batu bara

21
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar fosil adalah sumber daya alam yang mengandung hidro karbon seperti batubara, minyak bumi dan gas alam. Penggunaan bahan bakar fosil ini telah menggerakkan pengembangan industri dan menggantikan kincir angin, tenaga air, dan juga pembakaran kayu untuk panas ketika menghasilkan listrik. Energi dari pembakaran bahan bakar fosil seringkali digunakan untuk menggerakkan turbin. Generator tua seringkali menggunakan uap yang dihasilkan dari pembakaran digunakan untuk memutar turbin gas, secara langsung kontuinitas penggunaan bahan bakar fosil memunculkan paling sedikit dua ancaman serius yaitu : · Faktor ekonomi Berupa jaminan ketersediaan bahan bakar fosil untuk beberapa dekade mendatang, masalah suplai, harga, dan fluktuasinya (ketidak stabilannya). · Faktor lingkungan Polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil kelingkungan,Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya bahan bakar fosil dalam ruang lingkup sumber daya alam merupakan sumber yang penting bagi kehidupan umat

Upload: alanmu7

Post on 04-Oct-2015

12 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

batubara merupakan bahan organik yang tercipta secara alamiah....

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan bakar fosil adalah sumber daya alam yang mengandung hidro karbon seperti batubara, minyak bumi dan gas alam. Penggunaan bahan bakar fosil ini telah menggerakkan pengembangan industri dan menggantikan kincir angin, tenaga air, dan juga pembakaran kayu untuk panas ketika menghasilkan listrik. Energi dari pembakaran bahan bakar fosil seringkali digunakan untuk menggerakkan turbin. Generator tua seringkali menggunakan uap yang dihasilkan dari pembakaran digunakan untuk memutar turbin gas, secara langsung kontuinitas penggunaan bahan bakar fosil memunculkan paling sedikit dua ancaman serius yaitu :

Faktor ekonomi Berupa jaminan ketersediaan bahan bakar fosil untuk beberapa dekade mendatang, masalah suplai, harga, dan fluktuasinya (ketidak stabilannya).

Faktor lingkungan Polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil kelingkungan,Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya bahan bakar fosil dalam ruang lingkup sumber daya alam merupakan sumber yang penting bagi kehidupan umat manusia. Sumber daya alam seperti bahan bakar fosil menyediakan sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Oleh karena itu, pengelolaan bahan bakar fosil seharusnya mengacu pada aspek konservasi dan pelestarian lingkungan. Eksploitasi bahan bakar fosil yang hanya berorientasi ekonomi, hanya membawa efek positif secara ekonomi tetapi menimbulkan efek negatif bagi kelangsungan kehidupan umat manusia.

BAB IIPEMBAHASAN

PROSES TERBENTUKNYA BATU BARA DAN GENESHA GEOLOGINYA

Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar,terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun yang lalu. Unsur utama batubara terdiri dari karbon (C),hidrogen (H2), oksigen Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). Tahap penggambutan adalah tahap dimana sisa sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 10 m. Material tumbuhan yang membusuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobic dan fungi diubah menjadi gambut. Sedangkan tahap pembatubaraan dalah proses perubahan dari lignit menjadi bituminous dan akhirnya antrasit.

A. Umur batu bara Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu, adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira 270 juta tahun yang lalu, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 juta tahun yang lalu) di berbagai belahan bumi lain.

B. Materi pembentuk batu bara Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut: Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.

Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.

Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah yang tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.

Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

C. Kelas dan jenis batubara Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas antara lain antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut. Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.

Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.

Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

Sub-Bituminus Di Alaska

Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.

Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.Pada umumnya endapan batu bara ekonomis dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi. Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tergolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata - rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral - mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta.

Rawa Lakbok, Lahan Gambut Yang Tersisa Di Jawa

1. Tempat Pembentukan Batu Bara

Teori In-situ : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ biasanya terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut pada saat mati dan roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut, dan sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami pembusukan secara sempurna, dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen organik.

Teori Drift : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang bukan di tempat dimana batubara tersebut terbentuk.Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori drift biasanya terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak menerus (splitting), banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi).Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).

Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 -[10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan unsur H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).

Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.Ada tiga faktor yang mempengaruhi proses pembetukan batubara yaitu: umur, suhu dan tekanan.Mutu endapan batubara juga ditentukan oleh suhu, tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik. Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period) dikenal sebagai zaman batubara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu.Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi gambut/peat (C60H6O34) yang selanjutnya berubah menjadi batubara muda (lignite) atau disebut pula batubara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah.Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, maka batubara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara sub-bituminus (sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara.Berikut ini ditunjukkan tahapan pembatubaraan.

Disamping itu semakin tinggi peringkat batubara, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan secara umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau mutu batubara, maka batubara dengan tingkat pembatubaraan rendah disebut pula batubara bermutu rendah seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar.

2. Tahap Pembentukan Batu Bara

A. Tahap Biokimia (Biochemical Stage)Merupakan tahap pertama dalam proses pembentukan batubara. Pada tahap ini terjadi proses pembusukan sisa-sisa material tumbuhan dan penggambutan (peatification), yang disebabkan oleh bakteri ataupun organisme tingkat rendah lainnya. Oleh karena proses tersebut maka terjadi pelepasan kandungan hidrokarbon, zat terbang dan oksigen disertai penyusunan kembali molekul-molekul bahan tersisa, dan sebagai akibatnya terjadi penambahan kandungan karbon pada maseral batubara .

B. Tahap Fisika-Kimia (Physico-Chemical Stage)Setelah tahap biokimia, kemudian dilanjutkan dengan tahap fisika-kimia. Pada tahap ini terjadi proses pembatubaraan yang mana gambut yang sudah terbentuk berubah menjadi berbagai macam peringkat batubara oleh akibat pengaruh temperatur, tekanan dan waktu geologi. Peningkatan peringkat batubara pada proses ini ditandai dengan bertambah gelapnya warna, kekerasan dan perubahan pada bidang belah batubara, seturut peningkatan temperatur, tekanan dan lama waktu geologi

3. Faktor Pembentukan Batu Bara

.Dari berbagai teori yang menerangkan tentang terbentuknya batubara, terdapat kesepakatan mengenai faktor-faktor yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, yang mempunyai peranan penting didalam pembentukkan batubara dalam suatu cekungan (Gambar 2.1). Faktor-faktor tersebut yaitu:Akumulasi Sisa Tumbuhan-Tumbuhan (Bahan Organik)Akumulasi sisa tumbuh-tumbuhan dapat secara insitu maupun hasil hanyutan (allochotonous), namun akumulasi ini harus terdapat dalam jumlah yang cukup besar dan terletak pada daerah yang digenangi oleh air, yang mana nantinya dapat dijadikan daerah pengendapan bagi batuan sedimen klastik. Keadaan ini dapat dicapai dari produksi tumbuhan yang tinggi, penimbunan secara perlahan dan menerus yang diikuti dengan penurunan dasar cekungan secara perlahan. Produksi tumbuhan yang tinggi terdapat pada iklim tropis dan sub tropis, sedangkan penimbunan secara perlahan dan menerus hanya terjadi dalam lingkungan paralik dan limnik, yang memiliki kondisi tektonik relatif stabil.

4. Tipe Batu Bara Berdasarkan Lingkungan Pengendapan.Lingkungan pengendapan batubara akan mempengaruhi tipe batubara yang dihasilkan. Berdasarkan lingkungan pengendapan, maka dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis tipe batubara, yaitu tipe batubara humik (humic coal), sapropelik (sapropelic coal) dan humospropelik (humosapropec coal).

A. Tipe Batubara Humik (Humic Coal)Batubara humik biasanya diendapkan di lingkungan darat (limnic), dengan proses pengendapan secara insitu, yang mana material organik pembentuk batubara berasal dari tempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada (autochthonous). Batubara tipe ini memiliki kualitas batubara yang baik dengan peringkat batubara bituminus hingga antrasit. Komposisi maseral 90% lebih terdiri dari vitrinit (vitrite), memiliki kandungan hidrogen dan zat terbang yang sangat rendah.

B. Tipe Batubara Sapropelik (Sapropelic Coal)Batubara sapropelik biasanya diendapkan di lingkungan laut (paralic) seperti pada daerah delta, laguna, lestuarin, marsh, rawa-rawa air payau. Proses pengendapannya secara drift, yang mana material organik pembentuk batubara berasal dari tempat lain (allochthonous). Batubara tipe ini memiliki kualitas batubara kurang baik dibandingkan batubara humik, sedangkan peringkat batubaranya adalah sub bituminus hingga lignit dengan kandungan hidrogen dan zat terbang yang tinggi sedangakan kandungan karbon rendah. Batubara sapropelik dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu batubara cannel dan boghead.Batubara jenis cannel dan boghead dapat dibedakan dari komposisi maseralnya, terutama kelompok liptinit. Batubara cannel memiliki maseral sporinite lebih banyak dibandingkan maseral alginite (sporinite > alginite). Sedangkan batubara boghead lebih dibanyak disusun oleh maseral alginite dibandingkan sporinite (sporinite < alginite).Tipe Batubara Humosapropelik (Humosapropec Coal)

5. Tipe Batubara (Coal Type)

Parks dan Donnel (dalam Cook, 1982) menjelaskan bahwa batasan tipe batubara dipergunakan untuk mengklasifikasi berbagai jenis tumbuhan pembentuk batubara, sedangkan menurut Shierly (dalam Cook, 1982) tipe batubara merupakan dasar klasifikasi petrografi batubara yang terdiri dari berbagai unsur tumbuhan penyusun batubara dengan kejadian yang berbeda-beda. Petrografi batubara memberikan dasar pemahaman genesa, sifat dan unsur organik batubara. Material organik berasal dari berbagai macam tumbuhan dan sebagian bercampur dengan sedimen anorganik selama penggambutan, sehingga tipe batubara ditentukan pada tahap biokimia untuk mengetahui lingkungan pengendapan batubara, terutama berdasarkan material organiknya. Penentuan jenis batubara secara makroskopis didasarkan pada litotipe, sedangkan secara mikroskopis menggunakan konsep maseral dan mikrolitotipe (Tabel 2.2).

Tabel 2.2 Klasifikasi mikrolitotipe pada batubara (dari Stach dkk, 1982)

MIKROLITOTIPEKOMPOSISI MASERALKELOMPOK

VitriteLiptiteInertite>95% Vitrinite>95% Liptinite>95% InertiniteMonomaceralic

ClariteDuriteVitrinertite>95% Vitrinite + Liptinite>95% Inertinite + Liptinite>95% Vitrinite + InertiniteBimaceralic

DuroclariteVitrinertoliptiteClarodurite(Vitrinite+Liptinite+Inertinite each >5%)Vitrinite > Liptinite, InertiniteLiptinite > Vitrinite, InertiniteInertinite > Vitrinite, LiptiniteTrimaceralic

Penafsiran lingkungan pengendapan pada model-model tersebut didasarkan pada konsep maseral, yang mana kehadiran beberapa maseral tertentu dalam batubara akan memberikan pendekatan mengenai awal terbentuknya batubara.

1. Model lingkungan pengendapan menurut Diesel (1986)Diesel (1986) telah menerapkan modelnya pada batubara yang berumur Perm di lembah Hunter dan Gunnedah yang termasuk dalam cekungan Sydney, Australia. Model ini juga telah banyak diaplikasikan dibeberapa lapangan batubara di dunia. Penentuan lingkungan pengendapan pada model ini digunakan perbandingan antara harga Gelification Index (GI) dengan Tissue Preservation Index (TPI) yang kemudian diplotkan dalam diagram.

2. Model lingkungan pengendapan menurut Calder,dkk (1991)Calder, dkk (1991) mengusulkan perbandingan antara Vegetation Index (VI) dan Ground Water Index (GWI) dipakai sebagai parameter untuk menentukan lingkungan pengendapan. Model ini secara lebih rinci mengklasifikasikan lingkungan pengendapan batubara ditinjau dari asal material organik pembentuk batubara dan kedalaman muka air (hydrologic regime).

3. Model lingkungan pengendapan modifikasi Mukhopadhyay (1989)Mukhopadhyay (1989) mendasarkan asosiasi maseral untuk menentukan fasies batubara di cekungan Mosehopotanus, Greece, Athena, Yunani pada endapan batubara Tersier. Asosiasi maseral yang dipakai merupakan meseral-maseral yang dapat memberikan gambaran mengenai komunitas tumbuhan, tipe pengendapan, potensi reduksi-oksidasi, dan susunan batubara pada sistem lingkungan pengendapan batubara (Gambar 2.16). Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Teichmuller, 1982 (dalam Stach dkk, 1982), yang menyatakan bahwa faktor yang menentukan fasies batubara yaitu komunitas tumbuhan, tipe pengendapan, potensi reduksi-oksidasi, dan susunan batubara.Manfaat dan Kegunaan Batubara Pada tahun 1800-an, batubara secara harfiah mendorong industrialisasi dunia. Dewasa ini, batubara menjadi sumber daya bagi lebih dari 35 persen listrik dunia dan digunakan untuk memproduksi 70 persen baja dunia. Produk antara batubara (byproduct) dapat digunakan untuk membuat segala macam produk, dari bensin, parfum, kapur barus, hingga baking powder.Hal terbaik dari batubara, bagaimanapun, adalah harganya yang rendah. Batubara merupakan -dan akan terus menjadi- bahan bakar yang handal, dan irit .

Batu bara untuk membuat bajaProdusen bir adalah orang yang pertama kali menggunakan kokas. Untuk memanggang biji-bijian yang digunakan untuk membuat produk bir mereka, produsen bir mempelajari bagaimana cara untuk memanaskan batubara pada temperatur yang sangat tinggi dengan kondisi kedap udara. Proses ini menyingkirkan byproduk yang tidak diinginkan seperti ter, minyak dan gas dari batubara. Produk akhirnya adalah massa karbon yang hampir murni, bernama kokas. Kokas bekerja dengan baik untuk memproduksi bir,tetapi yang lebih penting, kokas menjadi bahan utama pembuatan baja. Dalam produksi baja, kokas dan bijih logam, seperti bijih besi, digabungkan dalam blast furnace. Kokas menyediakan panas yang secara kimiawi mengubah bijih yang seperti batu menjadi bentuk logam cair. Kokas juga membantu memisahkan gas dari logam cair. Sementara gas naik di dalam tungku, logam cair tenggelam ke bawah dimana ia akan diambil untuk proses lebih lanjut menjadi baja. Batu bara dapat diubah menjadi banyak produk yang kita gunakan sehari-hari. Batubara dapat diolah menjadi gas sintetis, yang kemudian dapat disempurnakan menjadi bensin, solar dan minyak tanah. Bahkan, batubara bisa menjadi bahan baku untuk membuat plastik, pupuk, film dan bahkan parfum!

BAB IIIPENUTUP

A. KESIMPULANAkibat dari menipisnya bahan bakar fosil dan sumber energi yang semakin menipis di negeri ini, maka pemerintah melakukan upaya konservasi terhadap pengurangan bahan bakar fosil. Adapun strategi pemerintah dalam mengurangi bahan bakar fosil terbagi atas Batubara dan minyak bumi:

1. Strategi pemerintah terhadap pengurangan batubara yaitu : a. Menerapkan teknik pertambangan dan peralatan yang tepat. b. Mencegah ceceran dalam penggalian dan pengangkutan. c. Menempatkan dan mendata jumlah serta kualitas tailing dengan baik. d. Mengupayakan agar batubara mudah dimanfaatkan apabila diperlukan.

2. Strategi pemerintah terhadap pengurangan migas yaitu : a. Pengalokasian jenis BBM tertentu. b. Melakukan koordinasi/kerjasama dengan instansi terkait. c. Memberikan pemahaman/ sosialisasi kepada masyarakat yang termuat dalam inpres No. 10/ 2005 (tentang penghematan energy) dan permen SDM No. 31/ 2005 (tentang tata cara pelaksanaan pengghematan energy) d. Melakukan pembinaan dan pengawasan tertentu agar subsidi BBM tepat sasaran.

B. SARANSepertinya pemerintah harus bergerak lebih cepat agar sasaran yang ingin di tujuh seperti perlindungan bahan bakar fosil dapat tercapai dengan cepat dan tepat sasaran agar semua pihak dapat di untungkan.

MAKALAH BATU BARAPROSES TERBENTUKNYA BATU BARA DAN GENESHA GEOLOGINYA

OLEH:YULIA GUSTIA1208460

TEKNIK PERTAMBANGANFAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS NEGERI PADANG2014