berita negara republik indonesia · 2012. 2. 8. · namun demikian, proyek plg yang pada awal...
TRANSCRIPT
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.48, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Rehabilitasi. Konservasi. Lahan Gambut. Pengembangan.
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN
NOMOR: P.55/Menhut-II/2008 TENTANG
RENCANA INDUK REHABILITASI DAN KONSERVASI KAWASAN PENGEMBANGAN LAHAN GAMBUT
DI KALIMANTAN TENGAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,
Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat Rehabilitasi dan Revitalisasi Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah, sebagai tindak lanjut Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 1999 tentang Pedoman Umum Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah telah ditetapkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2007;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 2
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 1999 tentang Pedoman Umum Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan PLG di Kalimantan Tengah;
4. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007 tentang Percepatan Rehabiitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah;
5. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Tim Nasional Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan PLG di Kalimantan Tengah Nomor: KEP–42/M.EKON/08/2007 tentang Tim Pendukung dan Kelompok Kerja pada Tim Nasional Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan PLG di Provinsi Kalimantan Tengah;
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG RENCANA INDUK REHABILITASI DAN KONSERVASI KAWASAN PENGEMBANGAN LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN TENGAH.
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 3
Pasal 1 Rencana Induk Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah, sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Kehutanan ini.
Pasal 2 Rencana Induk Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah sebagai acuan penyusunan rencana aksi di lapangan oleh Pokja Rehabilitasi dan Konservasi yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : KEP–42/M.EKON/08/2007, serta merupakan instrumen dasar perencanaan operasional dan pembiayaan bagi para pemangku dan pelaksana kegiatan di lapangan.
Pasal 3 Rencana Induk Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah terdiri dari Pendahuluan, Situasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut saat ini, Visi, Strategi, Horison Perencanaan dan Pembiayaan, Arahan Fungsi Kawasan Hutan, dan Arahan Program Aksi Konservasi Pengembangan Lahan Gambut serta Tahapan Implementasi Arahan Fungsi Kawasan Hutan dan Stakeholders Utama dalam Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut dan Penutup.
Pasal 4
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Kehutanan ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 September 2008 MENTERI KEHUTANAN, H. M.S. KABAN
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 24 September 2008 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ANDI MATTALATTA
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 4
PUSAT RENCANA DAN STATISTIK KEHUTANAN
BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN
2008
REHABILITASI DAN KONSERVASI
KAWASAN PENGEMBANGAN LAHAN GAMBUT
DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
Lampiran Peraturan Menteri KehutananNomor : P.55/Menhut-II/2008Tanggal : 18 September 2008
R E N C A N A I N D U K
(MASTER PLAN)
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 5
KATA PENGANTAR
Dalam rangka tindak lanjut Inpres No. 2 Tahun 2007 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah, Departemen Kehutanan telah menyusun Rencana Induk (Master Plan) Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut (PLG) di Kalimantan Tengah.
Proses penyusunan rencana induk ini dilakukan melalui analisis data lapangan hasil inventarisasi terestris BPKH Wilayah V Banjarbaru dan fakta yang langsung dikumpulkan, serta hasilnya telah dibahas bersama wakil–wakil unit Eselon I dan para pakar. Selanjutnya rencana induk ini juga telah dikonsultasipublikkan dengan para pihak terkait di Palangkaraya pada tanggal 27 November 2007.
Rencana induk ini kiranya dapat dijadikan acuan dalam menyusun rencana dan implementasi dilapangan oleh Pokja Rehabilitasi dan Konservasi yang dibentuk sesuai dengan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor: KEP–42/M.EKON/08/2007, serta merupakan instrumen dasar perencanaan operasional dan pembiayaan bagi para pemangku dan pelaksana kegiatan di lapangan. Selain itu, dokumen rencana induk ini merupakan bagian integral dari Grand Master Plan Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan PLG di Kalimantan Tengah (Rehabilitasi dan Konservasi, Budidaya, dan Pemberdayaan Masyarakat Lokal dan Transmigrasi).
Kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Kepala Badan Planologi Kehutanan, Pemda Provinsi Kalimantan Tengah, serta Para Pihak lainnya yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyusunan rencana induk ini.
Semoga Rencana Induk Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan PLG di Kalimantan Tengah ini bermanfaat.
MENTERI KEHUTANAN
H.M.S. KABAN
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan perkembangan terakhir (2007), secara geografis kawasan
Pengembangan Lahan Gambut (PLG) di Kalimantan Tengah terletak di antara Kota
Palangkaraya (Sungai Kahayan) ke arah timur melalui sebuah Saluran Primer Induk
(SPI) sepanjang 187 kilometer memotong Sungai Barito di Mangkatip. Pada bagian
barat, membujur dari Kota Palangkaraya ke arah selatan menyusuri sebelah timur
Sungai Sebangau ke arah selatan hingga bermuara di Teluk Sebangau di Laut Jawa.
Sedangkan di sebelah timur dibatasi oleh Sungai Barito dan menyusuri Sungai Barito,
Sungai Kapuas Murung ke arah selatan melewati Kuala Kapuas hingga muara Sungai
Kapuas yang bermuara di Laut Jawa.
Proyek PLG Satu Juta Hektar di Provinsi Kalimantan Tengah, melalui Instruksi
Presiden tanggal 5 Juni 1995 tentang Ketahanan Pangan dan Keputusan Presiden No.
82 tahun 1995 tentang Pengembangan Lahan Gambut untuk Pertanian Tanaman
Pangan di Provinsi Kalimantan Tengah, diarahkan untuk mengkonversi hutan rawa
gambut (wet land) yang terletak di Provinsi Kalimantan Tengah menjadi sawah guna
mempertahankan dan melanjutkan swasembada beras nasional yang telah dicapai
Indonesia pada tahun 1984, bahkan diharapkan dapat meningkatkan produksi
pertanian yang lebih besar.
Proyek PLG dikerjakan secara bertahap mulai dari tahun 1996. Dalam kurun waktu
1996 – 1997 telah dibuat saluran primer induk (SPI) sepanjang 187 km yang
menghubungkan Sungai Kahayan
dengan Sungai Barito. Selain itu telah dibuat pula Saluran Primer Utama (SPU)
sepanjang 958,18 km di Blok A, B, C, dan D. Pada Blok A pembuatan saluran
sekunder, saluran kolektor, saluran primer dan saluran tersier sudah selesai
dikerjakan, sehingga di Blok A berhasil dibuat sekitar 30.000 hektar lahan sawah.
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 7
Namun demikian, proyek PLG yang pada awal pelaksanaannya tanpa didahului
Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) telah menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan fisik, biologi, dan sosial. Dampak-dampak negatif tersebut, antara lain :
(1) Pembuatan Saluran Primer Induk (SPI) sepanjang 187 kilometer yang
menghubungkan Sungai Kahayan, Sungai Kapuas dan Sungai Barito serta
memotong cukup banyak anak sungainya yang mengakibatkan berubahnya pola
tata air dan kualitasnya.
(2) Pembukaan lahan dengan penebangan pohon di hutan rawa gambut
mengakibatkan daya serap permukaan tanah berkurang. Kondisi ini
menyebabkan sering terjadinya banjir di musim penghujan, sebaliknya pada
musim kemarau lahan gambut lebih mudah terbakar. Kebakaran lahan gambut
pada tahun 1997 merupakan salah satu penyumbang karbon yang cukup besar
di udara.
(3) Terbukanya akses bagi masyarakat untuk melakukan penebangan liar di
kawasan-kawasan hutan dan tersedianya saluran-saluran air untuk membawa
kayu hasil tebangan liar, mengakibatkan semakin maraknya penjarahan hutan
secara liar (illegal logging) di kawasan Eks PLG.
(4) Beberapa spesies tumbuhan langka yang dilindungi seperti ramin (Gonystylus
spp.), jelutung (Dyera lowii), kempas (Koompassia malaccensis), ketiau (Ganua
motleyana), dan nyatoh (Dichopsis elliptica) terancam punah.
(5) Proyek ini menyisakan berbagai masalah sosial dan lingkungan, seperti nasib
yang kurang menguntungkan bagi para transmigran yang pada umumnya belum
menguasai pengolahan lahan basah untuk pertanian, dan masyarakat setempat
terpinggirkan dari lahannya.
Berbagai upaya pengelolaan dampak lingkungan, sosial dan ekonomi PLG telah
dilakukan, demikian juga berbagai kebijakan sehubungan dengan pengembangan
kawasan PLG telah dikeluarkan; mulai dari Keppres No. 80 tahun 1998 yang
menghentikan untuk sementara waktu proyek pengembangan PLG, Keppres No. 74
tahun 1998, Keppres No. 133 tahun 1998, dan terakhir Keppres No. 80 tahun 1999
tentang Pedoman Umum Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan PLG di Kalimantan
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 8
Tengah. Pemerintah juga telah memiliki konsep Rencana Rehabilitasi Kawasan Eks
PLG di Kalimantan Tengah yang disusun oleh Tim Ad Hoc Penyelesaian Eks Proyek
Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah yang dibentuk berdasarkan
Keputusan Menteri Negara Percepatan Pembangunan KTI No. SK/004/KH.DP-
KTI/IX/2002. Berbagai upaya ini ternyata belum cukup untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan ekologi, sosial ekonomi, dan politik kawasan pengembangan
PLG.
Paling sedikit ada empat alasan utama kenapa rehabilitasi dan konservasi kawasan
gambut di Propinsi Kalimantan Tengah sangat penting dan mendesak: (1) Lahan
gambut di Propinsi Kalimantan Tengah menempati hampir 20 % ruang wilayah
Propinsi Kalimantan Tengah, (2) Hutan gambut merupakan cadangan karbon dunia
utama, (3) Hutan gambut memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi, (4)
Ekosistem gambut termasuk ekosistem yang rapuh sehingga jika dikonversi ke
penggunaan lahan lain selain hutan dapat menimbulkan kerusakan gambut itu
sendiri serta menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Dalam rangka efektifitas, optimalisasi, dan keterpaduan upaya rehabilitasi dan
konservasi kawasan PLG, maka melalui Inpres No. 2 Tahun 2007, ditetapkan
kebijakan nasional Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan
Lahan Gambut di Kalimantan Tengah, dimana salah satu amanat yang harus segera
ditindaklanjuti adalah menyusun Rencana Induk (Master Plan) Konservasi Kawasan
Hutan Eks Proyek PLG Tahun 2007-2011.
Rehabilitasi dan konservasi kawasan PLG di Kalimantan Tengah merupakan suatu
pekerjaan dengan dimensi permasalahan yang cukup luas dan rumit yang
menyangkut aspek sosial, ekonomi dan ekologi dari kawasan gambut tersebut serta
menyangkut banyak pemangku kepentingan (stakeholders). Oleh karena itu, agar
kegiatan tersebut dapat dilakukan secara terarah, efektif dan efisien, maka
diperlukan suatu Rencana Induk (Master Plan) Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan
PLG seperti yang diamanahkan oleh Inpres No. 2 Tahun 2007. Dokumen Master
Plan ini akan merupakan instrumen dasar perencanaan operasional dan pembiayaan
bagi para pemangku kepentingan utama. Selain itu, dokumen Master Plan
Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan PLG ini merupakan bagian integral dari Master
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 9
“Terintegrasi” Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan
Lahan Gambut di Kalimantan Tengah yang terdiri dari Master Plan Rehablitasi dan
Konservasi Kawasan PLG, Master Plan Budidaya, dan Master Plan Pemberdayaan
Masyarakat Lokal dan Transmigrasi.
B. Dasar Pemikiran
Rencana Induk Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan PLG ini disusun dengan dasar
pemikiran sebagai berikut:
1. Konservasi kawasan PLG tidak diartikan secara sempit sebagai konservasi
kawasan (konservasi keanekaragaman hayati berbasis ekosistem) tetapi diartikan
dalam pengertian umum. Dengan demikian, konservasi kawasan PLG
didefinisikan sebagai pengelolaan konservasi dan rehabilitasi kawasan PLG
sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat optimal secara berkelanjutan
bagi generasi kini, khususnya penduduk setempat, sambil mempertahankan
potensinya untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi mendatang.
2. Konservasi mencakup pengawetan, pemeliharaan, pemanfaatan secara
berkelanjutan, rehabilitasi, restorasi, dan peningkatan mutu lingkungan secara
alami.
3. Ekosistem-ekosistem yang unik di kawasan PLG merupakan prioritas untuk
dilindungi dengan pendekatan konservasi berbasis ekosistem dengan tetap
mengizinkan pemanfaatan ekosistem tersebut sepanjang tidak bertentangan
dengan pengawetan keanekaragaman hayati.
4. Konservasi hidrologi, konservasi ekosistem air hitam dan konservasi flora fauna
merupakan satu kesatuan masalah yaitu masalah konservasi ekosistem hutan
gambut tebal
5. Ekosistem-ekosistem unik yang terdapat dalam kawasan PLG adalah ekosistem
hutan gambut tebal, ekosistem hutan gelam, dan ekosistem hutan kerangas.
Ekosistem hutan mangrove, walaupun tidak unik, perlu juga dilindungi karena
peranannya sebagai pelindung pantai.
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 10
Secara ringkas kerangka pemikiran rehabilitasi dan konservasi kawasan PLG dapat
dilihat pada Gambar I-1.
Gambar I-1. Kerangka pemikiran rehabilitasi dan konservasi kawasan PLG
C. Maksud dan Tujuan Penyusunan Rencana Induk
Penyusunan Rencana Induk Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan PLG dimaksudkan
untuk membuat kerangka perencanaan strategik menyeluruh mengenai kegiatan
rehabilitasi dan konservasi kawasan PLG sebagai instrumen dasar perencanaan
operasional dan pembiayaan bagi para stakeholders utama dalam kegiatan rehabilitasi
dan konservasi kawasan PLG.
Adapun tujuan penyusunan Rencana Induk Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan PLG
adalah:
1. Mendeskripsikan situasi kawasan PLG saat ini, menetapkan visi atau situasi yang
diinginkan di masa depan, merumuskan strategi untuk mewujudkan visi,
menetapkan tenggang waktu dan horison perencanaan .
2. Merumuskan program aksi dan arahan kegiatan-kegiatan konservasi kawasan PLG.
3. Mengidentifikasi dan menganalisis peran masing-masing stakeholders utama.
4. Mengidentifikasi prioritas kegiatan, hambatan dan kendala.
5. Menentukan arah penetapan fungsi kawasan hutan pada kawasan PLG yang
dialokasikan untuk program konservasi.
SITUASI KAWASA
N PLG SAAT INI
VISI ATAU SITUASI
KAWASAN PLG
REHABILITASI DAN
KONSERVASI KAWASAN PLG KERANG
KA KONSEPS
KENDAL
A
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 11
D. Alur Proses Penyusunan Rencana Induk
Rencana Induk Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan PLG disusun dengan proses
penyusunan sebagaimana pada Gambar I-2.
E. Ruang Lingkup
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup rehabilitasi dan konservasi kawasan PLG adalah :
1. Seluruh kawasan lindung yang telah ditetapkan berdasarkan peta arahan fungsi
ruang kawasan PLG sebagaimana Lampiran Peta INPRES No. 2 Tahun 2007
tentang Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan
Gambut di Kalimantan Tengah seluas 897.400 ha
2. Terminologi wilayah konservasi pada inpres tersebut untuk kepentingan analisis
dan kajian dalam rencana makro ini disetarakan dengan wilayah – wilayah
ekosistem (seperti diuraikan pada dasar pemikiran). Kesetaraan tersebut dapat
dilihat pada Tabel 1.1 dibawah ini
VISI MISI TUJUAN
KONDISI SAAT INI
STAKEHOLDERS
SASARAN
STRATEGI
PROGRAM AKSI
DAN KEGIATA
MANDAT INPRES 2/2007
KONSULTASI PUBLIK
Gambar I-2. Alur proses penyusunan Rencana Induk (Master Plan) Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan PLG
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 12
Tabel 1.1 Arahan Kawasan Hutan di Wilayah PLG
No. Arahan Ruang dalam INPRES
2/2007
Arahan Fungsi
Kawasan Hutan
Kategori Ekosistem
Luas (Ha)
KAWASAN LINDUNG 1 Konservasi pasir
kwarsa Hutan Lindung (HL)
Ekosistem Hutan Kerangas
87.700
2 Hutan gelam Hutan Produksi Terbatas (HPT)
Ekosistem Hutan Gelam
76.300
3 Konservasi mangrove
Hutan Lindung (HL)
Ekosistem Hutan Mangrove
27.100
4 a. Konservasi flora dan fauna
b. Konservasi ekosistem air hitam
c. Konservasi hidrologi
d. Konservasi gambut tebal
Hutan Lindung (HL)
Ekosistem Hutan Gambut Tebal
706.300
JUMLAH 897.400 KAWASAN BUDIDAYA 1 Budidaya
Kehutanan Hutan Produksi (HP)
153.000
JUMLAH KAWASAN HUTAN 1.050.400
3. Dalam masing – masing ekosistem memuat beberapa alternatif arahan
fungsi sesuai dengan kriteria kondisi penutupan hutan, penggarapan
masyarakat, kedalaman gambut, serta fisik kimia – fisik tanah gambut
4. Pembahasan terhadap arahan fungsi kawasan hutan dalam proses penataan
ruang wilayah Kalimantan Tengah sesuai dengan arahan – arahan seperti
butir 3
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 13
5. Rencana induk ini berisi tentang :
- Bab I. Pendahuluan yang berisi latar belakang, dasar pemikiran, maksud
dan tujuan penyusunan rencana induk serta sasaran
- Bab II. Situasi kawasan pengembangan lahan gambut kondisi umum,
kandungan karbon pada lahan gambut, status kawasan pengembangan
lahan gambut
- BAB III. Visi, strategi, horison perencanaan dan pembiayaan
- Bab IV. Bab ini akan memuat tiga sub bab yang berisi tiga bahasan
pokok, yaitu a) sub bab Arahan Fungsi Kawasan Hutan pada masing-
masing ekosistem yang terdapat dalam lahan gambut, b) sub bab
Arahan Program Aksi dan kegiatan pokok, c) Tahapan implementasi
arahan fungsi kawasan hutan.
Sub bab Arahan Fungsi Kawasan Hutan membahas dan menganalisis
wilayah dengan mempertimbangkan kondisi penutupan hutan,
penggarapan masyarakat, kedalaman gambut, serta sifat kimia-fisik
tanah gambut, yang selanjutnya berdasarkan pertimbangan tersebut
ditetapkan alternatif arahan fungsi kawasan hutan pada masing-masing
ekosistem berdasarkan kondisi yang ada.
Sub bab Arahan Program Aksi dan Kegiatan Pokok membahas dan
menetapkan program aksi dan kegiatan pokok dalam rangka konservasi
dan rehabilitasi lahan gambut pada masing-masing alternatif arahan
fungsi kawasan hutan di setiap ekosistem.
- Bab V. Stakeholders utama dalam rehabilitasi dan konservasi kawasan
pengembangan lahan gambut
- Bab VI. Penutup dimana Rencana Induk Rehabilitasi dan Konservasi
Kawasan PLG tahun 2007-2017, merupakan penjabaran INPRES No. 2
Tahun 2007 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan
PLG di Kalimantan Tengah Tahun 2007-2011, yang berisi visi-misi,
arahan fungsi kawasan hutan, arahan program aksi dan kegiatan,
menjadi acuan bagi pemerintah maupun para pihak dan masyarakat
dalam penyelenggaraan rehabilitasi dan konservasi kawasan PLG di
Kalimantan Tengah.
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 14
BAB II
SITUASI KAWASAN PENGEMBANGAN LAHAN GAMBUT SAAT INI
A. Kondisi Umum
Ekosistem hutan gambut tebal, ekosistem hutan gelam, ekosistem hutan kerangas dan
ekosistem hutan mangrove merupakan wilayah yang dideliniasi sebagai kawasan
lindung dalam peta arahan pemanfaatan kawasan lindung kawasan Pengembangan
Lahan Gambut (PLG) di Provinsi Kalimantan Tengah. Tipe ekosistem-tipe ekosistem
tersebut merupakan ekosistem-ekosistem spesifik pada kawasan eks proyek PLG yang
saat ini situasinya bermasalah, karena gangguan dari faktor-faktor eksternal yang
menyebabkan degradasi dari struktur dan fungsi ekosistem-ekosistem tersebut.
Hutan kerangas di beberapa wilayah pada kawasan eks proyek PLG telah dikonversi
melalui penebangan pohon yang dilanjutkan dengan pembakaran terhadap pohon-
pohon tersebut untuk menjadi ladang yang ditanami berbagai jenis tanaman pangan,
hortikultura buah-buahan dan sayuran (Gambar II-1).
Gambar II-1. Konversi hutan kerangas menjadi ladang
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 15
Pada beberapa wilayah, hutan kerangas yang sebagian besar tegakannya sudah
ditebang dan dibakar dibiarkan menjadi lahan terlantar yang diinvasi oleh semak
belukar yang didominasi oleh berbagai jenis paku-pakuan (Gambar II-2).
Gambar II-2. Pembukaan dan pembakaran lahan pada ekosistem hutan kerangas yang diinvasi semak belukar
Ekosistem hutan gambut tebal di beberapa wilayah telah mengalami gangguan serius
berupa kebakaran, penebangan liar, pembuatan saluran drainase dan konversi
tegakan hutan menjadi lahan pertanian (Gambar II-3 dan Gambar II-4).
Gambar II.3 Lahan gambut yang terbakar (kebakaran hutan dan lahan semacam ini telah menghabiskan lima puluh persen hutan gambut di kawasan Eks-PLG)
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 16
Gambar II-4. Pembuatan kanal saluran drainase ke Sungai Mantangai pada
ekosistem hutan gambut tebal
Situasi semacam ini telah menyebabkan “gambut kering tidak balik” (irreversible
drying), sehingga pada saat musim hujan gambut menjadi terkelupas, terjadi banjir di
dataran-dataran rendah dan terbentuknya genangan-genangan air di lantai hutan,
sedangkan pada musim kemarau terjadi kebakaran gambut dan kekurangan air, baik
bagi pertumbuhan tanaman, kehidupan fauna air maupun bagi keperluan irigasi, air
minum dan transportasi air karena debit sungai menjadi kecil.
Hutan gelam umumnya tumbuh pada areal hutan rawa dan hutan gambut yang telah
rusak yang tanahnya mengandung pirit, baik pada tanah sulfat masam aktual maupun
tanah sulfat masam potensial (Gambar II-5). Pada tanah sulfat masam tersebut jenis
gelam tumbuh rapat secara monokultur, karena jenis-jenis pohon lainnya tidak dapat
tumbuh di habitat tersebut.
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 17
Gambar II-5. Hutan gelam yang tumbuh pada hutan gambut dengan tanah sulfat masam
Lahan-lahan dengan tanah sulfat masam umumnya berupa tanah terlantar yang
diinvasi oleh rumput-rumputan dan semak belukar sebelum diinvasi oleh jenis pohon
gelam sebagai tahap suksesi klimaks di lahan tersebut.
Tegakan hutan gelam di kawasan PLG ditebang secara konvensional oleh masyarakat
di kawasan tersebut untuk memanfaatkan kayunya yang bernilai komersial. Kayu
gelam tersebut umumnya dimanfaatkan untuk stabilisasi tanah fondasi jalan dan tiang
pancang (scalfold) pada saat pembangunan gedung. Oleh karena itu, secara
signifikan keberadaan hutan gelam dapat memberikan pendapatan bagi masyarakat
yang tinggal di beberapa lokasi pada kawasan PLG.
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 18
Gambar II-6. memperlihatkan tumpukan kayu gelam yang siap untuk dijual.
Hutan mangrove tumbuh di sebelah utara kawasan eks PLG. Saat ini situasinya
mengalami kerusakan akibat penebangan dan konversi lahan mangrove menjadi
peruntukan lain (Gambar II-7).
Gambar II-7. Konversi lahan mangrove menjadi peruntukan lain
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 19
Tipe ekosistem mangrove ini mempunyai fungsi ekologis yang penting bagi fungsi
lindungan lingkungan sekitarnya yang berperan menjaga keseimbangan ekologis
antara ekosistem lautan dan ekosistem daratan.
Situasi masalah ekosistem-ekosistem spesifik di kawasan PLG juga bersangkutan
dengan penutupan lahan. Tabel II-1 menunjukkan luas dan persentase penutupan
lahan untuk masing-masing tipe ekosistem. Dapat dilihat bahwa hampir semua
ekosistem spesifik di kawasan PLG sebagian besar penutupan lahannya berupa
semak/tidak berhutan, kecuali untuk ekosistem mangrove.
Terlepas dari situasi masalah konservasi kawasan PLG saat ini, kemauan politik yang
kuat dari pemerintah dan pemerintah daerah untuk merehabilitasi dan merevitalisasi
kawasan PLG adalah merupakan suatu kekuatan (strengths). Akan tetapi bila dilihat
dari sudut kerumitan masalah dan banyaknya stakeholder, faktor kelembagaan akan
menjadi faktor kelemahan (weakness) dalam rehabilitasi dan revitalisasi kawasan PLG.
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 20
Persen(%)
I. Kawasan Lindung1. Konservasi Flora Fauna a. Hutan Kerapatan Sedang 28,381 1.95
b. Hutan Kerapatan Jarang 6,525 0.45 c. Semak/tidak berhutan 93,101 6.40
128,006 8.80 2. Konservasi Mangrove a. Hutan Kerapatan Jarang 25,350 1.74
b. Semak/tidak berhutan 739 0.05 26,090 1.79
3. Konservasi Ekosistem Air Hitam a. Hutan Kerapatan Sedang 2,766 0.19 b. Hutan Kerapatan Jarang 127 0.01 c. Semak/tidak berhutan 19,137 1.32
22,029 1.51 4. Konservasi Hidrologi a. Hutan Kerapatan Sedang 171,930 11.82
b. Hutan Kerapatan Jarang 8,535 0.59 c. Semak/tidak berhutan 92,443 6.36
272,908 18.76 5. Konservasi Pasir Kuarsa a. Hutan Kerapatan Sedang 34,726 2.39
b. Hutan Kerapatan Jarang 5,825 0.40 c. Semak/tidak berhutan 43,832 3.01
84,384 5.80 6. Konservasi Gambut Tebal a. Hutan Kerapatan Sedang 49,359 3.39
b. Hutan Kerapatan Jarang 15,460 1.06 c. Semak/tidak berhutan 203,020 13.96 d. Karet 145 0.01 e. Sawah 1,516 0.10
269,500 18.53 7. Konservasi Hutan Galam/purun a. Semak/tidak berhutan 47,108 3.24
b. Sawah 21,793 1.50 c. Pemukiman 2,636 0.18
71,537 4.92 874,453 60.12
II. Kawasan Budidaya - 1. Budidaya Kehutanan a. Hutan Kerapatan Jarang 34,569 2.38
b. Semak/tidak berhutan 117,151 8.05 151,720 10.43
2. Budidaya Non Kehutanan a. Hutan Kerapatan Sedang 1,418 0.10 b. Hutan Kerapatan Jarang 1,159 0.08 c. Galam 2,523 0.17 d. Semak/tidak berhutan 423,179 29.09 e. Sawah 84 0.01 f. Pemukiman 4 0.00
428,368 29.45 580,088 39.88
1,454,541 100.00
Penutupan Lahan Luas (ha)
Jumlah Kawasan PLG
Jumlah 5
Jumlah 6
Jumlah 7Jumlah Kawasan Lindung
Tabel II-1. Luas dan persentase penutupan lahan pada setiap sasaran konservasi
Jumlah 1
Jumlah 2Jumlah Kawasan Budidaya
Jumlah 1
Jumlah 2
Jumlah 3
Jumlah 4
No. Sasaran Konservasi
Sumber: Badan
Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan, 2007
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 21
B. Status Kawasan Pengembangan Lahan Gambut
Kawasan lindung dan kawasan budidaya pada kawasan eks PLG di Kalimantan seluas
± 1.457.100 ha, sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 759/Kpts/Um/10/1982
tentang TGHK Provinsi Kalimantan Tengah masih berstatus sebagai kawasan hutan
dengan fungsi Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK), dan
sebagian kecil sebagai Areal Penggunaan Lain (APL).
Status kawasan eks PLG tersebut sebagai kawasan hutan masih sah secara hukum
mengingat Menteri Kehutanan yang diberi wewenang berdasarkan Undang Undang
No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan belum menetapkan perubahan peruntukan
kawasan PLG sebagai kawasan untuk kepentingan non kehutanan, meskipun melalui
Keputusan Menteri Kehutanan No. 166/Menhut/VII/1996 perihal Pencadangan Areal
Hutan untuk Tanaman Pangan di Provinsi Kalimantan Tengah telah dikeluarkan
pencadangan kawasan PLG tersebut untuk pengembangan tanaman pangan.
Untuk mendukung pemantapan status kawasan eks PLG bagi kepentingan revitalisasi
kawasan PLG bagi pembangunan multi sektor yang optimal sebagaimana diamanatkan
dalam Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2007, maka paduserasi antara peta TGHK dan
peta RTRWP Provinsi Kalimantan Tengah menjadi sangat strategis dan prioritas untuk
diselesaikan secara menyeluruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, dimana kawasan PLG seluas ± 1.457.100 ha menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari paduserasi tersebut. Selanjutnya hasil paduserasi akan ditetapkan
menjadi peta penunjukan kawasan hutan Provinsi Kalimantan Tengah sebagai acuan
dalam pengukuhan dan penatagunaan kawasan hutan.
C. Kandungan Karbon Pada Lahan Gambut
Gambut memiliki porositas yang sangat tinggi sehingga dapat menampung air yang
sangat banyak. Gambut juga memiliki sifat pengeringan yang tidak dapat balik
(irreversible drying property) dan vertikal konduktivitas yang sangat rendah, sehingga
jika gambut mengalami pengeringan yang berlebihan, gambut tidak akan dapat
menyerap air, dan akan sangat mudah terdekomposisi menghasilkan emisi karbon,
khususnya metan dan karbondioksida (CO2).
Lahan gambut menyimpan banyak karbon, sehingga apabila terjadi kerusakan akan
berpotensi menghasilkan emisi karbon yang cukup besar. Kerusakan lahan gambut
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 22
seperti pembukaan dan pembakaran lahan gambut berpotensi melepas karbon
berupa emisi karbon, sehingga potensi gambut tersebut harus dijaga melalui upaya
rehabilitasi dan konservasi. Walaupun masih terbatas, hasil penelitian menunjukkan
bahwa potensi karbon pada lahan gambut cukup besar.
Tabel II.2. menyajikan hasil penelitian yang dilakukan Siregar et al (2004) di areal
hutan bekas tebangan, bekas kebakaran dan padang rumput.
Tabel II.2. Kandungan karbon pada beberapa areal gambut di Kalimantan Tengah menurut Siregar et al., 2004.
No.
Tipe lokasi
penelitian
Kandungan karbon di atas tanah
(ton/ha)
Bawah Tanah Jumlah Kandungan Karbon (ton/ha)
Kedalaman
(cm)
Lokasi Kandungan
Karbon (ton/ha)
1. Hutan bekas tebangan
216,040 0 – 30 (Average) 197,932 413,972 0 – 100 (Average) 754,319 970,359 0 – 350 (Average) 2.747,5
25 2.963,56
5 0 – 420 ST2 and
ST3 2.979,3
54 3.195,39
3 0 – 500 ST2 3.743,4
22 3.959,46
2 0 – 610 ST2 4.407,2
99 4.623,33
9 2. Hutan
bekas kebakaran
187,725 0 – 30 (Average) 223,634 411,349 0 – 100 (Average) 877,331 1.065,05
6 0 – 350 (Average) 2.663,9
80 2.851,70
5 0 – 420 (Average) 3.082,7
50 3.270,47
5 0 – 500 ST1 and
KLP3 3.240,6
27 3.428,35
2 0 – 610 ST1 3.849,2
61 4.036,98
6 3. Padang
rumput 9,661 0 – 30 (Average) 234,194 252,855
0 – 100 (Average) 736,738 746,399 0 – 350 (Average) 2.607,4
78 2.617,13
9 0 – 420 (Average) 3.270,7
51 3.280,41
2 0 – 580 STGL 3.603,8
46 3.613,50
7
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 23
Catatan : ST1 Sei Taruna (Plot 1), hutan bekas kebakaran. ST2 Sei Taruna (Plot 2), hutan bekas tebangan. ST3 Sei Taruna (Plot 3), hutan bekas tebangan. STGL Sei Taruna (Plot 1), padang rumput.
KLP3 Kalampangan (Plot 3), hutan bekas kebakaran.
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 24
BAB III
VISI, STRATEGI, HORISON PERENCANAAN DAN PEMBIAYAAN
A. Visi
Berdasarkan situasi kawasan PLG saat ini dan kekuatan serta kelemahan internal yang
dimiliki, maka visi rehabilitasi dan konservasi kawasan PLG yaitu ”Terwujudnya
ekosistem gambut di kawasan PLG yang produktif yang memberikan
manfaat sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan secara optimal, baik lokal,
regional, maupun internasional secara berkelanjutan”. Untuk mewujudkan visi
tersebut, maka misi rehabilitasi dan konservasi kawasan PLG adalah:
1. Menjamin keberadaan hutan tetap dengan luasan yang cukup sebagai penyangga
kehidupan kawasan PLG dan sekitarnya.
2. Mengoptimalkan fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan
fungsi produksi sehingga diperoleh manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan
ekonomi yang seimbang dan lestari.
3. Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai di kawasan PLG.
4. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas masyarakat untuk berpartisipasi dalam
konservasi kawasan PLG.
5. Menjamin distribusi manfaat hutan yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Peluang untuk mencapai visi rehabilitasi dan konservasi kawasan PLG yang diinginkan
tersebut di atas cukup besar karena berkaitan dengan ketataan pada konvensi dan
kesepakatan-kesepakatan internasional seperti Konvensi Biodiversity, Ramsar, dan
perubahan iklim global. Ini berarti, upaya-upaya untuk mewujudkan situasi kawasan
PLG yang diinginkan tersebut di atas akan mendapatkan dukungan luas dari dunia
internasional. Selain itu, situasi kawasan PLG yang diinginkan tersebut bersesuaian
dengan kebijakan prioritas Departemen Kehutanan, khususnya kebijakan pemantapan
kawasan hutan, kebijakan rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan serta
pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Namun demikian,
upaya mewujudkan situasi kawasan PLG tersebut di atas akan menghadapi berbagai
faktor ancaman, khususnya faktor sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 25
B. Strategi
Visi rehabilitasi dan konservasi kawasan PLG tersebut di atas, secara operasional dapat
didefinisikan sebagai berjalannya kegiatan pengelolaan kawasan hutan tetap sesuai
dengan fungsinya. Untuk mewujudkan visi tersebut, maka langkah-langkah strategis
rehabilitasi dan konservasi kawasan PLG adalah sebagai berikut:
1. Perlindungan dan pengamanan hutan, dan penetapan kawasan hutan sesuai
fungsi.
2. Rehabilitasi hutan dan restorasi ekosistem dalam rangka revitalisasi fungsi
ekosistem hutan gambut.
Sehubungan dengan langkah-langkah strategis tersebut di atas, beberapa prinsip
demand-driven berikut perlu dipenuhi:
1. Pengukuhan kawasan hutan yang akan dipertahankan keberadaannya sebagai
hutan tetap harus dilakukan setelah peruntukan kawasan eks PLG lainnya seperti
lahan pertanian tanaman pangan, pemukiman transmigrasi, perkebunan, dan lain-
lain peruntukan termasuk pertambangan, terdefinisikan secara jelas dan dengan
batas-batas yang jelas, serta para pihak berkomitmen dan mendukung terhadap
peruntukan kawasan hutan yang telah disepakati.
2. Dalam proses pengukuhan kawasan hutan serta penentuan statusnya sebagai
hutan negara, hutan hak, dan atau hutan adat sepanjang menurut kenyataannya
masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya,
merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari konservasi kawasan PLG.
3. Konservasi kawasan PLG harus lebih mengutamakan ”access tenure” daripada
”land tenure” .
C. Tenggang Waktu dan Horison Perencanaan
Berdasarkan visi, misi dan strategi pelaksanaan rehabilitasi dan konservasi kawasan
PLG seperti tersebut di atas, maka ditetapkan dua tenggang waktu perencanaan yaitu
periode perbaikan struktur (komunitas ekosistem dan vegetasi hutan gambut) serta
periode revitalisasi fungsi (ekosistem hutan gambut) untuk sampai pada periode
pengelolaan penggunaan kawasan hutan tetap sesuai dengan fungsi secara
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 26
berkelanjutan. Masing-masing periode ditetapkan waktunya lima tahun sehingga
horison perencanaan Rencana Induk Rehabilitasi dan Konservasi PLG ini adalah 10
tahun (2007-2017). Gambar III-1 menunjukkan secara hipotetik tenggang waktu
horizon perencanaan dan perkembangan output (keluaran) kegiatan rehabilitasi dan
revitalisasi kawasan PLG.
Gambar III-1. Tenggang waktu dan horison perencanaan serta keluaran kegiatan
rehabilitasi dan revitalisasi kawasan PLG
D. Pembiayaan
Pendanaan yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan konservasi
kawasan PLG dapat berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN),
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta sumber-sumber pembiayaan
lainnya yang tidak mengikat, seperti, dana-dana global.
Beberapa skema pendanaan yang berasal dari bantuan luar negeri yang diharapkan
dapat mendukung pembangunan konservasi di kawasan PLG adalah Debt Swap to
Nature (DSN), dana hibah (grant), carbon trade dan atau dapat menggunakan dana
pinjaman lunak (soft loan) untuk kegiatan yang bersifat produktif.
Kea
neka
raga
man
hay
ati d
an
fung
si e
kosi
stem
hut
an g
ambu
t – K
EL
UA
RA
N
2007 2012 2017 dst. - TAHUN
Kegiatan revitalisasi fungsi
Kegiatan perbaikan struktur
Kegiatan pengelolaan kawasan hutan tetap sesuai dengan fungsi secara berkelanjutan
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 27
BAB IV
ARAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DAN ARAHAN PROGRAM AKSI KONSERVASI PENGEMBANGAN LAHAN GAMBUT SERTA TAHAPAN
IMPLEMENTASI ARAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
Bab ini memuat tiga Sub Bab yang berisi tiga bahasan pokok, yaitu a) Sub Bab
Arahan Fungsi Kawasan Hutan pada masing-masing ekosistem yang terdapat dalam lahan
gambut; b) Sub Bab Arahan Program Aksi dan Kegiatan Pokok; c) Tahapan implementasi
arahan fungsi kawasan hutan.
A. Arahan Fungsi Kawasan Hutan
Untuk menata kawasan lindung sebagai kawasan yang akan menjadi kawasan
konservasi sebagaimana diarahkan pada peta Inpres Nomor 2 Tahun 2007, maka
dengan mempertimbangkan kondisi penutupan hutan, penggarapan masyarakat,
kedalaan gambut, serta sifat kimia-fisik tanah gambut, maka arahan fungsi kawasan
hutan PLG untuk masing-masing ekosistem sebagai berikut.
1. Ekosistem Hutan Kerangas (EHK)
Ekosistem Hutan Kerangas (EHK) termasuk ekosistem yang unik karena
keanekaragaman hayati dan peranannya dalam perlindungan sistem hidroorologi.
Oleh karena itu, EHK merupakan prioritas untuk dikonservasi dengan tujuan
pengawetan (preservasi) keanekaragaman hayati berbasis ekosistem. Namun
demikian, mengingat berbagai masalah yang dihadapi EHK di kawasan eks PLG saat
ini, maka penetapannya sebagai kawasan konservasi harus didahului dengan
kegiatan-kegiatan konservasi dalam rangka pengkondisian ekosistem agar dapat
ditetapkan sebagai kawasan hutan konservasi dengan kategori tertentu atau
kawasan hutan lindung.
Arahan fungsi kawasan pada EHK dapat ditetapkan berdasarkan ragam dan
intensitas masalah konservasi yang dihadapi saat ini dan tujuan penggunaan
kawasan hutan sesuai fungsi yang paling memungkinkan. Faktor-faktor determinan
yang teridentifikasi di lapangan yang perlu dikondisikan adalah faktor kerusakan
vegetasi dan penguasaan lahan oleh masyarakat. Berdasarkan kedua faktor ini,
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 28
maka ragam dan intensitas permasalahan konservasi EHK saat ini serta arahan
fungsi kawasan pada EHK seperti disajikan dalam Tabel IV-1.
Tabel IV-1. Matriks arahan fungsi kawasan pada EHK
Kondisi Vegetasi
Penguasaan Lahan
Masih dalam garapan
masyarakat
Tidak digarap oleh
masyarakat
Vegetasi hutan rusak ringan
HL CA
Vegetasi hutan rusak berat
HL HL
Tabel IV-1 menunjukkan bahwa berdasarkan permasalahan konservasi yang
dihadapi EHK di kawasan eks PLG saat ini yaitu tingkat kerusakan vegetasi hutan
dan tingkat penguasaan lahan oleh masyarakat maka dalam jangka panjang EHK
sangat mungkin diarahkan untuk dikelola sebagai kawasan cagar alam dan
kawasan hutan lindung. Berdasarkan arahan fungsi kawasan tersebut, maka
arahan kegiatan konservasi pada EHK dapat ditetapkan sebagai berikut:
§ Jika ekosistem tersebut tidak digarap oleh masyarakat dan tingkat
kerusakannya ringan, maka kegiatan-kegiatan konservasi yang dilakukan adalah
kegiatan-kegiatan yang mengarah pada perbaikan struktur komunitas (restorasi)
EHK agar berfungsi sebagai kawasan Cagar Alam (CA).
§ Jika ekosistem tersebut masih dalam garapan masyarakat dan atau tidak
digarap oleh masyarakat, tetapi kerusakannya berat, kegiatan-kegiatan
konservasi yang dilakukan adalah kegiatan-kegiatan yang mengarah pada
perbaikan struktur vegetasi hutan (reboisasi) EHK agar berfungsi sebagai
kawasan Hutan Lindung (HL).
2. Ekosistem Hutan Gelam (EHG)
Ekosistem Hutan Gelam (EHG) termasuk ekosistem yang unik karena
keanekaragaman hayati dan peranannya dalam perlindungan tanah dan air. Oleh
karena keunikannya, EHG merupakan prioritas untuk dikonservasi dengan tujuan
pengawetan kenekaragaman hayati berbasis ekosistem. Seperti halnya EHK, EHG
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 29
di kawasan eks PLG saat ini juga menghadapi berbagai masalah. Oleh karena itu,
penetapannya sebagai kawasan konservasi harus didahului dengan kegiatan-
kegiatan pengkondisian ekosistem agar dapat ditetapkan sebagai kawasan hutan
konservasi dengan kategori tertentu atau kawasan hutan lindung.
Arahan fungsi kawasan pada EHG dapat ditetapkan berdasarkan ragam dan
intensitas masalah konservasi yang dihadapi saat ini dan tujuan penggunaan
kawasan hutan sesuai fungsi yang paling memungkinkan. Faktor-faktor determinan
yang teridentifikasi di lapangan yang perlu dikondisikan adalah faktor kerusakan
vegetasi, sifat irreversibilitas lahan, dan penguasaan lahan oleh masyarakat.
Berdasarkan ketiga faktor ini, maka ragam dan intensitas permasalahan konservasi
EHG saat ini serta arahan fungsi kawasan pada EHG seperti disajikan dalam Tabel
IV-2
Tabel IV-2. Matriks arahan fungsi kawasan pada ekosistem hutan gelam
Kondisi Vegetasi
Penguasaan Lahan
Masih dalam garapan masyarakat
Tidak digarap oleh masyarakat
Sulfat Masam Aktual
Sulfat Masam
Potensial
Sulfat Masam Aktual
Sulfat Masam
Potensial
Vegetasi hutan rusak ringan
HL HPT CA CA
Vegetasi hutan rusak berat
HL HPT CA HL
Keterangan:
- Sulfat Masam Aktual : tanah yang mengandung pirit pada kedalaman ≤ 50 cm
yang telah teroksidasi dengan pH < 4,0 dan kadar Al serta Fe-nya sangat tinggi
yang bersifat racun bagi tanaman.
- Sulfat Masam Potensial : tanah yang mengandung pirit baik pada kedalaman <
50 cm yang belum teroksidasi (karena terendam air) maupun tanah dengan
kandungan pirit pada kedalaman > 50 cm dengan pH > 4,0.
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 30
- Masih dalam garapan masyarakat = kawasan PLG yang saat ini dimanfaatkan oleh
masyarakat
Tabel IV-2 menunjukkan bahwa berdasarkan permasalahan konservasi yang
dihadapi EHG di kawasan eks PLG saat ini yaitu tingkat kerusakan vegetasi hutan
dan masih dalam garapan masyarakat, maka dalam jangka panjang EHG sangat
mungkin diarahkan untuk dikelola sebagai kawasan cagar alam dan kawasan hutan
lindung. Berdasarkan arahan fungsi kawasan tersebut, maka arahan kegiatan
konservasi pada EHG dapat ditetapkan sebagai berikut:
§ Jika ekosistem tersebut bersulfat masam aktual, kerusakan vegetasi ringan-
berat dan masih dalam garapan masyarakat, dan/atau bersulfat masam
potensial dengan kerusakan vegetasi berat dan tidak digarap oleh masyarakat ,
maka kegiatan-kegiatan konservasi yang dilakukan adalah kegiatan-kegiatan
yang mengarah pada perbaikan struktur vegetasi hutan (rehabilitasi) EHG agar
berfungsi sebagai kawasan Hutan Lindung (HL).
§ Jika ekosistem tersebut bersulfat masam potensial, kerusakan vegetasi ringan-
berat, dan masih dalam garapan masyarakat, maka kegiatan-kegiatan
konservasi yang dilakukan adalah kegiatan-kegiatan yang mengarah pada
perbaikan struktur vegetasi hutan (rehabilitasi) EHG sehingga berfungsi sebagai
kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
§ Jika ekosistem tersebut memiliki sulfat masam aktual, kerusakan vegetasi
ringan-berat, dan/atau bersulfat masam potensial dengan kerusakan vegetasi
ringan, tidak digarap oleh masyarakat maka kegiatan-kegiatan konservasi yang
dilakukan adalah kegiatan-kegiatan yang mengarah pada perbaikan struktur
komunitas (restorasi) EHG agar berfungsi sebagai kawasan Cagar Alam (CA)
3. Ekosistem Hutan Gambut Tebal (EHGT)
Vegetasi hutan alam pada tanah gambut tebal, secara khusus kubah gambut,
merupakan jantung keseimbangan air dalam ekosistem hutan gambut. Ekosistem
Hutan Gambut Tebal (EGHT) merupakan ekosistem unik dilihat dari fungsi
hidrologi dan keanekaragaman hayatinya, baik flora maupun fauna, termasuk
fenomena unik lain berupa ”air hitam”. Pada kawasan eks PLG, ”air hitam” ini
adalah air yang mengalir di Sungai Mentangai bagian hulu dan di sekitar Sungai
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 31
Sebangau. Oleh karena keunikannya, EHGT merupakan prioritas untuk
dikonservasi dengan tujuan pengawetan (preservasi) keanekaragaman hayati
berbasis ekosistem. Seperti halnya EHK dan EHG, EHGT di kawasan eks PLG saat
ini juga menghadapi berbagai masalah. Oleh karena itu, penetapannya sebagai
kawasan konservasi harus didahului dengan kegiatan-kegiatan pengkondisian
ekosistem agar kawasan tersebut dapat ditunjuk sebagai kawasan hutan konservasi
dengan kategori tertentu atau kawasan hutan lindung.
Arahan fungsi kawasan pada EHGT dapat ditetapkan berdasarkan ragam dan
intensitas masalah konservasi yang dihadapi saat ini dan tujuan penggunaan
kawasan hutan sesuai fungsi yang paling memungkinkan. Faktor-faktor determinan
yang teridentifikasi di lapangan yang perlu dikondisikan adalah faktor kerusakan
vegetasi, sifat irreversibilitas ekosistem, dan pemanfaatan lahan oleh masyarakat.
Berdasarkan ketiga faktor determinan ini, maka ragam dan intensitas permasalahan
konservasi EHGT saat ini serta arahan fungsi kawasan pada EHGT adalah seperti
disajikan dalam Tabel IV-3.
Tabel IV-3. Matriks arahan fungsi kawasan pada ekosistem hutan gambut tebal
Kondisi Vegetasi
Penguasaan Lahan
Masih dalam garapan masyarakat
Tidak digarap oleh masyarakat
Berkubah Gambut
Tidak Berkubah Gambut
Berkubah Gambut
Tidak Berkubah Gambut
Vegetasi hutan rusak ringan
SM HL CA SM
Vegetasi hutan rusak berat
SM HL SM SM
Tabel IV-3 menunjukkan bahwa berdasarkan permasalahan konservasi yang
dihadapi EHGT di kawasan eks PLG saat ini yaitu tingkat kerusakan vegetasi hutan
dan tingkat penguasaan lahan oleh masyarakat, maka dalam jangka panjang EHGT
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 32
sangat mungkin diarahkan untuk dikelola sebagai kawasan cagar alam dan
kawasan suaka margasatwa. Berdasarkan arahan fungsi kawasan tersebut, maka
arahan kegiatan konservasi pada EHGT dapat ditetapkan sebagai berikut:
• Jika EHGT berupa kubah gambut, tidak digarap oleh masyarakat, serta
kerusakannya ringan, maka kegiatan-kegiatan konservasi yang dilakukan adalah
kegiatan-kegiatan yang mengarah pada perbaikan struktur komunitas (restorasi)
EHGT sehingga berfungsi sebagai kawasan cagar alam (CA).
• Jika EHGT berkubah gambut dan masih dalam garapan masyarakat,
kerusakan vegetasi ringan-berat, dan/atau tidak digarap oleh masyarakat oleh
masyarakat, berkubah gambut dengan kerusakan vegetasi berat, dan/atau tidak
digarap oleh masyarakat oleh masyarakat, tidak berkubah gambut dengan
kerusakan vegetasi ringan-berat, maka kegiatan-kegiatan konservasi yang
dilakukan adalah kegiatan-kegiatan yang mengarah pada perbaikan struktur
komunitas (restorasi) EHGT sehingga berfungsi sebagai kawasan suaka
margasatwa(SM).
• Jika EHGT masih dalam garapan masyarakat, tidak berkubah gambut dengan
kerusakan vegetasi ringan-berat, maka kegiatan-kegiatan konservasi yang
dilakukan adalah kegiatan-kegiatan yang mengarah pada perbaikan struktur
vegetasi (rehabilitasi) EHGT sehingga berfungsi sebagai kawasan hutan lindung
(HL)
4. Ekosistem Hutan Mangrove (EHM)
Ekosistem Hutan Mangrove (EHM) merupakan ekosistem penting di wilayah
pesisir pantai karena peranannya dalam melindungi pantai dari abrasi pantai,
gelombang laut, dan intrusi air laut. Oleh karena itu, EHM perlu dilindungi
walaupun tidak unik.
Seperti halnya ekosistem-ekosistem lainnya di kawasan eks PLG, EHM juga telah
dan sedang mengalami kerusakan akibat pemanfaatan yang tidak berasaskan
konservasi. Ragam dan intensitas permasalahan konservasi EHM saat ini serta
arahan fungsi kawasan pada EHM disajikan dalam Tabel IV-4.
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 33
Tabel IV-4. Matriks arahan fungsi kawasan pada ekosistem hutan mangrove
Kondisi Vegetasi
Penguasaan Lahan
Masih dalam garapan
masyarakat
Tidak digarap oleh masyarakat
Vegetasi hutan rusak ringan
HL HL
Vegetasi hutan rusak berat
HL HL
Tabel IV-4 menunjukkan bahwa berdasarkan permasalahan konservasi yang
dihadapi EHM di kawasan eks PLG saat ini yaitu tingkat kerusakan vegetasi hutan
dan tingkat penggarapan lahan oleh masyarakat, maka dalam jangka panjang EHM
sangat mungkin diarahkan untuk dikelola sebagai kawasan hutan lindung.
Berdasarkan arahan fungsi kawasan tersebut, maka arahan kegiatan konservasi
pada EHM adalah kegiatan-kegiatan yang mengarah pada perbaikan struktur
vegetasi hutan (reboisasi) pada EHM sehingga berfungsi sebagai kawasan Hutan
Lindung (HL)
Berdasarkan matriks permasalahan yang ditunjukkan dalam Tabel IV-1 sampai
dengan Tabel IV-4, maka secara umum dapat dilihat bahwa kegiatan-kegiatan
konservasi yang harus dilakukan bersangkutan dengan identifikasi tingkat
kerusakan vegetasi hutan, tingkat penggunaan lahan oleh masyarakat, sifat
irreversibilitas ekosistem, keberadaan fauna unik, dan kegiatan-kegiatan yang
merupakan solusi masalahnya. Dalam hubungannya dengan upaya reboisasi dan
restorasi ekosistem hutan dalam rangka pengkondisian ekosistem, maka indikator-
indikator kerusakan vegetasi hutan yang harus digunakan adalah komposisi dan
kerapatan jenis tumbuhan asli pada berbagai tingkat pertumbuhan: semai,
pancang, tiang, dan pohon. Sedangkan indikator-indikator tingkat penggarapan
lahan oleh masyarakat adalah jumlah kepala keluarga (KK), luas penggarapan
lahan per KK, sejarah penggarapan (sebelum/sesudah PLG), status penggarapan
lahan (tanah milik, tanah adat, tanah garapan), jenis penggunaan lahan (rumah,
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 34
sawah, ladang, kebun, budidaya ikan), jenis tanaman dan ikan budidaya (asli,
eksotik).
B. Arahan Program Aksi dan Kegiatan-kegiatan Rehabilitasi dan Konservasi Ekosistem-Ekosistem Unik di Kawasan PLG
No. Program Aksi
Kegiatan Kelompok Kegiatan
Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan Revitalisasi Fungsi
1. Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam hayati
1) Penataguna-an hutan berdasarkan fungsi sebagai kawasan cagar alam pada ekosistem hutan kerangas.
√
2. Pemberdaya-an masyarakat
(Kegiatan terintegrasi)
3. Penelitian dan pemantauan
2) Penelitian perkembangan ekosistem hutan kerangas dengan arahan fungsi kawasan cagar alam
3) Pemantauan
kemajuan program konservasi pada ekosistem hutan kerangas dengan arahan
√
√
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 35
Program-program aksi rehabilitasi dan konservasi ekosistem-ekosistem unik di kawasan
PLG dapat dikelompokkan kedalam: (1) program pengelolaan dan perlindungan
sumberdaya alam hayati, (2) program pemberdayaan masyarakat, (3) program
penelitian dan pemantauan serta (4) program penguatan kelembagaan.
Kegiatan-kegiatan rehabilitasi dan konservasi pada masing-masing program aksi pada
masing-masing ekosistem unik, Kegiatan-kegiatan perbaikan struktur komunitas dan
vegetasi hutan serta kegiatan-kegiatan revitalisasi fungsi ekosistem dan hutan seperti
disajikan dalam Tabel disajikan dalam Tabel IV-5.
1. Program Aksi Konservasi Ekosistem Hutan Kerangas
1.1. Arahan fungsi: Kawasan Cagar Alam (CA)
• Tujuan konservasi: Pengawetan (preservasi keanekaragaman hayati.
• Pendekatan pengkondisian: restorasi.
• Program aksi konservasi ekosistem hutan kerangas dengan arahan fungsi
sebagai kawasan cagar alam disajikan dalam Tabel IV-5.
Tabel IV-5. Program aksi konservasi ekosistem hutan kerangas dengan arahan fungsi sebagai kawasan cagar alam
1.2. Arahan fungsi: Kawasan Hutan Lindung (HL)
• Tujuan konservasi: perlindungan sistem hidroorologi
• Pendekatan pengkondisian: reboisasi
• Program aksi konservasi ekosistem hutan kerangas dengan arahan fungsi
sebagai kawasan hutan lindung disajikan dalam Tabel IV-6.
Tabel IV-6. Program aksi konservasi ekosistem hutan kerangas dengan arahan fungsi sebagai kawasan hutan lindung
fungsi kawasan cagar alam.
4. Penguatan kelembaga-an
(Kegiatan terintegrasi)
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 36
No. Program Aksi Kegiatan
Kelompok Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisasi Fungsi
1. Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam hayati
1) Rehabilitasi hutan pada ekosistem hutan kerangas.
2) Penatagunaan hutan berdasarkan fungsi sebagai kawasan hutan lindung pada ekosistem hutan kerangas.
√
√
2. Pemberdayaan masyarakat
3) Pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan ekosistem hutan kerangas dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
√
√
3. Penelitian dan pemantauan
4) Penelitian perkembangan ekosistem hutan kerangas dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
5) Pemantauan kemajuan program konservasi pada ekosistem hutan kerangas dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung
√
√
√
√
4. Penguatan kelembagaan
6) Pengembangan sistem insentif termasuk penguatan hak
√
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 37
2. Program Aksi Konservasi Ekosistem Hutan Gelam
2.1. Arahan fungsi: Kawasan Cagar Alam (CA)
• Tujuan konservasi: pengawetan (preservasi) keanekaragaman hayati
• Pendekatan pengkondisian: restorasi ekosistem
• Program aksi konservasi ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi
sebagai kawasan cagar alam disajikan dalam Tabel IV-7.
Tabel IV-7. Program aksi konservasi ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi sebagai kawasan cagar alam
No. Program Aksi Kegiatan Kelompok
Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisasi fungsi
1. Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam hayati
1) Restorasi ekosistem hutan gelam.
2) Penatagunaan hutan berdasarkan fungsi sebagai kawasan cagar alam pada ekosistem hutan gelam.
√
√
2. Pemberdayaan masyarakat
3) (Kegiatan terintegrasi)
3. Penelitian dan pemantauan
4) Penelitian perkembangan
√ √
akses (acces tenure) masyarakat terhadap pengelolaan hutan dan pemanfaatan kawasan dan hasil hutan kawasan hutan lindung pada ekosistem hutan kerangas
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 38
No. Program Aksi Kegiatan Kelompok Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisasi fungsi
ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan cagar alam.
5) Pemantauan kemajuan program konservasi pada ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan cagar alam.
√
√
4. Penguatan kelembagaan
(Kegiatan terintegrasi)
2.2. Arahan fungsi: Kawasan Hutan Lindung (HL)
• Tujuan konservasi: Perlindungan sistem hidroorologi
• Pendekatan pengkondisian: rehabilitasi/reboisasi
• Program aksi konservasi ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi sebagai
kawasan hutan lindung disajikan dalam Tabel IV-8.
Tabel IV-8. Program aksi konservasi ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi sebagai kawasan hutan lindung
No. Program
Aksi Kegiatan Kelompok
Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisasi fungsi
1. Pengelolaan dan perlindung-an sumberda- ya alam hayati
1) Rehabilitasi hutan pada ekosistem hutan gelam.
2) Penatagunaan hutan berdasarkan fungsi sebagai kawasan hutan lindung pada ekosistem hutan
√
√
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 39
No. Program Aksi
Kegiatan Kelompok Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisasi fungsi
gelam. 2. Pemberda-
yaan masyarakat
3) Pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan ekosistem hutan gelam dengan fungsi kawasan hutan lindung.
√ √
3. Penelitian dan pemantau-an
4) Penelitian perkembangan ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
5) Pemantauan kemajuan program konservasi pada ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
√
√
√
√
4. Penguatan kelemba- gaan
6) Pengembangan sistem insentif termasuk penguatan hak akses (acces tenure) masyarakat terhadap pengelolaan hutan dan pemanfaatan kawasan dan hasil hutan kawasan hutan lindung pada ekosistem hutan gelam.
√
2.3. Arahan fungsi: Hutan Produksi Terbatas (HPT)
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 40
• Tujuan konservasi: Pemanfaatan kayu secara terbatas
• Pendekatan pengkondisian: rehabilitasi/reboisasi
• Program aksi konservasi ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi sebagai
kawasan hutan produksi terbatas disajikan dalam Tabel IV-9.
Tabel IV-9. Program aksi konservasi ekosistem hutan dengan arahan fungsi sebagai kawasan hutan produksi terbatas
No. Program
Aksi Kegiatan Kelompok
Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisasi Fungsi
1. Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam hayati
1) Rehabilitasi /reboisasi hutan pada ekosistem hutan gelam.
2) Penatagunaan hutan berdasarkan fungsi sebagai kawasan HPT pada ekosistem hutan gelam.
√
√
2. Pemberdayaan masyarakat
3) Pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan ekosistem hutan gelam dengan fungsi kawasan HPT.
√ √
3. Penelitian dan pemantauan
4) Penelitian perkembangan vegetasi hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan HPT.
5) Pemantauan kemajuan program konservasi pada ekosistem hutan gelam dengan
√
√
√ √
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 41
No. Program Aksi
Kegiatan Kelompok Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisasi Fungsi
arahan fungsi kawasan HPT
4. Penguatan kelembagaan
6) Pengembangan sistem insentif termasuk penguatan hak akses (acces tenure) masyarakat terhadap pengelolaan hutan dan pemanfaatan kawasan dan hasil hutan HPT pada ekosistem hutan gelam.
√ √
3. Program Aksi Konservasi Ekosistem Hutan Gambut Tebal
3.1. Arahan fungsi: Kawasan Cagar Alam (CA)
• Tujuan konservasi: Pengawetan keanekaragaman hayati
• Pendekatan pengkondisian: restorasi
• Program aksi konservasi ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan
fungsi sebagai kawasan cagar alam disajikan dalam Tabel IV-10.
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 42
Tabel IV-10. Program aksi konservasi ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi sebagai kawasan cagar alam
No. Program
Aksi Kegiatan Kelompok
Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisai Fungsi
1. Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam hayati
1) Restorasi ekosistem hutan gambut tebal
2) Penatagunaan hutan berdasarkan fungsi sebagai kawasan cagar alam pada ekosistem hutan gambut tebal.
√
√
2. Pemberdaya- an masyarakat
3) (kegiatan terintegrasi)
3. Penelitian dan pemantauan
4) Penelitian perkembangan ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi kawasan cagar alam.
5) Pemantauan kemajuan program konservasi pada ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi kawasan cagar alam.
√
√
√
√
4. Penguatan kelembaga- an
(Kegiatan terintegrasi)
3.2. Arahan fungsi: Kawasan Suaka Margasatwa.
• Tujuan konservasi: pengawetan keanekaragaman hayati
• Pendekatan pengkondisian: restorasi/reboisasi
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 43
• Program aksi konservasi ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan
fungsi sebagai kawasan suaka margasatwa disajikan dalam Tabel IV-11.
Tabel IV-11. Program aksi konservasi ekosistem hutan gambut dengan arahan fungsi sebagai kawasan suaka margasatwa
No. Program
Aksi Kegiatan Kelompok
Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisasi Fungsi
1. Pengelolaan dan perlindu-ngan sumberdaya alam hayati
1) Rehabilitasi hutan pada ekosistem hutan gambut tebal.
2) Pembinaan habitat satwa liar.
3) Penatagunaan hutan berdasarkan fungsi sebagai kawasan suaka margasatwa pada ekosistem hutan gambut tebal.
√ √ √
√
2. Pemberda-yaan masyarakat
4) Pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan ekosistem hutan gambut tebal dengan fungsi kawasan suaka margasatwa.
√
√
3. Penelitian dan pemantau-an
5) Penelitian perkembangan ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi kawasan suaka margasatwa.
6) Pemantauan kemajuan program konservasi pada ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi kawasan
√ √
√ √
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 44
No. Program Aksi
Kegiatan Kelompok Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisasi Fungsi
suaka margasatwa.
4. Penguatan kelembaga- an
7) Pengembangan sistem insentif termasuk penguatan hak akses (acces tenure) masyarakat terhadap pemanfaatan kawasan suaka margasatwa pada ekosistem hutan gambut tebal.
√
3.3. Arahan fungsi : kawasan hutan lindung (HL)
• Tujuan konservasi: Perlindungan sistem hidroorologi
• Pendekatan pengkondisian: rehabilitasi/reboisasi
• Program aksi konservasi ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan
fungsi sebagai kawasan hutan lindung disajikan dalam Tabel IV-12.
Tabel IV-12. Program aksi konservasi ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi sebagai kawasan hutan lindung
No. Program
Aksi Kegiatan Kelompok
Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisasi Fungsi
1. Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam hayati
1) Rehabilitasi hutan pada EHGT
2) Penatagunaan hutan berdasarkan
√
√
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 45
No. Program Aksi
Kegiatan Kelompok Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisasi Fungsi
fungsi sebagai kawasan hutan lindung pada EHGT
2. Pemberdayaan masyarakat
3) Pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan EHGT dengan fungsi kawasan hutan lindung.
√
√
3. Penelitian dan pemantauan
4) Penelitian perkembangan vegetasi hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung
5) Pemantauan kemajuan program konservasi pada EHGT dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
√
√
√
√
4. Penguatan kelembagaan
6) Pengembangan sistem insentif termasuk penguatan hak akses (acces tenure) masyarakat terhadap pengelolaan hutan dan pemanfaatan kawasan dan hasil hutan kawasan hutan
√ √
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 46
No. Program Aksi
Kegiatan Kelompok Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisasi Fungsi
lindung pada EHGT.
4. Program Aksi Konservasi Ekosistem Hutan Mangrove
4.1. Arahan fungsi: Kawasan Hutan Lindung
• Tujuan konservasi: perlindungan wilayah pesisir dan pantai
• Pendekatan pengkondisian: reboisasi
• Program aksi konservasi ekosistem hutan mangrove dengan arahan
fungsi sebagai kawasan hutan lindung disajikan dalam Tabel IV-13.
Tabel IV-13. Program aksi konservasi ekosistem hutan mangrove dengan arahan fungsi sebagai kawasan hutan lindung
No. Program Aksi
Kegiatan Kelompok Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisasi Fungsi
1. Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam hayati
1) Rehabilitasi hutan pada ekosistem hutan mangrove.
2) Penatagunaan hutan berdasarkan fungsi sebagai kawasan hutan lindung pada ekosistem hutan mangrove.
√
√
2. Pemberdayaan masyarakat
3) Pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan ekosistem hutan mangrove dengan arahan fungsi kawasan
√ √
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 47
No. Program Aksi
Kegiatan Kelompok Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisasi Fungsi
hutan lindung.
3. Penelitian dan pemantauan
4) Penelitian perkembangan ekosistem hutan mangrove dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
5) Pemantauan kemajuan program konservasi pada ekosistem hutan mangrove dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
√ √
√ √
4. Penguatan kelembagaan
6) Pengembangan sistem insentif termasuk penguatan hak akses (acces tenure) masyarakat terhadap pengelolaan hutan dan pemanfaatan kawasan dan hasil hutan kawasan hutan lindung pada ekosistem hutan mangrove.
√
5. Kegiatan Konservasi Kawasan PLG Terintegrasi
Beberapa kegiatan konservasi tidak bersifat unik ekosistem tertentu tetapi berlaku
umum. Dalam rangka efisiensi implementasinya, maka kegiatan-kegiatan yang berlaku
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 48
umum tersebut perlu diintegrasikan dan dikelompokkan sebagai kegiatan konservasi
terintegrasi seperti disajikan dalam Tabel IV-14.
Tabel IV-14. Program aksi konservasi kawasan PLG terintegrasi
No. Program Aksi Kegiatan Kelompok Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisasi Fungsi
1. Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam hayati
1) Pemetaan detil ekosistem hutan kerangas, ekosistem hutan gelam, ekosistem hutan gambut tebal, dan ekosistem hutan mangrove untuk menentukan luas dan tingkat kerusakan vegetasi, luas dan sebaran kubah gambut, lapisan pirit yang berada pada kedalaman < 50 cm, dan tingkat penguasaan lahan oleh masyarakat.
2) Survai dan inventarisasi sumberdaya alam hayati ekosistem hutan kerangas, ekosistem hutan gelam, ekosistem hutan gambut tebal, dan ekosistem hutan mangrove.
3) Perlindungan dan pengamanan
√ √ √
√ √
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 49
No. Program Aksi Kegiatan Kelompok Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisasi Fungsi
hutan kawasan PLG.
4) Penambatan kanal yang memotong kubah gambut pada ekosistem gambut tebal.
5) Penunjukan, pengukuhan, dan pemantapan kawasan hutan di kawasan PLG.
√ √
2. Pemberdayaan masyarakat
6) Survai dan inventarisasi jumlah penduduk yang memanfaatkan ekosistem hutan kerangas, ekosistem hutan gelam, ekosistem hutan gambut tebal, dan ekosistem hutan mangrove, termasuk karakteristik penguasaannya.
7) Manajemen konflik penguasa- an lahan dan
pemberdayaan masyarakat
di luar kawasan bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan ekosistem hutan kerangas dan ekosistem hutan gelam
√ √
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 50
No. Program Aksi Kegiatan Kelompok Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisasi Fungsi
dengan arahan fungsi kawasan cagar alam. 8) Sosialisasi dan
penyuluhan program konservasi kawasan PLG.
√
3. Penelitian dan pemantauan
9) Penelitian perkembangan sosial ekonomi dan budaya masyarakat.
10) Pemantauan titik api di kawasan PLG.
√ √
√ √
4. Penguatan kelembagaan
11) Pengaturan kembali organisasi dan kelembagaan pengendalian dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
12) Penyusunan SOP penanggulangan dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
13) Pengembangan sistem insentif dalam pembukaan lahan dan penanggulangan kebakaran.
14) Kajian pembentukan dan penetapan KPH di kawasan PLG.
15) Kajian pembentukan
√
√ √
√
√
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 51
No. Program Aksi Kegiatan Kelompok Kegiatan Perbaikan Struktur
Kelompok Kegiatan
Revitalisasi Fungsi
dan penetapan organisasi KPH di kawasan PLG.
Berdasarkan analisis kebutuhan kegiatan rehabilitasi dan konservasi ekosistem-
ekosistem unik pada masing-masing arahan fungsinya, maka terdapat 63 kegiatan
yang secara konseptual perlu dilakukan dalam rangka perbaikan struktur
komunitas/vegetasi hutan dan revitalisasi fungsi ekosistem/hutan. Kerangka
konseptual kegiatan rehabilitasi dan konservasi ekosistem-ekosistem unik ini sasaran
lokasi kegiatannya masih bersifat indikatif tetapi tetap mengacu pada Inpres No. 2
tahun 2007. Sementara itu, volume kegiatan yang terkait dengan luas kawasan PLG
yang perlu direhabilitasi (perbaikan struktur vegetasi hutan) dan direstorasi (perbaikan
struktur ekosistem hutan) belum disajikan secara definitif karena masih diperlukan
kegiatan pemetaan mikro yang belum dilaksanakan.
Bagaimanapun juga kegiatan-kegiatan konservasi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Inpres No. 2 tahun 2007 merupakan kegiatan-kegiatan konservasi prioritas
yang harus segera dilaksanakan pada periode 2007-2011. Tabel V-2 menyajikan
kegiatan-kegiatan Konservasi dalam Rencana Induk 2007-2015 dan kegiatan-kegiatan
konservasi prioritas (2007-2011) sebagaimana digariskan dalam Inpres No. 2 tahun
2007.
Tabel IV-15. Kegiatan-kegiatan Konservasi dalam Rencana Induk (2007-2015) dan kegiatan-kegiatan konservasi prioritas (2007-2011) sebagaimana digariskan dalam Inpres No. 2 Tahun 2007
Kegiatan-kegiatan Konservasi dalam Rencana Induk Rehabilitasi
dan Konservasi Kawasan PLG (2007-2015)
Kegiatan-kegiatan Konservasi Kawasan PLG Prioritas (2007-2011) Sebagaimana
Digariskan dalam Inpres No. 2 Tahun
2007 Kegiatan konservasi dengan arahan fungsi Kawasan Cagar Alam pada Ekosistem Hutan Kerangas
Kegiatan konservasi Hutan Kerangas
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 52
Kegiatan-kegiatan Konservasi dalam Rencana Induk Rehabilitasi
dan Konservasi Kawasan PLG (2007-2015)
Kegiatan-kegiatan Konservasi Kawasan PLG Prioritas (2007-2011) Sebagaimana
Digariskan dalam Inpres No. 2 Tahun
2007 1) Penatagunaan hutan berdasarkan
fungsi sebagai kawasan cagar alam pada ekosistem hutan kerangas
-
2) Penelitian perkembangan ekosistem hutan kerangas dengan arahan fungsi kawasan cagar alam.
3) Pemantauan kemajuan program konservasi pada ekosistem hutan kerangas dengan arahan fungsi kawasan cagar alam.
- -
Kegiatan konservasi dengan arahan fungsi Kawasan Hutan Lindung pada Ekosistem Hutan Kerangas
Kegiatan konservasi Hutan Kerangas
4) Rehabilitasi hutan pada ekosistem hutan kerangas.
5) Penatagunaan hutan berdasarkan fungsi sebagai kawasan hutan lindung pada ekosistem hutan kerangas.
- Penetapan batas dan penataan kawasan hutan di areal hutan kerangas
6) Pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan ekosistem hutan kerangas dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
-
7) Penelitian perkembangan ekosistem hutan kerangas dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
-
8) Pemantauan kemajuan program konservasi pada ekosistem hutan kerangas dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
-
9) Pengembangan sistem insentif termasuk penguatan hak akses (acces tenure) masyarakat terhadap
-
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 53
Kegiatan-kegiatan Konservasi dalam Rencana Induk Rehabilitasi
dan Konservasi Kawasan PLG (2007-2015)
Kegiatan-kegiatan Konservasi Kawasan PLG Prioritas (2007-2011) Sebagaimana
Digariskan dalam Inpres No. 2 Tahun
2007 pengelolaan hutan dan pemanfaatan kawasan dan hasil hutan kawasan hutan lindung pada ekosistem hutan kerangas.
Kegiatan konservasi dengan Arahan fungsi Kawasan Cagar Alam pada Ekosistem Hutan Gelam
Kegiatan konservasi Hutan Gelam
10) Restorasi ekosistem hutan gelam. 11) Penatagunaan hutan berdasarkan fungsi sebagai kawasan cagar alam pada ekosistem hutan gelam.
-
12) Penelitian perkembangan ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan cagar alam. 13) Pemantauan kemajuan program konservasi pada ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan cagar alam
- -
Kegiatan konservasi dengan arahan fungsi Kawasan Hutan Lindung pada Ekosistem Hutan Gelam
Kegiatan konservasi Hutan Gelam
14) Rehabilitasi hutan pada ekosistem hutan gelam. 15) Penatagunaan hutan berdasarkan
fungsi sebagai kawasan hutan lindung pada ekosistem hutan gelam.
- Penanaman jenis gelam pada lahan-lahan terbuka
- Penetapan batas dan penataan kawasan hutan di areal hutan gelam
16) Pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
-
17) Penelitian perkembangan ekosistem hutan gelam dengan
-
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 54
Kegiatan-kegiatan Konservasi dalam Rencana Induk Rehabilitasi
dan Konservasi Kawasan PLG (2007-2015)
Kegiatan-kegiatan Konservasi Kawasan PLG Prioritas (2007-2011) Sebagaimana
Digariskan dalam Inpres No. 2 Tahun
2007 arahan fungsi kawasan hutan lindung.
18) Pemantauan kemajuan program konservasi pada ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
-
19) Pengembangan sistem insentif termasuk penguatan hak akses (acces tenure) masyarakat terhadap pengelolaan hutan dan pemanfaatan kawasan serta hasil hutan kawasan hutan lindung pada ekosistem hutan gelam.
-
Kegiatan konservasi dengan arahan fungsi Hutan Produksi Terbatas pada Ekosistem Hutan Gelam
20) Rehabilitasi /reboisasi hutan pada ekosistem hutan gelam.
21) Penatagunaan hutan berdasarkan fungsi sebagai kawasan HPT pada ekosistem hutan gelam.
- -
22) Pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan ekosistem hutan gelam dengan fungsi kawasan HPT.
-
23) Penelitian perkembangan vegetasi hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan HPT.
24) Pemantauan kemajuan program konservasi pada ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan HPT
- -
25) Pengembangan sistem insentif termasuk penguatan hak akses (acces tenure) masyarakat terhadap pengelolaan hutan dan
-
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 55
Kegiatan-kegiatan Konservasi dalam Rencana Induk Rehabilitasi
dan Konservasi Kawasan PLG (2007-2015)
Kegiatan-kegiatan Konservasi Kawasan PLG Prioritas (2007-2011) Sebagaimana
Digariskan dalam Inpres No. 2 Tahun
2007 pemanfaatan kawasan dan hasil hutan HPT pada ekosistem hutan gelam.
Kegiatan konservasi dengan arahan fungsi Kawasan Cagar Alam pada Ekosistem Hutan Gambut Tebal
-
26) Restorasi ekosistem hutan gambut tebal
-
27) Penatagunaan hutan berdasarkan fungsi sebagai kawasan cagar alam pada ekosistem hutan gambut tebal.
-
28) Penelitian perkembangan ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi kawasan cagar alam.
29) Pemantauan kemajuan program konservasi pada ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi kawasan cagar alam.
- -
Kegiatan konservasi dengan arahan fungsi Kawasan Suaka Margasatwa pada Ekosistem Hutan Gambut Tebal
Kegiatan konservasi flora dan fauna
30) Rehabilitasi hutan pada ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi kawasan suaka margasatwa.
31) Pembinaan habitat satwa liar. 32) Penatagunaan hutan berdasarkan
fungsi sebagai kawasan suaka margasatwa pada ekosistem hutan gambut tabal.
- - -
33) Pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi
-
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 56
Kegiatan-kegiatan Konservasi dalam Rencana Induk Rehabilitasi
dan Konservasi Kawasan PLG (2007-2015)
Kegiatan-kegiatan Konservasi Kawasan PLG Prioritas (2007-2011) Sebagaimana
Digariskan dalam Inpres No. 2 Tahun
2007 kawasan suaka margasatwa.
34) Penelitian perkembangan ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi kawasan suaka margasatwa.
-
35) Pemantauan kemajuan program konservasi pada ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi kawasan suaka margasatwa.
-
36) Pengembangan sistem insentif termasuk penguatan hak akses (acces tenure) masyarakat terhadap pemanfaatan kawasan suaka margasatwa pada ekosistem hutan gambut tebal.
-
Kegiatan konservasi dengan arahan fungsi Hutan Lindung pada Ekosistem Hutan Gambut Tebal
a. Kegiatan konservasi gambut tebal b. Kegiatan konservasi hidrologi c. Kegiatan konservasi ekosistem air hitam
37) Rehabilitasi hutan pada EHGT
a. Pemeliharaan regenerasi alam untuk menstimulir terjadinya suksesi alam pada kawasan hidrologi
b. Penanaman pengkayaan (enrichment planting) jenis asli
c. Pengelolaan kawasan
hutan dengan fungsi konservasi flora/fauna
38) Penatagunaan hutan berdasarkan fungsi sebagai kawasan hutan lindung pada EHGT
a. Penetapan batas dan penataan kawasan hutan konservasi gambut tebal
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 57
Kegiatan-kegiatan Konservasi dalam Rencana Induk Rehabilitasi
dan Konservasi Kawasan PLG (2007-2015)
Kegiatan-kegiatan Konservasi Kawasan PLG Prioritas (2007-2011) Sebagaimana
Digariskan dalam Inpres No. 2 Tahun
2007 b. Penetapan batas dan
penataan kawasan hutan dengan fungsi hidrologi
c. Penetapan batas dan penataan kawasan hutan konservasi di areal ekosistem air hitam
39) Pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan EHGT dengan fungsi kawasan hutan lindung.
-
40) Penelitian perkembangan vegetasi hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung
41) Pemantauan kemajuan program konservasi pada EHGT dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
- -
42) Pengembangan sistem insentif termasuk penguatan hak akses (acces tenure) masyarakat terhadap pengelolaan hutan dan pemanfaatan kawasan dan hasil hutan kawasan hutan lindung pada EHGT.
-
Kegiatan konservasi dengan arahan fungsi Kawasan Hutan Lindung pada Ekosistem Mangrove
43) Rehabilitasi hutan pada ekosistem hutan mangrove.
Restorasi penanaman jenis asli mangrove pada areal terbuka
44) Penatagunaan hutan berdasarkan kawasan konservasi
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 58
Kegiatan-kegiatan Konservasi dalam Rencana Induk Rehabilitasi
dan Konservasi Kawasan PLG (2007-2015)
Kegiatan-kegiatan Konservasi Kawasan PLG Prioritas (2007-2011) Sebagaimana
Digariskan dalam Inpres No. 2 Tahun
2007 fungsi sebagai kawasan hutan lindung pada ekosistem hutan mangrove.
mangrove Penetapan batas dan penataan kawasan konservasi pada areal hutan mangrove
45) Pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan ekosistem hutan mangrove dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
-
46) Penelitian perkembangan ekosistem hutan mangrove dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
-
47) Pemantauan kemajuan program konservasi pada ekosistem hutan mangrove dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung
-
48) Pengembangan sistem insentif termasuk penguatan hak akses (acces tenure) masyarakat terhadap pengelolaan hutan dan pemanfaatan kawasan dan hasil hutan kawasan hutan lindung pada ekosistem hutan mangrove.
-
Kegiatan Konservasi Kawasan PLG Terintegrasi
49) Pemetaan detil ekosistem hutan kerangas, ekosistem hutan gelam, ekosistem hutan gambut tebal, dan ekosistem hutan mangrove untuk menentukan luas dan tingkat kerusakan vegetasi, luas dan sebaran kubah gambut, lapisan pirit yang berada pada kedalaman < 50 cm, dan tingkat penguasaan lahan oleh masyarakat.
50) Survai dan inventarisasi
- -
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 59
Kegiatan-kegiatan Konservasi dalam Rencana Induk Rehabilitasi
dan Konservasi Kawasan PLG (2007-2015)
Kegiatan-kegiatan Konservasi Kawasan PLG Prioritas (2007-2011) Sebagaimana
Digariskan dalam Inpres No. 2 Tahun
2007 sumberdaya alam hayati ekosistem hutan kerangas,ekosistem hutan gelam, ekosistem hutan gambut tebal, dan ekosistem hutan mangrove.
51) Perlindungan dan pengamanan hutan.
a. Pengamanan dan perlindungan kawasan gambut tebal
b. Pengamanan dan perlindungan kawasan hutan gelam
c. Pengamanan dan perlindungan ekosistem hidrologi
d. Pengamanan dan perlindungan areal perlindungan flora/fauna
e. Pengamanan dan patroli kawasan konservasi hutan kerangas
f. pengamanan dan perlindungan ekosistem air hitam
g. pengamanan dan perlindungan areal hutan mangrove
52) Penambatan kanal yang memotong kubah gambut pada ekosistem gambut tebal.
a. Penambatan saluran yang memotong kubah gambut pada kawasan gambut tebal
b. Penambatan saluran yang memotong kubah gambut pada kawasan hidrologi
c. Penambatan saluran yang memotong kubah gambut pada kawasan konservasi flora/fauna
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 60
Kegiatan-kegiatan Konservasi dalam Rencana Induk Rehabilitasi
dan Konservasi Kawasan PLG (2007-2015)
Kegiatan-kegiatan Konservasi Kawasan PLG Prioritas (2007-2011) Sebagaimana
Digariskan dalam Inpres No. 2 Tahun
2007 Kegiatan Konservasi Kawasan PLG Terintegrasi
53) Penunjukan, penataan batas, pemetaan dan pemantapam kawasan hutan.
Kegiatan penetapan kawasan hutan
54) Survai dan inventarisasi jumlah penduduk yang memanfaatkan ekosistem hutan kerangas, ekosistem hutan gelam, ekosistem hutan gambut tebal, dan ekosistem hutan mangrove, termasuk karakteristik penguasaannya.
-
55) Manajemen konflik penguasaan lahan dan pemberdayaan masyarakat di luar kawasan bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan ekosistem hutan kerangas dan ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan cagar alam.
-
56) Sosialisasi dan penyuluhan program konservasi kawasan PLG.
Sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat tentang konservasi PLG
57) Penelitian perkembangan sosial ekonomi dan budaya masyarakat.
-
58) Pemantauan titik api di kawasan PLG.
Monitoring titik api
59) Pengaturan kembali organisasi dan kelembagaan pengendalian dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Pengaturan kembali organisasi dan kelembagaan pengendalian dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan
60) Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) penanggulangan dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Perbaikan dan penyempurnaan sistem kerja, dan koordinasi pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 61
Kegiatan-kegiatan Konservasi dalam Rencana Induk Rehabilitasi
dan Konservasi Kawasan PLG (2007-2015)
Kegiatan-kegiatan Konservasi Kawasan PLG Prioritas (2007-2011) Sebagaimana
Digariskan dalam Inpres No. 2 Tahun
2007 61) Pengembangan sistem insentif
dalam pembukaan lahan dan penanggulangan kebakaran.
62) Kajian pembentukan dan penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di kawasan PLG
63) Kajian pembentukan dan penetapan organisasi KPH di kawasan PLG
- - -
C. Tahapan Implementasi Arahan Fungsi Kawasan Hutan
Dalam implementasi arahan fungsi kawasan lindung pada masing-masing ekosistem
kawasan PLG, serta dengan mengikuti tenggang (priode) waktu dalam horizon
perencanaan sebagaimana dijelaskan pada Bab III, maka implementasi arahan fungsi
hutan masing-masing ekosistem tersebut di atas dilakukan setelah tahap revitalisasi
fungsi vegetasi/ekosistem dicapai. Dengan demikian penetapan fungsi kawasan hutan
kawasan PLG akan bersifat dinamis, terbagi dalam 2 (dua) tahap yang dibedakan
berdasarkan periode proses pembentukan struktur vegetasi dan revitalisasi fungsi
vegetasi (2007-2017).
Pada periode perbaikan struktur vegetasi (2007-2012), dan periode revitalisasi fungsi
vegetasi (2012-2017) diperlukan penetapan fungsi kawasan hutan yang
memungkinkan penyelenggaraan kegiatan perbaikan struktur vegetasi dan revitalisasi
fungsi vegetasi hutan/ekosistem gambut tersebut dapat dilaksanakan. Dalam kegiatan
perbaikan struktur dan revitalisasi fungsi vegetasi, akan diselenggarakan pengelolaan
rehabilitasi dan konservasi, serta kegiatan-kegiatan penunjang lainnya, baik yang
dilakukan secara suksesi, restorasi, rehabilitasi, maupun kegiatan pengukuhan
kawasan hutan dan kegiatan yang memerlukan melalui campur tangan manusia
lainnya.
Dengan memperhatikan kriteria pengelolaan fungsi kawasan hutan yang
memungkinkan untuk dilakukan penyelenggaraan rehabilitasi dan konservasi pada
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 62
kawasan PLG pada periode pembentukan struktur dan revitalisasi fungsi vegetasi
tersebut (Tahap 1), maka pada proses penunjukan kawasan hutan kawasan PLG untuk
mendukung proses pembentukan struktur vegetasi dan revitalisasi fungsi vegetasi
tersebut diperlukan arahan fungsi kawasan untuk masing-masing ekosistem adalah
sebagai berikut:
1. Arahan fungsi kawasan pada ekosistem hutan gambut tebal, hutan
kerangas/pasir kuarsa, hutan mangrove, dan hutan gelam yang tidak ada aktifitas
masyarakat adalah Hutan Lindung (HL)
2. Arahan fungsi kawasan pada ekosistem hutan gelam yang terdapat aktifitas
masyarakat adalah Hutan Produksi Terbatas (HPT)
3. Arahan fungsi kawasan pada Kawasan Budidaya Non Kehutanan adalah Areal
Penggunaan Lain (APL).
Arahan penetapan fungsi kawasan hutan Tahap 1 tersebut, dapat diimplementasikan
pada proses paduserasi antara TGHK dan RTRWP kawasan PLG yang merupakan
bagian integral dari proses paduserasi wilayah Provinsi Kalimantan Tengah.
Sedangkan arahan fungsi kawasan hutan Tahap 2, sebagaimana butir A (1 s.d 4) akan
dilaksanakan setelah tahap restruturisasi vegetasi dan revitalisasi fungsi ekosistem
kawasan hutan dilaksanakan/ tercapai yaitu sejak tahun 2017.
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 63
Arahan fungsi kawasan hutan pada kawasan PLG Kalimantan Tengah Tahap I dapat
dilihat pada Gambar IV-1.
Gambar IV-1. Peta Rencana Induk (Master Plan) Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan
Pengembangan Lahan Gambut (PLG) di Propinsi Kalimantan Tengah.
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 64
BAB V
STAKEHOLDER UTAMA DALAM REHABILITASI DAN KONSERVASI KAWASAN PENGEMBANGAN LAHAN GAMBUT
A. Stakeholders Utama Kegiatan Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut
Sejalan dengan berubahnya paradigma otonomi dari pemisahan kewenangan secara
tugas urusan pusat-daerah menuju pengurusan hutan secara bersama (multi-pihak)
terutama sumberdaya hutan, maka dalam rangka koordinasi pelaksanaan kegiatan-
kegiatan rehabilitasi dan konservasi PLG, perlu diidentifikasi stakeholders utama
pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan konservasi kawasan PLG. Stakeholders utama
dan kegiatan konservasi kawasan PLG disajikan dalam Tabel V-3.
Tabel V-1. Koordinasi implementasi kegiatan konservasi kawasan PLG
Program aksi dan kegiatan konservasi ekosistem hutan kerangas dengan arahan
fungsi sebagai kawasan cagar alam Stakeholders Utama
Program Aksi
Kegiatan
Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam hayati
1) Penatagunaan hutan berdasarkan fungsi sebagai kawasan cagar alam pada ekosistem hutan kerangas.
1) Dephut (Baplan), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Bakosurtanal, Pemda, Masyarakat Setempat,
Penelitian dan pemantauan
2) Penelitian perkembangan ekosistem hutan kerangas dengan arahan fungsi kawasan cagar alam
3) Pemantauan kemajuan
program konservasi pada ekosistem hutan kerangas
2) Dephut (Badan Litbang), Kementrian Negara Lingkungan Hidup
3) Dephut
(PHKA), Kementrian
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 65
dengan arahan fungsi kawasan cagar alam.
Negara Lingkungan Hidup
Program aksi dan kegiatan konservasi ekosistem hutan kerangas dengan arahan
fungsi sebagai kawasan hutan lindung Stakeholders Utama
Program Aksi Kegiatan
Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam hayati
4) Rehabilitasi hutan pada ekosistem hutan kerangas.
5) Penatagunaan hutan
berdasarkan fungsi sebagai kawasan hutan lindung pada ekosistem hutan kerangas.
4) Dephut (RLPS), Pemda, Masyarakat Setempat,
5) Dephut
(Baplan), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Bakosurta-nal, Pemda, Masyarakat Setempat
Pemberdayaan masyarakat
6) Pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan ekosistem hutan kerangas dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
6) Dephut (Setjen), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Pemda, Masyarakat Setempat
Penelitian dan pemantauan
7) Penelitian perkembangan ekosistem hutan kerangas dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
8) Pemantauan kemajuan
program konservasi pada ekosistem hutan kerangas dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung
7) Dephut (Badan Litbang), Kementrian Negara Lingkungan Hidup
8) Dephut (PHKA),
Kementrian Negara Lingkungan Hidup
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 66
Penguatan kelembagaan
9) Pengembangan sistem insentif termasuk penguatan hak akses (acces tenure) masyarakat terhadap pengelolaan hutan dan pemanfaatan kawasan dan hasil hutan kawasan hutan lindung pada ekosistem hutan kerangas.
9) Dephut (Badan Litbang), Kementrian Negara Lingkungan Hidup
Program aksi dan kegiatan konservasi ekosistem hutan gelam dengan arahan
fungsi sebagai kawasan cagar alam Stakeholders Utama
Program Aksi
Kegiatan
Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam hayati
10) Restorasi ekosistem hutan gelam.
11) Penatagunaan hutan
berdasarkan fungsi sebagai kawasan cagar alam pada ekosistem hutan gelam.
10) Dephut (Badan Litbang), Kementrian Negara Lingkungan Hidup
11) Dephut
(Baplan), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Bakosurtanal, Pemda, Masyarakat Setempat
Penelitian dan pemantauan
12) Penelitian perkembangan ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan cagar alam.
13) Pemantauan kemajuan
program konservasi pada ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan cagar alam.
12) Dephut (Badan Litbang), Kementrian Negara Lingkungan Hidup
13) Dephut
(PHKA), Kementrian Negara Lingkungan
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 67
Hidup
Program aksi dan kegiatan konservasi ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi sebagai kawasan hutan lindung Stakeholders
Utama Program
Aksi Kegiatan
Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam hayati
14) Rehabilitasi hutan pada ekosistem hutan gelam.
15) Penatagunaan hutan
berdasarkan fungsi sebagai kawasan hutan lindung pada ekosistem hutan gelam.
14) Dephut (RLPS), Pemda, Masyarakat Setempat.
15) Dephut
(Baplan), Kementrian Negara Lingkun-gan Hidup, Bakosurtanal, Pemda, Masyarakat Setempat.
Pemberdayaan masyarakat
16) Pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan ekosistem hutan gelam dengan fungsi kawasan hutan lindung.
16) Dephut (Setjen), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Pemda, Masyarakat Setempat, Deptan, Deptrans, Depdag, Depkop.
Penelitian dan pemantauan
17) Penelitian perkembangan ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
18) Pemantauan kemajuan
program konservasi pada
17) Dephut (Badan Litbang), Kementrian Negara Lingkungan Hidup.
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 68
ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
18) Dephut (PHKA), Kementrian Negara Lingkungan Hidup
Penguatan kelembagaan
19) Pengembangan sistem insentif termasuk penguatan hak akses (acces tenure) masyarakat terhadap pengelolaan hutan dan pemanfaatan kawasan dan hasil hutan kawasan hutan lindung pada ekosistem hutan gelam.
19) Dephut (Badan Litbang), Kementrian Negara Lingkungan Hidup
Program aksi dan kegiatan konservasi ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi sebagai kawasan hutan produksi
terbatas Stakeholders
Utama Program
Aksi Kegiatan
Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam hayati
20) Rehabilitasi /reboisasi hutan pada ekosistem hutan gelam.
20) Dephut (Badan Litbang), Kementrian Negara Lingkungan Hidup.
21) Penatagunaan hutan
berdasarkan fungsi sebagai kawasan HPT pada ekosistem hutan gelam.
21) Dephut (Baplan) , Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Bakosurtanal, Pemda, Masyarakat Setempat.
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 69
Pemberdayaan masyarakat
22) Pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan ekosistem hutan gelam dengan fungsi kawasan HPT.
22) Dephut (Setjen), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Pemda, Masyarakat Setempat, Deptan, Deptrans, Depdag, Depkop.
Penelitian dan pemantauan
23) Penelitian perkembangan vegetasi hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan HPT.
23) Dephut (Badan Litbang), Kementrian Negara Lingkungan Hidup.
24) Pemantauan kemajuan
program konservasi pada ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan HPT.
24) Dephut (PHKA), Kementrian Negara Lingkungan Hidup.
Penguatan kelembagaan
25) Pengembangan sistem insentif termasuk penguatan hak akses (acces tenure) masyarakat terhadap pengelolaan hutan dan pemanfaatan kawasan dan hasil hutan HPT pada ekosistem hutan gelam.
25) Dephut (Badan Litbang), Kementrian Negara Lingkungan Hidup.
Program aksi konservasi ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi
sebagai kawasan cagar alam Stakeholders Utama
Program Aksi
Kegiatan
Pengelolaan dan perlindungan
26) Restorasi ekosistem hutan gambut tebal
26) Dephut (Badan Litbang), Kementrian
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 70
sumberdaya alam hayati
27) Penatagunaan hutan
berdasarkan fungsi sebagai kawasan cagar alam pada ekosistem hutan gambut tebal.
Negara Lingkungan Hidup
27) Dephut
(Baplan), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Bakosurtanal, Pemda, Masyarakat Setempat
Penelitian dan pemantauan
28) Penelitian perkembangan ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi kawasan cagar alam.
29) Pemantauan kemajuan
program konservasi pada ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi kawasan cagar alam.
28) Dephut (Badan Litbang), Kementrian Negara Lingkungan Hidup
29) Dephut
(PHKA), Kementrian Negara Lingkungan Hidup
Program aksi dan kegiatan konservasi ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi sebagai kawasan suaka
margasatwa
Stakeholders Utama
Program Aksi
Kegiatan
Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam hayati
30) Rehabilitasi hutan pada ekosistem hutan gambut tebal.
31) Pembinaan habitat satwa
liar.
30) Dephut (PHKA), Kementrian Negara Lingkungan Hidup
31) Dephut
(PHKA), Kementrian
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 71
32) Penatagunaan hutan
berdasarkan fungsi sebagai kawasan suaka margasatwa pada ekosistem hutan gambut tebal.
Negara Lingkungan Hidup
32) Dephut
(Baplan) , Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Bakosurtanal, Pemda, Masyarakat Setempat
Pemberdayaan masyarakat
33) Pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan ekosistem hutan gambut tebal dengan fungsi kawasan suaka margasatwa.
33) Dephut (Setjen, PHKA), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Pemda, Masyarakat Setempat, Deptan, Deptrans, Depdag, Depkop.
Penelitian dan pemantauan
34) Penelitian perkembangan ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi kawasan suaka margasatwa.
35) Pemantauan kemajuan
program konservasi pada ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi kawasan suaka margasatwa.
34) Dephut (Badan Litbang), Kementrian Negara Lingkungan Hidup
35) Dephut
(PHKA), Kementrian Negara Lingkungan Hidup
Penguatan kelembagaan
36) Pengembangan sistem insentif termasuk penguatan hak akses (acces tenure) masyarakat
36) Dephut (Badan Litbang), Kementrian
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 72
terhadap pemanfaatan kawasan suaka margasatwa pada ekosistem hutan gambut tebal.
Negara Lingkungan Hidup
Program aksi dan kegiatan konservasi ekosistem hutan gambut tebal dengan arahan fungsi sebagai kawasan hutan
lindung Stakeholders
Utama Program
Aksi Kegiatan
Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam hayati
37) Rehabilitasi hutan pada EHGT.
37) Dephut (PHKA), Kementrian Negara Lingkungan Hidup
38) Penatagunaan hutan
berdasarkan fungsi sebagai kawasan hutan lindung pada EHGT
38) Dephut (PHKA), Kementerian Negara Lingkungan Hidup
Pemberdayaan masyarakat
39) Pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan EHGT dengan fungsi kawasan hutan lindung.
39) Dephut (Baplan), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Bakosurtanal, Pemda, Masyarakat Setempat
Penelitian dan pemantauan
40) Penelitian perkembangan vegetasi hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
40) Dephut (Setjen, PHKA), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Deptan, Deptrans, Depdag, Depkop,
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 73
41) Pemantauan kemajuan
program konservasi pada EHGT dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
Pemda, Masyarakat Setempat.
41) Dephut
(PHKA), Kementrian Negara Lingkungan Hidup
Penguatan kelembagaan
42) Pengembangan sistem insentif termasuk penguatan hak akses (acces tenure) masyarakat terhadap pengelolaan hutan dan pemanfaatan kawasan dan hasil hutan kawasan hutan lindung pada EHGT.
42) Dephut (Badan Litbang), Kementrian Negara Lingkungan Hidup
Program aksi dan kegiatan konservasi ekosistem hutan mangrove dengan arahan
fungsi sebagai kawasan hutan lindung Stakeholders Utama
Program Aksi
Kegiatan
Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam hayati
43) Rehabilitasi hutan pada ekosistem hutan mangrove.
43) Dephut (RLPS), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Pemda, Masyarakat Setempat
44) Penatagunaan hutan berdasarkan fungsi sebagai kawasan hutan lindung pada ekosistem hutan mangrove.
44) Dephut (Baplan), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Bakosurtanal, Pemda, Masyarakat Setempat
Pemberdayaan 45) Pemberdayaan masyarakat 45) Dephut
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 74
masyarakat bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan ekosistem hutan mangrove dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
(Setjen), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Deptan, Deptrans, Depdag, Depkop, DKP, Pemda, Masyarakat Setempat
Penelitian dan pemantauan
46) Penelitian perkembangan ekosistem hutan mangrove dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung
46) Dephut (Badan Litbang), Kementrian Negara Lingkungan
Hidup 47) Pemantauan kemajuan
program konservasi pada ekosistem hutan mangrove dengan arahan fungsi kawasan hutan lindung.
47) Dephut (PHKA), Kementrian Negara Lingkungan Hidup
Penguatan kelembagaan
48) Pengembangan sistem insentif termasuk penguatan hak akses (acces tenure) masyarakat terhadap pengelolaan hutan dan pemanfaatan kawasan dan hasil hutan kawasan hutan lindung pada ekosistem hutan mangrove.
48) Dephut (Badan Litbang), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, DKP
Program aksi dan kegiatan konservasi kawasan PLG Terintegrasi Stakeholders
Utama Program Aksi
Kegiatan
Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam hayati
49) Pemetaan detil ekosistem hutan kerangas, ekosistem hutan gelam, ekosistem hutan gambut tebal, dan ekosistem hutan mangrove
49) Dephut (Baplan), Kementrian Negara Lingkungan
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 75
untuk menentukan luas dan tingkat kerusakan vegetasi, luas dan sebaran kubah gambut, lapisan pirit yang berada pada kedalaman < 50 cm, dan tingkat penguasaan lahan oleh masyarakat.
50) Survai dan inventarisasi
sumberdaya alam hayati ekosistem hutan kerangas, ekosistem hutan gelam, ekosistem hutan gambut tebal, dan ekosistem hutan mangrove.
51) Perlindungan dan
pengamanan hutan kawasan PLG.
52) Penambatan kanal yang
memotong kubah gambut pada ekosistem gambut tebal.
53) Penunjukan, pengukuhan,
dan pemantapan kawasan hutan di kawasan PLG.
Hidup, Bakosurtanal, Pemda, Masyarakat Setempat
50) Dephut
(Baplan), Kementrian Negara Lingkungan Hidup
51) Dephut
(PHKA), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Pemda, Masyarakat Setempat.
52) Dephut (RLPS), Departemen Pekerjaan Umum, Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Pemda, Masyarakat Setempat.
53) Dephut
(Baplan), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Bakosurtana
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 76
l, Pemda, Masyarakat Setempat
Pemberdayaan masyarakat
54) Survai dan inventarisasi jumlah penduduk yang memanfaatkan ekosistem hutan kerangas, ekosistem hutan gelam, ekosistem hutan gambut tebal, dan ekosistem hutan mangrove, termasuk karakteristik penguasaannya.
55) Manajemen konflik
penguasaan lahan dan pemberdayaan masyarakat di luar kawasan bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan ekosistem hutan kerangas dan ekosistem hutan gelam dengan arahan fungsi kawasan cagar alam.
56) Sosialisasi dan penyuluhan
program konservasi kawasan PLG.
54) Dephut (Setjen) Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Pemda, Masyarakat Setempat
55) Dephut
(Setjen) Pemda, Masyarakat Setempat
56) Dephut
(PHKA, Setjen), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Pemda, Masyarakat Setempat
Penelitian dan pemantauan
57) Penelitian perkembangan sosial ekonomi dan budaya masyarakat.
57) Dephut (Badan Litbang), Kementrian Negara Lingkungan Hidup.
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 77
58) Pemantauan titik api di kawasan PLG.
58) Dephut (PHKA), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Pemda, Masyarakat Setempat
Penguatan kelembagaan
59) Pengaturan kembali organisasi dan kelembagaan pengendalian dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
59) Dephut (PHKA), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Pemda, Masyarakat Setempat.
60) Penyusunan SOP penanggulangan dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
60) Dephut (PHKA), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Pemda, Masyarakat Setempat.
61) Pengembangan sistem insentif dalam pembukaan lahan dan penanggulangan kebakaran.
61) Dephut (Badan Litbang), Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Pemda, Masyarakat Setempat.
62) Kajian pembentukan dan penetapan KPH di kawasan PLG.
62) Dephut (Baplan), Pemda, Masyarakat Setempat.
63) Kajian pembentukan dan penetapan organisasi KPH di kawasan PLG.
63) Dephut (Baplan), Pemda, Masyarakat Setempat.
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 78
BAB VI
PENUTUP
Rencana Induk Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan PLG tahun 2007-2017, merupakan
penjabaran INPRES No. 2 Tahun 2007 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi
Kawasan PLG di Kalimantan Tengah Tahun 2007-2011, yang berisi visi-misi, arahan fungsi
kawasan hutan, arahan program aksi dan kegiatan, menjadi acuan bagi pemerintah
maupun para pihak dan masyarakat dalam penyelenggaraan rehabilitasi dan konservasi
kawasan PLG di Kalimantan Tengah.
Rencana Induk Rehabilitasi dan Konservasi ini juga menjadi arah dan acuan dalam
penyusunan rencana operasional yang akan dilakukan oleh instansi Pusat dan Daerah
dalam mewujudkan visi rehabilitasi dan konservasi kawasan PLG dalam jangka panjang
mendatang yaitu:
”Terwujudnya ekosistem gambut di kawasan PLG yang produktif yang
memberikan manfaat sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan secara
optimal, baik lokal, regional, maupun internasional secara
berkelanjutan”.
Revitalisasi dan konservasi kawasan PLG diarahkan kepada seluruh kawasan lindung yang
telah ditetapkan berdasarkan peta arahan fungsi ruang kawasan PLG sebagaimana
Lampiran Peta INPRES No. 2 Tahun 2007 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi
Kawasan PLG di Kalimantan Tengah seluas 897.400 ha yang terdiri dari: 1) Ekosistem
Hutan Gelam; 2) Ekosistem Hutan Gambut Tebal; 3) Ekosistem Hutan Kerangas/Pasir
Kuarsa; dan 4) Ekosistem Hutan Mangrove.
Implementasi arahan fungsi diarahkan melalui dua tahap, yaitu Tahap I pada proses
paduserasi TGHK dengan RTRWP Kalimantan Tengah dengan menetapkan fungsi
kawasan Hutan Lindung (HL) pada ekosistem hutan gambut tebal, hutan kerangas/pasir
kuarsa, hutan mangrove, dan hutan gelam yang tidak ada aktifitas masyarakat; serta
fungsi kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) pada ekosistem ekosistem hutan gelam
yang terdapat aktifitas masyarakat adalah Hutan Produksi Terbatas (HPT). Pada Tahap II
implementasi arahan fungsi Cagar Alam (CA), Suaka Margasatwa (SM), Hutan Lindung
(HL) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) untuk masing-masing ekosistem yang sesuai
www.djpp.depkumham.go.id
2008, No.48 79
kriteria fungsi kawasan setelah periode waktu revitalisasi fungsi ekosistem dan vegetasi
hutan gambut dicapai (Tabel IV-1 s/d Tabel IV-4).
Arahan program aksi terdiri dari: 1) Program pengelolaan dan perlindungan sumberdaya
alam hayati; 2) Program pemberdayaan masyarakat; 3) Program penelitian dan
pemantauan; serta 4) Program penguatan kelembagaan.
Dari arahan program aksi tersebut, ditetapkan arahan kegiatan bagi implementasi
kegiatan perbaikan struktur, dan revitalisasi ekosistem dan vegetasi lahan gambut, serta
penetapan tataguna hutan secara permanen sesuai kriteria dan indikator fungsi kawasan
hutan konservasi. Arahan kegiatan yang ditetapkan sebanyak 63 kegiatan, dimana 26
kegiatan diantaranya bersifat prioritas (Tabel IV-5 s/d Tabel IV-14).
MENTERI KEHUTANAN, H. M. S. KABAN
www.djpp.depkumham.go.id