yakin benar 2

60
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 14.439.967 jiwa (7,18 persen), selanjutnya pada tahun 2010 meningkat menjadi 23.992.553 jiwa (9,77 persen). Pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lanjut usia mencapai 28.822.879 jiwa (11,34 persen). Pada tahun 2025 mendatang peningkatan jumlah warga lansia di Indonesia akan mencapai 414 % dibandingkan pada tahun 1990. Pertumbuhan jumlah penduduk lansia di Indonesia tercatat sebagai pertambahan penduduk lansia yang paling pesat dalam kurun waktu tahun 1990-2025. Jumlah lansia tercatat

Upload: bagus-pranata-siahaan

Post on 20-Oct-2015

74 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

vvfv

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 14.439.967 jiwa (7,18 persen), selanjutnya pada tahun 2010 meningkat menjadi 23.992.553 jiwa (9,77 persen). Pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lanjut usia mencapai 28.822.879 jiwa (11,34 persen).Pada tahun 2025 mendatang peningkatan jumlah warga lansia di Indonesia akan mencapai 414 % dibandingkan pada tahun 1990. Pertumbuhan jumlah penduduk lansia di Indonesia tercatat sebagai pertambahan penduduk lansia yang paling pesat dalam kurun waktu tahun 1990-2025. Jumlah lansia tercatat sekitar 16 juta jiwa dan akan meningkat menjadi 25,5 juta jiwa pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % dari jumlah penduduk. Pertumbuhan jumlah lansia di Indonesia diperkirakan akan menduduki peringkat ke empat dunia di bawah Cina, India, Amerika Serikat (Nugroho, 2009). Jumlah warga lansia Indonesia yang semakin banyak agaknya tidak akan terbendung lagi seiring meningkatnya usia harapan hidup. Berbagai masalah fisik , biologi, psikis , dan sosial akan muncul pada usia lanjut sebagai akibat dari proses menua dan atau penyakit degeneratif yang muncul seiring dengan menuanya seseorang.Menua merupakan fenomena universal, namun derasnya atau lajunya berbeda-beda antar individu. Dengan melanjutnya usia terjadi berbagai perubahan pada tubuh kita. Orang usia lanjut pada umumnya menyadari bahwa mereka berubah lebih lambat dan mobilisasinya kurang begitu baik dibandingkan masa muda mereka. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2011 hampir separuh (45,41%) lansia di Indonesia memiliki kegiatan utama bekerja. Data ini membuktikan bahwa tingkat mobilisasi dan tingkat kemandirian lansia di Indonesia masih diatas 50%.Berdasarkan data yang diperoleh peneliti di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Natar, Informasi yang diperoleh dari pengurus panti didapatkan lansia yang tidak bisa melakukan mobilisasi ada 27 %, yang melakukan mobilisasi terbatas 30 % dan yang melakukan mobilisasi penuh 43 % serta yang mengalami demensia ada 89 % dari seluruh lansia yang tinggal di PSTW Natar.Salah satu faktor psikologis yang mempengaruhi mobilisasi pada lansia adalah dimensia. Lansia yang mengalami demensia akan mengakibatkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari(Brocklehurst and Allen, 1987 dalam buku Darmojo, 1999).Peningkatan angka kejadian dan prevalensi kasus demensia mengikuti meningkatnya usia seseorang setelah lewat usia 60 tahun, prevalensi dari demensia berlipat dua kali setiap kenaikan 5 tahun usia. Dengan meningkatnya usia harapan hidup suatu populasi di perkirakan akan meningkat pula prevalensi demensia, .Berdasarkan data Deklarasi Kyoto yang termuat dalam ringkasan eksekutif laporan Acces Economics Pty Limited(2006). Tahun 2005 penderita demensia di kawasan Asia Pasifik berjumlah 13,7 juta orang dan diprediksikan pada tahun 2050 jumlah ini akan meningkat menjadi 64,6 juta orang., tingkat prevalensi dan insidensi demensia di Indonesia menempati urutan keempat setelah China, India, dan Jepang. Tingkat pravalensi dan Insidensi dimensia di Indonesia pada tahun 2005 masing masing mencapai 606,1 juta orang dan 191,4 juta orang. Pada tahn 2020 diprediksi tingkat pravalensi dan insidensi dimensia di indonesia mencapai 1.016,8 juta orang dan 314,1juta orang.Karena adanya peningkatan yang cukup tinggi terkait fenomena dimensia pada lansia yang turut mempengaruhi mobilisasi pada lansia. Di Indonesia sendiri belum banyak penelitian yang melihat hubungan dimensia dengan mobilisasi pada lansia. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengetahui tentang hubungan antara dimensia dengan mobilisasi pada lansia di UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Lampung Tahun 2014.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang diatas, diketahui semakin tahun jumlah penduduk lansia semakin meningkat. Pada kondisi lansia yang semakin meningkat, banyak pula masalah yang ditimbulkan, salah satunya adalah penyakit demensia yang disebabkan karena gangguan pada otak dan akan berpengaruh pada mobilisasi lansia.Berdasarkan informasi yang didapat dari pengurus PSTW Natar dari sejumlah lansia yang tinggal disana ada 89 % lansia yang mengalami demensia yang sebagian mereka mobilisasinya tergantung pada orang lain dan sebagian ada yang mandiri.Berdasarkan uraian latar belakang diatas : dapat dirumuskanapakah ada hubungan antara dimensia dengan mobilisasi pada lansia di UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Lampung tahun 2014 ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara dimensia dengan mobilsasi pada lansia di UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Lampung1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran distribusi frekuensi mobilisasi pada lansia.b. Mengetahui gambaran distribusi dimensia pada lansiac. Mengetahui hubungan dimensia dengan mobilisasi pada lansia

1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara aplikatif dan teoritis sebagai berikut:1.4.1 Manfaat Instalasi di UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha LampungSebagai masukan bagi pengasuh PSTW Natar dalam menghadapi lansia yang mengalami gangguan demensia, dengan cara memperbanyak aktivitas yang berhubungan dengan fungsi otak misalnya olah raga, sosialisasi dan berkarya sehingga demensia dapat diperlambat.1.4.2 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Memberikan informasi pada mahasiswa tentang kondisi masyarakat, khusunya lansia. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai usaha pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan gerontik. Dengan menggunakan metodologi keperawatan maka perawat gerontik dapat mengkaji lebih dini tanda-tanda atau gejala demensi dan gangguan mobilisasi kemudian dari tanda-tanda tersebut perawat gerontik dapat menyimpulkan diagnosa baik aktual ataupun resiko, sehingga dapat dilakukan rencana tindakan untuk mengatasi atau upaya dalam pencegahannya, serta perawat gerontik dapat mengimplementasikan intervensi-intervensi yang telah disusun dengan baik kemudian mengevaluasi implementasi dari intervensi yang telah dilakukan.

1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti Diharapkan dapat menjadi awal pengembangan penelitian selanjutnyayang berkaitan dengan kemampuan mobilisasi pada lansia dan variabel lain demensia seperti kebugaran lansia, pola makan, pola tidur dan lain sebagainya

BAB IILANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.2 Mobilisasi2.1.2.1. Pengertian MobilisasiMobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk berjalan, bangkit, berdiri dan kembalike tempat tidur, kursi, kloset, duduk dan sebagainya, disamping menggunakan ekstremitas.Mobilisasi mempunyai banyak tujuan, seperti mengekspresikan emosi, dengan gerakan nonverbal, pertahanan diri, pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup sehari-hari, dan kegiatan rekreasi. Dalam mempertahankan mobilisasi fisik secara optimal maka sistem saraf, otot, dan skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik.Mobilisasi merupakan salah satu aspek yang paling penting dilihat dari sudut pandang fungsi psikologis karena mobilisasi adalah hal yang sangat mendasari untuk mempertahankan atau memelihara kebebasan karena konsekuensi yang serius akan terjadi ketika kebebasan itu hilang.

2.1.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi MobilisasiSoejono (2002) menjelaskan bahwa faktor faktor yang mempengaruhi mobilisasi adalah:a. Faktor fisikAdanya penyakit-penyakit seperti rematik (arthritis) pada lutut atau tulang belakang, patah tulang akibat osteoporosis, stroke, gangguan pada telapak kaki atau jari-jari kaki juga menyebabkan lansia tidak ingin atau tidak mampuberjalan dan lain-lain.b. Faktor psikisAdanya Parkinson, demensia, depresi, kekhawatiran jatuh pada diri lansia atau kondisi keluarga juga mempengaruhi mobilisasi pada lanjut usia. Berbagai penyebab psikis yang mempengaruhi perubahandalam kemampuan aktivitas mobilisasi berasal dari kesadaran tentang merosotnya dan perasaan akan rendah diri kalau dibandingkan dengan orang yang lebih muda dalam arti kekuatan, kecepatan dan ketrampilan. Tekanan emosional, yang berasal dari sebab-sebab psikis dapat mempercepat mobilisasi untuk mencoba melakukan sesuatu yang mungkin akan membahayakan baginya.c. Faktor lingkungan1) Rumah harus memiliki ventilasi, jendela, atap dan pintuyang memadai untuk sirkulasi udara dan cahaya.2) Lantai tidak licin dan menggunakan warna yang mencolokuntuk lantai yang bertingkat.3) Kamar mandi atau toilet dibangun di area yang mudahdijangkau olah lansia. Tersedianya halaman depan atauhalaman belakang yang cukup luas dan asri.4) Tempatkan perabotan jauh dari area mobilisasi lansia.5) Pasang pegangan sepanjang area mobilisasi lansia.

2.1.2.3. Komponen-komponen MobilisasiTerdapat beberapa komponen dalam mobilisasi lansia, diantaranya yaitu:a. Kemandirian Kemandirian seorang lansia akan menimbulkankeberanian lansia dalam mobilisasi.b. Latihan pertahanan (Resistance training). Latihan pertahanan meliputi kecepatan gerak sendi luaslingkup gerak sendi (Range ofmotion) dan jenis aktivitas fisikbersifat untuk ketahanan, dapat membantu jantung, paru-paru,otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membantutubuh mereka bertenaga. Contoh berjalan kaki, lari ringan, berkebun ataupun di sawah kekuatan yang dihasilkan karenapemendekan atau pemanjangan otot.c. Daya tahan (Endurance). Daya tahan akan meningkatkan kekuatan yangdidapatkan dari latihan pertahanan. Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis (keropos pada tulang). d. KelenturanKelenturan merupakan komponen yang sangat penting ketika lansia melakukan kegiatan karena pada lansia banyak terjadi pembatasan luas lingkup gerak sendi akibat kekakuanotot dan tendon. Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur) dan sendi berfungsi denganbaik. Contoh mencuci piring, mencuci pakaian mobil dan mengepel lantai.e. KeseimbanganKeseimbangan pada lansia harus dipertahankan karena gangguan keseimbangan pada lansia saat kegiatan dapat menyebabkan lansia mudah terjatuh. Komponen yang terkait dengan mobilisasi lansia diantaranya, yaitu:1) Sistem skeletalSkelet adalah rngka pendukung tubuh dan terdiri dariempat tipe tulang. Skelet merupakan tempat melekatnya otot dan ligamen. Iakatan ini yang menyebabkan mobilisasi dari gerakat skelet, seperti : membuka dan menutup mulut atau meluruskan lengan atau kaki2) Karakteristik tulangKarakteristik tulang meliputi kekokohan, kekuatan dan elastisitas. Kekokohan tulang itu merupakan hasil dari adanya garam anorganik seperti kalsium dan fosfat yang tersebar dalam matrik tulang. Kekokohan berhubungan dengan kekakuan tulang, yang penting untuk mempertahankan tulang panjang tetap lurus, dan membuat tulang tetap lurus serta membuat tulang dapat menyangga berat badab saat berdiri. Selain itu, tulang mempunyai tingkat elastisitas dan fleksibilitas skelet yang dapat berubahsesuai usia.3) SendiSendi adalah hubungan diantara tulang. Setiap sendi diklasifikasikan sesuai dengan struktur dan tingkat mobilisasinya.4) LigamenLigamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu dan menghubungkan tulang dengan kartilago. Ligamen bersifat elastis sehingga membantu fleksibilitas sendi dan mendukung sendi.5) TendonTendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan tulang. Tendon bersifat kuat, fleksibel dan tidak elastis.6) KartilagoKartilago adalah jaringan penyambung yang tidak mempunyai vaskuler, yang terletak terutama di sendi dan di toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuiali pada lansia dan penyakit osteoartritis.7) Otot skeletOtot skelet mempunyai kemampuan untuk berkontransi dan berelaksasi, merupakan elemen kerja dari pergerakan.

2.1.2.4. Macam-macam MobilisasiMacam-macam mobilisasi menurut Miller, 2004 yaitu :a. Mobilisasi penuhMobilisasi penuh ini menunjukkan syaraf motorik dansensorik mampu mengontrol seluruh area tubuh. Mobilissi penuhmempunyai banyak keuntungan bagi kesehatan, baik fisiologimaupun psikologis bagi seseorang untuk memenuhi kebutuhandan kesehatan secara bebas, mempertahankan interaksi sosial danperan dalam kehidupan sehari-hari.b. Mobilisasi sebagianSeseorang yang mengalami mobilisasi sebagian umumnyamempunyai gangguan syaraf sensorik maupun motorik pada areatubuh. Mobilisasi sebagian dapat dibedakan menjadi :1) Mobilisasi temporer yang disebabkan oleh trauma reversibelpada sistem muskuloskeletal seperti dislokasi sendi dantulang2) Mobilisasi permanen biasanya disebabkan oleh rusaknyasistem syaraf yang reversibel.

2.1.2.5. Mobilisasi Pada LansiaManfaat mobilisasi yang tepat dan benar bagi lansia :a. Meningkatkan kemampuan dan kemauan seksual lansiab. Kulit tidak cepat keriput atau menghambat proses penuaanc. Meningkatkan keelastisan tulang sehingga tulang tidak mudahpatahd. Menghambat pengecilan otot dan mempertahankan ataumengurangi kecepatan penurunan kekuatan otot.

2.1.2.6. Alat Ukur MobilisasiMenurut Mahoney FI dalam Maryland State Med Journal 1965, Alat ukur mobilisasi menggunakan Indeks Barthel yang sudah dimodifikasi terdiri dari 10 pertanyaan diantaranya yaitu : melakukan makan, mengenakan pakaian atas, mangenakan pakaian bawah, mengenakan pelindung,mencuci pakaian, cuci muka/mandi, mengendalikan kandung kemih, mengendalikan usus besar, melakukan perawatan perineum,berpindah ke/dari kursi, berpindah ke/dari toilet, berpindah ke/darikamar mandi, berjalan sepanjang 50 meter, naik/turun tangga satulantai, menggunakan kursi roda sepanjang 50 meter. Dari pertanyaan diatas diperoleh hasil tertinggi 100 dan terendah 1,dengan pembagian kriteria mandiri utuh 100 skor, mandiri terbatas 80 skor dan bantuan (pembantu) 40 skor.

2.1.3 Dimensia2.1.3.1 Definisi DimensiaDimensia adalah suatu istilah yang digunakan para dokter untuk menggambarkan suatu kemunduran yang progresif dalam kekuatan mental,yang diiringi oleh perubahan kepribadian dan perilaku (Martyn & Gale, 2002). Demensia dapat didefinisikan sebagai suatu sindroma klinik yang meliputi fungsi intelektual dan ingatan atau memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari (Brocklehurst and Allen, 1987 dalam buku Darmojo, 1995). Faisal (2003),menyebutkan bahwa demensia merupakan suatu penurunan kualitas intelektual yang disertai gangguan pengamatan, hingga menurunnya daya ingat yang mengganggu kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan seharihari, kemampuan dalam berkomunikasi dan berbahasa, serta dalam pengendalian emosi. Demensia lebih merupakan kumpulan gejala dan bukannya suatu kondisi yang jelas. Biasanya bersifat irreversibel dan bukan merupakan bagian normal dari proses penuaan. Demensia dapat diartikan sebagai deteriosasi kapasitas intelektual diakibatkan oleh penyakit di otak. Sindrom ini ditandai oleh gangguan kognitif, emosional dan psikomotor (Lumbantobing,2001). Gyayson (2004), menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan oleh beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku. Dalam Durand dan Barlow (2006),dimensia adalah onset-gradual fungsi otak yang melibatkan kehilangan ingatan,ketidakmampuan mengenali berbagai objek atau wajah,dan kesulitan dalam merencanakan dan penalaran abstrak.

2.1.3.2 Penyebab DimensiaPenyebab dimensia menurut pakar kesehatan,diklasifikasikan kedalam beberapa kelompok sebagai berikut:1. Penyebab biologisa.Adanya penumpukan protein lengket yang disebut anyloid plaques yang berakumulasi diotak pada penderita dimensia. Plak amiloid juga ditemukan pada lansia yang tidka memiliki gejala gejala dimensia ,tetapi juga dalam jumlah yang lebih sedikitb. Didalam otak ditemukan jaringan abnormal(disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan protein abnormal,yang bisa terlihat padsa autopsi. Dimensia sosok lewy sangat menyerupai penyakit alzhaimer,tetapi memiliki perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang terjadi didalam otak.c. Penyebab yang lain dari dimensia adalah serangan stroke yang berturut turut. Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak,daerah otak yang mengalami kerusakann akibat tersumbatnya aliran darah disebut infark. Dimensia yang berasal dari stroke kecil disebut dimensia multi-infark. Sebagian besar penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis,yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.d. dimensia juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau cardiac arrest. Penyebab lain dari dimensia adalah penyakit parkinson ,penyakit pick,AIDS,penyakit paru ,ginjal ,gangguan darah,gangguan nutrisi,keracunan metabolism dan diabetes.e. faktor genetis yang berhubungan dengan apoprotein E4(Apo E4),alela(4) kromosom 19 pada penderita alzheimer familial/sporadic. Penyebab lainnya adalah neuro transmiter lain yang berkurang(defisit),yaitu non adrenergicpresinaptic,serotonin,somatostatin,corticothropin,releasingfaktor,glutamate, dan sebagainya. 2) Penyebab PsikologisPenderita yang mengalami depresi memiliki resiko dua kali lebih besar mengalami dimensia. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian oleh Epidemological Pathways Follow-Up Study yang dilakukan selama lima tahun. Pasien yang sudah didiagnosis menderita dimensia dikeluarkan dari penelitian ini. Selama periode lima tahun, 36 dari 445,atau 7,9 persen dari pasien diabetes dengan depresi berat didiagnosis dengan dimensia. Diantara 3.382 pasien dengan diabetes saja ,163 atau 4,8 persen mengembangkan gejala dimensia. Para peneliti menemukan hasil bahwa depresi berat dengan diabetes mengalami peningkatan 2,7 kali lipat untuk mengalami dimensia,dibanding pasien diabetes tanpa mengalami depresi berat.Depresi meningkatkan resiko dimensia, karena kelainan biologis efektif ini berhubungan dengan penyakit,termasuk tingginya kadar hormon kortisol atau masalah sistem saraf otonom yang dapat mempengaruhi jantung,pembekuan darah. Selain itu,faktor faktor lain yang meningkatkan resiko dimensia karena perilaku umum dalam kondisi seperti merokok,makan berlebihan,kurang olahraga, dan nkesulitan dalam mengikuti rejimen pengobatan dan perawatan.3) Penyebab SosialGaya hidup seseorangGaya hidup seseorang mungkin melibatkan kontak dengan faktor faktor yang dapat menyebabkan dimensia,misalnya penyalahan substansi yangdapat menyebabkan dimensia. Gaya hidup seperti diet,olahraga,dan stress mempengaruhi penyakit kardiovaskuler dan dapat membantu menentukan siapa saja yang akan mengalami dimensia vaskuler. Gaya hidup yang sehat seperti diet,olahraga, dan kontrol terhadap makanan dapat meminimalisasi kemungkinan terjadinya stroke dan tekanan darah tinggi yang menyebabkan dimensia vaskuler. Sedangkan gaya hidup yang tidak sehat seperti stress,tidak mengontrol makanan ,jarang berolahraga dapat meningkatkan resiko terkena stroke dan tekanan darah tinggi yang menyebabkan dimensia vaskuler. Faktor faktor kultural juga dapat mempengaruhi seseorang mengalami dimensia. Sebagai contoh ,hipertensi dan stroke menonjol dikalangan orang orang Afrika,Amerika dan orang orang Asia-Amerika tertentu (Cruickshank dan Beevers dalam Durand dan Barlow,2006),yang menjelaskan mengapa dimensia vaskuler sering dialami oleh kelompok ini. Hal ini terjadi akibat gaya hidup yang tidak sehat,seperti dikalangan orang orang Afrika-Amerika yang sering mengkonsumsi alkohol dan makanan makanan cepat saji dan berpengawet yang meningkatkan resiko terkena hipertensi dan stroke yang menyebabkan dimensia vaskuler( Durand dan Barlow,2006).

2.1.3.3 Gejala dan Tanda DimensiaGejala dan tanda demensia meliputi :a. Lupa kejadian yang baru dialamiLupa akan nama teman, nomor telepon rekan bisnis dan pekerjaan adalah hal yang biasa terjadi, masih dapat mengingatkan lagi beberapa saat kemudian. Orang dengan kepikunan/demensia mengalami kelupaan yang sangat sering sehingga mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari, dan mereka tidak dapat mengingat kembali kejadian yang barub. Kesulitan melakukan pekerjaan sehari-hariSeseorang yang penuh kesibukan bisa saja meninggalkan dapur dalam keadaan berantakan dan baru ingat untuk menghidangkan dan merapikannya setelah hampir selesai makan. Orang yang termasuk golongan lansia banyak yang lupa waktu, tidak tahu kapan siang dan malam, sering lupa wajah teman, dan tidak tahu suatu tempat atau daerah sehingga sering tersesat (Suparto, 2003). Seseorang dengan demensia Alzheimer mungkin dapat menyiapkan makanan di dapur tetapi kemudian bukan hanya tidak ingat untuk menghidangkannya di meja makan bahkan ia juga lupa bahwa ia telah memasak makanan di dapur.c. Kesulitan dalam berbahasaKadang-kadang seseorang mengalami kesulitan untuk mencari kata yang tepat untuk berbicara.d. Disorientasi waktu dan tempatLupa hari atau tempat tujuan untuk sesaat masih termasuk normal. Akan tetapi jika terjadi lupa tempat dimana ia berada, tersesat di jalan yang biasa dikenalnya, tidak tahu bagaimana ia sampai di tempat tersebut dan tidakLupa akan nama teman, nomor telepon rekan bisnis dan pekerjaan adalah hal yang biasa terjadi, masih dapat mengingatkan lagi beberapa saat kemudian. Orang dengan kepikunan/demensia mengalami kelupaan yang sangat sering sehingga mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari, dan mereka tidak dapat mengingat kembali kejadian yang baruLupa hari atau tempat tujuan untuk sesaat masih termasuk normal. Akan tetapi jika terjadi lupa tempat dimana ia berada, tersesat di jalan yang biasa dikenalnya, tidak tahu bagaimana ia sampai di tempat tersebut dan tidakbisa mencari jalan pulang ke rumahnya sendiri maka hal ini menunjukkan gejala demensia.e. Tidak mampu membuat keputusanSeorang demensia akan lupa sama sekali bahwa ia tengah menjaga anak-anaknya. Bisa jadi iapun berpakaiantidak sebagaimana mestinya.f. Kesulitan berfikir abstrakPasien demensia akan mengalami kesulitan dalam hitung menghitung, kalimat majemuk dan peribahasa maupun pemahaman konsep.g. Salah menaruh barangSetiap orang bisa saja lupa menaruh kunci atau dompet. Seseorang dengan demensia Alzheimer mungkin dapat meletakkan benda-benda di tempat yang tidak seharusnya misalnya setrika ditaruh didalam kulkas, atau arloji diletakkan di dalam panci.h. Perubahan suasana perasaan dan perilakuSetiap orang bisa merasa sedih dan murung dari waktu ke waktu. Seseorang pasien Alzheimer dapat memperlihatkan perubahan suasana perasaan dalam waktu singkat, dari tenang tiba-tiba menjadi menangis atau marah tanpa suatu alasan yang jelas.i. Perubahan kepribadianMeskipun usia dapat berpengaruh terhadap perubahan kepribadian, namun seseorang dengan penyakit Alzheimer menunjukkan perubahan kepribadian yang drastis, misalnya menjadi pencuriga, penakut atau mudah bimbang.j. Kehilangan inisiatifMerasa lelah terhadap pekerjaan rumah tangga, aktivitas bisnis atau kegiatan sosial lainnya adalah normal bila setelah beberapa waktu mempunyai minat kembali. Seseorang dengan demensia dapat menjadi sangat pasif dan apatis sehingga diperlukan usaha untuk menarik minatnya agar mau ikut beraktivitas.

2.1.3.4 Kelompok beresikoKelompok yang Berisiko Terkena Demensia :Berikut adalah kelompok paling berisiko demensia, yaitu :1) Orang tua usia >/= 65 tahun dan hidup sendiri.2) Orang tua yang baru kehilangan keluarga.3) Lanjut usia yang baru pulang dari perawatan rumah sakit.4) Lanjut usia yang sehariannya memerlukan bantuan orangsekitarnya.5) Lanjut usia yang karena sesuatu kondisi, tergantung padaorang lain.

2.1.3.5 Alat Ukur DemensiaMenurut Hariandy (2007) dalam buku Pemeriksaan Gerontologi,Alat ukur demensia menggunakan Mini Mental State Examination yang terdiri dari 11 pertanyaan dan dikelompokkan menjadi 5 macam, yaitu : orientasi (tahun, musim, tanggal, hari, bulan, negara, desa, kota, dan tempat tinggal), registrasi (menamai tiga objek), atensi dan kalkulasi (mengeja kata wahyu dari belakang ke depan), mengingat (menanyakan tiga objek yang telah di sebutkan tadi diatas), dan bahasa. Dari pertanyaan diatas bisa dikatakan demensia jika seseorang tidak mampu menjawab 24 pertanyaan dengan benar dan dikatakan tidak demensia jika seseorang mampu menjawab 24 pertanyaan atau lebih dengan benar.

2.2 Lanjut Usia 2.2.1 Definisi lanjut usiaMenurut UU no.4 tahun 1969 yang termuat dalam pasal 1 seseorang dikatakan lansia setelah 55 tahun, tidak mampu atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Nugroho, 2000). Menurut organisasi kesehatan dunia dan undang-undang no.13 tahun 1998 seseorang dikatakan lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas bisa disebutkan bahwa yang disebut lansia adalah seseorang yangmencapai usia 60 tahun keatas. Dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, sosial, dan spiritual yang akan mempengaruhi semua aspek kehidupan yang akan dialami oleh semua orang karena lansia merupakan tahapan dari hidup manusia yaitu lanjutan dari usia dewasa.

2.2.2 Batasan-batasan lanjut usia Berdasarkan WHO Lanjut usia meliputi:a. Usia pertengahan (middle age) = usia 45-59 tahunb. Lanjut usia (elderly)= usia 60-74 tahunc. Lanjut usia tua (old) = usia 75-90 tahund. Usia sangat tua (very old) = usia > 90 tahun

2.2.3 Proses MenuaMenua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa dan tua(Nugroho, 2008). Menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya. Keadaan ini menyebabkan jaringan tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Disimpulkan bahwa manusia secara perlahan mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kemunduran struktur dan fungsi organ pada lansia dapat mempengaruhi kemandirian dan kesehatan lanjut usia (Nugroho,2008).

2.2.4 Perubahan-perubahan pada lanjut usiaBerbagai masalah fisik/biologis dan sosial akan muncul pada lanjut usia sebagai proses menua atau penyakit degeneratif yang muncul seiring dengan menuanya seseorang. Menua merupakan proses yang alamiah yang akan dialami oleh setiap individu. Hal ini ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh dalam penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan terkait usia. Perubahan-perubahan terkait usia melalui perubahan fisik, perubahan psikososial, dan perkembangan spiritual. Pada lanjut usia umumnya akan mengalami perubahan fisik dan psikososial :a. Perubahan fisikSel lebih sedikit jumlahnya, kecil ukurannya, cairan tubuh dan intraseluler berkurang, hubungan persyarafan lambat dalam respon, berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, rendahnya ketahanan terhadap dingin, tekanan darah menurun (mengakibatkan pusing mendadak) dan juga tekanan darah meninggi, jantung berdebar-debar, otot-otot pernafasan hilang kekuatannya dan menjadi kaku, paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, nyeri dada, kehilangan gigi, hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin, rasa lapar menurun, konstipasi, dan berat badan menurun, ginjal mengecil dan nefron menjadi atropi, frekuensi buang air seni meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan meningkatnya retensi urin, sukar menahan buang air kecil (inkontinensia urin), produksi dari hampir semua hormon menurun, menurunnya hormon kelamin, misal: progesteron, estrogen, testoteron, kulit-kulit keriput akibat hilangnya lemak dan menurunnya turgor kulit, kulit kepala dan rambut menipis, warna kelabu, kuku jari menjadi keras dan rapuh, mudah gatal-gatal, otot-otot kram, nyeri pinggang, dan mudah jatuh.

2) Perubahan psikososial Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia secara otomatis akan timbul kemunduran kemampuan psikis. Menurunnya kondisi psikis ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif. Nugroho (2000), menurunnya kondisi psikososial ditandai sdengan merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality), perubahan dalam cara hidup yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit,penyakit kronis dan ketidakmampuan ,hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik yaitu perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan keluarga ,dan gangguan sosial panca indra yaitu timbul kebutuhan dan ketulian.

2.3 Demensia dengan Mobilisasi pada LansiaLansia adalah akhir dari penuaan, tahap yang mengalami banyak perubahan fisik maupun mental. Dengan perubahan fisik lansia mengalami penurunan pendengaran dan penglihatan, lansia yang sehat secara mental yaitu lansia yang menyenangi aktivitas sehari-hari.Gerakan motorik yang berulang atau kompulsif bisa merupakan indikasi kelainan obsesif-kompulsif. Berulang memungut sesuatu atau kotoran dari pakaian terkadang dikaitkan dengan demensia atau kondisi toksik (Stuart, 1998). Lansia yang mengalami demensia akan mengakibatkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari(Brocklehurst and Allen, 1987 dalam buku Darmojo, 1999).Gangguan daya ingat sering merupakan gejala pertama yang timbul pada sindrom demensia dini. Biasanya mulai terganggu daya ingatnya yang baru saja terjadi. Ia cepat lupa apa yang baru saja dilakukan atau dipelajarinya. Lambat laun daya ingat lama akan terganggu. Pada taraf akhir, orang demensia akan lupa namanya sendiri,nama istri atau suami, dan riwayat masa kecilnya.Selain daya ingat, gangguan pengetahuan juga yang menyebabkan seseorang terkena penyakit demensia. Lansia yang selalu berpikir konkrit sehingga sukar memberi makna peribahasa dan cenderung memberi arti secara konkrit. Misalnya ada gula, ada semutdiartikan sebagai karena banyak gula, semut mengerumuninya.Persepsinya tentang persamaan antara sesuatu juga mengalami kemunduran, misalnya, ia tidak dapat memberikan penjelasan persamaan antara mobil dan pesawat terbang. Mestinya ia menjawabkendaraan, tetapai mungkin saja ia menjawab dibuat dari besi.Dalam hal menghitung ia banyak melakukan kesalahan,bahkan tidak dapat menyelesaikan perhitungan sederhana.Demensia sebagai faktor eksogen terhadap perubahan variabel aktivitas mobilisasilansia. Proses penuaan secara normal (penuaan primer) berhubungan dengan kemunduran kapasitas fisiologis, misalnya kekuatan otot,kapasitas aerobik, koordinasi neuromotorik dan fleksibilitas, beberapa penelitian menegaskan bahwa proses penuaan sekunder (faktoreksogen, demensia) lebih memperparah proses aktivitas mobilisasi lansia dibandingkan dengan penuaan primer (faktor endogen).

2.4 Penelitian Terkait 2.4.1 Penelitian yang pernah dilakukan oleh Sari (2010) tentang Pengaruh Terapi Infra Red terhadap mobilitas fisik lansia diperoleh besar selisih kemampuan mobilitas fisik 23,2 % dengan nilai p 0,001 dengan tingkat kepercayaan 95 % sehingga diperoleh kesimpulan bahwa ada pengaruh terapi Infra Red terhadap kemampuan mobilitas fisik lansia. 2.4.2 Penelitian yang pernah dilakukan oleh Wuri Utami(2009) tentang Pengaruh Latihan Rom Aktif Terhadap Kemampuan Mobilisasi Pada Lansia Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 03 Ciracas,Jakarta Timur. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa mobilisasi pada lansia setelah dilakukan latihan ROM aktif lebih baik dari sebelum dilakukan latihan ROM aktif.2.4.3 Penelitian yang pernah dilakukan oleh Anik Mulyani (2009) tentang hubungan antara hipertensi dengan kejadian dimensia Lansia di Panti Wreda Pucang Gading Semarang. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa ada hubungan antara hipertensi dengan kejadian dimensia dengan nilai p 0,021 (0,05)2.4.4 Penelitian yang pernah dilakukan oleh Istiana Ratna Wijayanti(2007) tentang Hubungan Antara Tingkat Depresi dengan Aktivitas Mobilisasi Lansia di Panti Wreda Pucang Gading Semarang. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa dari uji spearman diperoleh adanya hubungan antara tingkat depresi dengan aktivitas mobilisasi dengan nilai r hitung 0,438 (+) dengan nilai p = 0,001 (0,05).2.5 Kerangka TeoriKerangka teori adalah hubungan antar konsep berdasarkan studi empiris.kerangka teori digunakan untuk memberikan landasan penelitian yang dilakukanGambar 2.1 Kerangka Teori Hubungan Antara Dimensia Dengan Mobilisasi Lansia (Sumber: Soejono, 2002)

Faktor Lingkungan :Keadaan lingkungansekitar

Faktor Psikis :DemensiaDepresimobilisasi

Faktor Fisik :Penyakit yangmengganggu mobilisasiKemandirianLatihan pertahananDaya tahanKelenturanKeseimbanganSistem skeletalKarakteristik tulangSendiLigamenTendon

2.5 Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah abstarksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal khusus (Notoatmodjo, 2012). Jika kerangka teori digunakan untuk memberikan landasan penelitian yang dilakukan, maka konsep dimaksudkan untuk menjelaskan makna dan maksud teori yang dipakai, untuk menjelaskan kata-kata yang mungkin masih abstrak dalam teoriGambar 2.2 Kerangka Konsep Hubungan Antara Dimensia Dengan Mobilisasi pada Lansia

Variabel independenvariabel dependen

Mobilisasi pada lansiaDimensia

Variabel penelitian :1. Variabel Independen: Dimensia 2. Variabel Dependen: Mobilisasi pada lansia

2.6 Hipotesis Hipotesa adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian.Biasanya hipotesa ini dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.Hipotesa berfungsi untuk menentukan kearah pembuktian, artinya hipotesa ini merupakan pertanyaan yang harus dibuktikan. Rumusan hipotesa sudah akan tercermin variabel-variabel yangakan diamati atau diukur, dan bentuk hubungan antara variabel-variabel yang akan dihipotesiskan.Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ha= Ada hubungan antara dimensia dengan mobilisasi pada lansia di UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Lampung Tahun 2014.Ho= Tidak Ada hubungan antara dimensia dengan mobilisasi pada lansia di UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Lampung Tahun 2014..

BAB IIIMETODE PENELITIAN3.1 Jenis PenelitianJenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan .Penelitian ini menggambarkan korelasi antara dimensia dengan mobilisasi pada lansia di UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Lampung.3.2 Waktu Dan Tempat PenelitianPenelitian ini akan dilaksanakan di UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Lampung.Waktu penelitian dimulai pada bulan April 2014.3.3 Rancangan PenelitianPenelitian ini menggunakan pendekatan analitik observasional yaitu cross sectional di mana data yang menyangkut variable bebas atau risiko dan variable terikat atau variable akibat, akan dikumpulkan dalam waktu yang bersama. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dimensia, sedangkan variable terikatnya adalah mobilisasi pada lansia di UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Lampung3.4 Subyek Penelitian3.4.1 PopulasiPopulasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.Populasi yang diteliti adalah seluruh lansia yang tinggal di Panti UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Lampung yang sudah memliki kriteria yang sama ada 70 orang.3.4.2 Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.Teknik sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah Random Sampling yaitu teknik penentuan sampel yang dilakukan secara acak. Pengambilan sampel harus memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut :1. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau, yang diteliti yaitu:a. Lansia yang berusia > 60b. Lansia dalam kondisi kapabelc. Lansia yang bersedia untuk diteliti

2. Kriteria eksklusi adalah mengeluarkan subjek yang tidak memenuhi criteria inklusi dari studi karena berbagai sebab, yaitu :a. Lansia yang lumpuh b. Lansia yang cacatJumlah sampel yang akan diteliti dihitung berdasarkan rumus slovin sehingga diperoleh jumlah sampel sebagai berikut:

n = 70= 59,5770.0,05 +1

Keterangan : n = Jumlah SampelN = Jumlah Populasid = Nilai ToleransiDari perhitungan diatas diperoleh jumlah sampel sebanyak 59,57 sampel dibulatkan menjadi 60 orang.

3.5 Variabel PenelitianVariabel dalam penelitian ini yaitu:1. Variabel bebas(independent) : dimensia pada lansia di Panti Werdha2. Variabel terikat(dependent): mobilisasi pada lansia di Panti Werdha

3.6 Definisi OperasionalDefinisi operasional variable adalah unsure penelitian yang mengungkapkan bagaimana mengukur suatu variabel. Definisi operasional berguna untuk mengarahkan kepada pengukuran terhadap variabel yang bersangkutan serta mengembangkannya.

Tabel 3.1 Definisi OperasionalVariabelPenelitianDefisi OperasionalAlat Ukur Cara UkurHasil Ukur SkalaPengukuran

DimensiaDimensia adalah suatu istilah yang digunakan para dokter untuk menggambarkan suatu kemunduran yang progresif dalam kekuatan mental,yang diiringi oleh perubahan kepribadian dan perilaku MMSE(Mini Mental State Examination)Menyebarkan koesionerskor demensiadiperolehSkor tertinggi: 30Skor terendah: 1

Dengan kriteria :

demensia skor < 24

Tidak demensiaskor =24Interval

MobilisasiMobilisasi adalahKemampuan seseorangUntuk berjalan, bangkit,berdiri, dan kembali ketempat tidur, kursi,kloset, duduk dansebagainya pada lansiadiPanti Werdha NatarIndex Barthel

Menyebarkan koesionerSkor mobilisasilansia diperolehskor tertinggi :115Skor terendah : 1

Dengan kriteria :

mandiri utuh :100-115

Mandiri terbatas: 41-99Interval

3.6 Pengumpulan Data3.6.1 Cara Pengumpulan DataPengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara kepada sampel penelitian (data primer). Data sekunder didapatkan dengan cara mencatat data yang ada di PSTW Natar. Setelah mendapat ijin dari Pengurus PSTW Natar yang terlebih dahulu mengajukan ijin penelitian.Prosedur pengumpulan data yang dilakukan melalui tahap sebagai berikut:1. Peneliti mengurus surat menyurat yang berkaitan dengan persyaratan penelitian dan perijinan kapada kepala pengurus PSTW Natar.2. Peneliti meminta persetujuan responden untuk mengadakan wawancara.3. Peneliti melakukan wawancara kemudian responden menjawab dan jawaban tersebut diisikan peneliti kedalam angket yang telah tersedia.4. Jika wawancara telah selesai, kemudian langsung dilakukan pengolahan dan analisis data.3.6.2 Instrumen PenelitianAlat yang digunakan untuk mengukur variabel demensia denganaktivitas mobilisasi lansia adalah kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari jumlah pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden.Alat kuesioner ini terbagi menjadi 2 bagian yaitu:a. Kuesioner AKuesioner terkait mobilisasi menggunakan Indeks Barthel yang sudah dimodifikasi terdiri dari 10 pertanyaan berbeda- beda yang sudah ditentukan dan dibagi atas mandiri utuh dengan skor 81 100, mandiri terbatas dengan skor 41-80 skor dan tidak mandiri dengan skor 0-40.b. Kuesioner B Kuesioner terkait demensia menggunakan Mini Mental State Examination yang terdiri dari 11 pertanyaan yang sudah ditentukan. Dari pertanyaan diatas bisa dikatakan demensia jika seseorang tidak mampu menjawab 24 pertanyaan dengan benar dan dikatakan tidak demensia jika seseorang mampumenjawab 24 pertanyaan atau lebih dengan benar.

3.6.3 Uji Validitas dan Uji Reliabilitasa. Uji ValiditasValiditas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar benar mengukur apa yang diukur. (Notoatmodjo, 2012).Kuesioner untuk demensia menggunakan MMSE (Mini MentalState Examination) tentang gangguan kognitif yang sudah dibakukan dalam Hariandy (2007) dalam buku Pemeriksaan Gerontologi,Alat ukur demensia menggunakan Mini Mental State Examination sehingga tidak perlu dilakukan uji validitas lagi,sedangkan untuk kuesioner mobilisasi menggunakan indeks barthel yang sudah dibakukan dalam Menurut Mahoney FI dalam Maryland State Med Journal 1965.b) Uji ReliabilitasUji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Saryono, 2008). Uji reliabilitas dilakukan hanya pada soal yang telah dinyatakan valid. Uji reliabilitas menggunakan alpha Cronbach, dimana instrumen penelitian dinyatakan reliabel bila diperoleh nilai alpha minimal 0,60. Pada penelitian ini uji kuesioner sudah baku sehingga tidak diuji reliabilitas.

3.7 Pengolahan DataMenurut Notoadmojo(2012) dalam buku Metodologi Penelitian ,pada penelitian ini data diolah dengan melalui tahap sebagai bentuk :1. EditingHasil wawancara,angket,atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut:a) Apakah lengkap,dalam arti semua pertanyaanj sudah terisib) Apakah jawaban atau tulisan masing masing pertanyaan cukup jelas atau terbacac) Apakah jawabannya relevan dengan pertanyaannyad) Apakah jawaban jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban pertanyaan yang lainnya. 2. CodingSetelah semua kuesioner diedit atau disunting,selanjutnya dilakukan peng kodean atau coding yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka) pada data yang terdiri atas beberapa kategori :a. Variabel mobilisasi didapatkan dari kuesioner indeks barthel dikelompokkan :1) Mandiri utuh2) Mandiri terbatasb. Bantuan (pembantu Variabel Dimensia didapatkan dari kuesioner Mini Mental State Examination dikelompokkan :3) Tidak dimensia jika menjawab pertanyaan dengan jawaban benar >24 pertanyaan4) dimensia jika menjawab pertanyaan dengan jawaban benar < 24 pertanyaan3. ProcessingDalam kegiatan ini,jawaban dari responden yang telah diterjemahkan menjadi bentuk angka,selanjutnya diproses agar mudah dianalisis. Data, yakni jawaban jawaban dari masing masing responden yang dalam bentuk kode(angka dan huruf) dimasukan kedalam program atau software komputer. Paket program yang dapat digunakan adalah SPSS foe Window. 4. CleaningProses selanjutny adalah pembersihan dta (dat cleaning). Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukan,perlu dicek untuk melihat kemungkinan kemungkinan adanya kesalahan kesalahan kode,ketidaklengkapan,dan sebagainya kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

3.8 Analisis Data1. UnivariatAnalisa univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap tiap variable dari hasil penelitian. Penelitian melakukan analisis univariat dengan tujuan yaitu analisis deskriptif variable penelitian yaitu depresi,stress,gaya hidup, dan dimensia pada lansia.Analisis univariat digunakan untuk mengestimasi parameter populasi untuk data numeric terutama ukuran-ukuran terdiri sentral, data kategorik dengan distribusi frekuensi.2. BivariatAnalisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan.Dalam analisa ini menggunakan pengujian statistic dengan Uji Chi square . Uji Chi Square berguna untuk menguji hubungan atau pengaruh dua buah variabel nominal dan mengukur kuatnya hubungan antara variabel yang satu dengan variabel nominal lainnya (C = Coefisien of contingency).