bentuk tubuh batuan beku dalam
DESCRIPTION
Batuan Beku DalamTRANSCRIPT
BENTUK TUBUH BATUAN BEKU DALAM (INTRUSIF)
a. Pengertian Batuan Beku Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah
jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras,
dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai
batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan
ekstrusif (vulkanik).
Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang
sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses
pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut: kenaikan
temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700
tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk
dibawah permukaan kerak bumi.
Berdasarkan genesanya atau tempat terjadinya dari batuan beku, dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
a.Batuan ekstrusif
b.Batuan Intrusif
Batuan beku yaitu batuan yang terbentuk sebagai hasil dari kumpulan
mineral-mineral silikat hasil penghabluran magma yang mendingin
(Walter T Huang, 1962). Berdasarkan teksturnya batuan beku ini bisa
dibedakan lagi menjadi batuan beku plutonik dan vulkanik.
Perbedaan antara keduanya bisa dilihat dari besar mineral penyusun
batuannya. Batuan beku plutonik umumnya terbentuk dari pembekuan
magma yang relatif lebih lambat sehingga mineral-mineral penyusunnya
relatif besar. Contoh batuan beku plutonik ini seperti gabro, diorite, dan
granit (yang sering dijadikan hiasan rumah). Sedangkan batuan beku
vulkanik umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang sangat cepat
(misalnya akibat letusan gunung api) sehingga mineral penyusunnya lebih
kecil. Contohnya adalah basalt, andesit (yang sering dijadikan pondasi
rumah), dan dacite.
b. Macam Bentuk tubuh batuan beku
1. Batuan Ekstrusi Kelompok batuan ini terdiri dari semua material yang dikeluarkan
kepermukaan bumi baik didaratan maupun dilautan. Material ini
mendingin dan membeku dengan cepat ada yang berbentuk padat, cair,
debu, suatu larutan
1. Ekstrusi linier,
terjadi jika magma keluar lewat celah-celah retakan atau patahan
memanjang sehingga membentuk deretan gunung berapi. Misalnya
Gunung Api Laki di Eslandia, dan deretan gunung api di Jawa Tengah dan
Jawa Timur.
2. Ekstrusi areal,
terjadi apabila letak magma dekat dengan permukaan bumi, sehingga
magma keluar meleleh di beberapa tempat pada suatu areal tertentu.
Misalnya Yellow Stone National Park di Amerika Serikat yang luasnya
mencapai 10.000 km2.
3. Ekstrusi sentral,
terjadi magma keluar melalui sebuah lubang (saluran magma) dan
membentuk gunung-gunung yang terpisah. Misalnya Gunung Krakatau,
Gunung Vesucius, dan lain-lain.
2. Batuan Intrusif Intrusi merupakan suatu proses yang terjadi akibat suatu adanya aktivitas
magma (plutonisme) yang berada dibawah permukaan bumi yang berusaha
keluar namun tidak muncul kepermukaan yang di akibat adanya tekanan
dan temperature yang sangat tinggi dari dalam bumi, yaitu dengan cara
menerobos batuan yang sebelumnnya sudah terbentuk atau ada, sehingga
menghasilkan beberapa bentuk tubuh dari batuan beku.
Batuan ini secara genesa terjadi dan terbentuk disuatu tempat yang berada
dibawah permukaan bumi yang membeku dengan lambat, sehingga
menghasilkan perbedaan dari komposisi mineral, susunan kimia, struktur,
tekstur yang tidak beraturan, ebrbentuk tabular, bentuk pipas sehingga
menhasilkan tubuh batuan beku dengan jenis yang berbeda- beda.
Dimana kontak batuan intrusi dengan batuan yang diintrusi atau daerah
batuan, bila sejajar dengan lapisan batuan maka tubuh intrusi ini disebut
konkordan. Bila batuan yang mengintrusi memotong dari lapisan massa
batuan yang diintrusi maka disebut dengan diskordan.
Macam-macam bentuk tubuh Batuan Beku intrisif :
1. Batholit
2. Dyke
3. Sill
4. Lakolit
5. Stock
Batholit Batholit berasal dari bahasa Yunani (greek); dari kata Bathos (ukuran) dan
lithos (batuan) yang artinya merupakan suatu tempat, rongga atau ruang
dengan ukuran besar sebagai tempat sekaligus hasil dari intrusi batuan
beku (plutonic) yang terbentuk akibat dari pembekuan magma didalam
kulit bumi. Batholit sering juga diartikan sebagai batuan beku yang
terbentuk di dalam dapur magma, sebagai akibat penurunan suhu yang
sangat lambat.
Batholit umumnya berbentuk ruang besar yang tidak beraturan dan
biasanya memiliki bentuk yang jelas dipermukaan bumi dengan
penampang melintang dari tubuh pluton (intrusi dengan tubuh tidak
beraturan) memperlihatkan yang sangat besar dan kedalaman yang tidak
diketahui batasnya. Luas area batholit baik yang ada didalam kulit bumi
maupun suatu Singkapan batholit yang muncul kepermukaan memiliki
luas sampai 100 km2
Batholit biasanya selalu tersusun atas senyawa-senyawa felsik (asam)
sampai intermediet (menengah), itu artinya batholit sebagian besar terdiri
dari batuan beku asam sampai batuan beku intermediet, misalnya granite,
diorite, dan quartz monzonite.Meskipun terlihat tak beraturan, batholit
merupakan suatu ruang yang memiliki komposisi mineral yang komplek.
Singkapan batholit akan muncul kepermukaan setelah banyak mengalami
proses pengangkatan (up lift) dan proses erosi selama jutaan tahun. Contoh
singkapan baholit yang ada di Indonesia misalnya singkpan felsik batholit
di kepulauan sumatra, Riau, dan Kalimantan, sedangkan yang terkenal
adalah intrusi granit yang terdapat dipulau karimun (Riau).
Dike atau Dyke Dalam ilmu geologi Dyke adalah suatu jenis intrusi batuan beku berbentuk
lembar yang mengenai lapisan tanah dan memotong secara bersebrangan
Dyke, disebut juga gang, merupakan salah satu badan intrusi yang
dibandingkan dengan batholit, berdimensi kecil. Bentuknya tabular,
sebagai lembaran yang kedua sisinya sejajar, memotong struktur
(perlapisan) batuan yang diterobosnya. Kadang-kadang kontak hampir
sejajar tapi perbandingan antara panjang dan lebar tidak sebanding.
Kenampakan di lapangan dyke dapat berukuran sangat kecil dan dapat
pula berukuran sangat besar.
-planar struktur dri dinding batuan, seperti selimut atau foliasi
-formasi batuan berbentuk masive, seperti intrusi igneous/magmatic dan
garam diapirs.
oleh karena itu dike dapat mempengaruhi atau mengganggubatuan
sediment atau produk sediment aslinya.
Sill Sill atau Intrusi datar (lempeng intrusi), yaitu magma menyusup diantara
dua lapisan batuan, mendatar dan pararel dengan lapisan batuan tersebut
Sill, adalah intrusi batuan beku yang konkordan atau sejajar terhadap
perlapisan batuan yang diterobosnya dengan ketebalan dari beberapa mm
sampai bebebrapa kilometer. Penyebaran ke arah lateral sangat luas
sedangkan penyebaran ke arah vertical sangat kecil. Berbentuk tabular dan
sisi-sisinya sejajar.
Dalam ilmu geologi, sill merupakan suatu batuan beku plutonik yang
berbentuk tabel serta mengintrusi suatu lapisan batuan sediment yang lebih
tua atau mengintrusi lapisan batuan sediment yang sudah terlebih dahulu
terbentuk, alas lahar volkanik atau tuff, atau bahkan sepanjang arah foliasi
di dalam batuan metamorf. Istilah sill berarti lembar intrusi. Maksudnya
adalah sill tidak memotong ke seberang batuan atau lapisan sedimen yang
telah ada sebelumnya, akan tetapi berlawanan dengan dike, dimana intrusi
magma memotong ke seberang batuan yang lebih tua.
Sills selalu paralel ke daerah tuff. Pada umumnya intrusi yang dibentuk
oleh sill adalah didalam suatu orientasi horisontal, walaupun proses
tektonis dapat menyebabkan perputaran sill ke dalam dekat orientasi
vertikal. sill dapat dikacaukan dengan arus lahar. Ambang yang
dipengaruhi oleh arus lahar akan menunjukkan peleburan yang parsial dan
menyatu.
Salisbury Sebuah batuan curam di Edinburgh, Scotlandia, merupakan
suatu sill yang secara parsial yang ultramafic mengarahkan intrusi batuan
beku sepanjang es agesCertain. layered mafic adalah berbagai sill yang
sering berisi deposit bijih penting. Contoh Precambrian meliputi Bushveld,
Insizwa, dan Dyke Yang mengintrusi kompleks selatan Afrika, Duluth
yang mengintrusi kompleks dari Atasan Daerah, dan Stillwater kompleks
gunung berapi di Amerika Serikat. Contoh Phanerozoic pada umumnya
lebih kecil dan meliputi Rùm peridotite yang kompleks Scotland dan
Skaergaard yang berapi-api untuk kompleks timur Greenland. Intrusi
batuan beku ini sering berisi konsentrasi emas, platina, unsur logam
pelapis kran, dan unsur-unsur jarang lain.
Lacolith Lacolith, sejenis dengan sill. Yang membedakan adalah bentuk bagian
atasnya, batuan yang diterobosnya melengkung atau cembung ke atas,
membentuk kubah landai. Sedangkan, bagian bawahnya mirip dengan Sill.
Akibat proses-proses geologi, baik oleh gaya endogen, maupun gaya
eksogen, batuan beku dapt tersingka di permukaan.
Lakolit adalah magma yang menyusup di antara lapisan batuan yang
menyebabkan lapisan batuan di atasnya terangkat sehingga menyerupai
lensa cembung, sementara permukaan atasnya tetap rata.
Lakolit pada umumnya merupakan suatu variasi khusus dari sill, yang
artinya bentuk batuan beku yang menyerupai sill akan tetapi perbandingan
ketebalan jauh lebih besar dibandingkan dengan lebarnya dan bagian
atasnya melengkung, membentuk seperti kubah atau magma yang
menerobos di antara lapisan bumi paling atas. Bentuknya seperti lensa
cembung atau kue serabi
Selain lakolit ada juga lapolit yang bentuknya merupakan kebalikan dari
lakolit, yang artinya bentuk batuan beku yang luas, dengan bentuk seperti
lensa dimana bagian tengahnya melengkung karena batuan dibawahnya
bersifat lentur.
Pada dasarnya, sebagian besar batuan beku ini memiliki kandungan silica
lebih besar dari 66%, yang artinya batuan beku ini adalah batuan asam
(felsik), misalnya granit, diorite, synit, tonalit, dan lain-lain
Stock Stock, seperti batolit, bentuknya tidak beraturan dan dimensinya lebih
kecil dibandingkan dengan batholit, tidak lebih dari 10 km. Stock
merupakan penyerta suatu tubuh batholit atau bagian atas batholit
Jenjang Volkanik, adalah pipa gunung api di bawah kawah yang
mengalirkan magma ke kepundan. Kemudian setelah batuan yang
menutupi di sekitarnya tererosi, maka batuan beku yang bentuknya kurang
lebih silindris dan menonjol dari topografi disekitarnya. Bentuk-bentuk
yang sejajar dengan struktur batuan di sekitarnya disebut konkordan
diantaranya adalah sill, lakolit dan lopolit. Lopolit, bentuknya mirip
dengan lakolit hanya saja bagian atas dan bawahnya cekung ke atas
.Batuan beku dalam selain mempunyai berbagai bentuk tubuh intrusi, juga
terdapat jenis batuan berbeda, berdasarkan pada komposisi mineral
pembentuknya. Batuan-batuan beku luar secara tekstur digolongkan ke
dalam kelompok batuan beku fanerik.
Hilangnya Kota Pompeii akibat Erupsi Vesuvius 79 SM
Ketinggian : 1.281 m
Koordinat : 40°49′ LU 14°26′ BT
Lokasi : Italia
Jenis : Stratovolkano
Letusan terakhir :1944
Gunung Vesuvius yang menurut legenda berarti ―Putra Ves/Zeus‖ alias Hercules,
terletak di kawasan Campagnia dekat Teluk Napoli, tak jauh dari kota industri dan
perdagangan Pompeii yang ketika itu berpenduduk lebih dari 20 ribu jiwa. Tak
jauh dari sana juga terdapat kota peristirahatan musim panas, Herculaneum.
Gunung Vesuvius (bahasa Italia: Monte Vesuvio) adalah satu-satunya gunung
berapi aktif di Eropa Daratan yang terletak di sebelah timur Napoli, Italia.Pada
tahun 79, letusan gunung ini menghancurkan kota Pompeii.
Pompeii adalah sebuah kota zaman Romawi kuno yang telah menjadi puing dekat
kota Napoli dan sekarang berada di wilayah Campania, Italia. Pompeii hancur
oleh letusan gunung Vesuvius pada 79 M. Debu letusan gunung Vesuvius
menimbun kota Pompeii dengan segala isinya sedalam beberapa kaki
menyebabkan kota ini hilang selama 1.600 tahun sebelum ditemukan kembali
dengan tidak sengaja. Semenjak itu penggalian kembali kota ini memberikan
pemandangan yang luar biasa terinci mengenai kehidupan sebuah kota di puncak
kejayaan Kekaisaran Romawi. Saat ini kota Pompeii merupakan salah satu dari
Situs Warisan Dunia UNESCO.
Gunung Vesuvius terkenal karena letusan dalam AD 79 yang menyebabkan
kehancuran Roma kota Pompeii dan Herculaneum dan kematian 10.000 hingga
25.000 orang. Gunung Ini telah meletus beberapa kali sejak dan saat ini dianggap
sebagai salah satu gunung berapi yang paling berbahaya di dunia karena terdapat
penduduk sebesar 3.000.000 orang yang tinggal di dekatnya dan kecenderungan
mereka tinggal ke arah ledakan (Plinian) letusan
Kronologis Letusan Di Kota Pompeii, telah lama terbiasa dengan getaran kecil, namun pada 5
Februari 62 terjadi gempa bumi yang hebat yang menimbulkan kerusakan yang
cukup besar di sekitar teluk itu dan khususnya terhadap Pompeii. Sebagian dari
kerusakan itu masih belum diperbaiki ketika gunung berapi itu meletus. Namun,
ini mungkin merupakan sebuah gempa tektonik daripada gempa yang disebabkan
oleh meningkatnya magma yang terdapat di dalam gunung berapi.
Sebuah gempa lainnya, yang lebih ringan, terjadi pada 64; peristiwa ini dicatat
oleh Suetonius dalam biografinya tentang Nero. Penulis Plinius Muda menulis
bahwa getaran bumi itu "tidaklah begitu menakutkan karena sering terjadi di
Campania". Pada awal Agustus tahun 79, mata air dan sumur-sumur mongering.
Getaran-getaran gempa ringan mulai terjadi pada 20 Agustus 79, dan menjadi
semakin sering pada empat hari berikutnya, namun peringatan-peringatan itu tidak
disadari orang, dan pada sore hari tanggal 24 Agustus, sebuah letusan gunung
berapi yang mematikan terjadi. Ledakan itu merusakkan wilayah tersebut,
mengubur Pompeii dan daerah-daerah pemukiman lainnya. Kebetulan tanggal itu
bertepatan dengan Vulcanalia, perayaan dewa api Romawi.
Dari sekitar 35 km dari gunung berapi itu, terlihat sebuah gejala luar biasa yang
terjadi di atas Gn. Vesuvius: sebuah awan gelap yang besar berbentuk seperti
pohon pinus muncul dari mulut gunung itu. Setelah beberapa lama, awan itu
dengan segera menuruni lereng-lereng gunung dan menutupi segala sesuatu di
sekitarnya, termasuk laut yang di dekatnya.
"Awan" yang digambarkan oleh Plinius Muda itu kini dikenal sebagai aliran
piroklastik, yaitu awan gas yang sangat panas, debu, dan batu-batu yang meletus
dari sebuah vulkano. Plinius mengatakan bahwa beberapa gempa bumi terasa pada
saat letusan itu dan diikuti oleh getaran bumi yang dahsyat. Ia juga mencatat
bahwa debu juga jatuh dalam bentuk lapisan-lapisan yang sangat tebal dan desa
tempat ia berada harus dievakuasi. Laut pun tersedot dan didorong mundur oleh
suatu "gempa bumi", sebuah gejala yang disebut oleh para geologiwan modern
sebagai tsunami.
Korban letusan yg tersedimentasi
Gambarannya lalu beralih kepada fakta bahwa matahari tertutup oleh letusan itu
dan siang hari menjadi gelap gulita. Penduduk Pompeii panik dan mulai
mengungsi ke luar kota, menyisakan 2000 orang yang masih bertahan dalam
lubang-lubang persembunyian menanti letusan gunung berakhir. Tapi selambat-
lambatnya pada keesokan harinya, mereka tewas karena keracunan setelah
menghirup gas dan abu vulkanis. Sementara Herculaneum sementara masih
terselamatkan pada fase awal karena angin bertiup dari arah Barat. Tetapi
penduduk Herculaneum yang sesungguhnya terletak lebih dekat dengan Vesuvius,
tak sempat lega terlalu lama. Gumpalan abu dan gas diikuti oleh letusan lava dan
bebatuan menenggelamkan kota itu hingga lebih dari 20 meter. Suhu yang
mencapai 400 derajat Celcius membuat benda organik seperti tubuh manusia
menghangus, atau bahkan meledak.
Letusan berlangsung selama hampir 24 jam, di mana Vesuvius melepaskan 4
kilometer kubik kandungannya, terutama abu dan bebatuan. Kawasan yang
menderita kerusakan paling parah adalah kawasan di selatan dan tenggara gunung
itu. Jumlah keseluruhan korban yang meninggal dunia mencapai 10 ribu orang.
Vesuvius kini masih berdiri tegak. Ia masih sempat meletus puluhan kali hingga
terakhir kalinya pada tahun 1944. Walaupun tinggi puncaknya saat ini hanya 1281
meter dari permukaan laut, satu-satunya gunung berapi benua Eropa yang masih
aktif ini akan selalu mengingatkan akan ganasnya alam yang dapat memusnahkan
sebuah kota
Tipe Letusan Vesuvius Vesuvius meledak, menghamburkan gumpalan abu tebal yang bisa digambarkan
menyerupai jamur atau pohon cemara. Seperti digambarkan Pliny The Younger,
filsuf yang sedang berada di Teluk Napoli pada saat letusan terjadi, abu terlempar
jauh tinggi ke atas seperti batang, lalu melebar dan akhirnya berhamburan ke
bumi. Tinggi semburan ini diduga mencapai 30 kilometer, dan selama hampir 12
jam kemudian, Pompeii seperti dilapisi abu dan kerikil vulkanis setebal beberapa
sentimeter.
Letusan gunung ini tergolong pada letusan Perret atau Plinian. Letusan tipe ini
sangat berbahaya dan sangat merusak lingkungan. Material yang dilemparkan
pada letusan tipe ini mencapai ketinggian sekitar 80 km. Letusan tipe ini dapat
melemparkan kepundan atau membobol puncak gunung, sehingga dinding kawah
melorot.
Kajian Geologi Sebuah bidang penelitian penting saat ini berkaitan dengan struktur-struktur, yang
kini sedang diperbaiki, pada masa letusan (kemungkinan rusak pada waktu gempa
di tahun 62). Sebagian dari lukisan-lukisan tua yang rusak agaknya tertutup
dengan lukisan-lukisan yang lebih baru, dan alat-alat modern digunakan untuk
menemukan kembali gambaran dari fresko-fresko yang telah lama tersembunyi.
Alasan tentang mengapa struktur-struktur ini masih diperbaiki 10 tahun setelah
letusan itu adalah kenyataan bahwa frekuensi ledakan menjelang ledakan yang
hebat itu semakin kecil.
Kebanyakan penggalian arkeologis di situs itu hanya sampai tingkat jalanan pada
peristiwa vulkanik tahun 79. Penggalian-penggalian yang lebih dalam di bagian
Pompeii yang lebih tua dan contoh-contoh utama dari pengeboran-pengeboran di
dekatnya telah menunjukkan lapisan-lapisan dari berbagai sedimen yang
menunjukkan bahwa peristiwa-peristiwa lain telah melanda kota itu sebelum
terjadinya ledakan yang terkenal itu, karena ada tiga lapisan sedimen yang terletak
di bawah kota itu yang ditemukan di atas lapisan lava. Bercampur dengan sedimen
ini ditemukan pula oleh para arkeolog potongan-potongan kecil dari tulang-tulang
binatang, potongan-potongan keramik dan potongan-potongan tumbuhan. Dengan
menggunakan penanggalan karbon, lapisan yang tertua diperkirakan berasal dari
abad ke-8 SM, sekitar masa pendirian kota itu. Dua lapisan lainnya dipisahkan
dari lapisan-lapisan lainnya dengan lapisan tanah yang dikembangkan dengan baik
atau merupakan jalan yang dibuat orang Romawi pada sekitar abad ke-4 SM dan
abad ke-2 SM. Teori di balik lapisan-lapisan dari beraneka sedimen ini adalah
tanah longsor yang hebat, yang mungkin didorong oleh hujan yang turun
berkepanjangan.
Pada penggalian-penggalian awal situs ini, sesekali ditemukan lubang di dalam
lapisan abu yang berisi sisa-sisa tulang manusia. Giuseppe Fiorelli mengusulkan
untuk mengisi ruang-ruang kosong itu dengan semen. Apa yang dihasilkan adalah
bentuk-bentuk yang sangat akurat dan mengerikan dari Pompeiani (warga
Pompeii) yang gagal melarikan diri, dalam saat-saat terakhir hidup mereka.
Para geologiwan telah menggunakan sifat-sifat magnetik dari batu-batu dan
serpihan-serpihan yang ditemukan di Pompeii untuk memperkirakan temperatur
aliran piroklaktik yang mengubur kota itu. Ketika batu yang meleleh itu membeku
kembali, mineral magnetik dalam batu itu mencatat arah bidang magnet Bumi.
Bila bahan itu dipanaskan melampaui temperatur tertentu, yang dikenal sebagai
temperatur Curie, bidang magnetnya mungkin akan dimodivikasi atau sama sekali
diatur kembali.
Analisis terhadap lebih dari 200 buah batu vulkanik dan serpihan-serpihan, seperti
atap genting, menunjukkan bahwa awan debu itu panasnya hingga 850 °C ketika
muncul dari mulut Vesuvius. Awan itu mendingin hingga kurang dari 350 °C
pada saat tiba di kota itu. Banyak dari bahan-bahan yang dianalisis mengalami
temperatur antara 240 °C hingga 340 °C. Beberapa daerah memperlihatkan
temperatur yang lebih rendah, hanya 180 °C. Ada teori yang mengatakan bahwa
guncangan mungkin telah menyebabkan tercampurnya udara dingin ke dalam
awan debu itu.
Batuan Metamorf Filed under: Petrologi — Tinggalkan komentar
Februari 9, 2012
Rate This
1. PENDAHULUAN
Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada
sebelumnya yang ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi mineral,
tekstur dan struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid rate) akibat adanya
perubahan temperatur, tekanan dan kondisi kimia di kerak bumi ( Ehlers & Blatt,
1982).
Batuan metamorf adalah hasil dari perubahan-perubahan fundamental batuan yang
sebelumnya telah ada. Panas yang intensif yang dipancarkan oleh suatu massa
magma yang sedang mengintrusi menyebabkan metamorfosa kontak.
Metamorfosa regional yang meliputi daerah yang sangat luas disebabkan oleh
efek tekanan dan panas pada batuan yang terkubur sangat dalam.
Namun perlu dipahami bahwa proses metamorfosa terjadi dalam keadaan padat,
dengan perubahan kimiawi dalam batas-batas tertentu saja dan meliputi proses-
proses rekristalisasi, reorientasi dan pembentukan mineral-mineral baru dengan
penyusunan kembali elemen-elemen kimia yang sebelumnya telah ada. (
Graha, D.S, 1987 .)
Menurut Turner (1954, lihat Williams dkk, 1954:161-162) menyebutkan bahwa
batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan mineralogik dan
struktur oleh proses metamorfisme dan terjadi langsung dari fase padat tanpa
melalui fase cair.
Jadi batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh
proses metamorfosa. Proses metamorfosa merupakan suatu proses pengubahan
batuan akibat perubahan tekanan, temperatur dan adanya aktifitas kimia fluida/gas
atau variasi dari ketiga faktor tersebut. Proses metamorfosa merupakan proses
isokimia, dimana tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia pada batuan yang
mengalami metamorfosa. Temperatur berkisar antara 2000 C- 800
0 C, tanpa
melalui fase cair (batuan tetap berada pada fase padat).
Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab antara lain
oleh adanya pemanasan akibat intrusi magmatik dan perubahan gradien
geothermal. Panas dalam skala kecil juga bisa terjadi akibat adanya gesekan/friksi
selama terjadinya deformasi suatu massa batuan. Pada batuan silikat batas bawah
terjadinya metamorfosa umumnya pada suhu 1500 ± 50
0 C yang ditandai dengan
munculnya mineral-mineral Mg-carpholite, Glaucophane, lawsonite, paragonite,
prehnite atau stilpnomelane. Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa
sebelum terjadinya pelelehan adalah berkisar 6500 – 1100
0 C, tergantung jenis
batuan asalnya (Bucher & Frey, 1994).
Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antar butir batuan
mempunyai peranan yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif yang banyak
berperan adalah air beserta karbon dioksida , asam hidroklorik dan hidroflourik.
Umumnya fluida dan gas tersebut bertindak sebagai katalis atau solven serta
bersifat membantu reaksi kimia dan penyetimbangan mekanis (Huang, 1962).
2. PROSES METAMORFISME
Metamorfosa adalah proses rekristalisasi di kedalaman kerak bumi ( 3 – 20 km )
yang keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan padat, yakni tanpa
melalui fasa cair. Sehingga terbentuk struktur dan mineralogi baru yang sesuai
dengan lingkungan fisik baru pada tekanan ( P ) dan temperatur ( T ) tertentu.
Menurut H.G.F. Winkler, 1967, metamorfisme adalah proses-proses yang
mengubah mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau tanggapan
terhadap kondisi fisik dan kimia di dalam kerak bumi, dimana kondisi fisik dan
kimia tersebut berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak
termasuk pelapukan dan diagenesis. Batuan metamorf adalah batuan yang berasal
dari batuan induk, bisa batuan beku, batuan sedimen, ataupun batuan metamorf itu
sendiri yang mengalami metamorfosa.
Proses metamorfisme kadang-kadang tidak berlangsung sempurna, sehingga
perubahan yang terjadi pada batuan asal tidak terlalu besar, hanya kekompakkan
pada batuan saja yang bertambah. Proses metamorfisme yang sempurna
menyebabkan karakteristik batuan asal tidak terlihat lagi. Pada kondisi perubahan
yang sangat ekstrim, peningkatan temperatur mendekati titik lebur batuan, padahal
perubahan batuan selama proses metamorfisme harus tetap dalam keadaan padat.
Apabila sampai mencapai titik lebur batuan maka proses tersebut bukan lagi
proses metamorfisme tetapi proses aktivitas magma.
Agen atau media yang menyebabkan proses metamorfisme adalah panas, tekanan
dan cairan kimia aktif. Ketiga media tersebut dapat bekerja bersama-sama pada
batuan yang mengalami proses metamorfisme, tetapi derajat metamorfisme dan
kontribusi dari tiap agen tersebut berbeda-beda. Pada proses metamorfisme
tingkat rendah, kondisi temperatur dan tekanan hanya sedikit diatas kondisi proses
pembatuan pada batuan sedimen. Sedangkan pada proses metamorfisme tingkat
tinggi, kondisinya sedikit dibawah kondisi proses peleburan batuan.
Tahap-Tahap Proses Metamorfisme
1. Rekristalisasi
Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, disini terjadi penyusunan kembali
kristal-kristal dimana elemen-elemen kimia yang sudah ada sebelumnya sudah
ada.
1. Reorientasi
Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, disini pengorientasian kembali dari
susunan kristal-kristal, dan ini akan berpengaruh pada tekstur dan struktur yang
ada.
1. Pembentukan mineral-mineral baru
Proses ini terjadi dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimiawi yang
sebelumnya telah ada.
3. TIPE METAMORFOSA
Bucher & Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan geologinya,
metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
III.1. Metamorfosa regional/ dinamothermal
Metamorfosa regional/dinamothermal merupakan metamorfosa yang terjadi pada
daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga, yaitu
metamorfosa orogenik, burial dan dasar samudera(Ocean-floor).
III.1.1. Metamorfosa Orogenik
Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses
deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang
dihasilkan mempunyai butiran mineral yang teroreintasi dan membentuk sabuk
yang melampar dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses metamorfosa
memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan juta tahun.
III.1.2. Metamorfosa Burial
Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada
daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat.
Proses yang terjadi adalah rekristalisasi dan reaksi antara mineral dengan
fluida.
III.1.3. Metamorfosa dasar Samudera(Ocean-Floor)
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar
punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf yang
dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut
menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.
III.2. Metamorfosa Lokal
Metamorfosa lokal merupakan proses metamorfosa yang terjadi pada daerah yang
sempit berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini
dapat dibedakan menjadi :
(1) Metamorfosa Kontak
Metamorfosa kontak terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di sekitar
kontak massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena
pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh magma serta kadang oleh
deformasi akibat gerakan magma. Zona metamorfosa kontak disebut contact
aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antar mineral,
reaksi antara mineral dan fluida serta penggantian/penambahan material. Batuan
yang dihasilkan umumnya berbutir halus.
(2) Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal
Metamorfosa ini adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek
hasil temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi
volkanik atau quasi volkanik, contohnya pada xenolith atau pada zona dike.
(3) Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinematik/Dinamik
Metamorfosa kataklastik terjadi pada daerah yang mengalami deformasi
intensif, seperti pada patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya
mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan granulasi batuan. Batuan
yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault breccia, fault
gauge, atau milonit.
(4) Metamorfosa Hidrotermal/Metasomatisme
Metamorfosa hidrothermal terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas
yang panas pada jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan
sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia. Perubahan
juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.
Gambar Tipe-tipe metamorfosa
(5) Metamorfosa Impact
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit.
Kisaran waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan
terbentuknya mineral coesite dan stishovite.
(6) Metamorfosa Retrogade/Diaropteris
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya penurunan temperatur sehingga kumpulan
mineral metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil
pada temperatur yang lebih rendah.
IV. MINERALOGI
Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf dapat berupa mineral yang
berasal dari batuan asalnya maupun dari mineral baru yang terbentuk akibat
proses metamorfisme sehingga dapat digolongkan menjadi 3,yaitu :
1. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf seperti kuarsa, felspar, muskovit, biotit, hornblende, piroksen, olivin dan bijih besi.
2. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan sedimen dan batuan metamorf seperti kuarsa, muskovit, mineral-mineral lempung, kalsit dan dolomit.
3. Mineral indeks batuan metamorf seperti garnet, andalusit, kianit, silimanit, stautolit, kordierit, epidot dan klorit.
Proses pertumbuhan mineral saat terjadinya metamorfosa pada fase padat dapat
dibedakan menjadi secretionary growth, concentrionary growth dan replacement
(Ramberg, 1952 dalam Jackson, 1970). Secretionary growth merupakan
pertumbuhan kristal hasil reaksi kima fluida yang terdapat pada batuan yang
terbentuk akibat adanya tekanan pada batuan tersebut. Concentrionary growth
adalah proses pendesakan kristal oleh kristal lainnya untuk membuat ruang
pertumbuhan. Sedangkan replacement merupakan proses penggantian mineral
lama oleh mineral baru. Secara umum model pertumbuhan kristal ini dapat dilihat
pada gambar IV.1.
Kemampuan mineral untuk membuat ruang bagi pertumbuhannya tidak sama satu
dengan yang lainnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan oleh percobaan Becke,
1904 (Jackson, 1970). Percobaan ini menghasilkan Seri Kristaloblastik yang
menunjukkan bahwa mineral pada seri yang tinggi akan lebih mudah membuat
ruang pertumbuhan dengan mendesak mineral pada seri yang lebih rendah.
Mineral dengan kekuatan kristaloblastik tinggi umumnya besar dan euhedral.
Tekanan merupakan faktor yang mempengaruhi stabilitas mineral pada
batuan metamorf (Huang, 1962). Dalam hal ini dikenal dua golongan mineral
yaitu stress mineral dan antistress mineral. Stress mineral merupakan mineral
yang kisaran stabilitasnya akan semakin besar bila terkena tekanan atau
dengan kata lain merupakan mineral yang tahan terhadap tekanan. Mineral-
mineral tersebut umumnya merupakan penciri batuan yang terkena
deformasi sangat kuat. seperti sekis. Contoh stress mineral antara lain
kloritoid, stauroilit dan kianit. Sedangkan antistress mineral adalah mineral
yang kisaran stabilitasnya akan menurun pada kondisi tekanan yang sama.
Mineral ini tidak tahan terhadap tekanan tinggi sehingga tidak pernah
ditemukan pada batuan yang terdeformasi kuat. Contoh mineralnya antara
lain andalusit, kordierit, augit, hypersten, olivin, potasium felspar dan
anortit.
V. FASIES METAMORFIK
Konsep fasies metamorfik diperkenalkan oleh Eskola, 1915 (Bucher & Frey,
1994). Eskola mengemukakan bahwa kumpulan mineral pada batuan metamorf
merupakan karakteristik genetik yang sangat penting sehingga terdapat hubungan
antara kumpulan mineral dan kompisisi batuan pada tingkat metamorfosa
tertentu. Dengan kata lain sebuah fasies metamorfik merupakan kelompok batuan
yang termetamorfosa pada kondisi yang sama yang dicirikan oleh kumpulan
mineral yang tetap. Tiap fasies metamorfik dibatasi oleh tekanan dan temperatur
tertentu serta dicirikan oleh hubungan teratur antara komposisi kimia dan
mineralogi dalam batuan.
VI. STRUKTUR BATUAN METAMORF
Struktur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran,
bentuk atau orientasi unit poligranular batuan tersebut(Jackson, 1970).
Pembahasan mengenai struktur juga meliputi susunan bagian massa batuan
termasuk hubungan geometrik antar bagian serta bentuk dan kenampakan internal
bagian-bagian tersebut. (Bucher & Frey, 1994).
Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi struktur foliasi
dan nonfoliasi.
VI.1. Struktur Foliasi
Struktur foliasi merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa batuan
(Bucher & Frey, 1994). Foliasi ini dapat terjadi karena adanya penjajaran mineral-
mineral menjadi lapisan-lapisan (gneissosity), orientasi butiran(schistosity),
permukaan belahan planar(cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut
(Jackson, 1970).
1. Slaty Cleavage
Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus (mikrokristalin)
yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah planar yang sangat rapat, teratur
dan sejajar. Batuannya disebut slate (batusabak).
Struktur Slaty Cleavage
1. 2. Phylitic
Srtuktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage tetapi terlihat
rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih dengan
mineral granular. Batuannya disebut phyllite (filit)
1. 3. Schistosic
Terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih, prismatic atau
lentikular (umumnya mika atau klorit) yang berukuran butir sedang sampai kasar.
Batuannya disebut schist (sekis).
1. 4. Gneissic/Gnissose
Terbentuk oleh adanya perselingan., lapisan penjajaran mineral yang mempunyai
bentuk berbeda, umumnya antara mineral-mineral granuler (feldspar dan kuarsa)
dengan mineral-mineral tabular atau prismatic (mioneral ferromagnesium).
Penjajaran mineral ini umumnya tidak menerus melainkan terputus-putus.
Batuannya disebut gneiss.
VI.2. Struktur Non Foliasi.
Struktur ini terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya terdiri
dari butiran-butiran (granular). Struktur non foliasi yang umum dijumpai antara
lain :
1. 1. Hornfelsic/granulose
Terbentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional dan equigranular dan
umumnya berbentuk polygonal. Batuannya disebut hornfels (batutanduk)
1. 2. Kataklastik
Berbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan
umumnya membentuk kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik ini terjadi
akibat metamorfosa kataklastik. Batuannya disebut cataclasite (kataklasit).
1. 3. Milonitic
Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik. Cirri
struktur ini adalah mineralnya berbutir halus, menunjukkan kenampakan goresan-
goresan searah dan belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer. Batiannya
disebut mylonite (milonit).
1. 4. Phylonitic
Mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur milonitik tetapi umumnya
telah terjadi rekristalisasi. Cirri lainnya adlah kenampakan kilap sutera pada
batuan yang ,mempunyai struktur ini. Batuannya disebut phyllonite (filonit)
VII. TEKSTUR BATUAN METAMORF
Tekstur merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran, bentuk
dan orientasi butir mineral individual penyusun batuan metamorf (Jackson, 1970).
Penamaan tekstur batuan metamorf umumnya menggunakan awalan blasto atau
akhiran blastic yang ditambahkan pada istilah dasarnya. Penamaan tekstur
tersebut akan dibahas pada bagian berikut ini.
VII.1. Tekstur berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfosa
Berdasarkan ketahanannya terhadap proses metamorfosa ini tekstur batuan
metamorf dapat dibedakan menjadi :
1) Relict/Palimset/Sisa
Tekstur ini merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa
tekstur batuan asalnya atau tekstur batuan asalnya masih tampak pada batuan
metamorf tersebut. Awalan blasto digunakan untuk penamaan tekstur batuan
metamorf ini. Contohnya adalah blastoporfiritik yaitu batuan metamorf yang
tekstur porfiritik batuan beku asalnya masih bisa dikenali. Batuan yang
mempunyai kondisi seperti ini sering disebut batuan metabeku atau metasedimen.
2) Kristaloblastik
Tekstur kristloblastik merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh
sebab proses metamorfosa itu sendiri. Batuan dengan tekstur ini sudah mengalami
rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak. Penamaannya menggunakan
akhiran blastik.
VII.2. Tekstur berdasarkan ukuran butir
Berdasarkan ukuran butirnya, tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :
1. Fanerit, bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata 2. Afanit, Bila butiran kristal tidak dapat dibedakan dengan mata
VII.3. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal
Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :
1. Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan kristal itu sendiri 2. Subhedral, bila kristal dibatasi sebagian oleh bidang permukaannya sendiri dan
sebagian oleh bidang permukaan kristal disekitarnya. 3. Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal lain
disekitarnya.
Pengertian bentuk kristal ini sama dengan yang dipergunakan pada batuan beku.
Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dapat
dibedakan menjadi :
(1) Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh Kristal berbentuk euhedral
(2) Xenoblastik/Hypidioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal
berbentuk anhedral.
VII.4. Tekstur berdasarkan bentuk mineral
Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi
:
(1) Lepidoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk tabular
(2) Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatic
(3) Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular,
equidimensional, batas mineralnya bersifat sutured(tidak teratur) dan umumnya
kristalnya berbentuk anhedral.
(4) Granuloblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular,
equidimensional, batas mineralnya bersifat unsutured(lebih teratur) dan umumnya
kristalnya berbentuk anhedral.
Selain tekstur yang telah disebutkan diatas terdapat beberapa tekstur khusus
lainnya yang umumnya akan tampak pada pengamatan petrografi, Yaitu:
Porfiroblastik, apabila terdapat beberapa mineral yangh ukurannya lebih besar tersebut sering disebut sebagai porphyroblasts
Poikiloblastik/Sieve Texture yaitu tekstur porfiroblastik dengan porphyroblasts tampak melingkupi beberapa kristal yang lebih kecil.
Mortar teksture, apabila fragmen mineral yang lebih besar terdapat pada massa dasar material yang berasal dari kirstal yang sama yang terkena pemecahan (crushing).
Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan polimeneralik yang tidak menunjukkan keteraturan orientasi.
Sacaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir. Batuan mineral yang hanya terdiri dari satu tekstur saja, sering disebut
bertekstur homeoblastik, sedangkan batuan yang mempunyai lebih dari satu tekstur disebut bertekstur heteroblastik.
VIII. PENAMAAN DAN KLASIFIKASI BATUAN METAMORF
Tatanama batuan metamorf secara umum tidak sesismatik penamaan batuan beku
atau sedimen. Kebanyakan nama batuan metamorf didasarkan pada kenampakan
struktur dan teksturnya. Untuk memperjelas banyak dipergunakan kata tambahan
yang menunjukkan ciri khusus batuan metamorf tersebut, misalnya keberadaan
mineral pencirinya (contohnya sekis klorit) atau nama batuan beku yang
mempunyai komposisi yang sama (contohnya granite gneiss). Beberapa nama
batuan juga berdasarkan jenis mineral penyusun utamanya (contohnya kuarsit)
atau dapat pula dinamakan berdasarkan fasies metamorfiknya (misalnya granulit).
Selain batuan yang penamaannya berdasarkan struktur, batuan metamorf lainnya
yang banyak dikenal antara lain :
Amphibolit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral utama penyusunnya adalah amfibol(umumnya hornblende) dan plagioklas. Batuan ini dapat menunjukkan schystosity bila mineral prismatiknya terorientasi.
Eclogit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral penyusun utamanya adalah piroksen ompasit (diopsid kaya sodium dan aluminium) dan garnet kaya pyrope.
Granulit, yaitu tekstur batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang tersusun oleh mineral utama kuarsa dan felspar serta sedikit piroksen dan garnet. Kuarsa dan garnet yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneissic.
Serpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir semuanya berupa mineral kelompok serpentin. Kadang dijumpai mineral tambahan seperti klorit, talk dan karbonat yang umumnya berwarna hijau.
Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat (kalsit atau dolomit) dan umumnya bertekstur granoblastik.
Skarn, Yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral calc-silikat seperti garnet, epidot. Umumnya terjadi karena perubahan komposisi batuan disekitar kontak dengan batuan beku.
Kuarsit, Yaitu batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa. Soapstone, Yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral utama talk. Rodingit, Yaitu batuan metamorf dengan komposisi calc-silikat yang terjadi
akibat alterasi metasomatik batuan beku basa didekat batuan beku ultrabasa yang mengalami serpentinitasi. (Diktat praktikum petrologi, 2007)
STRUKTUR CIRI LAIN KOMPOSISI
MINERAL UTAMA
GENESA NAMA
BATUAN
FOLIASI SLATY
CLEAVAGE
- Abu-abu
kehitaman,
hijau, merah
- Kilap
suram
- Belahan
berkembang
baik
Klorit Mika Kwarsa - Metamorfosa
regional
- Dari
mudstone,
siltstone,
claystone dll
BATU
SABAK
(SLATE)
- Kehijauan
atau merah
- Kilap
sutera
- Belahan
tidak
berkembang
baik
FILIT
SCHISTOSE - Foliasi
kadang-
kadang
bergelombang
- Kadang-
kadang hadir
garnet
Amphibole Metamorfosa
Regional
SEKIS
GNEISSIC Kwarsa dan
feldspar
nampak
berselang
seling dengan
lapisan tipis
yang kaya
amphibol dan
mika
Piroksen Metamorfosa
Regional
GENIS
NON FOLIASI - Warna
beragam
KWARSA KWARSIT
- Lebih keras
dibanding
kaca
- Warna
gelap
- Berbutir
halus
- Lebih
keras
dibanding
gelas
KWARSA/MIKA Metamorfosa
Termal/Kontak
HORNFELS
- Warna putih
sampai
dengan hitam
- Kadang
masih
terdapat fosil
- Lebih keras
dibanding
kuku jari
- Bereaksi
dengan HCl
DOLOMIT
Atau
KALSIT
MARMER
- Hijau
terang sampai
gelap
- Kilap
berminyak
- Lebih
keras dari
kuku jari
SERPENTIN
SERPENTIN
- Hitam
- Pecahan
konkoidal
- Lebih
keras dari
―ANTRASITE
COAL‖
TABEL IDENTIFIKASI BATUAN METAMORF
Mekanika Batuan Posted by sangminer on 28 Februari 2012
Mekanika batuan merupakan ilmu teoritis dan terapan tentang perilaku mekanik
batuan, berkaitan dengan respons batuan atas medan gaya dari lingkungan
sekitarnya (Deere, D.V., dalam Stagg & Zienkiewicz, 1968)
Mekanika batuan mempelajari :
1) Mekanisme deformasi kristal-kristal mineral yang mengalami tekanan tinggi
pada temperatur tinggi
2) Perilaku triaksial batuan di laboratorium
3) Stabilitas dinding terowongan, bahkan :
4) Mekanisme pergerakan-pergerakan kerak bumi sendiri, dalam hal ini jelas
geologi berperan, antara lain material-material yang terlibat :
- masa batuan yang keberadaannya tidak terlepas dari lingkungan geologi atau
dihasilkan dari lingkungan geologi
- karakter fisiknya, yang merupakan fungsi dari cara terjadinya dan dari semua
proses yang terlibat
- stabilitas dinding terowongan, bahkan
- sejarah geologi pada lokasi kejadian
PENTINGNYA LITOLOGI DAN JENIS BATUAN
Litologi suatu batuan memberikan acuan tentang mineraloginya, tekstur, kemas
yang mengarahkan kepada klasifikasi yang dapat diterima ; (lithology = ilmu
tentang batuan).
kuku jari
- Abu-abu
hijau sampai
abu-abu biru
- Kilap
berminyak
- Lebih
lunak dari
kuku jari
Pentingnya klasifikasi yang dapat diterima :
Jenis batuan, mineralogy, tekstur, fabric (kemas) —> deskriptif terminologi —>
sistem klasifikasi yang dapat diterima, misalnya: oolitic limestone, bituminous
shale.
Jenis batuan sama bisa memberikan rentang nilai sifat mekanik yang
panjang Cenderung lithologic name ditinggalkan, diganti dengan nama kelas yang
menggunakan sifat mekanik —> tetap dipertahankan untuk beberapa alasan :
1) Setidaknya ada rentang nilai
Untuk jenis batuan tertentu sebagian rentang harganya tinggi/panjang, sebagian
lagi pendek. Misalnya: limestone 5.000 lb/in2 hingga 35.000 lb/in
2 (rentang harga
30.000; 1 lb/in2 = 0,70307 Ton/m
2); rock salt, garam batuan, 3.000 – 5.000 lb/in
2
—> rentang harga 2.000 saja.
2) Sehubungan dengan tekstur, fabric, structural anisotropy dalam batuan yang
terbentuk secara khusus (a particular origin); misalnya:
a. batuan beku, umumnya punya suatu fabric yang padat dan interlocking, yang
hanya sedikit saja memiliki perbedaan sifat mekanik ke arah-arah yang berbeda.
b. batuan sedimen berlapis anisotropy in mechanical properties
c. batuan metamorf, foliasi —> lebih-lebih anisotropy
Prinsip Dasar Mekanika Batuan
Mengenal dan menafsirkan tentang asal-usul dan mekanisme pembentukan
suatu struktur geologi akan menjadi lebih mudah apabila kita memahami
prinsip-prinsip dasar mekanika batuan, yaitu tentang konsep gaya (force),
tegasan (stress), tarikan (strain) dan faktor-faktor lainnya yang
mempengaruhi karakter suatu materi/bahan.
· Gaya (Force)
Gaya merupakan suatu vektor yang dapat merubah gerak dan arah
pergerakan suatu benda. Gaya dapat bekerja secara seimbang terhadap
suatu benda (seperti gaya gravitasi dan elektromagnetik) atau bekerja hanya
pada bagian tertentu dari suatu benda (misalnya gaya-gaya yang bekerja di
sepanjang suatu sesar di permukaan bumi).
Gaya gravitasi merupakan gaya utama yang bekerja terhadap semua
obyek/materi yang ada di sekeliling kita. Besaran (magnitud) suatu gaya
gravitasi adalah berbanding lurus dengan jumlah materi yang ada, akan
tetapi magnitud gaya di permukaan tidak tergantung pada luas kawasan
yang terlibat. Satu gaya dapat diurai menjadi 2 komponen gaya yang
bekerja dengan arah tertentu, dimana diagonalnya mewakili jumlah gaya
tersebut. Gaya yang bekerja diatas permukaan dapat dibagi menjadi 2
komponen yaitu: satu tegak lurus dengan bidang permukaan dan satu lagi
searah dengan permukaan.
Pada kondisi 3-dimensi, setiap komponen gaya dapat dibagi lagi menjadi dua
komponen membentuk sudut tegak lurus antara satu dengan lainnya. Setiap
gaya, dapat dipisahkan menjadi tiga komponen gaya, yaitu komponen gaya
X, Y dan Z.
· Tekanan Litostatik
Tekanan yang terjadi pada suatu benda yang berada di dalam air dikenal
sebagai tekanan hidrostatik. Tekanan hidrostatik yang dialami oleh suatu
benda yang berada di dalam air adalah berbanding lurus dengan berat
volume air yang bergerak ke atas atau volume air yang dipindahkannya.
Sebagaimana tekanan hidrostatik suatu benda yang berada di dalam air,
maka batuan yang terdapat di dalam bumi juga mendapat tekanan yang
sama seperti benda yang berada dalam air, akan tetapi tekanannya jauh
lebih besar ketimbang benda yang ada di dalam air, dan hal ini disebabkan
karena batuan yang berada di dalam bumi mendapat tekanan yang sangat
besar yang dikenal dengan tekanan litostatik. Tekanan litostatik ini menekan
kesegala arah dan akan meningkat ke arah dalam bumi.
· Tegasan (Stress forces)
Tegasan adalah gaya yang bekerja pada suatu luasan permukaan dari suatu
benda. Tegasan juga dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi yang terjadi
pada batuan sebagai respon dari gaya-gaya yang berasal dari luar. Tegasan
dapat didefinisikan sebagai gaya yang bekerja pada luasan suatu permukaan
benda dibagi dengan luas permukaan benda tersebut: Tegasan (P)= Daya (F)
/ luas (A).
Tegasan yang bekerja pada salah satu permukaan yang mempunyai
komponen tegasan prinsipal atau tegasan utama, yaitu terdiri daripada 3
komponen, yaitu: σP, σQ dan σR. Tegasan pembeda adalah perbedaan antara
tegasan maksimal (σP) dan tegasan minimal (σR). Sekiranya perbedaan gaya
telah melampaui kekuatan batuan maka retakan/rekahan akan terjadi pada
batuan tersebut. Kekuatan suatu batuan sangat tergantung pada besarnya
tegasan yang diperlukan untuk menghasilkan retakan/rekahan.
· Gaya Tarikan (Tensional Forces)
Gaya Tegangan merupakan gaya yang dihasilkan oleh tegasan, dan
melibatkan perubahan panjang, bentuk (distortion) atau dilatasi (dilation)
atau ketiga-tiganya.
Bila terdapat perubahan tekanan litostatik, suatu benda (homogen) akan
berubah volumenya (dilatasi) tetapi bukan bentuknya. Misalnya, batuan
gabro akan mengembang bila gaya hidrostatiknya diturunkan.
Perubahan bentuk biasanya terjadi pada saat gaya terpusat pada suatu
benda. Bila suatu benda dikenai gaya, maka biasanya akan dilampaui ketiga
fasa, yaitu fasa elastisitas, fasa plastisitas, dan fasa pecah. Bahan yang rapuh
biasanya pecah sebelum fase plastisitas dilampaui, sementara bahan yang
plastis akan mempunyai selang yang besar antara sifat elastis dan sifat untuk
pecah. Hubungan ini dalam mekanika batuan ditunjukkan oleh tegasan dan
tarikan.
Kekuatan batuan, biasanya mengacu pada gaya yang diperlukan untuk
pecah pada suhu dan tekanan permukaan tertentu. Setiap batuan
mempunyai kekuatan yang berbeda-beda, walaupun terdiri dari jenis yang
sama. Hal ini dikarenakan kondisi pembentukannya juga berbeda-beda.
Batuan sedimen seperti batupasir, batugamping, batulempung kurang kuat
dibandingkan dengan batuan metamorf (kuarsit, marmer, batusabak) dan
batuan beku (basalt, andesit, gabro).
Batuan yang terdapat di Bumi merupakan subyek yang secara terus menerus
mendapat gaya yang berakibat tubuh batuan dapat mengalami
pelengkungan atau keretakan. Ketika tubuh batuan melengkung atau retak,
maka kita menyebutnya batuan tersebut terdeformasi (berubah bentuk dan
ukurannya). Penyebab deformasi pada batuan adalah gaya tegasan
(gaya/satuan luas). Oleh karena itu untuk memahami deformasi yang terjadi
pada batuan, maka kita harus memahami konsep tentang gaya yang bekerja
pada batuan. Tegasan (stress) dan tegasan tarik (strain stress) adalah gaya
gaya yang bekerja di seluruh tempat dimuka bumi. Salah satu jenis tegasan
yang biasa kita kenal adalah tegasan yang bersifat seragam (uniform-stress)
dan dikenal sebagai tekanan (pressure). Tegasan seragam adalah suatu gaya
yang bekerja secara seimbang kesemua arah. Tekanan yang terjadi di bumi
yang berkaitan dengan beban yang menutupi batuan adalah tegasan yang
bersifat seragam. Jika tegasan kesegala arah tidak sama (tidak seragam)
maka tegasan yang demikian dikenal sebagai tegasan diferensial.
Tegasan diferensial dapat dikelompokaan menjadi 3 jenis, yaitu:
· Tegasan tensional (tegasan extensional) adalah tegasan yang dapat
mengakibatkan batuan mengalami peregangan atau mengencang.
· Tegasan kompresional adalah tegasan yang dapat mengakibatkan
batuan mengalami penekanan.
· Tegasan geser adalah tegasan yang dapat berakibat pada tergesernya
dan berpindahnya batuan.
Ketika batuan terdeformasi maka batuan mengalami tarikan. Gaya tarikan
akan merubah bentuk, ukuran, atau volume dari suatu batuan. Tahapan
deformasi terjadi ketika suatu batuan mengalami peningkatan gaya tegasan
yang melampaui 3 tahapan pada deformasi batuan.
di bawah memperlihatkan hubungan antara gaya tarikan dan gaya tegasan
yang terjadi pada proses deformasi batuan.
· Deformasi yang bersifat elastis (Elastic Deformation) terjadi apabila
sifat gaya tariknya dapat berbalik (reversible).
· Deformasi yang bersifat lentur (Ductile Deformation) terjadi apabila
sifat gaya tariknya tidak dapat kembali lagi (irreversible).
· Retakan / rekahan (Fracture) terjadi apabila sifat gaya tariknya yang
tidak kembali lagi ketika batuan pecah/retak.
Kita dapat membagi material menjadi 2 (dua) kelas didasarkan atas sifat
perilaku dari material ketika dikenakan gaya tegasan padanya, yaitu :
· Material yang bersifat retas (brittle material), yaitu apabila sebagian
kecil atau sebagian besar bersifat elastis tetapi hanya sebagian kecil bersifat
lentur sebelum material tersebut retak/pecah
· Material yang bersifat lentur (ductile material) jika sebagian kecil
bersifat elastis dan sebagian besar bersifat lentur sebelum terjadi peretakan /
fracture
Bagaimana suatu batuan / material akan bereaksi tergantung pada beberapa
faktor, antara lain adalah:
Temperatur – Pada temperatur tinggi molekul molekul dan ikatannya dapat
meregang dan berpindah, sehingga batuan/material akan lebih bereaksi
pada kelenturan dan pada temperatur, material akan bersifat retas.
Tekanan bebas – pada material yang terkena tekanan bebas yang besar akan
sifat untuk retak menjadi berkurang dikarenakan tekanan disekelilingnya
cenderung untuk menghalangi terbentuknya retakan. Pada material yang
tertekan yang rendah akan menjadi bersifat retas dan cenderung menjadi
retak.
Kecepatan tarikan – Pada material yang tertarik secara cepat cenderung
akan retak. Pada material yang tertarik secara lambat maka akan cukup
waktu bagi setiap atom dalam material berpindah dan oleh karena itu maka
material akan berperilaku / bersifat lentur.
Komposisi – Beberapa mineral, seperti Kuarsa, Olivine, dan Feldspar
bersifat sangat retas. Mineral lainnya, seperti mineral lempung, mica, dan
kalsit bersifat lentur. Hal tersebut berhubungan dengan tipe ikatan kimianya
yang terikat satu dan lainnya. Jadi, komposisi mineral yang ada dalam
batuan akan menjadi suatu faktor dalam menentukan tingkah laku dari
batuan. Aspek lainnya adalah hadir tidaknya air. Air kelihatannya berperan
dalam memperlemah ikatan kimia dan mengitari butiran mineral sehingga
dapat menyebabkan pergeseran. Dengan demikian batuan yang bersifat
basah cenderung akan bersifat lentur, sedangkan batuan yang kering akan
cenderung bersifat retas.
KLASIFIKASI KETEKNIKAN —> BATUAN PADU (INTACT ROCK)
a. Batuan padu (Intact rock)
merupakan material batuan yang dapat diambil sebagai sample dan diuji di
laboratorium, dan bebas dari kemampuan structural berskala besar, misalnya
kekar, bidang-bidang perlapisan, zona gerusan (shear zones).
Klasifikasi batuan padu berdasarkan 2 sifat keteknikan, yaitu:
- Ketahanan kompresif satu-sumbu σa(ult) (uni axial compressive strength)
- Modulus of elasticity, Et = tangen modulus pada 50% ultimate strength),
ketahanan kompresif hasil uji spesimen dengan nisbah ukuran panjang : diameter
(h : D) paling tidak = 2 : 1. h : D = 2:1, malah boleh lebih besar
Batuan diklasifikasikan baik atas dasar strength maupun modulus ratio —>
sebagai AM, BL, BH, CM dan seterusnya.
Modulus-ratio = Et / σa (ult)
Et = target modulus pada 50% ultimate (final maximum) strength
σa(ult) = qu = unconfined / uniaxial compressive trength (UCS)
(http://bosstambang.com/Surface-Mining/mekanika-batuan.html)
Sifat Fisik Batuan
Porositas Porositas didefinisikan sebagai perbandingan volume pori-pori (yaitu volume
yang ditempati oleh fluida) terhadap volume total batuan. Ada dua jenis porositas
yaitu porositas antar butir dan porositas rekahan. Secara matematis porositas dapat
dituliskan sebagai berikut:
Sebagai contoh, apabila batuan mempunyai media berpori dengan volume 0,001
m3, dan media berpori tersebut dapat terisi air sebanyak 0,00023 m
3, maka
porositasnya adalah:
Pada kenyataannya, porositas didalam suatu sistem panasbumi sangat bervariasi.
Contohnya didalam sistem reservoir rekah alami, porositas berkisar sedikit lebih
besar dari nol, akan tetapi dapat berharga sama dengan satu (1) pada rekahannya.
Pada umumnya porositas rata-rata dari suatu sistem media berpori berharga antara
5 – 30%.
Kecepatan Aliran Fluida
Kecepatan aliran darcy atau flux velocity (v) adalah laju alir rata-rata volume flux
per satuan luas penampang di media berpori. Sedangkan kecepatan rata-rata fluida
yang melalui media berpori dikenal sebagai interstitial velocity (u). Hubungan
antara kedua parameter kecepatan tersebut adalah sebagai berikut:
Harga flux velocity pada umumnya sekitar 10-6
m/s. Besarnya interstitial velocity
digunakan untuk kecepatan suatu partikel (partikel kimia penjejak atau tracer)
yang mengalir pada media berpori.
Permeabilitas
Permeabilitas adalah parameter yang memvisualisasikan kemudahan suatu fluida
untuk mengalir pada media berpori. Parameter ini dihubungkan dengan kecepatan
alir fluida oleh hukum Darcy seperti di bawah ini
Tanda negatif dalam persamaan di atas menunjukkan bahwa apabila tekanan
bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan arah dengan
pertambahan tekanan tersebut. Dari persamaan (2.3) dapat dinyatakan bahwa
kecepatan alir fluida (kecepatan flux) berbanding lurus dengan k/m, dimana
didalam teknik perminyakan, k/m dikenal sebagai mobility ratio.
Permeabilitas mempunyai arah, dimana ke arah x dan y biasanya mempunyai
permeabilitas lebih besar dari pada ke arah z. Sistem ini disebut anisotropic.
Apabila permeabilitas tersebut seragam ke arah horizontal maupun vertikal
disebut sistem isotropik.
Satuan permeabilitas adalah m2. Pada umumnya pada reservoir panasbumi,
permeabilitas vertikal berkisar antara 10-14
m2, dengan permeabilitas horizontal
dapat mencapai 10 kali lebih besar dari permeabilitas vertikalnya (sekitar 10-13
m2). Satuan permeabilitas yang umum digunakan didunia perminyakan adalah
Darcy (1 Darcy = 10-12
m2).
Densitas Batuan
Densitas batuan dari batuan berpori adalah perbandingan antara berat terhadap
volume (rata-rata dari material tersebut). Densitas spesifik adalah perbandingan
antara densitas material tersebut terhadap densitas air pada tekanan dan
temperatur yang normal, yaitu kurang lebih 103 kg/m
3.
Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui, dalam mekanika
batuan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu ;
a. Sifat fisik batuan seperti bobot isi ‖Spesific Gravity‖ porositas dan absorbsi
‖Void Ratio‖.
b. Sifat mekanika batuan seperti kuat tekan, kuat tarik, modulus elastisitas, ‖
Poisson `s Ratio‖.
Kedua sifat tersebut dapat ditentukan, pada umumnya ditentukan terhadap sampel
yang diambil dari lapangan. Satu persatu dapat digunakan untuk menentukan
kedua sifat batuan. Pertama-tama adalah penetuan sifak fisik batuan yang
merupakan pengujian tanpa merusak (Non Destructive Test), kemudian
dilanjutkan dengan penentuan sifat mekanik batuan yang merupakan pengujian
merusak (Destructive Test) sehingga contoh fasture (hancur).
Pembutan contoh batuan dapat dilakukan dilaboratorium maupun dilapangan
(insitu). Pembuatan percontohan dilaboratorium dilakukan dari blok batuan yang
diambil dilapangan hasil pemboran Core (inti). Sampel yang didapat berbentuk
selinder dengan diameter pada umumnnya antara 50-70 mm dan tingginya dua
kali diameter tersebut. Ukuran percontohan dapat lebih kecil dari ukuran yang
disebut diatas tergantung maksud pengujian.
Pengujian ini dilakukan pada inti bor (core) dengan contoh berbentuk silinder
dengan dimeter 50-70 mm kemudian dipotong dengan mesin untuk mendapatkan
ukuran tinggi dua kali diameternya.
Kemudian conto yang diambil dimasukkan eksikator dan udara yang ada dalam
eksikator dihisap sehingga conto dalam keadaan vacum.
Dari conto yang didalam eksikator didapatkan nilai berat jenis,berat jenuh
tergantung dalam air dan berat kering conto.