berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/bab 3.pdfproduksi...

34
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB III KEWENANGAN PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN DALAM UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA A. Sejarah Perizinan Usaha Pertambangan di Indonesia 1. Perizinan Usaha Pertambangan Sebelum Era Reformasi Pengusahaan pertambangan di nusantara pada dasarnya telah berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum kedatangan Belanda. Pada masa Hindia Belanda, pengaturan hukum pertambangan diatur dalam Indische Mijn Wet 1899 atau yang disingkat dengan IMW. Salah satu ketentuannya adalah adanya kontrak antara pemerintah Hindia Belanda dengan pihak swasta, yang dikenal dengan sebutan 5 A contract. 1 Ketentuan kontrak antara Pemerintah Hindia Belanda dan pihak swasta didasarkan pada ketentuan Pasal 5A yang menyatakan : a. Het gouvenement is bevoegd opsporingen en ont-ginningen te doen plaats hebben, waat die niet in strijd komen met aans opspoorders of consessionarisen verlende rehcten . (Pemerintah berwenang untuk melakukan penyelidikan dan eksploitasi selama hal itu tidak bertentangan dengan hak-hak yang telah diberikan kepada penyelidik atau pemegang hak konsesi). 1 Nanang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, (Jakarta; Pustaka Yustisia, 2010), 32-33. 65

Upload: lamtram

Post on 01-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

65

BAB III

KEWENANGAN PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN DALAM

UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN

MINERAL DAN BATUBARA

A. Sejarah Perizinan Usaha Pertambangan di Indonesia

1. Perizinan Usaha Pertambangan Sebelum Era Reformasi

Pengusahaan pertambangan di nusantara pada dasarnya telah

berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum kedatangan

Belanda. Pada masa Hindia Belanda, pengaturan hukum

pertambangan diatur dalam Indische Mijn Wet 1899 atau yang

disingkat dengan IMW. Salah satu ketentuannya adalah adanya

kontrak antara pemerintah Hindia Belanda dengan pihak swasta, yang

dikenal dengan sebutan 5 A contract.1

Ketentuan kontrak antara Pemerintah Hindia Belanda dan pihak

swasta didasarkan pada ketentuan Pasal 5A yang menyatakan :

a. Het gouvenement is bevoegd opsporingen en ont-ginningen te

doen plaats hebben, waat die niet in strijd komen met aans

opspoorders of consessionarisen verlende rehcten .

(Pemerintah berwenang untuk melakukan penyelidikan dan

eksploitasi selama hal itu tidak bertentangan dengan hak-hak

yang telah diberikan kepada penyelidik atau pemegang hak

konsesi).

1 Nanang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, (Jakarta; Pustaka

Yustisia, 2010), 32-33.

65

Page 2: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

66

b. Het kan te dien einde of zelf opsporingen en onginningen

onderneme, of met personen of vennootsschappen die voldoen

aan het eerst lid van artikel 4 dezer wet, overeenkomsten

aangaan, waarbij zij zich verbinden tot het ondernemen van

opsporingen en ontnningen. ( Untuk hal tersebut, pemerintah

dapat melakukan sendiri penyelidikan dan eksploitasi atau

mengadakan perjanjian dengan perorangan atau perusahaan

yang memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum pada

Pasal 4 undang-undang ini. Dan sesuai perjanjian itu, mereka

wajib melaksanakan eksploitasi, ataupun penyelidikan dan

eksploitasi yang dimaksud).

c. Zoodanige overenkomsteen worden niet gesloten dan nadat

daartoc telkenmale bij de wet machtiging is verleed.

(Perjanjian demikian itu tidak akan dilaksanakan kecuali telah

disahkan dengan undang-undang).2

Konsesi yang berlaku sejak masa Hindia Belanda masih diakui

pada saat pengakuan kemerdekaan tahun 1945 sampai berakhirnya masa

konsesi tersebut. Pada masa awal kemerdekaan, keadaan Negara tidak

stabil karena kondisi politik yang masih bergejolak, untuk itu Pemerintah

mengeluarkan Undang-Undang No.78 Tahun 1958 tentang Penanaman

Modal Asing. Dalam kondisi politik yang bersistem demokrasi terpimpin,

undang-undang ini tidak memberikan kepada penanam modal asing

2 Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, (Yogyakarta; UII Press, 2004), 65

Page 3: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

67

untuk melakukan investasi langsung terhadap bahan galian yang bersifat

vital, tetapi hanya dapat berkontribusi melalui bentuk pinjaman luar

negeri.3

Pada tahun 1960, Pemerintah mengundangkan Undang-Undang

No.37 Tahun 1960 tentang Pertambangan. dalam undang-undang ini,

investor mendapatkan kesempatan pengelolaan dalam bentuk pinjaman

luar negeri, dimana pinjaman luar negeri itu akan dikembalikan dari hasil

produksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah

No.20 Tahun 1963. Dampak dari pengaturan ini, investasi asing menjadi

turun drastis.4

Pengalaman sejarah sejak kurun waktu 1950-1965, telah

menunjukkan adanya kesulitan untuk mengembangkan potensi mineral di

Indonesia apabila hanya mengandalkan modal nasional saja. Oleh karena

itu, Tap MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan

Kebijaksanaan Landasan Ekonomi Keuangan dan Pembangunan

menyatakan perlunya pemanfaatan modal dari luar negeri, serta

membuka kemungkinan investasi asing di bidang pertambangan.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka disusunlan Undang-Undang No.11

Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dengan memberikan

pengaturan bahwa penanaman modal asing di bidang pertambangan

didasarkan pada suatu kerjasama dengan pemerintah dalam bentuk

3 Sutaryo Sigit, Sepenggal Sejarah Pertambangan Indonesia, ( Jakarta; Yayasan Minergi

Informasi Indonesia, 2004), 91. 4 Ibid. 101.

Page 4: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

68

Kontrak Karya atau bentuk lain sesuai peraturan perundan-undangan yang

berlaku.5

Pada perkembangan selanjutnya, untuk mendukung

berkembangnya iklim investasi agar lebih kondusif, maka Pemerintah

mengesahkan Undang-Undang No.11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Pertambangan – yang selanjutnya disingkat dengan UU

No.11/1967-. Tujuan dari pengesahan undang-undang ketentuan-

ketentuan pokok pertambangan ini adalah agar segala bahan galian yang

terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia adalah kekayaan

alam nasional bangsa Indonesia yang dikuasai dan digunakan oleh Negara

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 6

Secara umum, prinsip-prinsip pokok yang terkandung dalam

undang-undang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan adalah :

1. Penguasaan sumber daya alam oleh Negara sesuai dengan Pasal 33

UUD 1945 , dimana Negara menguasai semua sumber daya alam

sepenuhnya untuk kepentingan Negara dan kemakmuran rakyat;

2. Penggolongan bahan-bahan galian menjadi bahan galian strategis,

vital dan bahan galian bukan strategis maupun vital;

3. Konsesi ditiadakan, sedangkan wewenang untuk melakukan usaha

pertambangan diberikan melalui kuasa pertambangan, sebab konsesi

5 Sajuti Thalib, Hukum Pertambangan Indonesia, ( Bandung; Akademi Geologi dan

Pertambangan, 1977), 99. 6 Sutaryo Sigit, Sepenggal Sejarah Pertambangan Indonesia, 21-22.

Page 5: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

69

dianggap memberikan hak yang terlalu luas dan terlalu kuat bagi

pemegang konsesi.7

Berdasarkan Undang-Undang No.11 Tahun 1967 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, bahan galian digolongkan

menjadi tiga golongan, yaitu : bahan galian strategis, bahan galian vital

dan bahan galian bukan strategis maupun vital.8

Bahwa yang dimaksud dengan bahan galian strategis adalah bahan

galian yang digunakan untuk kepentingan pertahanan keamanan serta

perekonomian Negara. Bahan galian strategis ini selanjutnya disebut

dengan bahan galian A.9 Termasuk bahan galian jenis ini adalah : Minyak

bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam; Bitumen padat, aspal; Antrasit,

batubara, batubara muda; Uranium, radium, thorium dan bahan-bahan

galian radioaktif lainnya; Nikel, kobalt, dan Timah.10

Sementara itu, yang dimaksud dengan bahan galian vital adalah

bahan galian yang dapat menjamin hajat hidup masyarakat. Yang

selanjutnya disebut dengan bahan galian B. Termasuk jenis bahan galian

ini yaitu : besi, mangaan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan;

bauksit, tembaga, timbal, seng; emas, platina, perak, air raksa, intan;

arsin, antimony, bismuth; yettrium, ruthenium, cerium, logam-logam

7 Undang-Undang No.11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan

8 Ibid.

9 Ibid. Pasal 1 huruf a.

10 Ibid. Pasal 1 huruf a.

Page 6: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

70

langka lainnya; beryllium, korundum, zircon, Kristal kwarsa; kriolit,

fluorspars, barit; yodium, brom, khlor, dan belerang.11

Sedangkan bahan galian yang tidak termasuk bahan galian

strategis maupun bahan galian vital dinamakan dengan bahan galian C.

Adapun yang tergolong jenis bahan galian C ini adalah : nitrat, pospat,

garam batu; asbes, talk, mikam grafit, magnesit; yarosit, leusit, tawas,

oker; pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit; batu apung, trams

absidian, perlit, tanah diatome, tanah serap, marmer, batu tulis; batu

kapur, dolomite, kalsit; granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat dan tanah

pasir.12

Pasal 4 Undang-Undang No.11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Pertambangan menyebutkan tentang kewenangan

perizinan pertambangan berdasarkan penggolongan bahan galian, yakni13

:

a) Pelaksanaan penguasaan Negara dan pengaturan usaha

pertambangan untuk bahan galian golongan a dan b dilakukan oleh

Menteri;

b) Pelaksanaan penguasaan Negara dan pengaturan usaha

pertambangan untuk bahan galian golongan c dilakukan

Pemerintah Daerah Tingkat I tempat terdapatnya bahan galian

tersebut.

11

Ibid. Pasal 1 huruf b. 12

Ibid. Pasal 1 huruf c. 13

Ibid. Pasal 4.

Page 7: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

71

c) Dengan memperhatikan kepentingan pembangunan Daerah

khususnya dan Negara pada umumnya, Menteri dapat

menyerahkan pengaturan usaha pertambangan bahan-bahan galian

tertentu diantara bahan galian golongan b kepada Pemerintah

Daerah Tingkat I tempat terdapatnya bahan galian tersebut.

Adapun bentuk-bentuk legalitas kewenangan pengelolaan bidang

pertambangan dapat dilakukan oleh pihak swasta, baik asing maupun

domestik. Dalam undang-undang ketentuan-ketentuan pokok

pertambangan menyebutkan adanya beberapa bentuk izin, yaitu :

1) Kontrak Karya (KK) diperuntukkanbagi perusahaan yang

berstatus sebagai Penanaman Modal Asing –selanjutnya disingkat

PMA-. Ruang lingkup kewenangan Kontrak Karya dapat

mengusahakan seluruh jenis bahan galian kecuali minyak, gas

bumi dan batubara yang diatur dalam aturan tersendiri.

2) Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B),

diperuntukkan bagi perusahaan yang berstatus sebagai Penanaman

Modal dalam Negeri (PMDN) dan PMA yang khusus

mengusahakan batubara.14

3) Kuasa Pertambangan (KP), jenis ini diperuntukkan bagi

perusahaan nasional, baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Kewenangan

14

Bambang Yunianto, Rachman Saifudin dan Ijang Suherman, Kebijakan Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral dan Implikasinya terhadap Pertambangan Emas dalam Penambangan dan Pengolahan Emas di Indonesia, (Bandung; Rosdakarya, 2004), 19.

Page 8: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

72

bagi perusahaan pemegang Kuasa Pertambangan adalah

mengusahakan seluruh bahan galian kecuali migas dan bahan

galian industri yang terdiri dari bahan galian langka.

4) Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD), diperuntukkan bagi

perusahaan nasional dan koperasi dengan kewenangan khusus

mengusahakan bahan galian industri.

5) Surat Izin Pertambangan Rakyat (SIPR) diperuntukkan bagi

pertambangan yang dikelola oleh rakyat dan berada di Wilayah

Pertambangan Rakyat.15

Sistem perizinan usaha pertambangan sebelum adanya otonomi

daerah dengan didasarkan pada undang-undang ketentuan-ketentuan

pokok pertambangan adalah dalam bentuk “Kuasa Pertambangan”

melalui Kontrak Karya. Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah

No.32 Tahun 1969 ditentukan bahwa pemegang Kuasa Pertambangan

mempunyai wewenang untuk melakukan satu atau lebih usaha

pertambangan yang ditentukan dalam Kuasa Pertambangan yang

bersangkutan. Kuasa Pertambangan ini berisikan izin untuk melakukan

usaha pertambangan. Pemberian Kuasa Pertambangan ini hanya

memberikan kekuasaan untuk melakukan usaha pertambangan dan tidak

memberikan kepemilikan hasil pertambangan kepada pemegang Kuasa

15

Undang-Undang No.11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan

Page 9: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

73

Pertambangan, sebab, pemilik bahan galian di dalam perut bumi tetaplah

bangsa Indonesia.16

Pelaksanaan pengusahaan pertambangan berdasarkan Pasal 5 UU

No.11/1967 disebutkan bahwa, sebab Negara/pemerintah tidak dapat

menjalankannya sendiri, maka pelaksanaan pengusahaan pertambangan

dapat diberikan kepada : (a) instansi pemerintah; (b) perusahaan Negara;

(c) perusahaan daerah; (d) perusahaan dengan modal bersama antara

pemerintah dan daerah; (e) koperasi; (f ) Badan atau perseorangan swasta;

(g) perusahaan dengan modal bersama antara Negara atau daerah dengan

koperasi atau badan/perseorangan; (h) masyarakat dalam bentuk

pertambangan rakyat.17

Peluang pemberian kontrak publik kepada perusahaan swasta

awalnya didahului oleh izin publik dari Menteri ESDM, dapat

dilaksanakan bila instansi pemerintah tidak dapat melaksanakan sendiri,

maka Menteri dapat memberikan izin untuk dilakukan kontrak dengan

pihak lain. Begitu pula untuk bahan galian golongan c, bila terdapat di

lepas pantai dan diusahakan oleh perusahaan asing, maka dilakukan dalam

bentuk Kontrak Karya.18

Pengusahaan bahan galian golongan a, dilakukan

oleh Instansi Pemerintah dan Perusahaan Negara. Selanjutnya, untuk

bahan galian golongan b, dilakukan oleh siapa saja asalkan memenuhi

16

Jogi Tjiptadi, Kebijakan Mineral dari Masa Kolonial Hingga Era Reformasi, ( Jakarta;

Indonesian Mining Association, 2008), 55. 17

Undang-Undang No.11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan 18

Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 1986 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan

di Bidang Pertambangan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I. Pasal 4.

Page 10: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

74

syarat sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 2 ayat (1) dalam undang-

undang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan.19

Sedangkan untuk

bahan galian golongan c, telah resmi dilimpahkan kepada Pemerintah

Daerah, yang dalam pelaksanaannya dikenal dengan sebutan SIPD (Surat

Izin Pertambangan Daerah).20

Peraturan ini berlaku sampai tahun 1998 sebelum era reformasi,

Kewenangan perizinan pengusahaan pertambangan diberikan berdasarkan

jenis bahan galiannya bukan berdasarkan wilayah territorial tempat

dimana bahan galian tersebut berada. Sebagai akibatnya, seringkali

daerah penghasil tidak juga lebih maju dibandingkan dengan daerah lain

yang bukan penghasil, sebab hasilnya menjadi wewenang Pemerintah

Pusat dan sebagian untuk Pemerintah Daerah Tingkat I. Daerah-Daerah

penghasil yang secara infrastruktur maupun budaya tetap tertinggal tidak

puas dengan kebijakan ini sehingga pada saat terjadi reformasi politik

yang bergejolak di Indonesia, mengharuskan adanya penggantian undang-

undang tentang pemerintahan daerah.

Perubahan sistem administrasi Negara dari yang sentralistik

menjadi desentralistik, mengharuskan pula adanya perubahan peraturan

yang mengatur tentang pertambangan, sebab berhubungan langsung

dengan daerah penghasil dan pembagian keuangan pusat dan daerah.

Sampai diundangkannya Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang

19

Undang-Undang No.11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan 20

Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 1986 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan

di Bidang Pertambangan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I.

Page 11: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

75

Pertambangan Mineral dan Batubara, Undang-Undang No.11 Tahun

1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan tetap berlaku

dengan penyesuaian terhadap beberapa Peraturan Pemerintah yang

mengaturnya terkait dengan Pemerintah Daerah.

2. Perizinan Usaha Pertambangan Setelah Era Reformasi Sebelum

Berlakunya Undang-Undang No.4 Tahun 2009

Reformasi politik di Indonesia bergejolak pada tahun 1998,

sebagai konsekuensinya, terjadilah reformasi besar-besaran terhadap

ketatanegaraan dan urusan pemerintahan (administrasi Negara). Diawali

dengan lahirnya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah, terjadilah perubahan mendasar dalam kewenangan

urusan pemerintahan termasuk dalam bidang pertambangan. Berdasarkan

Undang-Undang No22 Tahun 1999 jo Peraturan Pemerintah No.25 Tahun

2000, pembagian kewenangan pemerintahan diatur sebagai berikut21

:

a. Bupati/Walikota memiliki kewenangan urusan pemerintahan yang

terletak dalam wilayah Kabupaten/Kota dan atau sampai wilayah laut

4 mil laut;

b. Gubernur memiliki kewenangan urusan pemerintahan yang terletak

dalam beberapa wilayah Kabupaten/Kota dan tidak dilakukan

kerjasama antar Kabupaten/Kota maupun antar Kabupaten/Kota

21

Undang-Undang No.22 Tahun 1999 jo Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2000 tentang

Pemerintahan Daerah

Page 12: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

76

dengan Provinsi, atau di wilayah laut yang terletak antara 4 sampai

12 mil laut;

c. Menteri memiliki kewenangan urusan pemerintahan yang terletak

dalam beberapa wilayah provinsi dan tidak dilakukan kerjasama antar

provinsi, dan atau di wilayah laut di luar 12 mil laut.

Pengaturan tentang pembagian urusan pemerintahan dalam

Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah itu

selanjutnya ditindaklanjuti dengan dibentuknya Peraturan Pemerintah

No.75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua PP No.32 Tahun 1967

sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang No.11 Tahun 1967 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, yang menyebutkan bahwa :

1. Bupati/Walikota berwenang menerbitkan Surat Keputusan Kuasa

Pertambangan apabila Kuasa Pertambangannya terletak dalam

wilayah Kabupaten/Kota dan atau sampai wilayah laut 4 mil laut;

2. Gubernur berwenang menerbitkan Surat Keputusan Kuasa

Pertambangan apabila wilayah Kuasa Pertambangannya terletak

dalam beberapa wilayah Kabupaten/Kota dan tidak dilakukan

kerjasama antar Kabupaten/Kota maupun antar Kabupaten/Kota

dengan Provinsi, dan atau wilayah laut yang terletak antara 4 sampai

12 mil laut;

3. Menteri berwenangn menerbitkan Surat Keputusan Kuasa

Pertambangan apabila wilayah Kuasa Pertambangannya terletak

Page 13: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

77

dalam beberapa wilayah Provinsi dan tidak dilakukan kerjasama antar

provinsi, dan atau di wilayah laut yang terletak di luar 12 mil laut.22

Pada Peraturan Pemerintah No.75 Tahun 2001 disebutkan bahwa

setiap usaha pertambangan yang termasuk dalam golongan bahan galian

strategis (golongan a) dan bahan galian vital (golongan b), baru dapat

dilaksanakan setelah terlebih dahulu mendapatkan Kuasa Pertambangan,

yang diberikan oleh Bupati, Walikota dan Gubernur sesuai kewenangan

masing-masing.23

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.75 Tahun 2001

ini, maka pemberian Kuasa Pertambangan kepada pengusaha

pertambangan tidak lagi berdasarkan golongan bahan galian mineral

sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No.11 Tahun 1967

tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.

Selanjutnya terjadi perubahan Undang-Undang No.22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah dengan digantikan oleh Undang-Undang

No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan dampak

yang signifikan terhadap pengaturan pengusahaan pertambangan.

Pengusahaan pertambangan yang pada awalnya bersifat sentralistik

menjadi desentralistik. Terkait dengan pertambangan ini, dalam

pembagian kewenangan terhadap urusan pemerintahan, Undang-Undang

22

Peraturan Pemerintah No.75 Tahun 2001, Perubahan Kedua PP No.32 Tahun 1967 sebagai

pelaksanaan dari Undang-Undang No.11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Pertambangan 23

Ibid. Pasal 1.

Page 14: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

78

No.32 Tahun 2004 menyebut pengusahaan mineral sebagai urusan

pemerintahan pilihan.24

Bahwa :

“Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah

Daerah yang diselenggarakan berdasarkan kriteria sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), terdiri atas urusan wajib dan urusan

pilihan.”25

Pada Pasal 13 ayat (2) disebutkan bahwa urusan pemerintahan

provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara

nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang

bersangkutan,26

Dalam hal ini termasuk sumber daya mineral. Sama

halnya dengan provinsi, urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan

berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tingkat

Kabupaten/Kota, menjadi urusan pemerintahan pilihan bagi Daerah

Tingkat II.27

Persoalan urusan pemerintahan pilihan tentang pengelolaan

mineral ini selanjutnya menyebabkan undang-undang tentang ketentuan-

ketentuan pokok pertambangan mengalami resesi. Undang-undang ini

dianggap tidak lagi mampu menghadapi kebutuhan dan tantangan

otonomi daerah. Perkembangan masyarakat yang menuntut adanya

kesejahteraan daerah menjadi hal utama yang mengantarkan pada opini

masyarakat bahwa undang-undang tentang ketentuan-ketentuan pokok

24

Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 25

Ibid. Pasal 11 ayat (3). 26

Ibid. Pasal 13 ayat (2) 27

Ibid. Pasal 14 ayat (2)

Page 15: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

79

pertambangan layak direvisi. Di tahun 2009, Undang-Undang No.11

Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan telah

resmi diberhentikan pemberlakuannya dan digantikan oleh Undang-

Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

B. Kewenangan Perizinan Usaha Pertambangan dalam Undang-Undang No.4

Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Otonomi daerah mempengaruhi secara besar-besaran terhadap

sistem pengusahaan pertambangan. Dari sistem perjanjian yang

sentralistik menjadi sistem yang desentralistik. Perundang-undangan yang

lebih khusus tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan tidak lagi

bisa disesuaikan dengan perundang-undangan yang lebih umum yang

mengatur perihal kewenangan, dalam hal ini adalah undang-undang

tentang pemerintahan daerah, sehingga undang-undang tentang

ketentuan-ketentuan pokok pertambangan harus direvisi.

Tahun 2009 dianggap sebagai babak baru bagi pertambangan

mineral dan batu bara di Indonesia. Dengan disahkannya Undang-Undang

No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, terjadi

perubahan mendasar terhadap sistem pengusahaan pertambangan, dari

sistem kontrak karya dan perjanjian menjadi sistem perizinan. Dengan

demikian, Pemerintah tidak lagi dalam posisi yang sejajar dengan pelaku

usaha, melainkan secara administratif, Pemerintah sebagai pihak yang

memberikan kewenangan izin.

Page 16: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

80

Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara –selanjutnya disebut UU Minerba- mengandung

pokok-pokok pikiran sebagai berikut :

1. Mineral dan batubara sebagai sumber daya yang tak terbarukan

dikuasai oleh Negara dan pengembangan serta pendayagunaannya

dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama

dengan pelaku usaha.

2. Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha

yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun

masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan

batubara berdasarkan izin, yang sejalan dengan otonomi daerah,

diberikan oleh Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah sesuai dengan

kewenangannya masing-masing.

3. Dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah,

pengelolaan pertambangan mineral dan batubara dilaksanakan

berdasarkan prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang

melibatkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

4. Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang

sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.

5. Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan

wilayah dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/pengusaha

kecil menengah serta mendorong tumbuhnya industri penunjang

pertambangan.

Page 17: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

81

6. Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan

usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan

prinsip lingkungan hidup, transparansi dan partisipasi masyarakat.28

Mineral dan batubara sebagai sumber daya alam yang terbarukan

merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh Negara untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat. Penguasaan oleh Negara tersebut

diselenggarakan oleh Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah.29

Adapun

kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara berada di

tangan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota

sesuai kewenangannya masing-masing.

Pasal 37 Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara menyebutkan :

Izin diberikan oleh :

a. Bupati/Walikota apabila WIUP berada di dalam satu wilayah

Kabupaten/Kota;

b. Gubernur apabila WIUP berada pada lintas wilayah Kabupaten/Kota

dalam 1 (satu) provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari

Bupati/Walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan, dan

28

Lembaran Penjelasan Umum Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral

dan Batubara 29

Ibid. Pasal 4

Page 18: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

82

c. Menteri apabila WIUP berada pada lintas wilayah provinsi setelah

mendapatkan rekomendasi dari Gubernur dan Bupati/Walikota

setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.30

Kewenangan Pemerintah dalam pengelolaan pertambangan

mineral dan batubara terdiri dari antara lain : penetapan kebijakan

nasional, pembuatan peraturan perundang-undangan, penetapan standar

nasional, pedoman dan kriteria, penetapan sistem perizinan pertambangan

mineral dan batubara, penetapan wilayah, pemberian IUP, pembinaan,

penyelesaian konflik masyarakat pada lintas wilayah provinsi dan atau

wilayah laut lebih dari 12 mil laut dari garis pantai, pemberian IUPK

eksplorasi dan IUPK operasi produksi, penetapan kebijakan produksi

pemasaran, pemanfaatan dan konservasi, penetapan kebijakan kerjasama,

kemitraan dan pemberdayaan masyarakat, perumusan dan penetapan

penerimaan Negara bukan pajak dari hasil pertambangan mineral dan

batubara.31

Sedangkan kewenangan Pemerintah Provinsi antara lain :

pembuatan peraturan perundang-undangan, pemberian IUP, pembinaan,

penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan

pada lintas wilayah kabupaten/Kota dan atau wilayah laut dari 4 mil

sampai 12 mil laut, pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik

masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan yang berdampak

30

Ibid. Pasal 37. 31

Ibid. Pasal 6

Page 19: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

83

langsung pada lintas wilayah Kabupaten/Kota dan atau wilayah laut 4

mil sampai dengan 12 mil.32

Adapun kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota, terdiri dari

antara lain : pembuatan perundang-undangan, pemberian IUP, IPR,

pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan usaha

pertambangan di wilayah Kabupaten/Kota dan atau wilayah laut sampai 4

mil laut.33

Penentuan wilayah pertambangan menurut Pasal 9 UU

Minerba merupakan bagian dari tata ruang nasional yang ditetapkan oleh

Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan

berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.34

Wilayah pertambangan menurut UU Minerba terdiri dari :

a. Wilayah usaha pertambangan (WUP) yang ditetapkan oleh

pemerintah setelah berkoordinasi dengan Pemda dan disampaikan

secara tertulis kepada DPR dalam satu wilayah usaha pertambangan

terdiri dari satu atau beberapa wilayah izin usaha pertambangan;

b. Wilayah pertambangan rakyat (WPR) yang ditetapkan oleh

Bupati/Walikota setelah berkonsultasi dengan DPRD;

c. Wilayah pencadangan Negara (WPN) yang ditetapkan Pemerintah

untuk kepentingan strategis nasional yang dicadangkan untuk

32

Ibid. Pasal 7. 33

Ibid. Pasal 8. 34

Ibid. Pasal 9.

Page 20: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

84

komoditas tertentu dan daerah konservasi dalam rangka menjaga

keseimbangan dan lingkungan.35

Sementara itu, jenis usaha pertambangan dikelompokan atas : a)

Pertambangan Mineral yang meliputi; pertambangan mineral radioaktif,

pertambangan mineral logam, pertambangan mineral bukan logam dan

pertambangan batuan; b) Pertambangan Batubara.36

Mengenai perizinan usaha pertambangan, dalam Undang-Undang

No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

menyebutkan mengenai beberapa bentuk perizinan yaitu :

1. Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah izin usaha melakukan

pertambangan yang dilakukan oleh Menteri, Gubernur, Bupati, sesuai

kewenangannya, yang mencakup : (a) IUP eksplorasi adalah izin

usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan

umum, eksplorasi dan studi kelayakan; (b) IUP operasi produksi

adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP

eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi. IUP

operasi produksi terdiri atas kegiatan konstruksi, penambangan,

pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.37

2. Izin Pertambangan Rakyat (IPR) adalah izin untuk melaksanakan

pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas

35

Lembaran Penjelasan Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara, Pasal 13. 36

Ibid. Pasal 34. 37

Ibid. Pasal 35 dan Pasal 37

Page 21: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

85

wilayah dan investasi terbatas yang dilakukan oleh Menteri,

Gubernur, Bupati sesuai kewenangannya. Bupati/Walikota

memberikan IPR terutama kepada penduduk setempat baik

perorangan dengan luas maksimum 1 hektare maupun kepada

kelompok masyarakat dengan luas minimum 5 hektare dan atau

koperasi dengan luas maksimum 10 hektare. 38

3. Izin usaha pertambangan khusus (IUPK) adalah izin untuk

melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha

pertambangan khusus. Izin usaha pertambangan khusus terdiri dari

dua tahap, yaitu :

a. IUPK untuk tahap eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan

untuk melakukan kegiatan tahapan penyelidikan umum,

eksplorasi dan studi kelayakan di wilayah izin usaha

pertambangan khusus.39

b. IUPK tahan operasi produksi adalah izin usaha yang diberikan

setelah selesai pelaksanaan IUPK eksplorasi untuk melakukan

tahapan kegiatan operasi produksi di wilayah izin usaha

pertambangan khusus.40

Dalam UU minerba disebutkan, bahwa :

38

Ibid. Pasal 66, 67, dan 68. 39

Ibid. Pasal 1 angka 12 40

Ibid. Pasal 1 angka 13

Page 22: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

86

“ IUP diberikan kepada : a) Badan Usaha; b) Koperasi, dan c)

Perseorangan.” 41

Badan Usaha ini dapat berupa Badan Usaha Swasta, Badan Usaha

Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah. Sedangkan Perseorangan,

merupakan perseorangan warga Negara Indonesia, firma maupun

perusahaan komanditer. Sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan

Pemerintah No.77 Tahun 2014 tentag Perubahan Ketiga atas Peraturan

Pemerintah No.23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha

Pertambangan Mineral dan Batubara, bahwa Badan Usaha, Koperasi atau

Perseorangan yang telah mendapatkan peta WIUP beserta batas dan

koordinat dalam jangka waktu paling lambat lima hari kerja setelah

penerbitan peta WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan harus

menyampaikan IUP Eskplorasi kepada Menteri, Gubernur, atau

Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.

Apabila Badan Usaha, Koperasi maupun Perseorangan tersebut

dalam jangka waktu lima hari kerja tidak menyampaikan permohonan

IUP, dianggap mengundurkan diri dan uang pencadangan wilayah menjadi

milik Negara.42

Dalam hal Badan Usaha, Koperasi maupun Perseorangan

telah dianggap mengundurkan diri, maka WIUP menjadi wilayah

terbuka.43

41

Ibid. Pasal 38 42

PP No.77 Tahun 2014 perubahan ketiga atas PP.No.23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. 43

Ibid.

Page 23: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

87

Dalam satu IUP, hanya diperbolehkan untuk satu jenis mineral

atau batubara saja, apabila ditemukan kandungan mineral lain dalam

wilayahnya, maka pemegang IUP tersebut mendapat prioritas untuk

mengusahakannya dengan mengajukan permohonan IUP baru kepada

Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.44

Jika

pemegang IUP tersebut tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain

yang ditemukannya, maka kewajibannya adalah menjaga mineral

tersebut agar tidak dimanfaatkan oleh pihak lain.45

Untuk mengusahakan

mineral lain yang terdapat di wilayah yang sama, maka pemerintah dapat

memberikannya pada pihak lain.46

IUP sendiri terdiri dari dua tahap,

yaitu:

1. IUP eksplorasi. Adapun kegiatan dalam IUP eksplorasi meliputi

kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan. Pasal

42 menyebutkan bahwa izin eksplorasi untuk pertambangan mineral

logam diberikan selama delapan tahun. Sedangkan untuk mineral

bukan logam diberikan paling lama 3 tahun, untuk mineral bukan

logam diberikan paling lama 7 tahun. Untuk jenis batuan selama 3

tahun dan untuk batubara diberikan selama 7 tahun.

2. IUP operasi produksi. Kegiatan dalam IUP Operasi Produksi meliputi

kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian serta

pengangkutan dan penjualan. Tahap operasi produksi ini disebut

44

Ibid. Pasal 40. 45

Ibid. Pasal 40 ayat 5 46

Ibid. Pasal 40 ayat 6

Page 24: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

88

sebagai eksplorasi. IUP Operasi Produksi diberikan kepada pemenang

hasil lelang WIUP mineral logam atau batubara. Jangka waktu yang

diberikan untuk pemegang IUP operasi produksi adalah 47

:

a. Pertambangan mineral logam selama 20 tahun dan dapat

diperpanjang sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 tahun.

b. Pertambangan mineral bukan logam selama 10 tahun dan dapat

diperpanjang sebanyak dua kali, masing-masing selama 5 tahun.

c. Pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu selama 20 tahun

dan dapat diperpanjang sebanyak dua kali, masing-masing selama

10 tahun.

d. Pertambangan batuan selama 5 tahun dan dapat diperpanjang

sebanyak dua kali, masing-masing selama 5 tahun.

e. Pertambangan batubara selama 20 tahun dan dapat diperpanjang

sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 tahun.

IUP diberikan melalui tahapan:

a. pemberian WIUP; dan

b. pemberian IUP48

Untuk memperoleh Izin Usaha Pertambangan, Pemerintah

memberikan Izin Usaha Pertambangan kepada Badan Usaha,

Koperasi maupun Perorangan melalui lelang. Peraturan Pemerintah

47

Ibid. Pasal 47 48

PP.No.23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan kegiatan usaha Pertmabangan Mineral dan Batubara, Pasal 7.

Page 25: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

89

Nomor 23 Tahun 2010 memberikan penjelasan mengenai prosedur

lelang, yaitu : 1) pengumuman prakualifikasi; 2) pengambilan

dokumen prakualifikasi; 3) pemasukan dokumen prakualifikasi; 4)

evaluasi prakualifikasi; 5) klarifikasi dan konfirmasi terhadap

dokumen prakualifikasi; 6) penetapan hasil prakualifikasi; 7)

pengumuman hasil prakualifikasi ;8) undangan kepada peserta yang

lulus prakualifikasi; 9) pengambilan dokumen lelang; 10) penjelasan

lelang; 11) pemasukan penawaran harga; 12) pembukaan sampul; 13)

penetapan peringkat; 14) penetapan/pengumuman pemenang lelang

yang dilakukan berdasarkan penawaran harga dan pertimbangan

teknis; dan 15) memberi kesempatan adanya sanggahan atas

keputusan lelang. 49

Sebelum dilakukan pelelangan WIUP mineral logam atau

batubara, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan

kewenangannya mengumumkan secara terbuka WIUP yang akan

dilelang kepada badan usaha, koperasi, atau perseorangan dalam

jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum pelaksanaan

lelang.50

Selanjutnya, IUP terdiri atas:

a. IUP Eksplorasi; meliputi mineral logam, batubara, mineral

bukan logam; dan/atau batuan.

49

Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan

Mineral dan Batubara, Pasal 14 ayat (1). 50

Ibid, Pasal 10.

Page 26: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

90

b. IUP Operasi Produksi, meliputi : mineral logam, batubara,

mineral bukan logam; dan/atau batuan.51

Persyaratan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi

meliputi persyaratan: 52

a. Administratif

1. Persyaratan administratif untuk badan usaha meliputi:

a. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral

logam dan batubara:

1. surat permohonan;

2. susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan

3. surat keterangan domisili.

b. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral

bukan logam dan batuan:

1. surat permohonan;

2. profil badan usaha;

3. akte pendirian badan usaha yang bergerak di bidang

usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang

berwenang;

4. nomor pokok wajib pajak;

5. susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan

51

Ibid. 52

Ibid. pasal 24.

Page 27: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

91

6. surat keterangan domisili.

2. Persyaratan administratif untuk koperasi meliputi:

a. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral

logam dan batubara:

1. surat permohonan;

2. susunan pengurus; dan

3. surat keterangan domisili.

b. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral

bukan logam dan batuan:

1. surat permohonan;

2. profil koperasi;

3. akte pendirian koperasi yang bergerak di bidang usaha

pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang

berwenang;

4. nomor pokok wajib pajak;

5. susunan pengurus; dan

6. surat keterangan domisili.

3. Persyaratan administratif untuk perseorangan meliputi:

a. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral

logam dan batubara:

1. surat permohonan; dan

Page 28: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

92

2. surat keterangan domisili.

b. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral

bukan logam dan batuan:

1. surat permohonan;

2. kartu tanda penduduk;

3. nomor pokok wajib pajak; dan

4. surat keterangan domisili.

4. Persyaratan administratif untuk perusahaan firma dan

perusahaan komanditer meliputi:

a. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral

logam dan batubara:

1. surat permohonan;

2. susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan

3. surat keterangan domisili.

b. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral

bukan logam dan batuan:

1. surat permohonan;

2. profil perusahaan;

3. akte pendirian perusahaan yang bergerak di bidang

usaha pertambangan;

4. nomor pokok wajib pajak;

5. susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan

6. surat keterangan domisili.

Page 29: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

93

b. Teknis

1. IUP Eksplorasi, meliputi:

a. Daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli

pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit

3 (tiga) tahun;

b. peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis

lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi

geografi yang berlaku secara nasional.

2. IUP Operasi Produksi, meliputi:

a. Peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis

lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi

geografi yang berlaku secara nasional;

b.Laporan lengkap eksplorasi;

c.Laporan studi kelayakan;

d.Rencana reklamasi dan pascatambang;

e. Rencana kerja dan anggaran biaya;

f. Rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan

operasi produksi; dan

g. Tersedianya tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi

Page 30: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

94

yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun.53

c. Lingkungan

Persyaratan lingkungan meliputi:

a. Untuk IUP Eksplorasi meliputi pernyataan untuk mematuhi

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

b. Untuk IUP Operasi Produksi meliputi:

1. Pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan

peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup; dan

2. Persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.54

d. Finansial.

Persyaratan financial untuk:

a. IUP Eksplorasi, meliputi:

1. Bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan

kegiatan eksplorasi; dan

2. Bukti pembayaran harga nilai kompensasi data informasi hasil

lelang WIUP mineral logam atau batubara sesuai dengan nilai

penawaran lelang atau bukti pembayaran biaya pencadangan

53

Ibid. Pasal 25. 54

Ibid.pasal 26.

Page 31: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

95

wilayah dan pembayaran pencetakan peta WIUP mineral bukan

logam atau batuan atas permohonan wilayah.

b. IUP Operasi Produksi, meliputi:

1. Laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh

akuntan publik;

2. Bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir; dan

3. Bukti pembayaran pengganti investasi sesuai dengan nilai

penawaran lelang bagi pemenang lelang WIUP yang telah

berakhir.55

Selanjutnya, Pemenang lelang WIUP mineral logam atau

batubara harus menyampaikan permohonan IUP Eksplorasi kepada

Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan

kewenangannya dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja

setelah penetapan pengumuman pemenang lelang WIUP.56

Apabila

pemenang lelang WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam

jangka waktu 5 (lima) hari kerja tidak menyampaikan permohonan

IUP, dianggap mengundurkan diri dan uang jaminan kesungguhan

lelang menjadi milik Pemerintah atau milik pemerintah daerah.57

Dalam hal pemenang lelang WIUP telah dianggap mengundurkan diri,

55

Ibid. Pasal 27. 56

Ibid. Pasal 30 57

Ibid.

Page 32: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

96

WIUP ditawarkan kepada peserta lelang urutan berikutnya secara

berjenjang dengan syarat nilai harga kompensasi data informasi sama

dengan harga yang ditawarkan oleh pemenang pertama.

Dalam hal pemegang IUP Produksi tidak melakukan kegiatan

pengangkutan dan penjualan, kegiatan pengangkutan dan penjualan

dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki IUP Operasi Produksi

khusus untuk melakukan pengangkutan dan penjualan. Jika tidak

melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian, maka kegiatan

tersebut dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki IUP Operasi

Produksi yang memiliki fasilitas pengolahan dan pemurnian atau IUP

Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian.58

Bagi pemegang IUP Operasi Produksi yang telah memperoleh

perpanjangan IUP Operasi Produksi sebanyak dua kali, dalam jangka

waktu 3 tahun sebelum jangka waktu masa berlakunya IUP Operasi

Produksi itu berakhir, maka harus menyampaikan kepada Menteri,

Gubernur, atau Bupati/Walikota seseuai dengan kewenangannya

mengenai keberadaan potensi dan cadangan mineral atau batubara

pada WIUP-nya.59

Sedangkan IUPK yang telah memperoleh

perpanjangan untuk IUP Operasi Produksi sebanyak dua kali,

58

PP No.77 Tahun 2014 perubahan ketiga atas PP No.23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 36. 59

Ibid. Pasal 46.

Page 33: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

97

sebelum masa berlakunya berakhir, harus menyampaikan kepada

Menteri mengenai keberadaan potensi dan cadangan mineral atau

batubara pada WIUPK-nya.60

IUP Operasi Produksi yang habis masa berlakunya setelah

mendapatkan dua kali perpanjangan, WIUP produksinya dikembalikan

kepada Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan

kewenangannya setelah menyampaikan keberadaan potensi dan

cadangan mineral dan batubara pada WIUP-nya. Sedangkan IUPK

Operasi Produksi yang habis masa berlakunya setelah mendapatkan

dua kali perpanjangan, maka WIUPK produksinya dikembalikan

kepada Menteri setelah menyampaikan keberadaan potensi dan

cadangan mineral dan batubara pada WIUPK-nya.61

Sementara itu, Pasal 169 ketentuan Peralihan UU Minerba,

menyebutkan :

“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

a. Kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan

batubara yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap

diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian.

b. Ketentuan yang tercantum dalam pasal kontrak karya dan

perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara sebagaimana

dimaksud pada huruf a disesuaikan selambatlambatnya 1 (satu) tahun

sejak Undang-Undang ini diundangkan kecuali mengenai penerimaan

negara. Pengecualian terhadap penerimaan negara sebagaimana

dimaksud pada huruf b adalah upaya peningkatan penerimaan negara.“

60

Ibid. Pasal 73. 61

Ibid.

Page 34: berlangsung berabad-abad lamanya, bahkan sebelum ...digilib.uinsby.ac.id/4254/6/Bab 3.pdfproduksi bahan galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1963. Dampak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

98

Pasal 169 huruf a dengan jelas menentukan bahwa kontrak karya

dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara yang telah ada

sebelum berlakunya UU Minerba tetap diberlakukan sampai jangka waktu

berakhirnya kontrak atau perjanjian. Setelah berakhirnya kontrak atau

perjanjian tersebut, maka selanjutnya harus mengikuti ketentuan yang

diatur dalam UU Minerba dan tidak dapat diperpanjang lagi. Sebab,

hanya ada satu ketentuan perizinan dalam UU Minerba. Akan tetapi

dalam huruf b dalam Pasal 169 tersebut menyatakan bahwa paling lambat

dalam waktu satu tahun, maka ketentuan yang terdapat dalam Kontrak

Karya dan Perjanjian Karya sebagaimana dalam huruf a, harus

disesuaikan.

Bagan alur perizinan usaha pertambangan :

Dengan mekanisme sebagai berikut :

Pemerintah Pelelangan WIUP

Badan Usaha,

Koperasi, atau

Perseorangan Permohonan

IUP

Pemohon

Bupati atau

Walikota

Menteri

atau

Gubernur

Masa berakhirnya :