berbagai klasifikasi trauma

17
BERBAGAI KLASIFIKASI TRAUMA (CONTOH ELLIS, WHO, ANDREASEN, DLL) OLEH: ELVITA SRIE WAHYUNI NIM:090600015 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 BERBAGAI KLASIFIKASI TRAUMA (CONTOH ELLIS,WHO,ANDREASEN,DLL) Elvita Srie Wahyuni Fakultas Kedokteran Gigi,Universitas Sumatera Utara JL. Alumni No.2,Kampus USU,Medan 20155 PENDAHULUAN Trauma adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. Trauma gigi anterior sering terjadi pada anak-anak karena anak-anak lebih aktif daripada orang dewasa dan koordinasi serta penilaiannya

Upload: sahal-bahar

Post on 24-Oct-2015

163 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

trauma

TRANSCRIPT

Page 1: Berbagai Klasifikasi Trauma

BERBAGAI KLASIFIKASI TRAUMA

(CONTOH ELLIS, WHO, ANDREASEN, DLL)

OLEH:

ELVITA SRIE WAHYUNI

NIM:090600015

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011

BERBAGAI KLASIFIKASI TRAUMA

(CONTOH ELLIS,WHO,ANDREASEN,DLL)

Elvita Srie WahyuniFakultas Kedokteran Gigi,Universitas Sumatera Utara

JL. Alumni No.2,Kampus USU,Medan 20155PENDAHULUAN

Trauma adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan oleh tindakan-

tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. Trauma gigi anterior

sering terjadi pada anak-anak karena anak-anak lebih aktif daripada orang dewasa dan

koordinasi serta penilaiannya tentang keadaan belum cukup baik sehingga sering terjatuh saat

belajar berjalan, berlari, bermain, dan berolahraga. Kerusakan yang terjadi pada gigi anak

dapat mengganggu fungsi bicara, pengunyahan, estetika, dan erupsi gigi tetap sehingga

mengganggu pertumbuhan dan perkembangan gigi serta rahang. Secara psikologis kehilangan

gigi secara dini terutama gigi anterior akan menyebabkan gangguan pada anak dan orang tua.

Penatalaksanaan trauma gigi pada anak selain menerapkan teknik-teknik serta pemakaian

bahan-bahan yang tepat juga harus memperhatikan pendekatan psikologis agar anak tidak

mengalami trauma lain disamping trauma gigi yang sedang dialaminya. Oleh karena itu

Page 2: Berbagai Klasifikasi Trauma

pendekatan terhadap orang tua dan anak merupakan faktor-faktor penting yang harus

diperhatikan.1

Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis.

Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai kerusakan atau

luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas

normal suatu struktur. Trauma juga diartikan sebagai suatu kejadian tidak terduga atau suatu

penyebab sakit, karena kontak yang keras dengan suatu benda. Definisi lain menyebutkan

bahwa trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal

karena sebab mekanis. Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka trauma gigi anterior

merupakan kerusakan jaringan keras gigi dan atau periodontal karena kontak yang keras

dengan suatu benda yang tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik pada rahang atas

maupun rahang bawah atau kedua-duanya. Penyebab trauma gigi pada anak-anak yang paling

sering adalah karena jatuh saat bermain, baik di luar maupun di dalam rumah dan saat

berolahraga. Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung, trauma

gigi secara langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi, sedangkan trauma

gigi secara tidak langsung terjadi ketika benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi

rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba.1

Trauma pada gigi dapat menyebabkan injuri pulpa, dengan atau tanpa kerusakan

mahkota atau akar, atau pemindahan gigi dari soketnya. Bila mahkota atau akar patah atau

mengalami fraktur, pulpa dapat sembuh dan hidup terus, dapat segera mati, atau dapat

mengalami degenerasi progresif dan akhirnya mati.2

Menurut suatu penelitian prevalensi tertinggi trauma gigi anterior pada anak-anak

terjadi antara usia 1-3 tahun karena pada usia tersebut, anak mempunyai kebebasan serta

ruang gerak yang cukup luas, sementara koordinasi dan penilaiannya tentang keadaan belum

cukup baik. Frekuensi trauma cenderung meningkat saat anak mulai merangkak, berdiri,

belajar berjalan, dan biasanya berkaitan dengan masih kurangnya koordinasi motorik.

Penelitian lain menyebutkan bahwa salah satu periode rawan fraktur adalah pada saat usia 2-5

tahun, karena pada usia ini anak belajar berjalan dan berlari. Prevalensi trauma gigi yang

terjadi pada anak usia di atas 5 tahun menunjukkan penurunan disebabkan karena koordinasi

motorik anak yang semakin membaik, namun terjadi peningkatan kembali pada periode 8-12

tahun karena adanya peningkatan aktifitas fisik mereka.1

KLASIFIKASI GIGI YANG MENGALAMI FRAKTUR

1.      Klasifikasi fraktur menurut Ellis.3,4,5

Klasifikasi Ellis (1961) terdiri dari enam kelompok dasar:

Page 3: Berbagai Klasifikasi Trauma

a.    Fraktur email.

Fraktur mahkota sederhana, tanpa mengenai dentin atau hanya sedikit mengenai dentin.

b.    Fraktur dentin tanpa terbukanya pulpa.

Fraktur mahkota yang mengenai cukup banyak dentin, tapi tanpa mengenai pulpa.

c.    Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa.

Fraktur mahkota yang mengenai dentin dan menyebabkan pulpa terbuka.

d.   Fraktur akar.

e.    Luksasi gigi.

f.     Intrusi gigi

2.      Klasifikasi menurut Ellis dan Davey.1,3,5,6

Ellis dan Davey (1970) menyusun klasifikasi trauma pada gigi anterior menurut

banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu :

  Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan email.

  Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan dentin tetapi belum

melibatkan pulpa.

  Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan menyebabkan terbukanya

pulpa.

  Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau tanpa

kehilangan struktur mahkota.

  Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.

  Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.

  Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi.

  Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi yang menyebabkan fraktur

mahkota yang besar tetapi gigi tetap pada tempatnya dan akar tidak mengalami perubahan.

  Kelas 9: kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan.

3.      Klasifikasi menurut World Health Organization (WHO) dan modifikasi oleh Andreasen.

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) pada tahun 1978 memakai

klasifikasi dengan nomor kode yang sesuai dengan Klasifikasi Penyakit Internasional

(International Classification of Diseases), sebagai berikut:5,2,7

  873.60: Fraktur email.

Meliputi hanya email dan mencakup gumpilnya email, fraktur tidak menyeluruh atau retak

pada email.

  873.61: Fraktur mahkota yang melibatkan email dan dentin tanpa terbukanya pulpa.

Fraktur sederhana yang mengenai email dan dentin, pulpa tidak terbuka.

Page 4: Berbagai Klasifikasi Trauma

  873.62: Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa.

Fraktur yang rumit yang mengenai email dan dentin dengan disertai pulpa yang terbuka.

  873.63: Fraktur akar.

Fraktur akar yang hanya mengenai sementum, dentin, dan pulpa. Juga disebut fraktur akar

horizontal.

  873.64: Fraktur mahkota-akar.

Fraktur gigi yang mengenai email, dentin, dan sementum akar. Bisa disertai atau tidak dengan

terbukanya pulpa.

  873.66: Luksasi.

Pergeseran gigi, mencangkup konkusi (concussion), subluksasi, luksasi lateral, luksasi

ekstruksi, dan luksasi intrusi.

  873.67: Intrusi atau ekstrusi.

  873.68: Avulsi.

Pergeseran gigi secara menyeluruh dan keluar dari soketnya.

  873.69: Injuri lain, seperti laserasi jaringan lunak.

Klasifikasi ini dimodifikasi oleh Andreasen (1981) menurut contoh berikut:2,5

  873.64: Fraktur mahkota-akar yang tidak rumit tanpa terbukanya pulpa.

  873.64: Fraktur mahkota-akar yang rumit dengan terbukanya pulpa.

873.64 (Fraktur mahkota-akar komplit atau tidak komplit)

  873.66: Konkusi (concussion), injuri pada struktur pendukung gigi yang bereaksi terhadap

perkusi.

  873.66: Subluksasi, suatu injuri pada struktur pendukung gigi dengan kegoyahan abnormal

tetapi tanpa pemindahan gigi.

  873.66: Luksasi lateral, pemindahan gigi pada arah lain daripada ke aksial, diikuti oleh

fraktur soket alveolar.

873.66 (Konkusi, subluksasi, lateral luksasi)

Klasifikasi fraktur mahkota gigi menurut World Health Organization (WHO) dengan

nomor kode yang sesuai dengan klasifikasi Penyakit Internasional (International

Classification of Diseases) tahun 1995, sebagai berikut:1

  (S 02.50): Infraksi enamel. Sebuah fraktur tidak utuh atau retaknya enamel tanpa kehilangan

substansi giginya.

  (S 02.50): Fraktur enamel. Sebuah fraktur dengan hilangnya substansi gigi yang mengenai

enamel.

Page 5: Berbagai Klasifikasi Trauma

  (S 02.51): Fraktur enamel-dentin. Sebuah fraktur dengan hilangnya substansi gigi yang

melibatkan enamel dan dentin tanpa terbukanya pulpa.

  (S 02.52): Fraktur mahkota yang mengenai enamel dan dentin, dengan terbukanya pulpa.

  (S 02.53): Fraktur akar. Sebuah fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa.

  (S 02.54): Fraktur mahkota-akar. Sebuah fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan

sementum dengan atau tanpa terbukanya pulpa.

Klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization (WHO) dalam

Application of International Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology

diterapkan baik gigi sulung dan gigi tetap, yang meliputi jaringan keras gigi, jaringan

pendukung gigi dan jaringan lunak rongga mulut yaitu sebagai berikut :1,5

I. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa.

1. Retak mahkota (enamel infraction) (N 502.50), yaitu suatu fraktur yang tidak sempurna pada

email tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal.

2. Fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) (N 502.50), yaitu suatu

fraktur yang hanya mengenai lapisan email saja.

3. Fraktur email-dentin (uncomplicated crown fracture) (N 502.51), yaitu fraktur pada mahkota

gigi yang hanya mengenai email dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.

4. Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) (N 502.52), yaitu fraktur yang

mengenai email, dentin, dan pulpa.

II. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar.

1. Fraktur mahkota-akar (N 502.53), yaitu suatu fraktur yang mengenai email, dentin, dan

sementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-

akar yang kompleks (complicated crown-root fracture (N 502.54)) dan fraktur mahkota-akar

yang tidak melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks

(uncomplicated crown-root fracture (N 502.54)).

2. Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa tanpa

melibatkan lapisan email.

3. Fraktur dinding soket gigi, yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket

labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket.

4. Fraktur prosesus alveolaris, yaitu fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan

atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi.

Page 6: Berbagai Klasifikasi Trauma

5. Fraktur korpus mandibula atau maksila, yaitu fraktur pada korpus mandibula atau

maksila yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.

III. Kerusakan pada jaringan periodontal.

1. Concusion (N 503.20), yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang

menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau

perubahan posisi gigi.

2. Subluxation (N 503.20), yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi

akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.

3. Luksasi ekstrusi (partial displacement) (N 503.20), yaitu pelepasan sebagian gigi ke

luar dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang.

4. Luksasi, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah

labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar

gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral menyebabkan mahkota bergerak

ke arah palatal.

5. Luksasi intrusi (N 503.21), yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana

dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi menyebabkan

mahkota gigi terlihat lebih pendek.

6. Avulsi (hilang atau ekstrartikulasi) (N 503.22) yaitu pergerakan seluruh gigi ke luar dari

soket.

IV. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut

1. Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda

tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut berupa robeknya jaringan epitel

dan subepitel.

2. Kontusio yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan

menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah

mukosa.

3. Luka abrasi, yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau

goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau lecet.

4. Klasifikasi menurut Andreasen.

Andreasen juga mengklasifikasikan injuri pada tulang pendukung dan injuri pada

mukosa mulut. Menurut Andreasen dalam bukunya Patologi Gigi Geligi Kelainan Jaringan

Keras Gigi, secara garis besar fraktur gigi digolongkan menurut penyebabnya sebagai

berikut:1

a)Fraktur Spontan

Page 7: Berbagai Klasifikasi Trauma

Merupakan jenis fraktur yang diakibatkan oleh adanya tekanan pengunyahan. Pada hal ini

elemen-elemen enamel gigi mengalami atrisi dan aus karena adanya gesekan pada saat

mengunyah. Keadaan ini bisa menyebabkan gigi mengalami fraktur. Fraktur spontan lebih

sering terjadi pada gigi molar satu bawah. 

b)Fraktur Traumatik 

Fraktur traumatik terjadi akibat adanya benturan keras yang bersifat tiba-tiba. Fraktur

traumatik biasanya tidak terjadi pada bayi dibawah umur 1 tahun karena pengaruh aktivitas

yang dilakukannya. Penyebab fraktur yang sering terjadi adalah benturan akibat kecelakaan

atau karena dipukul. Berdasarkan bagian yang mengalami fraktur, fraktur traumatrik

dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:

  Fraktur Mahkota

Fraktur mahkota merupakan jenis fraktur yang terjadi pada bagian enamel hingga ke

bagian tulang gigi dengan atau tanpa patahnya sebagian elemen. Dalam hal ini, yang

termasuk dalam jenis fraktur ini adalah jenis fraktur Ellis 1 dan Ellis 2.

Fraktur mahkota juga dapat dibagi menjadi:

a. Infraksi Mahkota: Pada jenis ini, pada beberapa kasus fraktur yang terjadi tidak

membentuk suatu patahan, namun hanya berupa garis retak saja yaitu sekitar 10-13%. Retak

biasa mencapai dentin hingga pulpa. 

b. Fraktur Mahkota Tanpa Komplikasi: Merupakan fraktur yang terjadi pada sebagian

email, dan dentin. Fraktur ini biasanya terjadi pada gigi anterior dan patah pada bagian sudut

mesial maupun sudut distal. Biasanya jenis fraktur ini tidak menimbulkan rasa sakit, namun

apabila fraktur terjadi hingga mencapai dentin, maka rasa sakit akan terasa terutama pada saat

makan maupun karena perubahan suhu. Rasa sakit pada saat mengunyah juga bisa terjadi

karena jaringan periodontal juga mengalami kerusakan.

c. Fraktur Mahkota dengan Komplikasi: Pada jenis fraktur ini, bagian besar mahkota dan

tulang gigi patah sehingga pulpa terbuka dan mengalami pendarahan kapiler. Rasa sakit

biasanya timbul pada saat mengunyah dan jika terjadi perubahan suhu. Sekitar 4% penderita

fraktur gigi mengalami fraktur jenis ini.

  Fraktur Akar 

Fraktur akar terjadi pada daerah sekitar akar gigi. Diagnosis fraktur dapat ditegakkan

melalui pemeriksaan foto rontgen untuk mnegetahui kondisi gigi yang mengalami fraktur.

a.    Fraktur Mahkota Akar 

Page 8: Berbagai Klasifikasi Trauma

Fraktur mahkota akar yang terjadi dari insisal sampai 2-3 mm di bawah pengikatan

gingival pada elemen pada arah vestibulolingual, dan pulpa sering terlibat dalam hal ini. Pada

gigi premolar atas, tonjol vestibular sering patah. Pada kasus yang terakhir, bagian yang patah

biasanya ditahan pada tempatnya oleh serabut periodontal, sehingga retak pada mulanya

kurang menarik perhatian. Keluhan yang terjadi pada pasien seperti keluhan pada pulpitis,

dan sakitnya akan bertambah ketika digunakan untuk menggigit.

b.    Fraktur Akar Gigi yang baru erupsi memiliki resiko untuk lepas dari alveolus apabila

terjadi benturan, sedangkan gigi yang telah tumbuh sempurna memiliki resiko patah.

Andreasen (1981) juga mengklasifikasi trauma terhadap gigi berdasarkan gejala pada

gambaran klinis, seperti:10

1. Perubahan warna enamel menjadi lebih putih atau kuning hingga kecokelatan.

2. Perubahan warna enamel yang mengalami hipoplasia, menjadi lebih putih atau kuning

hingga kecokelatan.

3. Dilaserasi mahkota.

4. Malformasi gigi.

5. Dilaserasi akar.

6. Gangguan pada erupsi.

5.         Klasifikasi menurut Heithersay dan Morile.5,2

Heithersay dan Morile (1982) menganjurkan suatu klasifikasi fraktur subgingival

berdasarkan pada tinggi fraktur gigi dalam hubungannya terhadap berbagai bidang horizontal

periodonsium, sebagai berikut:

Kelas 1 : Dengan garis fraktur tidak meluas di bawah tinggi ginggiva cekat.

Kelas 2 : Dengan garis fraktur meluas di bawah tinggi gingiva cekat, tetapi tidak di bawah tinggi

krista alveolar.

Kelas 3 : Dengan garis fraktur meluas di bawah tinggi krista alveolar.

Kelas 4 : Dengan garis frakturnya terdapat di dalam sepertiga koronal akar, di bawah tinggi

krista alveolar.

6.         Klasifikasi menurut Garcia-Godoy.11

Klasifikasi fraktur gigi akibat trauma menurut Garcia-Godoy adalah sebagai berikut:

1.         Retak pada email.

2.         Fraktur pada email

3.         Fraktur email-dentin tanpa terbukanya pulpa.

4.         Fraktur email-dentin dengan terbukanya pulpa.

Page 9: Berbagai Klasifikasi Trauma

5.         Fraktur email-dentin-sementum tanpa terbukanya pulpa.

6.         Fraktur email-dentin-sementum dengan terbukanya pulpa.

7.         Fraktur akar.

8.         Konkusi.

9.         Luksasi.

10.         Perpindahan gigi ke lateral.

11.         Intrusi.

12.         Ekstrusi.

13.         Avulsi.

7.         Klasifikasi menurut Hargreaves dan Craig.

Hargreaves dan Craig (1970) memperkenalkan klasifikasi hanya untuk fraktur mahkota

gigi sulung, yaitu kelas I, II, III dan IV. Klasifikasi tersebut hampir sama dengan klasifikasi

Ellis. Perbedaannya terletak pada kelas IV yaitu fraktur akar disertai atau tanpa mahkota gigi

sulung:5

Klas I: Tidak adanya fraktur atau fraktur hanya pada email dengan atau tidaknya

perubahan posisi pada gigi.

Klas II: Fraktur pada mahkota pada email dan dentin tanpa terbukanya pulpa dan tanpa

perubahan posisi pada gigi.

Klas III: Fraktur pada mahkota dan terbukanya pulpa dengan atau tanpa perubahan

posisi pada gigi.

Klas IV: Fraktur pada akar dengan atau tanpa fraktur koronal, dengan atau tanpa

perubahan posisi pada gigi.

Klas IV: Perubahan posisi total pada gigi.

PEMBAHASAN

Penyebab trauma gigi pada anak-anak yang paling sering adalah karena jatuh saat

bermain, baik di luar maupun di dalam rumah dan saat berolahraga. Trauma gigi anterior

dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung, trauma gigi secara langsung terjadi ketika

benda keras langsung mengenai gigi, sedangkan trauma gigi secara tidak langsung terjadi

ketika benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi

rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba.1

Trauma pada gigi dapat menyebabkan injuri pulpa, dengan atau tannpa kerusakan

mahkota atau akar, atau pemindahan gigi dari soketnya. Bila mahkota atau akar patah atau

mengalami fraktur, pulpa dapat sembuh dan hidup terus, dapat segera mati , atau dapat

mengalami degenerasi progresif dan akhirnya mati. Bila terjadi luksasi gigi, pulpa mungkin

Page 10: Berbagai Klasifikasi Trauma

terus hidup, tergantung hebatnya pukulan dan tingkat dislokasinya. Luksasi gigi terjadi tidak

sesering fraktur.7

Trauma pada gigi melibatkan pulpa, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga

pertimbangan endodonsi berperan penting dalam pengevaluasian dan perawatan cedera gigi.

Pembuatan klasifikasi cedera traumatik akan mempermudah komunikasi serta penyebaran

informasinya.8

KESIMPULAN

Pembuatan klasifikasi cedera traumatik akan mempermudah komunikasi serta

penyebaran informasinya. Menurut suatu penelitian prevalensi tertinggi trauma gigi anterior

pada anak-anak terjadi antara usia 1-3 tahun karena pada usia tersebut anak mempunyai

kebebasan serta ruang gerak yang cukup luas, sementara koordinasi dan penilaiannya tentang

keadaan belum cukup baik. Frekuensi trauma cenderung meningkat saat anak mulai

merangkak, berdiri, belajar berjalan, dan biasanya berkaitan dengan masih kurangnya

koordinasi motorik. Penelitian lain menyebutkan bahwa salah satu periode rawan fraktur

adalah pada saat usia 2-5 tahun, karena pada usia ini anak belajar berjalan dan berlari.

Prevalensi trauma gigi yang terjadi pada anak usia di atas 5 tahun menunjukkan penurunan

disebabkan karena koordinasi motorik anak yang semakin membaik, namun terjadi

peningkatan kembali pada periode 8-12 tahun karena adanya peningkatan aktifitas fisik

mereka.

Kerusakan yang terjadi pada gigi anak dapat mengganggu fungsi bicara, pengunyahan,

estetika, dan erupsi gigi tetap sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan gigi

serta rahang. Oleh karena itu penanganan yang cepat dan tepat sangat penting dalam

menangani kerusakan pada gigi akibat trauma.

DAFTAR PUSTAKA

1.         Riyanti E. Penatalaksanaan trauma gigi pada anak. 12 Juni 2010.

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/penatalaksanaan_trauma_gigi_pada_a

nak.pdf. 17 November 2011.

2.         Grossman LI. Ilmu endodontik dalam praktek. Alih bahasa, Rafiah abiyono. Editor,

Sutatmi Suryo. Ed 11. Jakarta: EGC, 1995: 303-4.

3.         Braham RL, Morris ME. Textbook of pediatric Dentistry. USA: williams and

Wilkias, 1980: 264.

4.         Paristuta L. Penggunaan mouthguard pada pasien anak dengan riwayat trauma dental.

1 Agustus 2011. www. gigi geligi.com/index.php?option=com . 17 November 2011.

Page 11: Berbagai Klasifikasi Trauma

5.         Rao A. Principles and practice of pedodontics. New Delhi: Jaypee, 2008: 304-5.

6.         McDonald RE, Avery DR, Dean JA. Dentistry for the child and adolescent. St. Louis,

Missouri: Mosby, 2003: 458-9.

7.         Walton, Richad E. Prinsip dan praktik ilmu endodonsi. Alih bahasa, Narlan

Sumawinata, Winiati Sidharta, Bambang Nursasongko. Editor, Narlan Sumawinata. Ed 2.

Jakarta: EGC, 1997: 555-6.

8.         Pinkhom JR, Casamassimo DS, McTigue DJ, et al. Pediatric Dentistry. St. Louis,

Missouri: elsevier Saunders, 1988: 237-9.

9.         Welbury RR. Pediatrics dentistry. New York: Oxford University Press, 2003: 244-5.

10.     Mathewson RJ, Primosch RE. Fundamentals of pediatric dentistry. USA: quintessenic

Books, 1995: 286.

11.     Navydent. Classification of traumatic dental. 22 Agustus 2011.

http://dentallecnotes.blogspot.com/2011/08/calssification-of-traumatic-dental.html. 17

November 2011.