batu ginjal staghorn
TRANSCRIPT
Proses Terbentuk Batu Ginjal
Batu terbentuk pada tempat dimana sering mengalami hambatan aliran urine. Batu
terdiri dari kristal kristal yang tersusun oleh bahan bahan organik maupun anorganik yang
terlarut dalam urine. Kristal kristal tersebut tetap dalam keadaan terlarut dalam urine jika
tidak ada keadaan keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal
kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk batu yang kemudian mengadakan
agregasi dan menarik bahan bahan lain hingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun
ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh untuk menyebabkan sumbatan. Untuk itu
agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih dan kemudian dari sini terjadi
pengendapan pada agregat untuk membentuk batu yang cukup besar untuk menyebaban
obstruksi.
Kondisi tetap terlarutnya kristal dalam urin (metastable) dipengaruhi oleh suhu, ph,
adanya koloid dalam urine, konsentrasi solute dalam urine , laju aliran urine atau adanya
corpus alienum dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
Komposisi batu
Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai yaitu kurang lebih 70-80 % dari seluruh batu ginjal.
Kandunganya terdiri atas kalsium oksalat, kalsium phospat, maupun campuran dari
keduanya. Sebagian besar berpendapat bahwa batu kalsium oksalat awalnya terutama
dibentuk oleh agregasi dari kalsium phospat yang ada pada renal calyx epithelium. Konkresi
kalsium phospat mengikis urothelium dan kemudian terpapar pada urine dan membentuk
suatu nidus/inti batu untuk deposisi kalsium oxalat. Kemudian deposisi kalsium oxalat
tumbuh hingga batu tersebut cukup besar untuk menghancurkan urothelial dan kemudian
tersebar ke dalam ductus collecting.
Faktor faktor yang mempengaruhi tebentuknya batu kalsium adalah hiperkalsiuri
yaitu kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari 250-300 mg/24 jam. Selain itu
hiperoksaluri dimana eksresi oksalat lebih dari 45 gr per hari. Keadaan ini banyak dijumpai
pada pasien yang banyak mengkonsumsi makanan kaya oksalat seperti soft drink, arbei, jeruk
sitrun, teh, kopi, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam. Kadar asam urat melenihih 850
mg/24 jam juga merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu, karna asam urat ini akan
berperan sebagai nidus untuk terbentuknya batu kalsium oksalat.
Sitrat dan magnesium dapat berikatan dengan kalsium dan membentuk ikatan yang
mudah larut sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat. Sehingga keadaan
hipositraturia dan hipomagnesuria dapat menjadi faktor predisposisi terbentuknya batu
kalsium.
Batu asam urat
Asam urat adalah hasil metabolisme dari purin. Asam urat 100x lebih larut dalam pH
> 6 dibanding pad pH<5,5. Faktor predisposisi terutama adalah suasana asam yang
berlebihan dalam tubuh (asidosis) pH< 6, dehydrasi dimana urine < 2 liter/hari. Hasil
metabolisme purin ini akan mengalami presipitasi pda tubulus renalis dan menyebabkan batu
asam urat. Batu asam urat menempati persentasi sekitar 5-10% dari keseluruhan batu saluran
kemih. 75-80 % adalah asam urat murini sisanya adalah campuran dengan kalsium oksalat.
Pada pemeriksaan PIV batu ini bersifat radiolusen sehingga tampak sebagai bayangan filling
defect dan harus dibedakan dengan bekuan darah dsb.
Batu struvit
Disebabkan oleh infeksi dari organisme yang memproduksi urease yang mampu
metubah urin menjadi suasan basa seperti proteus mirabilis (paling banyak) diikuti oleh
Klebsiella, Enterobacter atau Pseudomonas. Suasana basa ini memudahkan magnesium,
amonium, fosfat, karbonat untuk membentuk batu magnesium fosfat dan karbonat apatit.
Batu cystine
Batu sistin dibentuk pada pasien dengan kelainan kongenital yaitu adanya defek pada
gen yang mentransport cystein atau gangguan asbsorbsi sistin pada mukosa usus.
Batu ginjal dan Manifestasi Klinis
Batu ginjal terbentuk pada tubulus ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum ,
pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi
pielum dan lebih dari 2 kaliks ginjal atau yang menempati sebagian besar tubulus collecting
memberi gambaran menyerupai tanduk rusa dan disebut “batu staghorn” dan batu yang
terdapat pada tempat lain di luar definisi ‘staghorn” dapat disebut “batu non staghorn”.
Batu staghorn dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu partial (sebagian tubulus collecting) dan
complete (seluruh tubulus collecting).
Komposisi tersering batu cetak ginjal adalah kombinasi magnesium amonium fosfat
(struvit) dan/ atau kalsium karbonat apatit. Komposisi lain dapat berupa sistin dan asam urat,
sedangkan kalsium oksalat dan batu fosfat jarang dijumpai. Komposisi struvite/ kalsium
karbonat apatit erat berkaitan dengan infeksi traktus urinarius yang disebabkan oleh
organisme spesifik yang memproduksi enzim urease yang menghasilkan amonia dan
hidroksida dari urea. Akibatnya, lingkungan urin menjadi alkali dan mengandung konsentrasi
amonia yang tinggi, menyebabkan kristalisasi magnesium amonium fosfat (struvit) sehingga
menyebabkan batu besar dan bercabang. Faktor-faktor lain turut berperan, termasuk
pembentukan biofilm eksopolisakarida dan penggabungan mukoprotein dan senyawa organik
menjadi matriks. Kultur dari fragmen di permukaan dan di dalam batu menunjukkan bakteri
tinggal di dalam batu, sesuatu yang tidak dijumpai pada jenis batu lainnya. Terjadi infeksi
saluran kemih berulang oleh organisme pemecah urea selama batu masih ada.1 Batu cetak
ginjal yang tidak ditangani akan mengakibatkan kerusakan ginjal dan atau sepsis yang dapat
mengancam jiwa. Karena itu, pengangkatan seluruh batu merupakan tujuan utama untuk
mengeradikasi organisme penyebab, mengatasi obstruksi, mencegah pertumbuhan batu lebih
lanjut dan infeksi yang menyertainya serta preservasi fungsi ginjal. Meski beberapa penelitian
menunjukkan kemungkinan untuk mensterilkan fragmen struvite sisa dan membatasi aktivitas
pertumbuhan batu, sebagian besar penelitian mengindikasikan, fragmen batu sisa dapat
tumbuh dan menjadi sumber infeksi traktus urinarius yang berulang.
Batu Staghorn
Batu staghorn didefinisikan sebagai batu bercabang yang menempati sistem
pengumpul ginjal. Tatalaksana optimal untuk batu ini perlu mempertimbangkan tiga
faktorutama :
Beban batu keseluruhan
Lokasi beban batu (kaliks mana dan berapa banyak kaliks yang terlibat)
Anatomi sistem pengumpul (misalnya, adakah dilatasi sistem pengumpul)
Berikut ini adalah kriteria dalam pemilihan terapi untuk batu staghorn :
Operasi Terbuka
Operasi terbuka merupakan pilihan terapi yang potensial utuk batu staghorn,karena
dapat membersihkan sebagian besar batu melalui sekali prosedur danmenghasilkan angka
bebas batu yang sebanding. Oleh karena itu, beberapa penulismasih menganjurkan operasi
terbuka untuk batu staghorn komplit. Namun, kerugian darioperasi ini adalah berkurangnya
fungsi ginjal setelah pembedahan yang ekstensif sepertipielolitotomi intersegmental
anatrofik, yang terjadi pada 30-50% pasien. Angka residubatu setelah operasi terbuka adalah
15%, dengan rekurensi 30% setelah 6 tahun danrisiko infeksi saluran kemih 40%.
Berdasarkan hal tersebut, Rassweiler membatasi indikasi operasi terbuka hanya untuk pasien
dengan beban batu masif yang tidak dapatdicapai secara endoskopik atau dengan beberapa
kali tindakan ESWL, atau biladibutuhkan operasi rekonstruktif tambahan (misalnya kaliko-
ureterostomi, pieloplasti)
Pedoman dari AUA
Pedoman AUA untuk batu staghorn menyatakan bahwa standar terapi untukbatu
staghorn struvite yang baru terdiagnosis adalah intervensi aktif. Pasien harusdiinformasikan
mengenai keempat modalitas intervensi aktif yaitu : operasi terbuka, percutaneus
nephrolithotomy (PNL), ESWL serta kombinasi PNL dan ESWL besertasegenap keuntungan
dan kerugian dari pilihan terapi tersebut.
Monoterapi ESWL atau Kombinasi ESWL+PNL ?
Meretyk, dkk melakukan uji klinis prospektif acak untuk membandingkan hasilantara
monoterapi ESWL dengan kombinasi ESWL+PNL untuk batu staghorn komplit.Studi ini
melibatkan 50 unit ginjal: 27 ginjal diterapi dengan monoterapi ESWL (grup 1)dan 23 (grup
2) diterapi dengan kombinasi PNL (inisial) + ESWL. Kedua grup inidibandingkan dalam hal
ukuran batu, derajat dilatasi sistem pengumpul, kultur urin saatpresentasi, jumlah sesi terapi,
dosis narkotik, episode kolik renal, komplikasi septik,prosedur tambahan yang tidak
direncanakan, lama perawatan rumah sakit, durasi terapitotal dan angka bebas batu setelah 6
bulan.Hasilnya, angka bebas batu secara signifikan lebih besar pada grup 2 daripadagrup 1
(74 versus 22%, p=0,0005). Angka komplikasi lebih besar pada grup 1, yaitu 15komplikasi
septik pada 10 pasien dibandingkan dengan hanya 2 episode pada grup 2(p=0,007). Lama
terapi keseluruhan secara signifikan lebih pendek pada grup 2 ( 1versus 6 bulan, p=0,0006).
Tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal jumlahprosedur yang dilakukan dengan
anestesi atau lama hari perawatan antara kedua grup.Kesimpulan dari studi ini adalah bahwa
kombinasi PNL dan ESWL harusdirekomendasikan sebagai terapi lini pertama untuk pasien
dengan batu staghorn.
(Level of evidence IIa)
Batu Staghorn pada Anak
Terapi batu staghorn pada anak-anak merupakan tantangan. Al-Busaidymelakukan
studi klinis terhadap 42 anak ( 9 bulan sampai 12 tahun) dengan batustaghorn (33 parsial dan
9 komplit) menggunakan Piezolith 2501. Kelompok awalsebanyak 19 pasien menjalani
ESWL tanpa stenting profilaksis, sedangkan padakelompok lainnya (23 pasien) dilakukan
pemasangan double J stent sebelum sesi ESWLpertama. Parameter yang dinilai adalah umur
rata-rata pasien, ukuran batu, jumlah gelombang kejut, jumlah sesi ESWL, lama perawatan,
angka bebas batu dan komplikasimayor. Hasilnya, sebanyak 33 anak (79%) mengalami bebas
batu setelah 3 bulan.Kedua grup sebanding dalam hal umur, ukuran batu, jumlah gelombang
kejur dan sesiESWL serta angka bebas batu. Komplikasi mayor terjadi pada 21% kelompok
tanpa stent, dan tidak terjadi sama sekali pada kelompok yang di stent (p=0,035).
Tujuhprosedur tambahan pasca ESWL dibutuhkan pada kelompok tanpa stent .
Perawatanrumah sakit lebih lama pada kelompok tanpa stent dibandingkan kelompok
stent(p=0,022). Pada follow-up setelah 9 –102 bulan (rata-rata 47) terjadi rekurensi pada
2anak, yang kemudian diterapi dengan ESWL.
Kesimpulan studi ini adalah monoterapi ESWL merupakan modalitas yangefisien dan
aman utuk terapi batu staghorn anak-anak. Pasien yang distent mengalamikomplikasi lebih
sedikit dan masa perawatan lebih singkat. Dianjurkan untuk melakukan stenting profilaksis
sebelum terapi ESWL pada anak-anak dengan batu staghorn.
(Level of evidence IIa)
Referrensi:
http://agoesdoctor.blogspot.com/2011/09/batu-ginjal-merupakan-masalah-kesehatan.html
http://www.scribd.com/doc/73885406/28/V-1-1-Batu-Staghorn