untuk didegradasi.

Page 51: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

36

4.2.2 Mixed-Liquor Suspended Solids (MLSS)

Percobaan kedua dilakukan pengukuran MLSS yang menggambarkan

kecukupan mikroorganisme dalam pengolahan air limbah secara biologis untuk

melakukan biodegradasi hidrokarbon. Nilai MLSS yang didapat menunjukkan

terjadinya peningkatan dari waktu tinggal awal pengoperasian (lumpur aktif tanpa

pengolahan) hingga waktu tinggal 24 jam (Gambar 8). Nilai MLSS tertinggi

terjadi pada waktu tinggal 24 jam. Hal ini diduga karena mikroorganisme telah

mampu memanfaatkan minyak yang terdapat di dalam air limbah untuk diubah

menjadi energi metabolisme nya sehingga mikroorganisme dapat memperbanyak

jumlahnya. Menurut Sudaryati et al., (2004) waktu tinggal yang lebih lama dapat

meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme di dalam lumpur aktif untuk

melakukan biodegradasi. Nilai MLSS yang lebih rendah pada waktu tinggal 8

jam, diduga karena mikroorganisme memerlukan waktu lebih lama untuk

beradaptasi dalam lingkungan tercemar minyak dan memanfaatkan minyak

tersebut sebagai sumber energi untuk proses metabolisme tubuhnya.

Gambar 8. Nilai MLSS lumpur aktif

Keterangan : LATP = Lumpur aktif tanpa pengolahan

LASP = Lumpur aktif setelah pengolahan

2,337

3,942

2,63

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

4,5

LATP LASP 24 Jam LASP 8 Jam

ML

SS

(m

g/l

)

Waktu Tinggal

Page 52: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

37

Berdasarkan Gambar 7 dan Gambar 8, nilai MLSS sebanding dengan

kadar COD. Pada awal sebelum pengoperasian, nilai MLSS sebesar 2,337 mg/l

mampu menurunkan kadar COD hingga 368 mg/l, waktu tinggal 8 jam dengan

nilai MLSS mampu menurunkan kadar COD hingga 260 mg/l dan pada waktu

tinggal 24 jam dengan nilai MLSS 3,942 mg/l mampu menurunkan kadar COD

hingga 85 mg/l. Gambar tersebut menggambarkan bahwa semakin tinggi nilai

MLSS maka penurunan kadar COD akan semakin besar. Penurunan kadar COD

tertinggi terjadi pada waktu tinggal 24 jam yaitu sebesar 77 % dengan nilai MLSS

tertinggi pada waktu tinggal 24 jam.

Menurut Said (2002), MLSS adalah total dari padatan tersuspensi yang

berupa material organik dan mineral, termasuk di dalamnya mikroorganisme.

Pada prinsip SBR, lumpur aktif yang berisi mikroorganisme akan terjadi

regenerasi sehingga siap baik dari segi jumlah maupun jenisnya untuk melakukan

pengoperasian berikutnya. Pengendapan atau settle yaitu tahap mengendapkan

lumpur biomassa dari cairan yang diolah, pengendapan ini bertujuan untuk

memisahkan mikroorganisme yang akan digunakan untuk pengolahan berikutnya

(Syafila et al., 2000). Badjoeri & Suryono (2002) menjelaskan bahwa laju

pertumbuhan akan sebanding dengan laju perombakan mikroorganisme.

Hal ini menunjukan bahwa pada waktu tinggal 24 jam dengan nilai MLSS

yang tinggi akan lebih efektif dalam mendegradasi hidrokarbon pada proses

pengolahan air limbah tercemar minyak. Banyaknya jumlah MLSS akan

meningkatkan reduksi COD di dalam air limbah. Hal ini karena di dalam MLSS

mengandung konsorsium mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk

mendegradasi hidrokarbon dengan memanfaatkan minyak sebagai sumber energi

Page 53: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

38

dan sumber karbon untuk proses pertumbuhannya (Okerentugba & Ezeronye,

2003). Secara umum, semakin lama waktu tinggal air limbah di dalam tangki

aerasi maka proses pengolahan akan semakin baik.

Page 54: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

39

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan metode SBR dalam lumpur aktif mampu

mempercepat proses pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas, dimana

terjadi biodegradasi hidrokarbon yang terlihat dari penurunan CODnya

sebesar 77% dengan waktu tinggal efektif 24 jam sehingga memenuhi baku

mutu PERMENLH nomor 5 tahun 2014.

5.2 Saran

1. Perlu adanya identifiikasi terhadap mikroorganisme yang mampu

mendegradasi hidrokarbon yang berasal dari tanah tercemar minyak

2. Perlu adanya uji lanjutan menggunakan GCMS untuk mengetahui rantai

hidrokarbon yang telah terputus akibat biodegradasi hidrokarbon

Page 55: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

39

DAFTAR PUSTAKA

Akrom, D. 2009. Lub oil, minyak pelumas. Surabaya : Power plant.

Alaerts, G. (1987). Metoda penelitian air. Surabaya : Usaha Nasional.

Ali, M. (2012). Tinjauan proses bioremediasi melalui pengujian tanah tercemar

minyak. Surabaya : UPN Press.

Bdjoeri, M. & Suryono, T. 2002. Pengaruh peningkatan limbah cair organik

karbon terhadap suksesi bakteri pembentuk bioflok dan kinerja lumpur aktif

beraliran kontinu. Jurnal Limnotek, 9 (1), 13-22

Baldan. (2015). Development, assesment, and evaluation of a biopile for

hydrocarbons soil remediation. International Biodeterioration and

Biodegradation, 98, 66-72.

Bettelheim. (2005). Pengantar kimia organik dan hayati. Bandung : ITB

Budiyono, Setiadi D. & Wenten G. (2003). Aktifitas mikroba lumpur aktif

konsentrasi tinggi pada sistem lumpur aktif - membran. Reaktor, 7, 10-15

Charlena, Yani M. & Eka N.W. (2011). Pemanfaatan konsorsium mikroba dari

kotoran sapi dan kuda pada proses biodegradasi Limbah Minyak Berat (

LMB ). Prosiding Seminar Nasional Sains IV. Bogor.

Das, N. & Chandran, P. (2011). Microbial degradation of petroleum hydrocarbon

contaminants : An Overview. India : VIT University.

Effendi, H. (2003). Telaah kualitas air. Yogyakarta : Kanisius

Eweis, E., Chans, & Schoeder. (1998). Bioremediation principle. Boston : Mc.

Graw-hill.

Fadli, A. (2010). Pengolahan air terproduksi menggunakan Sequencing Batch

Reactors (SBR). Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Fahrudin. (2010). Bioteknologi lingkungan. Bandung : Alfabet

Gofar, N. (2012). Aplikasi isolat bakteri hidrokarbonolastik asal rizosfer

mangrove pada tanah tercemar minyak bumi. Jurnal Lahan Suboptimal, 1

(2), 123-129

Hagwell, I., Delfino, L. & Rao, J. 1992. Partitioning of polycyclic aromatic

hydrocarbons from oil into water. Environmental Science Technology, 26,

2104-2110

Haque, E. A. (2017). Pengolahan air limbah rumah sakit dengan sistem lumpur

aktif model SBR skala laboratorium. Undergraduate thesis, Institut

Teknologi Sepuluh Nopember

Page 56: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

40

Irvine, R. L., & Davis, W. B. (1971). Use of sequencing batch reactor for

wastewater treatment, CPC International, Corpus Christi, TX. Presented at

the 26 Annual Industrial Waste Conference, Purdue University, West

Lafayette, IN.

Juni, M., & Wenti, S. (2010). Biodegradasi oil sludge dengan variasi lama waktu

inkubasi dan jenis konsorsium bakteri yang diisolasi dari lumpur Pantai

Kenjeran. Skripsi. Surabaya : Universitas Airlangga.

Kirk, J. L. (2004). Methods of studying soil microbial diversity. Journal of

Microbiological Methods, 58 (2), 169-188.

Lee, J., Young, W. & Lee, C. (2001). Comparison of the filtration characteristics

between attached and suspended growth microorganisms in submerged

membrane bioreactor. Seoul : Seoul National University

Metcalf & Eddy. (1991). Wastewater engineering: treatment, disposal and reuse.

New York : McGraw-Hill.

Nugroho, A. (2006). Biodegradasi sludge minyak bumi dalam skala

mikrokosmos : simulasi sederhana sebagai kajian awal bioremediasi land

treatment. Makara Teknologi, 10(2), 82–89.

Ningtyas, R. (2015). Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif. Bandung

: Institut Teknologi Bandung.

Nkwelang G., Kamga H., Nkeng G. & Antai S.P. 2008. Studies on the diversity,

abundance and succession of hydrocarbon utilizing micro organisms in

tropical soil polluted with oily sludge. African Journal of Biotechnology, 7

(8), 1075 - 1080

Okerentugba, P. & Ezeronye, O. (2003). Petroleum degrading potentials of single

and mixed microbial cultures isolated from rivers and refinery effluent in

Nigeria. African Journal of Biotechnology, 2(9), 288–292.

Olajire, A. & Essien, J. (2014). Aerobic degradation of petroleum components by

microbial consortia. Research Article Petroleum and Environmental

Biotecnology.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014. Baku Mutu

Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Domestik

Prayitno, J., Mulyasari A. & Lisyastuti E. (2012). Pengaruh konsorsium dan dosis

mikroba dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon di tanah tercemar

minyak bojonegoro. Jurnal Teknologi Lingkungan, 11-20.

Purwinta, L. D. & Soewondo, P. (2010). Penyisihan senyawa organik biowaste

fraksi cair menggunakan sequencing batch reactor anaerob. Jurnal Teknik

Lingkungan, 16 (2), 138-149

Sa'adah, N. & Winarti, P. (2001). Pengolahan limbah cair domestik menggunakan

lumpur aktif proses anaerob. Majalah Reaktor, 10-14

Page 57: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

41

Said, N. I. (2002). Bagian 1 - C Teknologi pengolahan limbah cair dengan proses

biologis. Serpong : Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Said, N. I. (2010). Pengolahan air limbah domestik dengan proses lumpur aktif.

Jurnal Teknologi Lingkungan, 3(2), 160–174.

Sayuti , I. & Suratni. (2015). Isolasi dan identifikasi bakteri hidrokarbonoklastik

dari Limbah cair minyak bumi gs cevron pasifik indonesia di Desa benar

kecamatan rimba melintang rokan hilir. Pontianak : Universitas Tanjungpura

Siregar, S. (2005). Instalasi pengolahan air limbah. Yogyakarta : Kanisius.

Soeparman. (2001). Dasar-dasar pengolahan limbah. Jakarta : UI Press

Standar Nasional Indonesia. Air dan air limbah – Bagian 15: Cara uji kebutuhan

oksigen kimiawi (KOK) refluks terbuka dengan refluks terbuka secara

titrimetri. 06-6989.2-2009. Badan Standarisasi Nasional

Standar Nasional Indonesia. Air dan air limbah – Bagian 10: Cara uji minyak

nabati dan minyak mineral secara gravimetri. 06-6989.10-2004. Badan

Standarisasi Nasional

Sudaryati, N., Kasa, I. & Suyasa, I. W. (2004). Pemanfaatan sedimen perairan

tercemar sebagai bahan lumpur aktif dalam pengolahan limbah cair industri

tahu. Ecothropic, 3(1), 21 - 29.

Suriani, S. (2013). Pengaruh suhu dan pH terhadap laju pertumbuhan lima isolat

bakteri anggota genus pseudomonas yang diisolasi dari ekosistem sungai

tercemar deterjen di sekitar Kampus Universitas Brawijaya. J-PAL, 3(2),

58–62.

Surtikanti, H. & Surakusumah, W. 2004. Studi pendahuluan tentang peranan

tanaman dalam proses bioremediasi oli bekas dalam tanah tercemar. Ekologi

dan Biodiversitas Tropika, 2(1), 11-14

Suryanto, D. (2003). Biodegradasi aerobik senyawa hidrokarbon aromatik

monosiklik oleh bakteri. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Syafila, M., Setiadi T., Aditiawati P. & Oktiawan W. (2010). Biodegradasi

glukosa konsentrasi tinggi dalam sequencing batch reactors pada tahap

asidogenesa. Jurnal Purifikasi , 1(5).

Tchobanoglous, et al. 2003. Wastewater engineering (treatment disposal reuse).

Metcalf & Eddy, Inc. (4th ed.). USA : McGraw-Hill Book Company.

Udiharto, M. 2000. Bioremediasi minyak bumi. Prosiding Pelatihan dan

Lokakarya Peranan Bioremediasi dalam Pengolahan Lingkungan. Cibinong

Van Gestel, K., Mergaert J., Swings J., Coosemans J. & Ryckeboer J. (2003).

Bioremediation of diesel oil-contaminated soil by composting with biowaste.

Environmental Pollution, 125(2), 361-368.

Page 58: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

42

Wardhana, W. A. (2001). Dampak pencemaran lingkungan. Yogyakarta : Andi

Yogyakarta.

Wicaksono, P. 2016. Start up dan pengoperasian Sequencing Batch Reactor

(SBR) untuk pengolahan air limbah organik. Malang : Universitas Brawijaya

Winda & Suharto. (2015). Pengolahan air limbah tempe dengan metode

sequencing batch reactor skala laboratorium dan industri kecil tempe.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia. Yogyakarta

Zam, S. I. (2011). Bioremediasi tanah yang tercemar limbah pengilangan minyak

bumi secara in vitro pada konsentrasi pH berbeda ( in vitro bioremediation of

dirtied soil by oil refinery waste in different pH concentration). Jurnal

Agroteknologi.

Zam, S. I. (2010). Optimasi konsentrasi inokulum , rasio C : N : P dan pH pada

proses bioremediasi limbah pengilangan minyak bumi menggunakan kultur

campuran. El-Hayah , 1(2).

Zhu X., Venosa A., Suidan M. & Lee K. (2001). Guidelines for the

bioremediation of marine shorelines and freshwater wetlands. Cincinnati :

U.S. Environmental Protection Agency.

Page 59: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

Lampiran 1. Kecepatan penurunan lumpur aktif terjadi pada detik ke 30 hingga

detik ke 240

0" 30" 60"

90" 120" 150"

180" 210" 240"

Page 60: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

Lampiran 2. Rata-rata persentase penurunan COD, minyak dan lemak pada

percobaan pertama serta persentase penurunan COD pada

percobaan kedua

Waktu tinggal

Rata-rata persentase penurunan (%)

Penurunan COD

percobaan pertama

Penurunan minyak

dan lemak

Penurunan COD

percobaan kedua

8 jam 46 66 29

16 jam 58 73 -

24 jam 23 54 77

Page 61: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

Lampiran 3. Perhitungan penambahan minyak pelumas, Urea, NPK dan gula

Berat cawan = 4,8774 g

Berat total = 19,4478 g

Minyak pelumas = berat total – berat cawan

= 19,4478 g – 4,8774 g

= 14,5704 g

Minyak (2x) = 2 x 14,5704 g

= 29 g

Minyak (Hidrokarbon) = CH4 (C = 12 ; H = 1) = 12 + 4 = 16

C Minyak pelumas = 𝐶

𝐶𝐻4 × 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (2𝑥)

= 12

16 × 29 𝑔

= 21,75 g

C : N : P = 100 : 5 : 1

= 21,75 g : x : y

N = 21,75 𝑔 𝑥 5

100 = 1,0875 𝑔

P = 1,0875 𝑔

5 = 0,2175 𝑔

N : P : K = 16% : 16% : 16%

= 0,2175% : 0,2175% : 0,2175%

NPK = 100 𝑥 0,2175 𝑔

16 = 1,3593 𝑔 = 1,4 𝑔

Page 62: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …

N total = 𝑁 𝑀𝑜𝑙 + 𝑁 𝑁𝑃𝐾

N Mol = 𝑁 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 − 𝑁 𝑁𝑃𝐾

= 1,0875 𝑔 − 0,2175 𝑔 = 0,87 𝑔

Urea = 46% = 100 𝑥 0,87 𝑔

46= 1,8913 𝑔 = 1,9 𝑔

Urea = gula = 1,9 g

Page 63: BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN AIR …