belajar dari pembelaan australia

4
Belajar dari Pembelaan Australia Oleh: Ahmad Barjie B Mahasiswa Prodi Akhlak Tasawuf Pascasarjana IAIN Antasari Berbagai cara digunakan oleh pemerintah Australia uutuk menyelamatkan dua warganegaranya dari hukuman mati. Setelah Perdana Menteri Tony Abbot dan Menlu Julie Bishop mendesak agar Pemerintah RI membatalkan eksekusi, desakan mana juga dikuatkan dua perdana menteri terdahulu, belakangan muncul beberapa jurus lagi, yang intinya meminta, memohon, mengecam, mengancam hingga menekan Indonesia agar eskekusi tidak dilakukan. Di antara jurus tersebut: Pertama, mengancam akan memboikot kunjungan wisatawan Australia ke Indonesia, khususnya Bali. Selama ini mayoritas wisatawan mancanegara memang berasal dari negeri Kangguru tersebut, dengan tujuan utama Bali. Di Bali pula dua warganegaranya, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan terlibat penyelundupan heroin jumlah besar beberapa tahun silam. Kedua, meminta bantuan PBB mendesak Indonesia agar membatalkan eksekusi. Terbukti permintaan ini dipenuhi, tak tanggung-tanggung Sekjen PBB Ban Ki Moon sendiri, yang berbicara langsung kepada Indonesia. Ban menekankan, PBB ke depan juga sedang mengupayakan menghapus hukuman mati. Bersama tekanan PBB, sejumlah negara Eropa juga ramai mengecam Indonesia. Mereka menggunakan berbagai dalil untuk meniadakan berlakunya hukuman mati. Nyaris Indonesia tidak punya teman untuk mempertahankan pendiriannya, kecuali Malaysia yang mendukung eksekusi mati. Ketiga, Australia juga meminta Indonesia agar menoleh sejarah 10 tahun silam saat Aceh dilanda tsunami dahsyat. Kala itu pemerintah, tentara dan rakyat

Upload: boarderor

Post on 25-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

artikel

TRANSCRIPT

Page 1: Belajar Dari Pembelaan Australia

Belajar dari Pembelaan AustraliaOleh: Ahmad Barjie B

Mahasiswa Prodi Akhlak Tasawuf Pascasarjana IAIN Antasari

Berbagai cara digunakan oleh pemerintah Australia uutuk menyelamatkan dua warganegaranya dari hukuman mati. Setelah Perdana Menteri Tony Abbot dan Menlu Julie Bishop mendesak agar Pemerintah RI membatalkan eksekusi, desakan mana juga dikuatkan dua perdana menteri terdahulu, belakangan muncul beberapa jurus lagi, yang intinya meminta, memohon, mengecam, mengancam hingga menekan Indonesia agar eskekusi tidak dilakukan.

Di antara jurus tersebut: Pertama, mengancam akan memboikot kunjungan wisatawan Australia ke Indonesia, khususnya Bali. Selama ini mayoritas wisatawan mancanegara memang berasal dari negeri Kangguru tersebut, dengan tujuan utama Bali. Di Bali pula dua warganegaranya, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan terlibat penyelundupan heroin jumlah besar beberapa tahun silam.

Kedua, meminta bantuan PBB mendesak Indonesia agar membatalkan eksekusi. Terbukti permintaan ini dipenuhi, tak tanggung-tanggung Sekjen PBB Ban Ki Moon sendiri, yang berbicara langsung kepada Indonesia. Ban menekankan, PBB ke depan juga sedang mengupayakan menghapus hukuman mati.

Bersama tekanan PBB, sejumlah negara Eropa juga ramai mengecam Indonesia. Mereka menggunakan berbagai dalil untuk meniadakan berlakunya hukuman mati. Nyaris Indonesia tidak punya teman untuk mempertahankan pendiriannya, kecuali Malaysia yang mendukung eksekusi mati.

Ketiga, Australia juga meminta Indonesia agar menoleh sejarah 10 tahun silam saat Aceh dilanda tsunami dahsyat. Kala itu pemerintah, tentara dan rakyat Australia amat besar simpati dan banyak membantu korban, dari evakuasi, penyelamatan, pengobatan hingga pemulihan korban dan pembangunan infrastruktur yang rusak. Australia mengingatkan Indonesia akan bantuan mereka tersebut. Maksudnya kira-kira, Indonesia harus pandai membalas budi, dengan cara menyelamatkan duo Bali Nine dari eksekusi.

Semakin SeriusMengapa Australia begitu gigih membela dua warganya dari eksekusi mati?.

Hal ini tidak terlepas dari keinginan pemerintah dan rakyat Australia sendiri. Satu sisi mereka ingin mengulang keberhasilan saat Corby yang digelari Ratu Ekstasi berhasil diperjuangkan keselamatannya, hingga akhirnya diberi grasi oleh Presiden SBY tahun lalu.

Sisi lain mereka pesimis keberhasilan itu akan terulang. Pasalnya, sebelum eksekusi jilid dua ini, Kejaksaan Agung telah mengeksekusi enam terpidana mati kasus narkoba, meski protes juga berdatangan dari banyak negara, khususnya negara asal terpidana mati tersebut.

Page 2: Belajar Dari Pembelaan Australia

Memang ada anggapan bahwa pembelaan Australia ini terkait dengan politik dalam negeri. Menlu Bishop kini sedang mengincar jabatan Perdana Menteri, jadi pembelaannya itu dapat dijadikan materi kampanye pemilu guna menarik simpati rakyat.

Tetapi anggapan ini tidak terlalu berdasar. Tampaknya Australia memang ingin berbuat maksimal melindungi warganya yang berada di ujung kematian. Meski Sukumaran dan Chan merupakan warga keturunan India dan Cina, tetapi pemerintah memandang keduanya punya hak sama untuk dibela sebagaimana warganegara Australia asli pada umumnya.

Upaya Australia ini juga mendapat dukungan dari pegiat HAM dalam negeri. Seorang anggota Komnas HAM mengatakan, apa yang diperjuangkan Pemerintah Australia hal wajar dan seharusnya demikian. Sebab dalam kacamata HAM internasional, hukuman mati tidak perlu ada lagi, kecuali untuk tiga kejahatan serius, yaitu kejahatan kemanusiaan, genosida dan terorisme.

Komnas HAM menekankan, kejahatan narkoba dalam pandangan hukum internasional tidak tergolong extraordinary crime sebagaimana ketiga kejahatan serius di atas. Ia hanya kriminalitas biasa. Jadi hukumannya pun mestinya biasa-biasa saja, dalam arti tidak sampai hukuman mati.

Memang sekiranya kejahatan narkotika di Indonesia tidak terlalu parah, barangkali upaya Australia atau pihak mana saja masih patut ditindaklanjuti dengan mengurungkan eksekusi. Apalagi semua terpidana mati, yang telah maupun belum dieksekusi, rata-rata sudah berubah dan bertaubat dari kejahatannya. Artinya ketika eksekusi dilakukan, hakikatnya pemerintah mengeksekusi orang yang sudah bertaubat. Ibu Sukumaran dari India juga memangis-nangis meminta anaknya diselamatkan, biar dihukum seumur hidup ia rela, asal jangan mati.

Tetapi kejahatan narkotika di negeri ini sudah darurat, jadi hukumannya pun serba darurat, seperti halnya darurat perang. Pemerintah memang benar-benar dalam pilihan sulit. Dengan hukuman mati pun kejahatan yang satu ini belum tentu berkurang. Setiap hari kita masih saja menemui berita kejahatan ini dalam berbagai bentuk dan modusnya, seolah tiada ada matinya. Banyak yang terperosok dalam kejahatan ini karena desakan ekonomi. Tidak Maksimal

Berbagai usaha yang dilakukan Australia di atas hampir pasti gagal, karena Presiden Jokowi telah menegaskan tidak akan memberi grasi kepada terpidana mati narkoba yang sudah diputus pengadilan. Lagi pula kalau lobi-lobi Australia itu dikabulkan, kita jadi tidak konsisten, sebab eksekusi terhadap warganegara asing seperti Belanda, Brazil dan Vietnam sudah terlaksana bulan lalu.

Patut diambil pelajaran adalah gigihnya usaha Australia. Mereka tak hanya menggunakan kekuatan dalam negeri, juga negeri-negeri lain, bahkan PBB juga dilibatkan. Sangat berbeda ketika banyak waganegara Indonesia yang selama ini dihukum mati di negara lain, katakanlah Malaysia dan Arab Saudi, nyaris kita hanya berjuang sendiri.

Page 3: Belajar Dari Pembelaan Australia

Bahkan negara-negara yang mengecam Indonesia tersebut, selama ini juga tidak bersuara ketika warga kita dieksekusi di negara lain. Pemerintah kita juga tidak berani melakukan moratorium pengiriman TKI/W, karena posisi kita lemah. Kita hanya menggunakan lobi kepada pemerintah dan keluarga setempat untuk minta pengampunan. Bahkan rakyat terlibat mengumpul uang receh untuk bayaran diyat.

Mulai maraknya eksekusi mati sekarang sebenarnya menjadi dilema ke depan. Bagaimana kalau warganegara kita yang terancam hukuman sama di luar negeri. Apa pun keadaannya, kita tentu harus tetap membela mereka. berhasil atau tidak itu soal lain.

Tidak kalah penting Indonesia harus menjadi bangsa mandiri. Negeri kita memang sering terkena bencana, dan hampir pasti bantuan asing selalu berdatangan. Mampukah kita seperti Cina, Jepang atau Iran yang mengandalkan kekuatan sendiri bahkan menolak bantuan asing mengatasi bencana. Hal ini penting, agar kita tidak terlalu berhutang budi dengan negara lain. Hutang budi bisa menjadikan Indonesia kurang bernyali dan ewuh pakewuh ketika ingin menegakkan kedaulatan hukumnya sendiri.