batas max cemaran mikroba pangan

7
xvii TINJAUAN PUSTAKA Daging Ayam Karkas ayam adalah bobot tubuh ayam setelah dipotong dikurangi kepala, kaki, darah, bulu serta organ dalam. Persentase bagian yang dipisahkan sebelum menjadi karkas adalah hati dan jantung 1.50%, tembolok 1.50%, paru-paru 0.90%, usus 8%, leher atau kepala 5.60%, darah 3.50%, kaki 3.90%, bulu 6%, karkas 60.10%, serta air 9%. Bobot karkas yang telah dipisahkan dari bulu, kaki, leher atau kepala, organ dalam, ekor (kelenjar minyak), yaitu sekitar 75% dari bobot hidup ayam (Abubakar 2003). Kualifikasi karkas ayam didasarkan atas tingkat keempukan dagingnya. Ayam berdaging empuk, yaitu ayam yang daging karkasnya lunak, lentur, dan kulitnya bertekstur halus. Ayam dengan keempukan daging keras umumnya mempunyai umur yang relatif tua dan kulitnya kasar. Kelas ini meliputi stag, ayam jantan berumur kurang dari 10 bulan (Soeparno 1994). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3924-2009 tentang Mutu Karkas dan Daging Ayam, kualitas karkas yang baik (mutu I) adalah yang konformasinya sempurna, perdagingan tebal, perlemakan banyak, keutuhan cukup baik dan sempurna, serta bebas dari memar dan bulu jarum. Karkas dibedakan menjadi tiga, yaitu karkas segar, karkas segar dingin, dan karkas beku. Karkas segar adalah karkas yang diperoleh tidak lebih dari 4 jam setelah proses pemotongan dan tidak mengalami perlakuan lebih lanjut. Karkas segar dingin adalah karkas segar yang didinginkan setelah proses pemotongan sehingga temperatur bagian dalam daging (internal temperature) antara 0 o C dan 4 o C. Karkas beku adalah karkas segar yang telah mengalami proses pembekuan di dalam blast freezer dengan temperatur bagian dalam daging minimum -12 o C. Aspek Mikrobiologis Daging Ayam Peran mikroorganisme dalam pangan dapat bersifat menguntungkan maupun merugikan. Mikroorganisme yang menguntungkan berperan sebagai mikroorganisme fermentatif pada makanan. Mikroorganisme yang merugikan berperan sebagai penyebab penyakit melalui pangan ke manusia atau yang disebut foodborne disease.

Upload: elok-puspita-rini

Post on 27-Dec-2015

59 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Batas Max Cemaran Mikroba Pangan

xvii

TINJAUAN PUSTAKA

Daging Ayam

Karkas ayam adalah bobot tubuh ayam setelah dipotong dikurangi kepala,

kaki, darah, bulu serta organ dalam. Persentase bagian yang dipisahkan sebelum

menjadi karkas adalah hati dan jantung 1.50%, tembolok 1.50%, paru-paru 0.90%,

usus 8%, leher atau kepala 5.60%, darah 3.50%, kaki 3.90%, bulu 6%, karkas

60.10%, serta air 9%. Bobot karkas yang telah dipisahkan dari bulu, kaki, leher

atau kepala, organ dalam, ekor (kelenjar minyak), yaitu sekitar 75% dari bobot

hidup ayam (Abubakar 2003).

Kualifikasi karkas ayam didasarkan atas tingkat keempukan dagingnya.

Ayam berdaging empuk, yaitu ayam yang daging karkasnya lunak, lentur, dan

kulitnya bertekstur halus. Ayam dengan keempukan daging keras umumnya

mempunyai umur yang relatif tua dan kulitnya kasar. Kelas ini meliputi stag,

ayam jantan berumur kurang dari 10 bulan (Soeparno 1994).

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3924-2009 tentang Mutu

Karkas dan Daging Ayam, kualitas karkas yang baik (mutu I) adalah yang

konformasinya sempurna, perdagingan tebal, perlemakan banyak, keutuhan cukup

baik dan sempurna, serta bebas dari memar dan bulu jarum. Karkas dibedakan

menjadi tiga, yaitu karkas segar, karkas segar dingin, dan karkas beku.

Karkas segar adalah karkas yang diperoleh tidak lebih dari 4 jam setelah

proses pemotongan dan tidak mengalami perlakuan lebih lanjut. Karkas segar

dingin adalah karkas segar yang didinginkan setelah proses pemotongan sehingga

temperatur bagian dalam daging (internal temperature) antara 0 oC dan 4

oC.

Karkas beku adalah karkas segar yang telah mengalami proses pembekuan di

dalam blast freezer dengan temperatur bagian dalam daging minimum -12 oC.

Aspek Mikrobiologis Daging Ayam

Peran mikroorganisme dalam pangan dapat bersifat menguntungkan

maupun merugikan. Mikroorganisme yang menguntungkan berperan sebagai

mikroorganisme fermentatif pada makanan. Mikroorganisme yang merugikan

berperan sebagai penyebab penyakit melalui pangan ke manusia atau yang disebut

foodborne disease.

Page 2: Batas Max Cemaran Mikroba Pangan

Mikroorganisme yang mengkontaminasi bahan pangan dapat menyebabkan

kerusakan bahan pangan tersebut. Kerusakan daging ayam secara biologis banyak

diakibatkan oleh adanya pertumbuhan mikroorganisme yang berasal dari ternak,

pencemaran dari lingkungan baik pada saat proses pemotongan, penyimpanan,

maupun pemasaran. Pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh

faktor suhu penyimpanan, waktu, tersedianya oksigen, dan kadar air pada daging

(Rahardjo dan Santoso 2005).

Kontaminasi awal bakteri pada daging ayam diakibatkan dari

mikroorganisme yang masuk ke pembuluh darah bila pisau yang digunakan untuk

penyembelihan tidak steril. Kontaminasi pada permukaan daging ayam dapat

terjadi selama penyembelihan, pemrosesan, penyimpanan, dan distribusi atau

pengangkutan daging. Menurut Jay et al. (2005), banyaknya kejadian kontaminasi

bakteri pada daging ayam terjadi pada saat pemotongan, pengepakan,

pendistribusian dan pengolahan produk asal hewan. Kontaminasi juga dapat

terjadi akibat sanitasi yang kurang baik di peternakan, tempat pemotongan

maupun tempat pengolahan daging ayam. Pemakaian air dari sanitasi yang kurang

baik dalam proses pemotongan, pengolahan, dan penyimpanan dapat

meningkatkan jumlah cemaran mikroba di dalam daging ayam.

Beberapa mikroorganisme penyebab penyakit yang berasal dari daging

ayam (foodborne disease), antara lain: Escherichia coli, Salmonella,

Staphylococcus aureus, Camphylobacter sp., dan Clostridium botulinum. Standar

Nasional Indonesia (SNI) 01-7388-2009 tahun 2009 menyebutkan spesifikasi

persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada daging ayam seperti

terlihat dalam Tabel 1.

Tingkat Prevalensi

Tingkat prevalensi menunjukkan jumlah penderita (kasus) dalam lingkup

populasi tertentu dalam satuan waktu tertentu misalnya setahun. Pengertian

prevalensi dekat dengan insidensi. Insidensi adalah kasus baru dalam lingkup

populasi tertentu dalam satuan waktu tertentu. Kedua konsep tersebut selalu

dipakai bersama-sama, konsep prevalensi dipakai sebagai dasar terapi kuratif,

sedangkan insidensi lebih cenderung sebagai dasar upaya pencegahan

(Hardjodisastro 2006).

5

Page 3: Batas Max Cemaran Mikroba Pangan

xix

Tabel 1 Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada

daging ayam

Jenis Cemaran Mikroba

Batas Maksimum Cemaran Mikroba (cfu/g)

Daging Ayam

Segar/Beku

Daging Ayam Tanpa

Tulang

a. Jumlah Total Kuman

(Total Plate Count)

1x106 1x10

6

b. Coliform 1x102 1x10

2

c. Escherichia coli 1x101 1x10

1

d. Enterococci 1x102 1x10

2

e. Staphylococcus aureus 1x102 1x10

2

f. Clostridium sp. 0 0

g. Salmonella sp. 0 0

h. Camphylobacter sp. 0 0

i. Listeria sp. 0 0

Sumber: SNI 01-7388-2009

Menurut Thrusfield (2005), tingkat prevalensi adalah jumlah suatu penyakit

yang berada di dalam suatu populasi pada waktu tertentu tanpa membedakan

kasus baru atau lama. Tingkat prevalensi (P) dapat ditentukan dengan rumus

sebagai berikut :

P= Jumlah individu terkena penyakit pada waktu tertentu

x 100% Jumlah individu yang berisiko dalam populasi pada waktu tertentu

Tingkat prevalensi cemaran Escherichia coli pada daging ayam dapat

diartikan jumlah sampel daging ayam positif E. coli berbanding dengan total

sampel daging ayam dari tiap daerah asal sampel pada waktu tertentu. Sampel

daging ayam positif E. coli, yaitu sampel daging ayam yang memiliki cemaran

E. coli >1x101 MPN/g.

Tingkat prevalensi cemaran E. coli (P E. coli) dapat ditentukan dengan rumus:

Jumlah sampel daging ayam positif E. coli

Total sampel daging ayam dari tiap daerah asal pada waktu tertentu

Tingkat prevalensi E. coli pada daging ayam beku dapat diasumsikan

sebesar 3.4% (Thrusfield 2005).

P E. coli = x 100%

6

Page 4: Batas Max Cemaran Mikroba Pangan

Escherichia coli

Escherichia coli merupakan mikroba yang termasuk dalam kelompok

Enterobacteriaceae. Karakteristik bakteri ini adalah batang pendek

(0.5-1.0x1.0-3.0 µm), motil (adanya flagela yang merata di seluruh permukaan

sel), bersifat Gram negatif, anaerobik fakultatif, oksidase negatif, katalase positif,

tidak membentuk spora, dan dapat memfermentasikan glukosa (Pelczar dan Chan

2007).

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif yang dapat tumbuh

dengan baik pada makanan. E. coli dapat tumbuh pada suhu rendah (-2 oC) dan

suhu tinggi (50 oC). Bakteri ini tumbuh sangat lambat di dalam makanan pada

suhu 5 oC. Namun, ada laporan yang menyatakan bahwa bakteri ini dapat tumbuh

dengan baik pada suhu 3-6 oC. E. coli juga dapat tumbuh dengan baik pada media

yang mengandung karbon organik (glukosa), sumber nitrogen (NH4)2SO4, dan

mineral lainnya. Bakteri ini dapat ditumbuhkan atau dikultur pada media nutrient

agar. Dalam waktu 12-16 jam dengan suhu 37 oC, bakteri ini dapat membentuk

koloni pada nutrient agar (Jay et al. 2005).

Escherichia coli merupakan mikroorganisme indikator yang digunakan

sebagai alat ukur pencemaran fekal. E. coli adalah indikator yang paling spesifik

untuk menilai cemaran fekal dan merupakan golongan Coliform yang paling

sering ditemukan pada karkas unggas (Mead 2003).

Bakteri Escherichia coli pada daging ayam dapat dibagi menjadi dua

golongan yaitu patogen dan non-patogen. Golongan non-patogen dapat

menyebabkan pembusukan pada pangan asal hewan, sedangkan golongan patogen

dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Toksin dari E. coli patogen yang

dapat dijumpai pada daging ayam adalah verocytotoxin E. coli (VTEC), yang

dapat menyebabkan diare dan hemorrhagic colitis dan kadang-kadang

menyebabkan hemolytic uremic syndrome (HUS) pada manusia. Salah satu VTEC

penyebab wabah penyakit yang ditularkan melalui makanan yang utama adalah

serogrup O157:H7 (Cox 2005).

7

Page 5: Batas Max Cemaran Mikroba Pangan

xxi

Gambar 1 Escherichia coli dilihat dengan mikroskop elektron

Anonimus (2009b).

Menurut Lay dan Hastowo (1992), mikroba patogen lainnya yang

menyebabkan enteritis selain Escherichia coli, adalah Salmonella, Shigella dan

Yersinia. E. coli tidak dapat menyebabkan kesakitan fatal pada gastrointestinal,

namun pada beberapa grup E. coli dapat menyebabkan diare dan kehilangan

peristaltik usus. E. coli menginfeksi inangnya melalui saluran pencernaan dan

beberapa infeksi bersifat endogenous. E. coli dapat menghasilkan enterotoksin

yang berperan dalam diare. Bakteri ini ditemukan pada berbagai infeksi pada

hewan maupun manusia sebagai agen primer maupun agen sekunder.

Escherichia coli dapat diklasifikasikan berdasarkan perbedaan antigen

(serotipe) dan faktor virulensi (virotipe). Komponen permukaan E. coli dibentuk

berdasarkan sistem klasifikasi serologi, yaitu antigen kapsular (K), antigen

somatik (O) pada bagian lipopolisakarida dan antigen flagela (H, ‘Hauch’ dalam

bahasa Jerman yang berarti flagela). Identifikasi antigen O merupakan galur

serogrup dan kombinasi antigen O dengan antigen H merupakan serotipe.

Dua galur diidentifikasi sebagai O157:H7 dan O157:H19, yaitu bereaksi dengan

antibodi anti-O dan serogrup yang sama tetapi bereaksi dengan antibodi anti-H

dan serotipe yang berbeda.

Karakteristik sistem virotipe dibentuk berdasarkan pada susunan

penempelan bakteri pada sel inang, efek penempelan pada sel inang, produksi

toksin dan invasi. Escherichia coli penyebab diare dapat diklasifikasikan menjadi

enam virotipe, yaitu enterotoxigenic E. coli (ETEC), enteroaggregative E. coli

(EAEC), enteropathogenic E. coli (EPEC), enterohemorrhagic E. coli (EHEC),

enteroinvasive E. coli (EIEC), dan diffusely adherent E. coli (DAEC) (Meng

et al. 2001).

8

Page 6: Batas Max Cemaran Mikroba Pangan

ETEC menyerupai Vibrio cholera yang aktif melekat pada mukosa usus

kecil melalui permukaan fimbriae (pili tipe 1 dan antigen faktor kolonisasi) dan

memproduksi satu atau dua enterotoksin, yaitu heat-labile toxin (LT) dan

heat-stable toxin (ST). Enterotoksin bekerja pada sel mukosa usus yang dapat

menyebabkan diare. ETEC sering menyebabkan diare yang fatal pada bayi di

negara-negara berkembang. Galur Escherichia coli ini biasanya dapat diisolasi

keberadaannya pada makanan dan air minum.

EAEC dapat menyebabkan diare yang persisten dan umumnya menyerang

anak-anak. EAEC merupakan galur Escherichia coli yang tidak menghasilkan

sekresi enterotoksin LT atau ST dan menempel pada sel Hep-2 di dalam pola

penempelan agregatif. Gejala yang ditampilkan akibat infeksi EAEC adalah

muntah dan diare persisten. Umumnya galur ini diisolasi pada daging.

EPEC dapat menyebabkan diare parah pada anak-anak terutama bayi.

Patogenisitas dari galur ini terletak pada mukosa usus dan menyebabkan

kerusakan susunan aktin sel inang. Transmisi penularan EPEC melalui rute fekal-

oral akibat tangan yang terkontaminasi atau makanan yang terkontaminasi.

EHEC dapat menyebabkan HUS, sindrom tersebut menyerupai sindrom

akibat Shigella dysenteriae yang menginfeksi anak-anak. EHEC hampir sama

dengan EPEC, hanya saja EHEC dapat menghasilkan satu atau dua Shiga toxin.

EHEC umumnya terdapat pada serotipe O157:H7 yang merupakan foodborne

pathogen. Pada manusia dapat menyebabkan hemorrhagic colitis dan HUS akibat

mengkonsumsi daging yang terkontaminasi EHEC dan dimasak kurang matang.

EIEC berdasarkan biokimia, genetik, dan patogenesitasnya menyerupai

Shigella spp., tetapi EIEC tidak menghasilkan Shiga toxin. Infeksi EIEC

umumnya menyebabkan diare encer. Beberapa kasus ditemukan dapat

menyebabkan disentri dan HUS pada manusia. Infeksi EIEC bersifat foodborne

dan waterborne infection. Gejala yang ditimbulkan umumnya diare encer dan

demam.

DAEC menyebabkan diare pada anak-anak. Galur ini memiliki karekteristik

dengan pola penempelan dan penyebaran pada sel Hep-2 dan HeLa. Patogenesitas

galur DAEC masih belum diketahui sampai saat ini. DAEC tidak menghasilkan

9

Page 7: Batas Max Cemaran Mikroba Pangan

xxiii

heat-labile toxin atau heat-stable toxin atau Shiga toxin. Sampai saat ini, belum

ada kasus DAEC pada makanan yang dilaporkan (Meng et al. 2001).

Colibacillosis pada ayam

Keberadaan Escherichia coli pada daging ayam dapat berasal dari

peternakan ayam dan rumah potong unggas (RPU). E. coli pada daging ayam

yang berasal dari peternakan ayam dikarenakan adanya penyakit colibacillosis

pada ayam semasa hidupnya (Dirjen Peternakan 1982).

Colibacillosis umumnya dianggap sebagai penyebab berbagai masalah

kesehatan unggas. Bakteri Escherichia coli biasanya terdapat dalam jaringan

atau saluran pernapasan ayam yang sakit. Colibacillosis menyerang ayam semua

umur, kebanyakan dilaporkan terjadi pada ayam yang dipelihara dalam keadaan

sanitasi yang sangat rendah. Bakteri E. coli akan melimpah pada air yang

kualitasnya kurang baik, terutama setelah turunnya hujan. Angka kematian bisa

mencapai 10% dan akan lebih besar lagi apabila disertai infeksi lain yang

mengikutinya, seperti: Newcastle Disease (ND), Mycoplasma gallisepticum atau

Infectious Bronchitis (IB) (Anonimus 2010a).

Kematian anak ayam dapat terjadi sampai umur tiga minggu dengan gejala

omphalitis, oedema, dan jaringan sekitar umbikal menjadi lembek. Colibacillosis

pada ayam pedaging muda (1-2 minggu) menyebabkan gangguan pernafasan

disertai bersin, anemia, dan kekurusan atau ayam ditemukan dalam keadaan mati

(Dirjen Peternakan 1982).

Lesio patologi akibat colibacillosis yang ditemukan pada saat pemeriksaan

postmortem di RPU, dapat berupa airsacculitis, pericarditis, perihepatitis,

kebengkakan pada hati dan limpa, peritonitis, salpingitis, dan enteritis. Umumnya

kejadian penyakit akibat Escherichia coli bersifat sekunder yang terjadi karena

adanya penyakit primer; seperti penyakit akibat virus dan penyakit-penyakit yang

bersifat imunosupresif (Anonimus 2010b).

Keberadaan Escherichia coli pada daging ayam yang berasal dari RPU

disebabkan karena penanganan yang kurang baik pada saat eviserasi (pengeluaran

jeroan), masalah sanitasi dan higiene. Akibat penanganan yang salah saat eviserasi

menyebabkan isi saluran pencernaan mencemari daging ayam (Nugroho 2005).

10