benar
DESCRIPTION
okTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan sampah merupakan salah satu masalah keseharian yang
belum juga ditemukan jalan keluar penyelesaiannya baik di masyarakat maupun di
lingkungan sekolah. Di sekolah ada saja tempat sampah yang kelebihan sampah
sehingga banyak yang berserakan di halaman sekolah maupun yang berserakan di ruang
kelas karena siswa membuang sampah sembarangan (Tianida Nilamsari, 2012). Kebiasaan
siswa SD di sekolah membuang sampah sembarang perlu dibenahi. Budaya
membuang sampah pada tempatnya sekarang seperti jarang terlihat. Indikasinya
adalah banyaknya sampah yang berserakan, tumpukan sampah di sungai dan
saluran perairan. Sehingga bila musim penghujan seperti sekarang menyebabkan
banjir. Budaya membuang sampah harus ditanamkan sejak dini sehingga diharapkan
saat dewasa generasi muda sekarang bisa secara „sadar‟ membuang sampah pada
tempatnya (Hartatik, 2016). Menurut Suryati (2014 :V-VI) Sampah yang tidak
dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai masalah.
Pengelolaan sampah yang hanya meliputi pengumpulan dan pengangkutan
ke tempat penimbunan sementara (TPS) dilanjutkan ke tempat pembuangan akhir
(TPA) bukan merupakan solusi terakhir. Sikap peduli yang kini kita butuhkan baik
dalam mengkonsumsi barang maupun mengolah sampah diawali dengan pemilahan
sampah di sekolah. Dalam mengembangkan sikap peduli lingkungan di sekolah
sebaiknya disediakan dua tong sampah, satu untuk sampah organik dan satu lagi
untuk sampah anorganik. Selain itu, sebaiknya setiap sekolah memiliki alat pembuat
1
kompos yang terbuat dari barang-barang bekas di sekitar kita, dengan demikian
pengolahan sampah terutama sampah organik semakin mudah dan bermanfaat.
Di sekolah dasar pengelolaan sampah dibahas di dalam pembelajaran
Tematik Kurikulum 2013 tema 8. Ekosistem subtema 3. Memelihara ekosistem
pembelajaran 5. Dalam pembelajaran ini fokus pembelajarannya adalah mata
pelajaran IPA KD 3.6 aktivitas yang dilakukan menyebutkan usaha-usaha
memelihara ekosistem di lingkungan sekitar, KD 4.6 aktivitas yang dilakukan siswa
menyajikan hasil pengamatan dengan membuat laporan pemeliharaan ekosistem di
lingkungan manusia. Mata pelajaran Bahasa Indonesia KD 3.1 aktivitas yang
dilakukan siswa menuliskan informasi dari teks laporan buku tentang usaha-usaha
memelihara ekosistem di lingkungan manusia, KD 4.1 aktivitas yang dilakukan siswa
membuat laporan tertulis tentang usaha-usaha memelihara ekosistem. Mata pelajaran
SBdP KD 3.1 aktivitas yang dilakukan siswa memahami prinsip-prinsip seni dalam
berbagai karya seni rupa, KD 4.1 aktivitas yang dilakukan siswa melakukan
pengamatan terhadap suasana lingkungan sekitar untuk membuat gambar ilustrasi.
Menurut Daryanto (2014: 16) Dalam Kurikulum 2013 terdapat 14 prinsip
utama pembelajaran yang perlu guru terapkan salah satunya yaitu dari guru sebagai
sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber; pembelajaran berbasis sistem
lingkungan. Dalam kegiatan membuka peluang kepada siswa sumber belajar seperti
informasi dari buku siswa, internet, koran, majalah, referensi dari perpustakaan yang
telah disiapkan. Pada model pembelajaran berbasis proyek dapat memanfaatkan
2
sumber belajar di luar kelas. Dianjurkan pula siswa pada materi tertentu siswa dapat
memanfaatkan sumber belajar di sekitar lingkungan.
Berdasarkan prinsip pembelajaran Kurikulum 2013 di atas bahwa
pembelajaran itu bisa dilakukan di lingkungan dengan masalah yang ada dalam
kehidupan sehari-hari, seperti pengelolaan sampah dalam pembelajaran di sekolah
siswa sudah mengerti namun penerapan di kehidupan sehari-hari belum terlaksana
dengan baik. Pengelolaan sampah yaitu dengan menggunakan prinsip 3R, yaitu
reduce (pengurangan), reuse (pemakaian kembali), dan recycle (daur ulang).
Pengelolaan sampah di lingkungan sekolah dilakukan dengan cara mengubah sampah
organik menjadi kompos. Menurut Hermawati (2015: 16), upaya membuat kompos
merupakan bagian dari pemeliharaan lingkungan dan juga diperkuat oleh keberadaan
para penggerak lingkungan. Membuat kompos merupakan bentuk dari recycle (daur
ulang). Sampah organik pada khususnya bisa dilakukan dengan mengolahnya
menjadi kompos. Siswa memang sudah mengerti bahwa kompos itu bisa dibuat dari
sampah organik seperti daun-daunan, rumput, dan kotoran lainnya, namun mereka
belum tentu bisa membuat kompos.
Dalam proses pembelajaran Tematik pembuatan kompos dengan
menggunakan pendekatan saintifik dan model pembelajaran proyek (Project Based
Learning) mampu mendorong siswa untuk menghasilkan karya kontekstual, baik
individu maupun kelompok maka peneliti memilih model pembelajaran yang
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah maka peneliti memilih model
3
Project Based Learning. Dalam Model Project Based Learning pembuatan kompos
siswa dapat mengembangkan aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan. Dalam
aspek sikap yang dapat dikembangkan yaitu percaya diri, peduli lingkungan dan
menghargai sesama. Menurut Daryanto (2014: 23) Model pembelajaran proyek
adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media.
Langkah-langkah Pembelajaran proyek yaitu penentuan pertanyaan mendasar,
mendesain perencanaan proyek, menyusun jadwal, memonitor siswa dan kemajuan
proyek, menguji hasil, dan mengevaluasi pengalaman. Dengan demikian
pembelajaran PjBL kompos membantu siswa untuk memahami dan mengerti
pengelolaan sampah organik serta mengerti prinsip 3R yaitu reduse (pengurangan),
reuse (pemakaian kembali) dan recycle (daur ulang).
Peneliti memilih SD Negeri 11 menjadi tempat penelitian karena di SD
tersebut sudah menggunakan kurikulum 2013. Setelah Peneliti melakukan pra
penelitian di SD tersebut sudah melakukan pengolahan sampah organik menjadi
kompos terlihat dari terdapatnya rumah kompos yang terletak di halaman sekolah.
Selanjutnya peneliti telah mengkonfirmasi dengan kepala sekolah bahwa benar
adanya di SD Negeri 11 sudah mengolah sampah organik menjadi kompos. Pengelola
pembuatan kompos tersebut ialah siswa kelas V yang dibimbing dengan Ibu
Ristianah, S.Pd. Peneliti memilih kelas V menjadi populasi dalam penelitian karena
dalam tema 8 ekosistem subtema 3 memelihara ekosistem ada pembelajaran yang
membahas pembuatan kompos sebagai upaya memelihara ekosistem.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh Model PjBL pembuatan kompos terhadap hasil
belajar aspek sikap siswa kelas V SD Negeri 11 Kota Bengkulu?
2. Apakah terdapat pengaruh Model PjBL pembuatan kompos terhadap hasil
belajar aspek pengetahuan siswa kelas V SD Negeri11 Kota Bengkulu?
3. Apakah terdapat pengaruh Model PjBL pembuatan kompos terhadap hasil
belajar aspek keterampilan siswa kelas V SD Negeri11 Kota Bengkulu?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian bertujuan untuk
mengetahui yaitu:
1. Untuk mendeskripsikan pengaruh model PJBL pembuatan kompos
terhadap terhadap hasil belajar aspek sikap siswa siswa kelas V SD Negeri
11 Kota Bengkulu.
2. Untuk mendeskripsikan pengaruh model PJBL pembuatan kompos
terhadap hasil belajar aspek pengetahuan siswa kelas V SD Negeri 11 Kota
Bengkulu.
5
3. Untuk mendeskripsikan pengaruh model PJBL pembuatan kompos
terhadap hasil belajar aspek keterampilan siswa kelas V SD Negeri 11 Kota
Bengkulu.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diberikan melalui penelitian ini yaitu:
a. Bagi Peneliti
Menambah pengalaman yang dapat dijadikan bekal sebagai calon tenaga
guru profesional dalam menerapkan model PjBL dalam pembelajaran Kurikulum
2013 dan menambah pengalaman yang dapat dijadikan bekal sebagai calon tenaga
guru profesional dalam membuat produk kompos.
b. Bagi Guru
Sebagai bahan pengembangan dan pemanfaatan untuk meningkatkan
kemampuan dalam pembuatan kompos dengan memanfaatkan sampah organik
yang ada di lingkungan sekitar.
c. Bagi siswa
1. Memberikan gambaran informasi dalam membuat kompos menggunakan
sampah organik.
2. Menambah sikap peduli lingkungan siswa agar menggunakan sampah
organik dalam membuat kompos.
6
II.TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Pembelajaran Tematik Terpadu
a. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu
Konsep pembelajaran tematik menurut Kemendikbud (2014: 28)
dilaksanakan dengan menggunakan prinsip pembelajaran terpadu. Pembelajaran
terpadu menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang
memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk
memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Begitu pun juga
peserta didik dalam memahami berbagai konsep yang mereka pelajari selalu
melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang
telah dikuasainya.
Pelaksanaan pembelajaran Tematik terpadu berawal dari tema yang telah
dipilih/dikembangkan oleh guru yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Jika
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional pembelajaran Tematik ini lebih
menekankan pada tema sebagai pemersatu berbagai mata pelajaran yang lebih
diutamakan pada makna belajar keterkaitan sebagai konsep mata pelajaran.
Keterlibatan peserta didik dalam belajar diprioritaskan dan pembelajaran bertujuan
mengaktifkan peserta didik, memberikan pengalaman langsung serta tidak tampak
adanya pemisahan antar mata pelajaran satu dengan lainnya.
7
Lebih lanjut Subroto dalam Trianto (2010: 82) menegaskan pembelajaran
Tematik adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan tema
tertentu yang dikaitan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan
dengan konsep lain yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam
satu bidang studi atau lebih, dan dengan beragam pengalaman belajar siswa, maka
pembelajaran menjadi lebih bermakna. Maka pada umumnya pembelajaran
tematik adalah pembelajaran yang menggunakan tema tertentu untuk mengaitkan
antara beberapa isi mata pelajaran dengan pengalaman kehidupan nyata sehari-
hari siswa sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi siswa.
Dari Pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik
adalah pembelajaran yang berdasarkan tema tertentu yang mengaitkan beberapa
mata pelajaran yang mengutamakan pengalaman belajar siswa sehingga
pembelajaran lebih bermakna. Dalam pembelajaran tematik terdapat tema
kemudian terdiri dari beberapa subtema terdapat beberapa pembelajaran.
b. Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Tematik Terpadu
Pembelajaran tematik pada Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi
pendekatan saintifik atau ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini
sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan siswa. Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang standar proses
pendidikan dasar dan menengah telah menginsyaratkan tentang perlunya proses
pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik atau
8
ilmiah. Upaya penerapan pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran sebagai
ciri khas dan menjadi kekuatan tersendiri dari keberadaan kurikulum 2013.
Menurut Kemendikbud (2014: 35) bahwa proses pembelajaran
menggunakan pendekatan Saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman
kepada siswa dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan
pendekatan ilmiah. Informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak
bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran
yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong siswa untuk mencari tahu
dari sumber observasi, bukan diberi tahu.
Penerapan pendekatan Saintifik pada pembelajaran Tematik Terpadu mulai
dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran Tematik Terpadu dimaksudkan
adalah dengan menggunakan tema yang akan menjadi pemersatu sebagai mata
pelajaran. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Langkah-langkah
pendekatan Saintifik yang digunakan dalam pembelajaran Tematik terpadu
menurut Kemendikbud (2014: 66-73) yaitu:
1. Mengamati
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh
langkah-langkah berikut ini: (a) menentukan objek apa yang diobservasi; (2)
membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi;
(3) menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer
9
maupun sekunder; (4) menentukan dimana tempat objek yang akan diobservasi;
(5) menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk
mengumpulkan data akan berjalan mudah dan lancar; (6) menentukan cara dan
melakukan pencatatan hasil observasi.
2. Menanya
Kegiatan belajar menanya dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan
tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan
untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati. Fungsi
bertanya dalam pembelajaran yaitu (1) membangkitkan rasa ingin tahu,minat, dan
perhatian siswa tentang suatu tema atau topik pembelajaran; (2) mendorong
partisipasi siswa dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan
berpikir, dan menarik kesimpulan; (3) melatih kesantunan dalam berbicara dan
membangkitkankemampuan berempati satu sama lain. Kompetensi yang
dikembangkan adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan
merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup
cerdas dan belajara sepanjang hayat.
3. Mengumpulkan informasi/Eksperimen (Mencoba)
Mengumpulkan informasi/eksperimen kegiatan pembelajarannya antara
lain melakukan eksperimen; membaca sumber lain selain buku teks; mengamati
objek/kejadian/aktivitas; dan wawancara dengan narasumber. Kompetensi yang
dikembangkan dalam proses mengumpulkan informasi/eksperimen adalah
10
mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain,
kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi
melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan
belajar sepanjang hayat.
4. Mengasosiasi/mengolah informasi/menalar
Kegiatan belajar yang dilakukan dalam proses mengasosiasi/mengolah
informasi adalah sebagai berikut. (a) mengolah informasi yang sudah
dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan informasi maupun
hasil mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi; (b) pengolahan
informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan
kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi
berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda. Kompetensi yang
dikembangkan dalam proses mengasosiasi/mengolah informasi adalah
mengembangkan sikap teliti, jujur, disiplin, tat aturan, kerja keras, kemampuan
menerapkan prosedur, dan kemampuan berpikir induktif serta dedukti dalam
menyimpulkan. Dalam kegiatan Mengasosiasi/mengolah informasi terdapat
kegiatan menalar. Istilah “ menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan
pendekatan ilmiah yang dianut dalam kurikulum 2013 untuk menggambarkan
bahwa guru dan siswa merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam
banyak hal siswa harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berpikir
yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk
11
memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
5. Mengkomunikasikan
Kegiatan belajar mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil
pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau
media lainnya. Kompetensi yang dikembangkan dalam tahapan
mengkomunikasikan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi,
kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan
jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
Langkah-langkah pendekatan saintifik yang digunakan peneliti dalam
pembelajaran pembuatan kompos yaitu (1) mengamati powerpoint; (2) menalar
dan menanya dari kegiatan mengamati powerpoint; (3) mengumpulkan dan
mengolah informasi jenis-jenis pupuk organik; (4) mencoba/ekperimen
pembuatan kompos; (5) mengkomunikasikan hasil laporan pembuatan kompos.
2. Model Project Based Learning
a. Pengertian Project Based Learning
Pembelajaran berbasis projek merupakan penerapan dari pembelajaran
aktif, teori konstruktivisme dari Piaget serta teori konstruktivisme dari Seymour
Papert. Papert adalah murid dari Piaget yang mengajar di Massachusetts institute
of Technology. Ia bersama Idit Harel pada publikasinya berjudul Situating
Constructinism (1991) memperkenalkan istilah konstruksionisme.
12
Sebagaimana halnya dengan konstruktivisme, pemikiran konstruksionisme
juga berprinsip bahwa setiap anak membangun model mentalnya untuk berpikir
dan memahami dunia disekelilingnya. suatu informasi pengetahuan akan
dimengerti oleh para siswa melalui pembangunan struktur kognitif dibenaknya.
Namun demikian berbeda dengan konstruktivisme, paham konstruksionisme yang
diungkap oleh Papert berasumsi bahwa pembelajaran akan berlangsung dengan
efektif jika para siswa aktif dalam membuat atau memproduksi suatu karya fisik
yang nyata. Menurut Papert dalam Warsono & Hariyanto (2013: 153), gagasan
pokok dari konstruksionisme adalah bahwa berpikir merupakan belajar dengan
membuat sesuatu (learning by making).
Secara sederhana pembelajaran berbasis proyek didefinisikan menurut
Warsono & Hariyanto (2013: 153) sebagai pengajaran yang mencoba mengaitkan
antara teknologi dengan masalah kehidupan sehari-hari yang akrab dengan siswa
atau dengan proyek sekolah. Sementara itu Bransfor dan Stein (1993) dalam
Warsono dan Hariyanto (2013: 53) mendefinisikan pembelajaran berbasis proyek
sebagai pendekatan pengajaran yang komprehensif yang melibatkan siswa dalam
kegiatan penyelidikan yang kooperatif dan berkelanjutan. Lebih lanjut Menurut
Daryanto (2014: 23), Pembelajaran berbasis projek (Project Based Learning)
adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media.
Sedangkan menurut Abidin (2014: 167) model pembelajaran berbasis proyek
adalah model pembelajaran yang secara langsung melibatkan siswa dalam proses
13
pembelajaran melalui kegiatan penelitian untuk mengerjakan dan menyelesaikan
suatu proyek pembelajaran tertentu. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian,
interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil
belajar.
Dari Pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis
proyek ini lebih menekankan proyek untuk dapat membuat siswa aktif dalam
pembelajaran d a n memecahkan masalah dengan baik. Model ini juga
menekankan kepada proses pencarian pengetahuan dari pada transfer
pengetahuan. Siswa dipandang sebagai subjek belajar yang perlu dilibatkan
secara aktif dalam proses pembelajaran sedangkan guru hanyalah seorang
fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasi kegiatan belajar siswa.
Pembelajaran berbasis proyek merupakan model belajar yang
menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam
beraktifitas secara nyata. Pembelajaran berbasis proyek dirancang untuk
digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan siswa dalam melakukan
investigasi dan memahaminya. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan
memunculkan pertanyaan penuntun dan membimbing siswa dalam sebuah proyek
kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai materi dalam kurikulum. Pada saat
pertanyaan terjawab, secara langsung siswa dapat melihat berbagai elemen utama
sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBL
14
merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan
berharga bagi usaha siswa.
b. Prinsip Model Project Based Learning
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa sarana pembelajaran untuk
mencapai kompetensi dalam model Project Based Learning menggunakan tugas
proyek sebagai model pembelajaran. Siswa bekerja secara nyata memecahkan
persoalan di dunia nyata yanyag dapat menghasilkan solusi berupa produk dan hasil
karya secara nyata atau realistis. Menurut Kurinangsih & Sani (2014: 82-83) prinsip
yang mendasari pembelajaran berbasis proyek adalah:
(a) Pembelajaran berpusat pada siswa yang melibatkan tugas-tugas pada kehidupan nyata untuk memperkaya pembelajaran; (b) Tugas proyek menekankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu topik yang telah ditentukan dalam pembelajaran; (c) Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara otentik dan menghasilkan produk nyata yang telah dianalisis dan dikembangkan berdasarkan topik yang disusun dalam bentuk produk (laporan atau hasil kerja). Produk, laporan atau hasil kerja tersebut selanjutnya dikomunikasikan untuk mendapat tanggapan dan umpan balik untuk perbaikan proyek berikutnya.
Sejalan dengan pendapat Daryanto (2014: 24) karakteristik Model Project
Based Learning yaitu
(1) siswa membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja; (2) adanya permasalahan yang diajukan kepada siswa; (3) siswa mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan; (4) siswa secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan; (5) proses evaluasi dilakukan secara kontinyu.
15
Sedangkan menurut MacDonnel dalam Abidin (2014: 168) menjelaskan model PjBL
memiliki tujuh karakteristik yaitu:
(1) melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran; (2) menghubungkan pembelajaran dengan dunia nyata; (3) dilaksanakan dengan berbasis penelitian; (4) melibatkan berbagai sumber belajar; (5) bersatu dengan pengetahuan dan keterampilan; (6) dilakukan dari waktu ke waktu; (7) diakhiri dengan sebuah produk tertentu.
Dari Pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik Model
PjBL yaitu (1) pembelajaran berpusat pada siswa; (2) siswa mampu menentukan
solusi dari masalah yang diajukan; (3) siswa bekerja sama memecahkan masalah
dengan sebuah proyek; (4) menghubungkan pembelajaran dengan kehidupan nyata;
(5) terdapat produk tertentu di akhir pembelajaran.
c. Langkah-langkah Model PjBL
Dalam Model PjBL, siswa diberikan tugas untuk mengembangkan materi
dalam pembelajaran dengan melakukan kegiatan proyek yang realistik. Di samping
itu, penerapan pembelajaran berbasis proyek ini mendorong tumbuhnya kreativitas,
kemandirian, tanggung jawab, kepercayaan diri, serta berpikir kritis dan analitis pada
siswa. Menurut Kemendikbud (2014: 23-24), langkah-langkah pembelajaran berbasis
proyek yaitu:
1. Penentuan Pertanyaan mendasar (Start With the Essential Question)
Pada langkah ini, pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu
pertanyaan yang dapat memberi penugasan siswa dalam melakukan suatu
16
aktivitas. Mengambil topik yang yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan
dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. .
2. Mendesain perencanaan proyek (Design a Plan for the Project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa. Dengan
demikian siswa diharapkan akan merasa memiliki atas proyek tersebut.
Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat
mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan
berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat
diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
3. Menyusun jadwal (Create a Schedule)
Guru dan siswa secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam
menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: membuat timeline
untuk menyelesaikan proyek, membuat deadline penyelesaian proyek, membawa
siswa agar merencanakan cara yang baru dan meminta siswa untuk membuat
alasan tentang pemilihan suatu cara.
4. Memonitor siswa dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the
Progress of the Project)
Guru bertanggung jawab memonitor aktivitas siswa dalam melakukan
tugas proyek mulai proses hingga penyelesaian proyek. Pada kegiatan
monitoring, guru membuat rubrik yang akan dapat merekam aktivitas siswa
dalam menyelesaikan tugas proyek.
17
5. Menguji Hasil (Assess the Outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian
standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing siswa, memberi
umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai siswa, membantu
guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
6. Mengevaluasi pengalaman (Evaluate the Experience)
Guru dan siswa pada akhir proses pembelajaran melakukan refleksi
terhadap aktivitas dan hasil tugas proyek. Proses refleksi pada tugas proyek
dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Pada tahap evaluasi,
siswa diberi kesempatan mengemukakan pengalamannya selama
menyelesaikan tugas proyek yang berkembang dengan diskusi untuk
memperbaiki kinerja selama menyelesaikan tugas proyek. Pada tahap ini juga
dilakukan umpan balik terhadap proses dan produk yang telah dihasilkan.
Langkah-langkah model PjBL yang digunakan dalam pembelajaran
pembuatan kompos yaitu (1) penentuan pertanyaan mendasar dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan
sekolah yang dapat menstimulus siswa untuk dapat bertanya juga. Pertanyaan
tersebut diarahkan untuk membuat proyek kompos dari sampah organik.
Kemudian, guru menyajikan contoh kompos dan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bertanya. Guru memberikan pengarahan terhadap proyek yang akan
dilaksanakan. (2) Mendesain perencanaan proyek yang dilakukan dengan siswa
membentuk kelompok dan mendiskusikan rencana proyek yang akan dikerjakan.
18
Siswa mendiskusikan alat dan bahan yang akan digunakan dalam membuat
kompos. (3) Di dalam menyusun jadwal siswa dan guru membuat timeline dalam
menyelesaikan kompos. (4) Memonitor siswa dan kemajuan proyek, pada hari
yang telah ditentukan siswa mempresentasikan dan menyelesaikan produk
kompos. (5) Menguji hasil, setelah menyelesaikan proyek siswa mempresentasikan
hasil produk komposnya didepan kelas. Pada keesokan harinya, produk yang
dibuat oleh siswa dapat diuji hasilnya yaitu dengan mengecek kualitas kompos
dengan menggunakan besaran pH. (6) Mengevaluasi pengalaman dilakukan untuk
merefleksi terhadap aktivitas dan produk kompos yang sudah dijalankan.
c. Kelebihan dan Kelemahan Project Based Learning (PjBL)
Menurut Kurinangsih dan Sani (2014: 83) model Project Based Learning
(PjBL) memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan, diantaranya kelebihan
menggunakan Project Based Learning (PjBL) adalah:
(1)Meningkatkan motivasi belajar siswa untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, (2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, (3) Membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan masalah-masalah yang kompleks. (4) Meningkatkan kemampuan siswa dalam bekerja sama, (5) Mendorong siswa untuk mengembangkan dan mempraktikan keterampilan komunikasi.
Model Project Based Learning (PjBL) menggunakan proyek sebagai
inti dari pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa untuk
belajar serta mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan yang
penting. Di dalam mengerjakan proyek siswa menjadi lebih aktif dan tertantang
19
untuk menyelesaikan/memecahkan masalah yang lebih kompleks. Serta
Pentingnya kerja kelompok dalam proyek dapat mendorong siswa untuk
mengembangkan keterampilan komunikasi.
Project Based Learning (PjBL) memberikan kesempatan kebebasan
kepada sisa untuk merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara
kolaboratif, dan pada akhirnya menghasilkan produk kerja yang dapat
dipresentasikan kepada orang lain. Sementara itu menurut Kurniasih dan Sani
(2014: 84), kelemahan Project Based Learning (PjBL) adalah:
(1) Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah, (2) Membutuhkan biaya yang cukup banyak, (3) Ada kemungkinan siswa yang kurang aktif dalam kerja kelompok, (4) Banyaknya peralatan yang harus disediakan, (5) Siswa yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan
Dalam menyelesaikan proyek siswa membutuhkan banyak waktu dan
banyak peralatan dan bahan untuk menghasilkan produk. Project Based Learning
(PjBL) menuntut siswa yang aktif dan terampil dalam menyelesaikan proyek
sehingga siswa yang kurang aktif dan terampil akan mengalami kesulitan. Untuk
mengatasi kelemahan Project Based Learning (PjBL) di atas seorang guru harus
dapat mengatasi dengan cara memfasilitasi siswa dalam menghadapi masalah,
membatasi waktu siswa dalam menyelesaikan proyek, meminimalis dan
menyediakan peralatan sederhana yang terdapat di lingkungan sekitar.
20
3. Kompos
a. Pengertian Kompos
Kompos merupakan pupuk yang dibuat dari sampah organik yang sebagian
besar berada dari rumah tangga. Menurut Suryati (2014: 23), Kompos adalah
bagian organik yang bisa lapuk, seperti daun-daunan, sampah dapur, jerami,
rumput dan kotoran lain, yang semua itu berguna untuk kesuburan tanah. Kompos
merupakan material organik yang susah didekomposisi dang digunakan sebagai
media tanam, pupuk dan penyubur tanah.
Sedangkan menurut Nugraha (2009: 36) kompos adalah sampah yang
teruraikan secara biologis, yaitu melalui pembusukan dengan bakteri yang ada di
tanah dan kerap digunakan sebagai pupuk. Sejalan dengan itu menurut Mulyani
(2014:150) kompos merupakan hasil penguraian campuran bahan-bahan organik
yang dapat dipercepat dengan meningkatkan populasi berbagai mikroorganisme,
cacing atau jamur dalam kondisi lingkungan yang lembab dan hangat. Istilah
kompos juga bisa diartikan sebagai pupuk organik buatan manusia yang dibuat
dari proses dekomposisi sisa-sisa buangan makhluk hidup (tanaman maupun
hewan).
Dari Pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kompos adalah
sampah organik yang bisa membusuk yang dapat digunakan sebagai pupuk yang
berguna untuk kesuburan tanah. Ada banyak teknik pembuatan kompos, namun
21
prinsipnya sama saja, yaitu mengubah bahan organik yang dianggap sampah untuk
diproses sedemikian rupa sehingga cocok dijadikan media untuk menggemburkan
tanah dan menyuburkan tanah. Kompos menjadi alternatif terbaik dalam
pemanfaatan tumpukan sampah yang terjadi disekitar kita.
Dengan memilah sampah dan mengelola secara tepat, bukan tidak mungkin
bila hal tersebut akan menjadi sumber pendapatan sampingan. Pembuatan kompos
pun dapat dilakukan oleh siapa saja, di mana saja dan dengan berbagai cara. Tidak
perlu khawatir gagal karena yang penting adalah kemauan dan keikhlasan kita
dalam membantu program pemerintah mengurangi jumlah sampah mulai dari
sumbernya. Tentu saja, lingkungan akan menjadi lebih bersih dan terawat.
Karakteristik kompos secara umum yaitu mengandung unsur hara dalam jenis dan
jumlah bervariasi tergantung bahan asal, menyediakan unsur hara secara lambat
dan dalam jumlah terbatas,dan mempunyai fungsi utama memperbaiki kesuburan
dan kesehatan tanah.
b. Prinsip dasar pembuatan kompos
Pada dasarnya, membuat kompos adalah untuk meniru proses terjadinya
humus di alam dengan bantuan mikroorganisme. Ada dua jenis mikroorganisme
yang berperan dalam proses pengomposan, yaitu mikroorganisme yang
membutuhkan kadar oksigen tinggi dan mikroorganisme yang bekerja pada kadar
oksigen rendah. Meskipun menghasilkan produk akhir yang sama (kompos),
penggunaan mikroorganisme yang digunakan akan mempengaruhi proses
22
pembuatan kompos. Pembuatan kompos terbagi menjadi dua yaitu (a) Pembuatan
kompos aerobik dilakukan dengan bantuan mikroorgsnisme aerob. Proses
pembuatan kompos ini dilakukan di tempat terbuka agar udara bisa bersentuhan
langsung dengan bahan kompos; (b) Pembuatan kompos anaerobik memerlukan
mokroorganisme yang membutuhkan kadar oksigen yang rendah sehingga bisa
dilakukan di tempat tertutup.
c. Langkah awal membuat kompos
Membuat kompos adalah bentuk dari recycle. Dengan mengolah sampah
menjadi kompos, artinya kita ikut membantu mengurangi permasalahan yang
disebabakan oleh sampah. Selain itu, kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan
langsung sebagai media tanam atau pupuk organik.
Dalam membuat kompos, ada dua hal yang harus dipersiapkan, yaitu
lahan atau tempat untuk memproses kompos dan bahan-bahan atau material yang
akan dijadikan kompos. Tempat pengomposan tidak harus selalu luas. Sementara
itu, bahan atau material kompos dapat dengan mudah diperoleh, yakni berasal
dari sampah-sampah organik yang cukup berlimpah di sekitar kita. Berikut bahan-
bahan yang harus diperhatikan sebelum membuat kompos yaitu:
1. Bahan Warna Hijau
Bahan warna hijau adalah bahan-bahan yang banyak mengandung
Nitrogen (N). Dengan menggunakan bahan warna hijau, proses dekomposisi akan
23
berjalan lebih cepat. Bahan warna hijau bisa didapat dari sayuran, buah-buahan,
potongan rumput segar, daun segar, sampah dapur, ampas teh atau kopi, ampas
kelapa, sisa sayur dan pupuk kandang.
2. Bahan Warna Coklat
Bahan warna coklat adalah bahan yang mengandung Karbon (C) dan
biasanya berwarna coklat. Bahan berwarna coklat cenderung lebih lambat dalam
proses dekomposisi. Namun, kelebihan bahan warna cokelat adalah dapat
mengikat Nitrogen dalam tanah jika pengaplikasiannya belum matang. Bahan
warna coklat dapat di peroleh dari daun kering, rumput kering, serbuk gergaji,
serutan kayu, sekam, jerami, kulit jagung dan potongan kertas yang tidak
mengkilap.
3. Wadah atau Tempat (Komposter)
Untuk pengelolaan kompos skala rumah tangga yang sederhana, anda
dapat membuatnya sendiri dengan memanfaaatkan bahan-bahan yang ada di
sekitar rumah anda. Komposter bisa dibuat dari bahan-bahan bekas, seperti drum,
tong, ember plastik atau kaleng cat yang dimodifikasi dan diberi putaran sebagai
alat pengaduknya. Agar komposter anda bertahan lama, gunakanlah bahan plastik
karena pada umumnya bahan yang berasal dari kaleng (buka plastik) mudah
sekali karatan. Untuk itu, sebaiknya komposter dicat agar tampak lebih menarik
dan enak dipandang mata.
24
d. Faktor Lain Penunjang Keberhasilan Pembuatan Kompos
Setelah anda memahami bahan dasar dalam pembuatan kompos,
selanjutnya ada beberapa faktor yang harus diperhatikan agar kompos yang anda
buat berhasil. Berikut uraiannya :
1. Rasio C/N
Rasio C/N adalah perbandingan antar bahan dasar kompos yang mengandung
karbon (C) dan Nitrogen (N). Perbandingan keduanya harus tepat yaitu sekitar
30/40 : 1.
2.Ukuran Bahan Kompos
Partikel bahan kompos akan mempengaruhi porositas serta luasnya
permukaan area kontak antara mikroba dengan bahan kompos. Ukuran ideal
potongan bahan mentah sekitar 4 cm. Potongan yang terlalukecil menyebabkan
timbunan menjadi padat sehingga tidak ada sirkulasi udara didalamnya.
3. Kelembapan
Kelembapan dalam tumpukan bahan baku kompos ditunjukkan dala
kadar air bahan, yaitu 30-40%. Tata udara yang baik akan menjadikan tumpukan
bahan baku tetap berada pada kisaran suhu dan kelembapan yang optimal.
Sementara itu pengomposan akan berlangsung optimum pada suhu 30-45℃.
25
4. Kandungan air dan oksigen
Kadar air bahan mentah idealnya 50-70%. Jika tumpukan kompos
kurang mengandung air, bahan akan bercendawan sehingga prses penguraian
bahan akan berlangsung lambat dan tidak sempurna. Karena itu,
untukmemastikan tidak adanya kelebihan dan kekurangan air, penting untuk
menjaga aerasi selama proses pengomposan dengan caa membuat lubang atau
celah di dasar atau bagian samping komposter agar sirkulasi udara terjaga.
5. Suhu
Aktivitas mikroba dapat menghasilkan panas pada poses
pengomposan. Peningkatan suhu berkaitan dengan konsumsi oksien dan akan
semakin cepat pula proses dekomposisi terjadi. Suhu berkisar 30-60℃
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat.
6. Ph
Besaran pH saat proses pengomposan berlangsung berkisar 6,5-7,5.
Pada proses pengomposan, perubahan pH akan berlangsung ketika pengomposan
berhasil, dan pH akan berubah menjadi netral (7,0).
e. Cara Membuat Kompos
Cara membuat kompos ada dua cara yaitu secara alami dan buatan. Cara
pembuatan kompos alami tidak menambahkan bakteri dalam pembuatannya
sedangkan pada pembuatan kompos buatan menambahkan bakteri dalam
26
pembuatannya. Salah satu contoh bakteri yang digunakan dalam pembuatan kompos
buatan yaitu lactobacillus sp.
Cara pembuatan kompos alami yaitu: (1) Galilah lubang secukupnya
dengan kedalaman minimal 1 meter ; (2) Masukkan sampah organik ke dalam
lubang; (3) Lapisi sampah tersebut dengan jerami; (4) Tutuplah galian dengan tanah;
(5) Bila telah mencapai tujuh hari, bukalah galian tersebut, dan; (6) Sampah siap
digunakan sebagai kompos.
Sedangkan dalam pembuatan kompos buatan, kita menggunakan sebuah
reaktor mini dan bakteri. Di dalam reaktor inilah, sampah akan diurai oleh bakteri.
Secara sederhana cara pembuatan kompos buatan sebagai berikut. (1) Campurkan
sampah organik (daun lamtoro, daun tusuk konde, dedak, arang, ampas kelapa, pupuk
kandang) dan bakteri EM 4; (2) Masukkan adonan tersebut ke dalam reaktor mini; (3)
Biarkan selama 5-7 hari; (4) Kompos siap digunakan.
f. Standar Kualitas Kompos
Kualitas kompos sangat penting diperhatikan karena akan mempengaruhi
kondisi tanah dan tanaman yang menyerap unsur-unsur hara dalam kompos. Stabilitas
dan kematangan kompos merupakan istilah yang sering digunakan untuk menentukan
kualitas kompos. Menurut Darlington dalam Mulyani (2014:179) stabil itu kondisi
pada kompos yang sudah tidak lagi mengalami dekomposisi. Kompos stabil tidak lagi
mengkomsumsi oksigen dan nitrogen serta memproduksi panas secara signifikan.
27
Kestabilan dan kematangan kompos merupakan parameter yang sulit
terukur. Tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan pengamatan sederhana
dilapangan. Cara-cara sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan kompos
terurai yaitu (1) diciumi/dibaui seperti kompos yang sudah matang berbau seperti
tanah dan harum meskipun bahan bakunya terbuat dari sampah; (2) warna kompos
yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman; (3) Penyusutan volume/bobot
kompos akan terjadi berat minimal 60 %; (3) tekstur kompos yang sudah matang
akan berbentuk butiran-butiran kecil (tekstur sangat halus).
g. Kelebihan dan Kelemahan Kompos
Peranan kompos sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Kompos tidak
hanya menambah unsur hara, tetapi juga menjaga fungsi tanah sehingga tanaman
dapat tumbuh dengan baik. Kelebihan-kelebihan kompos dibandingkan pupuk kimia
menurut Mulyani (2014:152-153) antara lain yaitu (1) mengandung unsur hara mikro
dan makro yang lengkap; (2) meningkatkan porositas tanah; (3) mengurangi potensi
terjadinya pencucuian hara; (4) menggemburkan tanah; (5) memperbaiki struktur
tanah; (6) Hara yang ada lebih tersedia bagi tanaman; (7) meningkatkan pH tanah; (8)
mengurangi polusi udara karena pembakaran sampah; (9) mengurangi pencemaran air
Kesimpulan dari teori diatas yaitu prinsip pembuatan kompos pada
dasarnya sama seperti pembentukan humus di alam. Ada mikroorganisme yang
berperan dalam pembusukan sampah organik pada pembuatan kompos. pada
pembuatan kompos membutuhkan sampah organik warna hijau, sampah organik
28
warna coklat, dan wadah atau tempat (komposter). Faktor lain yang menunjang
keberhasilan kompos yaitu rasio c/n, ukuran bahan kompos, kelembapan, kandungan
air dan oksigen, suhu dan pH. Pembuatan kompos yang akan dilakukan dalam
penelitian ini yaitu (1) campurkan sampah organik dengan kotoran hewan/bakteri; (2)
masukkan adonan ke komposter; (3) biarkan selama 5-7 hari atau sebulan; (4)
kompos bisa digunakan. Standar kualitas kompos dapat dilihat dari ukuran partikel,
kandungan senyawa, kadar air, dan pH. Kelebihan yang dimiliki pupuk kompos yaitu
menggemburkan tanah, memperbaiki struktur tanah, mengurangi polusi udara dengan
pembakaran sampah.
4. Hubungan Lingkungan, Kompos, dan Model PjBL
Dalam membuat produk kompos kita telah memanfaatkan ligkungan
sebagai bahan pembuatan kompos, yaitu sampah organik yang sudah tidak terpakai
dapat diolah kembali. Sehingga dari sampah organik dapat menghasilkan produk
yang bermanfaat bagi lingkungan. Pemanfaatan lingkungan untuk membuat kompos
dapat memotivasi siswa menimbulkan kebiasaan untuk peduli dan mencintai
lingkungan.
Pada pembelajaran ini, siswa membuat kompos dengan memanfaatkan
sampah organik di lingkungan sekolah maupun yang ada di lingkungan rumah siswa,
seperti daun kering, sisa sisa sayuran, buah busuk, rumput, dan lain sebagainya.
Dalam pembelajaran agar proses belajar bermakna diperlukan model pembelajaran
29
yang dapat melibatkan secara aktif. Salah satunya adalah model PjBL yang
berorientasi pada suatu proyek.
5. Hasil Belajar
Winarni (2012:138), menyatakan bahwa hasil belajar adalah hal yang dapat
dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Menurut sisi siswa, hasil belajar
merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat
sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis
ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan pada sisi guru, hasil belajar
merupakan saat terselesaikan bahan pelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar
dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya
pencapaian tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar.
Dalam implementasi kurikulum 2013 untuk jenjang SD, Kemendikbud
(2014: 18) menyatakan bahwa memadukan lintasan taksonomi sikap (attitude) dari
Kratwohl, keterampilan (skill) dari Dyers, dan pengetahuan (knowledge) dari Bloom
dengan revisi oleh Anderson. Taksonomi sikap (attitude) dari Krathwohl meliputi:
accepting, responding, valuing, organizing/internalizing, dan
characterizing/actualizing. Taksonomi keterampilan (skill) dari Dyers meliputi:
observing, questioning, experimenting, associating, dan communicating. Taksonomi
pengetahuan (knowledge) dari Bloom dengan revisi oleh Anderson meliputi:
knowing/remembering, understanding, appliying, evaluating, dan creating.
30
Ranah sikap berkenaan dengan sikap yang terdiri dari 5 aspek antara lain
menerima, menanggapi, menilai, mengelola, dan menghayati. Kelima aspek tersebut
berjenjang, artinya dalam menentukan ketepatan reaksi, perasaan, kepuasaan dalam
menjawab stimulus termasuk dalam bentuk masalah, situasi,gejala, dan lain-lain.
Keterpaduan suatu sistem nilai yang telah dimiliki, mempengaruhi pola kepribadian
dan tingkah laku siswa dalam keterpaduannya siswa mengembangkan nilai kedalam
satu sistem organisasi.
Ranah keterampilan berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak yang terdiri dari 4 aspek antara lain menirukan, memanipulasi,
pengalamiahan, artikulasi. Keempat aspek tersebut berjenjang, artinya menampilkan
sesuatu menurut petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja melainkan
mengembangkan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-gerakan
pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan dengan mengamati suatu
gerakan lalu mulai memberikan respons serupa yang diamati. Hasil belajar akan
melahirkan siswa yang produktif, kreatif, inovatif, dan afekif maelalui penguatan
sikap, pengetahuan dan keterampilan yang terintegrasi.
Anderson dan Krathwohl dalam Winarni (2012:139) membagi ranah
kognitif (pengetahuan) meliputi dua dimensi, yaitu kognitif proses dan kognitif
produk. Kognitif proses terdiri dari enam aspek yakni ingatan (C1), pemahaman (C2),
penerapan (C3), analisis (C4), evaluasi, (C5), dan aspek kreasi atau mencipta (C6).
Keenam aspek kognitif tersebut berjenjang, artinya mengkonstruk makna dari
31
berbagai informasi yang ditangkap panca indera dilakukan mengenali dan mengingat
kembali waktu, kejadian, dan peristiwa penting. Dalam kurikulum 2013 kognitif
produk untuk sekolah dasar meliputi pengetahuan faktual dan konseptual. Adapun
kognitif proses dalam kurikulum 2013 terdiri dari enam aspek, yaitu: (1) ingatan
(knowing/remembering); (2) pemahaman (understanding); (3) penerapan
(appllying); (4) analisis (analyzing); (5) evaluasi (evaluating); dan (6) kreasi atau
mencipta (creating). Keenam aspek pengetahuan tersebut bersifat berjenjang,
artinya mengkonstruk makna dari berbagai informasi yang ditangkap panca
indera dilakukan melalui mengenali dan mengingat kembali waktu, kejadian, dan
peristiwa penting. Untuk menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam
keadaan tertentu dapat dilakukan setelah menafsirkan, mencontohkan,
mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan serta
menjelaskan.
Menurut Abidin (2014:20) ditinjau dari standar proses, sasaran
pembelajaran dalam kurikulum 2013 mencakup pengembangan ranah sikap,
pengetahuan dan keterampilan yang dielaborasikan untuk setiap satuan pendidikan.
Pada elemen standar penilaian, penilaian hasil belajar siswa mencakup kompetensi
sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga
dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap siswa terhadap standar yang
telah ditetapkan. Penilaian hasil belajar kurikulum 2013 dilakukan dengan bentuk
penilaian otentik yang meliputi penilaian diri, penilaian proyek, penilaian portofolio,
32
penilaian proses dan penilaian performa.
Dalam penilaian sikap menurut Kemendikbud (2014:44) contoh muatan
KI-1(sikap spiritual) antara lain: ketaatan beribadah, berperilaku syukur, berdoa
sebelum dan sesudah melakukan kegiatan. Sedangkan muatan KI-2 (sikap sosial)
antara lain: jujur, disiplin, tanggung jawab, santun,peduli dan percaya diri. Penilaian
aspek sikap dilakukan dengan melalui observasi, penilaian diri, penilaian antarteman
dan jurnal. Penilaian aspek pengetahuan dapat dinilai dengan cara tes tertulis, tes
lisan dan penugasan. Penilaian keterampilan dapat dinilai dengan penilaian kinerja,
penilaian proyek, dan penilaian portofolio.
Dalam pembelajaran model PjBL pembuatan kompos, hasil belajar siswa
pada aspek sikap dilakukan dengan menggunakan lembar observasi dan penilaian
diri. Pada aspek pengetahuan dilakukan dengan penelitian dilakukan dengan
penilaian tes tertulis soal uraian. Sedangkan pada aspek keterampilan dilakukan
dengan penilaian kinerja.
B. Penelitian Relevan
1. “Pengaruh Model PjBL terhadap hasil belajar IPS kelas V Siswa SD Negeri
30 Pontianak Selatan” oleh Erika Manda sari (2015). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa model project based learning memberikan pengaruh
yang tinggi terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 30
Pontianak selatan.
33
2. Pengaruh penggunaan model project based Learning (PjBL) terhadap
kreativitas berpikir Siswa pada konsep lingkungan di SD Se-kecamatan
Cileunyi oleh Endang Sri Wardani (2015). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara kreativitas berpikir
siswa yang belajar dengan menggunakan model PjBL dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional.
C. Kerangka Pikir
Keberhasilan pembelajaran Tematik tidak hanya tergantung pada satu
faktor saja. Untuk mencapai hasil belajar yang memuaskan seluruh faktor yang
mendukung proses pembelajaran dilaksanakan dengan maksimal. Pelaksanaan
pembelajaran tematik tidak akan berhasil apabila penunjang yang lain seperti model
pembelajaran yang tidak tepat.
Pembelajaran tematik akan monoton apabila model pembelajaran yang
digunakan masih model pembelajaran konvensional. Disamping itu guru belum
menggunakan variasi dalam mengajar seperti menerapkan model-model
pembelajaran yang bisa berpengaruh terhadap hasil belajar dan sikap peduli
lingkungan siswa.
Salah satu alternatif untuk menjadikan pembelajaran yang bermakna dan
tidak membosankan maka peneliti bersama guru akan menggunakan model
pembelajaran PjBL guna melihat pengaruh hasil belajar dan sikap peduli lingkungan
setelah diterapkannya model pembelajaran PjBL ini dalam proses pembelajaran.
34
Diharapkan dengan model pembelajaran PjBL ini siswa dapat merasakan manfaat
pembelajaran yang selama ini terkesan hapalan semata dan hanya duduk diam
mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru dan guru pun tidak melihat apa
yang dibutuhkan siswa. Selain itu dengan model PjBL ini hendaknya dapat
mengembangkan keterampilan berpikir dengan keterampilan berkomunikasi. Tidak
hanya itu model pembelajaran PjBL ini akan mengembangkan sikap sosial antar
teman sebaya dan sikap peduli lingkungan dan yang paling utama yaitu dapat
memungkinkan meningkatkan hasil belajar siswa.
Maka untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
memberikan perlakuan kepada kelas eksperimen (VA) dan kelas kontrol (VD) SDN
11 Kota Bengkulu sedangkan kelas uji coba instrumen yaitu kelas VB dan VC SDN
74 Kota Bengkulu. Peneliti juga menggunakan pretest dan posttest untuk melihat ada
tidaknya pengaruh model pembelajaran PjBL tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh model Pembelajaran PjBL terhadap hasil belajar dan sikap
peduli lingkungan siswa kelas V SDN 11 Kota Bengkulu
35
Bagan 2.1 Kerangka Pikir
36
Pembelajaran Tematik
Siswa kelas V SD Negeri 11 Kota Bengkulu
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pembelajaran dengan model PjBLPembelajaran secara Konvensional
Pembelajaran PjBL
1. Kegiatan awal
Penentuan pertanyaan mendasar
2. Kegiatan Inti
a. Siswa dibagi kedalam kelompok secara heterogen
(kemampuan akademik dan jenis kelamin)
b. Mendesain perencanaan proyek
Siswa mendiskusikan rencana proyek kompos yang akan dilakukan serta bahan dan alat yang akan digunakan
c. Menyusun jadwal
Guru membantu siswa menyusun jadwal pelaksanaan proyek pembuatan kompos sederhana
d. Memonitor siswa dan kemajuan proyek
e. Menguji hasil
Siswa dalam kelompok mempresentasikan proyek kompos sederhananya dikompos.
3. Kegiatan Penutup
Mengevaluasi pengalaman
merefleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek kompos sederhana yang sudah dijalankan.
Pembelajaran Konvensional
1. Kegiatan Awal
Persiapan
2. Kegiatan Inti
Mengamati gambar yang ada di buku (mengamati)
Tanya jawab mengenai (bertanya)
Menyampaikan pendapat (mengkomunikasikan,
menalar)
a. Setelah menumbuhkan stimulasi, siswa diminta
untuk belajar pada kelompoknya masing-masing.
b. Kelompoknya dibagi berdasarkan kesenangan
siswa (siswa yang memilih sendiri kelompoknya).
c. Siswa menjawab LKS.
d. Melaporkan hasil kerja.
3. Kegiatan Penutup
Menyimpulkan pembelajaran
mengevaluasi
Hasil Belajar aspek sikap, pengetahuan dan
keterampilan siswa
D. Asumsi dan Hipotesis
1. Asumsi
Peneliti memiliki asumsi: (1) bahwa implementasi kurikulum 2013
menggunakan pembelajaran tematik yaitu melalui pendekatan ilmiah
(scientific approach) dalam sistem pembelajaran yang mampu mendorong siswa
untuk aktif dalam menggali informasi dan menemukan konsep baik secara
individu maupun kelompok (2) Model PjBL yang berawal dari proses inquiry
dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun dan membimbing siswa
ke dalam sebuah proyek/kegiatan ilmiah siswa dan siswa yang melakukan
desain perencanaan proyek, menyusun jadwal, dan penyelesaian proyek mampu
memicu keaktifan siswa dan meningkatkan hasil belajar aspek sikap,
keterampilan, dan pengetahuan siswa.
2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini ada 3 rumusan, yaitu
sebagai berikut:
1)Ha :Terdapat pengaruh hasil belajar aspek sikap yang signifikan antara
siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran
PjBL dengan pembelajaran secara konvensional pada pembelajaran
tematik di kelas V SDN 11 Kota Bengkulu.
2)Ha :Terdapat pengaruh hasil belajar aspek pengetahuan yang signifikan
antara siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model
37
pembelajaran PjBL dengan pembelajaran secara konvensional pada
pembelajaran tematik di kelas V SDN 11 Kota Bengkulu.
3)Ha :Terdapat pengaruh hasil belajar aspek keterampilan yang signifikan
antara siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model
pembelajaran PjBL dengan pembelajaran secara konvensional pada
pembelajaran tematik di kelas V SDN 11 Kota Bengkulu.
38
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 11 Kota Bengkulu. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Menurut Winarni (2011:
48) penelitian eksperimen merupakan penelitian sistematis, logis dan teliti untuk
melakukan kontrol terhadap kondisi dengan peneliti memanipulasi stimuli,
kondisi ekperimental, kemudian dengan mengobservasi pengaruh akibat
perlakuan. Selanjutnya menurut Winarni (2011: 48) penelitian eksperimen
bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan, memprediksi kejadian dalam
eksperimental, serta mennarik generalisasi hubungan-hubungan antar variabel.
Penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (Quasi
Experimental design
Desain penelitian ini yaitu The Matching only Pretest-Posttest Control
Group Design. Menurut Winarni The Matching only Pretest-Posttest Control
Group Design (2011: 53) mempunyai karakteristik yaitu (1) pencocokan terhadap
subyek pada kelompok kontrol dan eksperimen; (2) dilakukan pretest and posttest;
(3) tidak menjamin terpenuhi ekuivalensi; (4) proses matching tidak secara
random; (5) generalisasi lemah.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat ada tidaknya pengaruh hasil
belajaraspek sikap, aspek pengetahuan dan aspek keterampilan siswa dengan
menggunakan model pembelajaran yang berbeda yang diuji dalam di dalam kelas
yang berbeda yaitu kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional dan
kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran PjBL.
39
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Arikunto (2010:173) mengungkapkan bahwa populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian. Menurut Fraenkel dan Wallen dalam
Winarni (2011:94) populasi merupakan kelompok yang menarik peneliti,
dimana kelompok tersebut oleh peneliti dijadikan sebagai obyek untuk
menggeneralisasikan hasil penelitian.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa populasi adalah
keseluruhan obyek yang memiliki kualitas, kuantitas, serta karakteristik untuk
digeneralisasikan hasil penelitiannya. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas V SD Negeri 11 Kota Bengkulu berjumlah 108 siswa yang
terbagi menjadi 4 kelas. Berikut rincian jumlah siswa kelas V SD Negeri 11 Kota
Bengkulu yaitu kelas VA berjumlah 26 siswa, kelas VB berjumlah 27 siswa, kelas
VC berjumlah 28 siswa dan kelas VD berjumlah 27 siswa.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi. Untuk menentukan kelas
eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan teknik Cluster Random Sampling.
Menurut Winarni (2011: 106), teknik Cluster Random Sampling digunakan jika
dijumpai populasi yang heterogen diman sub populasi merupakan suatu kelompok
yang mempunyai sifat heterogen. Sebelum penentuan sampel telah dilakukan uji
homogenitas sampel. Berdasarkan hasil dari uji homogenitas, diperoleh kelas VA
SD Negeri 11 Kota Bengkulu sebagai kelas eksperimen dengan menerapkan
model PjBL dan kelas VB SD Negeri 04 Kota Bengkulu sebagai kelas kontrol
40
dengan menerapkan model konvensional. Pada kelas kontrol pada awalnya dipilih
kelas VD di SD Negeri 11 Kota Bengkulu karena untuk menghindari hasil
penelitian yang bias (menyimpang dari yang sebenarnya) maka kelas kontrol
diambil dari SD yang berbeda dari kelas eksperimen. Sedangkan kelas VB dan
kelas VC sebagai kelas uji coba instrumen. Berikut rincian kelas eksperimen,
kelas kontrol dan kelas uji coba instrumen.
Tabel 3.1 rincian kelas yang digunakan sebagai kelas eksperimen, kelas kontrol dan kelas uji coba instrumen
No Kelas Jumlah Siswa
Sampel
1. VA 26 Kelas eksperimen2. VB 27 Kelas Uji coba instrumen3. VC 28 Kelas Uji coba instrumen4. VD 27 Kelas Kontrol
Jumlah 108
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan gejala yang menjadi objek penelitian
(Winarni, 2011:81). Variabel dapat diartikan sebagai suatu konsep yang memiliki
nilai ganda, atau dengan perkataan lain suatu faktor yang jika diukur akan
menghasilkan skor yang bervariasi. Dalam penelitian ini terdapat variabel, sebagai
berikut:
a. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Pada penelitian ini
variabel bebas yaitu model PjBL.
41
b. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena variabel bebasnya. Dalam penelitian ini variabel terikat adalah
hasil belajar aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa.
D. Definisi Operasional
Peneliti akan mencoba mendeskripsikan definisi operasional dari judul
sebagai berkut:
a. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema
untuk mengaitkan mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman
yang bermakna kepada siswa. Tema yang digunakan dalam penelitian yaitu
“tema 8. Ekosistem”subtema 3. Memelihara Ekosistem” pembelajaran 5
dengan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, Bahasa Indonesia dan SBdP.
b. Dalam penelitian ini kompetensi dasar (KD) yang dibahas yaitu:
1. IPA KD 3.6 aktivitas yang dilakukan siswa menyebutkan usaha-usaha
memelihara ekosistem di lingkungan sekitar
2. IPA KD 4.6 aktivitas yang dilakukan siswa menyajikan hasil pengamatan
dengan membuat laporan pemeliharaan ekosistem di lingkungan manusia.
3. Bahasa Indonesia KD 3.1 aktivitas yang dilakukan siswa menuliskan
informasi dari teks laporan buku tentang usaha-usaha memelihara
ekosistem di lingkungan manusia.
4. Bahasa Indonesia KD 4.1 aktivitas yang dilakukan siswa membuat
laporan tertulis tentang usaha-usaha memelihara ekosistem.
5. SBdP KD 3.1 aktivitas yang dilakukan siswa memahami prinsip-prinsip
seni dalam berbagai karya seni rupa.
42
6. SBdP KD 4.1 aktivitas yang dilakukan siswa melakukan pengamatan
terhadap suasana lingkungan sekitar untuk membuat gambar ilustrasi.
c. Model PjBL merupakan model pembelajaran yang menggunakan proyek
sebagai media dalam pembelajaran. Langkah-langkah operasional penerapan
model PjBL adalah (1) penentuan pertanyaan mendasar mengenai lingkungan
sekitar; (2) menyusun perencanaan proyek yaitu produk kompos; (3) guru dan
siswa menyusun jadwal timeline menyelesaikan produk kompos yaitu waktu
pelaksanaan 1 minggu; (4) penyelesaian produk kolase pada hari yang telah
ditentukan; (5) menguji hasil produk kompos dengan memprsentasikan hasil
produk kompos; dan (6) mengevaluasi pengalaman dilakukan untuk
merefleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek.
d. Kompos adalah pupuk yang dibuat dari sampah organik yang berupa daun
lamtoro, daun tusuk konde, dedak, arang, ampas kelapa, pupuk kandang, air
dan tambahan bakteri EM 4 untuk mempercepat pembusukan.
e. Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental
tersebut pada aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan. Aspek sikap yang
digunakan yaitu sikap percaya diri, peduli lingkungan dan menghargai
sesama. Aspek keterampilan yang diobservasi yaitu melakukan percobaan
kompos, menentukan bahan dan alat dalam pembuatan kompos dan membuat
laporan percobaan kompos.
43
E. Instrumen Penelitian
Pada penelitian kuantitatif, umumnya peneliti menggunakan instrumen
(alat ukur) untuk mengumpulkan data. Instrumen penelitian adalah alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat,
lengkap dan sistematis (Riduwan, 2011:77). Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu lembar tes, observasi dan dokumentasi.
1. Lembar Tes
Tes yang digunakan dalam mengukur hasil belajar siswa berbentuk
soal essai, yang terdiri dari pretest dan posttest. Soal tes diberikan kepada semua
sampel sesuai dengan konsep yang diberikan selama perlakuan berlangsung.
Lembar tes ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar aspek kognitif dalam
penelitian ini. Lembar tes akan diuji cobakan pada siswa kelas VB di SD Negeri
74 Kota Bengkulu. Uji lembar tes dilakukan pada kelompok yang sedang atau
telah mempelajari materi yang akan dijadikan penelitian. Tes hasil belajar yang
digunakan akan diuji validitas. Reliabilitas, taraf kesukaran dan daya beda
soalnya.
a. Uji Validitas
Validitas adalah mengukur atau menilai apa yang hendak diukur atau
dinilai (Mulyasa, 2009: 214). Sejalan dengan menurut Winarni, (2011: 193)
Sebuah tes valid bila tes dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Teknik
44
yang digunakan untuk mengukur validitas soal adalah teknik korelasi product
moment angka kasar. Rumusnya adalah:
N∑ xy−¿¿
√N∑ X2−¿¿¿
Keterangan:
r = angka indeks korelasi r product moment
∑ xy=¿ jumlah hasil perkalian antara x dan y
∑ x=¿ jumlah skor (x)
∑ y=¿ jumlah skor total (y)
N = jumlah seluruh sampel
Interpretasi besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
0,80-1,00 : validitas sangat tinggi
0,60-0,80 : validitas tinggi
0,40-0,60 : validitas cukup
0,20-0,40 : validitas rendah
0,00-0,20 : validitas rendah atau tidak valid
(Winarni, 2011: 193-194)
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menurut Mulyasa, (2009: 214) yaitu ketetapan hasil yang
diperoleh seorang siswa bila dites kembali dengan hasil yang sama. Sedangkan
Arikunto (2010: 221) menyatakan reliabilitas menunjuk pada satu pengertian
bahwa instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul
45
r =
data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabilitas menunjuk pada tingkat
keterandalan sesuatu. Reliabel artinya dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan.
Adapun rumus yang digunakan yaitu:
r11= [k ¿k −¿1]¿
Keterangan:
r11= reliabilitas instrumen
k = banyaknya soal
∑ σ b2 = jumlah varian butir
σ t 2 = varian total
Dengan kriteria jika r11 ≥ 0,70 maka tes reliabel (dapat dipercaya)
jika r11 < 0,70 maka tes tidak reliabel (dibuang)
(Winarni, 2011:177)
c. Taraf Kesukaran
Taraf kesukaran tes adalah kemampuan tes tersebut dalam menjaring
banyaknya subjek peserta tes yang dapat mengerjakan dengan benar. Jika banyak
subjek peserta tes yang dapat menjawab dengan benar, maka taraf kesukaran tes
tersebut rendah. Sebaliknya, jika hanya sedikit dari subyek yang menjawab
dengan benar, maka taraf kesukarannya tinggi.
Taraf kesukaran dinyatakan dengan P dan dicari dengan rumus:
Taraf Kesukaran:
P = BJS
46
Keterangan:P = indeks kesukaranB = banyak siswa yang menjawab benar
JS = jumlah seluruh siswa peserta tesKriteria indeks kesukaran:
0,0-0,3 = sukar
0,3-0,7 = sedang
0,7-1,0 = mudah
(Winarni, 2011: 179)
d. Daya Pembeda
Daya pembeda tes adalah kemampuan tes tersebut untuk memisahkan
antara subjek yang pintar dan subjek yang kurang pintar.
Rumus yang digunakan untuk mengetahui daya pembeda setiap butir tes adalah:
Daya Pembeda:
D = J BA
J A -
J BB
J B
Keterangan:J = jumlah peserta tesJ A= banyaknya peserta kelompok atasJB= banyaknya peserta kelompok bawahJBA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benarJBB= banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Kriteria daya beda:0,0 – 0,2 = jelek0,2 – 0,4 = cukup0,4–0,7 = baik0,7 –1,0 = baik sekali
(Winarni, 2011: 179)
47
2. Lembar Observasi
Lembar observasi adalah alat penilaian yang digunakan untuk
mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang
akan diamati (Sudjana. 2009: 84). Observasi ini dilakukan pada saat proses
pembelajaran berlangsung. Pada penelitian ini lembar observasi yang digunakan
adalah lembar observasi sikap terbagi menjadi lembar penilaian observasi dan
lembar penilaian diri dalam aspek sikap dan lembar penilaian kinerja dalam aspek
keterampilan. Observasi terhadap siswa ini bertujuan untuk mengamati atau
melihat bagaimana aktivitas/kegiatan selama mengikuti pembelajaran dengan
menerapkan model project based leraning (PjBL).
3. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata Dokumen yang artinya barang-barang
tertulis. Guba Lincoln dalam Winarni (2011: 156-157) mengatakan bahwa
dokumen adalah setiap bahan tertulis atau pun film yang digunakan untuk
keperluan penelitian, karena alasan-alasan yang dapat dipertanggung jawabkan
sebagai berikut: (1) dokumen merupakan sumber yang stabil; (2) berguna sebagai
bukti untuk pengujian. Instrumen penelitian yang berupa dokumentasi yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu nilai ulangan bulanan kelas V SD Negeri 11
Kota Bengkulu, hasil belajar aspek sikap (lembar observasi sikap dan penilaian
diri siswa), hasil belajar spek pengetahuan (pretest dan posttest), hasil belajar
aspek keterampilan (penilaian kinerja) dan dokumentasi foto kegiatan
pembelajaran.
48
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat
digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dan menjadi alat bantu yang
dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar
kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Riduwan,
2011:69).
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini
adalah tes dalam bentuk pretest, posttest, dan lembar observasi siswa. Sumber
data adalah seluruh sampel dimana setiap diri siswa diminta untuk menjawab soal-
soal pada lembar tes.
1. Tes
a. Pretest
Dalam Sudijiono (2011: 69) menyataan bahwa pretest dilaksanakan
dengan tujuan untuk mengetahui apakah sejauh mana materi atau bahan pelajaran
yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh siswa. Pretest ini dilakukan untuk
mengetahui varian sampel penelitian.
b. Posttest
Dalam Sudijono (2011: 70) menyatakan bahwa posttest atau tes akhir
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran
yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh para
49
siswa. Soal tes akhir ini adalah bahan-bahan pelajaran yang terpenting, yang telah
diajarkan kepada para siswa. Dengan demikian dapat diketahui apakah tes akhir
lebih baik, sama, ataukah lebih jelek daripada hasil tes awal. Jika hasil tes akhir
itu lebih baik daripada tes awal, maka dapat diartikan bahwa pembelajaran telah
berjalan dan berhasil dengan sebaik-baiknya.
2. Observasi
Menurut Winarni (2011: 148) observasi merupakan metode
pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap obyek penelitian.
Observasi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pada
penelitian ini observasi dilakukan secara langsung yang dilakukan peneliti.
Observasi ini dimaksudkan agar peneliti dapat mengetahui keterlaksanaan
pembelajaran menggunakan model PjBL pada siswa di kelas VA SDN 11 Kota
Bengkulu.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara mengumpulkan data dengan mencatat data-
data yang sudah ada (Winarni, 2011: 156). Dokumentasi dalam penelitian ini
berupa nilai hasil belajar ulangan bulanan siswa dan foto kegiatan.
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitiam ini yaitu analisis
deskriptif, uji prasyarat hipotesis dan analisis inferensial.
50
1. Analisis Deskriptif
Sugiyono (2011: 207-208) analisis deskriptif digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan
yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Termasuk dalam analisi deskriptif
antara lain adalah penyajian data melalui tabel, perhitungan skor rata-rata (mean),
varian, dan lain-lain.
a. Perhitungan Varian
Untuk menghitung varian menggunakan rumus:
S2= n∑ fix i2−¿ (∑ fixi)2
n(n-1)
Keterangan:
n = banyak sampel
∑ fix i = jumlah dari hasil perkalian fi
S2 = varian
b. Analisis Deskriptif Hasil Belajar
1. Deskriptif untuk Hasil Belajar Aspek Sikap
Penilaian aspek sikap dilakukan dengan penilaian observasi sikap.
Penilaian observasi sikap merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara terus
menerus dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan menggunakan format observasi yang berisi sejumlah indikator
perilaku yang diamati (rasa ingn tahu dan peduli lingkungan). Hal ini dilakukan
saat pembelajaran maupun di luar pembelajaran.
51
2. Deskriptif Untuk Hasil Belajar Aspek Keterampilan
Penilaian aspek keterampilan dilakukan melalui penilaian kinerja.
Penilaian kinerja merupakan ragam penilaian yang cukup luas yang
menggambarkan seluruh kemampuan berpikir siswa semenjak awal pembelajaran,
kemampuan siswa bekerja selama proses pembelajaran, dan kemampuan
pemahaman siswa di akhir pembelajaran. Penilaian kinerja menggunakan
instrumen daftar ceklist dengan deskriptor yang telah dibuat peneliti.penilaian
dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung yaitu pada saat siswa
membuat kompos.
3. Deskriptif Untuk Hasil Belajar Aspek Pengetahuan
Penilaian pengetahuan merupakan penilaian yang dilakukan untuk
mngukur pengetahuan yang dimiliki siswa. Penilaian aspek pengetahuan
dilakukan melalui tes tertulis. Tes tertulis adalah tes yang bentuknya berupa soal
dan jawaban yang diberikan kepada siswa dalam bentuk bahan tulisan. Tes tertulis
yang digunakan berbentuk uraian atau esai (pretest dan posttest) menuntut siswa
mampu meliputi tahap ingtan, pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi,
mencipta atas materi yang dipelajarinya.
2. Uji Prasyarat Hipotesis
a. Uji Normalitas
Arikunto (2010: 301) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan uji
normalitas sampel adalah mengadakan pengujian terhadap normal tidaknya
sebaran data yang akan dianalisis. Untuk mengetahui bahwa data yang diambil
52
berasal dari populasi berdistribusi normal digunakan rumus chi-kuadrat untuk
menguji hipotesis. Hipotesis nol (H0) pengujian ini menyatakan bahwa sampel
data berasal dari populasi berdistribusi normal melawan hipotesis tandingan (Ha)
yang menyatakan bahwa sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.
Dengan rumus chi kuadrat sebagai berikut:
x2=∑ ( f 0− f h )2
f h
Dimana:
x2 : Uji chi kuadrat
f0 : data frekuensi yang diperoleh dari sampel x
fh : frekuensi yang diharapkan dalam populasi
Hipotesis diterima atau ditolak dengan membandingkan x2h itung dengan
nilai kritis x2tabel pada taraf signifikan 5 % dengan kriterianya adalah H0 ditolak
jika x2h itung>¿ x2tabel dan H0 tidak dapat ditolak jika x2h itung≤ x2tabel.
Arikunto (2009: 312-314)
b. Uji Homogenitas
Apabila diketahui data berdistribusi normal, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan uji homogenitas varian. Hipotesis statistik yang digunakan
adalah sebagai berikut:
H0: μ12= μ22
Ha: μ12≥ μ22
53
H0 adalah hipotesis yang menyatakan skor kedua kelompok memiliki
varian yang sama, dan Ha adalah hipotesis yang menyatakan skor kedua
kelompok memiliki varian yang tidak sama.
Uji homogenitas dilakukan dengan menghitung statistik varian melalui
perbandingan varian terbesar dengan varian terkecil antara kedua kelompok kelas
sampel. Sugiyono (2011:276) menyatakan rumus yang digunakan sebagai berikut:
Fhitung = VarianterbesarVarian terkecil
Sampel dikatakan memiliki varian homogen apabila Fhitung lebih kecil
dari Ftabel pada taraf sinifikan 5 %. Secara matematis dituliskan Fhitung < Ftabel pada
derajat kebebasan (dk) pembilang (varian terbesar) dan derajat kebebasan (dk)
penyebut varian terkecil).
3. Analisis Inferensial
Arikunto (2010: 298) menyatakan bahwa statistik inferensial berfungsi
untuk menggenaralisasikan hasil penelitian yang dilakukan pada sampel bagi
populasi. Lebih lanjut Sugiyono (2011 : 209) menyatakan bahwa inferensial
adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan
hasilnya diberlakukan untuk populasi. Untuk data penelitian ini akan dianalisis
menggunakan uji-t dua sampel independent.
Menurut Sugiyono (2011: 137-139), bila n1 ≠ n2 dan varian homogen,
maka pengujian hipotesis dapat menggunakan rumus uji-t dengan pooled varian
untuk dua sampel independent sebagai berikut:
54
t = x1− x2
√( n1−1 ) s12+(n2−1 ) s2
Keterangan:
t = nilai t hitung
x1 = skor rata-rata kelompok 1
x2 = skor rata-rata kelompok 2
n1 = jumlah sampel kelompok 1
n2 = jumlah sampel kelompok 2
S12 = Varian kelompok 1
S22 = Varian kelompok 2
Jika nilai t hitung > t tabel pada taraf signifikan 5 % dan derajat
kebebasan (dk) = n1+n2−2, maka terdapat pengaruh yang signifikan. Lebih lanjut
dalam Sugiyono (2011: 153) menjelaskan bahwa bila asumsi t-test tidak terpenuhi
(misalnya data harus normal) maka untuk menguji hipotesis digunakan statistik
nonparametrik dua sampel independent yaitu menggunakan persamaan Mann-
Whitney U-Test.
Berdasarkan hasil analisis data di atas dapat disimpulkan apakah
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima atau ditolak. Adapun
hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah:
H0: μ12= μ22
Ha: μ12≥ μ22
Dimana, H0 adalah hipotesis yang menyatakan rerata skor kelas
eksperimen ( μ1) sama dengan rerata skor kelas kontrol ( μ2). Berarti tidak terdapat
55
n1+n2−2 ( 1n1
+1n2 )
pengaruh terhadap hasil belajar siswa yang signifikan antara kelompok kelas
eksperimen yang menggunakan model PjBL dengan kelompok kelas kontrol yang
menggunakan pembelajaran secara konvensional.
Ha adalah hipotesis yang menyatakan rerata skor kelas eksperimen ( μ1)
lebih besar dibandingkan dengan rerata skor kelas kontrol ( μ2). Berarti terdapat
pengaruh terhadap hasil belajar siswa yang signifikan antara kelompok kelas
eksperimen yang menggunakan model PjBL dengan kelompok kelas kontrol yang
menggunakan pembelajaran secara konvensional.
Dalam pengujian hipotesis kriteria untuk menolak atau tidak menolak
H0 berdasarkan nilai t tabel pada taraf signifikan 5%,jika t hitung > t tabel maka H0
ditolak dan jika t hitung ≤ t tabel H0 tidak dapat ditolak.
56
42