batunanggar, pentingnya stabilitas sistem keuangan

13
Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan 1 S. Batunanggar 2 Februari 2003 Abstrak Krisis keuangan di Asia Tenggara termasuk Indonesia tahun 1997 memberikan pelajaran yang amat berharga mengenai pentingnya ketahanan sistem keuangan. Dalam beberapa tahun terakhir, topik stabilitas sistem keuangan (SSK) atau sering disingkat stabilitas keuangan menjadi agenda utama para pembuat kebijakan baik di level nasional maupun internasional. Apa sebenarnya SSK itu dan mengapa penting? Bagaimana peran dan kerangka bank sentral dalam memelihara SSK? Bagaimana penerapannya di Indonesia? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang hendak dibahas dalam artikel ini. JEL classification: F34, G18, G21, Keywords: financial stability, financial crises, banking crisis, crisis management 1 Telah dimuat dalam Pengembangan Perbankan Edisi 99 Maret – April 2003 2 Peneliti Senior di Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Bank Indonesia, Jakarta. Tulisan ini adalah pendapat pribadi. E-mail: [email protected]

Upload: muhammad-arief-billah

Post on 06-Jun-2015

2.281 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Krisis keuangan di Asia Tenggara termasuk Indonesia tahun 1997 memberikan pelajaran yang amat berharga mengenai pentingnya ketahanan sistem keuangan. Dalam beberapa tahun terakhir, topik stabilitas sistem keuangan (SSK) atau sering disingkat stabilitaskeuangan menjadi agenda utama para pembuat kebijakan baik di level nasional maupun internasional. Apa sebenarnya SSK itu dan mengapa penting? Bagaimana peran dankerangka bank sentral dalam memelihara SSK? Bagaimana penerapannya di Indonesia?Pertanyaan-pertanyaan inilah yang hendak dibahas dalam artikel ini.

TRANSCRIPT

Page 1: Batunanggar, Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan1

S. Batunanggar2

Februari 2003

Abstrak

Krisis keuangan di Asia Tenggara termasuk Indonesia tahun 1997 memberikan pelajaran

yang amat berharga mengenai pentingnya ketahanan sistem keuangan. Dalam beberapa

tahun terakhir, topik stabilitas sistem keuangan (SSK) atau sering disingkat stabilitas

keuangan menjadi agenda utama para pembuat kebijakan baik di level nasional maupun

internasional. Apa sebenarnya SSK itu dan mengapa penting? Bagaimana peran dan

kerangka bank sentral dalam memelihara SSK? Bagaimana penerapannya di Indonesia?

Pertanyaan-pertanyaan inilah yang hendak dibahas dalam artikel ini.

JEL classification: F34, G18, G21,

Keywords: financial stability, financial crises, banking crisis, crisis management

1Telah dimuat dalam Pengembangan Perbankan Edisi 99 Maret – April 2003 2Peneliti Senior di Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Bank Indonesia, Jakarta. Tulisan ini adalah pendapat pribadi. E-mail: [email protected]

Page 2: Batunanggar, Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

© S. Batunanggar, February 2003 2

1. Pendahuluan

Dua diantara pelajaran paling berharga dari krisis moneter dan perbankan tahun 1997

adalah bahwa penyelesaian krisis tersebut sangat kompleks dan berbiaya sangat mahal.

Biaya fiskal yang terpaksa harus dikeluarkan pemerintah untuk merestrukturisasi

perbankan sangat besar mencapai 51% dari PDB tahunan. Krisis Indonesia adalah yang

terparah kedua di dunia dalam seperempat abad terakhir setelah krisis Argentina (1980-

1982) dengan biaya sebesar 55%. Dampak buruknya tidak hanya menimpa perekonomian

nasional tetapi juga mengganggu stabilitas sosial dan politik Indonesia. Pelajaran dari

krisis tersebut telah menumbuhkan kesadaran akan pentingnya stabilitas pasar keuangan

dan kesehatan lembaga-lembaga keuangan yang membentuk sistem keuangan.

Pada dasarnya, krisis tersebut disebabkan oleh dua faktor yakni (i) kelemahan

fundamental perekonomian Indonesia serta inkonsistensi kebijakan (faktor internal); dan

(ii) dampak mewabah (contagion effect) krisis mata uang yang berawal di Thailand pada

bulan Juli 1997 (faktor eksternal). Secara umum, kelemahan internal dimaksud meliputi

besarnya hutang luar negeri sektor swasta yang tidak dihedge, pemberian kredit yang tidak

berhati-hati dan pelampauan batas maksimum pemberian kredit khususnya kepada pihak

terkait, kelemahan manajemen risiko dan governance, serta kelemahan pengawasan bank.

Dalam beberapa tahun terakhir, topik SSK menjadi agenda utama para pembuat kebijakan

baik di level nasional maupun internasional. Pada tahun 1999 dibentuk beberapa badan

dan forum internasional yang ditujukan membantu bank sentral dan otoritas pengawasan

untuk memperkuat sistem keuangan, yakni Financial Stability Institute1 dan Financial

Stability Forum (FSF)2. Perhatian serupa juga dimunculkan oleh IMF dan Worldbank yang

kemudian memperkenalkan program Financial System Assesment Programme (FSAP) dalam

rangka peningkatan stabilitas keuangan negara yang dinilai3.

Sementara itu, terdapat peningkatan publikasi baik dalam bentuk buku, artikel dan paper

serta seminar dan konferensi mengenai krisis keuangan dan stabilitas sistem keuangan.

Disamping itu, semakin banyak bank sentral yang membentuk suatu unit bahkan group

(wings) yang menangani masalah stabilitas keuangan serta menerbitkan kajian stabilitas

keuangan – baik secara terpisah dari maupun tergabung dalam laporan tahunannya.

Page 3: Batunanggar, Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

© S. Batunanggar, February 2003 3

2. Apa itu stabilitas keuangan?

Pada intinya, stabilitas sistem keuangan atau sering disebut sebagai stabilitas keuangan

adalah terhindar dari krisis keuangan (avoidance of financial crisis) ((MacFarlane (1999),

dan Sinclair (2001)). Secara lebih spesifik, stabilitas sistem keuangan adalah stabilitas

lembaga-lembaga dan pasar keuangan yang membentuk suatu sistem keuangan (Crockett,

1997). Sedangkan Mishkin (1991) mendefinisikan krisis keuangan sebagai gangguan

terhadap pasar keuangan dimana masalah adverse selection dan moral hazard memburuk

sehingga pasar keuangan tidak dapat menyalurkan dana secara efisien kepada pihak yang

memiliki peluang investasi paling produktif4. Dari tiga pengertian diatas dapat disimpulkan

bahwa stabilitas sistem keuangan ditujukan untuk menciptakan lembaga dan pasar

keuangan yang stabil guna menghindari terjadinya krisis keuangan yang dapat menganggu

tatanan perekonomian nasional.

3. Mengapa penting?

Terdapat tiga alasan utama mengapa SSK itu penting. Pertama, sistem keuangan yang

stabil akan menciptakan kepercayaan dan lingkungan yang mendukung bagi nasabah

penyimpan dan investor untuk menanamkan dananya pada lembaga keuangan, termasuk

menjamin kepentingan masyarakat terutama nasabah kecil. Kedua, sistem keuangan yang

stabil akan mendorong intermediasi keuangan yang efisien sehingga pada akhirnya dapat

mendorong invetasi dan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, kestabilan sistem keuangan akan

mendorong beroperasinya pasar dan memperbaiki alokasi sumberdaya dalam

perekonomian.

Sedangkan instabilitas sistem keuangan dapat menimbulkan konsekuensi yang

membahayakan yakni besarnya biaya fiskal yang harus dikeluarkan untuk menyelamatkan

lembaga keuangan yang bermasalah dan penurunan PDB akibat krisis mata uang dan

perbankan.

Sejumlah perkembangan yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir telah menempatkan

stabilitas keuangan sebagai agenda prioritas dari bank sentral, otoritas pengawas dan

pemerintah yakni: (i) pertumbuhan transaksi keuangan dalam jumlah besar; (ii)

perkembangan lembaga keuangan non-bank termasuk produk dan jasa yang ditawarkan;

Page 4: Batunanggar, Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

© S. Batunanggar, February 2003 4

(iii) peningkatan kompleksitas dan risiko kegiatan bank; dan (iv) besarnya biaya fiskal

untuk penyelesaian krisis perbankan.

Disamping itu berbagai perubahan mendasar lainnya aspek seperti perubahan kebijakan

dan instrumen moneter, permasalahan yang masih dihadapi oleh sektor perbankan dan

sektor riil membuat tugas pemeliharaan stabilitas sistem keuangan semakin kompleks.

4. Elemen Pokok Sistem Keuangan yang Stabil

Stabilitas sistem keuangan bergantung pada lima elemen yang saling terkait yakni: (i)

lingkungan makro-ekonomi yang stabil; (ii) lembaga finansial yang dikelola dengan baik;

(iii) pasar keuangan yang efisien; (iv) kerangka pengawasan prudensial yang sehat; dan (v)

sistem pembayaran yang aman dan handal (MacFarlane, 1999).

Krisis dapat dipicu oleh berbagai risiko yang

bersumber dari elemen-elemen yang terkait

dengan sistem keuangan (lihat Gambar 1).

Krisis keuangan dapat bersumber dari

permasalahan yang terjadi dalam berbagai

elemen terkait dengan sistem keuangan yakni

lembaga keuangan itu sendiri yakni bank,

lembaga keuangan non bank atau pasar

modal (ring pertama); atau dapat juga

ditimbulkan oleh salah satu atau kombinasi

permasalahan di sektor riil, fiskal atau sistem

pembayaran (ring kedua). Namun demikian, krisis dapat juga disebabkan oleh factor

eksternal yang bersumber dari perekonomian internasional melalui dampak mewabah

(contagion effect) seperti yang terjadi pada krisis Asia tahun 1997 (ring ketiga). Proses

terjadinya krisis keuangan diuraikan secara ringkas pada Boks 1.

Stabilitas sistim keuangan dapat dijaga dengan meningkatkan ketahanan lembaga

keuangan dan pasar keuangan terhadap gejolak eksternal. Berbagai upaya dapat dilakukan

dengan menerapkan ketentuan prudensial dan good governance dalam lembaga keuangan

dan pasar modal, kebijakan moneter dan fiskal yang kondusif serta sektor riil yang mampu

mendukung perekonomian.

Page 5: Batunanggar, Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

© S. Batunanggar, February 2003 5

Boks 1. Penyebab dan Proses Terjadinya Krisis Keuangan

Belajar dari krisis Asia dan Indonesia tahun 1997, instabilitas sistem keuangan terjadi melalui tiga tahapan utama (Mishkin, 2001).

Pada tahap awal, terjadi penurunan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai permasalahan dalam perekonomian dan sistem keuangan seperti memburuknya kondisi keuangan perbankan, peningkatan suku bunga, penurunan harga saham, dan peningkatan ketidakpastian.

Pada tahap kedua, ketidakpercayaan nasabah dan investor terhadap perekonomian nasional dan rupiah menimbulkan depresiasi rupiah dan kemudian mengakibatkan krisis mata uang (currency crisis)

Pada akhirnya, krisis mata uang tersebut menimbulkan krisis perbankan yang dipicu oleh penarikan simpanan secara besar-besar (systemic bank run) yang mengakibatkan kesulitan likuiditas pada sistem perbankan. Disamping itu, perbankan menderita kerugian akibat peningkatan kredit bermasalah terutama atas debitur korporasi yang memiliki pinjaman luar negeri yang tidak dihedge. Beban hutang luar negeri yang ditanggung oleh sektor korporasi meningkat drastic akibat depresiasi rupiah terhadap US dollar yang tajam.

Krisis ganda (twin crises), krisis mata uang dan perbankan, yang tidak berhasil diatasi secara cepat dan efektif telah menimbulkan dampak yang lebih luas dan mendorong instabilitas social dan politik nasional.

Sebagai implikasinya, pemerintah harus mengeluarkan biaya fiskal yang sangat besar (50% dari PDB tahunan) untuk menyelamatkan sistem perbankan. Biaya fiskal tersebut tentunya akan dibebankan kepada masyarakat sebagai pembayar pajak. Disamping itu, krisis keuangan yang berkepanjangan berdampak sangat buruk terhadap perekonomian nasional antara lain penurunan pertumbuhan ekonomi dan output yang diperparah pula oleh terjadinya disintermediasi keuangan.

Mengingat bahwa permasalahan di lembaga keuangan dan pasar modal dapat menimbulkan

krisis keuangan yang berdampak sangat buruk, diperlukan suatu kebijakan penyelesaian

krisis. Untuk itu perlu diperlukan suatu mekanisme safety net dan rencana kontijensi

sebagai antisipasi apabila krisis terjadi. Dalam hal ini, bank sentral memiliki peranan yang

sangat penting dalam menjaga stabilitas sistim keuangan, baik dalam pencegahan maupun

penyelesaian krisis. Hal ini mengingat berbagai komponen yang mempengaruhi stabilitas

sistim keuangan dimaksud seperti pengawasan bank, dan kebijakan moneter besar berada

dalam kewenangan bank sentral.

5. Kerangka SSK

Memelihara stabilitas sistem keuangan (SSK) merupakan salah satu fungsi utama dari bank

sentral modern, yang tidak kalah pentingnya dengan memelihara stabilitas moneter

Page 6: Batunanggar, Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

© S. Batunanggar, February 2003 6

(Sinclair, 2001). Kedua tugas tersebut terkait erat dan saling mempengaruhi. Efektivitas

kebijakan moneter hanya bisa diwujudkan apabila terdapat sistem keuangan yang sehat.

Lembaga keuangan berperan penting dalam perekonomian sebagai perantara keuangan

dan media transmisi kebijakan moneter.

Mengapa SSK perlu dipelihara? Ada tiga alasan utama. Pertama, “keunikan” lembaga

keuangan khususnya bank karena selain berperan penting dalam perekonomian seperti

telah disebutkan juga memiliki risiko yang tinggi dalam usahanya. Karena itu, lembaga

keuangan merupakan salah satu sumber instabilitas yang paling membahayakan sistem

keuangan. Kedua, krisis keuangan berdampak sangat luas terhadap ekonomi yakni

penurunan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan yang tajam. Hal ini pada akhirnya dapat

berdampak negatif pada aspek sosial dan politik apabila tidak dapat diselesaikan secara

cepat dan efektif. Ketiga, instabilitas keuangan menimbulkan biaya fiskal penyelesaian

krisis yang sangat tinggi. Pengalaman berbagai negara menunjukkan bahwa rata-rata biaya

penyelesaian krisis mencapai 20% dari PDB tahunan.

Perumusan fungsi SSK tersebut cukup beragam diantara bank-bank sentral. Sebagian besar

menetapkannya secara eksplisit dalam Undang-Undang. Namun ada juga yang hanya

mengaturnya dalam Nota Kesepahaman seperti Inggris yakni antara Bank of England,

Financial Services Authority dan HM Treasury.

Secara umum, terdapat dua kebijakan umum dalam menghadapi krisis. Pertama mencegah

agar krisis tersebut tidak terjadi (crisis prevention). Kedua, menangani krisis (crisis

resolution) yang terjadi untuk meminimalkan dampak buruknya agar tidak meluas (lihat

gambar).

Pencegahan krisis (Crisis prevention)

Pencegahan krisis dapat ditempuh melalui tiga kegiatan utama yakni penetapan kebijakan

dan regulasi, mendorong disiplin pasar dan peningkatan pemantauan (surveillance)

terhadap sistem keuangan.

Untuk mencegah timbulnya krisis, umumnya ditempuh dua pendekatan. Pertama,

bersandar pada kekuatan atau disiplin pasar (market discipline) seperti yang diterapkan di

Selandia Baru. Disiplin pasar ini didorong melalui kebijakan transparansi dan penerapan

aturan standar internasional seperti principles of corporate governance, international

accounting standar (IAS) dan sejenisnya. Kedua, bersandar pada kebijakan dan regulasi.

Page 7: Batunanggar, Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

© S. Batunanggar, February 2003 7

Pendekatan kedua ini diadopsi secara lebih luas oleh otoritas moneter atau bank sentral

baik di negara maju maupun di negara berkembang. Hal ini mencakup baik transparansi

dalam kebijakan moneter dan fiskal maupun regulasi prudensial untuk sektor keuangan

yang mengacu pada core principles for effective banking supervision, principles for

securities regulation dan core principles for insurance supervision yang dirumuskan oleh

forum-forum internasional. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin disadari bahwa kedua

pendekatan itu perlu diadopsi secara konsisten untuk lebih meningkatkan stabilitas sistem

keuangan.

Namun kebijakan, regulasi dan standar belumlah cukup menjamin terpeliharanya SSK.

Diperlukan pengawasan yang efektif untuk meyakinkan bahwa segala kerangka aturan yang

telah ditetapkan tersebut dilaksanakan secara konsisten oleh pelaku pasar. Pengawasan ini

dapat bersifat mikro (micro-prudential supervision-MiPs) atau makro (macro-prudential

supervision-MaPS) atau sering juga disebut sebagai surveillance. Otoritas pengawas

bertanggung-jawab untuk melakukan MiPS untuk meyakinkan terpeliharanya kesehatan

lembaga keuangan secara individual.

Page 8: Batunanggar, Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

© S. Batunanggar, February 2003 8

Sedangkan bank sentral bertanggung-jawab untuk melakukan surveillance (MaPS) terhadap

SSK secara keseluruhan. Perkembangan dan risiko-risiko dalam sistem keuangan baik yang

bersumber dari domestik maupun internasional perlu dikaji dan dipantau secara seksama.

Dalam hal ini umumnya digunakan sistem deteksi dini (early warning systems) yang

mencakup pemantauan dan analisis terhadap perkembangan indikator makro-prudensial

dan mikro-prudensial53. Surveillance ditunjang dengan riset untuk menghasilkan suatu

analisis dan rekomendasi kebijakan kepada lembaga terkait dalam rangka memelihara

stabilitas keuangan. Kajian tersebut dipublikasikan secara berkala oleh bank sentral baik

dalam laporan secara tersendiri maupun digabungkan dalam laporan tahunannya.

Koordinasi antara MiPS dan MaPS mutlak diperlukan demi terpeliharanya SSK.

Penyelesaian krisis (crisis resolution)

Penyelesaian krisis merupakan kebijakan dan tindakan bank sentral untuk menyelesaikan

krisis bila telah terjadi. Untuk itu, terdapat dua alat utama yang umumnya digunakan

yakni (i) pemberian fasiltas kepada lembaga keuangan yang bermasalah dalam rangka

lender of the last resort (LLR); dan (ii) penjaminan simpanan (deposit insurance).

3Indikator ekonomi makro-prudensial meliputi besaran mengenai pertumbuhan ekonomi, neraca pembayaran, inflasi, suku bunga dan nilai tukar, contagion effect dan factor terkait lainnya. Indikator mikro-prudensial meliputi rasio-rasio mengenai Capital Adequacy, Asset Quality, Management, Earnings, Liquidity dan Sensitivity to Market Risk (CAMELS).

Page 9: Batunanggar, Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

© S. Batunanggar, February 2003 9

LLR umumnya diberikan oleh bank sentral baik dalam kondisi normal maupun krisis

sistemik. Dalam kondisi normal, fasilitas LLR hanya diberikan mengatasi kesulitan

likuiditas yakni kepada illiquid bank tetapi solvent dengan agunan yang mencukupi.

Sedangkan dalam kondisi krisis sistemik terdapat beberapa pengecualian dalam pemberian

fasilitas LLR misalnya dalam rangka restrukturisasi sistem perbankan akibat krisis.

Sedangkan dalam penyelesaian krisis terdapat beberapa alat yang mencakup lender of last

resort, jaring pengaman keuangan (financial safey nets) seperti asuransi simpanan dan

metode penyelesaian krisis lainnya seperti restrukturisasi korporasi dan lembaga

keuangan. Termasuk melalui partisipasi swasta (private sector solution) dan intervensi

pemerintah.

Mekanisme Koordinasi

SSK adalah sasaran kebijakan publik (Crockett, 1997). Karenanya mutlak diperlukan kerja

sama dan koordinasi antar lembaga terkait, khususnya bank sentral, otoritas pengawas

(jika terpisah dari bank sentral) dan pemerintah dalam rangka mewujudkan dan

memelihara SSK.

Pada prinsipnya bank sentral bertanggung-jawab terhadap stabililitas moneter,

infrastruktur keuangan ternasuk sistem pembayaran dan stabilitas keuangan secara

kesuluruhan. otoritas pengawas sektor keuangan bertanggung-jawab terhadap perizinan,

pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan secara individual. Sedangkan pemerintah

bertanggung jawab atas kelembagaan dan perundang-undangan. Pemerintah tidak

memiliki tanggung-jawab operasional dan sama sekali tidak boleh mencampuri tugas bank

sentral dan otoritas pengawas. Apabila dinilai terdapat risiko yang membahayakan sistem

keuangan, bank sentral dan otoritas pengawas memberitahukan kepada pemerintah.

Standing Committee yang beranggotakan Gubernur Bank Sentral, Otoritas Pengawas

Lembaga Keuangan Non Bank dan Otoritas Pengawas Pasar Modal, Pimpinan Lembaga

penjamin Simpanan, dan Menteri Keuangan, bertemu secara berkala untuk membahas

masalah-masalah SSK. Beberapa bank sentral seperti Bank of England menuangkan

mekanisme koordinasi tersebut dalam Memorandum of Understanding (MoU). MoU tersebut

juga mengatur mengenai pertukaran dan sharing informasi antara Bank of England dengan

Financial Services Authority.

Page 10: Batunanggar, Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

© S. Batunanggar, February 2003 10

6. Bagaimana di Indonesia?

Secara tradisional fungsi stabilitas keuangan merupakan wilayah bank sentral. Setelah

terjadi krisis keuangan 1997, semakin disadari pentingnya stabilitas sistem keuangan

tersebut. Dengan berlakunya UU No.23 tahun 1999, Bank Indonesia memasukkan aspek

stabilitas sistem keuangan tersebut dalam misinya yakni “mencapai dan memelihara

kestabilan nilai rupiah melalui kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem

keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang dan berkesinambungan”. Hal ini

mengingat fungsi menjaga kestabilan moneter dan kestabilitan sistem keuangan tersebut

saling terkait satu sama lain ibarat dua sisi mata uang. Kedua fungsi tersebut diarahkan

untuk mencapai suatu tujuan akhir yang sama, yaitu menjaga stabilitas harga.

Perlunya kerangka hukum

Namun demikian, hingga saat ini belum terdapat suatu kerangka legal yang jelas mengenai

tugas memelihara stabilitas sistem keuangan. Dalam UU No.23 tahun 1999 tugas

memelihara SSK tidak dinyatakan secara eksplisit. Pasal 7 menyatakan bahwa “tujuan BI

adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah”. Selanjutnya, dalam pasal 8

ditetapkan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut, BI bertugas untuk: (a) menetapkan dan

melaksanakan kebijakan moneter; (b) mengatur dan menjaga kelancaran sistem

pembayaran; dan (3) mengatur dan mengawasi bank.

Selama ini, tampaknya BI melakukan fungsi SSK secara parsial dan simultan dengan tugas

pokoknya di bidang pengawasan bank, moneter dan sistem pembayaran. Permasalahannya

adalah apakah kebijakan dan tugas SSK tersebut cukup diserahkan saja kepada BI untuk

mengatur dan melaksanakan sebagai bagian dari tugasnya sesuai pasal 8 Undang-undang?

Mengacu pada praktek di negara-negara lain, tugas memelihara SSK tersebut diatur dalam

suatu kerangka hukum yang jelas yang memuat pembagian tugas dan mekanisme

koordinasi antar lembaga terkait (bank sentral, otoritas pengawas dan pemerintah) dalam

rangka memelihara SSK. Karena SSK tersebut adalah kebijakan publik strategis, seyogianya

diatur dalam amandemen UU No.23 yang sedang dirumuskan.

Selanjutnya, mekanisme operasionalnya perlu diatur dalam peraturan pemerintah atau

nota kesepahaman yang memuat mengenai dua hal pokok yakni: (i) tanggung-jawab yang

jelas antara Bank Indonesia, otoritas pengawas dan pemerintah baik dalam pencegahan

maupun penyelesaian krisis; (ii) mekanisme koordinasi antara lembaga terkait tersebut,

Page 11: Batunanggar, Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

© S. Batunanggar, February 2003 11

termasuk dalam mekanisme pertukaran dan sharing informasi. Aspek koordinasi ini

menjadi semakin penting dan kompleks apabila Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga

Penjamin Simpanan (LPS) jadi dibentuk. Koordinasi tersebut dapat diwujudkan melalui

pembentukan suatu Komite SSK Nasional yang beranggotakan Gubernur Bank Indonesia,

Menteri Keuangan dan pimpinan lembaga terkait serta melalui interlocking management.

Jaring pengaman dan alat penyelesaian krisis

Pengalaman krisis ini dalam seperempat abad terakhir menunjukkan bahwa krisis itu sulit

diprediksi dan dihindarkan. Karenanya, tiada jalan lain kecuali menyiapkan kebijakan dan

alat penyelesaian krisis yang memadai yang mencakup jaring pengaman (safety nets) dan

lender of last resort (LLR). Apabila krisis terjadi alat tersebut dapat digunakan secara

efektif sehingga dampak negatifnya dapat diminimalkan dengan biaya serendah mungkin.

Hingga saat ini belum terdapat kerangka hukum mengenai kebijakan dan prosedur

penyelesaian krisis yang komprehensif. Sejalan dengan itu, terdapat dua kebijakan penting

yang perlu segera dirumuskan. Pertama, peran Bank Indonesia sebagai LLR. Sesuai UU No.

23/1999, BI hanya dapat memberikan pinjaman kepada bank untuk memenuhi kesulitan

likuiditas pada kondisi normal. Perlu dirumuskan secara jelas dalam UU peran Bank

Indonesia sebagai LLR dalam kondisin krisis. Kebijakan LLR yang lebih transparan selain

lebih menjamin akuntabilitas dan dapat menghindarkan campur tangan politis juga akan

bermanfaat sebagai alat penyelesaian krisis yang efektif. Kedua, membentuk asuransi

simpanan yang eksplisit dan terbatas (limited and explicit guarantee) sebagai pengganti

program penjaminan pemerintah (blanket guarantee) yang mengandung moral hazard dan

tidak mendorong disiplin pasar. Namun demikian, peralihan tersebut perlu dilakukan

secara bertahap dengan mempertimbangkan kesehatan sistem keuangan dan

perekonomian serta didahului dengan sosialisasi yang baik.

7. Penutup

SSK sangat tergantung pada kesehatan lembaga keuangan khususnya perbankan yang

mendominasi sistem keuangan di Indonesia. Selanjutnya, kesehatan sistem perbankan

sangat ditentukan oleh efektivitas pengawasan bank. Karenanya, mutlak diperlukan

otoritas pengawas yang independen dan kompeten. Hal tersebut sangat penting untuk

meyakinkan bahwa risiko-risiko bank mampu dinilai secara dini dan akurat serta

permasalahan yang perbankan yang dapat membahayakan SSK dapat dicegah dan dikoreksi

Page 12: Batunanggar, Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

© S. Batunanggar, February 2003 12

secara cepat pula – terlepas dari strukturnya apakah berada di dalam atau di luar bank

sentral.

Untuk mewujudkan SSK mutlak diperlukan kerjasama dan koordinasi yang efektif antara

lembaga terkait. Kerangka hukum yang mengatur siapa bertanggung-jawab untuk apa dan

mekanisme koordinasi secara jelas adalah penting. Namun, yang lebih penting lagi adalah

komitmen dan kapasitas dari lembaga terkait untuk mengoptimalkan peranannya dalam

SSK tersebut. Lebih jauh, SSK menuntut kesadaran dan komitmen dari seluruh pelaku pasar

khususnya dan masyarakat umumnya untuk berperan secara bertanggung-jawab.

Pengalaman mengajarkan kita bahwa krisis itu sangat mahal sering berulang. Karenanya,

adalah selalu lebih baik mencegah dari pada mengobati. ***

Referensi

Batunanggar, S. (2002), ‘Indonesia’s Banking Crisis Resolution: Lessons and the Way Forward’ paper yang disusun dan disajikan pada Crisis Resolution Conference, Centre for Central Banking Studies, Bank of England, December 9.

_____ (2003), ‘Reformulasi Manajemen Krisis Indonesia: Deposit Insurance and the Lender of Last Resort’, Working Paper, Bank Indonesia, Januari.

Brealey, Richard et al. (2001) Financial Stability and Central Banks: A Global Perspective, Routledge and CCBS, Bank of England.

Crockett, Andrew (1997) ‘Why is Financial Stability a Goal of Public Policy?’, paper presented at Maintaining Financial Stability in a Global Economy Symposium, the Federal Reserve Bank of Kansas City, August 28-30.

Djiwandono, J. Soedradjat (2000) ‘Bank Indonesia and the Recent Crisis’, Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol.36 No.1, April.

Honohan, Patrick and Daniella Klingebiel (2002) ‘The Fiscal Costs Implications of an Accommodating Approach to Banking Crisis’, Journal of Banking and Finance (forthcoming).

McFarlane, I.J. (1999) ‘The Stability of Financial System’ Reserve Bank of Australia Bulletin, August.

Mishkin, Frederic (2001) ‘Financial Policies and the Prevention of Financial Crises in Emerging Market Countries’, NBER Working Paper No. 8087, January.

Nasution, Anwar (2000) ‘The Meltdown of the Indonesian Economy: Causes, Responses and Lessons’, ASEAN Economic Bulletin, August.

Sabirin, Syahril (2002) ‘Bank Indonesia’s Role in Financial Stability’, Paper presented at the seminar on Financial Services Authority, Jakarta, February 27.

Sinclair, P. J. N. (2000) ‘Central Banks and Financial Stability’, Bank of England Quarterly Bulletin, Vol.40, No.4, November.

Stiglitz, Joseph (1999) ‘Lesson from East Asia’, Journal of Policy Modeling 21(3) pp. 311–330.

Page 13: Batunanggar, Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

© S. Batunanggar, February 2003 13

1FSI dibentuk oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) dan ditujukan untuk membantu otoritas pengawasan untuk memperkuat sistem keuangan mereka. Lihat detailnya di http://www.bis.org/fsi/index.htm 2FSF ditujukan untuk meningkatkan stabilitas keuangan internasional melalui pertukaran informasi dan kerjasama internasional di bidang pengawasan dan surveillance FSF beranggotakan otoritas terkait (Departemen Keuangan, bank sentral, otoritas pengawas) dari 11 negara, lembaga-lembaga internasional (IMF, World Bank, BIS, OECD), komite dan asosiasi internasional (Basel Committee on Banking Supervision (BCBS), International Accounting Standards Board (IASB), International Association of Insurance Supervisors (IAIS), International Organisation of Securities Commissions (IOSCO), Committee on Payment and Settlement System (CPSS), Committee on the Global Financial System (CGFS) dan European Central Bank.

Lihat detailnya di http://www.fsforum.org/home/home.html 3FSAP merupakan upaya bersama IMF dan Worldbank yang mulai diperkenalkan pada May 1999. Program ini bertujuan untuk meingkatkan efektivitas upaya peningkatan kesehatan sistem keuangan dari negara-negara anggotanya. Lihat detailnya di http://www.imf.org/external/np/fsap/fsap.asp 4Adverse selection timbul sebelum transaksi terjadi apabila peminjam (borrower) potensial yang kemungkinan besar menimbulkan hasil yang tidak diharapkan - risiko kredit macet - yang akan terpilih. Karena adverse selection berpotensi besar menimbulkan kredit macet, yang meminjamkan (lender) mungkin tidak meminjamkan meskipun di pasar terdapat debitur yang memiliki risiko kredit yang rendah. Sedangkan moral hazard timbul setelah transaksi terjadi karena lender berpotensi dirugikan oleh borrower yang terdorong melakukan aktivitas yang diharapkan misalnya tidak membayar kewajibannya. Moral hazard terjadi akibat informasi asimmetrik dimana lender kurang mengetahui aktivitas borrower yang memungkinkan borrower melakukan moral hazard. Konflik kepentingan antara borrower dan lender akibat moral hazard (agency problem) menunjukkan bahwa banyak lender memutuskan untuk tidak memberikan pinjaman, sehingga kredit dan investasi tidak mencapai tingkat optimal. 5Indikator ekonomi makro-prudensial meliputi besaran mengenai pertumbuhan ekonomi, neraca pembayaran, inflasi, suku bunga dan nilai tukar, contagion effect dan factor terkait lainnya. Indikator mikro-prudensial meliputi rasio-rasio mengenai Capital Adequacy, Asset Quality, Management, Earnings, Liquidity dan Sensitivity to Market Risk (CAMELS).