berdasarkan pasal 30 pp no.27 tahun 1999 mengenai amdal...
TRANSCRIPT
74
TANGGUNG JAWAB KONSULTAN AMDAL DAN AKIBAT HUKUMNYA TERHADAP
PEMRAKARSA
DIDIEK WAHJU INDARTA Fakultas Hukum Universitas Bojonegoro
Jl. Lettu Suyitno No.2, Bojonegoro, 62119
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggung jawab konsultan Amdal dalam pembuatan
dokumen AMDAL terhadap pihak pemrakarsa.Penelitian menggunakan metode penelitian hukum
normatif. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
penelitian antara lain: Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Tanggung jawab konsultan AMDAL terhadap pemerakarsa adalah menyusun analisis dampak
lingkungan hidup dari suatu usaha atau kegiatan dari pemerakarsa. Jika kemudian muncul masalah
sebagai akibat tidak dipenuhinya persyaratan kualifikasi penyusunan AMDAL maka dapat ditelusuri
berdasarkan Pasal 30 PP No.27 tahun 1999 mengenai AMDAL dan ketentuan undang-undang lain
yang relevan dengan tugas konsultan. Ia ikut bertanggung jawab atas semua data yang dibuatnya.
Tanggung jawab konsultan AMDAL terhadap pihak ketiga atau masyarakat, sebagaimana tercantum
pada pasal 33 PP No. 27/1999 menegaskan kewajiban pemerakarsa untuk mengumunkan kepada
publik dan saran, pendapat, masukan publik wajib untuk dikaji dan dipertimbangkan dalam AMDAL.
Dan pasal 34 menegaskan bagi kelompok rakyat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam proses
penyusunan kerangka acuan, penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana
pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup.
PENDAHULUAN
Pembangunan merupakan upaya
sadar dan terencana dalam rangka
mengelola dan memanfaatkan sumber
daya, guna mencapai tujuan pembangunan
yakni meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat dan bangsa Indonesia.
Pembangunan tersebut dari masa ke masa
terus berlanjut dan berkesinambungan
serta selalu ditingkatkan pelaksanaannya,
guna memenuhi dan meningkatkan
kebutuhan penduduk tersebut berjalan
seiring dengan semakin meningkatnya
jumlah pertumbuhan penduduk.
Pelaksanaan pembangunan sebagai
kegiatan yang berkesinambungan dan
selalu meningkat seiring dengan baik dan
meningkatnya jumlah dan kebutuhan
penduduk, menarik serta mengundang
resiko pencemaran dan perusakan yang
disebabkan oleh tekanan kebutuhan
pembangunan terhadap sumber daya alam,
tekanan yang semakin besar tersebut ada
dan dapat mengganggu, merusak struktur
dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi
penunjang kehidupan.
Untuk mencegah kemerosotan
lingkungan dan sumber daya alam dengan
maksud agar lingkungan dan sumber daya
alam tersebut tetap terpelihara keberadaan
dan kemampuan dalam mendukung
berlanjutnya pembangunan, maka setiap
aktivitas pembangunan haruslah dilandasi
oleh dasar-dasar pertimbangan pelestarian
dan sumber daya alam tersebut.
Keinginan untuk mengurangi
pengaruh negatif dan resiko pada tingkat
yang mungkin (risk assessment) dan
mengelola resikonya (risk management)
melalui mekanisme dan sistem hukum
lingkungan disebut sebagai Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL).
Analisis Dampak lingkungan yang
lahir dengan diundangkannya lingkungan
hidup di Amerika Serikat yaitu National
Environmental Policy Act (NEPA) pada
tahun 1969 dan mulai berlaku pada tanggal
75
1 Januari 1970. Pasal 102 ayat (1) (c)
dalam undang-undang ini menyatakan,
semua usulan legislasi dan aktivitas
pemerintah federal yang besar yang
diperkirakan akan mempunyai dampak
penting terhadap lingkungan harus disertai
laporan mengenai Environmental Impact
Assessment (Analisis Dampak
Lingkungan) tentang usulan tersebut.
NEPA 1969 merupakan suatu reaksi
terhadap kerusakan lingkungan oleh
aktivitas manusia yang semakin
meningkat, antara lain tercemarnya
lingkungan oleh pestisida serta limbah
industri dan transportasi. Rusaknya habitat
tumbuhan dan hewan langka, serta
rendahnya nilai estetika alam.
Berdasarkan Pasal 15 Undang-
Undang Pokok Lingkungan Hidup No. 23
Tahun 1997 tentang kewajiban Membuat
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) terhadap setiap rencana yang
diperkirakan mempunyai
Dampak penting terhadap lingkungan
hidup, maka dikeluarkanlah Peraturan
Pemerintah No. 51 Tahun 1993 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Dalam waktu empat tahun sejak
diundangkannya Peraturan Pemerintah No.
51 Tahun 1993 telah diteliti berbagai aspek
untuk penetapan criteria dampak kegiatan
dari lingkungan-lingkungan social Budaya.
Karena dianggap Peraturan Pemerintah
belum memadai, maka kebijakan
pemerintah dalam menyikapi pelaksanaan
dan penegakkan undang-undang No. 23
Tahun 1997 dikeluarkanlah Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 1999 yang
mencabut Peraturan Pemerintah No. 51
Tahun 1993. Alasan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999
di antaranya beberapa persoalan yang
bermunculan pada tingkat pelaksanaan
termasuk kurang dipahaminya ketentuan-
ketentuan hukum dasarnya menurut
Undang-undang Lingkungan Hidup Tahun
1997 serta implikasi aspek-aspek teknis
dan ilmu ilmiah pada penerapan
hukumnya, sehingga menjadi kendala
menegakkan ketentuan-ketentuan tersebut,
terutama pada kegiatan yang menggunakan
bahan-bahan kimia yang bersifat toksis,
dan dampak lingkungan penting lainnya.
Atas pertimbangan di atas,
mengingat kondisi untuk segera
dikembangkan lebih lanjut ketentuan
hukumnya sesuai dengan perkembangan
baru, masalah-masalah yang belum
terakomodasi oleh ketentuan-ketentuan
yang dianggap mengandung kelemahan-
kelemahan tertentu, seperti keterkaitan
AMDAL dengan perizinan, mekanisme
keterkaitan AMDAL dan masyarakat
sebagai pelaksana peran serta rakyat dalam
proses pengambilan keputusan, dan
metode pengumpulan informasi yang
mampu memberikan identifikasi terhadap
berbagai pengaruh dan dampak
lingkungan. Ini berarti dalam hal
perencanaan proyek pusat, komisi daerah
telah dilibatkan, yang akan menjamin
keterpaduan vertikal.
Kurang dipahaminya proses
AMDAL dalam sistem perizinan
menyebabkan studi AMDAL sering kali
dianggap memperlambat diperolehnya izin
kegiatan. Oleh karena itu, penguasaan
hukum yang mengatur dan menerbitkan
masalah lingkungan dalam pembangunan
wajib pula menguasai ilmu-ilmu lain yang
relevan, misalnya ekonomi, sosial budaya,
planologi, hidrologi, kimia dan biologi.
AMDAL sebagai studi ilmiah
dianggap mempunyai kemampuan untuk
melakukan prediksi dan identifikasi
terhadap kemungkinan timbulnya dampak
lingkungan. Dalam proses AMDAL ini
analisis mengenai masalah dilakukan yang
berdasarkan pendekatan antar berbagai
disiplin ilmu dengan menggunakan
prinsip-prinsip ilmiah pula untuk
menerangkan hubungan kausal masalah
lingkungan dan cara pemecahannya.
Dengan demikian, dalam perkembangan
baru ini, hukum disamping untuk menjaga
ketertiban, sarana pembaharuan
masyarakat juga dianggap mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan
76
masalah-masalah lingkungan yang
mungkin timbul dan tata cara
memecahkannya. Suatu perkembangan
hukum yang dipengaruhinya oleh metode
dan prinsip ilmu.
Untuk melakukan analisis secara
demikian, Undang-undang Lingkungan
Hidup Tahun 1982 dan peraturan
Pemerintah tentang AMDAL akan
dijadikan acuan utama dalam keseluruhan
proses pengujian masalah dan sarana
pemecahannya.
Atas dasar pemikiran di atas,
analisis masalah hukum tentang AMDAL
pertama-tama akan membantu
memberikan uraian keterkaitan perundang-
undangan dan pelaksanaan AMDAL
dengan Undang-undang atau ketentuan
hukum sektoral untuk memperoleh
persamaan persepsi dan penafsiran atas
hukum yang mengatur pelaksanaan
AMDAL dilihat dari penyusunan,
penilaian, dan pengambilan keputusan.
Kedua, pengaruh dari kualifikasi AMDAL
oleh perangkat aparatur pemerintah yang
memiliki kriteria keahlian khusus dalam
proses AMDAL sebagai penanggung
jawab utama. Status AMDAL dalam
proses pengambilan keputusan sebagai
“Significant Agency Expertise” yang
memegang yurisdiksi kewenangan dan
merupakan ruang lingkupnya yang lebih
utama dalam masalah hukum yang timbul
di kemudian hari.
Dalam pengertian di atas,
ditegaskan bahwa aparat pemerintah
(agency) barulah dapat dikualifisir dan
mempunyai “Primary Jurisdiction” yang
memberikan kedudukan hukum yang
istimewa baginya untuk memutuskan apa
yang menurut aparatur pemerintah paling
menguntungkan berdasarkan keahliannya
yang khusus, karena itu kedudukan ini
memberikan dasar hukum yang kuat
baginya untuk menetapkan pilihan yang
terbaik dan bersifat final.
Untuk menciptakan suatu
pembangunan yang berkesinambungan,
faktor lingkungan hidup menjadi perhatian
yang utama, sebab pada hakekatnya
adalah:
”Gangguan terhadap keseimbangan
lingkungan yaitu sadar manusia untuk
mengubah keseimbangan lingkungan dari
tingkat kualitas yang lebih tinggi. Dalam
hal ini harus menjaga agar lingkungan
tetap mampu untuk mendukung tingkat
hidup pada kualitas yang lebih tinggi.”
Oleh karena itu pembangunan yang
memungkinkan timbulnya dampak penting
terhadap lingkungan harus dibuat analisis
mengenai dampak lingkungan, misalnya
pembangunan pabrik pupuk, pembangunan
pabrik tapioka, dan lain-lain. Kewajiban
membuat analisis mengenai dampak
lingkungan dapat dilihat pada Pasal 15
Undang-undang No. 23 Tahun 1997 yang
isinya.
“Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan
yang kemungkinan dapat menimbulkan
dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup wajib memiliki analisis
mengenai dampak lingkungan”.
Masalah analisis mengenai dampak
lingkungan adalah menyangkut masalah
orang banyak, maka peranan pihak yang
berkepentingan yaitu pemrakarsa, aparatur
pemerintah, dan masyarakat sangat
penting. Oleh karena itu untuk
menegakkan analisis mengenai dampak
lingkungan ini harus ada kerjasama yang
baik antara aparatur pemerintah dan pihak
yang terkait.
Untuk itu Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup
telah mengeluarkan beberapa keputusan
sebagai realisasi dari pelaksanaan
Peraturan Pemerintah yang isinya
merupakan pedoman bagi para konsultan
yang akan membuat analisis mengenai
dampak lingkungan. Oleh karena itu
seorang konsultan tidak boleh
menyimpang dari ketentuan di atas.
Dalam membuat data, seorang
pemrakarsa proyek harus mengetahui
apakah proyek yang akan didirikannya itu
wajib dilengkapi dengan analisis mengenai
dampak lingkungan atau tidak, keadaan
77
dari lokasi proyek harus jelas. Secara
yuridis, analisis mengenai dampak
lingkungan dibutuhkan hanya terhadap
kegiatan pembangunan yang berdampak
penting, mengenai ada atau tidaknya
dampak penting itu tidak mudah diukur
dengan barometer tertentu. Sebab
formulasi hukum tidak secara jelas
memberikan batas baik secara kuantitatif
maupun kualitatif tentang apa yang
merupakan dampak yang penting. Secara
yuridis hanya menyatakan dampak penting
itu berupa perubahan lingkungan yaitu
yang sangat mendasar bersumber dari
suatu kegiatan. Contoh dampak itu paling
tidak menyangkut hidup orang banyak
antara lain menyangkut alam, flora dan
fauna dan sebagainya yang dapat
terganggu akibat langsung terhadap polusi
udara, air dan darat.
Sehubungan dengan hal tersebut di
atas, maka terhadap usaha yang
menimbulkan dampak penting, wajib
dilengkapi dengan analisis mengenai
dampak lingkungan. Oleh sebab itu bagi
proyek yang mempunyai dampak penting
banyak sekali yang meminta pembuatan
analisis mengenai dampak lingkungan
sehingga mendorong munculnya pihak-
pihak yang memanfaatkan kesempatan
tersebut, akibatnya studi analisis mengenai
dampak lingkungan hanya formalitas saja,
yang tidak dilaksanakan berdasarkan
prosedur yang telah ditentukan oleh
undang-undang.
Setiap konsultan harus bertanggung
jawab atas semua data yang dibuatnya
sehingga konsultan harus hati-hati dalam
membuat analisis mengenai dampak
lingkungan. Tanggung jawab ini
menyangkut ganti rugi apabila konsultan
itu melakukan kesalahan dalam membuat
data analisis. Di dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata mengenai
tanggung jawab ini diatur dalam Pasal
1801 dan Pasal 1803: “Si kuasa tidak saja
bertanggung jawab tentang perbuatan-
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja
tapi juga tentang kelalaian yang dilakukan
dalam menjalankan kuasanya”.
Di sisi lain Pasal 1803 KUH
Perdata menyatakan: “Si Kuasa
bertanggung jawab untuk orang yang telah
ditunjuk olehnya sebagai penggantinya.”
Dalam Pasal 1 Peraturan
Pemerintah No.27 tahun 1999 konsultan
amdal disebut sebagai Pemrakarsa, yaitu:
“Pemrakarsa adalah orang atau badan
hukum yang bertanggung jawab atas suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan
dilaksanakan”.
Seperti diketahui bahwa adanya
pembuatan Analisis Dampak Lingkungan
adalah adanya perjanjian antara konsultan
dengan pemrakarsa atau pemilik proyek.
Di sini pihak konsultan bertugas untuk
membuat atau menyusun Analisis Dampak
Lingkungan, sedangkan pemilik proyek
sebagai pihak yang mempunyai rencana
kegiatan pembuatan analisis dampak
lingkungan sehubungan dengan proyek
tersebut mempunyai dampak penting
terhadap lingkungan. Dalam membuat
analisis dampak lingkungan seorang
konsultan harus bertanggung jawab atas
semua data yang dibuatnya, baik karena
kesengajaan atau kelalaiannya.
Apabila seorang konsultan telah
melakukan kesalahan maka dikatakan
konsultan telah melakukan yang bukan
seharusnya ia lakukan. Hal ini di dalam
hukum perjanjian dinamakan ingkar janji
(wanprestasi). Di sini konsultan tidak
membuat data yang sebenarnya akibatnya
akan menimbulkan data fiktif. Terhadap
data yang sedemikian seorang konsultan
harus bertanggung jawab dan memikul
atas semua kerugian dari pemilik proyek.
Kasus kesalahan dari konsultan AMDAL
terhadap pemrakarsa di antaranya:
1. Banyaknya dokumen AMDAL yang
salah ketik, sehingga pada saat adanya
tuntutan menyangkut hukum, salah
ketik dijadikan alasan untuk menutupi
kesalahan yang fatal.
2. Dalam proses penyusunan dokumen
AMDAL, sangat sering ditemui
78
konsultan (tim penyusun) AMDAL
meninggalkan berbagai prinsip dalam
AMDAL. Terutama posisi rakyat
dalam proses penyusunan dokumen
AMDAL. Proses keterbukaan
informasi dijamin oleh kebijakan, di
mana Pasal 33 PP No. 27 tahun 1999
menegaskan kewajiban pemrakarsa
untuk mengumumkan kepada publik
dan saran, pendapat, masukan publik
wajib untuk dikaji dan
dipertimbangkan dalam AMDAL.
Pasal 34 menegaskan bagi kelompok
rakyat yang berkepentingan wajib
dilibatkan dalam proses penyusunan
kerangka acuan, penilaian kerangka
acuan, analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengelolaan
lingkungan hidup dan rencana
pemantauan lingkungan hidup.
Dari uraian di atas jelas bahwa tanggung
jawab konsultan sangat besar. Berdasarkan
hal tersebut, maka penulis bermaksud
melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai masalah di atas dengan
mengambil judul “TANGGUNG JAWAB
KONSULTAN AMDAL DAN AKIBAT
HUKUMNYA DALAM PEMBUATAN
AMDAL TERHADAP PEMRAKARSA.”
METODE
Penelitian yang dilakukan
merupakan “penelitian hukum”. Penelitian
Hukum pada dasarnya adalah merupakan
suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan
pada metode, sistematika, dan pemikiran
tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu
dengan jalan menganalisisnya, serta
diadakan pemeriksaan yang mendalam
terhadap fakta hukum tersebut untuk
kemudian mengusahakan suatu pemecahan
atas permasalahan-permasalahan yang
timbul di dalam gejala bersangkutan.
Penelitian hukum adalah suatu
proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-
doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan
karakter preskriptif ilmu hukum. Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan di dalam
keilmuan yang bersifat deskriptif yang
menguji kebenaran ada tidaknya sesuatu
fakta disebabkan oleh suatu faktor tertentu,
penelitian hukum dilakukan untuk
menghasilkan argumentasi, teori atau
konsep baru sebagai preskripsi dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Jika pada keilmuan yang bersifat deskriptif
jawaban yang diharapkan adalah true atau
false, jawaban yang diharapkan di dalam
penelitian hukum adalah right,
appropriate, inappropriate atau wrong.
Dapat dikatakan bahwa hasil yang
diperoleh di dalam penelitian hukum sudah
mengandung nilai.
Dalam penelitian hukum dikenal
dua macam metode penelitian, yaitu
metode penelitian hukum normatif dan
metode penelitian hukum empiris. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan dua
macam metode penelitian, yaitu:
1. Metode penelitian normatif
Ciri khas penelitian hukum normatif
adalah bahan-bahan yang digunakan untuk
membahas permasalahan hukum yang
berasal dari literatur-literatur yang ada
(library research).
Melalui metode ini, penulis akan
mendapatkan data sekunder yang terdiri
dari:
a. Bahan hukum primer berupa peraturan
perundang-undangan yang berkaitan
dengan penelitian antara lain:
1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan.
3) Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan
bahan hukum yang memerlukan
penjelasan lebih luas mengenai bahan
hukum primer yang didapat seperti buku,
literatur, media massa, artikel dari
79
internet yang berkaitan dengan penelitian
ini.
c. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier merupakan
bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan
terhadap hukum primer dan
sekunder. Dalam hal ini penulis
memperoleh dari kamus hukum
dan kamus umum bahasa
Indonesia.
2. Penelitian hukum empiris
Penelitian hukum empiris
dilakukan dengan mengadakan suatu
penelitian lapangan (field research).
Penelitian lapangan adalah
pengumpulan materi atau bahan
penelitian yang harus diupayakan atau
dicari sendiri oleh belum tersedia.
Pada dasarnya pengolahan, analisis dan
konstruksi data dilakukan secara kualitatif
dan didukung pendekatan kuantitatif.
Penyajian hasil penelitian dipisahkan
dengan analisis data, oleh karena itu
penyajian sifatnya adalah semata-mata
deskriptif. Pengolahan/konstrukti data
secara kualitatif dan kuantitatif merupakan
dua cara yang saling melengkapi, karena
kedua cara tersebut mempunyai
keuntungan dan kelemahan masing-
masing. Penulis dalam penelitian ini
melakukan wawancara kepada konsultan
Amdal.
Hasil dan Pembahasan
A. Konsultan AMDAL
Dokumen AMDAL harus disusun
oleh pemerakarsa suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan. Dalam penyusunan
studi AMDAL, pemerakarsa dapat
meminta jasa konsultan untuk
menyusunkan dokumen AMDAL.
Penyusun dokumen AMDAL harus telah
memiliki sertifikat Penyusun AMDAL dan
ahli di bidangnya. Ketentuan standar
minimal cakupan materi penyusunan
AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala
Bapedal Nomor 09 tahun 2000.
Dalam Keputusan Kepala Bapedal
Nomor 09 tahun 2000 disebutkan bahwa
Ketua tim penyusun studi AMDAL harus
bersertifikat AMDAL B sedangkan
anggota tim penyusun lainnya harus
mempunyai keahlian yang sesuai dengan
lingkup studi AMDAL yang akan
dilakukan.
Penyusun AMDAL harus sudah
memiliki sertifikat atau telah mengikuti
kursus Penyusun AMDAL (Tipe B). Pada
masa lalu terdapat 3 jenis kursus AMDAL:
kursus Dasar-Dasar AMDAL (Tipe A),
kursus Penyusun AMDAL (Tipe B), dan
kursus Penilai AMDAL (Tipe C). Kursus
Dasar-dasar AMDAL memberikan
pengetahuan tentang prinsip-prinsip
analisis dampak lingkungan, kursus
Penyusun AMDAL memberikan
pengetahuan tentang teknik-teknik
menyusun studi AMDAL, sedangkan
kursus Penilai AMDAL memberikan
teknik-teknik penilaian AMDAL. Dengan
demikian, seseorang bisa langsung
mengikuti kursus penilai setelah mengikuti
kursus dasar terutama untuk memenuhi
tenaga penilai yang pada saat awal
diberlakukan AMDAL masih sangat
kurang.
Di masa mendatang kursus
AMDAL hanya akan diselenggarakan
untuk satu jenis saja yaitu AMDAL
Penyusun, karena pada dasarnya antara
penyusun dan penilai harus memiliki
kesamaan pengetahuan tentang AMDAL.
Namun untuk mengantisipasi wewenang
penilaian AMDAL di Kabupaten/Kota
yang berjumlah sekitar 400
Kabupaten/Kota seluruh Indonesia, saat ini
diselenggarakan kursus penilai AMDAL
yang waktunya lebih singkat dibanding
kursus penyusun AMDAL.
Berdasarkan Kep-MENLH Nomor
02 Tahun 2000, persyaratan Ketua Tim
Penyusun AMDAL adalah: harus memiliki
sertifikat AMDAL B/sederajat; memiliki
keahlian yang sesuai dengan isu pokok;
berpengalaman menyusun AMDAL
80
sekurang-kurangnya 5 (lima) studi;
berpengalaman memimpin tim studi.
Dalam Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 02 tahun 2000
tersebut disebutkan kata “yang sederajat”
pada persyaratan penyusun AMDAL
(konsultan). Yang dimaksud sederajat
dengan kursus AMDAL Tipe B, adalah
seseorang yang mempunyai
sertifikat/ijazah pendidikan pasca sarjana,
di dalam maupun luar negeri di bidang
lingkungan, memiliki keahlian yang sesuai
dengan isu pokok dan telah berpengalaman
menyusun AMDAL sekurang-kurangnya 5
(lima) studi. Sedangkan ‘yang sederajat’
dengan sertifikat kursus dasar-dasar
AMDAL adalah sertifikat/ijazah
pendidikan lingkungan (S2 lingkungan)
dalam maupun luar negeri tanpa
pengalaman dalam menyusun AMDAL.
Konsultan AMDAL umumnya
diikutsertakan dalam penyusunan analisis
AMDAL berfungsi sebagai penyusun
dokumen AMDAL. Untuk itu diperlukan
pengetahuan yang luas mengenai berbagai
masalah AMDAL, terutama prosedur
pelaporan dokumen AMDAL.
Di bawah ini adalah prosedur
pelaporan dokumen amdal berdasarkan PP
Nomor 27 tahun 1999 dan Keputusan
Bapelda Nomor 09 tahun 2000.
Penilaian dokumen AMDAL
dilakukan untuk beberapa dokumen dan
meliputi penilaian terhadap kelengkapan
administrasi dan isi dokumen. Dokumen
yang dinilai, meliputi :
1. Penilaian dokumen Kerangka Acuan
(KA).
2. Penilaian dokumen Analisis Dampak
Lingkungan (ANDAL) .
3. Penilaian Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) .
4. Penilaian Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL) .
Penilaian Kerangka Acuan (KA),
meliputi :
1. Kelengkapan administrasi.
2. Isi dokumen, yang terdiri dari :
a. Pendahuluan.
b. Ruang lingkup studi.
c. Metode studi.
d. Pelaksanaan studi.
e. Daftar pustaka dan lampiran.
Menurut Pasal 2 PP. Nomor 27
Tahun 1999, Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup merupakan bagian
kegiatan studi kelayakan rencana usaha
dan/atau kegiatan.
Hasil studi kelayakan ini tidak
hanya berguna untuk para perencana,
tetapi yang terpenting adalah juga bagi
pengambilan keputusan. Karena itu, dalam
menyusun KA-ANDAL untuk suatu
ANDAL perlu dipahami bahwa hasilnya
nanti akan merupakan bagian dari studi
kelayakan yang akan digunakan oleh
pengambil keputusan dan perencanaan.
Sungguhpun demikian, berlainan dengan
bagian studi kelayakan yang menggarap
faktor penunjang dan penghambat
terlaksananya suatu usaha dan/atau
kegiatan ditinjau dari segi ekonomi dan
teknologi, ANDAL lebih menunjukkan
pendugaan dampak yang bisa ditimbulkan
oleh usaha dan/atau kegiatan tersebut
terhadap lingkungan hidup.
B. Penyusunan Dokumen AMDAL oleh
Konsultan
Penyusun KA-ANDAL perlu
mengikuti diagram alir penyusunan
ANDAL di bawah ini sehingga akhirnya
dapat memberikan masukan yang
diperlukan oleh perencana dan pengambil
keputusan:
1. Wawasan KA-ANDAL Dokumen KA-ANDAL harus
mencerminkan secara jelas dan
tegas wawasan lingkungan hidup yang
harus dipertimbangkan dalam
pembangunan suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan. Sehubungan dengan hal
tersebut, ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan:
a. Dokumen KA-ANDAL harus
menampung berbagai aspirasi
tentang hal-hal yang dianggap
penting untuk ditelaah dalam studi
81
ANDAL menurut pihak-pihak yang
terlibat;
b. Mengingat AMDAL adalah bagian
dari studi kelayakan, maka dalam
studi ANDAL perlu ditelaah dan
dievaluasi masing-masing alternatif
dari rencana usaha dan/atau kegiatan
yang dipandang layak baik dari segi
lingkungan hidup, teknis maupun
ekonomis sebagai upaya untuk
mencegah timbulnya dampak negatif
yang lebih besar;
c. Mengingat kegiatan-kegiatan
pembangunan pada umumnya
mengubah lingkungan hidup, maka
menjadi penting memperhatikan
komponen- komponen lingkungan
hidup yang berciri:
1) Komponen lingkungan hidup
yang ingin dipertahankan dan dijaga
serta dilestarikan fungsinya, seperti
antara lain:
(a) Hutan Lindung, Hutan Konservasi, dan
Cagar Biosfer;
(b) Sumber daya air;
(c) Keanekaragaman hayati;
(d) Kualitas udara;
(e) Warisan alam dan warisan budaya;
(f) Kenyamanan lingkungan hidup;
(g) Nilai-nilai budaya yang berorientasi
selaras dengan lingkungan hidup.
2) Komponen lingkungan hidup yang
akan berubah secara mendasar dan
perubahan tersebut dianggap penting
oleh masyarakat di sekitar suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan,
seperti antara lain:
(a) Pemilikan dan penguasaan lahan;
(b) Kesempatan kerja dan usaha;
(c) Taraf hidup masyarakat;
(d) Kesehatan masyarakat.
d. Pada dasarnya dampak lingkungan
hidup yang diakibatkan oleh suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan
tidak berdiri sendiri, satu sama lain
memiliki keterkaitan dan
ketergantungan. Hubungan sebab
akibat ini perlu dipahami sejak dini
dalam proses penyusunan KA-
ANDAL agar studi ANDAL dapat
berjalan lebih terarah dan sistematis.
Keempat faktor tersebut harus
menjadi bagian integral dalam
penyusunan KA-ANDAL terutama dalam
proses pelingkupan
2. Proses pelingkupan Pelingkupan merupakan suatu
proses awal (dini) untuk menentukan
lingkup permasalahan dan
mengidentifikasi dampak besar dan
penting (hipotesis) yang terkait dengan
rencana usaha dan/atau kegiatan.
Pelingkupan merupakan proses
terpenting dalam penyusunan KA-
ANDAL karena melalui proses ini
dapat dihasilkan:
a. Dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup yang dipandang
relevan untuk ditelaah secara
mendalam dalam studi AMDAL
dengan meniadakan hal-hal atau
komponen lingkungan hidup yang
dipandang kurang penting ditelaah;
b. Lingkup wilayah studi AMDAL
berdasarkan beberapa pertimbangan:
batas proyek, batas ekologis, batas
sosial, dan batas administratif;
c. Kedalaman studi AMDAL antara lain
mencakup metoda yang digunakan,
jumlah sampel yang diukur, dan
tenaga ahli yang dibutuhkan sesuai
dengan sumber daya yang tersedia
(dana dan waktu). Semakin baik hasil
pelingkupan semakin tegas dan jelas
arah dari studi ANDAL yang akan
dilakukan.
a. Pelingkupan dampak besar dan
penting
Pelingkupan dampak besar dan
penting dilakukan melalui
serangkaian proses berikut:
1) Identifikasi dampak potensial Pada
tahap ini kegiatan pelingkupan
dimaksudkan untuk mengidentifikasi
segenap dampak lingkungan hidup
(primer, sekunder, dan seterusnya) yang
82
secara potensial akan timbul sebagai akibat
adanya rencana usaha dan/atau kegiatan.
Pada tahapan ini hanya diinventarisasi
dampak potensial yang mungkin akan
timbul tanpa memperhatikan
besar/kecilnya dampak, atau penting
tidaknya dampak. Dengan demikian pada
tahap ini belum ada upaya untuk menilai
apakah dampak potensial tersebut
merupakan dampak besar dan penting.
Identifikasi dampak potensial diperoleh
dari serangkaian hasil konsultasi dan
diskusi dengan para pakar, pemerakarsa,
instansi yang bertanggung jawab,
masyarakat yang berkepentingan serta
dilengkapi dengan hasil pengamatan
lapangan (observasi). Selain itu
identifikasi dampak potensial juga dapat
dilakukan dengan menggunakan metode-
metode identifikasi dampak berikut ini:
a) penelaahan pustaka; dan/atau
b) analisis isi (content analysis); dan/atau
c) interaksi kelompok (rapat, lokakarya,
brainstorming, dan lain- lain);
dan/atau
d) metoda ad hoc; dan/atau
e) daftar uji (sederhana, kuesioner,
deskriptif); dan/atau
f) matrik interaksi sederhana; dan/atau
g) bagan alir flowchart); dan/atau h)
pelapisan (overlay); dan/atau
i) pengamatan lapangan (observasi).
2) Evaluasi dampak potensial
Pelingkupan pada tahap ini bertujuan
untuk menghilangkan/ meniadakan
dampak potensial yang dianggap tidak
relevan atau tidak penting, sehingga
diperoleh daftar dampak besar dan
penting hipotesis yang dipandang perlu
dan relevan untuk ditelaah secara
mendalam dalam studi AMDAL. Daftar
dampak besar dan penting potensial ini
disusun berdasarkan pertimbangan atas
hal-hal yang dianggap penting oleh
masyarakat di sekitar rencana usaha
dan/atau kegiatan, instansi yang
bertanggung jawab, dan para pakar.
Pada tahap ini daftar dampak besar dan
penting hipotesis yang dihasilkan belum
tertata secara sistematis. Metoda yang
digunakan pada tahap ini adalah interaksi
kelompok (rapat, lokakarya,
brainstorming). Kegiatan identifikasi
dampak besar dan penting ini terutama
dilakukan oleh pemerakarsa usaha
dan/atau kegiatan (yang dalam hal ini
dapat diwakili oleh konsultan penyusun
AMDAL), dengan mempertimbangkan
hasil konsultasi dan diskusi dengan pakar,
instansi yang bertanggung jawab serta
masyarakat yang
berkepentingan.
3) Pemusatan dampak besar
dan penting (Focussing)
Pelingkupan yang dilakukan pada tahap
ini bertujuan untuk mengelompokan/
mengorganisir dampak besar dan penting
yang telah dirumuskan dari tahap
sebelumnya dengan maksud agar
diperoleh isu-isu
pokok lingkungan hidup yang dapat
mencerminkan atau menggambarkan
secara utuh dan lengkap perihal:
(a) Keterkaitan antara rencana usaha
dan/atau kegiatan dengan komponen
lingkungan hidup yang mengalami
perubahan mendasar (dampak besar
dan penting);
(b) Keterkaitan antar berbagai komponen
dampak besar dan penting yang telah
dirumuskan.
Isu-isu pokok lingkungan hidup tersebut
dirumuskan melalui 2 (dua) tahapan.
Pertama, segenap dampak besar dan
penting dikelompokan menjadi beberapa
kelompok menurut keterkaitannya
satu sama lain. Kedua, dampak besar dan
penting yang berkelompok tersebut
selanjutnya diurut berdasarkan
kepentingannya, baik dari ekonomi, sosial,
maupun ekologis.
b. Pelingkupan wilayah studi
Penetapan lingkup wilayah studi
dimaksudkan untuk membatasi luas
wilayah studi ANDAL sesuai hasil
pelingkupan dampak besar dan penting,
dan dengan memperhatikan keterbatasan
sumber daya, waktu dan tenaga, serta
83
saran pendapat dan tanggapan dari
masyarakat yang berkepentingan.
Lingkup wilayah studi AMDAL
ditetapkan berdasarkan pertimbangan
batas-batas ruang sebagai berikut:
1) Batas proyek
Yang dimaksud dengan batas proyek
adalah ruang dimana suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan akan melakukan
kegiatan pra- konstruksi, konstruksi dan
operasi. Dari ruang rencana usaha
dan/atau kegiatan inilah bersumber
dampak terhadap lingkungan hidup di
sekitarnya, termasuk dalam hal ini
alternatif lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan. Posisi batas proyek ini agar
dinyatakan juga dalam koordinat.
2) Batas ekologis
Yang dimaksud dengan batas ekologis
adalah ruang persebaran dampak dari
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan
menurut media transportasi limbah (air,
udara), dimana proses alami yang
berlangsung di dalam
ruang tersebut diperkirakan akan
mengalami perubahan mendasar.
Termasuk dalam ruang ini adalah ruang
di sekitar rencana usaha dan/atau
kegaitan yang secara ekologis memberi
dampak terhadap aktivitas usaha
dan/atau kegiatan.
3) Batas sosial
Yang dimaksud dengan batas sosial adalah
ruang di sekitar rencana usaha
berlangsungnya kegiatan yang merupakan
tempat yang mengandung norma dan nilai
tertentu yang sudah mapan (termasuk
sistem dan struktur sosial), sesuai dengan
proses dinamika sosial suatu kelompok
masyarakat, yang diperkirakan akan
mengalami perubahan mendasar akibat
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Batas sosial ini sangat penting bagi pihak-
pihak yang terlibat dalam studi AMDAL,
mengingat adanya kelompok-kelompok
masyarakat yang kehidupan sosial
ekonomi dan budayanya akan mengalami
perubahan mendasar akibat aktifitas usaha
dan/atau kegiatan. Mengingat dampak
lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan
menyebar tidak merata, maka batas sosial
ditetapkan dengan membatasi batas- batas
terluar dengan memperhatikan hasil
identifikasi komunitas masyarakat yang
terdapat dalam batas proyek, ekologis serta
komunitas masyarakat yang berada diluar
batas proyek dan ekologis namun
berpotensi terkena dampak yang mendasar
dari rencana usaha dan/atau kegiatan
melalui penyerapan tenaga kerja,
pembangunan fasilitas umum dan fasilitas
sosial.
4) Batas administratif
Yang dimaksud dengan batas
administrasi adalah ruang dimana
masyarakat dapat secara leluasa
melakukan kegiatan sosial ekonomi dan
sosial budaya sesuai dengan peraturan
perundang- undangan yang berlaku di
dalam ruang tersebut.
Batas ruang tersebut dapat berupa batas
administrasi pemerintahan atau batas
konsesi pengelolaan sumber daya oleh
suatu usaha dan/atau kegiatan (misal,
batas HPH, batas kuasa pertambangan).
Dengan memperhatikan batas-batas
tersebut di atas dan mempertimbangkan
kendala-kendala teknis yang dihadapi
(dana, waktu, dan tenaga), maka akan
diperoleh ruang lingkup wilayah studi
yang dituangkan dalam peta dengan skala
yang memadai.
5) Batasan ruang lingkup wilayah studi
AMDAL
Yakni ruang yang merupakan kesatuan
dari keempat wilayah di atas, namun
penentuannya disesuaikan dengan
kemampuan pelaksana yang biasanya
memiliki keterbatasan sumber data,
seperti waktu, dana, tenaga, tehnik, dan
metode telaahan. Dengan demikian, ruang
lingkup wilayah studi memang bertitik
tolak pada ruang bagi rencana usaha
dan/atau kegaitan, kemudian
diperluas ke ruang ekosistem, ruang
sosial dan ruang administratif yang lebih
84
luas.
C. Sistematika Penyusunan Dokumen
AMDAL Ringkasan Analisis Dampak
Lingkungan Hidup (ANDAL) perlu
disusun sedemikian rupa, sehingga dapat :
1. Langsung mengemukakan masukan
penting yang bermanfaat bagi
pengambilan keputusan, perencana,
dan pengelola rencana usaha
dan/atau kegiatan;
2. Mudah dipahami isinya oleh semua
pihak, termasuk masyarakat, dan
mudah disarikan isinya bagi pemuatan
dalam media massa, bila dipandang
perlu;
3. Memuat uraikan singkat tentang :
a. Rencana usaha dan/atau kegiatan
dengan berbagai kemungkinan
dampak besar dan pentingnya.
Baik pada tahap prakonstruksi,
konstruksi, operasi maupun
pasca operasi;
b. Keterangan mengenai kemungkinan
adanya kesenjangan data informasi
serta berbagai kekurangan dan
keterbatasan, yang dihadapi
selama menyusun ANDAL;
c. Hal lain yang dipandang sangat perlu
untuk melengkapi ringkasan.
I. Pendahuluan Pendahuluan mencakup :
1.1. Latar belakang Menguraikan secara singkat latar
belakang dilaksanakannya studi ANDAL
ditinjau dari:
a. Tujuan dan kegunaan proyek;
b. Peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang terkait dengan rencana
usaha dan/atau kegiatan dan
lingkungan;
c. Landasan kebijaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup;
d. Kaitan rencana usaha dan/atau
kegiatan dengan dampak besar dan
penting yang ditimbulkan (iu-isu
pokok hasil pelingkupan yang
tertuang dalam dokumen KA-
ANDAL).
1.2. Tujuan studi Tujuan dilaksanakannya studi ANDAL
adalah :
a. Mengidentifikasi rencana usaha
dan/atau kegiatan yang akan
dilaksanakan, terutama yang
menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup;
b. Mengidentifikasi komponen-
komponen lingkungan hidup yang
akan terkena dampak besar dan
penting;
c. Memprakirakan dan mengevaluasi
rencana usaha dan/atau kegiatan
yang menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup;
d. Merumuskan RKL dan RPL.
Kegunaan dilaksanakannya studi ANDAL
adalah :
a. Bahan bagi perencanaan
pembangunan wilayah;
b. Membantu proses pengambilan
keputusan tentang kelayakan
lingkungan hidup dari rencana usaha
dan/atau kegiatan;
c. Memberi masukan untuk penyusunan
disain rinci teknis dari rencana usaha
dan/atau kegiatan;
d. Memberi masukan untuk penyusunan
rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup dari rencana usaha
dan/atau kegiatan;
e. Memberi informasi bagi masyarakat
atas dampak yang ditimbulkan dari
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
II. Ruang Lingkup Studi Ruang lingkup studi mencakup tentang
kajian dampak besar dan penting yang
ditelaah serta wilayah studi. Masing-
masing butir yang diuraikan pada bab
ruang lingkup studi ini disusun dengan
mengacu pada hal-hal yang tertuang dalam
dokumen Kerangka Acuan.
2.1. Dampak besar dan penting yang
ditelaah
85
a. Menguraikan secara singkat
mengenai rencana usaha dan/atau
kegiatan penyebab dampak, terutama
komponen usaha dan/atau kegiatan
yang berkaitan langsung dengan
dampak yang ditimbulkannya;
b. Uraikan dengan singkat kondisi
rona lingkungan hidup yang
terkena dampak, terutama komponen
lingkungan hidup yang langsung
terkena dampak;
c. Uraikan secara singkat jenis-jenis
kegiatan yang ada di sekitar rencana
lokasi beserta dampak-dampak yang
ditimbulkannya terhadap lingkungan
hidup;
d. Aspek-aspek yang diteliti
sebagaimana dimaksud pada butir
2.1. a, b, c dimaksud mengacu
pada hasil pelingkupan yang
tertuang dalam dokumen Kerangka
Acuan untuk ANDAL.
Penjelasan tentang hal ini agar
dilengkapi dengan peta yang dapat
menggambarkan lokasi rencana
usaha dan/atau kegiatan beserta
kegiatan - kegiatan yang berada di
sekitarnya.
2.2. Wilayah Studi Uraian singkat tentang lingkup
wilayah studi mengacu pada penetapan
wilayah studi yang digariskan dalam
Kerangka Acuan untuk ANDAL, dan
hasil pengamatan di lapangan. Batas
wilayah studi ANDAL dimaksud
digambarkan pada peta dengan skala
yang memadai.
III. Metoda Studi
3.1. Metoda pengumpulan dan
analisis data a. Mengingat studi ANDAL
merupakan telaahan mendalam atas
dampak besar dan penting usaha
dan/atau kegiatan terhadap
lingkungan hidup, maka jenis data
yang dikumpulkan baik data primer
maupun sekunder harus bersifat
sahih dan dapat dipercaya
(reliable) yang diperoleh melalui
metoda atau alat yang bersifat sahih;
b. Menguraikan secara jelas tentang
metoda pengumpulan data, metoda
analisis atau alat yang digunakan,
serta lokasi pengumpulan data
berbagai komponen lingkungan
hidup yang diteliti sebagaimana
dimaksud pada Bab II butir 2.1.b.
Lokasi pengumpulan data agar
dicantumkan dalam peta dengan
skala memadai;
c. Pengumpulan data dan informasi
untuk demografi, sosial ekonomi,
sosial budaya, pertahanan dan
keamanan, dan kesehatan masyarakat
menggunakan kombinasi dari tiga
atau lebih metoda agar diperoleh data
yang reliabilitasnya tinggi.
3.2. Metoda prakiraan dampak besar
dan penting Uraikan secara jelas tentang
metoda yang digunakan untuk
memprakirakan besar dampak usaha
dan/atau kegiatan dan penentuan sifat
penting dampak terhadap komponen
lingkungan hidup yang dimaksud
pada butir 2.1.b. Penggunaan metoda
formal dan non formal dalam
memprakirakan besaran dampak dan
Keputusan Kepala BAPEDAL tentang
Pedoman Penentuan Dampak Besar
dan Penting untuk memprakirakan
tingkat kepentingan dampak.
3.3. Metode evaluasi dampak besar dan
penting Menguraikan singkat tentang metoda
evaluasi dampak yang lazim digunakan
dalam studi untuk menelaah dampak
besar dan penting usaha dan/atau
kegiatan terhadap lingkungan hidup
secara holistik (seperti antara lain:
matrik, bagan alir, overlay), yang
menjadi dasar untuk menelaah
kelayakan lingkungan hidup dari
berbagai alternatif usaha dan/atau
86
kegiatan.
IV. Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
4.1. Identitas pemerakarsa dan
penyusun ANDAL Isi uraian mengenai identitas
pemerakarsa dan penyusun ANDAL
terdiri dari :
a. Pemerakarsa :
1) Nama dan alamat lengkap
instansi/perusahaan sebagai
pemerakarsa rencana usaha
dan/atau kegiatan;
2) Nama dan alamat lengkap
penanggung jawab pelaksanaan
rencana usaha dan/atau kegiatan.
b. Penyusun ANDAL :
1) Nama dan alamat lengkap
lembaga/perusahaan disertai
dengan kualifikasi dan rujukannya;
2) Nama dan alamat lengkap
penanggung jawab penyusun
ANDAL.
4.2. Tujuan rencana usaha dan/atau
kegiatan Pernyataan rencana maksud dan
tujuan dari rencana usaha dan/atau
kegiatan perlu dikemukakan secara
sistematis dan terarah.
4.3. Kegunaan dan keperluan rencana
usaha dan/atau kegiatan Uraian yang memuat tentang
kegunaan dan keperluan mengapa
rencana usaha dan/atau kegiatan harus
dilaksanakan, baik ditinjau dari segi
kepentingan pemerakarsa maupun dari
segi menunjang program pembangunan.
a. Penentuan batas-batas lahan yang
langsung akan digunakan oleh
rencana usaha dan/atau kegiatan
harus dinyatakan dalam peta
berskala memadai, dan dapat
memperlihatkan hubungan tata
kaitan dan tata letak antara lokasi
rencana usaha dan/atau kegiatan
dengan usaha dan/atau kegiatan
lainnya, seperti pemukiman
(lingkungan hidup binaan
manusia umumnya), dan
lingkungan hidup alami yang
terdapat di sekitar rencana usaha
dan/atau kegiatan. Hutan lindung,
cagar alam, suaka alam, suaka
marga-satwa, sumber mata air,
sungai, dan kawasan lindung
lainnya yang terletak dekat lokasi
rencana usaha dan/atau kegiatan
harus diberikan tanda istimewa
dalam peta;
b. Hubungan antara lokasi rencana
usaha dan/atau kegiatan dengan
jarak dan tersedianya sumber daya
air, energi, sumber daya alam
hayati dan, sumber daya alam non
hayati serta sumber daya manusia
yang diperlukan oleh rencana
usaha dan/atau kegiatan setelah
usaha dan/atau kegiatan ini
beroperasi. Hubungan ini perlu
dikemukakan dalam peta dengan
skala memadai;
c. Alternatif usaha dan/atau kegiatan
berdasarkan hasil studi kelayakan
(misal: alternatif lokasi, tata letak
bangunan atau sarana pendukung,
atau teknologi proses produksi).
Bila berdasarkan studi kelayakan
terdapat beberapa alternatif lokasi
usaha dan/atau kegiatan; maka
berikan uraian tentang masing-
masing alternatif lokasi tersebut
sebagaimana dimaksud pada butir a.
dan b.;
d. Tata letak usaha dan/atau kegiatan
dilengkapi dengan peta, yang
berskala memadai, yang memuat
informasi tentang letak bangunan
dan struktur lainnya yang akan
dibangun dalam lokasi rencana
usaha dan/atau kegiatan, serta
hubungan bangunan dan struktur
tersebut dengan bangunan yang
sudah ada di sekitar rencana
usaha dan/atau kegiatan (jalan
raya, jalan kereta api, dermaga dan
sebagainya). Bila terdapat beberapa
87
alternatif tata letak bangunan dan
struktur lainnya, maka alternatif
rancangan tersebut diutarakan pula
dalam peta yang berskala memadai;
e. Tahap pelaksanaan usaha dan/atau
kegiatan tahap pra-konstruksi,
konstruksi, jangka waktu masa
operasi, hingga rencana waktu pasca
operasi.
1) Tahap pra-konstruksi/persiapan Uraikan tentang rencana usaha
dan/atau kegiatan dan jadwal usaha
dan/atau kegiatan pada tahap pra
konstruksi. Uraikan secara mendalam
difokuskan pada kegiatan selama
masa persiapan (pra-konstruksi) yang
menjadi penyebab timbulnya dampak
besar dan penting terhadap lingkungan
hidup.
2) Tahap konstruksi (a) Uraikan tentang rencana usaha
dan/atau kegiatan dan jadual usaha
dan/atau kegiatan pada tahap
konstruksi. Uraian secara
mendalam difokuskan pada usaha
dan/atau kegiatan yang menjadi
penyebab timbulnya dampak besar
dan penting terhadap lingkungan
hidup.
Misalnya:
(1) Rencana penyerapan tenaga kerja
menurut jumlah, tempat asal
tenaga kerja, dan kualifikasi
pendidikan;
(2) Kegiatan pembangunan sarana
dan prasarana (jalan, listrik, air)
dari rencana usaha dan/atau
kegiatan;
(3) Kegiatan pengangkutan dan
penimbunan bahan atau material
yang dapat menimbulkan dampak
lingkungan hidup;
(4) Jenis-jenis dan tipe peralatan yang
digunakan.
(b) Uraikan tentang usaha dan/atau
kegiatan pembangunan unit atau
sarana pengendalian dampak (misal:
unit pengolahan limbah), bila unit
atau sarana dimaksud direncanakan
akan dibangun oleh pemerakarsa.
Di samping itu, bila ada, jelaskan
pula upaya-upaya untuk mengatasi
berbagai masalah lingkungan hidup
yang timbul selama masa
konstruksi;
(c) Uraikan tentang rencana
pemulihan kembali bekas-bekas
material/bahan, gudang, jalan-jalan
darurat dan lain-lain setelah usaha
dan/atau kegiatan konstruksi
berakhir.
3) Tahap Operasi (a) Uraikan tentang rencana usaha
dan/atau kegiatan dan jadual usaha
dan/atau kegiatan pada tahap
operasi. Uraian secara mendalam
difokuskan pada usaha atau
kegiatan yang menjadi penyebab
timbulnya dampak penting
terhadap lingkungan hidup.
Misalnya:
(1) Desain dan spesifikasi teknologi
yang digunakan;
(2) Jumlah dan jenis bahan baku
dan bahan penolong yang
digunakan dalam proses
produksi yang mungkin
menimbulkan dampak besar
dan penting lingkungan hidup
serta cara pengangkutan dan
penyimpanannya (misal:
pestisida serta bahan
berbahaya dan beracun
lainnya). Perlu juga diuraikan
neraca air (waterbalance) bila
usaha dan/atau kegiatan yang
akan dibangun menggunakan
air yang banyak, demikian
pula neraca bahan (material
balance), sehingga dapat
diketahui input-output dan
jumlah serta kualitas limbah;
(3) Rencana jumlah tenaga kerja,
tempat asal tenaga kerja yang akan
diserap langsung oleh rencana
88
usaha dan/atau kegiatan pada
tahap operasi;
(4) Rencana penyelamatan dan
penanggulangan bahaya atau
masalah selama operasi baik yang
bersifat fisik maupun sosial;
(5) Karakteristik limbah yang
dihasilkan baik limbah padat,
cair maupun gas dan rencana-
rencana pengelolaannya.
Dalam kaitan ini perlu
diuraikan pula sifat-sifat limbah
B3 maupun non B3.
(b) Rencana rehabilitasi atau reklamasi
lahan yang akan dilaksanakan
selama masa operasi. Termasuk
dalam hal ini rencana
pengoperasian unit atau sarana
pengendalian dampak yang telah
dibangun pada masa konstruksi.
4) Tahap Pasca Operasi Uraikan tentang rencana usaha
dan/atau kegiatan dan jadwal usaha
dan/atau kegiatan pada tahap pasca
operasi. Misalnya:
(a) Rencana merapikan kembali bekas
serta tempat timbunan
bahan/material, bedeng kerja,
gudang, jalan darurat dan
sebagainya;
(b) Rencana rehabilitasi atau reklamasi
lahan yang akan dilaksanakan
setelah masa operasi berakhir;
(c) Rencana pemanfaatan kembali
lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan untuk tujuan lain bila
seluruh rencana usaha dan/atau
kegiatan berakhir;
(d) Rencana penanganan tenaga kerja
yang dilepas setelah masa usaha
dan/atau kegiatan berakhir.
4.4. Keterkaitan proyek dengan
kegiatan lain disekitarnya
Uraikan mengenai kegiatan-
kegiatan yang berada di sekitar rencana
lokasi beserta dampak-dampak yang
ditimbulkannya, baik dampak rencana
usaha dan/atau kegiatan terhadap
kegiatan-kegiatan yang sudah ada atau
sebaliknya maupun dampak kumulatif
dari rencana usaha dan/atau kegiatan dan
kegiatan yang sudah ada terhadap
lingkungan hidup.
V. Rona Lingkungan Hidup Dalam hal ini hendaknya
dikemukakan rona lingkungan hidup
selengkap mungkin mengenai:
1) Rona lingkungan hidup di wilayah
studi rencana usaha dan/atau
kegiatan, yang mengungkapkan
secara mendalam komponen-
komponen lingkungan hidup yang
berpotensi terkena dampak penting
usaha dan/atau kegiatan. Selain itu
komponen lingkungan hidup yang
memiliki arti ekologis dan
ekonomis perlu mendapat perhatian;
2) Kondisi kualitatif dan kuantitatif dari
berbagai sumber daya alam yang
ada di wilayah studi rencana usaha
dan/atau kegiatan, baik yang sudah
atau yang akan dimanfaatkan
maupun yang masih dalam bentuk
potensi. Penyajian kondisi sumber
daya alam ini perlu dikemukakan
dalam peta dan atau label dengan
skala memadai dan bila perlu
harus dilengkapi dengan diagram,
gambar, grafik atau foto;
3) Data dan informasi rona lingkungan
hidup
Uraikan secara singkat rona
lingkungan hidup di wilayah studi
rencana usaha dan/atau kegiatan. Rona
lingkungan hidup yang diuraikan pada
butir ini agar dibatasi pada komponen-
komponen lingkungan hidup yang
berkaitan dengan, atau berpotensi
terkena dampak besar dan penting.
Berikut ini adalah beberapa contoh
komponen lingkungan hidup yang
dapat dipilih untuk ditelaah sesuai hasil
pelingkupan dalam KA-ANDAL.
Penyusun dapat menelaah komponen
lingkungan hidup yang lain diluar
dari daftar contoh komponen ini bila
89
dianggap penting berdasarkan hasil
penilaian lapangan dalam studi ANDAL
ini.
a. Fisik Kimia 1) Iklim, kualitas udara dan kebisingan
(a) Komponen iklim yang perlu
diketahui antara lain seperti tipe
iklim, suhu (maksimum,
minimum, rata-rata),
kelembaban curah hujan dan
jumlah hari hujan, keadaan
angin (arah dan kecepatan),
intensitas radiasi matahari;
(b) Data periodik bencana (siklus
tahunan, lima tahunan, dan
sebagainya) seperti sering
terjadi angin ribut, banjir
tahunan, banjir bandang di
wilayah studi rencana usaha
dan/atau kegiatan;
(c) Data yang tersedia dari stasiun
meteorologi dan geofisika yang
mewakili wilayah studi tersebut;
(d) Pola iklim mikro, pola penyebaran
bahan pencemar udara secara
umum maupun pada kondisi cuaca
terburuk;
(e) Kualitas udara baik pada sumber
maupun daerah sekitar wilayah
studi rencana usaha dan/atau
kegiatan;
(f)Sumber kebisingan dan
getaran, tingkat kebisingan
serta periode kejadiannya.
2) Fisiografi
(a) Topografi bentuk lahan
(morphologi), struktur geologi dan
jenis tanah;
(b) Indikator lingkungan hidup yang
berhubungan dengan stabilitas
geologis dan stabilitas tanah,
terutama ditekankan bila
terdapat gejala ketidak stabilan,
dan harus diuraikan dengan
jelas dan seksama (misal:
longsor tanah, gempa, sesar,
kegiatan-kegiatan longsor
tanah, gempa, sesar, kegiatan-
kegiatan vulkanis, dan
sebagainya);
(c) Keunikan, keistimewaan, dan
kerawanan bentuk lahan dan
batuan secara geologis.
3) Hidrologi
(a) Karakteristik fisik sungai,
danau, rawa (rawa pasang
surut, rawa air tawar);
(b)Rata-rata debit dekade, bulanan,
tahunan; (c) Kadar sedimentasi
(lumpur), tingkat erosi;
(d) Kondisi fisik daerah resapan air
permukaan dan air tanah;
(e) Fluktuasi , potensi dan kualitas air
tanah (dangkal dan dalam);
(f) Tingkat penyediaan dan
kebutuhan/pemanfaatan air
untuk air minum mandi, cuci;
(g) Tingkat penyediaan dan
kebutuhan/pemanfaatan air
untuk keperluan lainnya seperti
pertanian, industri, dan lain-lain;
(h) Kualitas fisik, kimia dan
mikrobiologi air mengacu pada
baku mutu dan parameter
kualitas air yang terkait dengan
limbah yang akan keluar.
4) Hidrooseanografi
Pola hidrodinamika kelautan seperti
pasang surut, arus dan
gelombang/ombak, morfologi pantai,
abrasi dan akresi serta pola sedimentasi
yang terjadi secara alami di daerah
penelitian.
5) Ruang, lahan, dan tanah
(a) Inventarisasi tata guna lahan dan
sumber daya lainnya pada saat
rencana usaha dan/atau
kegiatan yang
diajukan dan
kemungkinan potensi
pengembangannya di masa
datang;
(b) Rencana pengembangan
wilayah, rencana tata ruang
(kawasan budidaya seperti
pertanian, perkebunan, hutan,
90
perikanan dan lain-lain serta
kawasan non budidaya seperti
hutan lindung , suaka
margasatwa, taman nasional dan
lain-lain), rencana tata guna
tanah, dan sumber daya alam
lainnya yang secara resmi atau
belum resmi disusun oleh
Pemerintah setempat baik di
tingkat kabupaten, propinsi atau
nasional di wilayah studi rencana
usaha dan/atau kegiatan;
(c) Kemungkinan adanya konflik
atau pembatasan yang timbul
antara rencana tata guna tanah
dan sumber daya alam lainnya
yang sekarang berlaku dengan
adanya pemilikan/penentuan
lokasi bagi rencana usaha
dan/atau kegiatan;
(d) Inventarisasi estetika dan
keindahan bentang alam serta
daerah rekreasi yang ada di
wilayah studi rencana usaha
dan/atau kegiatan.
b. Biologi 1) Flora
(a) Peta zona biogeoklimatik dari
vegetasi alami yang meliputi
tipe vegetasi, sifat-sifat dan
kerawanannya yang berada
dalam wilayah studi rencana
usaha dan/atau kegiatan;
(b) Uraikan tentang jenis-jenis
vegetasi dan ekosistem yang
dilindungi undang-undang yang
berada dalam wilayah studi
rencana usaha dan/atau kegiatan;
(c) Uraikan tentang keunikan dari
vegetasi dan ekosistemnya yang
berada pada wilayah studi rencana
usaha dan/atau kegiatan.
2) Fauna
(a) Taksiran kelimpahan dan
keragaman fauna, habitat,
penyebaran, pola migrasi,
populasi hewan budidaya
(ternak) serta satwa dan
habitatnya yang dilindungi
undang-undang dalam wilayah
studi rencana usaha dan/atau
kegiatan;
(b) Taksiran penyebaran dan
kepadatan populasi hewan
invertebrata yang dianggap
penting karena memiliki
peranan dan potensi sebagai
bahan makanan, atau sumber
hama dan penyakit;
(c) Perikehidupan hewan penting di
atas, termasuk cara
perkembangbiakan, siklus dan
daur hidupnya, cara pemijahan,
cara bertelur dan beranak, cara
memelihara anaknya, perilaku
dalam daerah teritorinya.
c. Sosial Komponen sosial yang penting untuk
ditelaah diantaranya:
1) Demografi
(a) Struktur penduduk menurut
kelompok umur, jenis
kelamin, mata pencaharian,
pendidikan, dan agama;
(b) Tingkat kepadatan penduduk;
(c) Pertumbuhan penduduk (tingkat
kelahiran, tingkat kematian bayi
dan pola migrasi sirkuler, komuter,
permanen);
(d) Tenaga kerja (tingkat partisipasi
angkatan kerja, tingkat
pengangguran).
2) Ekonomi
(a) Ekonomi rumah tangga (tingkat
pendapatan, pola nafkah ganda);
(b) Ekonomi sumber daya alam (pola
pemilikan dan penguasaan
sumber daya alam, pola
pemanfaatan sumber daya alam,
pola penggunaan lahan, nilai
tanah dan sumber daya alam
lainnya, sumber daya alam milik
umum);
(c) Perekonomian lokal dan regional
(kesempatan kerja dan berusaha,
nilai tambah karena proses
91
manufaktur, jenis dan jumlah
aktifitas ekonomi non-formal,
distribusi pendapatan, efek ganda
ekonomi, produk domestik
regional bruto, pendapatan
asli daerah, pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi, fasilitas
umum dan fasilitas sosial,
aksesibilitas wilayah).
3) Budaya
(a) Kebudayaan (adat-istiadat, nilai
dan norma budaya);
(b) Proses sosial (proses
asosiatif/kerjasama, proses
disosiatif/konflik sosial, akulturasi,
asimilasi dan integrasi, kohesi
sosial);
(c) Pranata sosial/kelembagaan
masyarakat dibidang ekonomi
(misal hak ulayat), pendidikan,
agama, sosial, keluarga;
(d) Warisan budaya (situs purbakala,
cagar budaya);
(e) Pelapisan sosial berdasarkan
pendidikan, ekonomi, pekerjaan
dan kekuasaan;
(f) Kekuasaan dan kewenangan (
kepemimpinan formal dan
informal, kewenangan formal
dan informal, mekanisme
pengambilan keputusan di
kalangan masyarakat, kelompok
individu yang dominan,
pergeseran nilai kepemimpinan);
(g) Sikap dan persepsi masyarakat
terhadap rencana usaha atau
kegiatan;
(h) Adaptasi ekologis.
4) Pertahanan/Keamanan
Konflik kepentingan pertahanan dan
keamanan dengan rencana
pembangunan usaha dan/atau kegiatan.
d. Kesehatan Masyarakat 1) Parameter lingkungan yang
diperkirakan terkena dampak
rencana pembangunan dan
berpengaruh terhadap kesehatan;
2) Proses dan potensi terjadinya
pemajanan;
3) Potensi besarnya dampak
timbulnya penyakit (angka
kesakitan & angka kematian);
4) Karakteristik spesifik penduduk yang
beresiko;
5) Sumber daya kesehatan;
6) Kondisi sanitasi lingkungan;
7) Status gizi masyarakat;
8) Kondisi lingkungan yang dapat
memperburuk proses penyebaran
penyakit.
VI. Prakiraan Dampa Besar dan
Penting Dalam hal ini hendaknya dimuat :
1) Prakiraan secara cermat dampak
usaha dan/atau kegiatan pada saat
pra konstruksi, konstruksi, operasi,
dan pasca operasi terhadap
lingkungan hidup. Telaahan ini
dilakukan dengan cara menganalisis
perbedaan antara kondisi kualitas
lingkungan hidup yang diperkirakan
dengan adanya usaha dan/atau
kegiatan, dan kondisi kualitas
lingkungan hidup yang
diprakirakan tanpa adanya usaha
dan/atau kegiatan dengan
menggunakan metode prakiraan
dampak;
2) Penentuan arti penting perubahan
kualitas lingkungan hidup yang
diprakirakan bagi masyarakat di
wilayah studi rencana usaha
dan/atau kegiatan, dan pemerintah;
dengan mengacu pada Pedoman
penentuan dampak besar dan
penting;
3) Dalam melakukan telaahan butir
1) dan 2) tersebut perlu
diperhatikan dampak yang bersifat
langsung dan atau tidak langsung.
Dampak langsung adalah dampak
yang ditimbulkan secara langsung
oleh adanya usaha dan/atau
kegiatan. Sedang dampak tidak
langsung adalah dampak yang
timbul sebagai akibat
92
berubahnya suatu
komponen lingkungan hidup
dan/atau usaha atau kegaitan primer
oleh adanya rencana usaha dan/atau
kegiatan. Dalam kaitan ini maka
perlu diperhatikan mekanisme aliran
dampak pada berbagai komponen
lingkungan hidup sebagai berikut:
(a) Kegiatan menimbulkan dampak
penting yang bersifat langsung
pada komponen sosial;
(b) Kegiatan menimbulkan dampak
penting yang bersifat langsung
pada komponen fisik-kimia,
kemudian menimbulkan
rangkaian dampak lanjutan
berturut-turut tehadap komponen
biologi dan sosial;
(c) Kegiatan menimbulkan dampak
penting yang bersifat langsung
pada komponen biologi,
kemudian menimbulkan
rangkaian dampak lanjutan pada
komponen sosial;
(d) Kegiatan menimbulkan dampak
penting yang bersifat langsung
pada aspek fisik-kimia dan
selanjutnya
membangkitkan dampak pada
komponen sosial;
(e) Dampak penting berlangsung
saling berantai diantara
komponen sosial itu sendiri;
(f) Dampak penting pada butir a,b,c
dan d yang telah diutarakan
selanjutnya menimbulkan
dampak balik pada rencana usaha
dan/atau kegiatan.
4) Mengingat usaha dan/atau kegiatan
masih berada pada tahap
pemilihan alternatif usaha atau
kegiatan (lokasi, atau teknologi
yang digunakan), sehubungan
dengan AMDAL merupakan
komponen dari studi kelayakan,
maka telaahan sebagaimana
dimaksud pada butir VI.1 dan VI.2
dilakukan untuk masing-masing
alternatif;
5) Dalam melakukan analisis prakiraan
dampak penting agar digunakan
metoda- metoda formal secara
matematis. Penggunaan metoda
non formal hanya dilakukan bila
mana dalam melakukan analisis
tersebut tidak tersedia formula-
formula matematis atau hanya
dapat didekati dengan metoda non
formal.
VII. Evaluasi Dampak Besar dan
Penting Dalam hal ini hendaknya diberikan
uraian mengenai hasil telaahan dampak
besar dan penting dari rencana usaha
dan/atau kegiatan. Hasil evaluasi ini
selanjutnya menjadi masukan bagi
instansi yang bertanggungjawab untuk
memutuskan kelayakan lingkungan
hidup dari rencana usaha dan/atau
kegiatan, sebagaimana dimaksud dalam
PP. Nomor 27 Tahun 1999.
1) Telaahan terhadap dampak besar dan
penting
(a) Telaahan secara holistik atas
berbagai komponen lingkungan
hidup yang diprakirakan mengalami
perubahan mendasar sebagaimana
dikaji pada Bab VI, dilakukan
dengan menggunakan metode-
metode evaluasi yang lazim dan
sesuai dengan kaidah metoda
evaluasi dampak penting dalam
AMDAL sesuai keperluannya;
(b) Yang dimaksud dengan evaluasi
dampak yang bersifat holistik
adalah telaahan secara totalitas
terhadap beragam dampak besar
dan penting lingkungan hidup yang
dimaksud pada Bab VI, dengan
sumber usaha dan/atau kegiatan
penyebab dampak. Beragam
komponen lingkungan hidup yang
terkena dampak penting tersebut
(baik positif maupun negatif) ditelaah
sebagai satu kesatuan yang saling
terkait dan saling pengaruh-
mempengaruhi, sehingga diketahui
93
sejauh mana perimbangan dampak
besar dan penting yang bersifat
positif dengan yang bersifat negatif;
(c) Dampak-dampak besar dan penting
yang dihasilkan dari evaluasi
disajikan sebagai dampak-dampak
besar dan penting yang harus
dikelola.
2) Telaahan sebagai dasar pengelolaan
(a) Hubungan sebab akibat (kausatif)
antara rencana usaha atau
kegiatan dan rona lingkungan
hidup dengan dampak positif
dan negatif yang mungkin
timbul. Misalnya, mungkin saja
dampak besar dan penting
timbul dari rencana usaha
dan/atau kegiatan terhadap rona
lingkungan hidup, karena
rencana usaha atau kegiatan itu
dilaksanakan di suatu lokasi
yang terlalu padat manusia,
atau pada tingkat pendapatan
dan pendidikan yang terlampau
rendah, bentuk teknologi yang
tak sesuai dan sebagainya;
(b) Ciri dampak penting ini juga
perlu dikemukakan dengan jelas,
dalam arti apakah dampak
penting baik positif atau negatif
akan berlangsung terus selama
rencana usaha dan/atau
kegiatan itu berlangsung nanti.
Atau antara dampak-dampak
satu dengan dampak yang
lainnya akan terdapat hubungan
timbal balik yang
antagonistis dan sinergistis.
Apabila dimungkinkan, uraikan
kejelasan tentang waktu
ambang batas (misal : baku
mutu lingkungan) dampak besar
dan penting mulai timbul.
Apakah ambang batas tersebut
akan mulai timbul setelah
rencana usaha dan/atau kegiatan
dilaksanakan atau akan terus
berlangsung sejak masa pra-
konstruksi dan akan berakhir
bersama selesainya rencana
usaha dan/atau kegiatan. Atau
mungkin akan terus
berlangsung, umpamanya lebih
dari satu generasi;
(c) Kelompok masyarakat yang
akan terkena dampak negatif
dan kelompok yang akan
terkena dampak positif.
Identifikasi kesenjangan antara
perubahan yang diinginkan dan
perubahan yang mungkin terjadi
akibat usaha dan/atau kegiatan
pembangunan;
(d) Kemungkinan seberapa luas
daerah yang akan terkena
dampak penting ini, apakah
hanya akan dirasakan
dampaknya secara lokal,
regional, nasional, atau bahkan
internasional, melewati batas
negara Republik Indonesia;
(e) Analisis bencana dan analisis
risiko bila rencana usaha
dan/atau kegiatan berada di
dalam daerah bencana alam
atau di dekat sumber bencana
alam.
VIII. Daftar Pustaka Dalam hal ini hendaknya dikemukakan
rujukan data dan pernyataan-pernyataan
penting yang harus ditunjang oleh
kepustakaan ilmiah yang mutakhir
serta disajikan dalam suatu daftar
pustaka dengan penulisan yang baku.
IX. Lampiran Dalam hal ini hendaknya disebut bahan-
bahan yang dilampirkan :
1) Surat izin/rekomendasi yang telah
diperoleh pemerakarsa sampai dengan
saat
ANDAL akan disusun;
2) Surat-surat tanda pengenal,
keputusan, kualifikasi,
rujukan bagi para pelaksana dan
peneliti serta penyusun analisis dampak
lingkungan hidup;
94
3) Foto-foto yang dapat menggambarkan
rona lingkungan hidup awal, usulan
rencana usaha dan/atau kegiatan
sehingga bisa memberikan wawasan
yang lebih mendalam tentang
hubungan timbal balik serta
kemungkinan dampak lingkungan
hidup hidup penting yang akan
ditimbulkannya;
4) Diagram, peta, gambar, grafik, serta
tabel lain yang belum tercantum
dalam dokumen;
5) Hal lain yang dianggap perlu atau
relevan yang dimuat dalam lampiran ini.
Bahan-bahan tersebut diatas tidak perlu
lagi dilampirkan dalam dokumen
ANDAL
bilamana telah dicantumkan dalam
dokumen KA.
D. Akibat Hukum dari Penyalahgunaan
Wewenang oleh Konsultan AMDAL
Dalam proses penyusunan
dokumen AMDAL, sangat sering ditemui
konsultan (tim penyusun) AMDAL
meninggalkan berbagai prinsip dalam
AMDAL. Terutama posisi rakyat dalam
proses penyusunan dokumen AMDAL.
Proses keterbukaan informasi dijamin
oleh kebijakan, di mana pasal 33 PP
Nomor 27/1999 menegaskan kewajiban
pemerakarsa untuk mengumunkan kepada
publik dan saran, pendapat, masukan
publik wajib untuk dikaji dan
dipertimbangkan dalam AMDAL. Dan
pasal 34 menegaskan bagi kelompok
rakyat yang berkepentingan wajib
dilibatkan dalam proses penyusunan
kerangka acuan, penilaian kerangka
acuan, analisis dampak lingkungan hidup,
rencana pengelolaan lingkungan hidup
dan rencana pemantauan lingkungan
hidup.
Maksud dan tujuan
dilaksanakannya ketertibatan masyarakat
dalam keterbukaan informasi dalam
proses Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL) ini adalah
untuk :
1) Melindungi kepentingan masyarakat;
2) Memberdayakan masyarakat dalam
pengambilan keputusan atas rencana
usaha dan/atau kegiatan pembangunan
yang berpotensi menimbulkan
dampak besar dan penting terhadap
Lingkungan;
3) Memastikan adanya transparansi
dalam keseluruhan proses AMDAl
dari rencana usaha dan/atau kegiatan;
dan
4) Menciptakan suasana kemitraan yang
setara antara semua pihak yang
berkepentingan, yaitu dengan
menghormati hak-hak semua pihak
untuk mendapatkan informasi dan
mewajibkan semua pihak untuk
menyampaikan informasi yang harus
diketahui pihak lain yang terpengaruh.
Di mana prinsip dasar pelaksanaannya
menganut: 1) Kesetaraan posisi di antara
pihak-pihak yang terlibat; 2) Transparansi
dalam pengambilan keputusan; 3)
Penyelesaian masalah yang bersifat adil
dan bijaksana; dan 4) Koordinasi,
komunikasi, dan kerjasama dikalangan
pihak-pihak yang terkait.
Pemerakarsa usaha dan/atau
kegiatan wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan rencana pengelolaan
lingkungan hidup dan rencana
pemantauan lingkungan hidup kepada
instansi yang membidangi usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan, instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak
lingkungan dan Gubernur.
Dokumen AMDAL (kelayakan
lingkungan hidup) yang merupakan
bagian dari kelayakan teknis finansial-
ekonomi (pasal 2 PP Nomor 27/1999)
selanjutnya merupakan syarat yang harus
dipenuhi untuk mendapatkan ijin
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
diterbitkan oleh pejabat yang berwenang
(pasal 7 PP Nomor 27/1999). Dokumen
AMDAL merupakan dokumen publik
yang menjadi acuan dalam pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup yang
bersifat lintas sektoral, lintas disiplin, dan
95
dimungkinkan lintas teritorial
administratif.
Namun, dari sisi proses, bila
menilik Pasal 20 PP Nomor 27/1999,
maka terbuka kemungkinan terjadinya
kolusi dalam persetujuan AMDAL.
Dalam ayat (1) pasal tersebut dinyatakan
bahwa instansi yang bertanggung jawab
menerbitkan keputusan kelayakan
lingkungan hidup suatu usaha dan/atau
kegiatan, dalam jangka waktu selambat-
lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari
kerja terhitung sejak tanggal diterimanya
dokumen analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengelolaan lingkungan
hidup, dan rencana pemantauan
lingkungan hidup. Dan dalam ayat (2)
disebutkan apabila instansi yang
bertanggung jawab tidak menerbitkan
keputusan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud, maka rencana
usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan dianggap layak lingkungan.
Kolusi kemudian bisa terjadi disaat tidak
adanya keputusan tentang persetujuan
AMDAL dalam jangka waktu 75 hari,
maka secara otomatis suatu kegiatan
dan/atau usaha dianggap layak secara
lingkungan.
Empat kelompok parameter yang
terdapat di studi AMDAL , meliputi Fisik
kimia (Iklim, kualitas udara dan
kebisingan; Demografi; Fisiografi; Hidro-
Oceanografi; Ruang; Lahan dan Tanah;
dan Hidrologi), Biologi (Flora; Fauna),
Sosial (Budaya; Ekonomi;
Pertahanan/keamanan), dan Kesehatan
masyarakat, ternyata juga masih sangat
menekankan pada kepentingan formal
saja. Lalu kemudian, permasalahan
sosial-budaya dan posisi rakyat menjadi
bagian yang dilupakan.
Satu hal dari proses di Komisi
Penilai AMDAL, ketika ternyata terjadi
pembohongan dalam dokumen AMDAL
(dalam hal ini saat penilaian dokumen
AMDAL), hanya dianggap sebagai
kesalahan ketik. Permakluman kemudian
terjadi dikarenakan kuatnya kepentingan
politis dibalik sebuah rencana kegiatan.
Hal ini bukan hanya terjadi sekali. Dalam
beberapa kali diskusi dengan para pihak
yang dilibatkan dalam Komisi Penilai
AMDAL, sangat jelas terlihat kerancuan
dalam proses penilaian AMDAL. Tidak
adanya kriteria dan indikator penilaian,
telah menjadikan proses penilaian
AMDAL menjadi sangat subyektif. Dan
kemudian, penilaian yang sepotong-
sepotong pun pada akhirnya menjadikan
aspek dampak lingkungan hidup (sebagai
sebuah komponen yang komprehensif)
menjadi bagian yang sengaja untuk
dilupakan.
Posisi kelayakan kegiatan dari
AMDAL, sebenarnya sangat tergantung
pada kelompok Akademisi atau para ahli
yang dilibatkan dalam Komisi Penilai
AMDAL. Ketika kemudian independensi
(kebebasan ikatan) dari akademisi dalam
menilai dokumen diikat saat kelompok ini
pun menjadi konsultan penyusun
AMDAL, telah menjadikan kelompok
akademisi atau para ahli tidak lagi
profesional dalam mengambil keputusan.
Bias perkawanan dan keberlanjutan
proyek (sustainable project) sangat
menjadikan proses penilaian AMDAL
menjadi hanya panggung boneka semata.
Hal yang kemudian menjadi sangat
lemah adalah proses pengawasan
pelaksanaan (implementasi) dari
dokumen Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL), dimana
tidak ada perangkat hukum yang
menyatakan sanksi terhadap pelanggar
dokumen ini. Ketika kemudian terjadi
pencemaran lingkungan ataupun terjadi
konflik sosial, barulah digunakan
perangkat hukum lainnya (semisal UU
Nomor 23/1997, UU Nomor 41/1999 jo
UU Nomor 19/2004 ataupun Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana/Perdata).
AMDAL yang pada awalnya ingin
menaikkan posisi tawar lingkungan hidup
dalam berkehidupan, kemudian malah
berkontribusi terhadap hilangnya hak
96
lingkungan hidup. Setiap kali sebuah
kegiatan dan/atau usaha sangat terlihat
jelas berdampak terhadap lingkungan
hidup maupun komunitas rakyat, maka
AMDAL berada di barisan terdepan
untuk mengeliminir gejolak yang terjadi.
Dengan melihat kondisi ini, maka bukan
tidak mungkin AMDAL akan
berkontribusi terhadap terjadinya
ekosida/ecocide (tindakan pengrusakan
seluruh atau sebagian dari sebuah
ekosistem). Pemusnahan ekosistem
semakin cepat terjadi dikarenakan tidak
adanya perangkat penyaring (filter) dari
kegiatan pengrusakan lingkungan hidup.
Dalam mendorong perbaikan
kualitas lingkungan hidup (dan kualitas
manusia didalamnya), maka aparat
pemerintah sudah selayaknya memahami
ulang tentang Hak Menguasai Negara.
Juga menjadi penting adanya undang-
undang payung dalam rangka menjamin
pemenuhan kewajiban negara terhadap
hak konstitusional rakyat untuk: (1)
melaksanakan reforma agraria (land
reform); (2) pengelolaan agraria atau
kekayaan alam dengan mengacu pada
asas kehati-hatian (precautionary
principle), serta; (3) perlindungan
lingkungan hidup dan sumber-sumber
kehidupan rakyat.
Di sisi penataan kelembagaan,
menjadi penting dilakukannya reformasi
kelembagaan, meliputi: (1) kelembagaan
yang terkait kebijakan makro pengelolaan
lingkungan hidup; (2) kelembagaan
dengan fungsi perlindungan dan
konservasi lingkungan, dan; (3) intergrasi
kelembagaan yang memiliki fungsi
menjamin akses terhadap permanfaatan
lingkungan secara adil dan berkelanjutan.
Selain menjadi penting menganut prinsi
desentralisasi kewenangan berdasarkan
fungsi, di mana diharapkan dapat
mendekatkan proses pengambilan
keputusan kepada kelompok penerima
dampak. Bentuk yang ditawarkan adalah
kepemerintahan rakyat (community
governance), dimana kelembagaan
bersifat ad-hoc, informal, mewakili
kepentingan, pendekatan berdasarkan isu
dan kepentinga, serta dikelola dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat.
Kelembagaan formal pemerintah menjadi
bagian dari kepemerintahan rakyat ini.
Untuk kondisi sistem pemerintahan
yang ada saat ini, dalam hal ini terhadap
AMDAL, penting untuk meletakkan ruh
(filosofi) lingkungan hidup dalam setiap
pelatihan mengenai AMDAL, sehingga
tidak menjadikan penyusun, penilai dan
pemantau AMDAL kehilangan ruh dari
lingkungan hidup itu sendiri.
Menjadi penting juga bagi
pemerintah di tingkat lokal hingga
nasional untuk membangun clearing
house lingkungan hidup, termasuk
dokumen AMDAL didalamnya yang
aksesable (mudah diakses) oleh rakyat.
Juga untuk segera hadir mekanisme yang
sederhana dan terbuka untuk mengelola
respon publik terhadap proses AMDAL
yang akan dan sedang berlangsung.
Selain pula pemerintah mulai
membangun perangkat sanksi terhadap
pengelola kegiatan yang tidak
melaksanakan RKL/RPL yang telah
dibuatnya.
Komunitas atau masyarakat lokal harus
berani bersuara tentang ketidakadilan dan
penipuan yang berlangsung secara
berkelanjutan jika terjadi penyimpangan
masalah lingkungan. Karena suatu saat,
penerima dampak pertama dari kegiatan
dan/atau usaha yang seolah-olah telah
lulus AMDAL adalah komunitas lokal.
Sangat penting juga membangun kapasitas
melalui pemahaman tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan, yang
sebenarnya bisa menjadi sebuah perangkat
pemantauan lingkungan hidup oleh rakyat
dengan sederhana dan berdasarkan
parameter yang tersedia di lingkungan itu
sendiri.
97
KESIMPULAN
Pada bab ini akan dibuat kesimpulan dari
seluruh pembahasan yang telah dibahas
pada bab-bab sebelumnya. Kesimpulan
tersebut dapat disajikan ke dalam beberapa
poin sesuai dengan perumusan masalah
yang menjadi fokus penelitian, sebagai
berikut:
1. Tanggung jawab konsultan AMDAL
terhadap pemerakarsa adalah
menyusun analisis dampak lingkungan
hidup dari suatu usaha atau kegiatan
dari pemerakarsa. Jika kemudian
muncul masalah sebagai akibat tidak
dipenuhinya persyaratan kualifikasi
penyusunan AMDAL maka dapat
ditelusuri berdasarkan Pasal 30 PP
No.27 tahun 1999 mengenai AMDAL
dan ketentuan undang-undang lain
yang relevan dengan tugas konsultan.
Ia ikut bertanggung jawab atas semua
data yang dibuatnya. Dengan
demikian, konsultan harus hati-hati
dalam membuat analisis mengenai
dampak lingkungan. Tanggung jawab
ini menyangkut ganti rugi apabila
konsultan itu melakukan kesalahan
dalam membuat data analisis.
Tanggung jawab konsultan AMDAL
terhadap pihak ketiga atau masyarakat,
sebagaimana tercantum pada pasal 33 PP
No. 27/1999 menegaskan kewajiban
pemerakarsa untuk mengumunkan kepada
publik dan saran, pendapat, masukan
publik wajib untuk dikaji dan
dipertimbangkan dalam AMDAL. Dan
pasal 34 menegaskan bagi kelompok
rakyat yang berkepentingan wajib
dilibatkan dalam proses penyusunan
kerangka acuan, penilaian kerangka acuan,
analisis dampak lingkungan hidup, rencana
pengelolaan lingkungan hidup dan rencana
pemantauan lingkungan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Sudharto P. Aspek sosial amdal
: sejarah, teori dan metode.
(Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press,2002)
Hamzah, A. Penegakan hukum
lingkungan. (Jakarta: Arikha Media
Cipta,1995)
Husin, Sukanda. Draf kajian hukum
pengendalian pencemaran udara di
Indonesia. (Jakarta: ICEL,2003)
Lotulung, Paulus Effendie. Penegakan
hukum lingkungan oleh hakim
perdata. (Bandung: Citra Aditya
Bakti,1993)
Silalahi, Daud. AMDAL. (Bandung:
Mandar Maju,1995)
___________. Pengaturan hukum
sumber daya air dan pengelolaan
lingkungan hidup di Indonesia.
(Bandung: Penerbit Alumni,1996)
Sudarjo BW. Pedoman umum upaya
pengelolaan lingkungan dan
analisis dampak lingkungan.
(Jakarta: Panca Usaha,1994)
Suparni, Niniek. Pelestarian,
pengelolaan, dan penegakan
hukum lingkungan. (Jakarta: Sinar
Grafika,1992)
98
.