bentuk bentuk perusahaan.docx

35
Pengertian perusahaan Dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia menggunakan barang dan jasa yang merupakan hasil kegiatan produksi. Kegiatan produksi yang dilakukan secara terorganisir dengan menggunakan faktor-faktor produksi umumnya dilakukan oleh perusahaan. Dengan demikian perusahaan diartikan sebagai bagian teknis dari kesatuan organisasi modal dan tenaga kerja yang bertujuan menghasilkan barang-barang atau jasa. Definisi yang lain menurut beberapa sumber: 1. Dalam pandangan pemerintah belanda, Perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dijalankan secara tidak terputus-putus dengan terang-terangan dalam kedudukan tertentu dan untuk mencari laba. 2. Prof. Molengraaff, Perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, untuk mendpatkan penghasilan, dengan cara memperniagakan barang-barang, menyerahkan barang- barang, atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan. 3. Menurut UU Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan Pasal 1b adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, terus menerus, dan didirikan, bekerja serta

Upload: diinadehaphap

Post on 22-Nov-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pengertian perusahaanDalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia menggunakan barang dan jasa yang merupakan hasil kegiatan produksi. Kegiatan produksi yang dilakukan secara terorganisir dengan menggunakan faktor-faktor produksi umumnya dilakukan oleh perusahaan. Dengan demikian perusahaan diartikan sebagai bagian teknis dari kesatuan organisasi modal dan tenaga kerja yang bertujuan menghasilkan barang-barang atau jasa.Definisi yang lain menurut beberapa sumber:1. Dalam pandangan pemerintah belanda, Perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dijalankan secara tidak terputus-putus dengan terang-terangan dalam kedudukan tertentu dan untuk mencari laba.2. Prof. Molengraaff, Perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, untuk mendpatkan penghasilan, dengan cara memperniagakan barang-barang, menyerahkan barang-barang, atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan.3. Menurut UU Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan Pasal 1b adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, terus menerus, dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah NKRI dengan tujuan memperoleh keuntungn atau laba.4. Menurut UU Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus-menerus dengan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang-perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

Pengertian badan usahaPada umumnya orang cenderung memahami bahwa perusahaan dengan badan usaha adalah sama. Namun jika kita menganalisis lebih mendalam, ternyata ada perbedaan pengertian antara perusahaan dan badan usaha.Badan Usaha adalah kesatuan yuridis dan ekonomi yang mengelola perusahaan untuk menghasilkan keuntungan.Perusahaan adalah bagian tekhnis dari kesatuan ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa.Jadi pengertian badan usaha adalah kesatuan yuridis dan ekonomis dari faktor-faktor produksi yang bertujuan mencari keuntungan dengan memberi layanan kepada konsumen yang memerlukan. Disebut kesatuan yuridis karena badan usaha umumnya berbadan hukum yang melakukan kegiatan ekonomi untuk memperoleh keuntungan.Bentuk-bentuk badan usaha di Indonesia merupakan bentuk-bentuk yang mengadopsi bentuk usaha yang ada di Belanda. Adapun bentuk-bentuk badan usaha tersebut akan diuraikan secara singkat seloagai berikut:1. Perusahaan Perorangan/Perusahaan Dagang2. Persekutuan Perdata/Maatschaap3. Perseroan Firma4. Persekutuan Komanditer (CV)5. Perseroan Terbatas (PT)6. Yayasan7. Koperasi8. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)Perusahaan Perorangan/Perusahaan DagangUsaha Dagang atau yang dalam praktek sering disingkat dengan U D dalam bahasa Inggris disebut dengan Sole Proprietorship, merupakan suatu cara berbisnis secara pribadi dan sendiri (tanpa partner) tanpa mendirikan suatu badan hukum, dan karenanya tidak ada harta khusus yang disisihkan sebagaimana badan bhalnya dengan suatu badan hukum. Karena itu pula, jika ada tuntutan dari pihak lain, maka tanggung jawabnya secara hukum adalah tanggung jawab pribadi dari pemilik/pendiri dari usaha dagang tersebut. Perusahaan dagang merupakan bentuk peralihan antara bentuk partnership dan dapat pula dimungkinkan sebagai one man Corporation atau een manszaak. Dalam hubungan ini dapat pula diberlakukan Pasal 6 dan Pasal 18 KUHDagang.Persekutuan Perdata/MaatschaapAdalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu (inbreng) ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang diperoleh karenanya. Ketentuan mengenai persekutuan perdata diatur dalam Buku III, Bab 8 Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1623 KUHPerdata.Perseroan FirmaYang dimaksud dengan firma (partnership) adalah suatu usaha bersama antara dua orang atau lebih yang dimaksudkan untuk menjalankan suatu usaha di bawah suatu nama bersama. Peruahan dalam bentuk firma ini diawal penyebutan namanya sering disingkat dengan Fa. Misalnya, Fa. Hasan &Co.Setiap partner dalam suatu firma dapat mengikat dan bertindak untuk mengatas nama perusahaan, sungguhpun ke dalam mungkin ada pembagian tugas di antara para partner. Misalnya, ada partner yang menjadi semacam managing partner.Perseroan Firma diatur dalam KUHDagang Pasal 16 sampai dengan Pasal 35. Perseroan Firma merupakan suatu maatschaap (persekutuan perdata) khusus seperti yang ditetapkan oleh Pasal 1623 KUHPerdata dan juga dapat melakukan perbuatan perusahaan. Ketentuan mengenai persekutuan perdata menurul Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652 KUHPerdata diberlakukan juga terhadap perseroan firma sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan pasal dalam KUHDagang.Proses Pendirian FirmaTerbagi ke dalam beberapa tahap sebagai berikut:a. Tahap Akta OtentikSuatu firma harus didirikan dengan suatu akta otentik, dalam hal ini dengan suatu akta notaris. Apabila suatu firma tidak didirikan dengan akta otentik, maka hal tersebut tidak berpengaruh terhadap pihak ketiga. Artinya, ketidakadaan akta otentik tersebut tidak boleh dipergunakan sebagai alasan yang merugikan pihak ketiga.b. Tahap Pendaftaran Akta FirmaSetelah akta firma dibuat dengan akta notaris, maka akta firma tersebut haruslah didaftarkan dalam suatu register khusus yang tersedia di kepaniteraan Pengadilan Negeri di wilayahnya firma tersebut mempunyai tempat kedudukan.c. Tahap Pengumuman dalam Berita NegaraSatu petikan akta firma harus pula diumumkan dalam Berita Negara agar pihak ketiga mengetahuinya dan agar peruahaan firma tersebut berlaku dan mengikat pihak ketiga.Isi ikhtisar resmi akta pendirian firma dapat dilihat di Pasal 26 KUHD yang harus memuat sebagai berikut:1. Nama, nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal para sekutu firma2. Pernyataan firmanya dengan menunjukan apakah persekutuan itu umum ataukah terbatas pada suatu cabang khusus perusahaan tertentu dan dalam hal terakhir dengan menunjukan cabang khusus itu3. Penunjukan para sekutu yang tidak diperkenankan bertanda tangan atas nama firma4. Saat mulai berlakunya persekutuan dan saat berakhirnya5. Dan selanjutnya, pada umumnya bagian-bagian dari perjanjiannya yang harus dipakai untuk menentukan hak-hak pihak ketiga terhadap para sekutu.Pada umumnya Persekutuan Firma disebut juga sebagai perusahaan yang tidak berbadan hukum karena firma telah memenuhi syarat/unsur materiil namun syarat/unsur formalnya berupa pengesahan atau pengakuan dari Negara berupa peraturan perundang-undangan belum ada. Hal inilah yang menyebabkan Persekutuan Firma bukan merupakan persekutuan yang berbadan hukum.Di dalam mendirikan Firma, kita harus merujuk kepada ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Indonesia, walaupun badan usaha Firma tidak memiliki kompleksitas organ perusahaan yang tinggi.Adapun pendirian Firma telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dengan cukup lengkap, terutama dalam Pasal 22 hingga Pasal 29 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Adapun pendirian Firma dalam Pasal 22 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang menjelaskan bahwa, tiap-tiap persekutuan Firma harus didirikan dengan akta otentik, akan tetapi ketiadaan akta demikian tidak dapat ditemukan untuk merugikan pihak ketiga.Ada tiga unsur penting dalam isi Pasal di atas, yang dapat diuraikan sebagai berikut :1. Firma harus didirikan dengan akta otentik;2. Firma dapat didirikan tanpa akta otentik;3. Akta yang tidak otentik tidak boleh merugikan pihak ketiga.Dapat disimpulkan, bahwa akta dalam pembentukan Firma hanyalah berfungsi sebagai alat bukti untuk memudahkan pembuktian berdirinya suatu Firma dan perincian hak dan kewajiban masing-masing anggota. Setelah Firma didirikan, maka Firma harus didaftarkan kepada Panitera Pengadilan Negeri setempat, dan pendaftaran Firma dapat berupa petikan akta saja (Pasal 23-25 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang diatur lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan).Dalam Pasal 28 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, akta Firma yang telah didaftarkan, harus diumumkan dalam Berita Negara. Apabila akta Firma tersebut tidak didaftarkan kepada Panitera, maka pendirian Firma tersebut hanya dianggap sebagai persekutuan umum, didirikan tanpa batas, dianggap tidak ada sekutu yang dikecualikan bertindak atas nama Firma (Pasal 29 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang).Kelebihan:- Modalnya lebih besar karena gabungan beberapa orang- Kelangsungan hidup lebih terjamin karena dikelola oleh beberapa orang- Bisa memanfaatkan keahlian masing-masing sekutuKelemahan:- Tanggung jawab pemilik yang tidak terbatas terhadap hutang perusahaan- Mudah terjadi perselisihan diantara sekutu perusahaan- Apabila salah satu sekutu (firmant) melakukan kesalahan akibatnya ditanggung olehseluruh anggota firma.Ciri dan Sifat Firma:- Apabila terdapat hutang tak terbayar, maka setiap pemilik wajib melunasi dengan harta pribadi- Setiap anggota firma memiliki hak untuk menjadi pemimpin- Seorang anggota tidak berhak memasukkan anggota baru tanpa seizin anggota yang lainnya.- keanggotaan firma melekat dan berlaku seumur hidup- seorang anggota mempunyai hak untuk membubarkan firma- pendiriannya tidak memelukan akte pendirian- mudah memperoleh kredit usaha

Sistem Tanggung Jawab Para Partner dalam FirmaTerhadap setiap tindakan yang dilakukan untuk dan atas nama firma, maka yang bertanggung jawab secara hukum adalah para persero itu secara renteng untuk seluruh hutang (jointly and severally) dari firma tersebut, tanpa melihat siapakah di antara persero tersebut yang secara riil melakukan tindakan tersebut. Ini adalah wajar mengingat suatu firma bukanlah suatu badan hukum, sehingga tidak ada kekayaan yang khusus disisihkan untuk berbisnis, tetapi harta yang dipergunakan untuk berbisnis adalah harta pribadi para persero tersebut.Pengaturan Firma dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak hanya mengatur mengenai pendirian Firma, tetapi telah mengatur hingga mengenai pembubaran Firma. Pembubaran Firma telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang terutama di dalam Pasal 31 hingga Pasal 35, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:1. Perubahan harus dinyatakan dengan data otentik;2. Perubahan akta harus didaftarkan kepada Panitra Pengadilan Negri;3. Perubahan akta harus diumumkan dalam berita negara;4. Perubahan akta yang tidak diumumkan akan mengikat pihak ketiga;5. Pemberesan oleh persero adalah pihak lain yang disepakati atau yang ditunjuk oleh Pengadilan.Perlu diketahui, bahwa sebab-sebab berakhimya Firma adalah sama seperti maatschap dalam menangani utang-piutang Firma, yang diantaranya : dana Firma yang digunakan Apabila kekayaan Firma tidak cukup, maka mitra harus memberi kontribusi sesuai bagiannya. Bila kekayaan Firma tersisa setelah pembayaran semua hutang-hutangnya, kekayaannya akan dibagikan diantara para mitra menurut ketentuan perjanjian Firma (Pasal 32 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang).Perlu diketahui juga, bahwa keberadaan hidup Firma tidak terjamin karena bila ada anggota yang meninggal dunia, maka Firma bubar karena sifatnya pribadi (personallife), maka tidak dialihkan.

Persekutuan Komanditer (CV)Bentuk perusahaan yang disebut dengan Commanditaire Vennootschap sering disingkat CV, merupakan suatu bentuk badan usaha yang diirikan oleh dua orang atau lebih, dimana satu orang atau lebih dan pendirinya adalah persero aktif, yakni yang aktif menjalankan perusahaan dan akan bertanggung jawab secara penuh atas kekayaan pribadinya, sementara satu orang lain atau lebih merupakan persero pasif (persero kamanditer), dimana dia bertanggung jawab sebatas uang yang dia setor saja. Dari pengetian CV diatas, terlihat bahwa bentuk usaha komanditer tersebut merupakan bentuk kombinasi antara perseroan terbatas dengan perusahaan firma karena suatu CV memiliki karakteristik perseroan terbatas (PT) dan firma sekaligus.Persekutuan Komanditer pada dasarnya pengaturannya adalah sama dengan perseroan firma yaitu Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 KUHDagang khususnya Pasal 19 sampai dengan Pasal 21 KUHDagang dan Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652 KUHPerdata dan Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1456 KUHPerdata. Perbedaan antara perseroan firma dengan CV hanya terletak pada terdapatnya sekutu pelepas uang.Ciri dan Sifat CV :- sulit untuk menarik modal yang telah disetor- modal besar karena didirikan banyak pihak- mudah mendapatkan kridit pinjaman- ada anggota aktif yang memiliki tanggung jawab tidak terbatas dan ada yang pasif tinggal menunggu keuntungan- relatif mudah untuk didirikan- kelangsungan hidup perusahaan CV tidak menentu

Kelebihan:- Cara pendiriannya mudah- Modalnya relatif besar yang bersumber dari para sekutu- Sistem pengelolaan lebih baik- Mudah memperoleh kredit dari bank

Kelemahan:- Sekutu aktif memikul tanggungjawab yang tidak terbatas- kelangsungan usaha sewaktu-waktu dapat terganggu- kesulitan untuk menarik modal yang telah disertakanPerseroan Terbatas (PT) Perseroan Terbatas adalah bentuk yang paling populer dari semua bentuk usaha bisnis. Yang dimaksud dengan perseroan terbatas menurut hukum Indonesia adalah suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian antara dua orang atau lebih, untuk melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham-saham. Pengaturan Perseroan Terbatas (PT) dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1995. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan atas perjanjian, melakukan kegiatan Usaha dengan modal dasar yang terbagi ke dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang (Pasal 1 ayat 1 UUPT).Kelebihan:- Mudah memperoleh/menambah modal dengan jalan menjual saham- Keprofesionalan pengelola lebih bisa diandalkan- Pemilik saham dapat sewaktu-waktu memindahtangankan atau menjualnya kepadaorang lain- Tanggung jawab pemilik sebatas saham yang dimilikinya- Mudah memperoleh kredit dari bankKelemahan:- Proses pendirian memerlukan perijinan yang lama dan berbelit- Spekulasi saham dibursa saham menyebabkan labilnya permodalan perusahaan- Rahasia badan usaha kurang terjaminProses Pendirian Perseroan TerbatasTerdiri dari empat tahap sebagai berikut:a. Tahap Akta NotarisAkta notaris tersebut diperlukan untuk merumuskan akta pendirian perseroan yang di dalamnya terdapat anggaran dasar perseroan tersebut. Pada saat proses pendirian di depan notaris ini, maka minimal 50% dari modal ditempatkan sudah harus disetor. Pada saat tersebut nama perseroan terbatas harus sudah ada dan harus di-reserve terlebih dahulu dari departemen kehakiman.b. Tahap PengesahanAkta pendirian perseroan terbatas yang dibuat oleh notaris tersebut, yang di dalamnya terdapat anggaran dasar, haruslah diajukan kepada Menteri Kehakiman untuk mendapatkan pengesahannya. Saat itu, maka telah mendapat status badan hukum.c. Tahap Pendaftaran dalam Daftar PerusahaanSetelah pengesahan, perusahaan tersebut harus didaftarkan dalam daftar perusahaan, yakni suatu daftar yang khusus disediakan untuk itu.d. Tahap Pengumuman dalam Bisnis NegaraPengumuman dalam berita negara merupakan tahap terakhir dalam proses pendirian suatu perseroan terbatas. Hal ini dilakukan untuk memenuhi unsur keterbukaan kepada masyarakat.Tanggung Jawab antar Para Pihak dalam Perusahaan. Undang-Undang Perseroan Terbatas memperkenalkan beberapa macam sistem otoritas bagi para pihak dalam suatu perseroan. Perbedaan sistem otoritas ini pula yang membedakan tanggung jawab diantara masing-masing pihak tersebut. Sistem otoritas dalam uupt dibedakan sebagai berikut:[footnoteRef:2] [2: Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal.74]

1. Sistem majelisSeseorang tidak dapat bertindak sendiri terlepas satu sama lain dalam hal mewakili suatu kelompok. Melainkan harus bertindak secara bersama-sama (majelis). Sistem otoritas secara majelis ini ini tidak berlaku bagi direksi perusahaan. Sistem ini hanya berlaku bagi organ komisaris seperti di tegaskan dalam pasal 94 ayat (3) UUPT maka jika komisaris lebih dari satu orang , maka mereka merupakan sebiuah majelis. Kemudian ditegaskan lagi dalam penjelasan atau pasal 94 ayat (3) UUPT bahwa sebagai majelis, maka kosaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri untuk mewakili perseroan. Dengan demikian sejauh perbuatan tersebut dilakukan secara majelis, maka tanggung jawab hukumpun di tanggung secara bersama-sama (renteng)2. Sistem individual representatifSistem individual representatif memperkenalkan secara otoritas dengan mana seseorang bertindak dengan sendiri untuk mewakili suatu kelompok. Sistem otoritas seperti inilah yang pada prinsipnya diberlakukan oleh UUPT terhadap organ direksi. Berlakunya sistem sistem individual representatif ini bagi seseorang direktur muncul dalam dua segi sebagai berikut :a. Dalam kewenangan untuk mewakili perseroan.Dalam hal ini seperti yang disebutkan dalam pasal 83 ayat (1) UUPT bahwa jika direktur lebih dari satu orang, maka berwenang untuk mewakili perseroan adalah setiap anggota direksi,kecuali ditentukan lain oleh :(1) UUPT sendiri, misalnya seperti yang dimaksud dalam pasal 84 ayat (1) nya, dan/ atau (2) Anggaran dasar.b. Dalam hal ada kesalahan direkturJika seorang anggota direksi melakukan kesalahan (termasuk kelalaian) dalam menjalankan tugasnya, maka dia akan bertanggung jawab penuh secara pribadi (bukan tanggung jawab bersama) jadi pada prinsipnya anggota direksi yang lain terbebas dari tanggung jawabnya. Liat pasal 85 ayat (2) UUPT.3. Sistem kolegialBerbeda dengan organ komisaris yang melaksanakan tui secara majelis, maka organ direksi melaksanakan tugas-tugas perseroan secara kolegial. Lihat penjelasan atas Pasal 83 ayat dan UUPT. lni berarti bahwa dalam hal lebih dan seorang diri sungguhpun dibuka kemungkinan bagi seorang direktur untuk mewakili perseroan tanpa perlu ikut direktur yang lainnya, tetapi sejauh masih merupakan tindakan perseroan dan tidak melanggar prinsip tugas semi Fiduciary tersebut dalam Pasal 85 UUPT, maka menurut Pasal 82 juncto Pasal 83 UUPT, direktur yang lainnya yang sebenarnya tidak ikut berbuat, juga ikut bertanggung jawab secara bersama-sama (renteng). lnilah makna sistem perwakilan kolegial dari direktur.4. Prinsip Presumsi KolegialPrinsip ini berlaku tidak ubahnya dengan prinsip umum dan tanggung jawab kolegial, yakni tanggung jawab renteng, misalnya di antara para direktur, jika salah seorang direktur menyebabkan kerugian bagi orang lain sejauh hal tersebut dilakukannya tidak dalam hal melanggar anggaran dasar, atau melanggar tugas semi fiduciary dari direktur. Hanya saja, terhadap prinsip presumsi kolegial ini dibuka kemungkinan pengecualiannya dengan sistem pembuktian terbalik (ompkering van bewijst last). Artinya kepada anggota direktur diberikan kemungkinan untuk mengelak dari tanggung jawab renteng jika dia dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah.5. Prinsip Tanggung jawab Individual Non Representatif.Pada prinsipnya seseorang harus bertanggung jawab individu atas segala tindakan yang dilakukannya secara individu pula. lnilah yang disebut prinsip tanggung jawab individual non representatif. Demikian juga kewenangan (diikuti dengan tanggung jawab) yang diberikan kepada setiap pemegang saham, tanpa melihat berapa persen saham yang diwakilinya, dapat menggugat perseroan ke Pengadilan karena ketidakadilan atau ketidakwajaran yang dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, direksi atau komisaris vide Pasal 54 ayat (2) UUPT.6. Prinsip Tanggung Jawab Representatif Pengganti.Seorang pekerja dalam hal melakukan tugasnya menerbitkan kerugian bagi orang lain, maka dalam hal ini tidak berlaku prinsip tanggung jawab non representatif. Karena, sungguhpun teori vicarious liability (tanggung jawab pengganti) tidak dengan tegas dianut oleh sistem hukum kita, tetapi sudah mulai ada yurisprudensi maupun hukum kerja yang mengarah ke sana. Karena itu pula, jika seorang pekerja dalam melakukan tugasnya ternyata kemudian menimbulkan kerugian kepada pihak lain, maka ada kemungkinan atasannya, termasuk direktur yang membawahinya, atau bahkan perusahaannya yang harus menanggung beban tanggung jawab. Dalam hal ini sudah berlaku prinsip tanggung jawab representatif pengganti. Representatif karena pekerja tersebut bertindak untuk perusahaan (dalam menjalankan tugasnya), dan pengganti karena atasannya atau perusahaannya harus mengambil alih tanggung jawabnya.7. Sistem Tanggung Jawab Kolektif RepresentatifSuatu kelompok orang tertentu yang ikut terlibat dalam pelaksanaan tugas-tugas perseroan dapat mewakili atau menjalankan tugas perseroan secara bersama-sama, dengan tanggung jawab juga bersama. Sistem seperti ini dapat disebut dengan sistem tanggung jawab secara kolektif representatif8. Sistem Tanggung Jawab Kolektif Non Representatif.Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah bahwa sekelompok orang tertentu yang merupakan pihak yang terlibat dalam perusahaan diberikan kewenangan secara kelompok tetapi tidak untuk mewakili atau bertindak untuk dan atas nama perseroan, dan selanjutnya kelompok tersebut juga ikut memikul tanggung jawab secara kelompok pula. UUPT memperkenalkan sistem tanggung jawab kolektif yang non representatif ini yang diberikan kepada pihak yang terlibat dalam perseroan, yaitu kepada kelompok pemegang saham dan kelompok pekerja.Implikasi Status Badan Hukum PT terhadap Tanggung Jawab Organ Perseroan TerbatasDengan dimulainya status badan hukum PT, maka ada beberapa implikasi yang timbul terhadap beberapa pihak yang terkait di dalam PT. Implikasi tersebut berlaku terhadap pihak pihak berikut ini:A. Pemegang Saham PTSetelah PT berstatus sebagai badan hukum, sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) UUPT maka pemegang saham PT tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan serta tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Dengan demikian, pertanggungjawaban pemegang saham dalam PT itu terbatas, pemegang saham dalam PT secara pasti tidak akan memikul kerugian hutang PT lebih dari bagian harta kekayaan yang ditanamkannya dalam PT. Sebaliknya, tanggung jawab dari perusahaan (PT) itu sendiri tidak terbatas, apabila terjadi hutang atau kerugian-kerugian dalam PT, maka hutang atau kerugian itu akan semata-mata dibayar secukupnya dari harta kekayaan yang tersedia dalam PT. Hal tersebut dikarenakan adanya doktrin corporate separate legal personality yang esensinya bahwa suatu perusahaan, dalam hal ini PT, mempunyai personalitas atau kepribadian yang berbeda dari orang yang menciptakannya. Doktrin dasar PT adalah bahwa perseroan merupakan kesatuan hukum yang terpisah dari subjek hukum pribadi yang menjadi pendiri atau pemegang saham dari perseroan tersebut. Ada suatu tabir (veil) pemisah antara perseroan sebagai suatu legal entity dengan para pemegang saham dari perseroan tersebut. Berkaitan dengan keterbatasan tanggung jawab pemegang saham PT seperti tersebut di atas, dalam hal-hal tertentu dapat ditembus atau diterobos, sehingga tanggung jawab pemegang saham menjadi tidak lagi terbatas. Penerobosan atau penyingkapan tabir keterbatasan tanggung jawab pemegang saham PT (corporate veil) itu dikenal dengan istilah piercing the corporate veil atau lifting the corporate veil. Doktrin piercing the corporate veil yang notabene merupakan doktrin hukum perseroan di Common Law System itu telah diintegrasikan ke dalam UUPT yang ide dasarnya dituangkan dalam Pasal 3 ayat (2) UUPT. Dalam ketentuan tersebut dikeahui bahwa untuk terjadinya piercing the corporate veil dipersyaratkan beberapa hal, sebagai berikut:1. persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi2. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi;3. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau4. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. Dari ketentuan Pasal 3 ayat (2) UUPT itu dapat diketahui bahwa tanggung jawab pemegang saham yang sifatnya terbatas di dalam PT yang sudah berstatus badan hukum itu menjadi tidak berlaku lagi apabila pemegang saham melakukan hal-hal seperti tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b sampai dengan d seperti tersebut di atas.

B. Pendiri PT Status badan hukum PT juga berpengaruh terhadap keterbatasan tanggung jawab dari para pendiri PT. Berdasarkan Pasal 11 UUPT, setelah PT berstatus sebagai badan hukum maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pendiri PT pada masa sebelum PT disahkan sebagai badan hukum, yaitu: pertama, perbuatan hukum tersebut mengikat PT setelah PT menjadi badan hukum, dengan persyaratan:1. PT secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang dibuat oleh pendiri;2. PT secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian yang dibuat pendiri walaupun perjanjian tidak dilakukan atas nama PT; atau3. PT mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang dilakukan atas nama PT. Kemungkinan yang kedua, perbuatan hukum tersebut tidak diterima, tidak diambil alih atau tidak dikukuhkan oleh PT, sehingga masing-masing pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul. Kalau kemungkinan kedua ini yang terjadi maka pertanggungjawaban dari pendiri terhadap PT menjadi tanggung jawab pribadi.C. Direksi PT Direksi PT menurut ketentuan Pasal 1 butir 4 UUPT adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sebagaimana halnya tanggung jawab terbatas pemegang saham PT, keterbatasan tanggung jawab itu juga berlaku terhadap anggota direksi meskipun tidak secara tegas dinyatakan dalam pasal-pasal UUPT. Hal tersebut dapat diketahui dari Pasal 85 ayat (2) UUPT yang mengatur bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Dari ketentuan itu secara acontrario dapat diartikan bahwa apabila anggota direksi tidak bersalah dan tidak lalai menjalankan tugasnya, maka berarti direksi tidak bertanggung jawab penuh secara pribadi. Selama direksi menjalankan tugas dan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab, maka anggota direksi tetap mempunyai tanggung jawab yang terbatas yang merupakan ciri utama dari PT. Sebaliknya, oleh karena menjadi anggota direksi adalah berarti menduduki suatu jabatan, maka orang yang menduduki jabatan itu harus memikul tanggung jawab apabila kemudian tugas dan kewajibannya tersebut dilalaikan atau jika wewenangnya disalahgunakan. Berkaitan dengan hal tersebut, UUPT sudah mengatur bentuk pertanggungjawaban direksi atas kelalaian ataupun kesalahannya di dalam menjalankan pengurusan PT, yaitu:1. Pasal 23 UUPT, yang menyatakan bahwa selama pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan 22 belum dilakukan, maka direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan.2. Pasal 85 ayat (2) UUPT, yang mengatur bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Menurut Pasal 85 ayat (3) UUPT, direksi atas kesalahan atau kelalaiannya menyebabkan kerugian pada perseroan bahkan dapat digugat di Pengadilan Negeri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari seluruh saham dengan hak suara sah.3. Pasal 90 ayat (2) UUPT, yang menentukan bahwa dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian itu, kecuali apabila direksi dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, maka direksi tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng.D. Komisaris PTStatus badan hukum PT juga berpengaruh terhadap tanggung jawab komisaris PT. Sebagaimana dalam Pasal 97 UUPT, komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepadadireksi. Sesusi dengan Pasal 100 ayat (1) UUPT, di dalam Anggaran Dasar juga dapat ditentukan tentang pemberian wewenang kepada komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Selain itu, menurut Pasal 100 ayat (2), berdasarkan Anggaran Dasar atau keputusan RUPS, komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Dalam kondisi demikian, maka berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga. Oleh karena itu, ketentuan mengenai tanggung jawab terbatas direksi PT juga berlaku terhadap komisaris tersebut. Secara implisit, tanggung jawab komisaris juga terbatas sebagaimana tercantum dalam Pasal 98 ayat (2) UUPT, bahwa atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri terhadap komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.Pembubaran Perseroan TerbatasPerseroan terbatas dapat dibubarkan atau disebut juga dengan istilah dilikuidasi karena alasan sebagai berikut:a. Bubar karena keputusan Rapat Umum Pemegang Sahamb. Bubar karena jangka waktu berdirinya sudah berakhirc. Bubar karena penetapan pengadilanApabila suatu perseroan bubar, maka harus diangkat seorang atau lebih likuidator yang akan membereskan pembubaran tersebut.YayasanYayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukan untuk mencapai keuntungan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Pengaturannya terdapat dalam UU No. 28 Tahun 2004. Karena yayasan merupakan badan hukum, maka terhadap tindakan yang dilakukan untuk dan atas nama yayasan, hanya yayasan dan sebatas harta benda yayasanlah yang dapat dimintakan tanggung jawabnya.Proses Pendirian Yayasan Dapat dilakukan melalui tiga tahap sebagai berikut:a. Tahap Surat Wasiatb. Tahap Akta Notarisc. Tahap PengesahanKoperasiKoperasi diartikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.Menurut UU No. 25 Tahun 1992 pasal 1Dari pengertian tersebut dapat ditarik beberapa konsep pokok, yaitu: Koperasi merupakan badan usaha Anggotanya terdiri dari orang seorang (koperasi primer) dan badan hukum-badan hokum koperasi (koperasisekunder) Kegiatannya berlandaskan prinsip-prinsip koperasi Berdasar atas asas kekeluargaanTujuan KoperasiDalam peraturan koperasi disebutkan tujuan koperasi yaitu sebagai berikut:a) memajukan kesejahteraan anggota pada khususnyab) menyejahterakan dan mencapai kemakmuran masyarakat pada umumnyac) ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.Prinsip KoperasiSebagai salah satu kekuatan ekonomi sangat diharapkan peranannya dalam menunjang laju pertumbuhan ekonomiIndonesia, koperasi harus bekerja dengan berpedoman pada prinsip-prinsip koperasi.a) Keanggotaan bersifat sukarela dan terbukab) Pengelolaan dilakukan secara demokratisc) Pembagian sisa hasil usaha (SHU) sesuai dengan jasa usaha anggotad) Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modale) KemandirianJenis KoperasiKoperasiIndonesiadibedakan menurut lapangan usahanya dan menurut keanggotaannya.Menurut lapangan usahanya koperasi dibedakan menjadi empat, yaitu sebagai berikut:a) Koperasi konsumsi, yaitu koperasi yang kegiatan usahanya menyediakan berbagai kebutuhan konsumsi anggotanya. Contoh: Koperasi sekolah.b) Koperasi simpan pinjam, yaitu koperasi yang kegiatan usahanya melayani simpanan dan memberikan pinjaman kepada anggotanya.c) Koperasi produksi, yaitu koperasi yang kegiatan usahanya memasarkan hasil produksi para anggotanya. Contoh: Koperasi TahuTempeIndonesia(Kopti), dan Koperasi Batik.d) Koperasi serba usaha, yaitu koperasi yang kegiatan usahanya terdiri dari bermacam-macam jenis usaha seperti melayni konsumsi, simpan pinjam, distribusi, dan lain-lain. Contohnya: Koperasi Unit Desa (KUD)Menurut keanggotaannya, koperasi dapat dibedakan menjadi empat, yaitu sebagai berikut:a) Koperasi primer, yaitu koperasi yang anggotanya orang seorang atau individu.b) Koperasi pusat, yaitu koperasi yang beranggotakan sekurang-kurangnya 5 badan hukum koperasi primer.c) Koperasi Gabungan, yaitu koperasi yang beranggotakan sekurang-kurangnya 3 badan hukum koperasi pusat.d) Koperasi Induk, yaitu koperasi yang beranggotakan sekurang-kurangnya 3 badan hukum koperasi gabungan.Perangkat KoperasiDalam menjalankan kegiatan usahanya, koperasi membutuhkan perangkat organisasi yang terdiri dari rapat anggota, pengurus, dan pengawas.Koperasi diatur dalam suatu perundang-undangan tersendiri dengan Stb. 1927 No. 91, kemudian Stb. 1949 No. 179 pada jaman Nederland Indie. Sesudah Indonesia merdeka digunakan UU Koperasi Tahun 1958 No. 79 yang kemudian diganti dengan UU Koperasi No. 14 Tahun 1965 dan selanjutnya pada tahun 1967 diganti dengan UU Koperasi No. 12 Tahun 1967, dan terakhir dengan UU No 25 Tahun 1992 tentang Koperasi.Badan Usaha Milik Negara (BUMN)BUMN merupakan bentuk usaha di bidang-bidang tertentu yang umumnya mengyangkut dengan kepentingan umum, di mana peran pemerintah di dalamnya relatif besar, minimal dengan menguasai mayoritas pemegang saham. Eksistensi dari BUMN ini adalah sebagai konsekuensi dan amanah dari konstitusi di mana hal-hal yang penting atau cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.Pendirian badan usaha milik Negara bertujuan untuk:1) Memberikan sumbangsih pada perekonomian nasional dan penerimaan kas negara2) Mengejar dan mencari keuntungan3) Pemenuhan hajat hidup orang banyak4) Perintis kegiatan-kegiatan usaha5) Memberikan bantuan dan perlindungan pada usaha kecil dan lemahDalam perkembangannya suatu BUMN mengambil bentuk-bentuk sebagai berikut:1. Perusahaan Jawatan (Perjan)Yang diutamakan untuk kegiatan di bidang penyediaan jasa bagi masyarakat dan tidak mengutamakan keuntungan. Akan tetapi, dalam perkembangannya satu demi satu Perusahaan Jawatan ini ditingkatkan statusnya menjadi Perum atau bahkan Persero. Perusahaan Negara ini didirikan dan diatur menurut ketentuan yang termaktub dalam indonesische Bedrijvenvvet Rtb. 1927 Nomor 419 sebagaimana yang telah beberapa kali diubah dan ditambah. Perjan sepenuhnya diatur dan tunduk kepada hukum publik dan administrasi negara serta merupakan bagian dari suatu departemen. Pada saat ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2000.2. Perusahaan Umum (Perum)Yang diutamakan untuk berusaha di bidang pelayanan bagi kemanfaatan umum, di samping juga untuk mendapatkan keuntungan. Perusahaan Negara ini didirikan dan diatur berdasarkan ketentuan yang termaktub dalam UU No. 19 Prp. 1960 tentang Perusahaan Negara. Penetapan bentuk Perum ini adalah didasarkan pula oleh UU No. 1 Prp. 1969 tentang bentuk-Ioentuk badan usaha negara di mana terdiri atas Perusahaan atas Sero (Pesero) dan Perusahaan Umum (Perum). Pada saat ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1998. 3. PerseroanYang lebih diutamakan untuk mendapatkan keuntungan dengan berusaha di bidang-bidang yang dapat mendorong perkembangan sektor swasta dan koperasi. Perusahaan Negara ini yang berbentuk Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam UUPT yang seluruh sahamnya atau paling sedikit 51% sahamnya dinniliki oleh negara melalui penyertaan modal langsung. Diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998.